Anda di halaman 1dari 15

PAPER

KASUS PATOLOGI DALAM FRAMEWORK INTERPROFESIONAL


EDUCATIAN DAN COLLABORATION GANGGUAN SISTEM
REPRODUKSI
“IBU POST SC DENGAN HIV/AIDS”

PEMBIMBING : Endah Wijayanti, M.Keb

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK

1. Syahriana NIM. P07224322070


2. Winda Sari NIM. P07224322220
3. Windi Muliana Ningsih NIM. P07224322088

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALTIM
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
JURUSAN KEBIDANAN SAMARINDA
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan jumlah kematian ibu akibat dari
proses kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan yang dijadikan penyebab
utama kesehatan perempuan. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu
indikator keberhasilan dalam kesehatan ibu serta mampu menilai derajat
kesehatan masyarakat. Dalam tujuan pembangunan SDGs (Sustainable
Development Goals), target Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 70 per 100.000
kelahiran hidup hingga tahun 2030. Pada tahun 2019 kematian ibu di Indonesia
sebanyak 4221 orang dari 4.778.621 kelahiran hidup atau angka kematian ibu
88,33 per 100.000 kelahiran hidup (Alam,dkk 2019).
Menurut WHO tahun 2019, terdapat 78% positif HIV baru di regional Asia
Pasifik. Pada kasus AIDS tertinggi selama 11 tahun terakhir pada tahun 2013,
yaitu 12.214 kasus. Jumlah positif HIV terbesar di dunia adalah di benua Afrika
(25,7 juta), di Asia Tenggara (3,8 juta), dan di Amerika (3,5 juta), yang
terendah ada di Pasifik Barat sebanyak 1,9 juta orang. Tingginya populasi
orang terinfeksi HIV di Asia Tenggara mengharuskan Indonesia untuk lebih
waspada terhadap penyebaran dan penularan virus ini (Kemenkes RI, 2020).
Provinsi dengan jumlah kasus AIDS terbanyak di Indonesia adalah Jawa
Tengah, Papua, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Kepulauan Riau.
Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan dan
menimbulkan beban morbiditas bahkan mortalitas di negara berkembang.
Mencegah dan mengobati IMS sesegera mungkin dapat mengurangi risiko
penularan HIV melalui hubungan seksual. Keberadaan IMS dalam bentuk
inflamasi akan meningkatkan risiko masuknya infeksi HIV saat melakukan
hubungan seksual tanpa pelindung antara seseorang yang telah terinfeksi IMS
dengan pasangannya yang sehat (Yator et al., 2021).
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah salah satu penyakit yang
menyerang sistem imun tubuh manusiayang disebabkan adanya penularan
secara langsung dengan penderita. sedangkan Acquired Immuno Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan
sistem imun tubuh (Levy et al., 2021).
Berdasarkan data yang diperoleh melalui BPS (Badan Pusat Statistik),
JOTHI (Jaringan Orang Terinfeksi HIV), KPA (Komisi Penanggulangan
AIDS), dan UNAID (United Nations Progammeon HIV/AIDS) pada Survei
Dampak Sosial Ekonomi Pada Individu dan Rumah Tangga dengan HIV yang
dilakukan di Tujuh Provinsi diperoleh bahwa lebih dari 50% pasien HIV masih
mengalami diskriminasi oleh tenaga kesehatan. Program PPIA (Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak) merupakan kegiatan yang komprehensif
dimana salah satu unsurnya yaitu pemberian dukungan psikologis dan sosial
pada ibu dengan HIV. Dukungan tersebut harusnya diberikan sejak kehamilan
sampai pasca salin. Bidan bersikap positif dan tidak membeda-bedakan pasien
HIV yang melakukan ANC (ante natal care) dan saat persiapan operasi
(Simangunsong et al., 2020).
Lebih dari 90% bayi terinfeksi HIV tertular dari ibu HIV positif. Penularan
bisa terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan selama menyusui.
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) atau Prevention of Mother-
to-Child HIV Transmission (PMTCT) adalah intervensi yang efektif untuk
mencegah penularan HIV. Upaya ini diintegrasikan dengan upaya eliminasi
sifilis kongenital, karena sifilis meningkatkan risiko penularan HIV di selain
mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan pada ibu dan juga dapat
ditularkan kepada bayi seperti pada infeksi HIV (Mulyani & Novianti, 2020).
Strategi dalam pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi menurut World
Health Organization (WHO) tahun 2019, mempromosikan pendekatan
komprehensif, yang meliputi empat komponen (prong) berikut yaitu (1)
pencegahan primer infeksi HIV diantara perempuan usia subur, (2) mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan antara perempuan yang hidup dengan HIV, (3)
mencegah penularan HIV dari seorang wanita yang hidup dengan HIV untuk
bayinya, dan (4) memberikan perawatan yang tepat, perawatan dan dukungan
untuk ibu yang hidup dengan HIV dan anak-anak dan keluarga mereka.
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) atau Prevention of
Mother-to-Child HIV Transmission (PMTCT) adalah intervensi yang efektif
untuk mencegah penularan HIV. Dalam upaya pencegahan penularan HIV dari
ibu ke anak, pelayanan PPIA diintegrasikan bersamaan dengan layanan
kesehatan ibu dan anak (KIA). Kegiatan ini dilakukan dengan pelayanan
antenatal terpadu di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Tujuan umum Program
PPIA adalah mencegah penularan HIV dan sifilis dari ibu ke anak dan
meningkatkan kesejahteraan hidup ibu dan anak yang terinfeksi HIV dan sifilis
dalam rangka menurunkan kasus baru HIV pada bayi dan sifilis kongenital.
Salah satu unsur dalam PPIA yaitu pemberian dukungan psikologis dan social
pada ibu dengan HIV, maka bidan diharuskan untuk memiliki sikap yang baik
termasuk dalam pemberian asuhan pada ibu dengan HIV pada masa post SC
(Nyblade et al., 2018).
BAB II
PEMBAHASAN

