Anda di halaman 1dari 14

KONSEP PENATALAKSANAAN

KEGAWATDARURATAN LUKA

Disusun Oleh : Kelompok 3 A

Laila aristina Silalahi (032017006)

Jenita Kamsya Bakara (032017013)

Rini Yolanda Sitorus (032017018)

Gracya Maretha Hutagaol (032017036)

Filipus Waruwu (032017041)

Nurtalenta Lafau (032017042)

Angenia Itoniat Zega (032017044)

Dosen Pembimbing : Murni Simanullang S.Kep Ns M.Kep

Mata Kuliah : Metodologi Penelitian

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Konsep Penatalaksanaan kegawatdaruratan pada luka”. Dan juga kami
berterima kasih pada Murni Simanullang S.Kep Ns M.Kep selaku dosen mata
kuliah Kegawatdaruratan 2.

Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah


wawasan serta pengetahuan kita mengenai penatalaksanaan pada pasien
kegawatdaruratan luka. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan. Untuk itu, penulis berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi para pembaca dan sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Medan, 18 Maret 2020


Penulis,

Kelompok 3 A
BAB 1

PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Dewasa
ini trauma melanda dunia bagaikan wabah karena kehidupan modern penggunaan
kendaraan dan senjata api semakin luas. Namun sering terjadi penelantaran
sehingga menyebabkan kematian pada kelompok usia produktif. Hal ini dapat
dicegah dengan penanggulangan yang optimal dari tempat kejadian sampai di
rumah sakit.
Luka merupakan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan
ini disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Sekitar 1,5% populasi akan
mengalami berbagai tipe luka pada suatu waktu. Sebagian besar merupakan luka
minor atau akut dan sembuh tanpa kendala. Luka akibat trauma merupakan alasan
tersering kedua untuk pasien datang ke unit gawat darurat.
Jumlah penduduk yang mengalami luka atau cedera secara nasional di
Indonesia meningkat dari 7,5% (2012) menjadi 8,2% (2013) yang umumnya
disebabkan oleh jatuh (40,9%) dan kecelakaan kendaraan bermotor (40,6%).
Tempat kejadian luka yaitu di jalan raya, rumah, area pertanian, dan sekolah
dengan prosentase berturut-turut sebesar 42,8%; 36,5%; 6,9%; dan 5,4%.
Luka akibat terjatuh sering dialami antara lain oleh usia dibawah satu
tahun (bayi), perempuan, usia tidak sekolah, tidak bekerja dan penduduk di
pedesaan. Sedangkan luka akibat transportasi kendaraan bermotor sering dialami
antara lain oleh laki-laki berusia 15-24 tahun, lulus SMA, dan sudah bekerja. Jenis
luka yang diderita meliputi luka lecet/ memar (70,9%), terkilir (27,5%) dan luka
robek (23,2%) (Kemenkes RI, 2013).
Upaya menumbuhkan kesadaran kepada para pengguna jalan raya agar
lebih aman berkendara telah digelar secara serentak oleh pihak kepolisian RI
melalui program nasional bertema 'Millenial Road Safety Festival' yang bertujuan
Road Safety to Zero Accident (Humas Polri, 2019).
1. 2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi vulnus?
2. Apa etiologi dari vulnus?
3. Apa jenis-jenis vulnus
4. Apa tindakan pertolongan pertama pada luka?
5. Apa defenisi dan pencegahan tetanus?
6. Apa indikasi pemberian ATS?
1. 3 Tujuan Masalah
1. 3. 1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa/I mengetahui penangan vulnus dan pencegahan
pada vulnus serta pemberian ATS.
1. 3. 2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui defenisi vulnus.
2. Untuk mengetahui etiologi dari vulnus
3. Untuk mengetahui jenis-jenis vulnus
4. Apa tindakan pertolongan pertama pada luka.
5. Untuk mengetahui defenisi dan pencegahan tetanus.
6. Untuk mengetahui indikasi pemberian ATS.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2. 1 Defenisi Vulnus
Luka yaitu keadaan hilang atau atau terputusnya kesatuan jaringan (kulit)
yang umumnya mengganggu proses selular normal. Beberapa reaksi yang muncul
jika terjadinya luka yaitu hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon
stres simpatis, pendarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri dan
kematian sel (AlMuqsith, 2015; Karina dan Ismail, 2015).
Luka didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas jaringan tubuh oleh
sebab-sebab fisik, mekanik, kimia dan termal. Luka, baik luka terbuka atau luka
tertutup, merupakan salah satu permasalahan yang paling banyak terjadi di
praktek sehari-hari ataupun di ruang gawat darurat.
Keterlambatan penyembuhan luka dapat diakibatkan oleh penatalaksanaan
luka yang kurang tepat, seperti :
1. Tidak mengidentifikasi masalah-masalah pasien yang dapat mengganggu
penyembuhan luka.
2. Tidak melakukan penilaian luka (wound assessment) secara tepat.
3. Pemilihan dan penggunaan larutan antiseptik yang kurang tepat.
4. Penggunaan antibiotika topikal dan ramuan obat perawatan luka yang
kurang tepat.
5. Teknik balutan (dressing)kurang tepat, sehingga balutan menjadi kurang
efektif atau justru menghalangi penyembuhan luka.
6. Pemilihan produk perawatan luka kurang sesuai dengan kebutuhan pasien
atau justru berbahaya.

