Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN PADA KASUS ODHA

“Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Women Empowerment”

Dosen Pembimbing:
Gita Kostania, SST, M.Kes

Disusun Oleh:
Kamila Fauzia R (P17311191002)
Farah Nabila M (P17311191003)
Kharismah Ulumiyah (P17311191004)
Ranindya Dwi N (P17311191006)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN MALANG
2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................................3
1.3 Manfaat....................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................................................4
2.1HIV/AIDS................................................................................................................4
2.2 Ibu Hamil dengan HIV-AIDS.....................................................................................7
BAB III TINJAUAN KASUS....................................................................................................11
3.1 Deskripsi Masalah...................................................................................................11
BAB IV PENUTUP....................................................................................................................19
4.1 Kesimpulan............................................................................................................19
4.2 Saran.....................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang sistem kekebalan tubuh.
Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh
sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain yang disebut
dengan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) (Kementerian Kesehatan
RI, 2017). AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi dari virus HIV. Orang yang telah di
diagnosa terinfeksi positif oleh virus HIV dan AIDS maka orang tersebut disebut
dengan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) (Diatmi dan Diah, 2014).
UNAIDS (2017) menunjukkan terjadi peningkatan jumlah orang yang
menderita HIV dari 36,1 millyar di tahun 2015 menjadi 36,7 millyar di tahun 2016.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat
prevalensi HIV/AIDS yang cukup tinggi. Kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan
di provinsi Bali pada tahun 1987. Kasus HIV/AIDS telah menyebar di 407 dari 507
kabupaten/kota (80%) di seluruh provinsi di Indonesia hingga saat ini (Ditjen P2P,
2016).
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
menimbulkan AIDS. Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh HIV. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia maka HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk sel Limfosit T (T-Helper) yang
didalamnya terdapat CD-4. Sehingga untuk bertahan hidup, HIV memerlukan sel
darah manusia sebagai pejamu. Di luar tubuh manusia, HIV merupakan virus yang
rapuh, cepat mati namun beberapa peneliti menyatakan bahwa HIV dapat bertahan
selama 1 sampai 6 jam sehingga kewaspadaan standar tetap harus dilaksanakan.
HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan seseorang yang telah
terinfeksi HIV tanpa pengaman, melalui darah atau alat-alat yang terpajan HIV,
serta melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada janin yang dikandungnya pada saat
kehamilan, persalinan dan menyusui.
ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) memerlukan pengobatan dengan
Antiretrovial (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV dalam tubuh agar tidak
masuk ke dalam stadium yang lebih tinggi, pengobatan ARV juga berfungsi sebagai

1
pencegah infeksi oportunistik dan komplikasinya (Kemenkes RI, 2014). Kepatuhan
minum obat pada odha meliputi ketepatan dalam waktu, jumlah, dosis, serta cara
individu dalam mengkonsumsi obat pribadinya. Kepatuhan terhadap antiretroviral
theraphy (ARV) adalah kunci untuk menekan berkembangnya HIV, mengurangi
risiko resistensi obat, meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, kualitas hidup,
serta menurunkan risiko transmisi penyakit HIV (Dessy, 2016). Dalam
penanggulangan HIV/AIDS untuk pengobatan penderita, dimana hampir disemua
Negara didunia mengalami masalah yang sama yaitu tentang kepatuhan minum
obat penderita untuk mengkonsumsi ARV (WHO,Progres report, 2016).
Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dilakukan secara
terintegrasi dan komprehensif dengan program-program lainnya yang berkaitan
dengan pengendalian HIV dan AIDS melalui strategi 4 prong. Adapun tujuan dari
program PMTCT adalah menurunkan penularan HIV dari ibu kepada bayinya,
dengan sasaran program adalah: ibu hamil, bayi yang dilahirkan, perempuan usia
reproduktif, remaja dan anak muda. Kegiatan prong 1 dan 2 dapat dilaksanakan
diseluruh jenjang dan unit pelayanan kesehatan (UPK) sedangkan prong 3 dan 4
dilaksanakan pada UPK dan fasilitas lebih tinggi pada umumnya dapat diperoleh
dirumah sakit (RS). Hal berikut juga perlu dilaksanakan dalam pelaksanaan
PMTCT: layanan KIA terpadu, layanan konseling dan tes sukarela, pemberian obat
ARV profilaksis, konseling tentang HIV dan pilihan nutrisi untuk bayi, persalinan
yang aman. Bidan merupakan salah satu bagian dalam pelayanan kesehatan yang
menjadi ujung tombak dalam memberikan pelayanan KIA dan KB, dan juga dapat
menjadi jejaring dalam jangkauan ibu – ibu hamil. Bidan dapat berperan sebagai
pendidik kesehatan dan penyuluhan kepada ibu hamil tentang perilaku yang
berisiko terhadap penuaran HIV dan AIDS, memberikan informasi tentang
VCT/PMTCT, tidak hanya pada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan
masyarakat. Selain itu bidan dapat pula berperan dalam upaya surveilans kasus –
kasus penyakit menular seksual (PMS), yang meningkatkan risiko tertular HIV dan
AIDS. Keberhasilan bidan dalam melaksanakan tugasnya di perlukan dukungan
dari berbagai pihak terkait seperti: stakeholders, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), dan juga ditunjang oleh fasilitas, sarana informasi, keterampilan dan
kebijakan melalui program peningkatan kapasitas bidan sebagai pendidik kesehatan
dan penyuluhan kepada ibu hamil dalam upaya pencegahan penularan HIV dan
AIDS (Depkes RI, 2008).
Peranan bidan sebagai tenaga profesional dan merupakan salah satu tenaga
kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi (AKB).
Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna,
berfokus pada aspek pencegahan penyakit termasuk pencegahan penularan HIV &
AIDS pada ibu hamil dan promosi HIV & AIDS pada ibu hamil dengan

