Anda di halaman 1dari 24

PANDUAN PPIA

PENCEGAHAN PENULARAN HIV-AIDS PADA IBU KE ANAK

I.

Latar Belakang
Kecenderungan infeksi HIV pada perempuan dan anak terus meningkat. Dari
Januari sampai dengan Desember 2012, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan
menurut pekerjaan, pada ibu rumah tangga adalah 936 orang merupakan
nomor satu, sedangkan tenaga non professional sebesar 861 orang atau nomor
3, dan 3,6% kasus AIDS ditularkan dari ibu HIV kepada anak yang
dilahirkannya. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk mencegah
infeksi HIV pada perempuan, serta mencegah penularan HIV dari ibu hamil
ke bayi. Menurut WHO, terdapat 4 (empat) prong atau komponen kegiatan
komprehensif yang perlu diupayakan untuk mencegah terjadinya penularan
HIV dari ibu ke bayi, meliputi mencegah terjadinya penularan HIV pada
perempuan usia reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak direncanakan
pada ibu HIV positif, mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV
positif ke bayi yang dikandungnya, dan memberikan dukungan psikologis,
sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya.
Pada pelaksanaan di puskesmas, PPIA diintegrasikan di pelayanan antenatal
terpadu, pelayanan KB dan Konseling remaja.
Setiap petugas yang terkait dalam pelayanan HIV-AIDS khususnya pada ibu
hamil harus memahami secara benar tentang komponen PPIA. Panduan ini
menjadi salah satu bagian penting yang harus dipelajari dan dipahami.
Panduan ini akan membahas tentang: HIV-AIDS pada ibu hamil; Pengertian,
Tujuan dan Sasaran PPIA, Kegiatan PPIA komprehensif dan Integrasi
program PPIA di pelayanan antenatal terpadu, pelayanan KB dan Konseling
remaja.

II. Pengertian, Tujuan, Sasaran dan Mengapa Diperlukan PPIA


Pengertian PPIA

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) adalah upaya yang
ditujukan untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak yang dilakukan
secara terintegrasi dan komprehensif dengan program-program lainnya yang
berkaitan dengan pengendalian HIV-AIDS.
Tujuan Program PPIA
Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi bertujuan untuk:
1. Mencegah Penularan HIV dari Ibu ke Bayi
Sebagian besar (90%) infeksi HIV pada bayi dikarenakan tertular dari
ibunya. Infeksi yang ditularkan dari ibu ini kelak akan mengganggu
kesehatan anak.
Diperlukan upaya intervensi dini yang baik, mudah dan mampu laksana
guna menekan proses penularan tersebut.
2. Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap Ibu dan Bayi
Dampak akhir dari epidemi HIV berupa berkurangnya produktivitas dan
peningkatan beban biaya hidup yang harus ditanggung oleh ODHA dan
masyarakat Indonesia di masa mendatang karena morbiditas dan mortalitas
terhadap ibu dan bayi. Epidemi HIV terutama terhadap ibu dan bayi
tersebut perlu diperhatikan, dipikirkan dan diantisipasi sejak dini untuk
menghindari terjadinya dampak akhir tersebut.
Sasaran Program PPIA
Sasaran program PPIA meliputi:
Perempuan usia reproduktif (15-49 tahun), termasuk remaja dan populasi
risti
Perempuan HIV dan pasangannya
Perempuan HIV yang hamil dan pasangannya
Perempuan HIV, anak dan keluarganya
Mengapa diperlukan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi?
Sebagian besar (90%) infeksi HIV pada bayi disebabkan penularan dari ibu,
hanya sekitar 10% yang terjadi karena proses transfusi. Infeksi yang
ditularkan dari ibu ini kelak akan menganggu kesehatan anak. Resiko
penularan HIV dari ibu ke anak secara keseluruhan antara 20-45%. Penularan
HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan
PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE
ANAK)

menyusui. Risiko penularan pada ibu yang saat hamil tidak mendapatkan
penanganan PPIA diperkirakan 20-45%. Dengan Pelayanan PPIA yang baik,
maka tingkat penularan HIV dari ibu ke Anak dapat diturunkan menjadi
kurang dari 2%.
RISIKO PENULARAN HIV DARI IBU KE BAYI-ANAK
Selama kehamilan

5 - 10%

Saat persalinan

10 - 20%

Selama menyusui (rata-rata 15%)

5 - 15%

Keseluruhan

20 - 45%

Berikut adalah bagan penularan HIV kepada perempuan dan anak


1. Pasangan yang
terinfeksi
2. Riwayat transfusi
Perempuan
Bayi berisiko
Perempuan hamil
tertular
HIV
dengan
HIV-AIDS
Bagan 1. Alur Penularan HIV kepada Perempuan dan Anaktertular HIV

III. Komponen Kegiatan PPIA Komprehensif (4Prong)


Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) atau Prevention of
Mother to child transmission (PMTCT) merupakan bagian dari rangkaian
upaya pengendalian HIV-AIDS. Upaya untuk mencegah terjadinya penularan
HIV dari ibu ke bayi-anak dilaksanakan secara komprehensif melalui empat
(4) komponen/prong, meliputi:
1. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif;
2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan
HIV;
3. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang
dikandungnya; dan
4. Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan
HIV beserta anak dan keluarganya.
Prong 1.

Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia


reproduksi

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV
pada bayi adalah dengan mencegah perempuan usia reproduksi tertular HIV.
Komponen ini dapat juga dinamakan pencegahan primer (Primary
prevention). Pendekatan pencegahan primer bertujuan untuk mencegah
penularan HIV dari ibu ke bayi secara dini, bahkan sebelum terjadinya
hubungan seksual. Artinya mencegah perempuan muda diusia reproduksi, ibu
hamil dan pasangannya, agar tidak terinfeksi HIV. Dengan mencegah infeksi
HIV pada perempuan usia reproduksi dan ibu hamil, maka bisa dijamin
pencegahan penularan HIV ke bayi.
Untuk menghindari penularan HIV, dengan menggunakan konsep ABCDE,
yaitu:
1. A (Abstinence), artinya Absen seks ataupun tidak melakukan hubungan
seks bagi yang belum menikah.
2. B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks
(tidak berganti-ganti pasangan);
3. C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual
dengan menggunakan kondom.
4. D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.
5. E (Equipment), artinya pakai alat-alat yang bersih, steril, sekali pakai,
tidak bergantian, diantaranya alat cukur dan sebagainya (E dapat juga
pemberian Edukasi, pemberian informasi yang benar)
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk pencegahan primer antara lain
melakukan KIE tentang HIV-AIDS dan kesehatan reproduksi, baik secara
individu atau kelompok kepada masyarakat.
Prong 2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada
perempuan dengan HIV
Pada prinsipnya setiap perempuan harus merencanakan kehamilannya. Bila
perempuan dengan HIV dan pasangannya memutuskan ingin punya anak,
maka kehamilan perlu direncanakan dengan matang. Karena itu, ODHA

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

perempuan harus dapat mengakses layanan yang menyediakan informasi dan


sarana kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan.
Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Akses layanan yang menyediakan informasi dan sarana kontrasepsi yang
aman dan efektif untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan.
2. Konseling yang berkualitas, penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan
efektif
3. Penggunaan kondom secara konsisten akan membantu perempuan dengan
HIV agar melakukan hubungan seksual yang aman.
Prong 3.

Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV


positif ke bayi yang dikandungnya

Pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah terinfeksi HIV ke anak
mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV;


Diagnosis HIV;
Pemberian terapi antiretroviral;
Persalinan yang aman;
Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak;
Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak;
Pemeriksaan diagnostik HIV pada anak.

Semua jenis kegiatan di atas akan mencapai hasil yang efektif jika dijalankan
secara berkesinambungan. Kombinasi kegiatan tersebut merupakan strategi
yang paling efektif untuk mengidentifikasi perempuan yang terinfeksi HIV
serta mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke anak pada periode
kehamilan, persalinan dan pasca kelahiran.
Prong 4.

Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan


kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarganya

Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu
melahirkan. Ibu akan hidup dengan HIV di tubuhnya. Ia membutuhkan
dukungan medis, psikologis, sosial dan perawatan sepanjang waktu. Hal ini
PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE
ANAK)

terutama karena ibu akan menghadapi masalah stigma dan diskriminasi


masyarakat terhadap ODHA. Faktor kerahasiaan status HIV ibu sangat
penting dijaga. Dukungan juga harus diberikan kepada anak dan keluarganya.
Dukungan Medis Keperawatan
Tujuan dari dukungan ini untuk menjaga ibu dan bayi tetap sehat dengan
peningkatan pola hidup sehat, kepatuhan pengobatan, pencegahan penyakit
oportunis dan pengamatan status kesehatan.
1. Dukungan bagi ibu:
Pemeriksaan kondisi kesehatan
Pengobatan ARV dan pemantauan terapi ARV
Pemantauan kondisi kesehatan, termasuk pemantauan CD4 dan viral
load
Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik
Konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan
Konseling dan dukungan asupan gizi
Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat
Kunjungan ke rumah (home visit)
2. Dukungan bayi:
Pemberian kotrimoksazol dan ARV pencegahan
Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi
Diagnosis HIV pada bayi
3. Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV dan
pencegahannya serta penggerakan dukungan masyarakat bagi keluarga
dengan atau terdampak HIV.
Dukungan Psikososial
Pemberian dukungan psikologis dan sosial kepada ibu HIV dan keluarganya
adalah penting, mengingat ibu HIV maupun ODHA menghadapi masalah
psikososial, seperti: Stigma dan diskriminasi, depresi, pengucilan dari
lingkungan sosial dan keluarga, masalah dalam pekerjaan dan ekonomi dan
masalah dalam pengasuhan anak.
Tujuan dukungan psikologis adalah : i) mengurangi kecemasan, stres dan
depresi, ii) meningkatkan semangat hidup; iii) mempertahankan kondisi
PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE
ANAK)

