AYUN WIWANINGTYAS
192110032
SKRIPSI PROPOSAL
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikanpendidikan pada program studi DIV
kebidanan Pada Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan
Insan Cendekia Medika
Jombang
AYUN WIWANINGTYAS
192110032
PENDAHULUAN
bisaterselesaikan. Salah Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu
serta ibu dapat menularkan virus kepada bayinya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi
HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau Mother To Child Hiv
Transmission (MTCT). Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada
anaknya selama kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui. HIV AIDS yang terjadi
pada anak dapat karena penularan dari ibu saat kehamilan, ibu y ang tidak patuh minum
obat anti retroviral ataupun saat kelahiran. Doiagnosis HIV AIDS pada anak dapat
dilakukan 2 kali yaitu sebelum dan sesudah usia 18 bulan (Jurnal Fakultas Ilmu
pertama ditemukan tahun 1987.Sampai tahun 2012 kasus HIV dan AIDS telah
memperkirakan, pada tahun 2016 Indonesia akan mempunyai hampir dua kali jumlah
orang yang hidup dengan HIV dan AIDS dewasa dan anak (812.798 orang)
dibandingkan pada tahun 2008 (411.543 orang), bila upaya penanggulangan HIV dan
AIDS yang dilaksanakan tidak adekuat sampai kurun waktu tersebut (Laporan
Kesehatan (2011) menunjukkan dari 21.103 ibu hamil yang menjalani tes HIV, 534
(2,5%) di antaranya positif terinfeksi HIV. Menurut Jurnal Huriati fakultas Ilmu
kesehatan UIN Alaudin Makasar pada tahun 2015 diperkirakan terjadi penularan pada
38.500 anak yang dilahirkan dari ibu yang terinveksi HIV. Sampai tahun 2006,
diprediksi 4.360 anak terkena HIV dan separuh daintaranya meninggal dunia. Di RSUD
Sosodoro Djatikoesoemo sendiri ada 25 balita dengan ibu yang status HIV nya Positif.
Dimana dari 25 Balita terdapat 21 balita reaktif dan 4 balita non reaktif.
Dari 21 balita yang reaktif ditemukan bahwa ibu balita saat hamil tidak
mendapatkan pengobatan ARV dan juga beberapa mendapatkan pengobatan ARV saat
hamil. Sedangkan untuk 4 balita yang statusnya non reaktif, ibunya saat hamil sudah
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak adalah upaya yang ditujukan
untuk mencegah penularan dari ibu ke anak yang dilakukan secara terintegrasi dan
HIV/AIDS. Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang
dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml. Penularan
HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan pada saat
menyusui. Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak mendapatkan penanganan PPIA
saat hamil diperkirakan sekitar 15-45%. (PMK no. 51 tentang penularan hiv ibu ke
anak).
Apabila ibu tidak menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 20-30%
dan akan berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan ARV. Pemberian ARV jangka
pendek dan ASI eksklusif memiliki risiko penularan HIV sebesar 15-25% dan risiko
penularan sebesar 5-15% apabila ibu tidak menyusui (PASI). Akan tetapi, dengan terapi
antiretroviral (ART) jangka panjang, risiko penularan HIV dari ibu ke anak dapat
diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu yang menyusui secara eksklusif memiliki risiko
yang sama untuk menularkan HIV ke anaknya dibandingkan dengan ibu yang tidak
menyusui (De Cock KM, Fowler MG, Mercier E, et al. JAMA 2000; 283:1175-82).
Dengan pelayanan PPIA yang baik, maka tingkat penularan dapat diturunkan menjadi
kurang dari 2%. Selain itu juga ibu hamil dengan pengobatan ARV yang benar dan patuh
dapat menekan virus HIV hingga virus tidak terdeteksi sehingga sel CD4 menjadi
meningkat dan menurunkan resiko penularan pada janinnya. Pada penelitian ini masih
terdapat adanya balita yang positif HIV padahal saat ibu nya hamil sudah mengkonsumsi
ARV..
Oleh karena itu saat ini tidak hanya ibu hamil yang ditest status HIV nya.
Tetapi semua clon pengantin baik wanita maupun pria juga ditest status HIVnya.
Sehingga bila sudah tahu statusnya bisa merencanakan kehamilan dengan aman. Jika
status HIV ibu sudah diketahui sejak awal HIV positif dilakukan intervensi PPIA
komprehensif agar ibu tidak menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya. Bila HIV
negatif dilakukan konseling tentang cara agar tetap HIV negatif (Permenkes No. 51
th.2013).
pengobatan ARV pada ibu hamil dengan status HIV pada balitanya di RSUD
Sosodorodjatikoesoemo Bojonegoro.