2
memberikan pendidikan kesehatan atau konseling pada ibu hamil yang datang
berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan. Ibu hamil akan di bimbing untuk
membuat keputusan sendiri untuk mengubah perilaku yang baru dan
mempertahankannya. Dengan intervensi pencegahan penularan HIV pada ibu
hamil, diantaranya adalah memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang bisa
menjadi awal atau pintu masuk upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi
pada ibu hamil (Pipitcahyani et al, 2012)

1.2 Tujuan
Mampu memberikan Asuhan Kebidanan pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)

1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat memberikan Asuhan Kebidanan pada ODHA
2. Meningkatkan pengetahuan keterampilan dan pengalaman secara langsung
sekaligus penanganan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama di
akademik

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 HIV/AIDS
HIV/AIDS HIV/AIDS merupakan isu kesehatan yang cukup sensitif
untuk dibicarakan. Hal ini berkaitan dengan sifat yang unik dari penyakit ini.
Selain kasusnya yang seperti fenomena gunung es, stigma dan diskriminasi pun
juga banyak dialami oleh penderita dan keluarganya. Tingginya stigma
masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS menyebabkan banyak perlakuan
diskriminasi baik dalam pekerjaan, perawatan, pengobatan, pendidikan maupun
dalam hal lainnya (Sari, A.P, 2015) Ibu hamil sangat rentan dalam penularan
HIV karena bayi dapat tertular HIV melalui plasenta, proses persalinan, dan saat
sang ibu memberi ASI. Sedangkan untuk membuat sang bayi menjadi negative
AIDS, selama ibu mengandung harus selalu dikontrol perkembangannya dan
kepada sang ibu yang mengidap HIV disarankan untuk melakukan pengobatan
antiretroviral, jika sang anak sudah lahir, ia pun harus mengkonsumsi
antiretroviral seumur hidup.
a. Epidemiologi HIV/AIDS pada Ibu Hamil
Sindrom HIV/AIDS pertama kali dilaporkan oleh Michael Gottlieb pada
pertengahan tahun 1981 pada lima orang penderita homoseksual dan
pecandu narkotika suntik di Los Angeles, Amerika Serikat. Sejak penemuan
pertama inilah, dalam beberapa tahun dilaporkan lagi sejumlah penderita
dengan sindrom yang sama dari 46 negara bagian Amerika Serikat lain.
Penyakit. ini telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat
dunia dan menjadi masalah global.
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS saat ini sekitar 60 juta
orang telah tertular HIV dan 26 juta telah meninggal karena AIDS,
sedangkan saat ini orang yang hidup dengan HIV sekitar 34 juta orang. Di
Asia terdapat 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV, 440 ribu diantaranya
adalah infeksi baru dan telah menyebabkan banyak kematian pada
penderitanya. Cara penularan di Asia bervariasi, namun tiga perilaku yang
beresiko tinggi menularkan adalah berbagi alat suntik di kalangan pengguna
napza, seks yang tidak terlindungi dan lelaki seks dengan lelaki yang tidak
terlindung.
Berdasarkan data dari UNAIDS, diperkirakan 34 juta orang terinveksi HIV
diseluruh dunia. Pada Asia Tenggara dan Selatan terdapat 4 juta orang
dewasa dan anak anak yang terinveksi HIV, diantaranya kematian orang