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-
alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Nintyasari, 2018). Human
Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel darah putih di
dalam tubuh (limfosit) yang dapat mengakibatkan turunnya sistem imun tubuh
manusia dan membuatnya lebih rentan terkena terhadap berbagai penyakit, sulit
sembuh dari penyakit oportunistik dan bisa menyebabkan kematian (Djou &
Dewi, 2019).
Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian HIV/AIDS diantaranya
riwayat pernah menderita PMS, riwayat dalam keluarga ada yang HIV/AIDS,
tingkat pendidikan dan pengetahuan rendah, status penggunaan narkoba suntik,
keberadaan tindik, dan riwayat heteroseks (Susilowati, 2020). Lingkungan sosial
ekonomi khususnya kemiskinan, latar belakang kebudayaan/etnis, keadaan
demografi, dan kelompok masyarakat yang dapat berpotensi m e m i l i k i risiko
tinggi HIV (status penerima transfusi darah, bayi dari ibu yang dinyatakan
menderita AIDS, proses kehamilan, kelahiran dan pemberian ASI). Metode
persalinan dengan Elective cesarean section (ECS), teknik ini dapat menurunkan
morbiditas ibu bersalin dengan HIV bila dibandingkan dengan melahirkan secara
pervaginam dan menurunkan angka kejadian bayi yang terinfeksi HIV (Joseph
Davey et al., 2020).
Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Sendra (2020),
bahwa seksio sesarea sebelum onset persalinan dapat menurunkan risiko transmisi
HIV maternal kepada neonatal melalui minimalisasi mikrotransfusi darah ibu ke
janin selama persalinan dan kontak langsung membran mukosa bayi dengan
sekret atau darah yang terinfeksi di saluran genital ibu. Sebuah meta-analisis dari
8533 pasangan ibu-bayi menunjukkan bahwa transmisi HIV maternal neonatal
87% lebih rendah pada operasi caesar yang dilakukan sebelum onset persalinan.
Seseorang yang sudah terinfeksi HIV, sudah pasti akan mengalami infeksi
seumur hidup sehingga kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tetap
asimtomatik (tanpa tanda dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka waktu
panjang dan dapat menularkan kepada orang lain (Novika & Setyaningsih, 2019).
Pemberian kombinasi obat ARV dapat diberikan pada wanita hamil dengan
HIV positif selama kehamilan, pemilihan metode persalinan, pemberian
profilaksis ARV pada neonatal, dan pertimbangan yang matang pemberian ASI
atau susu formula bayi terbukti menurunkan transmisi penularan HIV ibu kepada
bayi.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Selano (2018), yang
menyatakan bahwa seluruh bayi baru lahir dengan ibu HIV positif mendapat ARV
profilaksis pada 4 jam pertama kelahiran. Pemberian profilaksis pada bayi baru
lahir dari ibu dengan HIV positif harus diberikan sesegera mungkin setelah
kelahiran. Direkomendasikan pemberian sebaiknya dalam 6 hingga 12 jam
pertama kelahiran. Profilaksis dapat diberikan selama 6 minggu pertama3.
Profilaksis dan terapi antiretroviral sangat efektif untuk mencegah transmisi
penularan HIV dari ibu ke bayi hingga kurang dari 5% pada populasi menyusui
dan kurang dari 2% pada populasi yang tidak menyusui.
Hal ini didukung dengan pernyataan Landes (2021) bahwa seluruh bayi baru
lahir dari Ibu HIV positif mendapat asupan susu formula. Pertimbangan
pemberian susu formala dilakukan setelah melalui proses konseling dan bertujuan
meminimalisir risiko penularan.
Risiko penularan HIV melalui ASI kepada bayi lebih tinggi terjadi pada awal
persalinan karena terdapat peningkatan viral load ASI dalam kolostrum. Risiko
penularan berlanjut selama menyusui akibat jumlah CD4 maternal yang rendah,
durasi menyusui yang lebih lama, viral load maternal yang lebih tinggi, dan
pemberian mixed feeding. Kemenkes merekomendasikan pemberian susu formula
sebagai nutrisi pengganti ASI pada bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif
untuk menghindari risiko transmisi infeksi HIV lebih lanjut. ASI eksklusif selama
6 bulan hanya dapat diberikan apabila syarat AFASS pemberian pengganti ASI
tidak terpenuhi, dengan syarat yaitu ibu harus mendapatkan ARV kombinasi, bayi
mendapat ARV profilaksis, dan terjamin bayi tidak diberikan mixed feeding (Patel
et al., 2020).
Tujuan umum Program PPIA adalah mencegah penularan HIV dan sifilis dari
ibu ke anak dan meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak yang terinfeksi HIV
dan sifilis dalam rangka menurunkan kejadian kasus baru HIV pada bayi dan
kejadian sifilis kongenital (Yator, 2021).
Sosialisasi tentang PMTCT belum maksimal, bahkan hasil survey yang