Bojonegoro.
1.3.2 Tujuan Khusus
Bojonegoro.
penularan HIV dari Ibu ke anak. Sehingga hasil penelitian ini dapat
melakukan konseling dan deteksi dini penularan HIV dari ibu ke anak.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep BALITA
Balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa yang paling
hebat dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini merupakan
Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak
prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua
untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan
berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas
usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang,
karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Chomariah, 2015).
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1 – 3
tahun (batita) dan balita 3 – 5 tahun (Maryunani, 2017). Menurit Persagi (1992) dalam
Health), berdasarka karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu anak lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan ”batita”
dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai ;lima tahun yang dikenal dengan usia
”prasekolah” (Irianto,2014)
Jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur
dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
Pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besarnya sel seluruh bagian tubuh
yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur; sedangkan perkembangan adalah bertambah
sempurnanya fungsi dari alat tubuh (Depkes RI, 2015). Pertumbuhan berkaitan dengan
masalah perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun
2.2.1 Pengertian
karena penurunan sistem imun. Penderita HIV mudah terinfeksi berbagai penyakit
karena imunitas tubuh yang sangat lemah, sehingga tubuh gagal melawan kuman
disebabkan oleh berbagai virus, jamur, bakteri dan parasit serta dapat menyerang
Setelah HIV memaasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan
virus mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T CD4
dan makrofag). Virus ini akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan
(Window Period). Pada masa ini pasien sangat infeksius dan mudah menularkan ke
Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap tanpa gejala dan tanda (asimtomatik)
untuk jangka waktu cukup panjang bahkan sampai 10 tahun atau lebih. Kita hanya
laboratorium antibodi HIV serum. Sesudah jangka waktu tertentu yang bervariasi
dari orang ke orang, virus memperbanyak diri secara cepat dan diikuti dengan
perusakan sel limfosit T CD4 dan sel kekebalan lainnyasehingga terjadilah gejala
yaitu
1. Hubungan Seksual
Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan dari
selama senggama laki – laki dengan perempuan atau laki – laki dengan laki –
laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal, atau oral
antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang
tak terlindungi dari individu yang terinfeksi HIV. Kontak seksual oral
langsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) termasuk dalam katagori risiko
rendah tertular HIV. Tingkat rsiko tergantung pada jumlah virus yang keluar
dan masuk kedalam tubuh seseorang, seperti pada luka sayat / gores dalam
mulut, perdarahan gusi, dan atau penyakit gigi mulut atau pada alat genital.
2. Pejanan oleh darah, produk darah organ dan jaringan yang terinfeksi.
Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak ditapis (uji saring)
untuk pemeriksaan HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit suntikan, atau
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat
ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya selama hamil, saat
persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari
anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun yang ke
dua.
Penularan HIV ke bayi dan anak, bisa dari ibu ke anak, penularan
anak). Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan
bayi terinfeksi 20% sampai 35%, sedangkan jika sudah ada gejala pada ibu,
Kemungkinan mencapai 50%. Penularan terjadi selama proses
mucosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin
postpartum melalui ASI, risiko bayi tertular melalui ASI dari ibu positif sekitar
2.2.5 Faktor – Faktor yang Berperan Dalam Penularan HIV dari Ibu ke Anak
1. Faktor Ibu
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan
jumlah virus dAalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat
kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika
Ibu dengan sel CD4 rendah lebih beresiko menularkan HIV ke bayinya.
Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.
Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses dan luka
2. Faktor Bayi
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan
baik.
Semakin lama ibu menyusi, resiko penularan HIV ke bayi akan semakin besar.
Bayi dengan luka di mulutnya lebih beresiko tertular HIV ketika diberikan
ASI.
3. Faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor
obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak
Jenis persalinan
Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, resiko penularan HIV dari ibu ke
anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak anatara bayi
penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4
jam.
Tabel 1. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi
Dikandungnya.