4
dewasa dan anak-anak karena AIDS sebesar 250.000 orang dan 280.000
orang adalah penderita infeksi HIV baru.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit (Ditjen PP) dan Penyehatan
Lingkungan (PL) Kementrian Kesehatan RI melaporkan bahwa kasus HIV
di Indonesia secara kumulatif sejak 1 April 1987 30 September 2014
sebanyak 150.296 jiwa, sedangkan untuk kasus AIDS berjumlah 55.799
jiwa. Jumlah infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta berjumlah 32.782
jiwa, Jawa Tengah masuk dalam peringkat ke-6 dengan jumlah penderita
HIV sebanyak 9.032 jiwa. Kasus AIDS terbanyak yaitu di Papua berjumlah
10.184 jiwa dan Jawa Tengah menduduki peringkat ke-6 dengan jumlah
3.767 jiwa. Namun, saat ini sudah diwaspadai telah terjadi penularan HIV
yang meningkat melalui jalur parenteral (ibu kepada anaknya), terutama di
beberapa ibu kota provinsi. Jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia dari
transmisi perinatal sebanyak 1.506 jiwa, jumlah tersebut berasal dari data
kumulatif wanita sebanyak 16.149 yang terinfeksi AIDS. Kondisi ini
menunjukan terjadi feminisasi epidemik HIV di Indonesia. Penularan HIV
tertinggi umumnya terjadi pada saat persalinan ketika kemungkinan terjadi
percampuran darah ibu dan lendir ibu dengan bayi. Tetapi sebagian besar
bayi dari ibu HIV positif tidak tertular HIV.3 Jika tidak dilakukan intervensi
terhadap ibu hamil HIV positif, risiko penularan HIV dari ibu ke bayi
berkisar antara 25- 45%. Frekuensi rata-rata transmisi vertikal dari ibu ke
anak dengan infeksi HIV mencapai 25-30%.
Pada tahun 2001, United Nations General Assembly Special Session untuk
HIV/AIDS berkomitmen untuk menurunkan 50% proporsi infeksi HIV pada
bayi dan anak pada tahun 2010. Program tersebut termasuk intervensi yang
berfokus pada pencegahan primer infeksi HIV pada wanita dan
pasangannya, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita
infeksi HIV, pencegahan transmisi dari ibu ke anak, pengobatan, perawatan
serta bantuan bagi wanita yang hidup dengan HIV/AIDS, anak dan keluarga
mereka. Oleh karena itu, untuk memberantas transmisi vertical HIV yang
terus meningkat diperlukan penatalaksanaan yang tepat pada ibu dan bayi
selama masa antepartum, intrapartum dan postpartum. Selain itu adanya ibu
hamil dengan HIV/AIDS mengalami diare kronis lebih dari 1 bulan, dan
adanya demam lama lebih dari 1 bulan.
Ibu hamil dengan HIV mengalami peningkatan depresi dan kekhawatiran
terhadap stigma masyarakat. Adanya penurunan kondisi fisik dan psikologis
tersebut mempengaruhi kondisi ibu hamil dengan HIV yang sudah
mengalami penurunan kondisi dari kehamilannya sendiri. Sehingga, ibu
dengan HIV/AIDS saat hamil mengalami penurunan kondisi fisik dan

5
psikologis yang tidak terjadi ibu hamil sehat maupun penderita HIV/AIDS
yang tidak hamil (Kasmiwati, S., 2017).
Menurut data sampai saat ini lebih dari 50% penderita HIV/AIDS adalah
dari kalangan ekonomi lemah, padahal biaya yang diperlukan untuk
pengobatan dan perawatan AIDS sangat mahal, sehingga tidak jarang
perempuan yang tertular HIV/AIDS dari suaminya tidak mendapatkan
pengobatan dan perawatan yang optimal, karena biaya yang terbatas dan
lebih diprioritaskan untuk pengobatan suami dan untuk pemenuhan
kehidupan sehari-hari. Sampai saat ini secara budaya di Indonesia
perempuan atau ibu masih merupakan pengurus atau orang yang
bertanggung jawab untuk mengurus dan mengelola keluarga termasuk
mengurus dan merawat anggota keluarga yang sakit. Sehingga menjadi ibu
atau perempuan di dalam keluarga sangat berat, apalagi ditambah dengan
menderita HIV/AIDS. Selain itu, penyakit HIV AIDS merupakan penyakit
kronis dengan berbagai gejala yang diakibatkan oleh infeksi oportunistik
seperti TBC, diare kronis dan infeksi selaput dan jaringan otak (Reeder, S. J.
Martin, Griffin, K. 2013) yang berdampak pada semua aspek kehidupan
penderita dan keluarganya.
Menurut data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jawa Tengah
(2014), ibu rumah tangga menduduki ranking dua penderita HIV/AIDS.
Penularan ini umumnya didapatkan dari pasangan yang memiliki perilaku
beresiko tinggi seperti berhubungan seks dengan wanita selain pasangan
(wanita pekerja seks). Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi cukup tinggi
termasuk setelah melahirkan dan hal ini dapat dihindari dengan tidak
memberikan ASI dan diganti dengan PASI, Secara teori, ASI dapat
membawa HIV dan dapat meningkatkan transmisi perinatal, oleh karena itu
WHO tidak merekomendasikan pemberian ASI pada ibu dengan HIV positif
meskipun mereka sudah mendapatkan ARV (WHO, 2020). Ketakutan akan
ketidakmampuan dalam merawat bayinya serta takut bayinya tertular HIV
membuat ibu nifas merasakan kecemasan setelah melahirkan. Kecemasan
tentang penularan HIV ke bayinya ada sampai dengan kepastian bahwa
bayinya tidak tertular HIV dan ini bias berlangsung selama 2 tahun.
(Abadiyah, L.M. 2009).
b. Konsep HIV menyebabkan AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus dapat
menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama
sel CD4, sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang
pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang
sangat ringan sekalipun.

