Anda di halaman 1dari 10

KESEHATAN SEKSUAL DAN HIV/AIDS

ESSAY “TANTANGAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PMTCT DALAM


PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK”

OLEH
NI MADE WIDYA ARI PRASANTI
2282111041

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan global yang terus menjadi isu secara global dan meningkat setiap
tahunnya yaitu HIV/AIDS. Kasus HIV di Indonesia meningkat sebanyak lebih dari 25%
pada usia produktif (World Health Organization,2013). Semakin banyaknya jumlah
lelaki yang melakukan perilaku seks yang tidak aman, hal ini bisa menjadi faktor
penyebaran ke pasangannya yang bisa menyebabkan kasus HIV meningkat terus. Jika
terjadi penularan HIV lelaki kepada pasangannya, maka ibu bisa menyebarkan virus ini
kepada anak atau bayinya dimana hal ini bisa mengancam keselamatan ibu dan bayinya.
Menurut Kemenkes RI, lebih dari 90% kasus anak yang menderita HIV didapatkan saat
proses persalinan atau mother to child HIV transmission (MTCT), penularan tidak hanya
terjadi saat persalinan, namun bisa saat kehamilan atau menyusui.
Menurut data Kemenkes RI (2022) jumlah ibu hamil yang positif HIV berjumlah
1.360 orang. Bayi yang terinfeksi HIV terus mengalami kenaikan sejalan dengan
kenaikan kasus HIV pada perempuan yaitu di tahun 2007 sebanyak 20%, tahun 2008
sebanyak 25%, dan tahun 2011 sebanyak 27% (Susilowati, 2022). Data Kemenkes pada
tahun 2013 menyatakan jika ibu yang sedang hamil dan terinfeksi HIV berjumlah 3.135
kasus dari 100.926 ibu hamil yang menjalani tes HIV dari semua provinsi di Indonesia
(Kemenkes RI, 2012).
Kementerian Kesehatan RI terus mengusahakan pencegahan penyebaran
HIVAIDS dari ibu ke anak sesuai dengan rekomendasi WHO tahun 2009. Dari
banyaknya kasus HIV yang menyerang ibu dan anak, pemerintah telah membuat suatu
program pelayanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (Prevention of Mother
to Child HIV Transmisson), Kebijakan ini diharapkan bisa mencegah penularan
HIV/AIDS dari ibu ke anak. Penelitian yang dilakukan oleh Widjajanti (2012)
menyatakan total bayi yang ikut melakukan tes ELISA HIV dinyatakan negative setelah
menjalankan program PMTCT di layanan kesehatan.
Program PMTCT menjadi perhatian khusus, hal ini karena kasus HIV di
Indonesia terus mengalami peningkatan yang signiikan. Dampak yang bisa terjadi jika
ibu terkena HIV yaitu adanya stigma sosial, diskriminasi, morbiditas, dan mortalitas
maternal. Dampak buruk ini bisa dicegah jika bisa terdeteksi dini, kasus HIV pada ibu
terkendali, pemilihan jalur persalinan yang aman, pemberian susu yang aman, melakukan
pemantauan tumbuh kembang yang ketat pada bayi dan balita yang lahir dari ibu positif
HIV.
Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) atau sering disebut dengan
Prevention of Mother to Child Transmisson (PMTCT) adalah upaya dari negara dan
WHO dalam upaya mengendalikan penyebaran kasus HIV/AIDS dan infeksi menular
seksual. Layanan ini disatukan dengan layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi, dan
kesehatan remaja di semua tingkat layanan kesehatan di Layanan Komprehensif
Berkesinambungan (LKB) HIV/AIDS dan IMS. Dalam menjangkau PMTCT bisa diakses
di berbagai layanan kesehatan baik di rumah sakit dan puskesmas dengan proporsi
pelayanan yang sesuai dengan keadaan sarana tersebut.
Kebijakan pemerintah dan WHO yang mulai dioptimalkan di layanan kesehatan
adalah Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT). Program ini memiliki
pedoman yang berisi empat prong yaitu mencegah transmisi HIV pada perempuan yang
sedang dalam usia produktifnya, mencegah kehamilan yang tidak terencana pada ibu atau
perempuan yang dalam keadaan positif HIV, dilakukannya pencegahan penyebaran HIV
dari ibu yang sedang mengandung ke janinnya, dan memberikan dukungan sosial,
psikologis dan memberikan perawatan kesehatan lanjutan kepada ibu yang positif HIV
dan anaknya (Susilowati, 2022).
