Anda di halaman 1dari 69

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia. Orang yang terinfeksi HIV, sebagian akan

berkembang menjadi AIDS dalam kurun waktu 3 tahun pertama. Sesudah 10

tahun akan menunjukan gejala AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome

(AIDS) adalah kumpulan berbagai gejala menurunnya kekebalan tubuh yang

disebabkan oleh infeksi HIV (Kemenkes, 2017). Akibat menurunnya sistem

kekebalan akan sangat mudah terserang berbagai penyakit infeksi (infeksi

oportunistik) yang sangat berakibat fatal sampai kematian (Kemenkes, 2014).

HIV/AIDS adalah penyakit menular yang menduduki peringkat pertama

sebagai target indikator Sustainable Development Goals (SDGs) 2030

(Global Health Observatory, 2017).

Tahun 2016, diperkirakan 36,7 juta orang di dunia hidup dengan

HIV/AIDS (WHO, 2017). Estimasi 3,5 juta orang berada di Asia Tenggara,

dimana 99% nya terdapat di lima negara yaitu India, Indonesia, Myanmar,

Nepal, Thailand (Ananworanich et al, 2016, h.1). HIV/AIDS mengakibatkan

kematian yang tinggi (Ibrahim, Mardiah, Priambodo, 2014, h.11) yaitu

sebesar 1,1 juta kematian di dunia pada tahun 2015 (UNAID, 2016). Tahun

2015, Indonesia dilaporkan sebanyak 6373 kasus AIDS, sedangkan dari bulan

Januari sampai Maret 2016 jumlah kasus AIDS tercatat ada 305 orang

1
2

(Depkes RI, 2016). Jawa Tengah kasus HIV/AIDS sebanyak 1467/1296

(BPS Jateng, 2016). Kabupaten Batang tahun 2015 HIV/AIDS positif ada

630 orang.

HIV/AIDS ditularkan melalui hubungan seks, penggunaan jarum suntik

bergantian, transfusi darah, dan penularan dari ibu ke anak (perinatal)

(Kemenkes, 2016, h.170). Penularan HIV dari Ibu ke Anak dapat terjadi

selama masa kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui (Permenkes RI

Nomor 51 Tahun 2013, h.3). Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam

kehidupan ibu serta dapat menularkan virus kepada bayinya (Permenkes RI,

2013, h.5). Bayi yang terinfeksi HIV akan mengalami keterlambatan

perkembangan, kesehatan fungsional, dan malnutrisi (Sofiyanti, 2016, h.148).

Upaya preventife / penularan HIV/AIDS ibu ke anak dilakukan melalui

Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) yang

terintegrasi dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak di fasilitas pelayanan

kesehatan (Permenkes, 2013. h.5). Khususnya di Puskesmas sebagai falisitas

kesehatan tingkat pertama. Kegiatan PPIA meliputi pemeriksaan diagnostis

HIV yaitu dengan tes (sreening) HIV/AIDS dan konseling. Screening dan

konseling dianjurkan sebagai bagian dari pemeriksaan laboratorium rutin saat

pemeriksaan antenatal care (ANC) atau menjelang persalinan (Permenkes RI,

2013, h.12). Screening HIV/AIDS bertujuan menurunkan kasus HIV

serendah mungkin, menurunkan jumlah infeksi HIV baru, mengurangi stigma

dan diskriminasi, serta menurunkan kematian akibat AIDS (Getting to Zero)

(Permenkes, 2013, .h.9 ).


3

Secara global, setiap tahun diperkirakan 1,4 juta ibu hamil positif

terinfeksi HIV (WHO,2017). Tahun 2015 di Indonesia dari 250 ribu wanita

terinfeksi HIV dimana 9 % nya adalah ibu hamil (UNAIDS, Unicef, WHO,

ADB, 2015). Jumlah kasus AIDS yang dilaporkan tertinggi adalah pada ibu

rumah tangga sebanyak 10.626 (Kemenkes, 2016). Tahun 2016 di Jawa

Tengah prevalensi ibu hamil terinfeksi HIV yang berkunjung di PPIA

sebanyak 121 orang. Kabupaten Batang penemuan kasus ibu hamil dengan

HIV positif sebanyak 6 orang (SIHA, 2016). Data register ibu hamil di

Puskesmas Batang III pada bulan April 2017 ada sebanyak 239 ibu hamil,

dimana 26 orang ibu hamil melakukan screening HIV/AIDS, dan keseluruhan

hasilnya negatif.

HIV/AIDS dipengaruhi gaya hidup salah satunya adalah seksbebas.

Jumlah perempuan terinfeksi HIV terus meningkat seiring meningkatnya

jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak aman, sehingga

menularkan pada pasangan seksualnya (Sofiyanti, 2016, h.148). Ibu rumah

tangga menjadi kelompok beresiko tertularnya HIV. Apalagi ibu rumah

tangga saat kondisi hamil. Hal ini mendasari kenapa perlunya pendidikan

tentang HIV pada ibu hamil, sehingga penularan HIV/AIDS dari ibu ke

bayinya bisa dihentikan (Depkes, 2016)

Salah satu upaya pencegahan HIV/AIDS terutama pada ibu hamil dapat

dilakukan dengan memberikan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)

sedini mungkin kepada ibu hamil. Pendidikan tersebut bisa dilakukan melalui

pendidikan kelompok umur sebaya atau peer group. Peer group bertujuan

untuk memberikan problem solving, memberikan dukungan spiritual dan


4

emosional, mendidik ibu hamil tentang upaya pencegahan penularan ibu ke

anak, melatih menjadi role model (Mc Leish, Redshaw, 2016). Peer group

pada kelas ibu hamil dapat dilakukan satu minggu sekali, dengan alokasi

waktu 60 menit untuk kelompok dapat berlatih. Kegiatan peer group seperti

pendidikan kesehatan tentang HIV/AIDS, senam ibu hamil, screening

HIV/AIDS. Mereka bisa berdiskusi di lingkungan belajar yang santai pada

pelayanan kesehatan setempat/Puskesmas. Kelas peer group dipimpin oleh

seorang mentor. Peran utama mentor peer group adalah membantu anggota

kelompok mendapatkan informasi baru, pengalaman dan pengetahuan.

Mentor juga mampu memberikan pesan penting, ikatan emosional dan

konsekuensi sosial. Melalui peer group ini dapat memberikan motivasi

terutama pada ibu hamil untuk melakukan deteksi dini/screening HIV.

Diharapkan anggota peer group dapat segera melakukan tes HIV / screening

dengan cepat. Sehingga pengujian dan kemungkinan mendapatkan hasil

positif dan intervensi tes HIV yang efektif (Murray. et.al., 2017, h.1)

Screening sangat penting sekali dilakukan pada ibu hamil untuk deteksi

dini infeksi HIV. Hasil screening dapat digunakan untuk menentukan

intervensi yang tepat dalam upaya pencegahan penularan dari ibu ke bayinya.

Sedikitnya ibu hamil yang melakukan screening HIV/AIDS di Puskesmas

Batang III yaitu 0,108%, disebabkan karena kurangnya informasi yang tepat

tentang HIV/AIDS. Berdasarkan fenomena yang peneliti temukan ibu hamil

merasa takut akan hasil yang akan didapat setelah dilakukan screening. Salah

satu upaya untuk memotivasi ibu hamil untuk melakukan screening adalah

dengan pendidikan kesehatan peer group. Berdasarkan data-data fenomena di


5

atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Pengaruh Pendidikan

Kesehatan Peer Group Terhadap Motivasi Ibu Hamil Untuk Melakukan

Screening HIV/AIDS di Puskesmas Batang III.

Di Puskesmas Batang III kegiatan PPIA antara lain dalam bentuk

kegiatan kelas ibu hamil yang diselenggarakan di enam Desa di wilayah kerja

Puskesmas Batang III, dengan kelas ibu hamil dan jumlah ibu hamil yang

mengikuti sebanyak.. orang. Untuk petugas yang berpartisipasi dalam

kegiatan kelas ibu hamil adalah bidan desa wilayah setempat dibantu bidan

puskesmas. Kegiatan yang dilakukan dalam kelas ibu hamil meliputi senam

hamil, pengisian materi seputar kehamilan dan persalinan, pemberian

makanan dengan menu seimbang. Kegiatan yang dilakukan pada kelas ibu

hamil dari waktu ke waktu terkesan monoton dan kurang inovasi untuk ibu

hamil.

Pentingnya mengetahui status kesehatan ibu hamil, adalah dilakukan

pemeriksaan kesehatan secara teratur selama kehamilan. Menjadi sangat

penting pada ibu hamil untuk memeriksakan status HIV-nya. Tidak hanya

sekedar diperiksa HIV-nya. Tapi bagaimana bisa menciptakan inovasi yang

mampu menarik minat ibu hamil dan menjadi kebutuhan ibu hamil karena

merasa penting untuk segera mengetahui status HIV dengan melakukan tes

screening HIV. Dalam upaya menciptakan inovasi tersebut kita menggunakan

metode peer group dalam penyampaian materi seputar HIV sehingga ibu

hamil dapat lebih mengetahui seputar HIV/AIDS. Peer group ini akan

dipimpin oleh seorang ibu hamil yang telah melakukan screening HIV.
6

Dalam kegiatan peer group tersebut ibu hamil dapat berdiskusi dan akan

berbagi pengalaman.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh

pendidikan kesehatan peer group terhadap motivasi ibu hamil untuk

melakukan screening HIV/AIDS di Puskesmas Batang III?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh pendidikan kesehatan peer group terhadap motivasi ibu hamil

untuk melakukan screening HIV/AIDS di Puskesmas Batang III.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a. Mengetahui motivasi ibu hamil melakukan screening HIV/AIDS

sebelum dilakukan pendidikan kesehatan peer group.

b. Mengetahui motivasi ibu hamil melakukan screening HIV/AIDS

sesudah dilakukan pendidikan kesehatan peer group.

c. Mengetahui pengaruh motivasi ibu hamil melakukan screening

HIV/AIDS sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan

peer group.
7

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini bermanfaat untuk:

1. Peneliti

Penelitian yang akan dilakukan ini sebagai aplikasi metodologi penelitian

dan asuhan keperawatan maternitas.

2. Responden

Penelitian yang akan dilakukan ini bermanfaat untuk memberikan

motivasi ibu hamil dalam melakukan screening HIV/AIDS sehingga ibu

hamil mengetahui status HIV-nya.

3. Profesi Keperawatan

Penelitian yang akan dilakukan ini bermanfaat untuk memperbaiki

program kerja profesi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

maternitas terutama pada ibu hamil sebelum dan sesudah mengetahui

status HIV-nya.