6
Terdapat 3 kelas obat antiretro-viral utama yang digunakan pada pengobatan
pasien HIV/AIDS, diantaranya golongan nucleoside reverse transcriptase
inhibitors (NRTIs), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NNRTIs), protease inhibitors (PIs). NRTIs dan NNRTIs bekerja dengan
menghambat enzim HIV reverse transcriptase dan merusak DNA HIV yang
sedang berkembang. Pls menghambat kerja enzim protease yang sehingga
dihasilkan partikel viral yang tidak matang dan non-infeksius. Stigma
merupakan hambatan utama dalam pencegahan, perawatan, pengobatan, dan
dukungan HIV.
Ketakutan akan stigma membuat orang cenderung kurang ingin melakukan
pemeriksaan HIV dan kurang ingin atau menunda mengungkapkan status
HIV kepada pasangan. Stigma juga berhubungan dengan penundaan atau
penolakan perawatan dan ketidakpatuhan dalam pengobatan HIV (Valerian,
et.al., 2010)
c. Struktur HIV
Partikel HIV adalah virus RNA yang ber-envelop, berbentuk bulat sferis
dengan diameter 80-120 nm. Partikel yang infeksius terdiri dari dua untai
single stranded RNA positif yang berada di dalam inti protein virus
(ribonukleoprotein) dan dikelilingi oleh lapisan envelope fosfolipid yang
ditancapi oleh 72 buah tonjolan (spikes) glikoprotein (Gambar 1).

Envelope polipeptida terdiri dari dua subunit yaitu glikoprotein luar (gp120)
yang merupakan tempat ikatan reseptor (receptor binding) CD4 dan
glikoprotein transmembran (gp41) yang akan bergabung dengan envelope
lipid virus. Protein-protein pada membran luar ini terutama berfungsi untuk
mediasi + terjadinya ikatan dengan sel CD4 dan reseptorkemokin. Pada
permukaan dalam envelope lipid virus dilapisi oleh protein matriks (p17),
yang kemungkinan berperan penting dalam menjaga integritas struktural
virion. Envelope lipid terbungkus dalam protein kapsid yang berbentuk
ikosahedral (p24) dan matriks p17. Protein kapsid mengelilingi inti dalam
virion sehingga membentuk 'cangkang di sekeliling material genetik. Protein
nukleokapsid terdapat dalam 'cangkang' tersebut dan berikatan langsung
dengan molekul-molekul RNA (Bobak, 2015)

7
2.2 Ibu Hamil dengan HIV-AIDS
a. Pengertian HIV-AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menginfeksi
sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul
karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. Penderita
HIV memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan
jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk ke dalam stadium AIDS,
sedangkan penderita AIDS membutuhkan pengobatan ARV untuk mencegah
terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai komplikasinya
b. Cara penularan HIV-AIDS
HIV dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai cairan tubuh dari orang yang
terinfeksi, seperti darah, ASI (Air Susu Ibu), semen dan cairan vagina. HIV juga
dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya selama kehamilan dan persalinan.
Orang tidak dapat terinfeksi melalui kontak sehari-hari seperti mencium,
berpelukan, berjabat tangan, atau berbagi benda pribadi, makanan, atau air.
(WHO, 2019)
c. Cara menghindari penularan HIV
Untuk menghindari penularan HIV, dikenal konsep "ABCDE" sebagai berikut :
A (Abstinence): Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang
belum menikah.
b. B (Be Faithful): Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidal
(berganti-ganti pasangan).
c. C (Condom) : Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan kondom
d. D (Drug No) :Dilarang menggunakan narkoba.
e. E (Education) : pemberian Edukasi dan informasi yang benar mengenai HIV,
cara penularan, pencegahan dan pengobatannya.
d. Perubahan Psikologi Ibu Hamil dengan HIV-AIDS
Penyakit HIV/ AIDS banyak menimbulkan perubahan fisik dan psikologis yang
cukup signifikan pada ibu hamil. Perubahan tersebut menyebabkan dampak yang
cukup serius baik terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya. Pada ibu,
dampak yang sering dirasakan adalah pada aspek psikologis, Kondisi tersebut
tentu dapat menyebabkan berbagai gangguan kehamilan sampai dengan proses
persalinan yang berdampak besar pada janin yang dikandung ibu. Beberapa
perubahan psikologi ibu hamil dengan HIV-AIDS, diantaranya:
a. Ambivalensi
b. Depresi
c. Post partum blues
d. Perasaan ragu-ragu akan kehamilannya