Berdasarkan data dan alasan diatas maka penulis tertarik untuk menulis karya
tulis berupa essay yang berjudul tantangan dalam pelaksanaan program PMTCT dalam
penularan HIV dari ibu ke anak.
PEMBAHASAN

Infeksi HIV yang akan ditularkan oleh ibu nantinya mungkin akan dapat menganggu
kesehatan anaknya. Dengan dilakukan intervesi yang tepat dan mampu melaksanakan dengan
baik, proses penyebaran virus HIV bisa ditekan hingga 50%. Pencegahan primer untuk
mencegah terjadinya infeksi bisa dilaksanakan pada pasangan yang berusia subur dengan
konseling, perawatan dan pengobatan di tingkat keluarga. Karena penyebaran kasus HIV dari
ibu ke anak terus mengalami peningkatan, untuk mencegah hal itu diperlukannya upaya
pelayanan kesehatan dengan program Prevention of Mother to Child Transmisson.
Program PMTCT ini memiliki tujuan yakni mencegah adanya penularan HIV dari ibu
ke anak. Kebanyakan bayi yang terinfeksi HIV ditularkan melalui ibunya. Penularan ini
sangat berbahaya dan bisa menganggu kesehatan bayi. Upaya mendeteksi dini dengan
intevensi yang tepat dan baik maka bisa menekan penularan HIV. Tujuan kedua yaitu
menekan pengaruh wabah HIV pada ibu dan bayi. Wabah HIV ini berdampak pada
kuranganya kesanggupan produksi dan meningkatnya beban biaya hidup yang dirasakan oleh
penderita dan komunitas sekitar di masa depan sebab kematian dan kelahiran pada ibu dan
bayi. Wabah HIV pada ibu dan bayi sangat memerlukan perhatian khusus karena untuk
menghindari terjadinya dampak di masa depan.
Target dari program PMTCT ini tentu saja ibu yang sedang hamil, pasangan usia
subur, anak dan remaja. Sasarannya adalah meningkatkan kemampuan dalam manajemen
pengelol program PMTCT, meningkatkan akses dalam informasi mengenai program,
meningkatkan jalan masuk pelayanan dalam dukungan perawatan dan pemulihan, dan
meningkatkan akses untuk intervensi pada ibu hamil, bersalin, dan nifas.
Terdapat empat intervensi yang diberikan pada program ini. Intervensi ini
mempunyai empat konsep dasar yakni menekan jumlah ibu hamil yang terinfeksi HIV,
menurunkan jumlah virus dalam tubuh, mengurangi paparan janin atau bayi dengan darah
atau cairan dari ibu, dan memaksimalkan kesehatan ibu yang positif HIV dan anaknya.
Intervensi pertama adalah menekan jumlah ibu hamil yang positif terinfeksi HIV.
Secara teori transmisi virus pada janin atau bayi ada kerena melalui plasenta dan persalinan.
Penularan virus ini bisa berbeda-beda selama proses kehamilan atau menyusui, tergantung
dari sifat infeksi pada ibu. Kemungkinan untuk terjadinya transmisi secara vertical dan
terdapat kerentanan selama proses kehamilan, maka disarankan untuk perempuan yang
positif HIV untuk tidak hamil. Namun karena adanya hak asasi manusia maka dari itu,
perempuan yang positif HIV saat mempunyai pertimbangan untuk hamil harus melakukan
proses penyuluhan, pengobatan, dan terus dilakukan kontrol selama hamil. Perempuan positif
HIV diberikan ijin untuk hamil jika CD4 berada diatas 500, viral load tidak terdeteksi dan
mengkonsumsi ARV secara teratur.
Intervensi kedua adalah menurunkan jumlah virus dalam tubuh serendah mungkin.
Viral load ini bisa ditekan dengan mengkonsumsi obat ARV dengan teratur. Obat ARV yang
beredar saat ini hanya bisa menghambat duplikasi virus, tidak sampai menghapus semua
virus yang berada dalam tubuh. Walaupun begitu, ARV adalah jawaban yang paling utama
dalam mengendalikan virus dalam menurunkan jumlah virus.
Intervensi ketiga adalah mengurangi paparan janin dan bayi terhadap cairan tubuh.
