Anda di halaman 1dari 21

MATA KULIAH PPAM KESPRO PADA KRISIS BENCANA

Pencegahan Penularan Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS Pada krisis


kesehatansituasi tanggap darurat bencana

Dosen Pengampuh :Linda Yusanti, S.ST, M.Keb


Di Susun Oleh : Kelompok 5

Tingkat II B
Anggota Kelompok:
1. AfifahEkaSusanti F0G018048
2. AnisaRohmadania F0G018062
3. Cristian metari F0G018040
4. DwiAprita F0G018052
5. EsaVidiah F0G018026
6. RindaLosari F0G018030
7. Tera Lestari F0G018036

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (MIPA) UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah yang maha mengetahui dan maha bijaksana yang telah
memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya.
Salawat serta salam semoga tercurah kepada nabi besar kita nabi Muhammad SAW.
Puji Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugerah,
kesempatan dan pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini Mata kuliah PPAM Kespro pada Krisis Bencana .
semua di rangkup dalam makalah ini agar pemahaman terhadap permasalahan
lebih mudah di pahami lebih singkat dan akurat semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.
Penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dalam pembahasan
maupun penulisan maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun.

Bengkulu,3 Februari 2020

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR.................................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................................2
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................3
C. Tujuan Mamfaat...........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pencegahan Penularan Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS Pada krisis kesehatan
(situasi tanggap darurat bencana)………………………………………………….…4
B. Penularan 1 Pada Krisis Kesehatan (Situasi Tanggap Darurat Bencana)…………...9
C. Kewaspadaan Standar…………………………………………………………….…10
D. Penyedian Kondom Geratis ………………………………………………………15

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan……………………………………………………………………...…17

DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang hidup di dalam
darah manusia, tidak di dalam darah setiap orang hanya di dalam darah siapa saja
yang dilindungi.Meskipun begitu, siapa saja yang bisa memperbesar, termasuk
Anda.HIV tidak dapat menentukan umur, warna kulit, mengatu rseks, agama,
kebangsaan atau faktor pembeda lainnya.Sekali saja HIV sudah ada di dalam diri
Anda (artinya Anda sudah terinfeksi HIV).tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk
dikeluarkan nya. Agar ada banyak cara agar Anda bisa menghindarinya. HIV
berkembang dar iinfeksi menjadi penyakit yang menular kemanusia, yaitu Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Cara Penularan:
Hubungan seks vaginal, oral dan anal khusus, darah atau produk darah yang
dilindungi pakai jarum suntik dan dari ibu yang mendukung kejanin dalam
koleksinya, saat persalinan, atau saat menyusui.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan masyarakat yang di sebabkan oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampakp sikologis
(Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).
Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit bertujuan
untuk melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima pelayanan
kesehatan serta masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus
penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi.
Melalui surveilans yang digiatkan dan terus ditingkatkan baik intensitas
maupun kualitasnya infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat dicegah dan
dikendalikan melalui langkah-langkah yang sesuai dengan standart precaution
(kewaspadaan standar) yang disampaikan oleh narasumber Wan Nishfa Dewi, S.Kep.
Mng. Phd pada Simposium Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Pekan Baru 1 – 3
Agustus 2019,

2
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan mengenai Pencegahan Penularan Infeksi Menular Seksual dan HiIV/AIDS?
2. Jelaskan Penularan 1 Pada Krisis Kesehatan (situasi Tanggap Darurat Bencana)?
3. Jelaskan mengenai Kewaspadaan Standar ?
4. Jelaskam mengenai Penyedian Kondom Geratis ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang
Pencegahan Penularan Infeksi Menular Seksual dan HiIV/AIDS,Penularan 1 Pada
Krisis Kesehatan (situasi Tanggap Darurat Bencana) Kewaspadaan Standardan
mengenai Penyedian Kondom Geratis,Supaya dapat bermamfaat dalam proses
pembelajaran mahasiswa kebidanan sebagai gambaran yang akan dihadap
idilingkungan masyarakat dan car amengatasiny serta bagaimana cara penerapan
dalam praktik kebidanan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pencegahan Penularan Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS Pada krisis