8
e. Kekhawatiran yang berlebihan terhadap janin
Kotze di Afrika Selatan, ibu hamil dengan HIV mengalami peningkatan depresi
dan kekhawatiran terhadap stigma masyarakat (Maula 2014)
e. Komplikasi Ibu Hamil dengan HIV-AIDS
Ibu hamil dengan HIV/ AIDS mengalami perubahan fisik dan psikologis serta
memiliki berbagai komplikasi kehamilan baik pada ibu maupun pada janin. Pada
ibu hamil dengan HIV mempunyai berbagai komplikasi kehamilan yang
diantaranya adalah:
a. Adanya rupture saat persalinan.
b. Bayi lahir cacat
c. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
d. Bayu lahir prematu
e. Janin tertular HIV
f. Penyebab Ibu Hamil Tertular HIV-AIDS
Sebagian besar data menyatakan bahwa, HIV yang diderita oleh ibu hamil
ditularkan oleh suami atau pasangannya sendiri. Menurut data dari Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) (2014), ibu rumah tangga menduduki ranking
kedua penderita HIV- AIDS. Penularan ini umumnya didapatkan dari pasangan
yang memiliki perilaku beresiko tinggi seperti berhubungan seks dengan wanita
selain pasangan (wanita pekerja seks). Penyakit HIV-AIDS tidak hanya bisa
diderita oleh mereka yang dianggap pantas untuk diberi "cap buruk" oleh
masyarakat, tetapi telah mengenai kelompok yang paling rentan yaitu
perempuan, ibu rumah tangga dan anak-anak
g. Persalinan Ibu Hamil HIV-AIDS
Ibu hamil dengan HIV-AIDS dianjurkan untuk mengambil proses persalinan
dengan jalan operasi Sectio Caesaria (SC) dan tidak menyusui anaknya sebagai
upaya agar tidak menularkan HIV kepada anak-anaknya. Selama 16 tahun
terakhir para ahli di dunia telah membuat berbagai kesepakatan penting
mengenai rekomendasi pemberian makan pada bayi yang terpapar infeksi HIV
dari ibunya. Awalnya dengan berusaha meniadakan paparan melalui laktasi yang
dilakukan di negara maju. Beberapa tahun kemudian pemberian ASI diijinkan
asal dalam waktu yang singkat dan dengan penghentian cepat. Rekomendasi
terakhir adalah mengijinkan pemberian ASI asalkan diberikan secara eksklusif
selama 6 bulan pertama dan boleh dilanjutkan hingga usia anak 2 tahun.
h. Pengobatan Ibu Hamil HIV-AIDS
Pengobatan yang dilakukan ibu hamil dengan HIV-AIDS adalah dengan
melakukan pemeriksaan rutin ke pelayanan kesehatan dan mengonsumsi obat
ARV (AntiRetroViral). Obat ARV menghambat proses pembuatan HIV dalam
sel CD4, dengan demikian mengurangi jumlah virus yang tersedia untuk
menularkan sel CD4 baru. Akibatnya sistem kekebalan tubuh dilindungi dari

9
kerusakan dan mulai pulih kembali, seperti ditunjukkan oleh peningkatan dalam
jumlah sel CD4. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rachmawati (2013),
bahwa kualitas hidup orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang mengikuti terapi
dari segi fisik adalah baik dan tidak ada infeksi oportunistik yang muncul.
i. Strategi Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi Menurut WHO terdapat 4
(empat) upaya yang perlu untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke
bayi (harry kurniawan 2013), meliputi:
a. Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi
b. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif
c. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang
dikandungnya. Bentuk intervensi berupa:
1) Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang dan komprehensif
2) Layanan konseling tes HIV secara sukarela (VCT)
3) Pemberian obat antiretrovirus (ARV)
j. Support Social Ibu Hamil HIV-AIDS
Adaptasi perempuan untuk menjadi seorang ibu memerlukan dukungan suami
dan disekitarnya. Dukungan suami memiliki peranan penting bagi seorang istri,
terlebih dalam keberlangsungan kehamilan dan pasca melahirkan. Ibu pasca
melahirkan yang memiliki dukungan suami tinggi akan memiliki kesejahteraan
yang baik. Kesejahteraan yang baik sangat berarti, terlebih bagi para ibu hamil
dengan HIV-AIDS untuk tetap optimis dengan kesehatan fisiknya dan juga bayi
yang dikandungnya. Elisa, Parwati, Sriningsih, (2012) menyampaikan tentang
dukungan keluarga selama persalinan pada ibu yang terdeteksi HIV didapatkan
hasil bahwa perempuan hamil memperoleh dukungan dari suami, bapak, ibu dan
saudara. Selama menghadapi persalinan mereka mendapatkan motivasi,
dukungan doa, dibantu dalam pemenuhan kebutuhan fisik, dibantu biaya
perawatan, dan cara pencegahan penularan dari ibu ke bayi. Dukungan yang
didapatkan ini membuat ibu hamil dengan HIV-AIDS merasa bahagia,
membangkitkan semangat hidup, perasaan lebih tenang dan terbantu dalam
perawatan selama persalinan (Septiani, Widiastuti, and Istioningsih 2019)