Pilihan persalinan yang paling baik yang disarankan kepada ibu hamil yang positif HIV
adalah persalinan SC. Jika ibu hamil yang positif HIV melakukan persalinan lewat vagina,
bayi akan terkena darah dan lendir dari ibu pada jalan lahirnya. Saat proses lahiran bayi
mungkin saja menelan darah atau lendir tersebut. Namun, jika persalinan SC tidak bisa
dilakukan, maka sebaiknya tidak melaksanakan proses invasi yang bisa menyebabkan
perlukaan pada bayi. Untuk proses menyusui, harus dilihat jenis infeksi yang mengenai ibu
positif HIV. Untuk infeksi jenis CMV,HIV1, dan HTLV-1 disarankan untuk tidak menyusui,
sebagai gantinya ibu bisa memberikan susu formula dan harus memenuhi standar dari WHO.
Sedangkan jenis virus lainnya jarang ditemukan penyebaran saat menyusui.
Intervensi yang terakhir adalah mengoptimalkan kesehatan ibu yang positif HIV.
Dilakukannya Antenatal Care secara teratur sekaligus melaksanakan kontrol selama
kehamilan dan melihat bagaimana keadaan janin. Ibu juga disarankan untuk hidup sehat yaitu
mencukupi nutrisi, istirahat, melakukan olahraga, tidak merokok, dan tidak meminum
alkohol. Saat melakukan hubungan seksual, menggunakan kondom juga diperlukan agar bisa
menghindari penyebaran bila pasangan juga terinfeksi HIV.
Dalam melakukan program ini tentu saja ada tantangan yang akan dihadapi agar
program bisa berjalan dengan baik dan sukses. Banyak faktor yang berkontribusi dalam
tantangan program PMTCT ini yakni menerima dan memulai pengobatan ARV. Bagi
perempuan yang mungkin sudah tau akan status mereka atau mengantisipasi akan terkena
HIV mungkin akan memulai proses konseling yang sebentar sebelum memulai terapi ARV,
namun ada beberapa orang yang sulit menerima status positif HIV mereka dan sebelum
memulai terapi ARV mereka memerlukan waktu yang cukup panjang untuk memulainya.
Hasil penelitian di Swaziland mengatakan jika ibu yang mengetahui statusnya akan
melakukan terapi ARV sebelum melaksanakan ANC dibanding ibu yang baru didiagnosa
saat ANC (Parker, 2015). Untuk membantu ibu menerima terapi ARV seumur hidup, tenaga
kesehatan berdiskusi membandingkan HIV/AIDS dengan penyakit kronis lain yang
memerlukan terapi seumur hidup juga seperti diabetes. Tenaga kesehatan merasa jika dengan
membandingkan ini akan membantu ibu untuk menerima pengobatan seumur hidup.
Pendekatan ini akan membantu mengurangi ketakutan pasien bahwa menjadi HIV positif
membuat mereka berbeda dari yang lain (Musheke et al, 2013).
Tantangan lainnya yaitu kurangnya pengetahuan ibu terkait pengobatan terapi ARV
yang dijalananinya. Menurut penelitian hanya 53% ibu yang mempertahankan pengobatan
selama 24 bulan. Ibu hamil posititf HIV yang berhenti melakukan terapi ARV pada layanan
kesehatan sekunder antara lain ibu yang memulai terapi selama trisemester terakhir
kehamilan dan perempuan dengan CD4 > 500. Hal ini karena mereka berfikir jika memulai
terapi ARV untuk kepentingan bayi mereka yang belum lahir karena pemahaman yang
terbatas terkait ARV yang baik untuk kesehatan lanjutan bagi ibu dan mencegah penularan
HIV kepada bayi selama proses menyusui.
Keengganan pasien dalam menggungkapkan status HIV kepada pasangan atau
keluarga merupakan tantangan lainnya. Jika pasien enggan menggungkapkan status mereka
hal ini bisa berdampak pada kepatuhan mereka dalam mengkonsumsi ARV, ketidakteraturan
mereka melakukan kunjungan, dan jika mereka tidak patuh dalam terapi ARV, hal itu bisa
menyebabkan gagalnya terapi yang sudah dijalankan.
Hal lain yang menjadi tantangan dalam pelaksanaan PMTCT adalah stigma dan
diskriminasi yang diterima. Tenaga kesehatan mengatakan banyak pasien mengahadapi
tantangan sosial yang bisa menghambat keefektifan dala melakukan pengobatan. Stigma
sosial termasuk ketakutan dalam mengungkapkan status mereka secara tidak sengaja
menjadikan alasan mereka untuk menolak melanjutkan pengobatan. Ibu hamil dengan HIV
positif takut jika petugas kesehatan datang berkunjung ke rumah mereka karena bisa
mengungkapkan penyakit yang mereka derita. Karena stigma yang diterima, pasien yang
tidak mau petugas kesehatan datang kerumah mereka lebih memilih berhubungan lewat
telepon, namun hal itu sulit dilakukan karena banyak pasien yang tidak mengangkat telepon
petugas atau mengganti nomor telepon.