4. Institusi Pendidikan Keperawatan

Penelitian yang akan dilakukan ini bermanfaat untuk menambah

wawasan dan sebagai referensi mahasiswa dan pengajar serta menjadikan

bahan kajian untuk penelitian selanjutnya.

5. Institusi Dinas Kesehatan

Penelitian yang akan dilakukan ini bermanfaat sebagai bahan pemikiran

untuk membuat kebijakan menurunkan angka kejadian HIV/AIDS

terutama pada ibu hamil.


8

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini belum dilakukan sebelumnya, tetapi ada beberapa

penilitian sebelumnya yang berkaitan dengan VTC atau screening,

HIV/AIDS, Ibu hamil diantaranya sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Sofidah dan Siti Yulia Stikes

Muhammadiyah Pekajangan 2013, tentang Pengaruh Voluntary

Counselling and Testing (VCT) terhadap Kepatuhan Wanita Pekerja Seks

(WPS) untuk menggunakan Kondom Wanita dalam Upaya Pencegahan

Penyakit HIV/AIDS di Lokalisasi Boyongsari Kecamatan Batang

Kabupaten Batang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif

dengan menggunakan desain penelitian pra-eksperimental dengan

variabel bebas VCT dan variabel terikat kepatuhan WPS menggunakan

kondom.Penelitian ini menggunakan pendekatan one group pretest-

postest. Pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling

dengan total populasi 57 (lima puluh tujuh) wanita pekerja seks

dilokalisasi Boyongsari Kecamatan Batang Kabupaten Batang.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rizka Ayu Setyani, USM Surakarta,

2016, mengenai Intervensi Peer Education at Community Level Terhadap

Pemahaman, Penerimaan, dan Penggunaan Kondom Wanita Pada Wanita

Pekerja Seks di Kota Surakarta. Desain penelitian menggunakan

explanatory sequential mixed method. Lokasi penelitian di Kota

Surakarta pada bulan Agustus dan September 2016. Subyek perlakuann

sebanyak 110 wanita pekerja seks dan 120 wanita pekerja seks subjek

kontrol, serta 13 wanita pekerja seks sebagai informan, dengan informan


9

kunci yaitu pelanggan, mucikari, peer educator, dan Komisi

Penanggulangan AIDS. Analisis data kuantitatif menggunakan uji

Wilcoxon signed rank test, Mann-Whitney U test, dan path analysis

sedangkan data kualitatif dengan content analysis Miles and Huberman.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ranandhika Tri Rohmadi Wisnu

Permana, Stikes Aisyiyah 2014, mengenai Pengaruh Pendidikan

Kesehatan melalui Peer Group terhadap Sikap Remaja Tentang

HIV/AIDS di SMAN2 Bantul Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah Pre

Eksperimen dengan tidak menggunakan kelompok kontrol. Metode

Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan skala Likert. Teknik

sampling yang digunakan adalah cluster sampling dengan jumlah

responden 17 siswa kelas XI di SMAN 2 Bantul.

Penelitian yang akan peneliti lakukan berbeda dengan penelitian-

penelitian di atas karena penelitian yang akan peneliti lakukan merupakan

penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian quasi

eksperiment dengan variabel bebas pendidikan kesehatan peer group dan

variabel terikat motivsi ibu hamil. Pengambilan sampel dengan menggunakan

porposive ampling dengan total populasi 15 (lima belas) ibu hamil yang

belum pernah dilakukan screening HIV /AIDS di Puskesmas Batang III.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian

Menurut Nursalam (2012, h.194), Pendidikan kesehatan adalah

sebuah bentuk kegiatan atau pelayanan di rumah sakit atau luar rumah

sakit dan tempat layanan publik lainnya seperti tempat ibadah, sekolahan,

panti wreda, unit kesehatan bergerak, pusat kesehatan ibu dan anak,

tempat penampungan, organisasi pemeliharaan kesehatan (asuransi) dan

organisasi masyarakat.

Dalam kegiatan pendidikan kesehatan tidak saja memberikan

informasi kesehatan saja yang lebih penting adalah menciptakan kegiatan

yang bertujuan dapat memandirikan masyarakat sehingga mampu

mengambil keputusan berkaitan dengan masalsah kesehatan yang

dihadapi.

2. Tujuan

Tujuan pendidikan kesehatan adalah meningkatkan perilaku sehat

individu atau masyarakat, pencegahan penyakit, pengelolaan penyakit

kronis dan pengetahuan yang relevan sehingga memiliki strategi

pemeliharaan derajat kesehatan.

Pada dasarnya pendidikan kesehatan adalah upaya untuk

meningkatkan derajat kesehatan (kesejahteraan), menurunkan

10
11

ketergantungan serta memberikan kesempatan untuk mengaktualisasi

dirinya dalam mempertahankan status kesehatan yang optimal.

Menurut Subargus (2011, h.73), tujuan pendidikan kesehatan

adalah mengembangkan tiga domain perilaku, yaitu kognitif (cognitive

domain), afektif (affective domain) dan psikomotor (phsycomotor

domain).

Gambar 3.1
Tujuan Pendidikan Kesehatan

3. Hakikat Pendidikan Kesehatan

Hakikat pendidikan kesehatan meliputi (Nursalam dan Efendi,

2008, hh.195-196):
12

a. Suatu bentuk pemecahan masalah kesehatan dengan metode

pendekatan pendidikan kesehatan.

b. Salah satu bentuk penerangan pendidikan dalam upaya

pemecahan suatu masalah kesehatan dalam masyarakat.

c. Kegiatan yang bertujuan membantu individu, keluarga atau

masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk

mencapai kesehatan yang optimal.

d. Dalam pendidikan terjadi proses perkembangan dan perubahan ke

arah yang lebih baik.

e. Hal penting dalam pendidikan kesehatan di komunitas adalah

peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan kesehatan yang

mengharuskan klien memahami tentang pemeliharaan kesehatan.

4. Faktor-faktor Predisposisi

Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) antara lain

Nursalam dan Efendi, 2008, hh.197):

a. Pengetahuan dan sikap masyarakat tentang kesehatan

b. Tradisi dan kepercayaan masyarakat berkaitan dengan masalah

kesehatan

c. Sistem nilai yang diyakini dan dianut masyarakat

d. Tingkat pendidikan

e. Tingkat social dan ekonomi

5. Faktor-faktor Pendukung

Faktor-faktor Pendukung (enabling factors) terkait sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat seperti air


13

bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja, makanan bergizi.

Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas,

rumah sakit, poliklinik, posyandu, dokter praktek swasta (BPS).

6. Faktor-faktor Penguat

Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) antara lain: sikap dan

perilaku dari tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan dan

pemerintah. Termasuk juga kebijakan atau aturan yang mendasari

seperti undang-undang, peraturan baik pusat ataupun daerah yang

mengatur masalah kesehatan.

7. Model Pendidikan Kesehatan

Model pendidikan kesehatan yang bisa digunakan perawat

antara lain meliputi:

a. Model Perilaku Individu

Faktor penentu dari perilaku preventif menggunakan dua model

yaitu:

1) Model nilai kesehatan berfokus pada orientasi pencegahan

penyakit spesifik, yang bertujuan untuk promosi peningkatan

perilaku sehat daripada menanggulangi penyebabnya.

2) Model promosi kesehatan berfokus pada prediksi perubahan

perilaku akibat promosi kesehatan dan merupakan modifikasi

dari model nilai kesehatan.

b. Model Pemberdayaan Masyarakat


14

Model pemberdayaan masyarakat berfokus pada komunikasi,

informasi, dan edukasi (KIE) yang ditujukan kepada individu,

keluarga, dan kelompok.

Strategi yang digunakan dalam KIE meliputi :

1) Pembelajaran pemecahan masalah (problem solving)

2) Memperluas jaringan kerja (networking)

3) Negosiasi dengan pihak terkait (negotiating)

4) Pendekatan untuk mempengaruhi orang lain (lobbying)

5) Pencarian informasi (information seeking)

6) Meningkatkan derajat kesehatan

Gambar 2.2
Kerangka Kerja Model Pendidikan Kesehatan
15

8. Rencana Pendidikan Kesehatan di Komunitas

Pendidikan kesehatan adalah proses belajar yang dialami

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang mempunyai tujuan

akhir adalah terjadinya perubahan perilaku. Perilaku terbagi dalam

tiga domain antara lain:

a. Domain kognitif (pengetahuan)

Domain kognitif (pengetahuan) merupakan hasil atau tahu.

Pengetahuan mempunyai tingkatan meliputi: tahu (know),

memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis

(analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation)

b. Domain proses adopsi perilaku

Proses mengadopsi perilaku meliputi: kesadaran (awareness),

tertarik (interest), evaluasi (evaluation), mencoba (trial), adopsi

(adoption).

c. Domain sikap

Merupakan respon yang sifatnya masih tertutup terhadap stimulus

atau obyek. Ada empat tingkatan sikap meliputi: menerima

(receiving), merespon (responding), menghargai (valuing),

bertanggungjawab (responsible).

d. Beberapa metoda/teknik yang digunakan dalam pendidikan

kesehatan antara lain (Subargus, 2011, hh.79-121):

1) Diskusi Kelompok Kecil

Diskusi kelompok kecil adalah suatu teknik diskusi bertujuan

saling tukar pendapat, ide dengan cara bertatap muka diantara


16

anggota atau peserta kelompok yang terdiri antara 5 sampai 20

orang.

Ciri-ciri metoda ini diantaranya :

a) Memungkinkan interaksi dan saling merangsang diantara

pesertanya.

b) Peserta ikut berpartisipasi aktif menyumbang ide,

pendapat ataupun fakta.

c) Melatih peserta untuk berfikir secara kelompok dan

merasakan status atau kedudukan yang sama sebagai

peserta

d) Memungkinkan tumbuhnya jiwa kepemimpinan.

e) Memperluas pandangan, mampu menerima pengertian

diantara peserta sehingga mempertajam konsep-konsep.

f) Melatih kemampuan menjadi pendengar yang baik, serta

mampu mengungkapkan argumentasi.

Metode ini dipilih dengan maksud sebagai berikut :

a) Mengidentifikasi masalah atau issue yang menjadi

kepentingan bersama

b) Meningkatkan kesadaran atau awareness terhadap

masalah yang menjadi kepentingan bersama

c) Menyediakan informasi dan pengetahuan

d) Memotivasi kelompok untuk melakukan suatu action

e) Mempertajam konsep peserta kelompok sehingga mampu

mengemukakan pendapat
17

Metoda ini berguna apabila jumlah kelompok yang cukup kecil

dimana memungkinkan untuk setiap peserta terlibat dalam

sebuah diskusi.