10
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Deskripsi Masalah


Seorang ibu berusia 29 tahun G1P0A0 usia kehamilan 37 minggu dirujuk
ke rumah sakit daerah di Kabupaten Malang dengan indikasi letak sungsang, ibu
datang ditemani dengan suami dan keluarga. Hasil anamnesa keluar lendir darah,
ibu tampak kesakitan akibat dari kontraksi. Hasil pemeriksaan TD : 110/70
mmHg, N : 89x/menit, RR : 21x/menit, SpO2 : 99%, DJJ 142x/mnt. Hasil
pemeriksaan dalam : Bloodyslm +, pembukaan 3 cm, eff: 25%, ket: utuh, letsu.
Hasil pemeriksaan Laboratorium : Hb : 11,7g/dl, HbSAg : NR, HIV : R, Covid-
19 : NR. Setelah dilakukan anamnesa mengenai hasil pemeriksaan laboratorium,
ibu mengatakan bahwasannya baru mengetahui bahwa dirinya mengidap HIV,
ibu juga menjelaskan bahwasannya dirinya pernah melakukan hubungan seksual
dengan beberapa pria. Setelah diberikan KIE mengenai efek samping dari HIV,
ibu merasa cemas karena takut sang anak akan tertular HIV tersebut. Bidan
menyarankan agar ibu bisa dilakukan pertolongan persalinan dengan SC, karena
indikasi letak sungsang dan untuk meminimalisir terjadinya penularan HIV dari
ibu ke bayi pada saat proses persalinan nantinya. Setelah itu ibu bersedia untuk
dilakukan SC, dan segera dijadwalkan persalinan dengan dokter SpOg.

A. Solusi yang direncanakan menggunakan SOAP


Pengkajian
Tanggal : 21 Oktober 2022
Jam : 21.30 WIB

A. Data Subjektif
1) Identifikasi

Nama Ibu : Ny. I Nama Suami : Tn. J

Umur : 29 tahun Umur : 27 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Suku / Bangsa : Jawa Suku / Bangsa : Jawa

Pendidikan : SD Pendidikan : SD

11
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta

Alamat : Tumpang

2) Alasan Datang
Ibu datang usia kehamilan 37 minggu atas rujukan bidan karena posisi
bayi sungsang.
3) Keluhan Utama
Ibu mengatakan perut kencang-kencang sejak pukul 18.30 WIB disertai
pengeluaran lendir darah dari jalan lahir
4) Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 6-7 hari
HPHT : 3 Februari 2022
HPL : 10 November 2022
UK : 37 Minggu 1 hari
5) Riwayat Pernikahan
Usia pertama menikah : 11 tahun
Status pernikahan : Sah
Pernikahan ke : 2 (dua)
Lama pernikahan : 8 dan 2 tahun
6) Riwayat Kesehatan Lalu
Ibu mengatakan tidak sedang dan tidak pernah menderita jantung, TBC,
diabetes melitus, tekanan darah tinggi, asma, epilepsi, liver, ginjal,
HIV/AIDS, IMS, hepatitis, malaria.
7) Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan mulai kenceng-kenceng sejak tanggal 19 Oktober 2022
jam 18.30, dan datang ke RSUD Kanjuruhan tanggal 20 Oktober 2022
pada pukul 15.00. kemudian ibu dilakukan pemeriksaan laboratorium,
dan hasilnya adalah reaktif HIV. Dan sebelumnya belum mengetahui
apabila terjangkit HIV.
8) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita jantung,
TBC, diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, asma, epilepsi, liver, ginjal,
HIV/AIDS, IMS, hepatitis, malaria.

12
9) Riwayat Obstetri

No. Tgl/bln/ Tempat Usia Penolon Penyulit/ BB Keadaan


thn Partus Kehamila g Komplikasi Lahir anak
n sekarang

1. 2010 RS 9 bulan Bidan Pinggul sempit 2500 Sehat

10) Riwayat Kehamilan

Ibu mengatakan telah memeriksakan kandungannya sebanyak 4 kali di


Bidan

a. Trimester I : Ibu mengatakan ini merupakan kehamilannya yang


ke-2. Ibu juga mengatakan selama trimester I ini ada keluhan mual
muntah.

b. Trimester II : Ibu mengatakan tidak memiliki keluhan yang


mengganggu pada trimester II.

c. Trimester III : Ibu mengatakan memiliki keluhan sering buang air


kecil dan kenceng-kenceng serta keluar lendir darah. hasil
pemeriksaan bidan bahwa bayi letak sungsang. Bidan
menganjurkan ke RSUD Kanjuruhan.

11) Riwayat KB
Ibu mengatakan sebelumnya belum pernah menggunakan KB jenis
apapun, dan sekarang berencana menggunakan KB steril yaitu MOW.
12) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
1) Pola Nutrisi
Ibu mengatakan makan 3 kali sehari porsi sedang dengan menu makanan
nasi, lauk pauk, sayur, dan minum 4-5 gelas dalam sehari. Terakhir
makan kemarin pukul 17.00 WIB dan terakhir minum pukul 21.00 WIB

13
2) Pola Eliminasi

Ibu mengatakan BAB 1x sehari setiap hari dan BAK sekitar 5-6x sehari.
Terakhir BAK kemarin pukul 17.30, terakhir BAB kemarin pukul 10.00
WIB

3) Pola Istirahat

Ibu mengatakan terkadang tidur siang 1-2 jam dan tidur malam 5-6 jam.
Terakhir istirahat kemarin pukul 14.00 WIB

4) Pola Aktifitas

Ibu mengatakan melakukan aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah


tangga dan mengerjakan pekerjaan rumah dibantu oleh ibu kandung.