Tantangan juga berasal dari tenaga kesehatan dan kader yang menjalani program
PMTCT ini. Tantangan yang mungkin mereka hadapi adalah sistem yang bermasalah,
pendapatan yang tidak sesuai dengan kerja mereka, complain yang mereka hadapi dari
pasien, stress kerja dan masih banyak lagi. Perilaku menghindari perawatan merupakan
tantangan yang dihadapi oleh tenaga kesehatan. Mereka tidak dating ke fasilitas kesehatan,
keluar dari perawatan, dan tidak mematuhi rejimen pengobatan. Banyak pasien juga
memberikan alamat palsu kepada tenaga kesehatan dan melakukan bantuan persalinan di
dukun.
Sistem catatan yang rumit juga menjadi tantangan bagi kader dan tenaga kesehatan.
Sistem catatan dan pelaporan sangat rumit dan tidak akurat, dalam memberikan kode kepada
ibu yang terinfeksi HIV dan anak yang terkena HIV sering bermasalah dan mempengaruhi
kemampuan mereka untuk memantau dan mengevaluasi dalam pemberian layanan. Beban
kerja yang ditanggung sangat membebani mereka. Perawat yang bekerja di rumah sakit atau
di puskesmas merasa terbebani dengan kerja mereka, hal itu menganggu produktifitas mereka
dalam melakukan tugasnya.
Gaji juga merupakan tantangan yang harus diperhatikan. Tenaga kesehatan merasa
gaji yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan apa yang mereka kerjakan. Beban kerja
yang banyak berbanding terbalik dengan gaji yang didapatkan. Hal ini bisa menjadi faktor
dalam keberhasilan program PMTCT. Perawat ibu dan anak tertarik pada insentif pribadi dan
investasi dalam melakukan pelayanan. Insentif pribadi individu disarankan diberikan saat
tenaga kesehatan melakukan tugas dilapangan yang bekerja dengan kinerja yang sangat baik
(Schuster,2016).
Komitmen dari berbagai pihak sangat penting dalam melakukan program PMTCT.
Peran pasangan, keluarga, dan tenaga kesehatan memberikan pengaruh positif terhadap
pasien yang mengikuti program PMTCT. Keberhasilan dalam mencegah penularan
HIV/AIDS dari ibu kepada bayinya bergantung kepada banyak pihak. Pemberian konseling,
edukasi, dan penyuluhan terkait HIV/AIDS tidak hanya terbatas kepada ibu namun juga
kepada pasangan dan keluarganya. Dukungan juga sangat penting bagi ibu hamil yang
terinfeksi HIV, dengan adanya dukungan akan memberikan efek positif kepada ibu yang
mengikuti program PMTCT.
KESIMPULAN

Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) atau sering disebut dengan
Prevention of Mother to Child Transmisson (PMTCT) adalah upaya dari negara dan WHO
dalam upaya mengendalikan penyebaran kasus HIV/AIDS dan infeksi menular seksual.
Layanan ini disatukan dengan layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja
di semua tingkat layanan kesehatan di Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB)
HIV/AIDS dan IMS.
Program PMTCT ini memiliki tujuan yakni mencegah adanya penularan HIV dari ibu
ke anak dan menekan pengaruh wabah HIV pada ibu dan bayi. Target dari program PMTCT
ini tentu saja ibu yang sedang hamil, pasangan usia subur, anak dan remaja. Sasarannya
adalah meningkatkan kemampuan dalam manajemen pengelol program PMTCT,
meningkatkan akses dalam informasi mengenai program, meningkatkan jalan masuk
pelayanan dalam dukungan perawatan dan pemulihan, dan meningkatkan akses untuk
intervensi pada ibu hamil, bersalin, dan nifas.