kesehatan optimal; iv) meningkatkan kepatuhan berobat; v) menurunkan


risiko penularan dari ke bayi; vi) memastikan bayi/anak bebas dari HIV dan
penyakit menular lainnya.
Tujuan dukungan sosial meliputi: i) mengurangi stigma dan diskriminasi oleh
lingkungan; ii) meningkatkan kemampuan dan kemandirian diri pasien; iii)
meringangkan beban kebutuhan hidup; iv) mempermudah akses terhadap
pelayanan kesehatan
Dukungan psikososial dapat diberikan oleh pasangan dan keluarga, kelompok
dukungan sebaya, kader kesehatan, tokoh agama dan masyarakat, tenaga
kesehatan dan pemerintah.
Bentuk dukungan psikososial ada 4, yaitu:

Dukungan emosional, berupa empati dan kasih sayang


Dukungan penghargaan, berupa sikap dan dukungan positif
Dukungan instrumental, berupa dukungan untuk ekonomi keluarga
Dukungan informasi, berupa semua informasi terkait HIV-AIDS dan
seluruh layanan pendukungnya, termasuk informasi tentang kontak
petugas kesehatan/LSM kelompok dukungan sebaya.

Kegiatan PPIA komprehensif dapat digambarkan dalam alur berikut:


Perempuan usia repoduktif

Cegah penularan HIV

HIV Positif

Perempuan HIV Positif

Cegah Kehamilan Tak Dikehendaki

Hamil

Perempuan Hamil HIV Positif

HIV Negatif

Tidak Hamil

Cegah penularan HIV dari Ibu ke Bayi

Bayi HIV Positif

Bayi HIV Negatif

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

Dukungan Psikososial dan Keperawatan bagi


ibu, bayi dan keluarga

IV. Integrasi PPIA Di Pelayanan Antenatal Terpadu, KB dan Konseling


Remaja
A. Pelayanan Antenatal Terpadu
Pelayanan antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif dan
berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil.
Tujuan Antenatal terpadu adalah memenuhi hak setiap ibu hamil
memperoleh pelayanan antenatal yang berkualitas, sehingga mampu
menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan
melahirkan bayi yang sehat.
Pelayanan kesehatan pada ibu hamil tanpa atau dengan HIV mengikuti
pedoman pelayanan terpadu antenatal terpadu. Dalam pelayanan antenatal
terpadu, tenaga kesehatan harus dapat memastikan bahwa kehamilan
berlangsung normal, mampu mendeteksi dini masalah dan penyakit yang
dialami ibu hamil, melakukan intervensi secara adekuat sehingga ibu hamil
siap untuk menjalani persalinan yang aman dan melahirkan bayi sehat
bebas dari penyakit.
Pelayanan antenatal terpadu dan berkualitas secara keseluruhan meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan kesehatan termasuk gizi agar kehamilan
berlangsung sehat dan konseling kesehatan reproduksi, kehamilan,
persalinan dan KB.
b. Melakukan deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi
kehamilan (termasuk TIPK untuk HIV sesuai tingkat endemisitas
wilayah)
c. Menyiapkan persalinan yang bersih dan aman;
d. Merencanakan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan
jika terjadi penyulit/komplikasi.
e. Melakukan penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu
bila diperlukan.

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

f. Melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga


kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila
terjadi penyulit/komplikasi
Pelayanan antenatal terpadu terdiri dari:
1. Anamnesis
Dalam memberikan pelayanan antenatal terpadu, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan ketika melakukan anamnesis, yaitu:
a. Menanyakan keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu saat ini
b. Menanyakan tanda-tanda penting yang terkait dengan masalah
kehamilan dan penyakit yang kemungkinan diderita ibu hamil;
c. Menanyakan status imunisasi Tetanus ibu hamil
d. Menanyakan jumlah tablet tambah darah (tablet Fe) yang dikonsumsi
ibu hamil
e. Menanyakan obat-obat yang dikonsumsi seperti: antihipertensi,
diuretika, anti vomitus, antipiretika, antibiotika, obat TB dan
sebagainya.
f. Di daerah endemis malaria, tanyakan gejala malaria dan riwayat
pemakaian obat malaria
g. Di daerah risiko tinggi IMS, tanyakan gejala IMS dan riwayat penyakit
pada pasangannya. Informasi ini penting untuk langkah-langkah
penanggulangan penyakit menular seksual.
h. Menanyakan pola makan ibu selama hamil yang meliputi jumlah,
frekuensi dan kualitas asupan makanan terkait dengan kandungan
gizinya.
i. Menanyakan

kesiapan

menghadapi

persalinan

dan

menyikapi

kemungkinan terjadinya komplikasi dalam kehamilan (P4K)