dilakukan secara acak pada beberapa ibu hamil yang ada di wilayah kerja
Puskesmas dengan layanan VCT, mengaku belum memahami apa itu HIV/AIDS
dan bagaimana penularannya dari seorang ibu hamil kepada bayinya. Karena
kurangnya pemahaman ibu mengenai penularan HIV dari ibu ke janin dan
penelitian mengenai faktor risiko terinfeksi HIV/AIDS dari ibu ke anak masih
banyak berkaitan dengan klinis medis, maka perlu dilakukan kajian pendapat
terhadap sasaran untuk mengetahui dimana kelemahannya sehingga dapat
dilakukan intervensi yang tepat guna menekan penyebaran HIV/AIDS terutama
pada ibu dan anak (Ambelina et al., 2018).
Menurut (Ratnafuri et al., 2019) tidak ada tanda-tanda khusus untuk
mengetahui seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri
membutuhkan waktu yang cukup panjang (5-10 tahun hingga mencapai masa
yang disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah dapat terjadi tanpa
seseorang menunjukkan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif.
Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kali dan kemudian memeriksakan
diri dengan menjalankan tes darah, maka dalam tes pertama tersebut belum tentu
dapat dideteksi adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini disebabkan karena
tubuh kita membutuhkan antibody yang nantinya akan dideteksi oleh tes darah
tersebut. Masa ini disebut Window Period (Periode Jendela).
Terdapat risiko penularan HIV dari ibu ke anak tanpa adanya upaya
pencegahan atau intervensi berkisar antara 20-50%. Dengan pelayanan
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak yang baik, risiko penularan dapat
diturunkan s e h i n g g a menjadi kurang dari 2%. Pada masa kehamilan, plasenta
melindungi janin dari terinfeksi HIV, namun jika terjadi peradangan, infeksi atau
kerusakan barier plasenta, HIV dapat menembus plasenta, sehingga terjadi
penularan dari ibu ke bayi. Penularan HIV dari ibu ke bayi lebih sering terjadi
pada saat persalinan dan masa menyusui (Ambelina, 2018).
Metode persalinan dengan Elective cesarean section (ECS), dapat
menurunkan morbiditas ibu bersalin dengan HIV bila dibandingkan dengan
melahirkan secara pervaginam dan menurunkan angka kejadian bayi yang
terinfeksi HIV (Joseph Davey et al., 2020). Hal tersebut sejalan dengan hasil
penelitian Nainggolan et al., (2021), yang menyatakan bahwa 77,8% responden
melakukan pelayanan persalinan pada pasien HIV dalam kategori baik. Keadaan
sebaliknya justru biasa terjadi pada pasien post SC (Sectio Caesaria) dengan
HIV, dimana sebagian besar tenaga kesehatan merasa takut merawat pasien post
SC dengan HIV karena beresiko tertular sehingga perlu diisolasi dan memerlukan
APD (Alat Pelindung Diri) saat merawatnya.
Upaya pencegahan infeksi pada masa nifas harus dilakukan langkah dasar
dengan cara menjaga kebersihan diri yaitu salah satunya kebersihan daerah
genetalia agar tidak menjadi tempat masuk utama bakteri, dan kebersihan tubuh
sangat penting juga untuk mencegah terjadinya infeksi (Hayati, 2020). Karena itu
kebersihan diri ibu sangat penting untuk membantu mengurangi sumber infeksi
dan meningkatkan perasaan nyaman terhadap ibu. Anjurkan ibu untuk menjaga
kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2 kali sehari, mengganti
pakaian serta alas tempat tidur serta lingkungan dimana ibu tinggal (Hayati, 2020)
Menurut Joseph Davey et al., (2020), pembagian stadium HIV/AIDS dibagi
menjadi 4 yaitu sebagai berikut :
1. Stadium pertama (HIV)
Infeksi terjadi pertama dengan cara masuknya HIV dan diikuti terjadinya
perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari yang
negatif menjadi positif. Rentang wktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai
tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window periode. Lama
window period antara 1-3 bulan, bahkan ada yang berlangsung sampai 6
bulan.
2. Stadium kedua
Asimptomatik (tanpa gejala) dimana di dalam organ tubuh terdapat HIV
tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung
selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang terlihat sehat ini
sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain (Nursalam et al. 2018).
3. Stadium ketiga
Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent
Generalized Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja
akan tetapi dapat berlangsung lebih satu bulan.
4. Stadium keempat (AIDS)
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain
penyakit konstitusional, penyakit syaraf, dan penyakit infeksi sekunder.