Tantangan yang dihadapi ibu yang positif HIV yang mengikuti program PMTCT
yakni melakukan terapi ARV seumur hidup walapun mereka merasa sudah sehat, kurangnya
pengetahuan terkait informasi mengenai manfaat, dan efek samping yang didapatkan jika
mengkonsumsi obat ARV. Stigma dan diskriminasi yang diterima oleh ibu positif HIV
termasuk tantangan yang dihadapi dalam menjalankan program PMTCT. Keengganan pasien
dalam menggungkapkan status HIV kepada pasangan atau keluarga merupakan tantangan
lainnya.
Tantangan juga berasal dari tenaga kesehatan dan kader yang menjalani program
PMTCT ini. Tantangan yang mungkin mereka hadapi adalah sistem yang bermasalah,
pendapatan yang tidak sesuai dengan kerja mereka, complain yang mereka hadapi dari
pasien, stress kerja dan masih banyak lagi. Komitmen dari berbagai pihak sangat penting
dalam melakukan program PMTCT. Peran pasangan, keluarga, dan tenaga kesehatan
memberikan pengaruh positif terhadap pasien yang mengikuti program PMTCT.
DAFTAR PUSTAKA
Al Adila, D. S., & Herdayati, M. (2022). Pelayanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Anak di Masa Pandemi Covid-19: Literature Review. Media Publikasi Promosi
Kesehatan Indonesia (MPPKI), 5(9), 1038-1042.
Etoori, D., Kerschberger, B., Staderini, N., Ndlangamandla, M., Nhlabatsi, B., Jobanputra,
K., ... & Teck, R. (2018). Challenges and successes in the implementation of option B+
to prevent mother-to-child transmission of HIV in southern Swaziland. BMC Public
Health, 18(1), 1-9.
Fachrul, A., & Astuti, D. S. (2022). Pencegahan Penularan HIV Ibu ke Anak pada Antenatal
Care Di Kota Depok, Jawa Barat. Journal Of Baja Health Science, 2(01), 24-35.
Gondo, H. K. (2022). Pencegahan Penularan HIV Dari Ibu Ke Bayi. Jurnal Ilmiah
Kedokteran Wijaya Kusuma, (1), 33-48.
Katirayi, L., Chouraya, C., Kudiabor, K., Mahdi, M. A., Kieffer, M. P., Moland, K. M., &
Tylleskar, T. (2016). Lessons learned from the PMTCT program in Swaziland:
challenges with accepting lifelong ART for pregnant and lactating women–a qualitative
study. BMC Public Health, 16, 1-11.
Kuswanti, I., & Rochmawati, L. (2021). Efektifitas Media Audio Visual Sebagai Upaya
Promosi Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu Ke Anak (PPIA). Jurnal Jurnal Kebidanan Indonesia, 12(1),
87-94.
Kemenkes RI. (2022). Laporan eksekutif perkembangan HIV/AIDS dan penyakit infeksi
menular seksual (PIMS) triwulan I Tahun 2022. Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes (2012).Pedoman nasional pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi (PPIA).
Edisi Kedua. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Musheke M, Bond V, Merten S. Deterrents to HIV-patient initiation of antiretroviral therapy
in urban Lusaka, Zambia: a qualitative study. AIDS Patient Care STDs.
2013;27(4):231–41.
Parker LA, et al. Implementation and operational research: barriers and facilitators to
combined ART initiation in pregnant women with HIV: lessons learnt from a PMTCT
B+ pilot program in Swaziland. J Acquir Immune Defic Syndr. 2015;69(1):e24–30.
Schuster, R. C., de Sousa, O., Rivera, J., Olson, R., Pinault, D., & Young, S. L. (2016).
Performance-based incentives may be appropriate to address challenges to delivery of
prevention of vertical transmission of HIV services in rural Mozambique: a qualitative
investigation. Human resources for health, 14, 1-15.
Suryavanshi, N., Mave, V., Kadam, A., Kanade, S., Sivalenka, S., Kumar, V. S., ... &
Shankar, A. (2018). Challenges and opportunities for outreach workers in the
Prevention of Mother to Child Transmission of HIV (PMTCT) program in India. PLoS
One, 13(9), e0203425.
Susilowati, Y. A. (2022). Kajian Situasi Pelaksanaan Prevention Of Mother-To Child
Transmission (PMTCT) di RSUD Kota C Jawa Barat. Jurnal Kesehatan, 10(1), 29-34.
WHO. 2013. Global Report UNAIDS Report On The Global AIDS Epidemic 2013.
Widjajanti, M. (2012). Evaluasi Program Prevention of Mother to Child HIV Transmission
(PMTCT) di RSAB Harapan Kita Jakarta. 14(3), 167–172.

Anda mungkin juga menyukai