Anda di halaman 1dari 16

KONSEP DASAR DETEKSI PENYAKIT DALAM ASUHAN KEHAMILAN

PMTCT (Prevention of Mother To Child HIV Transmission) DAN MALARIA

Dosen Pembimbing:

Dini Fitri Damayanti, S.SiT M.Kes dan TIM

Di susun oleh:

Nurhaya Sarah Syafa Namira (20185123043)

JURUSAN D-III KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN AJARAN 2019/2020
KONSEP DASAR DETEKSI PENYAKIT DALAM ASUHAN KEHAMILAN
A. PMTCT (Prevention of Mother To Child HIV Transmission)

Penyakit HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan global yang perlu ditangani
termasuk pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi. Pencegahan penularan dilakukan
dengan melaksanakan program Prevention of Mother To Child HIV Transmission atau program
PMTCT. Program PMTCT dianggap berhasil menekan risiko penularan dari ibu ke bayi, namun
hal tersebut belum terlaksana secara baik dan menyeluruh, berbagai macam tantangan terjadi
dalam penyelenggaraan program PMTCT.

Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan penyakit yang menyerang sel
darah putih sehingga menyebabkan turunnya sistem kekebalan tubuh, HIV masih terus menjadi
masalah keehatan yang utama bagi masyarakat global dan memerlukan perhatian yang serius
karena setiap tahun jumlahnya bertambah.

Menurut UNAIDS (Joint United Nation Programme On HIV and AIDS) 2012 menunjukkan
bahwa jumlah penderita HIV di dunia mencapai 34 juta orang. Sekitar 50% di antaranya adalah
perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Di wilayah Asia Selatan dan Asia
Tenggara terdapat sekitar 4 juta orang dengan HIV dan AIDS. Menurut laporan kemajuan
program HIV dan AIDS di wilayah Asia Tenggara terdapat sekitar 1,3 juta orang (37%)
perempuan terinfeksi HIV. Jumpah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin
meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual
tidak aman, yang selanjutnya mereka melakukan pada pasangan seksualnya yang lain. Data
estimasi UNAIDS/WHO (2009) juga memperkirakan 22.000 anak di wilayah Asia-Pasifik terinfeksi
HIV dan tanpa pengobatan, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut meninggal sebelum ulang
tahun kedua.

Sampai dengan tahun 2013, kasus HIV dan AIDS di Indonesia tersebar di 368 dari 497
kabupaten/kota (72%) di seluruh provinsi. Jumlah kasus HIV baru setiap tahunnya mencapai
20.000 kasus. Pada tahun 2013 tercatat 12.037 kasus baru, dengan 26.527 (90,9%) berada pada
usia reproduksi (15 – 49 tahun) dan 12.279 orang di antaranya adalah perempuan. Kasus AIDS
baru pada kelompok ibu rumah tangga sebesar 429 (15%), yang bila hamil berpotensi
menularkan infeksi HIV ke bayinya.

HIV/AIDS menjadi penyebab utama kematian usia reproduksi dibeberapa negara


berkembang. Ibu hamil dengan HIV dapat menularkan virusnya kepada bainya selama proses
kehamilan, persalinan atau saat menyusui, bila selama proses tersebut tidak dilakukan intervensi
tingkat penularan dari ibu ke bayinya bisa sebesar 15 – 14 %. Di Indonesia sendiri, ditemukan
jumlah wanita usia >15 tahun yang hidup dengan HIV yaitu 220.000 dan jumlah anak yang hidup
dengan HIV yaitu 13.000. jumlah ini akan terus meningkat, seiring dengan meningkatnya
prevalensi wanita usia 15 – 49 tahun yang menderita HIV maka berisiko dapat meningkatkan
jumlah anak HIV/AIDS. Oleh karena itu pemerintah melaksanakan program pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak sebagai salah satu solusi menurunkan penularan virus HIV dari
ibu ke bayinya.
Penularan HIV secara vertikal (Mother to Child Transmission) merupakan penularan HIV
dari ibu HIV-positif ke anaknya selama kehamilan (5 – 10 %), persalinan (10 – 20 %), menyusui
(10 – 15 %). MTCT menyumbang sebagian besar infeksi baru pada anak-anak. Jika dalam proses
tidak dilakukan intervensi dapat meningkatkan penularan hingga 15 – 45 %. Penularan dari ibu
ke bayinya dapat dicegah dengan memberikan ibu ARV pada kehamilan dan menyusui.