Saat ini obat antiretroviral sudah tersedia secara luas dan gratis.
Perempuan yang memerlukan layanan PMTCT dapat langsung ke rumah sakit
yang menjadi pusat layanan HIV. Pemberian obat antiretroviral dilakukan
dengan kombinasi sejumlah rejimen obat sesuai dengan pedoman yang
berlaku. Manfaat terapi ARV dalam program PMTCT yaitu untuk
memperbaiki status kesehatan dan kualitas hidup, menurunkan perawatan
rawat inap akibat HIV, menurunkan kematian karena AIDS dan menurunkan
angka penularan HIV dari ibu ke anak. Kriteria pasien yang memulai terapi
ARV pada perempuan hamil sama dengan perempuan yang tidak hamil.
Penanganan infeksi HIV terbaru adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif
(highly active antiretroviral therapy), atau disingkat HAART. Terapi ini telah
sangat bermanfaat bagi orang – orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996,
yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease Inhibitor
(Beesham et al., 2022).
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pentingnya bagi ibu hamil melakukan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui sedini mungkin terdapat suatu penyakit yang dialami agar dapat
menjaga kesejahteraan ibu dan bayi.
Ibu hamil maupun ibu nifas dengan keadaaan positif HIV harus rutin
mengkonsumsi obat HRV, tidak bisa bersalin secara normal dan harus SC, ibu
tidak bisa menyusui bayinya secara langsung, bayi yang baru lahir harus
mengkonsumsi HRV.