Setiap ibu hamil, pada kunjungan pertama perlu diinformasikan bahwa
pelayanan antenatal selama kehamilan minimal 4 kali dan minimal 1
kali kunjungan diantar oleh suami.
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan antenatal terpadu, meliputi:
a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
b. Ukur Tekanan Darah
c. Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas/LILA)
d. Ukur tinggi fundus uteri
PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE
ANAK)

e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)


f. Skrinning Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus
g.
h.

i.
j.

Toksoid (TT) bila diperlukan


Beri tablet tambah darah (tablet besi)
Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
1. Pemeriksaan golongan darah
2. Pemeriksaan kadar Hemoglobin darah (Hb)
3. Pemeriksaan protein dalam urin
4. Pemeriksaan kadar gula darah (bila curiga)
5. Pemeriksaan darah Malaria (di daerah endemis malaria)
6. Pemeriksaan tes Sifilis
7. Pemeriksaan HIV
8. Pemeriksaan BTA
Tatalaksana/penanganan kasus
Konseling

3. Penanganan dan Tindak Lanjut Kasus


Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan
laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus
ditangani sesuai standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus
yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.
B. Integrasi PPIA di Pelayanan Antenatal Terpadu
Pelaksanaan Integrasi PPIA dalam layanan antenatal terpadu dilaksanakan
menurut status epidemi HIV di suatu wilayah yaitu:
1. Epidemi meluas (generalized epidemic): kasus HIV sudah menyebar di
populasi umum atau bila prevalensi infeksi HIV lebih dari 1% di antara
ibu hamil.
2. Epidemi terkonsentrasi (concentrated epidemic): kasus HIV menyebar
di kalangan sub-populasi tertentu seperti kelompok laki-laki suka lakilaki (LSL), pengguna narkoba suntik (penasun), pekerja seks dan
pasangannya mencapai prevalensi kasus HIV lebih dari 5% secara
konsisten, sedangkan pada populasi umum atau pada ibu hamil
prevalensi kasus HIV tetap di bawah 1%.
3. Epidemi rendah (low epidemic): kasus HIV telah ada namun belum
menyebar luas (< 5%) pada sub-populasi tertentu. Infeksi HIV yang
tercatat terbatas pada sejumlah individu yang berperilaku risiko tinggi
(LSL, penasun, pekerja seks dan pasangannya) dan prevalensi kasus
PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE
ANAK)

10

HIV di bawah 1% pada populasi umum dan di bawah 5% pada subpopulasi tertentu.
1. Daerah Epidemi Meluas dan terkonsentrasi
Pada saat pemeriksaan antenatal sampai menjelang persalinan, petugas
kesehatan memberikan pelayanan sesuai standar yaitu 10 T, untuk
pemeriksaan laboratorium, petugas kesehatan wajib menawarkan tes
HIV kepada semua ibu hamil bersamaan dengan pemeriksaan
laboratorium rutin lainnya. Bagan alur sebagai berikut:
Pelayanan ANC terpadu
Ibu Hamil
1. Anamnesa
2. Pemeriksaaan
Poli KIA
Ruang
Tinggi berat badan
Bersalin
Ukur tekanan darah
Kunjungan Antenatal
Ukur lingkaran lengan atas
Ukur tinggi fundus uteri
Penawaran tes HIV bersamaan dengan
Denyut jantung janin
pemeriksaan laboratorium rutin lainnya
Imunisasati TT
(TIPK)
Tablet Fe 90 tablet
TesIbu
lab:Hamil
Hb, gol darah,
Alur
di daerah epidemi meluas dan terkonsentrasi
proteinuria,
HIV, Malaria,
dll
2. Daerah
Epidemi
Rendah
Tata laksana kasus
Untuk
daerah epidemi rendah penawaran Tes HIV bersamaan dengan
Temu wicara dan konseling
3. pemeriksaan
Tatalaksana kasus laboratorium rutin lainnya, di prioritaskan kepada ibu

hamil dengan IMS atau TB. Untuk itu pada pemeriksaan antenatal
petugas kesehatan harus dapat mendeteksi dini ibu hamil dengan
penyakit IMS dan Ibu hamil dengan TB
a. Deteksi ibu hamil dengan IMS
Ibu hamil merupakan kelompok rawan tertular IMS dan dapat
mengakibatkan komplikasi yang cukup serius berupa abortus, lahir
mati dan infeksi kongenita. Deteksi dini IMS pada ibu hamil dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi baru lahir.
Pada saat anamnesis, petugas kesehatan diharapkan mampu
mendeteksi IMS. Saat ini belum banyak fasilitas kesehatan di
puskesmas yang memiliki sarana laboratorium dan sumber daya
manusia yang terlatih untuk mendiagnosis IMS secara etiologis,
untuk itu telah dikembangkan penatalaksanaan IMS berdasarkan
PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE
ANAK)