Konseling dan tes HIV dalam PPIA komprehensif dilakukan melalui pendekatan
Pelayanan tes HIV merupakan upaya pembuka akses bagi ibu hamil untuk
b. Diagnosis HIV
pemerksaan diagnostik infeksi HIV dapat dilakukan secara virologis
(mendeteksi antigen DNA atau RNA) dan serologis (mendekati antibodi HIV)
dengan menggunakan tiga jenis reagen HIV yang berbeda dalam hal preparasi
antigen, prinsip tes, dan jenis antigen, yang memenuhi kriteria sensitivitas dan
(A1), Reagen 2(A2), dan Reagen 3(A3) ketiganya Positif (strategi 3). Pemilihan
jenis reagen yang digunakan berdasarkan sensivitas dan spesifitas, merujuk pada
241/Menkes/SK/IV/2006). Untuk ibu hamil dengan faktor risiko yang hasil tesnya
indeterminate, tes diagnostik HIV dapat diulang dengan bahan baru yang diambil
minimal 14 hari setelah yang pertama dan setidaknya tes ulang menjelang
Sampai sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV dan AIDS,
namun dengan terapi Antiretroviral, Jumlah virus didalam tubuh dapat ditekan
sangat rendah, sehingga ODHA dapat tetap hidup layaknya orang sehat.
Cara paling efektif untuk menekan replikasi HIV adalah degan memulai
Selain ARV, timbulnya infeksi oportunistik harus mendapat perhatian dan tata
(2011). Penentuan saat tepat untuk memulai terapi antiretroviral (ARV) pada
WHO)atau hasil pemeriksaan CD4. Namun pada ibu hamil, pasien TB dan
penderita hepatitiaB kronik aktif yag terinfeksi HIV, pengobatan ARV dapat
dimulai pada
Pemberian ARV pada ibu hamil dengan HIV selain dapat mengurangi risiko
Pilihan terapi yang direkomendasikan untuk ibu hamil dengan HIV adalah
Tabel 2. Saat yang tepat untuk memulai pengobatan ARV pada Ibu Hamil
d. Persalinan Aman
persalinan per vaginam merupakan persalinan yang aman apabila tersedia fasilitas
pemeriksaan viral load, deangan viral load<1.000 kopi/µL, persalinan per vaginam
Persalinan bedah sesar hanya boleh didasarkan atas indikasi obstetrik atau jika
pemberian ARV baru dimulai pada saat usia kehamilan 36 mgg atau lebih, sehingga
Pemilihan makanan pada bayi harus didahului dengan konseling tentang risiko
penularan HIV melalui ASI. Ibu dengan HIV yang sudah dalamterapi ARV memiliki
kadar HIV sangat rendah, sehingga aman untuk menyusui bayinya. Dalam pedoman
HIV dan Infant Feeding (2010), WHO merekomendasikan pemberian ASI Ekslusif
selama 6 bulan untuk bayi lahir dari ibu yang HIV dan sudah dalam terapi ARV untuk
kelangsungan hidup anak (HIV-Fre and Child Survival). Ekslusif artinya hanya
diberikan ASI saja, tidak boleh dicampur dengan susu lain (mixed feeding). Setelah bayi
6 bulan pemberian ASI dapat diteruskan hingga bayi berusia 12 bulan, disertai dengan
pemberian makanan padat. Bilaibu tidak dapat memberikan ASI ekslusif, maka ASI
haru dihentikan dan digantikan dengan susu formula untuk menghindari Mixed feeding.
untukpenularan HIV dari ibu ke bayi, sehingga susu formula diyakini sebagai cara
pemberian makanan paling aman. Sangat tidak dianjurkan menyusui campr (mixed
Pemberian profilaksis ARV dimulai hari pertama setelah lahir selama 6 minggu.
Obat ARV yang diberkan adalah Zidovudin (AZT atau ZDV) 4mgg/kgBB deberikan
2 kali sehari. Kotrimoksazol profilaksis mulai usia 6 mgg dengan dosis 4-6 mg/kgBB
satu kali sehari setiap hari sampai usia 1 tahun atau sampai diagnosis ditegakkan.