2. Saran
a. Bagi Penulis
Penulis dapat meningkatkan keterampian yang dimiliki dalam
melakukan asuhan kebidanan pada kehamilan sesuai dengan standar profesi
bidan dan dapat mengatasi kesenjangan yang timbul antara teori dan praktek
sehingga dapat meningkatkan pengaplikasian teori yang didapat dengan
perkembangan ilmu kebidanan terbaru.

b. Bagi Lahan Praktik


Diharapkan bidan dan tenaga kesehatan lainnya dapat memberikan
asuhan yang menyeluruh serta mendeteksi kelainan secara dini dan
mencegah terjadinya komplikasi dalam pada masa nifas.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, V. S., Sastri, I. G. A. M. W., & Aziza, N. (2018). Pengaruh Pijat


Oksitosin terhadap Involusi Uterus pada Ibu Postpartum. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Sai Betik, 13(2), 168. https://doi.org/10.26630/jkep.v13i2.925
Alam, S., Aeni, S., & Noviani, N. A. (2019). FAKTOR RISIKO KEJADIAN
ANEMIA PADA SUDIANG RAYA KOTA MAKASSAR. 11, 143–155.
Ambelina, S., Yanti, R. S., Sumatera, W., Sumatera, W., & Padang, R. M. D.
(2018). Karakteristik Pasien Bersalin dengan HIV Positif dan Pencapaian
Pemberian ARV Profilaksis pada Bayi Baru Lahir Fetomaternal Division of
Obstetrics and Gynecology Department , Medical Faculty of and Achieving
Provision of ARV Prophylaxis in Newborns Hasil. 152–156.
Beesham, I., Dovel, K., Mashele, N., Bekker, L. G., Gorbach, P., Coates, T. J.,
Myer, L., & Joseph Davey, D. L. (2022). Erratum: Correction to: Barriers
to Oral HIV Pre-exposure Prophylaxis (PrEP) Adherence Among Pregnant
and Post-partum Women from Cape Town, South Africa (AIDS and
behavior (2022) 26 9 (3079-3087)). AIDS and Behavior, 26(9), 3088.
https://doi.org/10.1007/s10461-022-03676-8
Chaerunnisa, Festy, M. M., & Riski, S. (2020). Asuhan Kebidanan Dengan Fokus
Intervensi Pemberian Senam Nifas Terhadap Penurunan Involusi Uteri Pada
Ibu Nifas Normal Di Puskesmas Bayan. Journal of TSJKeb, 5(2), 2503–
2461.
Chandra, F., Junita, D., & Fatmawati, T. Y. (2019). Tingkat Pendidikan dan
Pengetahuan Ibu Hamil dengan Status Anemia. 09, 653–659.
https://doi.org/10.33221/jiiki.v9i04.398
Cuco, R. M., Loquiha, O., Juga, A., Couto, A., Meggi, B., Vubil, A., Sevene, E.,
Osman, N., Temermam, M., Degomme, O., Sidat, M., & Bhatt, N. (2022).
Nevirapine hair and plasma concentrations and HIV-1 viral suppression
among HIV infected ante-partum and post-partum women attended in a
mother and child prevention program in Maputo city, Mozambique. PLoS
ONE, 17(2 February), 1–15. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0261522
Djou, R., & Dewi, T. S. (2019). Suspected case of HIV in postpartum patients
with HSV anomalies : a case report Dugaan HIV pada pasien postpartum
dengan anomali HSV : laporan kasus. Makassar Dental Journal, 8(2), 67–72.
Gluppe, S., Engh, M. E., & Bø, K. (2021). What is the evidence for abdominal