2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya cedera sehingga mengakibatkan luka sangatlah
beragam mulai dari cedera akibat kecelakaan lalu lintas, keracunan, terjatuh,
kebakaran, tenggelam, perang, pembunuhan, bunuh diri, serta cedera yang tidak
disengaja.
Luka berdasarkan penyebabnya menurut (Damayanti, Pitriyani &
Ardhiyanti, 2015) dibagi menjadi 2 jenis yakni luka mekanik dan non-mekanik:
1. Luka mekanik dibagi menjadi 7 jenis yaitu:
1) Vulnus Scissum adalah luka sayat akibat benda tajam, pinggir lukanya
terlihat rapi.
2) Vulnus Constum adalah luka memar karena cedera pada cedera pada
jaringan bawah kulit akibat benturan benda tumpul.
3) Vulnus Laceratum adalah luka robek akibat terkena mesin atau benda
lainnya yang menyebabkan robeknya jaringan rusak dalam.
4) Vulnus Puncture adalah luka tusuk yang kecil dibagian luar, tetapi besar
dibagian dalam luka.
5) Vulnus Sclopetorum adalah luka tembak akibat tembakan peluru.
6) Vulnus Morsum adalah luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada
bagian luka.
7) Vulnus Abrasio adalah luka terkikis yang terjadi pada bagian luka yang
tidak sampai ke pembuluh darah.
2. Luka non-mekanik yang terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi
atau serangan listrik.
2. Luka non-mekanik yaitu :
1) Akibat zat kimia
2) Suhu tinggi
3) Radiasi atau serangan listrik.

2. 3 Klasifikasi Luka
2. 3. 1 Luka terkena benda tumpul
Jenis luka berdasarkan penyebabnya (Al-Muqsith, 2015; Karina
dan Ismail, 2015):
1. Luka lecet (Vulnus Excoriasi )
luka ini akibat gesekan dengan benda keras misalnya
terjatuh dari motor sehingga terjadi gesekan antara anggota tubuh
dengan aspal. Dimensi luka yaitu hanya memiliki panjang dan
lebar, namun biasanya mengenai ujung-ujung syaraf nyeri di kulit
sehingga derajat nyeri biasanya lebih tinggi dibanding luka robek.

2. Luka sayat (Vulnus scissum)


Jenis luka ini disebabkan oleh sayatan benda tajam
misalnya logam atau kayu. Luka yang dihasilkan tipis dan kecil,
yang juga bisa disebabkan karena di sengaja dalam proses
pengobatan
3. Luka robek atau parut (Vulnus laseratum)
Luka jenis ini biasa karena benda keras yang merusak
permukaan kulit misalnya terjatuh, terkena ranting pohon, atau
terkena batu sehingga menimbulkan robekan pada kulit. Dimensi
luka panjang, lebar dan dalam.
4. Luka tusuk (Vulnus punctum)
Luka terjadi akibat tusukan benda tajam, berupa luka kecil
dan dalam. Pada luka ini perlu diwaspadai adanya bakteri
clostridium tetani benda tajam/logam yang menyebabkan luka.
5. Luka gigitan (Vulnus morsum)
Luka jenis ini disebabkan gigitan gigi, baik itu oleh
manusia ataupun binatang seperti serangga, ular, dan binatang
buas. Perlu diwaspadai luka akibat gigitan dari ular berbisa yang
berbahaya.
6. Luka bakar (Vulnus combustion)
luka atau kerusakan jaringan yang timbul karena suhu
tinggi. Penanganan jenis luka ini didasarka pada empat stadium
luka dan prosentase permukaan tubuh yang terbakar.