5) Pola Kebiasaan

Ibu mengatakan tidak pernah minum jamu, merokok, dan minum-


minuman beralkohol.

13) Riwayat Psikososial


Ibu merasa cemas dan menahan sakit karena merasakan kontraksi,
keluarga mendukung penuh atas kehamilan ini, ibu akan bersalin
didampingi oleh suami.

B. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,1° C
Nadi : 89x/menit
RR : 21x/menit
SpO2 : 99%
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi

14
Muka : Tidak pucat, tidak ada chloasma, tampak oedem
Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sklera merah,
pandangan tidak kabur, tampak oedema palpebra
Mulut : Bibir tidak pucat, tidak ada stomatitis
Leher : Tidak tampak pembengkakan vena jugularis, kelenjar
tiroid , kelenjar limfe
Dada : Puting susu menonjol, tidak ada benjolan abnormal,
kolostrum belum keluar, tampak sesak
Abdomen : Tidak tampak luka bekas operasi, tidak tampak linea nigra
dan striae
Genetalia : Tampak keluar lendir darah dari jalan lahir, tidak tampak
oedema
Anus : Tidak terdapat hemoroid
b) Palpasi
Muka : Tidak ada oedema
Payudara : Tidak ada benjolan, ASI belum keluar
Abdomen
- Leopold I : Teraba keras melenting pada fundus
uteri

- Leopold II : Teraba keras, datar seperti papan pada


sebelah kiri kesan punggung dan teraba bagian kecil pada
sebelah kanan kesan ekstremitas

- Leopold III :, Teraba bokong

- Leopold IV : Sudah masuk PAP

Kontraksi : 2-3x/10 menit 15 detik

TFU : 31 cm

TBJ : 31-12 x 155 = 3100


Ekstremitas

15
- Atas : oedema -/-
- Bawah : oedema -/-

c) Auskultasi
- DJJ : 142 x/menit
d) Pemeriksaan dalam
Genetalia : Tampak keluar lendir dari jalan lahir, tidak tampak
oedema
v/v bloodslym, pØ 3 cm, ketuban positif, bagian terdahulu bokong

3) Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 21 Oktober 2022
Tempat : RSUD Kanjuruhan
a. Swab Antigen : Negatif
b. Hb : 11,7 g/dL
c. Hematokrit : 37,8%
d. Lekosit : 21.330 sel/cmm
d. Protein Urine :-
e. HbsAg : Non Reaktif
f. HIV : Reakif

C. Analisa Data
G2P1A0 UK 37 minggu in partu kala 1 fase laten janin T/H/I dengan
letak sungsang dan HIV reaktif

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
bahwasannya keadaan ibu dan janin dalam kondisi baik namun ibu
mengalami letak sungsang dan HIV reaktif sehingga perlu
dilakukannya SC

16
Rasional : SC dilakukan pada letak sungsang untuk mengurangi
resiko robekan jalan lahir lebih besar, partus lama, sehingga
mudah terkena infeksi, cacat pada bayi, asfiksia. Pada HIV, SC
dilakukan agar meminimalisir penularan dari ibu ke bayi, karena
apabila dilakukan secara normal meningkatkan resiko bayi akan
menelan cairan dari tubuh ibu yang terinfeksi HIV.
2. Menganjurkan ibu untuk tetap tenang dan tidak terlalu cemas
Rasional : Kecemasan tersebut dapat berdampak meningkatkan
sekresi adrenalin, salah satu efek adrenalin adalah kontriksi
pembuluh darah sehingga suplai oksigen ke janin menurun.
3. Setelah mendapat persetujuan dari ibu, bidan segera menjadwalkan
SC dengan dokter obgyn
4. Menganjurkan sang suami untuk melakukan tes HIV dikarenakan
baru terdeteksinya sang istri
Rasional : Karena apabila sang suami terpapar HIV dapat segera
diberikan pengobatan ARV sehingga tidak memperburuk gejala
5. Mengajarkan ibu teknik relaksasi
Rasional : Apabila terdapat kontraksi, anjurkan ibu untuk
menarik nafas dalam dan mengeluarkannya secara perlahan
melalui mulut, berguna untuk mengurangi nyeri akibat kontraksi
serta meredakan kecemasan yang dirasakan ibu.
6. Memberikan pendidikan kesehatan :
a. Pentingnya minum ARV apabila dikonsumsi secara teratur
Rasional : ARV wajib diminum ODHA setiap hari. ARV atau
anti retro viral berfungsi menghambat pertumbuhan sel virus
HIV di dalam tubuh ODHA. Jika ARV diminum secara rutin,
maka pertumbuhan sel virus sangat rendah atau bahkan tidak
terjadi atau tak terdeteksi lagi. Sehingga kualitas hidup ODHA
menjadi baik. Dan yang paling penting, risiko penularan HIV
dari ODHA tersebut ke orang lain menjadi sangat rendah. Obat-