Program PMTCT merupakan program yang direncanakan dan dijalankan pemerintah


untuk mencegah terjadinya penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayinya. Program PMTCT mencegah
penularan HIV/AIDS pada perempuan usia produktif dengan kehamilan HIV positif. Program
PMTCT dilaksanakan pada perempuan usia produktif dengan melibatkan remaja dalam
menyebarkan informasi tentang HIV/AIDS, selain itu juga meninkatkan kesadaran perempuan
tentang bagaimana cara menghindari penularan virus HIV dan menjelaskan manfaat konseling
dan tes HIV secara sukarela kepada kelompok yang berisiko, kader dan tenaga kesehatan.

Kebijakan program PMTCT mulai dilaksanakan pada tahun 2005 dibeberapa daerah di
Indonesia. Target yang harus dicapai adalah 100% ibu yang memeriksakan kandungannya
menerima informasi mengenai Safe Motherhood, cara berhubungan seks yang aman,
pencegahan dan penanganan Infeksi Menular Seks (IMS), program PMTCT, konseling pasca tes
dan pelayanan lanjut. Sebagai akbiat dari adanya stigma dan perilaku diskriminatif di lingkungan
kesehatan pada awal upaya PMTCT, serta kurangnya perhatian dan dukungan dari pengelola
program, maka pengembangan program berjalan lambat. Hingga alhirvtahun 2011 baru dapat 94
layanan PMTCT yang baru menjangkau sekitar 7% dan perkiraan jumlah ibu hamil yang
memerlukan layanan PMTCT. Untuk perluasan jangkauan dan akses layanan bagi masyarakat,
Program PMTCT juga dilaksanakan oleh beberapa lembaga masyarakat.

Di negara maju, risiko seorang bayi tertular HIV dari ibunya sekitar >2%, hal ini karena
tersedianya layanan optimal untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Tetapi di negara
berkembang atau negara miskin dengan akses intervensi minimal, risiko penularan meningkat
menjadi 25 – 45 %. Masyarakat sering beranggapan bahwa bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV
positif pasti akan terinfeksi virus HIV. Pada kenyataannya, 60 – 75 % anak tersebut tidak terinfeksi
swalaupun tidak ada intervensi apapun. Strategi preventif selama kehamilan terbukti mengurangi
risiko MTCT pada HIV sebesar 1 – 2 % yang meliputi ARV profilaksi selama kehamilan dan
melahirkan hingga bayi berusia 6 minggu telah lahir, pertolongan persalinan dengan cara bedah
kaisar elektrif sesudah usia kehamilan matang, dan pencegahan pemberian ASI. Pemvegahan
penularan HIV dari ibu ke bayi dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan epat
prong, yaitu:

Prong 1 : Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi.

Prong 2 : Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positive.

Prong 3 : Pencegahan penularan HIV dan dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang
dikandungnya.

Prong 4 : Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif
beserta bayi dan keluarganya.
Adapun uraian dari prog tersebut yaitu:

a. Prog 1: Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi

Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada bayi
adalah dengan mencegah perempuan usia reproduksi tertular HIV. Komponen ini dapat juga
dinamakan pencegahan primer. Pendekatan pencegahan primer bertujuan untuk mencegah
penularan HIV dari ibu ke bayi secara dini, bahkan sebelum terjadinya hubungan seksual. Hal ini
berarti mencegah perempuan muda pada usia reproduksi, ibu hamil dan pasangannya untuk tidak
terinfeksi HIV. Dengan demikian, penularan HIV dari ibu ke bayi dijamin bisa di cegah. Untuk
menghindari dari penularan HIV, dikenal konsep “ABCD” sebagai berikut:

1. A (Abstinence): artinya Absen seks atau tidak melakukanhubungan seks bagi yang
belum menikah
2. B (Be faithful): artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seksa (tidak
berganti-ganti pasangan)
3. C (Condom): artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan kondom.
4. D (Drug No): artinya Dilarang mengguanakn narkoba.
5. E (Education): artinya pemberian Edukasi dan informasi yang benar mengenai HIV,
cara penularan, pencegahan dan pengobatannya.