11

pendekatan sindrom dengan atau tanpa pemeriksaan laboratorium


sederhana pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar.
Penanganan kasus IMS berdasarkan pendekatan sindrom dengan
pemeriksaan

laboratorium

sederhana

dilaksanakan

melalui

identifikasi sekelompok keluhan dan gejala sebagai sindrom yang


mudah dikenali dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk menentukan diagnosis dan pengobatan.
Ada 8 (delapan) sindrom IMS, 5 (lima) diantaranya dapat dideteksi
pada perempuan/ibu hamil, yaitu nomor 1) sampai nomor 5):
1) Duh tubuh vagina

: cairan

2)
3)
4)
5)
6)
7)

kekuningan terasa gatal dan panas


: luka atau lecet pada kelamin
: kutil kelamin, atau jengger ayam
: nyeri atau bengkak pada lipat paha
: nyeri pada bagian bawah perut
: nyeri dan bengkak pada skotrum
: cairan
berwarna
putih
atau

Ulkus genital
Vegetasi genital
Bubo inguinal
Nyeri perut bawah
Pembengkakan skrotum
Duh tubuh uretra

berwarna

putih

atau

kekuningan pada saluran kencing luar


laki-laki
8) Conjungtivitas neonatorum : infeksi konjuntiva pada bayi baru
lahir.
Pada saat pemeriksaan ANC bidan bisa mendeteksi dini IMS dengan
cara:
1) Anamnesis:
Menggali informasi tentang:
Keluhan adanya tuh tubuh vagina, nyeri perut bagian bawah,
luka atau lecet pada kelamin, kutil atau jengger ayam pada

kelamin, atau pembengkakan pada bubo inguinal.


Faktor risiko, seperti pasangan seksual lebih dari satu dalam satu
bulan terakhir, mengalami lebih dari satu episode IMS dalam

satu bulan
Identifikasi pasangan seksual: mempunyai pasangan seksual
berisiko tinggi.

2) Pemeriksaan fisik
PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE
ANAK)

12

Pemeriksaan secara inspeksi warna dan bau duh tubuh, ada tidaknya
vegetasi atau ulkus pada genital.
Pemeriksaan inspekulo untuk memastikan apakah duh tubuh vagina
atau duh tubuh serviks. Apabila ditemukan gejala-gejala di atas dan
dicurigai sebagai suspek IMS, maka bidan harus merujuk ibu hamil
ke Poli IMS/Poli BP untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Bila

terdiagnosis

IMS

maka

ibu

hamil

ditawarkan

untuk

pemeriksaan tes HIV bersamaan dengan pemeriksaan laboratorium


rutin lainnya saat kunjungan antenatal sampai menjelang persalinan.

Berikut adalah Bagan deteksi ibu hamil dengan IMS


Ibu Hamil

Pelayanan ANC
1. Anamnesa
2. Pemeriksaaan
Tinggi berat badan
Ukur tekanan darah
Ukur Lila
Ukur TFU
DJJ Janin
Imunisasi TT
Tablet Fe 90 tablet
Tes Lab
Tata laksana kasus
Temu wicara dan
konseling
4. Tatalaksana kasusAlur deteksi

Kunjungan Antenatal
Deteksi IMS menggunakan pendekatan
sindrom dengan atau tanpa pemeriksaan lab
sederhana
Ibu hamil dengan IMS

Pengobatan,
Konseling dan
Konseling
Pasangan

ibu

Kembali ke bidan untuk


penawaran tes HIV
bersamaan pemeriksaan
Laboratorium Rutin
hamil dengan IMS lainnya

b. Deteksi Ibu Hamil untuk Tuberculosis (TB)


TB merupakan penyebab kematian tidak langsung pada ibu hamil.
Penemuan dan pengobatan TB secara dini sangat penting untuk
mengurangi

risiko

kematian

ibu

akibat

penyakit

menular.