2) Ceramah

Adalah suatu metode dimana kita menerangkan atau

menyampaikan materi/informasi secara lisan dan disertai

diskusi atau tanya jawab kepada sekompok pendengar dan

dibantu media atau alat peraga yang dibutuhkan.

Ciri-ciri ceramah:

a) Ada sekelompok pendengar yang sudah dipersiapkan

b) Ada suatu ide, pesan, pengertian, yang akan disampaikan

secara lisan

c) Ada kesempatan bertanya bagi pendengar dan akan

dijawab oleh penceramah

d) Ada alat peraga yang dipakai untuk membantu penjelasan

3) Dialogue

Adalah sebuah diskusi yang dilakukan oleh dua orang yang

mempunyai kemampuan atau pengetahuan cukup tentang suatu

topik dan berkomunikasi dengan baik dilakukan didepan

sekelompok pendengar yang disebut dialogue.

Metode dialogue digunakan untuk:

a) Menyajikan fakta, pendapat, pandangan dengan cara yang

informal dan dikemas dalam suatu bentuk pembicaraan.

b) Menumbuhkan minat terhadap topic yang dibahas


18

c) Lebih memusatkan perhatian terhadap masalah yang

dihadapi

d) Menumbuhkan keinginan dan motivasi untuk lebih kreatif

e) Terkadang dialogue mampu menyingkirkan kontroversi

sehingga lebih berfikir secara rasional.

4) Diskusi Panel

Adalah suatu pembicaraan yang dilakukan olah beberapa orang

(3 sampai 6 orang) terpilih, dibawah arahan seorang moderator

dan dilakukan didepan sekumpulan pendengar atau disebut

panel diskusi.

Ciri dinamik dari diskusi panel antara lain :

a) Suasana bisa formal maupun informal

b) Pembatasan pembicaraan bisa diatur oleh panelis atau

moderator

c) Tidak ada pengarahan mutlak dari moderator karena

panelis berhak menolak atau menampik pertanyaan dan

arahan.

d) Memungkinkan interaksi yang baik antara panelis

e) Bisa berpusat pada beberapa masalahdan sudut pandang,

perbedaan fakta dan sikap terhadap suatu persoalan.

5) Brain Storming

Adalah suatu kegiatan pemecahan masalah yang terdiri atas

kelompok kecil yang terdiri dari 6 orang, biasanya waktu yang

dibutuhkan sekitar 1 jam atau tergantung permasalahan.


19

Kegiatan dibantu alat peraga seperti papan tulis atau flipchart,

kapur atau spidol untuk tiap kelompok dan dilakukan disuatu

tempat yang seleluasa mungkin sehingga peserta dapat

bergerak bebas.

Tujuan nya antara lain meliputi :

a) Merangsang munculnya pendapat dan mengumpulkan

sebanyak-banyaknya saran untuk pemecahan masalah

dengan menghindari timbulnya kritik

b) Mengembangkan ketrampilan dalam pemecahan masalah

secara kreatif (creative problem solving)

6) Johari Window

Adalah suatu pengalaman dalam pembukaan diri dan umpan

balik serta bertujuan memberikan kesempatan untuk mengolah

informasi tentang diri mereka berdasarkan azas keterbukaan

dan umpan balik. Besar kelompok terdiri 8 sampai 12 anggota

dengan alokasi waktu sekitar 2 jam serta penataan ruangan

dibuat melingkar. Bahan yang perlu disiapkan adalah Spidol

dan flipchart, pensil atau bolpen, serta lembaran Johari

Window Self Knowledge and Recording Sheet dan Feedback

Sheet untuk tiap peserta.

7) Latihan Kepemimpinan (Leardership Exercise)

Dibagi menjadi dua kelompok besar, dimana satu kelompok

duduk dalam lingkaran dan anggota yang lain mengamati

dalam lingkaran lebih luar. Kelompok diberikan tugas untuk


20

menyelesaikan suatu permasalahan sedangkan para pengamat

diberikan pedoman pengamatan.

8) Team Work Exercise

Adalah latihan kekompakan kelompok yang disusun atas

beberapa kelompok yang terdiri dari 6 peserta. Tiap kelompok

diberikan amplop-amplop yang berisi potongan kertas.

9) Mencari Konsensus

Adalah suatu himpunan tugas-tugas yang bertujuan

menumbuhkan tingkah laku yang efektif dalam mencari

konsensus dalam kelompok dan menelaah konsep

keterpaduan dan saling menunjang sehubungan dengan hasil-

hasil pengambilan keputusan oleh suatu kelompok. Jumlah

peserta antara 5 sampai 12 peserta dalam ruangan yang sama

dimana kelompok duduk dalam lingkaran di sekeliling meja

dengan alokasi waktu sekitar satu jam.

10) Klinik Desas-Desus

Adalah suatu ilustrasi penyimpangan komunikasi bertujuan

menggambarkan terjadinya penyimpangan dalam komunikasi

menyampaikan keterangan, sejak awal sumber pertama melalui

beberapa mata rantai sampai terakhir tujuannya. Besar

kelompok sekitar 6 orang peserta, dengan penonton yang tidak

dibatasi. Bahan yang perlu disiapkan adalah berita atau pesan

yang akan disampaikan (dalam bentuk rekaman, lukisan, atau

gambar), formulir pengamatan, tape recorder.


21

11) Ilustrasi tentang Persepsi

Bertujuan agar peserta memperoleh gambaran tentang

persepsi, peserta juga dapat memahami dan membahas

fenomena persepsi dalam komunikasi dan kehidupan di

masyarakat. Jumlah peserta antara 5 sampai 20 orang.

12) Trio Pendengar

Adalah suatu bentuk latihan komunikasi yang bertujuan

mencapai pengertian tentang perlunya saling mendengarkan.

Terdiri dari kelompok-kelompok kecil dengan peserta 3 orang

dengan daftar bahan diskusi untuk tiap trio atau tiga peserta.

Masing-masing trio duduk atau berdiri agak terpisah sehingga

tidak saling menganggu.

13) Interaksi Status

Mempunyai tujuan agar peserta dapat meresapkan pengarah

perbedaan status dalam interaksi manusia dalam kelompok

serta akibatnya terhadap pola komunikasi. Besarnya kelompok

terdiri dari 6 sampai 12 orang peserta, dengan alokasi waktu

sekitar 1 jam.

14) Latihan Menggalakkan Kekuatan (Strength Bombardment

Technique)

Mempunyai tujuan agar peserta mengetahui segi positif dalam

dirinya sehingga memperoleh umpan balik dan dorongan

positif dari peserta lainnya.


22

Terdiri dari kelompok kecil dengan jumlah peserta 5 sampai 10

orang. Jika jumlah peserta banyak dapat dibuat beberapa

kelompok dengan satu orang pengarahan atau fasilitator.

Semua duduk dalam lingkaran dengan waktu sekitar satu jam.

15) Inventarisasi Gaya Belajar untuk Proses Pemecahan Masalah

Proses pemecahan masalah setiap individu pada dasarnya

memiliki empat tahap yang berbeda, antara lain:

a) Kaum concrete experience (CE) adalah indivdu yang

memulai siklusnya dari pengalaman nyata

b) Kaum reflective observation (RO) adalah individu yang

memulai siklusnya dengan melihat refleksi atau gambaran

dari hasil observasinya.

c) Kaum abstract conceptualization (AC) adalah individu

yang mengatasi masalah nya dengan pemikiran atau

penganalisaan.

d) Kaum trial and errors adalah mereka yang memulai

siklusnya dengan mencoba-coba..

9. Media Pendidikan Kesehatan

Media pendidikan kesehatan merupakan saluran komunikasi

yang digunakan untuk mengirimkan pesan kesehatan. Media yang bisa

digunakan yaitu :

a. Media elektronik seperti radio, televise, internet, telephone.

b. Media cetak seperti majalah, koran, spanduk, poster, leaflet,

booklet.
23

c. Media lain seperti surat.

10. Evaluasi Pendidikan Kesehatan

a. Evaluasi belajar klien

Evaluasi dilakukan selama proses dan akhir pembelajaran.

b. Evaluasi Aspek Psikomotor

Evaluasi dilakukan dengan cara mengobservasi bagaimana klien

melaksanakan prosedurnya.

Pendidikan Kesehatan dievaluasi menggunakan aspek seperti

input, proses, output, outcomes dan impact serta 5W 1H.

c. Evaluasi Mengajar Intervensi Keperawatan

Evaluasi mencakup pertimbangan seperti waktu, strategi

mengajar, jumlah informasi, dan apakah mengajar cukup berguna.

B. Peer Group

1. Pengertian

Peer Group atau dukungan rekan sebaya didefinisikan sebagai

proses pemberian dan penerimaan bantuan nonprofessional dari individu

yang memiliki kondisi atau keadaan serupa untuk mendapatkan

pemulihan jangka panjang dari masalahnya. (Wallace, Tracy, 2016)

Dukungan social terdiri dari informasi secara verbal maupun

nonverbal, bantuan nyata dan tindakan yang memberikan manfaat

emosional bagi pihak penerima.

Dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dan melindungi orang

tersebut dari efek negative karena stress berat. Orang dengan dukungan
24

social tinggi akan mengubah respon mereka terhadap sumber stress

dengan kegiatan lebih positif seperti diskusi atau membicarakan dengan

teman tentang masalahnya. (Nursalam, 2013)

Menurut Mc Leish, Redshaw, 2016 peer group mempunyai tujuan

antara lain memberikan problem solving, memberikan dukungan spiritual

dan emosional, mendidik ibu hamil tentang upaya pencegahan penularan

ibu ke anak, melatih menjadi role model. Peer group pada dapat

dilakukan satu minggu sekali, dengan alokasi waktu 60 mnt untuk

kelompok dapat berlatih. Kelas peer group dipimpin oleh seorang

mentor. Peran utama mentor peer group adalah membantu anggota

kelompok mendapatkan informasi baru, pengalaman dan pengetahuan.

Mentor juga mampu memberikan pesan penting, ikatan emosional dan

konsekuensi sosial

Kegiatan peer group seperti pendidikan kesehatan tentang

HIV/AIDS, senam ibu hamil, screening HIV/AIDS. Mereka bisa

berdiskusi di lingkungan belajar yang santai pada pelayanan kesehatan

setempat/Puskesmas.