17
obat antiretroviral (ARV) yang ada saat ini sudah mampu
menekan jumlah virus sampai tidak terdeteksi.
b. Tidak tarak makan, dan memnuhi kebutuhan nutrisi secara
cukup
Rasional : Untuk memnuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
ibu dan janin, sehingga apabila seseorang tidak tarak makan
maka kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik
7. Menganjurkan keluarga dan suami untuk memberikan bantuan
dukungan berupa fisik maupun psikis ibu
Rasional : Dukungan yang didapatkan ibu menimbulkan perasaan
bahagia dan tenang, sehingga ibu tidak merasa terkucilkan
maupun rendah diri, karena keluarga dan suami adalah orang
terdekat ibu, jadi apabila ibu merasa terdukung maka dirinya akan
merasa aman dan tenang.
8. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
Rasional : Istirahat yang cukup dapat meningkatkan rasa rileks
dan tenang bagi ibu sehingga dapat menurunkan kecemasan yang
ibu rasakan.
9. Beri informed consent tindakan SC kepada ibu dan keluarga
Rasional : Mmeberi informed consent pada ibu dan keluarga
untuk menjelaskan tujuan dilakukannya persalinan secara SC
agar dapat bekerja sama dan tidak terjadi masalah potensial pada
ibu dan bayi.
10. Mengantar Ibu ke ruang operasi (IBS)
Rasional : Agar ibu segera mendapat perawatan yang lebih
intensif

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

HIV dapat dicegah penularannya melalui tindakan untuk mengatasi


terjadinya penularan melalui hubungan seksual pada homoseksual, dan
mencegah penularan dari ibu hamil penderita infeksi HIV kepada bayinya.
Perempuan dengan HIV memerlukan kondisi khusus yang aman untuk hamil,
bersalin, nifas dan menyusui, yaitu aman untuk ibu terhadap komplikasi
kehamilan akibat keadaan daya tahan tubuh yang rendah; dan aman untuk bayi
terhadap penularan HIV selama kehamilan, proses persalinan dan masa laktasi.
Perempuan dengan HIV masih dapat melanjutkan kehidupannya, bersosialisasi
dan bekerja seperti biasa bila mendapatkan pengobatan dan perawatan yang
teratur. Mereka juga bisa memiliki anak yang bebas dari HIV bila kehamilannya
direncanakan dengan baik.
Pada ibu hamil dengan HIV yang tidak mendapatkan upaya pencegahan
penularan kepada janin atau bayinya, maka risiko penularan berkisar antara 20-
50%. Bila dilakukan upaya pencegahan, maka risiko penularan dapat diturunkan
menjadi kurang dari 2%. Dengan pengobatan ARV yang teratur dan perawatan
yang baik, ibu hamil dengan HIV dapat melahirkan anak yang terbebas dari HIV
melalui persalinan pervaginam dan menyusui bayinya. Pada ibu hamil dengan
sifilis, pemberian terapi yang adekuat untuk sifilis pada ibu dapat mencegah
terjadinya sifilis kongenital pada bayinya. Perlunya pemeriksaan laboratorium
pada awal kehamilan dapat mendeteksi penyakit seksual menular yang dapat
membahayakan ibu dan janin.

4.2 Saran
a. Bagi Mahasiswa Kebidanan
Bagi mahasiswa kebidanan diharapkan mampu semakin memahami bagaimana
melakukan asuhan pada ODHA dalam pelayanan kebidanan. Mahasiswa dapat
mempelajari mengenai ODHA dan menganalisis bagaimana pelaksanaan asuhan
dalam praktik kebidanan, dengan begitu diharapkan mahasiswa semakin mampu
mempersiapkan diri untuk melakukan asuhan yang optimal.
b. Bagi Pembaca
Bagi pembaca makalah ini diharapkan dapat mempunyai gambaran bagi ibu
pentingnya periksa selama kehamilan agar dapat mendeteksi kemungkinan

19
komplikasi yang dapat terjadi. Diharapkan bagi pembaca semakin memahami
bahwa penularan dari ibu ODHA ke bayi dapat dicegah dengan cara
menghindari persalinan dan tentu juga dari pola hidup kedua orang tua.

20
DAFTAR PUSTAKA

Diatmi, K., & Diah. 2014. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kualitas. Hidup
pada Orang Dengan HIV dan AIDS ( ODHA ) Di Yayasan Spirit. Paramacitta.

Ernawati, Luh Ayu P., dkk. 2022. HIV/AIDS Pada Ibu Hamil. Malang : Rena Cipta
Mandiri

Kementerian Kesehatan RI. 2017. Buku Pedoman Penyelenggaraan Jenazah ODHA


dan Infeksi Menular Lainya. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Pipitcahyani, Tatarini Ika, VG Tinuk Istiartim Harbandinah Pietojo. 2012. Perilaku


Bidan dalam Pelayanan PMTCT pada Ibu Hamil Dengan HIV/AIDS di SUD
Dr.Soedono Madiun. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 7(1).

21

Anda mungkin juga menyukai