and pelvic floor muscle training to treat diastasis recti abdominis
postpartum? A systematic review with meta-analysis. Brazilian Journal
of Physical Therapy,25(6), 664–675.
https://doi.org/10.1016/j.bjpt.2021.06.006
Hal, V. N., Di, H., Deli, P., Jawak, E. F., Ginting, S., Barus, D. T., & Tarigan, H.
N. (2022). Hubungan Predisposing Factor , Reinforcing Factor Dengan
Penerimaan Tes HIV Ibu Fantanty Jawak E , Ginting S , Tiansa Barus D ,
Novita Tarigan H : 5(2), 362–367.
Harika, R., & Faber, M. (2015). Kenya , Nigeria and South Africa : A Systematic
Review of Data from 2005 to 2015. https://doi.org/10.3390/nu9101096
Hayati, F. (2020). Personal Hygiene pada Masa Nifas. Jurnal Abdimas Kesehatan
(JAK), 2(1), 4. https://doi.org/10.36565/jak.v2i1.62
Joseph Davey, D., Myer, L., & Coates, T. (2020). PrEP implementation in
pregnant and post-partum women. The Lancet HIV, 7(1), e5–e6.
https://doi.org/10.1016/S2352-3018(19)30371-6
Karaçam, Z., & Sağlık, M. (2018). Breastfeeding problems and interventions
performed on problems: Systematic review based on studies made in Turkey.
Turk Pediatri Arsivi, 53(3), 134–148.
https://doi.org/10.5152/TurkPediatriArs.2018.6350
Karimi, F. Z., Sadeghi, R., Maleki-Saghooni, N., & Khadivzadeh, T. (2019). The
effect of mother-infant skin to skin contact on success and duration of first
breastfeeding: A systematic review and meta-analysis. Taiwanese Journal of
Obstetrics and Gynecology, 58(1), 1–9.
https://doi.org/10.1016/j.tjog.2018.11.002
Komar, M., Munawaroh, S., & Isro’in, L. (2020). Asuhan Kebidanan Nifas Pada
Ny. D Dalam Menghadapi Asi Belum Keluar Pada Hari Pertama Pasca
Persalinan. Health Sciences Journal, 4(1), 112–123.
http://studentjournal.umpo.ac.id/index.php/HSJ%0AHUBUNGAN
Lai, B. Y., Yu, B. W., Chu, A. J., Liang, S. B., Jia, L. Y., Liu, J. P., Fan, Y. Y., &
Pei, X. H. (2021). Risk factors for lactation mastitis in China: A systematic
review and meta-analysis. PLoS ONE, 16(5 May), 1–17.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0251182
Landes, M., van Lettow, M., van Oosterhout, J. J., Schouten, E., Auld, A., Kalua,
T., Jahn, A., & Tippett Barr, B. A. (2021). Early post-partum viremia
predicts long-term non-suppression of viral load in HIV-positive women on
ART in Malawi: Implications for the elimination of infant transmission.
PloS ONE, 16(3 March), 1–16. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0248559
Levy, M., Duffy, M., Pearson, J., Akuno, J., Oduong, S., Yemaneberhan, A.,
Coombs, A., Davis, N., Yonga, I., & Kerubo Mokaya, R. (2021). Health and
social outcomes of HIV-vulnerable and HIV-positive pregnant and post-
partum adolescents and infants enrolled in a home visiting team programme
in Kenya. Tropical Medicine and International Health, 26(6), 640–648.
https://doi.org/10.1111/tmi.13568
Malahayati, I., & Sembiring, R. N. S. (2019). Perbandingan Efektifitas Mobilisasi