g. Pemeriksaan diagnostik HIV pada Bayi yang lahir dari ibu dengan HIV
Penentuan status HIV pada bayi/anak (usia <18 bulan) dari ibu HIV tidak dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan diagnosis HIV (tes antibodi) biasa. Pemeriksaan
serologis anti-HIV dan pemeriksaan virologis RNA (PCR) dilakukan setelah usia 18
bulan. Atau dapat dilakukan lebih awal pada usia 9-12 bulan, dengan catatan bila
Pemeriksaan virologis, seperti HIV DNA (PCR), saat ini sudah ada di
harus dilakukan minimal 2 kali dan dapat dimulai ketikabayi berusia 4-6 minggu dan
pemeriksaan yang dapat menemukan virus atau partikel virus dalam tubuh bayi dan
saat ini sedang dikembangkan di Indonesia untuk diagnosis dini HIV pada bayi
E: Exit (adanya jalan keluar bagi cairan tubuh yang mengandung HIV)
S: Sufficient (cairan tubuh yang keluar dari orang yang terinfeksi HIV harus
dalam kandungan yang cukup. Sehingga bisa menularkan HIV. Cairan tubuh yang
memiliki kandungan cukup : darah, ASI, cairan mani, dan cairan Vagina. Cairan
lainnya yang tidak memiliki kandungan yang cukup : air seni, keringat, air mata
dll)
S : Survive ( cairan tubuh yang keluar tersebut tidak dapat bertahan hidup diluar
tubuh manusia. Sehingga saat berada diudara terbuka, virus akan mati dalam
hitungan detik. Bila HIV berada diluar tubuh inangnya (manusia) dia tidak dapat
bertahan hidup lebih lama, kecuali tersimpan dalam tempat yang tertutup,
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau
dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien dan petugas
kesehatan.
pengobatan infeksi HIV, karena ARV berkelanjutan mampu menekan HIV hingga
retno Pudjiati).
yang tidak diinginkan, seperti misalnya bila tidak minum obat sesuai aturan, maka
karena kepatuhan sulit di identifikasi, sulit diukur dengan teliti dan tergantung
banyak faktor. Pengkajian yang akurat terhadap individu yang tidak patuh
merupakan suatu tugas yang sulit. Metode yang digunakan untuk mengukur
sejauh mana seseorang dalam memenuhi nasehat dari tenaga kesehatan yang
meliputi laporan dari data orang itu sendiri, laporan tenaga kesehatan perhitungan
jumlah pil dan botol, tes darah dan urine, alat – alat mekanis, observasi langsung
informasi yang jelas pada pasien mengenai penyakit yang dideritanya serta cara
aturan dalam hal pengobatan yang meliputi perilaku khusus mengenai gaya hidup
seperti diet, istirahat dan olahraga serta konsumsi obat yang harus dikonsumsi,
jdwal waktu minum, kapan harus dihentikan dan kapan harus berkunjung untuk
BAB 3
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin di teliti (Notoadmojo, 2016).
: Yang mempengaruhi
Gambar 3.1 : kerangka konseptual hubungan kepatuhan minum ARV pada ibu hamil
dengan status HIV pada Balita Di RSUD Sosodoro Djatikoesoemo
Bojonegoro.
yang terjadi pada penularan HIV pada ibu ke Balita. Dimana pada faktor internal
yang terdiri dari ibu, kehamilan, bayi / anak dan riwayat obstetric. Dimana semua
faktor sangat mempengaruhi. Tapi disini yang diteliti adalah kehamilan dan pada
bayi / anak. Sedangkan pada faktor internal terdapat konseling PPIA, diagnosis
awal, kepatuhan minum ARV. Tetapi disini yang diteliti adalah kepatuhan minum
ARV. Dari dua faktor yang diteliti merupakan penyebab penularan HIV dari ibu ke
anak. Yaitu status balita bisa didapatkan reaktif dan non reaktif. Artinya anak yang
dilahirkan dari seorang ibu penderita HIV dapat tertular dan dapat juga tidak
tertular HIV tergantung dari Kepatuhan pengobatan ARV pada ibu saat hamil.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hi : Ada pengaruh kepatuhan minum ARV pada ibu hamil dengan status HIV
pada Balita di RSUD Sosodoro Djatikoesoemo
BAB 4
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran
korelasi antara faktor – faktor resiko dengan efek, dan dengan suatu pendekatan,
observasi ataupun dengan pengumpulan data pada suatu saat tertentu (point time
apptoach) (Notoatmodjo, 2002). Pendapat lain mengatakan bahwa cross sectional
adalah pendekatan yang sifatnya sesaat atau pada suatu waktu saja dan tidak diikuti
dalam kurun waktu tertentu (Bernard Roser 1988 dalam Ibnu Hadjar 1996).
Penelitian tentang “hubungan kepatuhan minum ARV (Anti Retroviral) pada ibu
hamil dengan ststus HIV pada balita si RSUD Sosodoro Djatikoesoemo” ini dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan konsumsi ARV pada ibu saat hamil
sectionalmerupakan salah satu desain penelitian atau bisa pula dilihat sebagai salah
satu metodologi penelitian sosial dengan melibatkan lebih dari satu kasus dalam sekali
olah dan juga melibatkan beberapa variabel untuk melihat pola hubungan. Data yang
dikumpulkan sering kali dapat digunakan untuk meneliti lebih dari satu kasus dan
variabel yang digunakan lebih dari dua. Penelitian ini ,merupakan riset dengan dataset
yang ekstensif. Desain riset ini dinamakan cross sectional karena data yang
penelitian crossectional).