Edukasi Kelompok adalah penyampaian informasi yang berkaitan

dengan HIV AIDS yang diberikan kepada satu kelompok dengan anggota

sekitar 10 sampai 15 orang.(Depkes 2007, h.5)

Kelompok Khusus adalah sekelompok individu atau masyarakat

yang mempunyai kesamaan keadaan fisik, mental maupun social budaya

dan perlu mendapatkan bantuan, bimbingan dan layanan kesehatan dan


25

asuhan keperawatan, karena kurangnya kemampuan dan pengetahuan

terhadap dirinya. (Dermawan 2012,h.29)

2. Tujuan

Secara umum perawatan terhadap kelompok khusus ini bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan peserta kelompok terkait derajat

kesehatannya, serta lebih mengutamakan promotif dan preventif tetapi

tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitasi dengan pendekatan

pemecahan masalah melalui proses keperawatan (Dermawan, 2012,

h.29).

Tujuan khusus dari asuhan keperawatan kelompok khusus dapat

meningkatkan peserta kelompok dalam hal antara lain:

a. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan sesuai tipe

kelompok

b. Menyusun rencana asuhan keperawatan atau kesehatan yang

dihadapi berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok

c. Meningkatkan kemampuan dalam merawat diri mereka sendiri

d. Mengurangi ketergantungan dalam pemeliharaan diri

e. Meningkatkan produktifitas sehingga lebih banyak berbuat positif

dalam rangka meningkatkan kemampuan diri

C. Motivasi

1. Pengertian

Uno (2007) dalam Nursalam (2012), motivasi didefinisikan sebagai

dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang ditandai


26

dengan adanya hasrat/minat untuk melakukan kegiatan,

dorongan/kebutuhan, harapan/cita-cita, penghargaan/penghormatan atas

diri sendiri, lingkungan dan kegiatan yang menarik.

Menurut Notoatmodjo (2010, h.119), motivasi adalah dorongan

dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku.

Batasan pengertian motivasi meliputi:

a. Motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang mendorong

untuk melakukan tindakan atau perilaku.

b. Pengertian motivasi dalam organisasi adalah setiap usaha yang

didasarkan untuk mempengaruhi perilaku seseorang dalam rangka

mencapai tujuan organisasi yang maksimal.

Dari beberapa pengertian dan batasan motivasi diatas bisa

disimpulkan motivasi adalah alasan untuk bertindak dalam rangka

memenuhi kebutuhan.

2. Ciri-ciri Motivasi

Menurut Wijayaningsih (2014), ciri-ciri motivasi meliputi:

a. Motif bersifat majemuk, dimana dalam perbuatan bisa didasari satu

atau beberapa tujuan sekaligus.

b. Motif bersifat dinamis, dimana motivasi dapat berubah-rubah sesuai

kebutuhan.

c. Motif bersifat berbeda antar individu

Indikator Motivasi

Indikator motivasi antara lain meliputi : Durasi, frekuensi,

persistensi kegiatan, kemampuan menghadapi persoalan, pengorbanan


27

dalam meraih tujuan, tingkat aspirasi dan kualifikasi prestasi yang

dicapai, dan arah sikap terhadap sasaran kegiatan.

3. Teori-Teori Motivasi

a. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

Dalam diri manusia terdapat dua motivasi yaitu motivasi primer

(motif yang tidak dipelajari) dan motivasi sekunder/motivasi sosial

(dipelajari dari pengalaman/interaksi dengan orang lain)

1) Motif untuk berprestasi

Berprestasi adalah dorongan dalam diri manusia untuk mencapai

hasil kerja secara maksimal. Pencerminan motif berprestasi

meliputi:

a) Berani bertanggungjawab atas perbuatannya.

b) Selalu mencari umpan balik dari setiap keputusan atau

tindakan yang diambil

c) Berusaha mencipatakan inovasi dan kreatifitas dalam setiap

tugasnya

d) Selalu merasa belum puas pada setiap pencapaian tugas atau

pekerjaaannya.

2) Motif berafiliasi

Menjaga hubungan baik dengan orang lain harus dilakukan agar

kebutuhan berafiliasi dengan orang lain terpenuhi atau kita dapat

diterima dan disukai oleh orang lain.

Pencerminan motif berafiliasi dalam perilaku di lingkungan

kerja, meliputi :
28

a) Menyukai pertemanan terutama dengan peer group nya.

b) Lebih mementingkan team work daripada daripada kerja

sendiri dalam melaksanakan pekerjaannya.

c) Merasa lebih efektif bekerjasama dengan orang lain

daripada sendiri dalam melakukan tugas.

d) Minta persetujuan orang lain di setiap pengambilan

keputusan yang berkaitan dengan tugas.

3) Motif Berkuasa

Menurut Clevelland motif berkuasa adalah motif untuk

menguasai dan mempengaruhi orang lain.

Pencerminan motif berkuasa meliputi :

a) Mendominasi pembicaraan dalam pergaulan dengan orang

lain atau kelompok.

b) Dalam pengambilan keputusan pada kegiatan kelompok

atau pekerjaan berperan aktif ikut menentukan.

c) Meskipun tidak diminta tetapi dengan senang hati

membantu dan memberikan pendapat pada pihak lain.

d) Senang menjadi anggota organisasi dimana dapat

menunjukan prestasi diri.

b. Teori McGregor

Teori motivasi menurut McGregor didasarkan pada pandangan

konvesional atau klasik (teori X) dan pandangan baru atau modern

(teori Y).

Teori X bertolak dari anggapan bahwa:


29

1) Manusia itu tidak senang kerja.

2) Manusia cenderung sedikit melakukan pekerjaan/aktifitas.

3) Manusia kurang berambisi.

4) Manusia kurang senang apabila diberi tanggung jawab,tetapi

lebih suka diarahkan dan diatur.

5) Manusia bersifat egois dan kurang peduli terhadap organisasi.

Sehingga dalam melakukan pekerjaan harus diawasi agar tujuan

organisasi tercapai.

Teori Y bertumpu pada pandangan bahwa :

1) Manusia tidak pasif, tetapi aktif.

2) Manusia tidak malas kerja, tetapi suka bekerja.

3) Manusia dapat berprestasi dalam pekerjaannya.

4) Manusia selalu berusaha mencapai tujuan dalam organisasi.

5) Manusia selalu mengambangkan diri untuk bias mencapai

tujuan.

Menurut teori Mc Gregor bahwa pemimpin organisasi

mempunyai keyakinan bahwa mereka dapat mengarahkan

anggotanya agar dapat meningkatkan produktifitasnya sehingga

dapat tercapai tujuan organisasi mereka.

c. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Herzbergs

Two Factors Motivation)

Dua faktor yang mempengaruhi kegiatan seseorang, yaitu :


30

1) Faktor-faktor penyebab kepuasan (satisfier) atau faktor

motivasional.

Jika kepuasan tercapai maka akan meningkatkan motivasi kuat

untuk bekerja dan akhirnya menghasilkan kinerja yang tinggi.

Faktor motivasional (kepuasan) meliputi :

a) Prestasi (achievement)

b) Penghargaan (recognition)

c) Tanggungjawab (responsibility)

d) Kesempatan untuk maju (possibility of growth)

e) Pekerjaan itu sendiri (work)

2) Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau

faktor hygiene.

Faktor hygiene yang menimbulkan ketidakpuasan dalam

melakukan pekerjaan, meliputi:

a) Kondisi kerja fisik (physical environment)

b) Hubungan interpersonal (interpersonal relationship)

c) Kebijakan dan administrasi perusahaan (company and

administration policy)

d) Pengawasan (supervision)

e) Gaji (salary)

f) Keamanan kerja (job security)

d. Teori Abraham H.Maslow (Teori Kebutuhan)

Kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan biologis (materiil) dan

psikologis (nonmateriil).
31

Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow, meliputi :

1) Kebutuhan yang bersifat fisiologis (Physilogical Needs)

Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok,

sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan

gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas

lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari

seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan

produktivitas yang tinggi bagi organisasi.

2) Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja (Safety Needs)

Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman

dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya,

wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia

dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila

dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan

wewenangnya.

3) Kebutuhan sosial (Social Needs)

Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam

kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan

diikutsertakan, meningkatkan relasi dengan pihak-pihak yang

diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya

sense of belonging dalam organisasi.


32

4) Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs)

Kebutuhan akan kedudukan dan promosi di bidang

kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-simbul dalam statusnya

seseorang serta prestise yang ditampilkannya.

Hierarki Kebutuhan Maslow dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3
Hierarki Maslow

3. Metode dan Alat Motivasi

Meningkatkan motivasi seseorang tidak selalu dengan memberikan

hadiah, uang atau imbalan. Ada dua cara atau metode untuk

meningkatkan motivasi, meliputi :

a. Metode langsung (direct motivasion)

Pemberian materi maupun non materi dapat meningkatkan motivasi

kerja.

b. Metode tidak langsung (indirect motivasion)

Pemberian dapat berupa fasilitas atau sarana kesehatan. Sebagai

contoh penyediaan air bersih, sehingga masyarakat akan merasa


33

dipermudah dalam memperoleh air bersih, sehingga dapat

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

4. Metode Peningkatan Motivasi

a. Model Tradisional

Pemberian insentif diberikan pada anggota msyarakat yang

mempunyai pretasi tinggi.

b. Model Hubungan Manusia

Lebih memberikan kebebasan berpendapat, berkreasi, dan

berorganisasi daripada memberikan insentif materi.

c. Model Sumber Daya Manusia

Manusia cenderung merasa puas terhadap pretasi yang dicapai dan

pretasi tersebut adalah bentuk tanggung jawab kepada msyarakat.

Motivasi akan meningkat manakala seseorang diberikan kesempatan

untuk meningkatkan kemampuannya dalam memelihara kesehatan.

D. Kelas Ibu Hamil

1. Pengertian Ibu Hamil

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan

didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan

ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari

saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung

dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender

internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester

kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu


34

(minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu

ke-28 hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2009, h.213).

Masa kehamilan adalah dimulai dari konsepsi sampai lahirnya

janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7

hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Sarwono, 2008, h.89).

Seorang ibu dapat didiagnosa hamil adalah apabila didapatkan

tanda-tanda pasti kehamilan yaitu Denyut Jantung Janin (DJJ) dapat

didengar dengan stetoskop laenec pada minggu 17-18, dapat dipalpasi

(yang harus ditemukan adalah bagian-bagian janin jelas pada minggu ke-

22 dan gerakan janin dapat dirasakan dengan jelas setelah minggu 24)

dan juga dapat di Ultrasonografi (USG) pada minggu ke-6 (Kusmiyati et

all, 2008, h.97).

Selama kehamilan secara fisiologis ibu akan mengalami banyak

perubahan baik fisik maupun psikologis, sehingga banyak dari ibu hamil

yang merasa terganggu. Mengatasi permasalahan tersebut menjadi sangat

penting bidan/perawat dan dokter untuk memberikan komunikasi

informasi dan edukasi /KIE serta mendiskusikan kepada ibu dan keluarga

agar dapat menerima kondisi tersebut sebagai hal yang fisiologis. Kelas

Ibu Hamil adalah kegiatan yang bisa diikuti oleh ibu hamil yang

mengalami kehamilan dan persalinan.