Kegiatan yang dapat dilakukan untuk pencegahan primer antara lain sebagai berikut:

1. KIE tentang HIV?AIDS dan kesehatan masyarakt, baik secara individu atau kelompok
dengan sasaran khusus perempuan usia reproduksi dan pasangannya.
2. Dukungan psikologis kepada perempuan usia reproduksi yang mempunyai perilaku
atau pekerjaan berisiko dan rantan untuk tertular HIV (misalnya penerimaan donor
darah, pasangan dengan perilaku/pekerjaan berisiko) agar bersedia melakukan tes
HIV.
3. Dukungan sosial dan perwatan bila hasil tes positif.

b. Prog 2: : Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positive

Perempuan dengan HIV dan pasangannya perlu mencegah dengan seksama sebelum
memutuskan untuk ingin punya anak. Perempuan dengan HIV memerlukan kondisi khusus yang
aman untuk hamil, bersalin dan menyusui, yaitu aman untuk ibu terhadap komplikasi kehamilan
akibat keadaan daya tahan tubuhyang rendah dana man untuk bayi terhadap penularan HIV
selama kehamilan, proses persalinan dan masa laktsi. Perempuan dengan HIV masih dapat
melanjutkan kehidupannya, bersosialisasi dan bekerja seperti biasa bila mendapatkan
pengobatan dan perawatan yang tertur. Mereka juga bisa memiliki anak yang bebas dengan HIV
bila kehamilnannya direncanakan dengan baik. Untuk itu, perempuan dengan HIV dan
pasangannya perlu memanfaatkan layanan yang menyediakan informasi dan sarana kotrasepsi
guna mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Kegiatan yang dapat dilaukan antara lain
sebagai berikut:
1. Meningkatkan akses ODHA ke layanan KB yang menyediakan informasi dan sarana
pelayanan kontrasepsi yang mudah dan efektif.
2. Memberikan konseling dan pelayanan KB berkualitas tentang perencanaan kehamilan
dan pemilihan metode kontrasepsi yang sesuai, kehidupan seksual yang aman dan
pasangan efek samping KB.
3. Memberikan dukungan psikologis, sosial, medis dan keperawatan.

c. Prong 3: Pencegahan penularan HIV dan dari ibu hamil HIV positif ke bayi

Pada ibu hamil dengan HIV yang tidak mendapatkan upaya pencegahan penularan
kepada janin atau bayinya, maka risiko penularan antara 20 – 50 %. Bila dilakukan upaya
pencegahan, maka risiko penularan dapat diturunkan kurang dari 2%. Dengan pengobatan ARV
yang teratur dan perawatan yang baik, ibu hamil dengan HIV dapat melahirkan anak yang
terbebas dari HIV melalui persalinan pervaginam dan menyusui bayinya. Pencegahan penularan
HIV pada ibu hamil yang terinfeksi HIV ke janin/bayi yang dikandungnya mencakup langkah-
langkah sebagai berikut:

1. Layanan antenatal terpadu termasuk tes HIV.


2. Menegakkan diagnosis HIV.
3. Pemberian terapi antiretroviral (untuk HIV).
4. Konseling persalinan dan KB pasca persalinan.
5. Konseling menyusui dan pemberian makanan bagi bayi dan anak.
6. Konseling pemberian-profilaksis ARV pada anak.
7. Persalinan yang aman dan pelayanan KB pasca persalinan.
8. Pemberian profilaksis ARV pada bayi.
9. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan keperawatan bagi ibu selama hamil,
bersalian dan bayinya.

