Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR FEMUR DEXTRA


PADA An ‘N’ 

DI RUANG OPERASI IBNU SINA YW-UMI

OLEH :

AISYAH PUSPA DEWI (PO713201171095)


HASRI AINUN (PO713201171106)
MUHAMMAD ZAENAL
(PO713201171116) RIKA AFRILIA
(PO713201171127)
VALENTINA GABRILLIA TANSIL (PO713201171136)

KELAS IIIC

POLTEKKES KEMENKES
MAKASSAR JURUSAN
KEPERAWATAN
BAB I

KONSEP MEDIS

A.   DEFINISI

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai


luka di sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan
 pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (smeltzer, 2001).

Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur
(Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005) fraktur
femur adalah fraktur tulang pada tulang femur yang disebabkan oleh
benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga
didefinisikan sebagai hilangnya diskontinuitas tulang paha, kondisi fraktur
femur bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan
 jaringan lunak dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung pada paha.

B.   ETIOLOGI

1.   Fraktur akibat peristiwa trauma

Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan


yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila
tekanan kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.
2.   Akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti hal nya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau
calon tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.
3.   Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang

Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal bila tulang tersebut
lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.

C.   TANDA DAN GEJALA


1.    Nyeri

Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau
kerusakan jaringan sekitarnya

2.   Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya
3.  Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar femur
4.  Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disertai fraktur
5.  Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang ya ng fraktur, nyeri atau spasme
otot, paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf
6.   Mobilisasi abnormal

Adalah pergerakan ya ng terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya


tidak terjadi pergerakan
7.   krepitasi

merupakan rasa gemeretak saat tulang digerakkan


8.  Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
 pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya

D.   PATOFISIOLOGI

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan
fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan
biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar
tulang tersebut,
 jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan

 biasanya timbul hebat setelah fraktur, sel-sel darah putih dan sel anast
 berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru amatur yang disebut
callus.
 

E.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
1)   Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma

2)   Scan tulang, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat


digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak1
3)   Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

4)   Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal

F.   KOMPLIKASI

1.   Syok

Syok hipovolemik atau traumatik akibat perdarahan )baik kehilangan


darah eksterna maupun interna) dan nkehilangan cairan ekstrasel ke
 jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, toraks, pelvis,
dan vertebra.
2.   Emboli lemak

Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cedera
remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-
30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam
darah karena sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler.
3.   Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi penigkatan


tekanan interstitial di dalam ruangan terbatas, yaitu di dalam
kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra
kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan
tersebut.
4.   Artropi otot
Pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal.
Mengecilnya otot tersebut terjadi jika sel-sel pasifik yaitu sel-sel
parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil.

G.   PENATALAKSANAAN
Tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur :
1)   Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi

karena benturan, terjaatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan
kuat pasien mengalami fraktur
2)   Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan

 bersihkan perdarahan dengan cara diperban

3)   Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) yang dilakukan


oleh para ahli dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan
tulang pada posisi semula
4)   Berikan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan

Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke


 posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
 penyembuhan patah tulang. (sjamsuhidajat & jong, 2005).

Penatalaksanaan yang dilakukan :

1)   Rekognisis / pengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan


selanjutnya
2)   Reduksi/manipulasi/reposisi

3)   OREF

Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan


cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external
fixation = OREF).
4)   ORIF

Orif adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi


 pada tulang yang mengalami fraktur
 B

AB II

Pengkajian intra Operatif

Pada pasien fraktur femur dextra

Di ruang OK RS IBNU SINA YW-UMI

 Nama : An. N No.RM : 19-65-93

Umur : 3 tahun Dr.operator : Dr. Arman Sp.O


Sp.Ot

Dx. Medis : Fraktur femur dextra Dr.anastesi : Dr. Syafruddin


Gaus Sp.An

Tindakan : Orif femur Tanggal : 08 Juli 2019

A.   Pre Operasi

1.   Penyakit yang diderita : Fraktur femur


dextra 2.  Keadaan umum : Composmentis
3.   Tanda-tanda vital : TD : 120/90 mmhg

 N : 101/i
S : 37 C
P : 28x/i
4.   Pernafasan : Spontan
5.   Surat izin operasi : Ada
6.   Pretase : Tidak ada
7.   Perhiasan : Tidak ada
8.   Folley kateter : Tidak ada
9.  Persiapan kulit/cukur : Tidak ada
10. Huknah : Tidak ada
11. Lama puasa : 00.00 –  08.00
12. Hasil laboratorium