kesehatan (situasi tanggap darurat bencana)
HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang hidup di dalam
darah manusia, tidak di dalam darah setiap orang hanya di dalam darah siapa saja
yang dilindungi.Meskipun begitu, siapa saja yang bisa memperbesar, termasuk
Anda.HIV tidak dapat menentukan umur, warna kulit, mengatu rseks, agama,
kebangsaan atau faktor pembeda lainnya.Sekali saja HIV sudah ada di dalam diri
Anda (artinya Anda sudah terinfeksi HIV).tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk
dikeluarkan nya. Agar ada banyak cara agar Anda bisa menghindarinya. HIV
berkembang dar iinfeksi menjadi penyakit yang menular kemanusia, yaitu Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Cara Penularan:
Hubungan seks vaginal, oral dan anal khusus, darah atau produk darah yang
dilindungi pakai jarum suntik dan dari ibu yang mendukung kejanin dalam
koleksinya, saat persalinan, atau saat menyusui.
Gejala-gejala:
Beberapa orang tidak mengalami gejala saat rusak pertama kali.Sementara itu,
sebagian lainnya melepaskan gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu
makan, berat badan turun, lemah dan pembengkakan saluran getah bening.Masalah-
masalah tersebut biasanya menghilang dalam waktu menunggu, dan virus tetapa
dalam kondisi tidak aktif (tidak aktif) selama beberapa tahun.Namun, virus ini terus-
menerus melancarkan sistem kekebalan, menyebabkan orang yang dilindungi tidak
dapat bertahan melawan infeksi- infeksi oportunistik.Pengobatan: Belum ada
pengobatan untuk infeksi ini. Obat-obat anti retroviral digunakan untuk
memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang didukung.Obat-obatlain yang
digunakan untuk melawan infeksi oportunistik yang juga di derita.

Pencegahan:
Tidak melakukan hubungan seksual dengan orang yang dilawan, hubungan seks anal,
cairan tubuh, darah, atau vagina rahasia paling mungkin dipertanyakan, adalah satu-

4
satunya cara yang 100% efektif untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan
seks. Kondom dapat menurunkan risiko penularan tetapi tidak menghilangkan sama
sekali probabilitas penularan. Hindari penggunaan narkoba suntik dan saling berbagi
jarum suntik.Diskusikan dengan petugas kesehatan Tindakan kewaspadaan yang
harus dilakukan untuk mencegah penularan HIV, terutama saat harus menerima
transfusi darah dan produk darah.
Pada situasi bencana dapat terjadi peningkatan risiko penularan HIV karena faktor-
faktor sebagai berikut, misalnya:
1. kesulitan dalam menerapkan praktik kewaspadaan standar karena keterbatasan
alat dan bahan,
2. terjadinya peningkatan kasus kekerasan seksual yang berpotensi menularkan
HIV.
3. terjadinya peningkatan risiko tranfusi darah yang tidak aman,
4. terjadi hubungan seksual tidak aman.
HIV dapat ditularkan melalui:
1. Melakukan hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi HIV
2. Berbagi jarum suntik atau alat tajam lainnya yang terkontaminasi HIV
3. Menerima transfusi darah yang terkontaminasi HIV
4. Penularan dari ibu penderita HIV kepada janin/bayi selama kehamilan,
kelahiran atau menyusui
Pencegahan penularan HIV pada situasi krisis kesehatan difokuskan kepada:
1. Petugas kesehatan
2. Penyintas kekerasan seksual
3. Penerima donor darah baik untuk korban luka maupun untuk ibu bersalin yang
mengalami perdarahan
Langkah-langkah/kegiatan yang dilakukan untuk mencegah penularan HIV adalah:
1. Memastikan kegiatan transfusi darah aman dan rasional yang dilakukan oleh
lembaga/organisasi yang
bergerak dibidangnya, misalnya: Palang Merah Indonesia (PMI)
1. Pastikan darah berasal dari lembaga yang resmi yaitu Unit Transfusi Darah
(UTD) PMI, UTD Pemerintah serta BDRS
(Bank Darah Rumah Sakit) untuk menjamin darah aman digunakan dan
dilakukan di fasilitas kesehatan yang