2. Kelas Ibu Hamil

Menurut Deden (2014), kelas Ibu hamil adalah sarana belajar

kelompok tentang kesehatan ibu hamil yang bertujuan meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan, serta merubah sikap dan perilaku ibu


35

hamil mengenai kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi

baru lahir disertai praktik dengan menggunakan buku KIA.

Keuntungan Kelas Ibu Hamil antara lain :

a. Materi diberikan menyeluruh dan terencana sesuai dengan pedoman

kelas ibu hamil.

b. Petugas kesehatan menyajikan materi yang sudah dipersiapkan

sehingga penyampaian materi lebih komprehensif.

c. Untuk topic tertentu bisa mendatangkan tenaga ahli untuk

memberikan penjelasan.

d. Penyajian materi terstruktur dengan baik sehingga pembahasan

materi pun menjadi lebih efektif.

e. Terjadi interaksi antara ibu hamil dan petugas kesehatan/ bidan.

f. Dilakukan secara berkala dan berkesinambungan.

g. Disertai evaluasi terhadap pertugas kesehatan dan ibu hamil dalam

pelaksanaan dan penyajian materi sehingga dapat meningkatkan

kualitas sistem pembelajaran.

3. Langkah-langkah Pendidikan Kelas Ibu Hamil

a. Mengidentifikasi semua ibu hamil diwilayah kerja Puskesmas untuk

mengetahui jumlah ibu hamil dan umur kehamilan sehingga

memudahkan penentuan jumlah peserta setiap kelas ibu hamil

selama satu tahun.

b. Mempersiapkan tempat yang nyaman dan sarana pelaksanaan kelas

ibu hamil seperti buku KIA, lembar balik, CD, video.


36

c. Mempersiapkan materi, alat bantu peraga penyuluhan, dan jadwal

pelaksanaan kelas ibu hamil.

d. Persiapan peserta kelas ibu hamil, yaitu mengundang semua ibu

hamil.

e. Persiapan tim pelaksana kelas ibu hamil yaitu fasilitator dan

narasumber

f. Membuat rencana pelaksanaan kegiatan.

g. Ibu hamil dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu dapat

mengikuti kegiatan aktifitas fisik kelas ibu hamil, sedangkan untuk

kegiatan senam ibu hamil dapat diikuti oleh ibu hamil dengan usia

lebih dari 20 sampai 32 minggu.

h. Waktu pertemuan 120 menit termasuk kegiatan senam hamil selama

15 sampai 20 menit, atau waktu pertemuan disesuaikan dengan

kesiapan ibu hamil.

4. Pelaksanaan Kegiatan Kelas Ibu Hamil

a. Peserta terdiri dari semua ibu hamil beserta suami atau keluargayang

diharapkan dapat hadir minimal satu kali pertemuan. Pelaksanaan

dapat melibatkan dukun atau kader dengan jumlah peserta kelas ibu

hamil maksimal 10 orang.

b. Fasilitator terdiri bidan atau petugas kesehatan dan mampu menjadi

fasilitator.

c. Frekuensi pertemuan minimal 4x sesuai kesepakatan.


37

d. Materi sesuai kebutuhan dan kondisi ibu hamil, dengan

mengutamakan materi pokok. Pada tiap akhir pertemuan dilakukan

kegiatan senam ibu hamil.

e. Waktu pertemuan disesuaikan dengan kesiapan ibu hamil.

Tabel 2.1
Susunan Kegiatan Ibu Hamil

Susunan Kegiatan Kelas Ibu Hamil


Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III Pertemuan IV
1. Penjelasan umum 1. Review pertemuan 1 1. Review pertemuan 1. Review
kelas ibu hamil dan 2. Diskusi Tanya 2 pertemuan 3
perkenalan peserta jawab materi 2. Diskusi Tanya 2. Diskusi Tanya
2. Diskusi Tanya jawab pertemuan 2 jawab materi 3 jawab materi 4
seputar materi 3. Materi kelas ibu 3. Materi kelas ibu 3. Materi kelas ibu
pertemuan 1 hamil : hamil : hamil :
3. Materi kelas ibu a. Tanda awal a. Penyakit a. Tanda bayi
hamil : persalinan Anemia lahir sehat
a. Pengertian b. Proses b. Cara b. Perawatan
kehamilan persalinan pencegahan bayi baru lahir
b. Tanda kehamilan c. Inisiasi anemia c. Pelayanan
c. Keluhan yang menyusui dini c. Pengobatan kesehatan
dialami ibu d. KB pasca anemia neonates (6
hamil persalinan d. KEK jam-28 hari)
d. Perubahan fisik e. Pelayanan nifas e. HIV/AIDS dan d. Tanda bahaya
ibu hamil f. Menjaga ibu IMS bayi baru lahir
e. Perubahan bersalin dan f. Cara e. Cacat bawaan
emosional ibu nifas serta bayi pencegahan f. Posisi
hamil sehat HIV/AIDS dan perlekatan
f. Pemeriksaan g. Hal yang harus IMS menyusu yang
kehamilan dihindari benar
g. Pelayanan pada selama bersalin Evaluasi harian materi g. Pemberian
ibu hamil dan nifas 3 imunisasi
h. Hubungan suami Kesimpulan:
istri Evaluasi harian materi 2 Aktifitas fisik/senam Evaluasi harian materi
i. Persiapan Kesimpulan hamil dengan 4
persalinan Aktifitas fisik/senam menggunakan lembar Kesimpulan:
j. Perencanaan hamil dengan balik Aktifitas fisik/senam
persalinan dan menggunakan lembar hamil dengan
pencegahan balik menggunakan lembar
komplikasi balik
(P4K)
Evaluasi harian materi 1
Kesimpulan
Aktifitas fisik/senam
hamil dengan
menggunakan lembar
balik
38

Kelompok khusus adalah sekelompok individu atau masyarakat

yang mempunyai kesamaan baik secara fisik, mental, social budaya dan

ekonomi sehingga perlu mendapatkan bantuan, bimbingan dan pelayanan

kesehatan serta asuhan keperawatan, karena ketidakmampuan dan

ketidaktahuan memelihara kesehatan dirinya.

Tujuan Perawatan Kelompok Khusus ini adalah meningkatkan

kemampuan kelompok akan derajat kesehatannya, lebih mengutamakan

upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan

rehabilitative, yang ditujukan pada kelompok-kelompok yang ada

dimasyarakat, diberikan oleh tenaga kesehatan dengan menggunakan

metode pendekatan pemecahan masalah melalui proses keperawatan.

Klasifikasi Kelompok Khusus

a. Kelompok khusus yang memerlukan pengawasan akibat

pertumbuhan dan perkembangannya

Terdiri dari kelompok ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi dan

anak balita, anak usia sekolah dan usia lanjut.

b. Kelompok Khusus yang memerlukan pengawasan dan bimbingan

Terdiri dari Kelompok penyakit menular (kusta, TBC,AIDS, IMS),

kelompok penyakit tidak menular (DM, Jantung, stroke), kelompok

cacat yang memerlukan rehabilitasi (Cacat fisik, cacat mental, cacat

soSial), Kelompok yang beriko terserang penyakit (WTS,

penyalahgunaan obat dan narkotika, pekerja tertentu).


39

Ruang Lingkup Kegiatan

Kegiatan kelompok khusus meliputi upaya promotif, preventif,

kuratif, rehabilitasi dan resosialitatif melalui kegiatan antara lain :

a. Pelayanan kesehatan dan keperawatan

b. Penyuluhan kesehatan

c. Bimbingan dan pemecahan masalah terhadap anggota kelompok

d. Penemuan kasus secara dini

e. Melakuan rujukan medic dan kesehatan

f. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan masyarakat, kader, dan

petugas panti atau pusat rehabilitasi kelompok khusus.

Prinsip Dasar

Prinsip dasar dalam perawatan kelompok khusus meliputi:

a. Meningkatkan kemampuan kelompok dalam peningkatan kesehatan

mereka

b. Mengutamakan upaya preventif dan promotif dengan tidak

mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitative

c. Menggunakan pendekatan dengan proses keperawatan yang

menyeluruh dan berkesinambungan.

d. Mengikutsertakan secara aktif peran serta petugas panti, kader

kesehatan dan kelompok dalam kegiatan pelayanan

Pelayanan Kelompok Khusus di Masyarakat

Dilakukan melalui kelompok yang terorganisir dengan melibatkan

peran serta aktif masyarakat, kader kesehatan yang telah mendapatkan

pelatihan pendidikan dan pelatihan oleh puskesmas.


40

Tahapan Perawatan Kelompok Khusus

a. Tahap Persiapan

1) Mengidentifikasi jumlah kelompok yang ada dimsyarakat

2) Mengadakan pendekatan sebagai langkah awal pembinaan

3) Identifikasi masalah kelompok khusus

4) Menganalisa data kelompok khusus

5) Merumuskan masalah dan menentukan prioritas masalah

kesehatan

b. Tahap Perencanaan

Menyusun perencanaan penganggulangan masalah bersama kader

kesehatan seputar jadwal kegiatan, jadwal kunjungan, tenaga

pelaksana kegiatan.

c. Tahap Pelaksana

Pelaksanaan kegiatan berdasarkan rencana kerja yang telah

disepakati. Adapun kegiatannya dapat berupa pendidikan dan

pelatihan kader, palayanan kesehatan, penyuluhan kesehatan,

imunisasi, penemuan kasus dini, rujukan bila perlu, pencatatan dan

pelaporan kegiatan.

d. Penilaian

Penilaian dapat dilakukan selama kegiatan berlangsung atau setelah

selesai keseluruhan. Bisa bersifat penilaian jangka pendek,

menengah ataupun panjang.


41

E. Tes and Konseling HIV/AIDS (Screening)

1. Pengertian

Konseling adalah suatu proses antara individu yang tengah

mengalami kesulitan dengan seorang yang terlatih atau berpengalaman

sehingga mampu mengatasi persoalan yang dihadapi (Nursalam, 2013).

Konseling sangat dibutuhkan untuk pasien yang sudah terdiagnosa

HIV/AIDS, maupun pada kelompok resiko tinggi agar mau melakukan

pemeriksaan dini atau tes. Konseling merupakan salah satu program

pencegahan atau pengendalian HIV/AIDS, konseling pra dan pasca tes,

konseling keluarga, konseling berkelanjutan, dan konseling perawatan

paliatif atau menghadapi kematian.