Jenis Hasil Satuan Normal


 pemeriksaan
Hb 14,9 gr/dl 13-lb
Leukosit 17.300 /mm3 5000-10000
Trombosit 266.00 /mm3 200.000-
Hct 44 vol% 300.000
Limfosit 28 % 40-48
Monosit 4 % 20-40

Protein total 6,6 gr/dl 2-8


Albumin 3,6 gr/dl 6-8
SGOT 14 U/L 3,5-5,5
SGPT 17 U/L <37
Kreatinin 1,0 mg/dl <42
GDS 198 mg/dl 0,6-1,1
70-100

13.  Persediaan darah : Ada


14.  Infus : Ringer lactat
15.  Riwayat alergi obat : Tidak ada
16.  Obat premedikasi : Ketorolac, ranitidine
17.  Riwayat operasi : Belum pernah
18. Penkes yang diberikan : Latihan berjalan
19. Kondisi psikologi klien : Klien ketakutan pada saat masuk
ruang OK dan
menangis histeris
B.   Intra Operasi

1.  Anestesi mulai : 08.10 –  08.20


2.  Jenis anastesi : General Anestesi
3.  Posisi canule :
4.   Jenis operasi :
5.   Posisi tangan : Terlipat
6.   Kateter urine : Tidak ada
7.  Desinfeksi kulit : Betadine
8.  Insisi kulit : Vertikal
9.  Monitor : Stand by
10. Mesin anestesi : Stand by

11. Pemakaian infus : Ya, lokasi : tangan kanan, jenis : ringer


laktat 12. Irigasi infus : Tidak
13. Tampon
   Kassa sebelum / sesudah operasi : 30/30
   Jumlah jarum sebelum operasi :2
   Bisturi sebelum / sesudah / ukuran :
   Jumlah dapper sebelum / sesudah : 30/30
   Diperiksa oleh : Sirkuler nurse

  
Jumlah perdarahan : 150 cc
   Instrumen lengkap : Ya
   Jaringan PA : Ada
   Keseimbangan cairan
o   Cairan masuk : 1000 cc
o   Cairan keluar : 150 cc
o   Jumlah total cairan : 850 cc
o   Balance cairan : 500 cc
C.  Post Operasi
1.   Masuk recovery room jam : 09.55
2.  Tanda –  tanda vital :
3.  Keadaan umum
   Kesadaran : Apatis
   Pernafasan : Nasal kanul
   Sirkulasi : Merah muda
   Tugor kulit : Elastis
   Mukosa mulut : Kering
   Ekstremitas : Dingin
   Posisi : Terlentang
   Perdarahan : Tidak ada
   Cairan drain : Tidak ada
   Keadaan emosi : Tenang

D.   Analisa data

 NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1DS : Anestesi narkotik Resiko jatuh
DO :
- Klien dibius dengan
anestesi
- Klienmengalami
 penuurunan kekuatan
ekstrimitasbagian
 bawah

2DS : Pembedahan Resiko infeksi


DO: Akan dilakukan
 pembedahan Adanya luka operasi

Jarngan kontak dengan


dunis luas

Media kuman ke
 jaringan

Resiko infeksi
3DS : Proses pembedahan Resiko
DO :  perdarahan

- Klien menjalani
 pembedahanpada
femur dextra
-  Klien dalam keadaan tidak sadar karena anestesi