Dari sini pemahaman bahwa penelitian jenis croos sectional sebenarnya lebih
merupakan model pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara cross
sectional. Pertama, jenis riset ini kmelibatkan lebih dari satu kasus. Peneliti yang
pendidikan, usia dan sebagainya. Kedua data yang dikumpulkan atau dianalisis dalam
sekali jalan. Maksudnya data yang dikumpulkan diolah dalam sekali jalan,. Hubungan
antara variabel yang diteliti bisa memunculkan beragam topik. Ketiga data dapat
dikuantifikasi. Data tekstual hasil wawancara bisa juga digunakan, namun harus dapat
4.4.1 Populasi
4.4.2 Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
lebih dari 1000 maka dapat di ambil antara 10-20% (Nursalam, 2016).
Angka pervalensi yang dapat diperoleh dalam populasi apabila tidak dapat
ini populasinya sejumlah 25 Ibu dan balita HIV AIDS yang ada di RSUD
penelitian ini sejumlah 25Ibu dan balita yang telah diambil sesuai dengan
4.4.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untukdapat
sampling menurut sugiono (2011) jumlah populasi yang kurang dari 100,
(Hidayat, 2017).
Identifikasi masalah
Proposal penelitian
Rancangan Penelitian
Analitik dengan Cross-sectional
Populasi
Seluruh Ibu HIV reaktif dan balita HIV reaktif /non reaktif yang ada di RSUD Sosodoro
Djatikoesoemo Kabupaten Bojonegoro sejumlah 25 ibu dan balita
Sampling
Total Sampling
Sampel
Ibu HIV reaktif dan balita HIV Reaktif/Non Reaktifsejumlah 25
Observasi data
Riwayat Ibu dengan Observasi data balita
Kepatuhan HIV reaktif dan Non
HIV reaktif dan pengobatan HIV pada
Balitanya Ibu Hamil Reaktif
Instrumen Penelitian
Kuesioner
Pengolahan Data
Editing,Coding, Tabulating
Analisa Data
Uji statistic Chi Square
Penyusun Data
2. Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel
lain (Nursalam, 2016). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah status HIV
pada Balita.
4.8.2 Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2016). Pada penelitian ini instrumen
yang digunakan variabel Kepatuhan Minum ARV menggunakan SOP
ARV dan ceklis pengobatan.
1. Editing
2. Coding
dari hasil pembagian kuesioner yang telah dilakukan pada ibu dengan HIV reaktif
2016). Setiap data responden diberi no urut, kemudian diberikan kode 1 untuk
1. Responden
Responden =n
2. Jenis Kelamin
Laki – laki =1
Perempuan =2
3. Usia
1th – 5th =1
6th – 15th =2
16th – 30th =3
31th – 50th =4
4. Status HIV
Reaktif =1
Non Reaktif =2
Ya =1
Tidak =0
3. Tabulating
penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2016) Tabulasi dalam
penelitian ini dengan melihat hasil dari kuesioner yang telah di berikan ke
responden.
100% = Seluruhnya
79% - 99% = Hampir seluruhnya
51% - 75% = Sebagian besar dari responden
50% = Setengah responden
26% - 49% = Hampir setengahnya
1% - 25% = Sebagian kecil dari responden
0% = Tidak ada satupun dari responden
(Arikunto, 2015)
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian pada
umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan parameter dari
tiap variabel (Notoatmodjo, 2016).Pada penelitian ini alat ukur yang digunakan
untuk kepatuhan minum ARVadalah Kuesioner dan alat ukur yang digunakan
untuk mengetahui status HIV adalah dengan catatan rekam medis pasien tentang
2. Analisa Bivariat
HIV pada Balita)dengan menggunakan uji statistik Chi Square dengan tingkat
kesalahan α : 0,05 dengan bantuan software SPSS. Uji tersebut digunakan untuk
mengetahui pengaruh kepatuhan minum ARV terhadap status HIV pada balitanya
jika nilai P (velue) < α (0,05) artinya Ho ditolak dan H1 diterima berarti ada
pengaruh kepatuhan minum ARV pada Ibu terhadap status HIV pada balitanya.
4.9Etika Penelitian
4.9.1 Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent)
2016).
metode yang dipilih berhubungan erat dengan prosedur, alat, serta desian