Faktor penting dalam konseling antara lain :

a. Mempunyai tujuan membantu orang lain dalam menentukan pilihan

dan tindakan

b. Selama konseling terjadi proses belajar

c. Terjadi perubahan dan perkembangan kepribadian

2. Konseling HIV /AIDS

a. Pengertian

Merupakan dialog antara klien dengan petugas kesehatan

(konselor) yang bersifat rahasia, sehinggga memungkinkan klien

beradaptasi dengan masalahnya dan kemudian sanggup membuat

keputusan berkaitan dengan HIV/AIDS.


42

b. Tujuan Konseling HIV

1) Mencegah penularan HIV dengan mengubah perilaku

2) Memberikan dukungan terhadap ODHA agar dapat

meningkatkan kualitas hidup mereka dari aspek biologi,

psikologis, sosial dan ekonomi.

c. Ciri-ciri Konseling HIV

1) Memperoleh akses informasi dengan benar

2) Mampu berkomunikasi dan memahami dirinya dengan lebih

baik

3) Mampu menghadapi masalahnya

4) Mengantisipasi harapan, kerelaan dan perubahan perilaku

Konseling HIV dilakukan pada keadaan :

1) Orang yang sudah mengetahui status HIV nya positif dan

keluarganya

2) Orang dengan sebelumdan sesudah tes HIV

3) Orang dengan riwayat masa lalu yang beresiko atau dengan

rencana masa depan

4) Orang yang mempunyai masalah akibat infeksi HIV

Petugas Konseling

Orang yang sudah dilatih untuk dapat memberikan dukungan

konseling, bisa petugas kesehatan maupun dari luar kesehatan.

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) atau

Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) merupakan


43

bagian dari upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia serta

Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Pelaksanaan PPIA perlu memperhatikan hal-hal di bawah ini :

1) Semua perempuan yang dating ke pelayanan KIA, KB,

kesehatan reproduksi dan remaja bisa mendapatkan informasi

terkait reproduksi sehat, penyakit IMS/HIV dan pencegahan

penularan HIV dari ibu ke anak selama masa kehamilan dan

menyusui.

2) Tes HIV, screening IMS dan sifilis merupakan pemeriksaan

yang wajib ditawarkan kepada semua ibu hamil.

3) Konseling bagi ibu dengan hasil positif dilaksanakan bersamaan

(couple conseling), termasuk pemberian kondom sebagai alat

pencegahan penularan IMS dan HIV.

4) Perlu partisipasi pasangan atau laki-laki dalam mendukung

keberhasilan PPIA.

Pelaksanaan konseling dan tes HIV mengikuti Pedoman

Konseling dan Tes HIV, dimana petugas wajib menawarkan tes HIV

dan melakukan pemeriksaan IMS kepada semua ibu hamil saat

kujungan antenatal yang pertama bersama pemeriksaan

laboratorium.

3. Konseling dan tes HIV dalam PPIA

Peningkatan cakupan tes HIV dan terapi ARV pada ibu hamil salah

satunya dikarenakan meningkatnya tes HIV dan konseling atas inisiatif

petugas (TIPK /Tes HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan atau


44

PICT/Prevention of Mother to Child HIV Transmission dilayanan

antenatal, persalinan dan layanan kesehatan (Permenkes, 2013).

Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT) adalah

Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya sekaligus bisa

diartikan pencegahan HIV pada perempuan. (Anik, 2009, h.24)

Menurut Kemenkes (2010, h.10), semua petugas dapat melakukan

konseling dasar seputar masalah klinis meliputi :

a. Edukasi pasien

b. Memberikan dukungan emosional

c. Mencakup berbagai aspek perawatan HIV

d. Mengatasi situasi krisis

Unsur konseling dasar meliputi:

a. Menjalin hubungan dan mengetahui suasana hati klien

b. Memberi tanggapan dengan empati

c. Memberikan informasi

d. Membantu pasien berkumpul dengan teman

e. Mengajarkan ketrampilan khusus saat menghadapi permasalahan

seperti teknik relaksasi, pemecahan masalah.

f. Memberikan dorongan

g. Memperbesar harapan

Informasi pretest yang perlu disampaikan pada perempuan yang

akan hamil atau dalam kondisi hamil meliputi:

a. Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi yang dikandungnya.


45

b. Intervensi tepat yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko

penularan HIV dari ibu ke bayinya, termasuk diantaranya terapi

Antiretroviral (ARV) profilaksis dan konseling tentang asupan gizi

dan makanan bayi.

c. Keuntungan melakukan diagnosis HIV secara dini terhadap bayi

yang dilahirkan.

4. Penerapan PITC

Petugas kesehatan dianjurkan untuk menawarkan tes HIV dan

konseling sebagai bagian dari prosedur baku perawatan menyeluruh pada

pasien. Semua pasien dewasa maupun anak yang berkunjung ke fasilitas

kesehatan dengan menunjukkan tanda dan gejala yang mengindikasikan

pada AIDS. Jadi tidak hanya terbatas pada pasien tuberculosis dan

pasien dengan kondisi khusus saja tetapi juga pada kelompok dengan

kondisi medis ditahap stadium klinis. Bayi baru lahir dari HIV positif

yang perlu tindakan perawatan selanjutnya. Perlunya ditindaklanjuti

dengan segera dibawa ke fasilitas kesehatan untuk anak yang

menunjukkan tanda tumbuh kembang yang kurang optimal atau gizi

kurang, dan tidak memberikan reaksi positif atas terapi gizi yang telah

diberikan.

Lingkungan yang kondusif harus dipersiapkan saat PITC dimana

harus disertai dengan penyediaan paket layanan yang terkait dengan HIV

seperti layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan.

Meskipun tidak semua layanan tersedia disatu sarana kesehatan yang

sama, namun sarana kesehatan untuk HIV tetap terjangkau dan siap
46

menerima rujukan dengan penyediaan terapi antiretroviral bagi penderita

reaktif yang sudah memerlukan.

Pada program pencegahan penularan dari ibu ke anak, diperlukan

terapi profilaksis dengan antiretroviral dan infant feeding. Yang

merupakan sarana intervensi yang harus tersedia sebagai bagian dari

pelayanan standar bagi ibu hamil yang terinfeksi HIV melalui PITC.

Upaya untuk meningkatkan ketersediaan dukungan psikososial dan

meminimalkan dampak buruk HIV, meliputi :

a. Kesiapan masyarakat dan mobilisasi social

b. Ketersediaan sumber daya dan infrastruktur yang memadai

c. Pelatihan bagi petugas kesehatan

d. Kode etik dalam memberikan pelayanan

e. Kesehatan bagi ODHA

f. Sistem monitoring dan evaluasi yang kuat

5. Teknik Tes HIV

Pada fasilitas kesehatan dengan sarana laboratorium terbatas lebih

efektif menggunakan tes cepat dan tidak memerlukan peralatan khusus.

Hal ini karena lebih memungkinkan untuk memperoleh hasil secara cepat

dalam jumlah yang lebih banyak, meningkatkan kepercayaan akan hasil

yang diperoleh serta terhindar dari kesalahan pencatatan atau hasil yang

tertukar dengan pasien lain.

Tes HIV dengan metode ELISA dibagi menjadi dua meliputi :


47

a. Tes HIV secara serial

Yaitu apabila tes pertama diperoleh hasil negative atau non reaktif,

maka tes antibody juga dilaporkan negatif. Apabila hasil tes pertama

reaktif, maka perlu diulangi tes yang kedua dengan menggunakan

antigen atau dengan dasar pemeriksaan yang berbeda dengan yang

pertama.

b. Tes HIV secara parallel

Lebih dianjurkan ketika menggunakan sampel darah perifer atau

dengan tusukan ujung jari daripada dengan darah vena.

F. HIV/AIDS

1. Pengertian

Menurut Anik (2009, h.23) Human Imunnodeficiency Virus (HIV)

adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga

menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia dan selanjutnya

akan mengakibatkan AIDS.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan

gejala yang terjadi akibat menurunnya system kekebalan tubuh manusia,

yang disebabkan oleh virus HIV.

Menurut Depkes 2007, h.5 HIV adalah virus yang menyebabkan

AIDS. AIDS adalah sekumpulan gejala berkurangnya kemampuan

pertahanan diri seseorang yang disebabkan karena masuknya virus HIV.


48

2. Etiologi

AIDS disebabkan oleh HIV. Virus ini hampir dipastikan berasal

dari virus primate Afrika yang mempunyai kekerabatan sangat dekat.

Replikasi HIV yang sangat tinggi dan terus menerus akan berakibat

defisiensi imun yang menyebabkan destruksi limposit T helper CD4.

Setelah infeksi oleh HIV, terjadi penurunan sel CD4 secara bertahap

yang menyebabkan peningkatan gangguan imunitas sehingga berakibat

terjadinya infeksi oportunistik. (Mandal et al., 2006, h.199)

Gejala klinis yang ditimbulkan baru akan disadari setelah berapa

lama seseorang menderita sakit dan tidak juga memperolah kesembuhan.

Karena pasien yang telah terinfeksi HIV tidak memperlihatkan tanda dan

gejala selama bertahun-tahun. Selama perjalanan penyakit nya tersebut

sel CD4 dengan jumlah normal sebelumnya terinfeksi adalah 1000/pl

akan mengalami penurunan menjadi 200-300/pl setelah terinfeksi 2-10

tahun (Stewart 1997 dalam Nursalam, 2013, h.14).

3. Epidemiologi dan Penularan HIV

Penularan HIV dapat terjadi melalui darah, sperma, cairan vagina

dan air susu ibu yang telah terinfeksi HIV. Virus HIV akan masuk

melalui vena, anus, vagina, penis, mulut, membrane mukosa, luka. Cara

menularkan HIV yaitu melalui hubungan seksual dengan orang yang

terinfeksi HIV. Berbagi jarum suntik dengan orang yang terinfeksi,

transfusi darah, wanita yang terinfeksi HIV ke bayinya sebelum, selama

kehamilan, atau melalui jalan lahir. (Knollimuetier, 2010, h.767).


49

HIV tidak menular melalui peralatan makan, handuk, pakaian, sapu

tangan, toilet bersama, berpelukan, berciuman pipi, berjabat tangan,

gigitan nyamuk, hubungan sosial, hidup serumah dengan orang yang

terinfeksi HIV/AIDS.