Semua kegiatan di atas akan efektif jika dijalankan secara berkesinambungan. Kombinasi
kegiatan tersebut merupakan strategi yang paling efektif untuk mengidentifikasi perempuan yang
terinfeksi HIV serta mengurangi risiko penularatan dari ibu ke anak pada masa kehamilan,
persalianan dan pasca persalinan.

d. Prong 4: Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta
bayi dan keluarganya.

Ibu dengan HIV memerlukan dukungan psikososial agar dapat bergaul dan bekerja
mencari nafkah seperti biasa. Dukungan medis dan perawat diperlukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi akibat penurunan daya tahan tubuh. Dukungan tersebut juga diberikan
kepada anak dan keluarganya.

Dukungan psikososial, pemberian dukungan psikologis dan sosail kepada ibu dengan HIV
dan keluarganya vukup penting. Mengingat ibu dangan HIV maupun ODHA lainnya menghadapi
maslaah psikososial, seperti stigma dan diskriminasi, depresi, pengucilan dari lingkungan sosail
dan keluarga, masalah dalam pekerjaan, ekonomi dan pengasuhan anak. Dukungan psikososial
dapat diberikan oleh pasangan dan keluarga, kelompok dukungan sebaya, kader kesehatan,
tokoh agama dan masyarakat, tenaga kesehatan dan Pemerintah. Bentuk dukungan psikososial
dapat beupa empat macam, yaitu:

 Dukungan emosianl, berupa empati dan kasih saying.


 Dukungan penghargaan, berupa sikap dan dukungan positif.
 Dukungan instrumental, berupa dukungan untuk ekonemi keluarga.
 Dukungan informasi, berupa semua informasi terkait HIV/AIDS dan seluruh layanan
pendukung, termausk informasi tentang kontak petugas kesehatan dan kelompok
dukunngan lainnya.

Dukungan medis dan perawatan, tujuan dari dukungan ininuntuk menjaga ibu dan bayinya
tetap sehat dengan meningkatkan pola hidup sehat, kepatuhan pengobatan, pencegahan
penyakit oportunitis dan pengamatan status kesehatan. Dukungan bagi ibu meliputi:

 Pemeriksaan dan pemantauan kondisi kesehatan.


 Pengobatan dan pemantauan terapi ARV.
 Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik.
 Konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan.
 Konseling dan dukungan asupan gizi.
 Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat.
 Kunjungan rumah.

Dukungan bagi bayi/anak meliputi:

 Diagnosis HIV pada bayi dan anak.


 Pembeian ARV pada bayi dengan HIV.
 Informasi dan adukasi pemberian makanan bayi/anak.
 Pemeliharaan kesehatan dan pemantauan tumbuh kembang anak.
 Pemberian imunisasi.

Penyuluhan yang diberikan kepada anggota keluarga meliputi:

 Cara penularan HIV dan pencegahnnya


 Penggerakan dukungan masyarakat keluarga.

Untuk menentukan bayi tidak menghidap HIV, diperlukan minimal dua kali pemeriksaan
PCR RNA HIV dengan hasil negative, yaitu pada usia 4 – 6 minggu dan pada usia 4 – 6 bulan.
Pada saat bayi berusia 18 bulan dilakukan pemeriksaan zat anti terhadap HIV dengan cara ELISA
untuk konformasi,

Anak dengan infeksi HIV sebaiknya diberikan imunisasi segera mungkin dengan vaksin
inactivated sedangkan imunisasi dengan menggunakan vaksin hidup attenuated pada anak
dengan infeksi HIV perlu dilakukan secara hati-hati, san sebaiknya tidak diberkan apabila di
dapatkan penekanan sistem imun atau gejala klinis infeksi HIV.