Dini dan Senam Nifas Terhadap Involusi Uterus pada Ibu Postpartum
Normal di Bidan Praktek Mandiri (BPM) Kota PematangSiantar. Jurnal
Penelitian Kesehatan “SUARA FORIKES” (Journal of Health Research
“Forikes Voice”), 11(1), 34. https://doi.org/10.33846/sf11107
Marista, D., & Nurmala, I. (2022). Penggunaan Kontrasepsi pada Perempuan
dengan HIV di Dunia. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 17(1), 25–34.
https://doi.org/10.14710/jpki.17.1.25-34
Marliani, Siagian, M. (2017). Jurnal Pendidikan dan Konseling. Al-Irsyad,
105(2), 79. https://core.ac.uk/download/pdf/322599509.pdf
Mulyani, S., & Novianti, E. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil
Terhadap Perilaku Pencegahan Penularan HIV/AIDS. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 19(Mei), 33–42.
Muthoharoh, H. (2018). Hubungan Pantang Makanan Pada Ibu Nifas Dengan
Percepatan Involusi Uterus Pada Hari Ke 7 Post Partum. Jurnal Kebidanan,
10(1), 9. https://doi.org/10.30736/midpro.v10i1.59
Nainggolan, A. W., Lumbanraja, S., & Sibero, J. T. (2021). Faktor yang
Memengaruhi Skrinning HIV/AIDS pada Ibu Hamil di Puskesmas Darul
Aman Kabupaten Aceh Timur Tahun 2020. Journal of Healthcare
Technology and Medicine, 7(1), 335–351.
Nintyasari, D. & D. (2018). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Buku Ajar
Asuhan Kebidanan Nifas.
Novika, A. G., & Setyaningsih, D. (2019). Pelaksanaan Layanan Screening
Hiv Aids Pada Ibu Hamil Di Banguntapan Bantul. Prosiding Seminar
Nasional 1(2),211–218.
http://prosiding.respati.ac.id/index.php/PSN/article/view/205
Patel, K., Karalius, B., Powis, K., Kacanek, D., Berman, C., Moscicki, A. B.,
Paul, M., Tassiopoulos, K., & Seage, G. R. (2020). Trends in post-partum
viral load among women living with perinatal HIV infection in the USA: a
prospective cohort study. The Lancet HIV, 7(3), e184–e192.
https://doi.org/10.1016/S2352-3018(19)30339-X
Pramudianti, D. N. (2018). Hubungan Antara Usia Ibu Nifas Dengan
Kejadian Postpartum. Journal of Midwifery and Reproduction, 2(1), 13–18.
Putri, R. D., Novianti, N., & Maryani, D. (2021). Ketidaknyamanan Pada Ibu
Hamil, Bersalin, Dan Nifas. Journal Of Midwifery, 9(1), 38–43.
https://doi.org/10.37676/jm.v9i1.1346
Rahayu, S., & Melyana Nurul W, R. K. D. (2018). Pengaruh Masase Endorphin
terhadap tingkat kecemasan dan involusio uteri ibu nifas. Jurnal Kebidanan.
Vol. 8 No.1. Oktober 2018. p- ISSN.2089-7669. e-ISSN.2621-2870. Jurnal
Kebidanan, 8(1), 29–36.
Rana, R., McGrath, M., Gupta, P., Thakur, E., & Kerac, M. (2020). Feeding
interventions for infants with growth failure in the first six months of life: A
systematic review.Nutrients,12(7),1–30. https://doi.org/10.3390/nu12072044
Ratnafuri, V., Astuti, D., & Dyah P, F. (2019). Mobilisasi Dini Percepatan Proses
Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Post Partum Di Ruang Bersalin (VK)