Menurut Maryunani Anik dan Aeman (2009), epidemiologi

Penularan HIV dari Ibu ke Bayi/ Anak:

Tanpa intervensi, maka besaran penularan HIV dari ibu ke bayi

berkisar antara:

a. 24-45% di negara berkembang

b. 16-20% di negara maju

Terjadinya perbedaan kecepatan penularan HIV dari ibu ke bayi

disebabkan beberapa faktor antara lain:

a. Prevalensi dan durasi pemberian ASI

b. Prematuritas

c. Tingginya muatan virus (viral load) ibu

d. Berada dalam klasifikasi status infeksi yang berbeda

Di Indonesia, jika tanpa intervensi diperkirakan 300 bayi lahir

dengan HIV per tahun (Nursalam, 2007)

4. Perjalanan Penyakit

Menurut Maryunani dan Aeman (2009), meliputi:

a. Tahap Pertama Window Periode/Masa Jendela

Dalam tiga bulan pertama sejak virus HIV menyerang system

kekebalan tubuh seseorang, maka orang tersebut sudah bisa

menularkan virus HIV kepada orang lain. Meskipun saat diperiksa


50

belum ditemukan antibody HIV dan hasil pemeriksaaan nya pun

masih negatif. Sehingga pemeriksaan harus diulang dalam waktu 3

bulan yang akan datang dan akan diperoleh hasil positif.

b. Tahap kedua

Sudah mulai muncul gejala ringan seperti influenza, batuk, nyeri

tenggorokan, dan nyeri sendi. Biasanya gejala tersebut muncul pada

minggu ke 3 sampai 6 sejak masukya virus HIV, dan berlangsung

selama 1 sampai 2 minggu.

c. Tahap ketiga

Stadium ini gejala tidak muncul dan penderita tampak sehat tapi

justru menjadi sumber penularan.

d. Tahap keempat (Stadium AIDS Related Complex/ARC)

Stadium ARC ditandai dengan munculnya gejala seperti terjadinya

penurunan berat badan secara drastis, diare yang tidak kunjung

sembuh, demam dan gejala lain tanpa sebab yang jelas.

e. Tahap kelima Stadium AIDS

Menunjukkan gejala yang lebih spesifik seperti kanker kulit, kanker

kelenjar getah bening, pneumocystis carinii dan penyakit lainnya.

Penderita yang sudah menunjukkan gejala AIDS biasanya akan

meninggal dunia dalam kurun waktu 2 tahun.

Menurut Nursalam dan Ninuk Dian (2013, h.47), gejala klinis pada

stadium AIDS dibagi menjadi:


51

a. Gejala mayor meliputi demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan,

diare terus menerus lebih dari satu bulan, berat badan menurun lebih

dari 10% dalam waktu tiga bulan, TBC.

b. Gejala minor meliputi batuk kronis, infeksi pada mulut dan

tenggorokan karena jamur, pembengkakan kelenjar getah bening,

herpes zoster dan bercak gatal di seluruh tubuh.

5. Manifestasi Klinik

a. Gejala Infeksi HIV pada Ibu (Orang Dewasa)

Terdapat 4 stadium penyakit AIDS, yaitu:

1) Stadium awal infeksi HIV, gejalanya meliputi : demam,

kelelahan, nyeri sendi dan pembesaran kelenjar getah bening

(dileher, ketiak, lipatan paha)

2) Stadium tanpa gejala :

Stadium dimana penderita tampak sehat, namun dapat

menularkan infeksi HIV-nya pada orang lain.

3) Stadium ARC (AIDS Relatec Complex) dengan gejala :

a) Demam >38 derajat celius secara berkala.

b) Penurunan berat badan >10% dalam waktu 3 bulan.

c) Terjadi pembesaran kelenjar getah bening

d) Diare terus menerus dalam waktu lama (lebih dari satu

bulan) tanpa diketahui sebab yang jelas.

e) Aktivitas fisik menurun akibat kelemahan tubuh.

f) Keluar keringat di malam hari


52

4) Stadium AIDS, gejalanya meliputi :

a) Gejala klinis utama yang tampak adalah bercak merah

kebiruan dikulit yang kemudian disebut sarcoma kaposi

atau kanker kulit.

b) Kanker kelenjar getah bening

c) Ditemukan infeksi penyakit penyerta seperti pneumonia,

TBC

d) Peradangan selaput otak

Gejala Infeksi HIV pada Ibu (dewasa) berdasarkan klasifikasi klinis

HIV, menurut WHO, sebagai berikut:

1) Stadium I : asimtomatik, limpadenopati generalisata

2) Stadium II

a) Berat badan menurun <10%,

b) Kelainan kulit dan mukosa seperti dermatitis seboroik,

prurigo, ulkus oral, onikomikosis, kheilitis angularis

c) Herpes zoster dalam waktu 5 tahun terakhir

d) Infeksi saluran nafas atas, seperti sinusitis bakterialis

3) Stadium III

a) Penurunan berat badan >10%

b) Diare yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c) Demam lebih dari 1 bulan

d) Kandidiasis orofaringeal

e) TB paru

f) Oral hairy leukoplakia


53

g) Infeksi bekterial berat seperti : pneumonia, piomiositis

4) Stadium IV

Karena kondisi yang sangat lemah sehingga aktifitas 50% di

tempat tidur.

a) HIV wasting syndrome meliputi berat badan turun lebih dari

10%, diare berkepanjangan atau demam lebih dari satu

bulan tanpa sebab yang jelas.

b) Pneuminoa pneumocystis carinii

c) Toksoplasmosis otak

d) Herpes simpleks mukokutan

e) Retinitis virus sitomegali

f) Leukoensefalopati multifocal progresif

g) Mikosis diseminata

h) Kandidiasis diesophagus, trakea, bronkus, dan paru

i) Septisemia salmonelosis non tifoid

j) Tuberkulosis dan Limfoma

b. Pencegahan HIV/AIDS

Menurut Shapiro dkk, (2009), pencegahan HIV/AIDS dapat

dilakukan dengan cara:

1) Berhubungan seks dengan satu orang saja

2) Lakukan hubungan seks yang lebih aman

3) Hindari menusuk/memotong kulit dengan alat yang tidak steril

4) Tidak memakai silet/pisau cukur bersamaan

5) Tidak menyentuh darah tanpa alat pelindung


54

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, VARIABEL

PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang akan

dilakukan. Kerangka konsep tidak dapat langsung diamati namun dapat

diukur melalui variabel (Notoatmojo, 2010).

Kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan variabel-

variabel yang diamati dan diukur selama penelitian. Tidak semua variabel

dalam kerangka teori dimasukkan ke dalam kerangka konsep karena

keterbatasan peneliti dalam masalah dana, tenaga, dan waktu.

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Pendidikan Motivasi VCT pada


Kesehatan dengan Ibu Hamil
Peer Education

Variabel bebas Variabel terikat

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan sebagian suatu jawaban sementara penelitian yang

kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. (Sugiyono, 2011).

54
55

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah

Ha : Peer Education berpengaruh terhadap motivasi VCT pada ibu hamil di

Puskesmas Batang III.

C. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas/ independen

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel

lain, artinya jika variabel ini berubah maka akan mempengaruhi

perubahan variabel lain. (Sugiyono, 2011). Variabel independen atau

variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan dengan

peer education.

2. Variabel terikat/ dependen

Merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel yang lain, artinya

variabel ini akan berubah akibat perubahan pada variabel bebas. Variabel

dependen pada penelitian ini adalah motivasi VCT pada ibu hamil.

D. Definisi operasional

Definisi operasional merupakan suatu variabel tersebut atau konstrak

dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan atau

memberikan operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau

variabel tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka dapat

dikemukakan definisi operasional dalam penelitian ini, yaitu:


56

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Cara Skala
No Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
ukur
1 Pendidikan Upaya menanamkan - - -
kesehatan pengetahuan
dengan Peer kesehatan yang
Education diberikan oleh ibu
hamil dari kelompok
sebayanya yang
sebelumnya sudah
dilatih oleh petugas
kesehatan selama 3
hari tentang
HIV/AIDS dan VCT,
yang meliputi
pengembangan
program HIV
dikalangan
sebayanya,
melaksanakan
pendidikan dan KIE
tentang VCT, yang
selanjutnya akan
melakukan transfer
ilmu dengan materi
tersebut selama 8
kali pertemuan 1
kali, lamanya 60
menit setiap satu
minggu sekali.
2 Motivasi Gerakan dalam diri Cheklist Jawaban benar
sebelum dan untuk melakukan poin 1
Ordinal
setelah sesuatu (test HIV) Jawaban salah
kegiatan sebelum kegiatan poin 0
pada kelompok
intervensi dan Kesimpulan
kelompok kontrol Jika data
normal maka :
skor 1
(Motivasi
kurang
mean). Skor 2
(motivasi baik
> mean)
Jika data tidak
normal maka :
57

skor 1
(Motivasi
kurang
median). Skor
2 (motivasi
baik > median)

Motivasi Gerakan dalam diri Cheklist Jawaban benar Ordinal


sebelum dan untuk melakukan poin 1
setelah sesuatu (test HIV) Jawaban salah
kegiatan setelah kegiatan poin 0
pada kelompok
intervensi dan Kesimpulan
kelompok kontrol Jika data
normal maka :
skor 1
(Motivasi
kurang
mean). Skor 2
(motivasi baik
> mean)
Jika data tidak
normal maka :
skor 1
(Motivasi
kurang
median). Skor
2 (motivasi
baik > median)
58

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment design

(desain eksperimen semu). Desain ini tidak mempunyai pembatasan yang

ketat terhadap randominasi, dan pada saat yang sama dapat mengontrol

ancaman-ancaman validitas. Diebut eksperimen semu karena eksperimen ini

belum atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan eksperimen sebenarnya, karena

variabel-variabel yang eharusnya dikontrol atau dimanipulasi tidak dapat atau

sulit dilakukan (Notoatmodjo, 2010).

Tujuan penggunaan deain ini adalah untuk mengetahui pengaruh

pendidikan kesehatan dengan peer education terhadap satu kelompok subyek

sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi. Pendidikan meliputi KIE

tentang HIV/ AIDS, VCT, motivasi untuk melakukan pemeriksaan HIV dan

pengawasan untuk melakukan pemeriksaan.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subyek yang akan diteliti dan

memenuhi karakteristik yang ditentukan (Sugiyono, 2011). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang berada di Puskesmas

Batang III, Kabupaten Batang. Rata-rata jumlah ibu hamil sebanyak 47

pada bulan Juni, juli, Agustus dan September. Hal ini berdasarkan data

58
59

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA Puskesmas Batang III

(Puskesmas Batang III, 2016).

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat

mewakili atau representative populasi. Teknik pengambilan sampel

dalam penelitian ini akan dilakukan dengan metode proposive sampling

yaitu pengambilan sampel sesuai kriteria dan jumlah yang telah

ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2011). Pada Penelitian quasi

eksperimen tidak membutuhkan sampel yang besar, jumlah sampel lebih

dari 10 dianggap memilliki kekuatan uji yang baik. Pada penelitian ini

peneliti akan menentukan jumlah besar sample 15 responden.