2. 3. 2 Luka tusuk
Luka tusuk biasanya cukup dalam. Seandainya benda yang
menusuk itu kotor, bahaya infeksi kuman biasa dan kuman tetanus lebih
besar. Letak luka juga perlu diperhatikan, mengingat bahayanya terhadap
alat-alat dalam tubuh.
Apabila tusukan mengenai pembuluh darah yang besar, terlebih
dahulu lakukanlah tindakan untuk menghentikan perdarahanitu. Luka
tusuk yang mengenai jantung, dapat dipastikan selalu membawa kematian
yang cepat.
1. Luka tusuk di dada
Luka tusuk didada yang tidak mengenai jantung dapat
menembus rongga paru- paru. Akibatnya, selain perdarahan dari
rongga paru-paru, udara juga akan masuk kedalam rongga paru-
paru. Oleh karena itu, paru-paru pada sisi yang luka akan
mengempis.
Penderita kesakitan ketika bernafas, dan mendadak merasa
merasa sesak. Gerakan iga di sisi yang luka menjadi berkurang.
Tindakan pertolongan:
1) Tutup lukanya dengan kassa steril yang dibasahi dengan cairan
streil.
2) Kemudian balut luka tersebut dengan plester. Balutan harus
dibuat kedap udara.
2. Luka tusuk di perut
Luka tusukan diarahkan ke ulu hati sebelah kiri korban
sehingga mengenai organ hati dan pankreas. Pada saat pemeriksaan
dalam didapatkan banyak perdarahan di rongga dada dan banyak
gumpalan darah yang menempel pada organ-organ dalam perut
seperti hati, limpa, dan ginjal. Dari sini timbul kecurigaan adanya
kemungkinan gangguan pembekuan darah pada diri korban atau
yang biasa disebut dengan istilah disseminated intravascular
coagulation (DIC).
3. Luka tusuk di anggota badan
Luka tusuk atau stab wound adalah luka akibat benda/alat
yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi
dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong dengan permukaan
tubuh. Contoh alat : belati, bayonet, pedang, keris, clurit, pecahan
kaca, benda-benda berujung runcing dengan penampang
bulat/persegi. Bila tusukan dilakukan sampai pangkal pisau,
kadang-kadang ditemukan memar di sekitar luka dan ukuran dalam
luka lebih besar daripada panjang luka

2. 4 Penanganan Kegawatdaruratan Pada Vulnus


Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus
dilakukan adalah mengamankan dan mengaplikasikan prinsip
a) CABDE (Circulation, Airway, Breathing, Disability Limitation,
Exposure)
C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus
diperhatikan disini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac
output.
A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah
kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan
nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha
untuk membebaskan jalan nafas harus memproteksi tulang cervikal,
karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan.
Pasien dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya
memerlukan pemasangan airway.
B : Breathing. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru yang baik,
dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan
pasiendengan fraktur ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi
high flow oxygen 15 L/m lewat non-rebreathing mask dengan reservoir
bag
D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi
singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat
cedera spinal.
E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan
cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian
dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermi.
Pengkajian luka yang dapat dilakukan menurut Kartika (2015)
meliputi beberapa tahapan yakni:
1. Status nutrisi pasien: BMI (body mass index) dan kadar albumin
2. Status vaskuler: Hb dan TcO2
3. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan imunosupresan.
Penatalaksanaan pada luka
1) Hemostasis : Mengontrol pendarahan akibat laserasi dengan cara
menekan luka dengan menggunakan balutan steril. Setelah
pendarahan reda, tempelkan sepotong perban perekat atau kasa
diatas luka laserasi sehingga memungkinkan tepi luka menutup dan
bekuan darah terbebtuk. Luka laserasi yang lebih serius harus di
jahit oleh dokter.
2) Pembersihan luka.
3) Faktor pertumbuhan (penggunaan obat).
4) Perlindungan : Memberikan balutan steril atau bersih dan
memobilisasi bagian tubuh .
5) Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan, berdasarkan kondisi
luka dan status imunisasi pasien
Pada penangan kasus vulnus sclopetorum jangan langsung mengeluarkan
pelurunya, namun yang harus dilakukan adalah membersihkan luka dengan ringer
laktat (RL), berikan antiseptik dan tutup luka. Biarkan luka setidaknya seminggu
baru pasien dibawa ke ruang operasi untuk dikeluarkan pelurunya. Diharapkan
setidaknya dalam waktu seminggu posisi peluru sudah mantap dan tak bergeser
karena setidaknya sudah terbentuk jaringan disekitar peluru.
2.5 Tetanus
2. 5. 1 Tetanus
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh
neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai
dengan spasme otot yang periodik dan berat.
Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh
eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani menyerang
sistem saraf pusat, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum
dan kejang-kejang otot rangka tanpa gangguan kesadaran. Terdapat
4 tipe tetanus, yaitu tetanus generalisata, lokal, neonatal, dan
sefalik.
2. 5. 2 Etiologi
Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium tetani;
kuman gram positif basilus berukuran panjang 2–5 um dan lebar
0,3–0,5 um, dan bersifat anaerob. Clostridium Tetani dapat
dibedakan dari tipe lain berdasarkan flagella antigen.
Kuman tetanus ini membentuk spora yang berbentuk
lonjong dengan ujung yang bulat, khas seperti batang korek api
(drum stick). Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam
dan obat antiseptik tetapi mati dalam autoklaf bila dipanaskan
selama 15–20 menit pada suhu 121°C.
Bila tidak kena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah
berbulan–bulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat merupakan
flora usus normal dari kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing,
tikus, ayam dan manusia. Spora akan berubah menjadi bentuk
vegetatif dalam anaerob dan kemudian berkembang biak.
Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap panas dan
beberapa antiseptik Kuman tetanus tumbuh subur pads suhu 17°C
dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula
dalam media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat
memfermentasikan glukosa.
Kuman tetanus tidak invasif tetapi dapat memproduksi 2
macam eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanospasmis merupakan protein dengan berat molekul 150.000
Dalton, larut dalam air labil pada panas dan cahaya, rusak
dengan enzim proteolitik, tetapi stabil dalam bentuk murni dan
kering.
Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena toksin
ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat
dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot
dan kejang– kejang. Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel darah
merah.