5
mempunyai perlengkapan dan tenaga kesehatan yang kompeten. Apabila hal tersebut
tidak terpenuhi, transfusi
darah tidak boleh dilakukan.
PRIORITAS PENCEGAHAN PENULARAN HIV
1. Memastikan kegiatan transfusi darah aman dan rasional yang dilakukan oleh
lembaga/organisasi yang bergerak
2. di bidangnya, misalnya: Palang Merah Indonesia (PMI)
3. Menekankan pentingnya kewaspadaan standar sejak awal dimulainya
koordinasi dan memastikan penerapannya
4. Memastikan ketersediaan dan pemberian profilaksis pascapajanan
5. Memastikan ketersediaan kondom melalui koordinasi dengan organisasi dan
lembaga yang bekerja di bidang
6. kesehehatan reproduksi dan keluarga berencana (pemerintah dan non
pemerintah)
7. Memastikan pemberian obat ARV dan IMS terutama pada perempuan yang
terdaftar dalam program PPIA (Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak)
8. Memasang informasi dengan nomor telepon yang bisa dihubungi 24 jam untuk
kelanjutan pengobatan ARV bersama dengan obat rutin lainnya.
Lakukan koordinasi untuk mengetahui contact person/penanggung jawab yang dapat
dihubungi di UTD PMI
dan UTD Pemerintah serta BDRS setempat untuk pemantauan ketersediaan darah.
Perhatikan prinsip pelaksanaan transfusi darah yang rasional meliputi:
1. Transfusi darah hanya dilakukan untuk keadaan yang mengancam nyawa dan
tidak ada alternatif lain
2. Menggunakan obat-obatan untuk mencegah atau mengurangi perdarahan aktif
(misalnya Oksitosin, Asam
3. Tranexamat,dll)
4. Lakukan koordinasi dengan puskesmas atau rumah sakit untuk penyediaan dan
penggunaan cairan pengganti
5. darah seperti cairan pengganti berbasis kristaloid.
6. Menekankan pentingnya kewaspadaan standar sejak awal dimulainya
koordinasi dan memastikan
penerapannya

6
1. Berkoordinasi dengan organisasi atau lembaga mitra sektor kesehatan terkait
untuk memastikan penerapan
2. kewaspadaan standar tetap dilakukan setiap saat, meskipun pada situasi krisis
kesehatan.
3. Berkoordinasi dengan klaster kesehatan untuk penyediaan alat-alat, bahan dan
media KIE untuk penerapan
kewaspadaan standar (misalnya, masker, sarung tangan, apron, sepatu boot, leaflet,
poster, dll) kepada tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan posko-posko
kesehatan.Memastikan ketersediaan dan pemberian profilaksis pascapajanan:
1. Memastikan ketersediaan Profilaksis Pasca Pajanan (PPP) di layanan
kesehatan
2. Memastikan petugas mengetahui PPP sebagai paket tindakan pencegahan
standar untuk mengurangi risiko
3. penularan infeksi di tempat kerja (mengidentifikasi dan menentukan petugas
yang bertanggung jawab untuk
4. melayani kebutuhan PPP)
5. 3) Pasang pengumuman/informasi tentang cara-cara pertolongan pertama di
ruang-ruang kerja dan informasikan
6. kepada semua petugas bagaimana mengakses perawatan untuk keterpaparan.
7. 4) Menyelenggarakan sesi orientasi di pelayanan kesehatan mengenai tindakan
kewaspadaan standar untuk para
8. petugas kesehatan dan petugas lain.
9. Menetapkan sistem pengawasan dan melakukan observasi dengan
menggunakan daftar tilik (checklist)
10. sederhana untuk memastikan kepatuhan terhadap kewaspadaan standar,
misalnya dengan memperhatikan
11. kebiasaan cuci tangan, pembuangan limbah tajam, cara membersihkan
tumpahan darah dan cairan tubuh
12. lainnya, dll.
13. Memastikan ketersediaan kondom melalui koordinasi dengan organisasi dan
lembaga yang bekerja di
bidang kesehehatan reproduksi dan keluarga berencana (pemerintah dan non
pemerintah) Koordinator perlu memastikan tersedianya kondom sejak masa awal