Penatalaksanaan pasien TB termasuk pada ibu hamil terdiri dari


penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan
tipe pasien serta pengobatan.
Pada saat kunjungan antenatal, bidan dapat mendeteksi ibu dengan
gejala TB melalui anamnesis dengan menanyakan gejala-gejala
sebagai berikut:

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

13

1) Batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, bidan dapat


mendeteksi ibu dengan gejala TB melalui anamnesis dengan
2)
3)
4)
5)
6)

menanyakan gejala-gejala sebagai berikut:


Berkeringat pada malam hari tanpa aktivitas
Nafsu makan menurun
Berat badan menurun
Malaise dan badan terasa lemas
Gejala sesak napas dan nyeri dada dapat ditemukan bila terdapat
komplikasi (efusi pleura, pneumotoraks dan pneumonia)

Apabila ditemukan gejala-gejala di atas dan di curigai sebagai


suspek TB, maka bidan harus merujuk ibu hamil ke Poli BP atau Poli
TB untuk mendapatkan penanganan sebagai suspek TB, yaitu
pemeriksaan dahak. Bila terdiagnosis TB, maka kepada ibu hamil
ditawarkan untuk pemeriksaan tes HIV bersamaan dengan
pemeriksaan laboratorium rutin lainnya. Penatalaksanaan ibu hamil
dengan TB tidak cukup sampai disini, ibu harus diberikan
pengobatan OAT, juga edukasi tentang pencegahan dan penularan
TB kepada bayi/anak. Bidan diharapkan memantau pengobatan TB
ibu selama kehamilannya, disamping PMO (Pengawas Menelan
Obat).

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

14

Alur tersebut digambarkan dalam bagan sebagai berikut:


Ibu Hamil

Pelayanan ANC
1. Anamnesa
2. Pemeriksaaan
Tinggi berat badan
Ukur tekanan dara
Ukur Lila
Ukur TFU
DJJ Janin
Imunisasi TT
Tablet Fe 90 tablet
Tes Lab
Tata laksana kasus
Temu wicara dan
konseling
3. Tatalaksana kasus

Kunjungan Antenatal

Deteksi gejala dan tanda TB


melalui anamnesa

Pemeriksaan mikroskopis dahak

Mendapat OAT, Edukasi


Pencegahan dan penularan TB

Ibu Hamil tidak


terdiagnosis TB

Mendapat OAT, Edukasi


Pencegahan dan penularan TB

Kembali ke Bidan/Dokter untuk


Penawaran tes HIV bersamaan
pemeriksaan Laboratorium
Rutin lainnya

Alur deteksi ibu hamil dengan TB


Bilamana ibu hamil menderita IMS dan atau TB, maka dilakukan
pemeriksaan inklusif HIV bersama pemeriksaan rutin lainnya.
C. Integrasi PPIA di Layanan Keluarga Berencana
Perencanaan kehamilan
Reproduksi adalah hak setiap individu dan setiap kehamilan harusnya
merupakan kehamilan yang terencana. Perempuan dengan HIV yang ingin
hamil,

kehamilannya

harus

direncanakan

secara

matang

terkait

kemungkinan penularan HIV kepada anak yang akan dikandungnya.


Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan
Bila perempuan dengan HIV tidak/belum ingin punya anak, maka dia
harus menggunakan kontrasepsi disamping tetap menggunakan kondom

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

15

secara konsisten dan benar untuk mencegah penularan. Penggunaan


kontrasepsi harus dibicarakan pada setiap perempuan dengan HIV.
Setiap klien yang datang ke Pelayanan KB harus mendapat informasi
mengenai pencegahan IMS termasuk PPIA. Klien yang datang ke Poli KB
harus mendapatkan skrining/penapisan untuk IMS.
Skrining atau penapisan klien
Skrining klien dapat dilakukan dengan anamnesia yang cermat atau
melalui konseling apabila memungkinkan pemeriksaan organ reproduksi
dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium. Pendekatan sindrom dengan
atau tanpa pemeriksaan laboratorium sederhana dapat dilakukan apabila
fasilitas tidak memadai.
Di dalam anamnesia lakukan penilaian risiko IMS dengan:
1. Tanyakan keluhan seperti ada tidaknya duh vagina/uretra, ulkus pada
alat kelamin, vegetasi pada alat kelamin pembengkakan kelenjar getah
bening di selangkangan dan nyeri perut bagian bawah.
2. Tanyakan mengenai :
Pria
Mitra sexsual > 1 dalam 1
bulan terakhir
Berhubungan seksual dengan
penjaja seks dalam 1 bulan
terakhir

Perempuan
Suami/mitra seksual menderita
IMS
Suami/mitra
seksual/pasien
sendiri mempunyai mitra sexual
lebih dari satu dalam 1 bulan
terakhir
Mengalami salah satu atau Mengalami salah satu atau lebih
lebih episode IMS dalam 1 episode IMS dalam 1 bulan
bulan terakhir
terakhir
Perilaku isteri/mitra seksual Perilaku suami/mitra seksual
berisiko tinggi
berisiko tinggi
Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh WHO, pasien dianggap
berperilaku berisiko tinggi bila terdapat jawaban Ya untuk satu atau
lebih pertanyaan di atas.
Langkah-langkah dalam pelayanan KB
Dalam memberikan pelayanan KB ada beberapa langkah sebagai berikut :
1. Anamnesis
2. Konseling pra pelayanan
PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE
ANAK)