2. 5. 3 Patogenesis Dan Patofisiologi


Chlostridium tetani dalam bentuk spora masuk kedalam
tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja
binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini melalui luka yang
terkontaminasi antara lain luka tusuk, luka bakar, luka lecet, otitis
media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat,
terkadang luka tersebut hampir tak terlihat.
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun
dapat singkat hanya 1–2 hari dan kadang–kadang lebih dari 1
bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya.
Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium tetani
dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan
penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin
panjang.
2. 6. Pencegahan

Penatalaksanaan yang tepat dan cepat sangat menentukan prognosa


pasien. Prognosa tetanus didasarkan pada onset, masa inkubasi, umur,
penatalaksanaan, adanya kejang dan demam.
Tatalaksana infeksi sebagai port d entry penting dilakukan pada
pasien untuk mencegah berkembangnya toksin. Edukasi terhadap pasien
mengenai sumber infeksi dan immunisasi tetanus penting dilakukan guna
mencegah berulangnya tetanus.
Diagnosis tetanus adalah berdasarkan riwayat/anamnesis dan tanda
klinis saja, tidak ada tes laboratorium yang spesifik untuk penyakit ini,
namun basil tetanus ditemukan hanya pada sekitar 30% pada kultur
anaerob dari luka yang dicurigai. Pada pasien ditemukan trismus, kaku
kuduk, dan perut seperti papan, pasien masih dalam sadar baik.

2. 6. Indikasi Pemberian ATS


Pemberian antitetanus profilaksis sebaiknya diberikan pada luka-luka
seperti fraktur terbuka, luka tusuk yang dalam, luka terkontaminasi, luka
dengan komplikasi infeksi pyogenik, luka dengan kerusakan jaringan yang
luas, luka –luka dengan kontaminasi oleh tanah, kotoran kuda yang jelas
terlihat. ATS merupakan serum yang mengandung antitoksin heterolog,
pemberian ATS didasarkan atas prinsip penanganan tetanus yaitu
menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas dalam sirkulasi (belum
terikat dengan sistem saraf pusat). Pada penelitian ini 28% dari semua
pasien yang menjadi sampelpenelitiandiberikanprofilaksisantitetanus.
Pemberianantitetanusdiindikasikanpadaluka-lukayangterkontaminasi dengan
tujuan mencegah terjadinya tetanus di kemudian hari.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Luka merupakan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.
Keadaan ini disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan
suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Sekitar 1,5%
populasi akan mengalami berbagai tipe luka pada suatu waktu. Sebagian
besar merupakan luka minor atau akut dan sembuh tanpa kendala. Luka
akibat trauma merupakan alasan tersering kedua untuk pasien datang ke unit
gawat darurat.
Luka dapat disebabkan dengan mekanik dan non mekanik yaitu :
1) Mekanik disebabkan berdasarkan jenis vulnus
2) Non-mekanik disebabkan oleh zat kimia, suhu tinggi, radiasi atau
serangan listrik.

Anda mungkin juga menyukai