Pengalaman dan keberhasilan pelaksanaan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi
di berbagai negara di dunia telah dinyatakan dalam rekomendasi WHO yang diperbaiki terus dan
diadaptasikan kedalam pedoman nasional PMTCT.
B. Malaria

Malaria hampir ditemukan di seluruh bagian dunia, terutama di negara-negara yang


beriklim tropis dan subtropik. Penduduk berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar
atau 41% dari jumlah penduduk dunia.
Pada dasarnya, penyakit malaria ini diduga berasal dari Afrika dan menyebar mengikuti
gerakan migrasi manusia melalui pantai Mediterania, India dan Asia Tenggara, nama malaria
mulai dikenal sejak zaman kekaisaran Romawi. Kata malaria berasal dari Bahasa Itali yang
berarti udara kotor dan bisa juga disebut dengan istilah demam Romawi. Penyakit ini juga
memiliki beberapa nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam tropic, demam pantai,
demam charges, demam kura, dan paludisme.
Saat ini diperkirakan sedikitnya terjadi 300 juta kasus malaria akut di dunia setiap
tahunnya, dan menyebabkan 1 sampai 3 juta kematian per tahunnya. Sekitar 90 % penyakit ini
terjadi di benua Afrika dan terutama menyerang anak-anak balita. Penyakit ini telah dieradikasi
secara efektif di benua Eropa dan sebagian besar Amerika Utara, kecuali di sebagian Meksiko.

Anopheles (nyamuk malaria)

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa dan disebarkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles. Protozoa pebnyebab penyakit malaria adalah genus plasmodium yang
dapat menginfeksi manusia maupun serangga. Terdapat empat spesies Plasodium yang
menyebabkan malaria manusia, yaitu vivaks, ovale, malariae, dan falsiparum.
1. Plasmodium vivaks, merupakan parasite protozoa dan pathogen manusia. Parasit
ini adalah penyebab paling sering dan tersebar luas di malaria berulang (jinak
tertian), Plasmodium vivaks adalah salah satu parasite malaria yang umumnya
menginfeksi manusia. Meskipun kurang mematikan dibandingkan Plasmodium
falciparum, yang paling mematikan dari parasite malaria lainnya pada manusia,
infeksi malaria P. vivaks dapat menyebabkan penyakit dan kematian yang parah,
seringkali karena splenomegaly (limpa yang diperbesar secara patologis).
Plasmodium vivaks dibawa oleh nyamuk Anopheles betina sedangkan yang jantan
tidak menggigit.

Plasmodium ovale trophozoite

2. Plasmodium ovale, merupakan spesies protozoa parasite yang menyebabkan


malaria tertian pada manusia. Spesies ini berhubungan dekat dengan Plasmodium
falcipatrum dan Plasmodium vivaks yang menyebabkan kebanyakan penyakit
malaria. Parasitini lebih langka daripada dua parasite tersebut, dan tidak
seberbahaya Plasmodium falciparum.

Plasmodium ovale trophozoite

3. Plasmodium malariae, merupakan protozoa parasite yang menyebabkan penyakit


malaria pada manusia dan hewan. Plasmodium malariae berhubungan dekat
dengan Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivaks, yang menyebabkan
kebanyakan infeksi malaria.
Plasmodium malariae trophozoite

4. Plasmodium falciparum, merupaka protozoa parasite salah satu spesies


Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia, Protozoa ini
masuk pada tubuh manusia melalui nyamuk Anopheles betina. Plasmodium
falciparum menyebabkan infeksi paling berbahaya dan memiliki tingkat komplikasi
dan mortalitas malaria tertinggi.