16

3. Pemeriksaan fisik
4. Pelayanan kontrasepsi
5. Konseling pasca pelayanan
Anamnesis
1. Tanyakan identitas pasien
2. Tanyakan apakah klien sudah memikirkan metode KB yang
diinginkan/pernah digunakan
3. Tanyakan status kesehatan : penyakit yang pernah diderita/sedang
diderita
4. Tanyakan dan nilai status kesehatan reproduksi : hamil/tidak hamil,
penilaian 4 terlalu dan risiko IMS.
Konseling Pra Pelayanan
1. Berikan informasi ringkas tentang berbagai pilihan metode Keluarga
Berencana (efektifitas/keuntungan dan kerugian, efek samping,
komplikasi dan kontraindikasi)
2. Bantu klien menentukan pilihannya
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan secara umum dan organ reproduksi
2. Secara inspeksi lihat apakah ada gejala IMS. Perhatikan warna dan bau
duh tubuh, ada tidaknya vegetasi atau ulkus pada genital
Pelayanan kontrasepsi
Sebelum memberikan pelayanan kontrasepsi :
1. Berikan informasi kepada klien mengenai hasil pemeriksaan
2. Bahas kelayakan metode yang dipilih klien dan kaitkan dengan kondisi
kesehatan. Adanya risiko IMS berimplikasi pada metode kontrasepsi
yang akan diberikan. beberapa kondisi kesehatan atau situasi tertentu
menyebabkan

beberapa

metode

kontrasepsi

tertentu

harus

dikesampingkan atau suatu peringatan khusus disarankan


3. Pasien boleh merubah metode yang dipilihnya, bantu klien untuk
memilih metode yang sesuai dengan kondisi kesehatannya dengan
meninjau kembali standar medis yang ada.
PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE
ANAK)

17

4. Pemberian pelayanan kontrasepsi + penjelasan mengenai tindakan yang


akan diberikan.
Konseling pasca pelayanan :
1. Berikan informasi lengkap tentang metode KB yang diberikan termasuk
kunjungan ulang.
2. Pada pasien yang berisiko/gejala IMS, rujuk ke Poli IMS/Poli BP untuk
mendapatkan penatalaksanaan lebih lanjut.
3. Anjurkan penggunaan kondom secara konsisten untuk mencegah
penularan IMS
4. Penawaran tes HIV pada klien KB dapat dilakukan oleh petugas di Poli
KB, atau oleh petugas di Poli IMS atau Petugas di Poli KB dapat
merujuk klien ke klinik KTS bila pasien memerlukan konseling lebih
lanjutan.

PUS dengan perilaku berisiko atau dengan keluhan dan atau tanpa
gejala IMS harus ditawarkan untuk melakukan tes HIV
Berikut adalah bagan tentang tahapan pelayanan KB dan penawaran tes
HIV pada Klien KB

Klien

Poli KB / Klinik KB

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

18

Anamnesis :
Identitas, metode KB yang diinginkan, status kesehatan
(riwayat penyakit), status Kespro (hamil/tidak hamil/pasca
keguguran, 4T, risiko IMS)

Konseling Pra Pelayanan :


Informasi ringkas berbagai metode kontrasepsi, pemilihan
metode KB

Klien KB dengan faktor resiko /


keluhan dan gejala IMS

Pemeriksaan Fisik
Umum, organ reproduksi dan gejala IMS (Duh tubuh,
ulkus/luka pada alat kelamin, vegetasi dll)

Pelayanan Kontrasepsi
Informasikan hasil pemeriksaa, bahas kondisi dengan
metode yang dipilih, berikan pelayanan kontrasepsi dan
penjelasan tindakan

Konseling pasca pelayanan:


Informasi lengkap tentang metode KB yang diberikan,
termasuk kunjungan ulang

Rujuk ke Poli IMS


Tawarkan tes HIV
Anjurkan penggunaan
kondom secara konsisten

Alur integrasi PPIA di Pelayanan KB

Klien KB dengan hasil tes HIV reaktif :


1. Jika ingin hamil :
Klien memenuhi persyaratan untuk hamil, bantu klien untuk siap
menghadapi kehamilannya.
Klien tidak memenuhi persyaratan untuk hamil, bantu klien untuk dapat
memenuhi persyaratan untuk hamil, merencanakan kehamilannya untuk

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

19

waktu yang akan datang dan tawarkan berbagai pilihan metode


kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
2. Jika tidak/belum ingin hamil, tawarkan berbagai pilihan metode
kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.

