A. TUJUAN UMUM :
Setelah mengikuti proses penyuluhan peserta mampu memahami HIV/AIDS pada ibu hamil
B. TUJUAN KHUSUS :
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama + 40 menit peserta mampu :
1. Menjelaskan penularan HIV/AIDS pada ibu hamil positif HIV/AIDS ke janin
2. Menjelaskan pemberian obat-obatan ARV pada ibu hamil positif HIV/AIDS
3. Menjelaskan pertolongan persalinan pada ibu hamil positif HIV/AIDS untuk melindungi
diri
4. Menjelaskan 2 proses persalinan pada ibu hamil positif HIV/AIDS
5. Menjelaskan pemberian ASI/PASI pada ibu hamil positif HIV/AIDS
6. Menjelaskan cara proteksi diri pada ibu hamil positif HIV/AIDS ke bayi
C. METODE
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
D. MEDIA
1. Leaflet
2. Flipchart
E. ISI MATERI
1. Penularan HIV/AIDS pada ibu hamil positif HIV/AIDS ke janin
2. Pemberian obat-obatan ARV pada ibu hamil positif HIV/AIDS
3. Pertolongan persalinan pada ibu hamil positif HIV/AIDS untuk melindungi diri
4. Proses persalinan pada ibu hamil positif HIV/AIDS
4. Menjelaskan kontrak 4. Memperhatikan
waktu 5. Menyatakan siap
5. Kesiapan
2 Penyampaian materi : 20 menit
1. Menjelaskan penularan 1. Mendengarkan
HIV/AIDS dari ibu hamil 2. Mendengarkan
positif HIV/AIDS ke janin
3. Mendengarkan
2. Menjelaskan pemberian
4. Mendengarkan
obat-obatan ARV pada ibu
5. Mendengarkan
hamil positif HIV/AIDS
3. Menjelaskan pertolongan
persalinan pada ibu hamil
positif HIV/AIDS untuk
melindungi diri
4. Menjelaskan proses
persalinan normal dan sesar
pada ibu hamil positif
HIV/AIDS
5. Menjelaskan pemberian
ASI/PASI pada ibu hamil
positif HIV/AIDS
6. Menjelaskan proteksi diri
ibu hamil positif HIV/AIDS
ke bayi
3 Penutup : 10 menit
1. Memberi kesempatan 1. Bertanya
untuk bertanya 2. Menjawab pertanyaan
2. Menjawab pertanyaan 3. Mendengarkan
yang diajukan 4. Menjawab salam
3. Kesimpulan
4. Salam penutup
G. PENGORGANISASIAN
1. Presentator
2. Moderator
3. Fasilitator
H. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi struktur
a. Peserta dan mahasiswa menghadiri penyuluhan.
2. Evaluasi proses
Sebaliknya, kehamilan hampir tidak berpengaruh pada infeksi HIV, adanya penurunan
CD4 terjadi karena bertambahnya volume cairan tubuh selama kehamilan, di samping itu kadar
HIV stabil dan tidak mempengaruhi resiko kematian atau perkembangan menjadi AIDS.
Pemantauan kehamilan pada CD4 < 500sel/mm3 dianjurkan setiap 3 minggu sampai usia
kehamilan 28 minggu dan setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 36 minggu, kemudian
seminggu sekali sampai persalinan.
a. Penularan perinatal
Penularan perinatal merupakan penularan dari ibu ODHA kepada janin pada masa
perinatal. Angka penularan pada masa kehamilan berkisar sekitar 5 – 10%, saat persalinan
sekitar 10 – 20%, dan saat menyusui sekitar 10 – 20% bila disusui sampai 2 tahun. Penularan
pada masa menyusui terutama terjadi pada minggu – minggu pertama menyusui, terutama bila
ibu baru terinfeksi saat menyusui. Bila ibu ODHA tidak menyusui bayinya, maka kemungkinan
bayinya terinfeksi HIV sekitar 15 – 30%, bila menyusui sampai 6 bulan kemungkinan terinfeksi
25 – 35%, dan bila masa menyusui diperpanjang sampai 18 – 24 bulan maka resiko terinfeksi
meningkat menjadi 30 – 45 %.
Pada kebanyakan wanita yang terinfeksi HIV, penularan tidak dapat melalui plasenta.
Umumnya darah ibu tidak bercampur dengan darah bayi, sehingga tidak semua bayi yang
dikandung ibu dengan HIV positif tertular HIV saat dalam kandungan. Plasenta bahkan
menyusui bayinya dan diganti dengan susu pengganti ASI. Frekuensi penularan dari ibu ke bayi
di negara maju sekitar 15 – 25%, sedangkan di negara berkembang 25 – 45%, dihuungkan
dengan kebiasaan menyusui yang tinggi di negara berkembang.
Penularan HIV dari ibu ke bayi umumnya terkait dengan daya tahan tubuh, dan virulensi kuman.
Faktor ibu :
• Ibu yang baru terinfeksi HIV mudah menularkan ke bayinya. Hal ini disebabkan jumlah
virus dalam tubuh ibu sangat tinggi dibandingkan jumlah virus pada ibu yang tertular
HIV sebelum atau selama masa kehamilan.
• Ibu dengan penyakit terkait HIV seperti batuk, diare terus – menerus, kehilangan berat
badan, hal ini juga disebabkan jumlah virus dalam tubuh ibu tinggi.
• Infeksi pada kehamilan, terutama infeksi menular seksual atau infeksi plasenta
• Kurang gizi saat hamil, terutama kekurangan mikronutrisi
• Mastitis
• KPD, partus lama, dan intervensi saat persalinan seperti amniotomi, episiotomi.