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.
Journal of Nursing and Health, e4(2), 47–55.
Rosdiana, R., Anggraeni, S., & Jamila, J. (2022). Pengaruh Senam Nifas Dan
Mobilisasi Dini Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum. Jurnal Ilmu
KeperawatanDanKebidanan,13(1),98.
https://doi.org/10.26751/jikk.v13i1.1276
Saputri, E. M. (2019). Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Asuhan Kebidanan Ibu
Nifas,10(1),29–37.http://ilkeskh.orghttp//e-journal.akbid-purworejo.ac.id/
index.php/jkk20/article/view/156/index.php/ilkes/article/vie w/89
Selano, M. K. (1967). Studi Fenomenologi Pelaksanaanprogram Prevention of
Mother To Child Transmission of Hiv/Aids (Pmtct). Gastronomía
Ecuatoriana y Turismo Local., 1(69), 5–24.
Sendra, E., Setyarini, A. I., & Rahmaningtyas, I. (2020). STUDI KUALITATIF
POLA BERPASANGAN (Sexual Partnership) PADA PUS DALAM
PENCEGAHAN PENULARAN HIV DI KOTA KEDIRI. Jurnal Pendidikan
Kesehatan, 9(1), 73. https://doi.org/10.31290/jpk.v9i1.1500
Simangunsong, D. E., Sianipar, K., & Purba, J. (2020). Perilaku dan Persepsi
Keyakinan Ibu Hamil Terhadap Screening HIV di Kota Pematangsiantar.
Jurnal Penelitian Kesehatan “SUARA FORIKES” (Journal of Health
Research “Forikes Voice”), 11(2), 202. https://doi.org/10.33846/sf11222
Soares, M. M., Silva, M. A., Garcia, P. P. C., da Silva, L. S., da Costaz, G. D.,
Araújo, R. M. A., & Cotta, R. M. M. (2019). Efect of vitamin A
suplementation: A systematic review. Ciencia e Saude Coletiva, 24(3), 827–
838. https://doi.org/10.1590/1413-81232018243.07112017
Suriati, I., & Auliah, D. (2019). Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Inisiasi
Menyusui Dini Pada Ibu Nifas Bersalin Normal. Voice of Midwifery, 9(1),
833–839. https://doi.org/10.35906/vom.v9i1.93
Suryanti, Y., Restianda, L., & Arzella, S. (2021). Penyuluhan Konseling Mitos
Dan Fakta Masa Nifas. Community Development Journal : Jurnal
PengabdianMasyarakat,2(2),418–423.
https://doi.org/10.31004/cdj.v2i2.1856
Susilawati, S., & Septikasari, M. (2019). Identifikasi Psikologis Ibu Nifas Dengan
Human Immunodeficiency Virus (Hiv) Di Cilacap. Siklus : Journal Research
MidwiferyPoliteknikTegal,8(1),1.https://doi.org/10.30591/siklus.v8i1.1211
Widya Sari1, I., & Anggraini, R. (2019). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
Normal Kunjungan Ii (4-6 Hari) Di Bpm Deliana Pekanbaru Tahun 2019.
ProsidingHangTuahPekanbaru,2012,31–42.
https://doi.org/10.25311/prosiding.vol1.iss1.13
Yator, O., Mathai, M., Albert, T., & Kumar, M. (2021). Burden of HIV-Related
Stigma and Post-Partum Depression: A Cross-Sectional Study of Patients
Attending Prevention of Mother-to-Child Transmission Clinic at Kenyatta
National Hospital in Nairobi. Frontiers in Psychiatry, 11(February), 1–12.
https://doi.org/10.3389/fpsyt.2020.532557

Anda mungkin juga menyukai