Klien KB

Non Reaktif

Reaktif

Konseling agar
tetap negatif

Ingin Hamil

Tidak mau Hamil

Memenuhi syarat

Tawarkan pilihan Kontrasepsi


Ya

Boleh Hamil

Tidak

Perencanaan

D. Integrasi PPIA di Layanan Konseling Remaja


Pencegahan penularan HIV perlu dilakukan sedini mungkin pada usia
remaja sebagai pencegahan primer penularan HIV dari ibu ke bayi. Remaja
perlu mendapatkan informasi yang jelas, benar dan tepat mengenai
kesehatan reproduksi remaja serta permasalahannya termasuk HIV/AIDS,
informasi, edukasi dan konseling dapat diberikan oleh puskesma dengan
pendekatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), Pusat Informasi
Konseling

Remaja/Mahasiswa

(PIKR/M)

dan

luar

sekolah/jalur

masyarakat.
PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE
ANAK)

20

Alur KIE dan Konseling bagi remaja


Pemberian informasi, edukasi tentang HIV/AIDS dapat dilaksanakan
didalam gedung ataupun diluar gedung Puskesmas (terintegrasi dengan
UKS). Di sekolah, KIE diberikan melalui UKS atau PIKR dalam bentuk
penyuluhan (Penyuluhan saat MOS/penyuluhan rutin) dan Konseling yang
dapat diberikan oleh konselor sebaya, guru BK atau petugas kesehatan.
Diluar sekolah atau jalur masyarakat informasi dan edukasi dan konseling
dapat dilakukan oleh petugas kesehatan (puskesmas) atau oleh pendidik
atau konselor sebaya PIK Remaja. Apabila dalam konseling di sekolah
maupun luar sekolah/masyarakat ditemukan masalah yang tidak dapat
ditangani, remaja dapat di rujuk ke Puskesmas PKPR untuk mendapatkan
konseling dan penanganan lebih lanjut. Alur KIE dan konseling bagi
remaja sebagaimana bagan alur berikut :

Informasi dan edukasi HIV-AIDS termasuk PPIA

Remaja

Sekolah: UKS, PIKR

Luar Sekolah/masyarakat

Puskesmas PKPR

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


KIE
Konseling
ANAK)

21

KIE :
- Penyuluhan pada
Masa Orientasi
Sekolah (MOS)
- Penyuluhan rutin

Konseling
Pribadi :
Guru BK, KS,
KKR

Konseling, KIE

Rujuk bila tidak


dapat ditangani

Alur KIE dan Konseling bagi remaja


Alur dan langkah pelayanan PKPR di Puskesmas :
Remaja datang baik yang berasal dari rujukan maupun datang langsung
melalui loket umum atau khusus akan di register di ruang konseling, yang
selanjutnya

akan

dilakukan

anamnesis

tentang

identitas,

dan

pengetahuannya yaitu :
Tentang kesehatan reproduksi remaja, meliputi perubahan fisik dan
psikis, serta masalah yang mungkin timbul dan cara menghadapinya
Tentang perilaku hidup sehat seperti pengetahuan tentang gizi, personal
hygiene, menghindari NAPZA, seks pranikah dan pergaulan sehat lakilaki perempuan.
Tentang persiapan berkeluarga, seperti kehamilan, KB, IMS, HIV-AIDS
Tentang masalah-masalah yang dihadapi seperti masalah fisik-psikis,
kekerasan dan pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik termasuk tanda-tanda anemia,
KEK, tanda-tanda kekerasan, dan dilanjutkan dengan pelayanan konseling.
Hasil dari pelayanan ditangani sesuai dengan standar penanganan masingAnamnesis
masing
Identitas kasus, atau pulang bila tidak perlu penanganan khusus dan
Apa yagn sudah diketahui
tentang KRR
konseling
lanjutan bila dibutuhkan.
o Perubahan fisik dan psikis
Alur
pelayanan
tergambar
pada
berikut.
o Masalah
yang mungkin
timbul
danbagan
cara menghadapinya
tentang perilaku hidup sehat pada remaja
o Pemiliharaan kes. (gizi, personal, hygiene)
datang
(kiriman,
sendiri)
o Hal-hal yang perluKlien
dihindari
(Napza,
seks bebas)
Melalui
loket
umum/loket
khusus
/langsung
diregistrasi
di ruang konseling
o Pergaulan sehat antara laki-laki dan perempuan
Tentang persiapan berkeluarga
o Kehamilan, IB, IMS, HIV-AIDS
Masalah yang dihadapi antara lain
o Fisik, psikis
PANDUAN
PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE
o Kekerasan
ANAK)

22

Tidak perlu pelayanan klinis


medis pulang
Konseling lanjutan bila perlu

Perlu pelayanan klinis medis / lab


Pemeriksaan infeksi saluran reproduksi
Kehamilan, perkosaan
Pasca keguguran
Kontrasepsi
Konseling lanjutan bila perlu

Alur Pelayanan PKPR

PANDUAN PPIA

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

23

(PENCEGAHAN PENULARAN
HIV-AIDS DARI
IBU KE ANAK)

PANDUAN PPIA(PENCEGAHAN &PENULARAN HIV-AIDS DARI IBU KE


ANAK)

24

Anda mungkin juga menyukai