Plasmodium falciparum trophozoite

Seorang penderita dapat dihinggapi lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian
disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya, penderita paling banyak dihinggapi dua
jenis parasite malaria, yakni campuran antara Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivaks
atau Plasmodium ovale.
Ciri utama genus plasmodium adalah adanya dua siklus hidup, yaitu siklus hidup aseksual
serta siklus seksual.
a. Fase Aseksual
Sikulus dimulai ketika anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan
sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam aliran darah manusia. Jasad yang
langsing dan lincah ini dalam waktu 30 menit sampai satu jam memasuki sel parenkim
hati dan berkembang biak membentuk sikzon hati yang mengandung ribuan merozit.
Proses ini disebut fase skizogoni eksoeritrosit karena parasite belum masuk ke dalam sel
darah merah. Lama fase ini berbeda untuk tiap spesies plasmodium. Pada akhir fase,
skizon hati pecah, merozit keluar, lalu masuk dalam aliran darah (disebut sporulasi). Pada
Plasmodium vivaks dan Plasmodium ovale, sebagian sporozit membentuk hipnozit dalam
hati (atau sporoziy yang “tidur” selama periode tertentu) sehingga mengakibatkan relaps
jangka panjang, yaitu kembalinya penyakit setelah tampak reda dan rekurens.
Fase eritrosit dimulai saat merozit dalam darah menyerang sel darah merah dan
membentuk trofozit. Proses berlanjut menjadi trofozit – skizon – merozit. Setelah dua
sampai tiga generasi, merozit terbentuk, lalu sebagian merozit berubah menjadi bentuk
seksual.
b. Fase Seksual
Jika nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung
parasite malaria, parasite bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Bentuk ini
mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan terjadilah pembuahan yang disebut
zigot (ookinet). Selanjutnya, ookinet menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi
ookista. Jika ookista pecah, ribuan sporozit dilepaskan dan mencapai kelenjar air liur
nyamuk dan siap ditularkan jika nyamuk menggigit tubuh manusia.

Siklus hidup plasmodium

Malaria dalam kehamilan merupakan salah satu masalah obstetri, masalah sosial, dan
masalah medis yang membutuhkan penanganan multidisiplin dan multidimensi. Perempuan
hamil merupakan kelompok usia dewasa yang paling tinggi resikonya untuk terkena penyakit
malaria, Di daerah endemik malaria sekitar 20 – 40 % bayi yang dilahirkan mengalami berat
lahit rendah.
Sejumlah daerah tertentu di Indonesia terutama yang berada di daerah pantai dan rawa,
merupakan daerah endemis malaria, sehingga penyakit ini masih merupakan masalah
kesehatan yang besar di Indonesia. Tingginya kejadian penyakit malaria si Indonesia akan
berdampak tingginya kejadian penyakit malaria dalam kehamilan, sehingga dibutuhkan
pemahaman dari segi diagnostic dan pengelolaan penyakit malaria dalam kehamilan dalam
upaya menurunkan tingkat kesakitan dan kematian ibu dan bayi.
Gejala dan kompilkasi malaria selama kehamilan berbeda-beda bergantung pada
intensitas transmisi dan berhubungan langsung dengan tingkat imunitas ibu hamil. Terdapat dua
kondisi yang berpotensi menghambat timbulnya gejala malaria yang disebabkan perbedaan
imunitas, yaitu sebagai berikut.
a) Daerah Endemik atau Transmisi Malaria Rendah
Perempuan dewasa yang belum pernah terkena parasite dalam jumlah yang banyak,
seringkali menjadi sakit bila terinfeksi oleh parasite pertama kali. Ibu hamil yang tinggal
di daerah dengan transmisi rendah mempunyai risiko dua atau tiga kali lipat untuk
menjadi sakit yang berat di bandingkan dengan perempuan dewasa tanpa kehamilan.
Kematian Ibu hamil biasanya diakibatkan oleh penyakit malarianya sendiri atau akibat
langsung anemia yang berat. Masalah yang biasa timbul pada kehamilnnya adalah
meningkatnya kejadian berat bayi lahir rendah, prematuritas, pertumbuhan janin
terhambat, infeksi malaria, dan kematian janin.
b) Daerah dengan Transmisi Malaria Sedang Sampai Tinggi
Pada daerah ini kebanyakan ibu hamil telah mempunyai kekebalan yang cukup karena
telah sering mengalami infeksi. Gejala biasanya tidak khas untuk penyakit malaria. Yang
paling sering adalah berupa anemia berat dan ditemukan parasite dalam plasentanya.
Janin biasanya mengalami gangguan pertumbuhan dan selain itu menimbulkan
ganggian pada daya tahan neonates. Kematian ibu hamil akibat malaria di benua Afrika
mencapai puluhan ribu tiap tahunya, 8 – 14 % ibu hamil melahirkan bayi dengan berat
badan yang rendah, selain itu 3 – 8 % mengalami kematian janin dalam Rahim.