7
tanggap darurat krisis kesehatan, karena kondom mampu mencegah penularan IMS
dan HIV, melalui koordinasi antara Dinkes, BKKBN, atau lembaga lain.
1. Pastikan pemberian kondom harus dilakukan sesuai dengan budaya
masyarakat setempat (misalnya: melalui
fasilitas kesehatan setempat). Kondom diberikan pada kelompok seksual aktif,
penderita IMS dan HIV, kelompok
berisiko tinggi tertular IMS dan HIV.
2. Berikan informasi cara penggunaan kondom kepada masyarakat yang belum
mengetahui cara penggunaannya.
Untuk kondom perempuan, sebaiknya tidak disediakan apabila masyarakat
belum mengenal dan mengetahuinya.
3. Memastikan pemberian obat ARV dan IMS terutama pada perempuan yang
terdaftar dalam program PPIA (Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak)
4. Memastikan ketersediaan data ODHA, layanan ARV dan layanan HIV/AIDS
lainnya di wilayah tersebut. Data dapat
5. diperoleh dari puskemas, LSM atau kelompok dukungan sebaya yang menjadi
pendamping minum obat ARV.
6. Pemberian ARV dapat dilakukan di puskesmas dan rumah sakit oleh petugas
kesehatan yang terlatih.
7. Puskesmas: memberikan ARV untuk orang dengan HIV AIDS (ODHA) tanpa
komplikasi.
8. Rumah Sakit: Memberikan ARV untuk ibu hamil dengan HIV, Memberikan
ARV profilaksis untuk bayi yang lahir dari ibu HIV, Pasien yang memilik
infeksi oportunistik dirawat di rumah sakit.
Pastikan saat krisis kesehatan pemberian ARV tidak boleh terputus oleh karena itu
penanggung jawab komponen pencegahan HIV/AIDS harus berkoordinasi dengan
penyedia layanan ARV.Memasang informasi dengan nomor telepon yang bisa
dihubungi 24 jam untuk kelanjutan pengobatan ARV bersama dengan obat rutin
lainnya.Informasi ketersediaan ARV maupun obat lainnya perlu diketahui oleh
ODHA, untuk memudahkan akses terhadap terapinya. Penanggung jawab komponen
pencegahan HIV/AIDS mengkoordinasikan:
1. Di setiap layanan kesehatan ditempatkan papan informasi terkait nama petugas,
2. nomor kontak dan lokasi untuk mengakses ARV dan obat penunjang lainnya

8
3. Diumumkan atau disosialisasikan pada pertemuan masyarakat di pengungsian
tentang cara mengakses obat
4. ARV dan obat penunjang lainnya.

B. Penularan 1 Pada Krisis Kesehatan (Situasi Tanggap Darurat Bencana)


Situasi Tanggap Darurat Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan masyarakat yang di sebabkan oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampakp sikologis
(Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).
Upaya penanggulangan bencana terdiri dari tigat ahap:
1. Pra bencana – Situasi tidak terjadi bencana, kegiatannya berupa pencegahan
dan mitigasi. situasi-situasi dimana dinyatakan adanya potensi terjadi bencana,
kegiatan nya berupa kesiap siagaan.
2. Tanggap darurat terdiri dari kegiatant anggap darurat.
3. Pasca bencana, terdiri dari pemulihan dan rekonstruksi.

Penentuan masa tanggap darurat ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan


rekomendasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana maupun Badan
Penanggulangan Bencana Daerah.Setiap tahap penanggulangan bencana tidak dapat
dibatas isecara tegas.Artinya bahwa upaya pra bencana harus terlebih dahulu
dilaksanakan sebelum melangkah pada tahap tanggap darurat dan dilanjutkan ket ahap
berikutnya, yakni pemulihan.
Siklus pemulian harus dipahami bahwa pada setiap waktu, semua tahapan
bencana dapat dilaksanakan secara bersamaan pada satu tahap tertentu dengan porsi
yang berbeda.Sebagai contoh, pada tahap pemulihan kegiatan utamanya berupa
pemulihan, tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi dapat juga dilakukan untuk
mengantisipasi bencana yang akan datang. Pada setiap bencana dapat timbul krisis
kesehatan.Penyelenggaraan penanggulangan krisis kesehatan ditetapkan melalui
Permenkes No 64 tahun 2013 tentang Penanggulangan Krisis
Kesehatan.Penyelenggaran pananggulangan krisis kesehatan tersebut mengikuti siklus
penanggulangan bencana seperti dijelaskan di atas, dengan penyesuaian pada tahapan

9
bencana yang meliputi tahap prakrisis kesehatan, tanggap darurat krisis kesehatan,
dan pascakrisis kesehatan dengan penekanan pada upaya mencegah kejadian krisis
kesehatan yang lebih parah atau buruk dengan memperhatikan aspek pengurangan
risiko bencana.
Tahapan dalam krisis kesehatan dan Bencana:
1. Prakrisis kesehatan
Merupakan serangkaiank egiatan yang dilakukan sebelum terjadi bencana atau
padasi tuasi terdapat potensi terjadinya bencana yang meliputi kegiatan
perencanaan penanggulangan krisis kesehatan, pengurangan risiko krisis
kesehatan, pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia dan penetapan
persyaratan standar teknis dan analisis penanggulangan krisis kesehatan,
kesiapsiagaan dan mitigasi kesehatan.
2. Tanggap darurat krisis kesehatan
Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
akibat bencana untuk memperkecil risiko dan menangani dampak kesehatan
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,
pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan dan pemulihan korban, prasarana
serta fasilitas pelayanan kesehatan
3. Pasca krisis kesehatan
Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera untuk
memperbaiki, memulihkan, dan/atau membangun kembali prasarana dan
fasilitas pelayanan kesehatan