E.   Diagnosa keperawatan

1.   Resiko jatuh b/d anestesi narkotik


2.  Resiko infeksi b/d prosedur
invasif
3.  Resiko perdarahan b/d proses pembedahan

F.   Intervensi

Dx Tujuan Intervensi Rasional


1 Setelah
1)   Berikan 1)   Ketidakseimbangan
dilakukan
 petunjuk  pemikiran akan
tindakan
sederhana membuat pasien
keperawatan
kepada pasien meerasa kesulitan
selama 45
tentang posisi dalam memaahami
menit
saat operasi  petunjuk yang
kecemasan
2)   Siapkan panjang 2)  Bantalan
klien berfungsi
 peralatan dan
 berkurang untuk melindungi
 bantalan
dengan KH untuk
 bagian tubuh yang
: tidak jatuh  posisi yang di
menonjol
 berlukan
3)  Kereta atau meja yang
3)   Stabilkan baik
tidak stabil akan
kereta pasien membuat pasien
maupun meja terjatuh
operasi pada
waktu
memindahkan
 pasien
2 Setelah 1)  Pertahankan 1)  Mencegah terjadinya
dilakukan APD (topi dan infeksi
tindakan masker)
keperawatan 2)  Lakukan
selama 10 scrubbing
menit klien 3)  Lakukan
tidak terjadi gowning
infeksi 4)  Lakukan
dengan KH : gloving
tidak ada 5)  Lakukan aseptik
tanda-tanda are operasi
infeksi 6)  Lakukan
(rubor, kator, dropping
dukor, 7)  Pertahankan
tumor)  prinsip steril
3 Setelah 1)  Lindungi sekitar 1)  Cegah kerusakan
dilakukan kulit dan integritas kulit
tindakan anatomi yang 2)  Kemungkinan
keperawatan sesuai seperti terjadinya kekurangan
selama 45  penggunaan cairan yang
menit kassa untuk mempengaruhi

diharapkan meminimalisir keselamatan pemakai


hambatan  perdarahan obat anestesi
mobilitas 2)  Pantau 3)  Kegagalan fungsi alat
fisik klien  pemasukan dan dapat terjadi selama
teratasi  pengeluaran  prosedur
dengan KH : cairan selama
 perdarahan  prosedur
dapat 3)  Pastikan
dicegah keamanan
elektrikal dan
alat-alat yang
digunakaan
selama prosedur
 

G.   Implementasi dan Evaluasi

DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


Resiko jatuh b/d
1)   memberikan S:-
anastesi narkotik
petunjuk sederhana O : pasien tidak jatuh,
kepada dan terdapat bantalan di
 pasien tentang posisi  bagian tubuh pasien
saat operasi A : masalah teratasi
2)   menyiapkan peralatan P : hentikan intervensi
dan bantalan untuk
 posisi yang di
 berlukan
3)   Menstabilkan baik

kereta pasien
maupun meja operasi
pada waktu
Resiko infeksi b/d memindahkan S:-
 prosedur invasif  pasien O : klien terpasang infus
1)   , terdapat bekas luka
Mempertahanka  jahitan di femur dextra
n APD A : masalah belum
2)   Melakukan teratasi
scrubbing 3)  P : lanjutkan intervensi
Melakukan gowning 4)  Anjurkan klien untuk
Melakukan aseptik
menjaga kebersihan
area operasi
5)   Melakukan gloving
6)  Melakukan dropping
7)  Mempertahankan
 prinsip steril daerah luka
Resiko perdarah
1)   Melindungi S:-
 b/d prosedur
sekitar kulit dan O : tidak ada perdarahan
 pembedahan
anatomi yang , intake output cairan
sesuai seperti  balance
 penggunaan kassa A : masalah teratasi
untuk P : lanjutkan intervensi
meminimalisir Beri cairan jika terjadi
 perdarahan  perdarahan/dehidrasi.
2)  Memantau
 pemasukan dan
 pengeluaran cairan
selama prosedur

3)  Memastikan
keamanan elektrikal
dan alat-alat yang
digunakaan selama
 prosedur

Anda mungkin juga menyukai