Penyakit malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling mempengaruhi.
Perubahan disiologis dalam kehamilan dan perubahan patologis akibat penyakit malaria
mempunyai efek sinergis terhadap kondisi masing-masing, sehingga semakin menambah
masalah baik bagi ibu hamil, janin, maupun dokter yang mengatasinya. Penyakit malaria yang
terutama disebabkan oleh Plasmodium falsiparum dapat menyebabkan keadaan yang buruk
pada ibu hamil. Seorang primigravida yang terkena penyakit malaria umumnya yang paling
mudah mendapatkan kompikasi berupa anemia, demam, hipoglikemi, malaria serebral, edema
paru, sepsis puerperalis, bahkan sampai kematian.
Selama kehamilan, pasien dapat mengeluhkan bermacam-macam pola demam mulai dari
tanpa demam, demam tidak terlalu tinggi yang terus-menerus, hingga ke hiperpireksia. Pada
trimester kedua kehamilan gambaran manifestasi klinik yang atipik lebih sering terjadi karena
proses imunosupresi. Di negara berkembang yang biasanya merupakan daerah endemis
malaria, anemia merupakan salah satu gejala yang paling sering ditemukan selama kehamilan.
Penyebab utama anemianya adalah karena malnutrisi dan penyakit cacing. Dalam kondisi
seperti ini penyakit malaria akan menambah berat deadaan anemianya. Penyakit malaria sendiri
biasanya memberikan gejala dengan manifestasi anemia sehingga semua kasus anemia harus
diperiksa kemungkinan kearah penyakit malaria dan juga dapat memperburuk keadaan anemia
yang sudah ada. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti, Hemolisis eritrosit diserang oleh
parasite, peningkatan kebutuhan Fe selama kehamilan, hemolysis berat dapat menyebabkan
defisiensi asam folat. Anemia yang disebabkan oleh penyakit malaria lebih sering terjadi dan
lebih berat pada usia kehamilan antara 16 – 29 minggu. Anemia yang signifikan (Hb >7 – 8 g%)
harus ditangani dengan transfuse darah. Selain itu, dapat juga terjadinya pembesaran limpa
pada penyakit malaria dan keadaan ini akan menghilang, bahkan, splenomegali yang menetap
pada keadaan sebelum hamil bisa mengecil selama kehamilan.
Malaria dalam kehamilan menimbuklan permasalahan bagi janin. Tingginya demam,
insufisiensi plasenta, hipogikemia, anemia, dan kompikasi-komplikasi lain dapat menimbulkan
efek buruk terhadap janin. Baik malaria Plasmodium vivaks maupun Plasmodium flasiparum
dapat menimbulkan masalah bagi janin. Akan tetapi, jenis infeksi Plasmodium falsiparum lebih
serius karena dilaporkan insideni mortalitasnya tinggi. Akibat yang terjadi dapat berupa abortus
spontan, persalinan premature, kematian janin dalam Rahim, insufisiensi plasenta, gangguan
pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan lahir rendah, dan gawat janin. Selain itu,
penyebaran infeksi secara transplasental ke janin dapat menyebabkan malaria kongenital.
Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timnul pada < 5 % kehamilan. Barier
plasenta dan antibody IgG maternal yang menembus plasenta dapat melindungi janin dalam
keadaan ini. Keempat spesies Plasmodium dapat menyemabkan malaria kongential, tetapi yang
lebih sering adalah Plasmodium malariae. Pada bayi baru lahir dapat terjadi demam, iritabilitas,
anemia, icterus, dan lainnya.
Penyakit malaria memiliki empat jenis dan masing-masing disebabkan oleh spesies
parasite yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil,
dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini
muncul kembali secara periodic. Jeins malaria paling ringan adalah malaria tertian yang
disebabkan oleh Plasmodium vivaks, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali
setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi).
Demam rimba (jungle fever), atau disebut juga dengan demam tropic, disebabkan oleh
Plasmodium falsiparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria.
Organisme bentuk ini sering sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma,
mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae,
memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertian atau tropika. Gejala
pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi. Gejala tersebut
kemudian akan terulang kembali setaip 3 hari, jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang
paling jarang ditemukan disebebkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertian.
Parasit malaria dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan mikroskopis apus darah tepi
dengan pewarnaan Giemsa,pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk penyakit malaria.
Pemeriksaan ini mempunyai keterbatasan yaitu pemeriksa harus cukup berpengalaman di
samping bergantung pada kualitas reagen dan mikroskop.
Cara lain pemeriksaan laboratorium adalah dengan deteksi antigen yaitu dengan cara
mendeteksi antigen dari parasite malaria. Pemeriksaan ini menggunakan Dipstick dengan hasil
dapat dibaca langsung 2 – 15 menit dan dapat digunakan di mana saja serta tidak bergantung
pada laboratorium.