C. Kewaspadaan Standar
KEWASPADAAN STANDAR DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI
Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit bertujuan
untuk melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima pelayanan
kesehatan serta masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus
penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi.
Melalui surveilans yang digiatkan dan terus ditingkatkan baik intensitas maupun
kualitasnya infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat dicegah dan dikendalikan
melalui langkah-langkah yang sesuai dengan standart precaution (kewaspadaan
standar) yang disampaikan oleh narasumber Wan Nishfa Dewi, S.Kep. Mng. Phd
10
pada Simposium Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Pekan Baru 1 – 3 Agustus
2019, dimana standard precaution tersebut ada 11 standar :
1. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan
air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak
kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku
palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun
biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat:
a. Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah,
cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah
memakai sarung tangan.
b. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang
bersih, walaupun pada pasien yang sama.
2. Alat Pelindung Diri
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam APD sebagai berikut:
a. Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai
petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan
infeksius.
b. APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung
mata (goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun
pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
c. Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membrane mukosa
dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak
utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
d. Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah
atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
e. Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.
f. Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai saruntangan
sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.

3. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien

11
penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi
darah atau cairan tubuh.
a. Pre cleaning
b. Cleaning
c. Des Infeksi Sterilisasi
d. Kesehatan Lingkungan
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain berupa
upaya perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan lingkungan, serta
desain dan konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi
mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.
4. Pengelolaan Limbah
RS dan fasyankes lain sebagai sarana pelayanan kesehatan adalah tempat
berkumpulnya orang sakit maupun sehat, dapat menjadi tempat sumber
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan
dan gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat menularkan
penyakit
5. Penata laksanaan Linen
a. Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan
rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
b. Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan
tubuh
c. Pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh perawat atau
petugas.
d. Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke
udara dan petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor
segera dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi
penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana linen
dipakai.
e. Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya harus
dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan diangkut/ditranportasikan
secara berhati-hati agar tidak terjadi kebocoran.
f. Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan, spoelhoek
atau toilet dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke dalam kantong
kuning/infeksius. Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk linen
12
kotor atau terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan
kantong tidak bocor dan tidak lepas ikatan selama transportasi. Kantong
tidak perlu ganda.
g. Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry
TERPISAH dengan linen yang sudah bersih.
h. Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi
seyogyanya langsung masuk mesin cuci yang segera diberi disinfektan.
i. Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan
melalui 2 tahap yaitu menggunakan deterjen dan selanjutnya dengan
Natrium hipoklorit (Klorin) 0,5%. Apabila dilakukan perendaman maka
harus diletakkan di wadah tertutup agar tidak menyebabkan toksik bagi
petugas.
6. Perlindungan Kesehatan Petugas
a. Pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik tenaga
kesehatan maupun tenaga nonkesehatan
b. Fasyankes harus mempunyai kebijakan untuk penatalaksanaan
akibat tusukan jarum atau benda tajam bekas pakai pasien, yang
berisikan antara lain siapa yang harus dihubungi saat terjadi
kecelakaan dan pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan oleh
petugas yang bersangkutan
c. Petugas harus selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja untuk
mencegah terjadinya trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat
tajam lain yang dipakai
setelah prosedur, saat membersihkan instrument dan saat membuang
jarum.Alur penanganan luka tertusuk jarum
1. Penempatan Pasien
a. Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non
infeksius.
b. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi
infeksi penyakit pasien (kontak, droplet, airborne)
sebaiknya ruangan tersendiri.
2. Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama
pasien lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan
sistem cohorting. Jarak antara tempat tidur minimal 1 meter.
13
Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu
ruangan, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Komite atau
Tim PPI.
a.Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda
kewaspadaan berdasarkan jenis transmisinya
(kontak,droplet, airborne).
b. Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri
atau lingkungannya seyogyanya dipisahkan tersendiri.
c.Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya
melalui udara (airborne) agar dibatasi di lingkungan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari
terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada
yang lain.
d. Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat
bersama dengan pasien TB dalam satu ruangan tetapi
pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien
TB.
7. Kebersihan respirasi/etika batuk/bersin
a. Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis
transmisi airborne dan droplet.
b. Fasyankes harus menyediakan sarana cuci tangan seperti wastafel
dengan air mengalir, tisu, sabun cair, tempat sampah infeksius dan
masker bedah.
c. Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas,
harus melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah etika batuk atau
bersin
8. Praktek menyuntik yang aman
a. Menerapkan aseptic technique untuk mecegah kontaminasi alat-alat
injeksi
b. bidak menggunakan spuit yang sama untuk penyuntikan lebih dari satu
pasien walaupun jarum suntiknya diganti
c. Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu
pasien dan satu prosedur
d. Gunakan cairan pelarut/flushing hanya untuk satu kali (NaCl, dll)
14
e. Gunakan single dose untuk obat injeksi (bila memungkinkan)
f. f) Tidak memberikan obat-obat single dose kepada lebih dari satu pasien
atau mencampur obat-obat sisa dari vial/ampul untuk pemberian
berikutnya.
g. g) Bila harus menggunakan obat-obat multi dose, semua alat yang akan
dipergunakan harus steril
h. h) Simpan obat-obat multi dose sesuai dengan rekomendasi dari pabrik
yang membuat
i) Tidak menggunakan cairan pelarut untuk lebih dari 1 pasien (kategori
IB)
9. Praktek lumbal funksi yang aman
Semua petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih, sarung tangan
steril saat akan melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesi
spinal/epidural/pasang kateter vena sentral. Penggunaan masker bedah pada
petugas dibutuhkan agar tidak terjadi droplet flora orofaring yang dapat
menimbulkan meningitis bakterial