Faktor bayi :
Intervensi PMTCT :
• Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
• Infeksi virus, bakteri, maupun parasit melaui plasenta (khususnya malaria)
• Infeksi menular seksual
• Malnutrisi maternal (secara tidak langsung)
• Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
• Pecahnya ketuban > 4 jam sebelum persalinan dimulai
• Prosedur persalinan invasif
• Janin pertama pada kehamilan multipel
• Korioamnionitis
• Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
• Lama menyusui
• Pemberian ASI dengan pemberian makanan pengganti yang awal
• Abses payudara / puting yang terinfeksi
• Malnutrisi maternal
• Penyakit oral bayi (mis: trust atau luka mulut)2. Pemberian obat ARV pada ibu hamil
positif HIV/AIDS
Pengobatan ARV juga diperlukan untuk mencegah penularan HIV terhadap janin.
Pengobatan anti HIV merupakan bagian penting dalam menjaga kesehatan ibu, serta mencegah
penularan HIV kepada janin.
Keputusan untuk memulai terapi tergantung pada beberapa faktor, yang juga harus diketahui
oleh wanita yang tidak hamil, yaitu :
Sebagai tambahan dalam pengobatan ARV, bayi juga harus memperoleh pengobatan
untuk mencegah P. carinii/jiroveci pneumonia (PCP). Pengobatan yang direkomendasikan adalah
dengan kombinasi sulfamethoxazole dan trimethoprim. Pengobatan ini harus dimulai saat bayi
berusia 4 – 6 minggu dan dilanjutkan sampai bayi diyakinkan HIV negatif. Bila hasil
pemeriksaan bayi HIV positif, maka pengobatan terus dilanjutkan.
Berikan penjelasan kepada pasien untuk dapat memperoleh perawatan kesehatan yang sesuai
serta pelayanan pendukung lainnya bagi ibu dan bayi :
Wanita dengan HIV positif diharapkan tidak menyusui bayinya untuk mencegah
penularan HIV melalui ASI.
Selama masa postpartum dapat terjadi perubahan fisik dan emosional, bersamaan dengan
tekanan dan tanggungjawab untuk merawat bayi, dapat mempersulit dalam melanjutkan
pengobatan regimen ARV.
• Hal yang tidak dimengerti yang mengenai regimen obat dan pengobatan yang baik
• Rasa depresi (banyak wanita yang mengalaminya setelah melahirkan)
• Rencana jangka panjang untuk melanjutkan perawatan kesehatan dan pengobatan ARV
bagi ibu dan bayi
• Kontrasepsi
Bila bayi tidak disusui, maka efek kontraseptif laktasi akan hilang, sehingga pasangan
tersebut harus memakai kontrasepsi untuk menghindari atau menunda kehamilan berikutnya.
Seorang ODHA sudah harus menggunakan alat kontrasepsi paling lambat 4 minggu post partum.
• Menyusui
Bagi ibu yang belum diketahui status serologinya, dianjurkan menyusui bayinya secara
ekslusif selama 6 bulan, dan dapat dilanjutkan sampai 2 tahun atau lebih. Makanan alternatif
berkesinambungan, tidak aman, maka bayi dapat diberi ASI ekslusif sampai usia 4 – 6 bulan,
selanjutnya segera disapih.
Sekitar 50 – 75% dari bayi yang disusui ibu ODHA, terinfeksi HIV pada 6 bulan pertama
kehidupannya, tetapi bayi yang disusui secara ekslusif selama 6 bulan mempunyai resiko lebih
rendah dibandingkan dengan bayi yang mendapat makanan tambahan. Pada bayi yang mendapat
makanan tambahan pada usia < 6 bulan, dapat terjadi stimulasi imunologis dini akibat kontak
dengan makanan yang terlalu dini sehingga terjadi gangguan pencernaan yang mengakibatkan
peningkatan permiabilitas usus, yang dapat merupakan tempat masuknya HIV.
Pemberian ASI ekslusif selama 4 – 6 bulan mengurang morbiditas dan mortalitas akibat
infeksi selain HIV. Pemberian makanan tambahan juga berkaitan dengan resiko mastitis, akibat
ASI yang terakumulasi pada payudara ibu. Cara lain menghindari penularan HIV, dengan
menghangatkan ASI di atas 66° C untuk membunuh virus HIV dan mnyusui hanya dilakukan
pada bulan – bulan pertama saja.
PASI (Pengganti Air Susu Ibu) dapat disiapkan dari susu hewan seperti sapi, kerbau,
kambing. Susu hewan murni mengandung terlalu banyak protein, sehingga dapat merusak ginjal
dan menganggu usus bayi, maka susu tersebut harus dicairkan dengan air, dan ditambahkan gula
untuk energi. PASI sebaiknya diberikan dengan cangkir, sebab lebih mudah dibersihkan
dibandingkan botol. Pemberian makanan campuran seperti susu, makanan, jus, dan air tidak
diperkenankan sebab dapat meningkatkan resiko penularan dan peningkatan angka kematian
bayi.
Bila dimungkinkan, diberikan susu formula, bila tidak, dapat dilakukan pemberian ASI
secara ekslusif selama 6 bulan penuh, selanjutnya segera disapih.
Bayi harus mendapat imunisasi seperti bayi sehat. Tes HIV harus sudah dikerjakan saat bayi
berusia 12 bulan, dan bila positif diulang saat berusia 18 bulan.