dipstick malaria

Cara diagnosa lainnya adalah dengan pemeriksaan asam nukleat parasite dengan cara
Polymerase Chain Reaction (PCR). Hasilnya lebih akurat menentukan jenis malaria.
pemeriksaan dengan cara Polymerase Chain Reaction
(PCR)
Adapun 4 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam kehamilan, yaitu:
1. Pencegahan transmisi
2. Pengobatan malaria
3. Penanganan komplikasi
4. Penanganan peroses persalian
Metode yang digunakan untuk mencegah malaria termasuk obat-obatan, eliminasi
nyamuk dan pencegahan gigitan. Kehadiran malaria di suatu daerah membutuhkan kombinasi
dari kepadatan tinggi populasi manusia, kepadatan populasi nyamuk anopheles tinggi dan
tingginya tingkat penularan dari manusia ke nyauk dan dari nyamuk ke manusia. Jika salah satu
diturunkan cukup, parasite akhirnya akan menghilang dari daerah itu. Di daerah di mana malaria
adalah umum, anak-anak di bawah lima tahun sering mengalami anemia yang kadang-kadang
dikarenakan malaria. Pengontrolan malaria dalam kehamilan tergantung drajat transmisi,
pengawasan berdasarkan suatu gabungan seperti:
1. Diagnosis dan pengobatan malaria ringan dan anemia ringan sampai moderat.
2. Penatalaksanaan komplikasi-komplikasi severe malaria, termasuk malaria berat.
3. Pendidikan kesehatan dan kunjungan yang teratur untuk antenatal care (ANC). ANC
yang teratur adalah dasar untuk keberhasilan penatalaksanaan malaria dalam
kehamilan, yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kesehatan termasuk
penyuluhan tentang malaria dan dampaknya pada kehamilan di semua lini kesehatan
(posyandu, puskesmas dan lainnya).
 Memoniyor kesehatan ibu dan janin, serta kemajuan kehamilan
 Diagnosis dan pengobatan yang tepat (tepat waktu)
 Memberikan ibu suplai obat untuk kemoprofilaksis.
4. Perlindunagn pribadi untuk mencegah kontak dengan vector, misalnya pemakaian
kelambu
5. Pemeriksaan hemoglobin dan parasitology malaria setiap bulan.
6. Pemberian tablet besi dan asam folat serta imunisasi TT harus lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2016. ILMU KEBIDANAN. Jakarta: PT BINA PUSTAKA SARWONO


PRAWIROHARDJO.
Prabowo, Arlan. 2004. MALARIA. Barito Kuala: Ramuan Tradisional.
Kementrian Kesehatan RI. 2015. Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV
dan Sifilis dari Ibu ke Anak. Jakarta; Kementrian Kesehatan RI.
Ayu, Nimas. 2019. Tantangan Pelaksanaan Program Prevention of Mother to Child HIV
Transmission (PMTCT): A Systematic Reviw. https://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo/article.
Widjajanti, Martani. 2012. Evaluasi Program Prevention of Mother to Child HIV Transmission
(PMTCT) di RSAB Harapan Kita Jakrta. https://saripediatari.org/index.php/sari-pediatari/asrticel.

Anda mungkin juga menyukai