Agar sampel sesuai dengan tujuan penelitian maka akan ditetapkan

kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

Merupakan karakteristik umum subyek penelitian pada populasi

target dan sumber (Nursalam, 2017)

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1) Ibu hamil yang memiliki kemampuan untuk membaca.

2) Ibu hamil yang belum pernah mendapatkan penkes.

3) Ibu hamil yang belum pernah melakukan test HIV.

4) Ibu hamil yang bersedia menjadi responden.

b. Kriteria ekslusi

Merupakan kriteria subyek penelitian yang tidak boleh ada, dan jika

subyek mempunyai kriteria ekslusi subyek harus dikeluarkan.


60

1) Ibu hamil kehadirannya tidak mencapai 100 % pada peer

education.

2) Ibu hamil yang sudah melahirkan saat dilakukan penelitian.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada Bulan September 2017

sampai dengan Januari 2018. Adapun tempat penelitian dilaksanakan

diwilayah Puskesmas Batang III Kabupaten Batang

Berikut ini adalah jadual rencana penelitian yang akan penulis

laksanakan.

Tabel 4.1
Jadwal Penelitian
WAKTU
KEGIATAN
Juli Agustus September Oktober Nopember

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Propoasal

Uji proposal

Revisi

Penelitian

Susun hasil

Desember Januari

1 2 3 4 1 2 3 4

Ujian skripsi
61

D. Etika Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, masalah etika yang harus

diperhatikan antara lain sebagai berikut :

1. Inform Consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden dengan

memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan

sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar

responden mengerti maksud dan tujuan penelitian, dan mengetahui

dampaknya. jika responden bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka

peneliti harus menghormati hak responden (Hidayat A, 2012).

2. Anonymity

Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang disajikan (Hidayat A, 2012).

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik inforrmasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan


62

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset (Hidayat A, 2012).

E. Instrument Penelitian

Alat penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mempermudah

proses pengumpulan data (Arikunto, 2010). Instrument penelitian yang

digunakan disini adalah kuesioner pengetahuan, sikap dan perilaku VCT pada

ibu hamil.

Kuesioner dalam penelitian ini berisi tentang pengetahuan, dan

motivasiVCT pada ibu hamil. Bentuk pertanyaannya menggunakan

pertanyaan tertutup, dan menggunakan dichotomous choice. (Notoatmodjo,

2010). Hal ini dengan pertimbangan kriteria inklusi pemilihan responden

adalah yang mampu membaca dan menulis sehingga ada tingkat pendidikan

responden bervariasi. Dalam kuesioner pengetahuan ada 2 jawaban yang

disediakan yaitu benar atau salah, dan pada kuesioner motivasi ada 5

pilihan jawaban yang disediakan yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan

sangat tidak setuju.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Uji validitas adalah uji yang menunjukan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur. Kuesioner yang disusun diharapkan mampu

mengukur apa yang hendak diukur, untuk mengetahui hal tersbut maka

perlu diuji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan
63

skor total kuesioner tersebut. Bila semua pertanyaan mempunyai nilai

korelasi yang bermakna (contruct validity), berarti semua item

(pertanyaan) yang ada di dalam kuesioner mengukur konsep yang diukur.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut diberikan kepada responden kemudian

diberi skor atau nilai jawaban masing-masing sesuai dengan sistem

penilaian yang telah ditetapkan.

Untuk mengetahui apakah kuesioner yang disusun tersebut mampu

digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur, maka perlu diuji

tingkat validitas instrumen ini dengan menggunakan rumus korelasi

product moment sebagai berikut:

n.XY X .Y
rxy
{n.(X ) (X ) 2 }{n.(Y 2 ) (Y ) 2 }
2

Keterangan :

N = banyaknya peserta

X = jumlah skor item

Y = jumlah skor total

rxy = koefisien korelasi antara x dan y

Kuesioner sebelum diberikan pada responden terlebih dahulu akan

diujicobakan. Instrumen penelitian dilakukan uji validitas meliputi :

pengetahuan dan motivasi ibu hamil tentang pencegahan penularan

HIV/AIDS dari ibu ke bayi. Questioner akan diujicobakan pada 30 ibu

hamil dipuskesmas batang, dimana uji validitas dengan menggunakan

rumus korelasiproduct moment.


64

Hasil perhitungan dengan rumus product moment menunjukkan

nilai r hitung, kemudian dibandingkan rproduct moment. Jika r hitung > r

tabel(0,374) maka butir soal atau kuesioner tersebut dikatakan valid.

Pada hasil yang tidak valid maka item pertanyaan tersebut harus diganti

atau dihilangkan Notoatmodjo, 2010).

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah sama dengan konsistensi atau keajegan, yaitu

indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau

dapat diandalkan. Suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel apabila

alat ukur tersebut tetap konsisten atau taat asas bila dilakukan

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan

menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Instrumen

sebelum digunakan diuji coba kemudian dilakukan uji statistik Cronbach

alpha () yang dilakukan dengan program statistik. Instrumen suatu

variabel dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbach alpha () diatas

0.60 (Arikunto, 2010). Dari hasil uji validitas instrumen penelitian

diambil pernyataan yang valid dan dilakukan uji reliabilitas.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian kuantiatif didapatkan

secara primer dan sekunder (Riyanto, 2010).

1. Data primer

Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari

subyek penelitian. Data primer dari penelitian ini adalah pengetahuan,


65

dan motivasi ibu hamil tentang VCT sebelum dan sesudahdilakukan

pendidikan kesehatan dengan peer education. Data ini diperoleh

langsung dari responden dengan menggunakan instrumen berupa

kuesioner.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh langsung dari

subyek penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini didaptkan dari:

a. Data kohort bidan di desa wilayah Puskesmas Batang III

Data ibu hamil diperoleh dari kohort bidan di desa yang ada di

puskesmas Batang III diperoleh berupa data jumlah ibu hamil dan

umur kehamilan ibu.

b. Data klinik IMS Puskesmas

Angka kejadian IMS, HIV dan AIDS yang ada di wilayah

Puskesmas Batang III.

c. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Batang

Data pelaksanaan program yang sudah dan masih dilaksanakan, data

angka kejadian IMS, HIV, dan AIDS di Kabupaten Batang.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu :

1. Tahap persiapan

a. Mengurus perijinan dari Ketua Program studi, Kesbang Linmas,

Bapeda, DKK dan Puskesmas yang akan diambil datanya untuk

penelitian.

b. Mencari sumber-sumber pustaka dan data-data penunjang di

lapangan.
66

c. Melakukan konsul ke dosen pembimbing.

2. Tahap pelaksanaan

a. Menentukan besarnya sampel penelitian.

b. Menentukan responden penelitian.

c. Memberikan informed concent kepada responden.

d. Mengumpulkan data primer yaitu dengan memberikan kuesioner

kepada responden sebelum dilakukan intervensi (pretest).

e. Mengambil 3 orang responden untuk menjadi peer educator secara

random.

f. Meminta bantuan narasumber untuk melakukan pelatihan

pembentukan peer educator.

g. Mengadakan pelatihan peer educator selama 3 hari.

h. Melaksanakan peer education, dengan cara melakukan pertemuan

dengan interval satu minggu sekali dengan frekuensi 3 kali dan

lamanya 60 menit yang dilakukan oleh peer educator, media yang

digunakan pemutaran film, leaflet dan LCD.

i. Mengumpulkan kembali data primer yaitu dengan membagikan

kuesioner dan kepada responden dan melakukan evaluasi perilaku

VCT responden setelah dilakukan intervensi (post test).

j. Setelah data terkumpul melakukan pengecekan data apakah sudah

sesuai.

k. Data yang sudah lengkap selanjutnya dilakukan seleksi kemudian

data diolah dengan komputer.


67

H. Teknik Pengolahan

Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam

penelitian. Menurut Hidayat A (2007) kegiatan dalam proses pengolahan data

adalah

1. Editing

Memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar

pertanyaan, kartu atau buku register. Pada kegiatan memeriksa data

dilakukan kegiatan menjumlah dan melakukan koreksi. Menjumlah

adalah menghitung banyaknya lembaran daftar pertanyaan yang telah

diisi untuk mengetahui apakah sesuai dengan jumlah yang telah

ditentukan. Koreksi ialah proses membenarkan atau menyelesaikan hal -

hal yang salah atau kurang jelas.

2. Coding

Coding mempermudah pengolahan, sebaiknya semua variabel

diberi kode, terutama data klasifikasi. Pemberian kode dapat dilakukan

sebelum atau sesudah pengumpulan data dilaksanakan. Jawaban

pengetahuanbenardiberi kode 1, bila jawaban salahdiberi kode 0.

Pernyataan motivasi negatif, bila jawaban sangat setuju kode 1, setuju;

2, tidak setuju; 3, sangat tidak setuju 4. Jika pertanyaan motivasi positif:

sangat setuju; 4, setuju; 3, tidak setuju; 2, sangat tidak setuju 1.diberikan

kode 0.
68

3. Entrying

Kegiatan memasukkan data yang sudah dikumpulkan ke dalam master

tabel/ data base komputer kemudian membuat distribusi frekuensi.

4. Analizing

Analizing adalah melakukan analisa khususnya terhadap data penelitian

akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan

yang hendak dianalisis. Teknik analisis menggunakan sistem

komputerisasi.

I. Analisa Data

Analisis data adalah merupakan tahapan dimana data diolah dan

dianalisis dengan teknik-teknik tertentu. Untuk pengolahan data kuantitatif

dapat dilakukan secara manual atau melalui proses komputerisasi

(Notoatmojo, 2007). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menghasilkan:

a. Distribusi frekuensi dan prosentase dari pengetahuan, dan motivasi

ibu hamil tentang VCT sebelum dan sesudah dilakukan peer

education dan perilaku VCT sesudah dilakukan peer education.

b. Distribusi frekuensi dan prosentase yang merupakan skor selisih

pengetahuan dan motivasi ibu hamil tentang VCT sebelum dan

sesudah dilakukan peer education.


69

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat yaitu analisis yang digunakan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmojo, 2007).

Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis pengaruh pendidikan

kesehatan dengan metode peer education terhadap pengetahuan, sikap

dan perilaku ibu hamil tentang VCT. Uji statistik yang digunakan untuk

menguji hipotesis dalam penelitian ini jika data berdistribusi normal dan

homogen menggunakan uji Spearman rank dengan keputusan uji alpha >

0,5 maka Ho diterima. (Sopiyudin Dahlan, 2004).

Anda mungkin juga menyukai