D. Penyedian Kondom Geratis


Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta Timur, menyediakan alat kontrasepsi berupa
kondom secara gratis bagi para pengunjung. Penyediaan kondom gratis ini dilakukan
sebagai langkah pencegahan dan penularan HIV/AIDS.
Kondom gratis yang disediakan di Puskesmas Pasar Rebo merupakan
sosialisasi yang dilakukan oleh salah satu unit Puskesmas ini. Yaitu 'Klinik Smile'
yang menangani penyakit Infeksi Seks Menular (IMS) dan Voulentary Counseling
and Testing (VCT) atau tes HIV sukarela."Kondom gratis sebagai manajemen
pemasaran sosial kondom. Kami memfasilitasi karena kami fokus ke HIV," ujar
Penanggung Jawab Program IMS HIV 'Klinik Smile' Dyah Setyarini di Puskesmas
Pasar Rebo, Jl Raya Kali Sari No 1, Pasar Rebo, Jaktim, Kamis
Langkah ini diambil sebagai salah satu upaya untuk menekan penyebaran HIV/AIDS
yang penderitanya semakin meningkat di Indonesia. 'Klinik Smile' ini sendiri selain
menyasar komunitas umum seperti ibu rumah tangga, juga memberikan layanan bagi
komunitas LSL (laki-laki seks laki-laki) dan waria."Kami tidak membagi-bagikan
kondom tapi menyediakan. Perlu diingat kondom adalah alat kesehatan, dan ini ada

15
di area Puskesmas bukan di warung. Ini sama seperti kayak pil KB. Jadi bagi yang
membutuhkan bisa ambil, kalau nggak butuh jangan diambil,"
Ada beberapa lokasi penyediaan kondom gratis di Puskesmas Pasar Rebo, yaitu di
Pos Satpam, apotek, unit KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), UGD, di ruang rawat inap.
Ada kondom yang disediakan sudah 1 paket dengan pelumas, namun ada juga
kondom-kondom yang diletakkan di kotak terpisah dengan pelumasnya. Lokasi
penyediaan kondom pun dijaga oleh petugas sehingga distribusinya tidak akan salah
sasaran.
Penyediaan kondom ini bukan berarti pihak Puskesmas Pasar Rebo
melegalkan adanya seks bebas. Namun perspektif yang digunakan adalah dari bidang
kesehatan, sebab menurutnya tak dapat dipungkiri ada banyak kejadian penularan
HIV/AIDS terjadi karena pola kehidupan masyarakat.Kondom-kondom gratis yang
disediakan di Puskesmas ini sendiri disediakan oleh Komisi Penanggulangan AIDS.
Tak sedikit pula masyarakat sekitar yang memanfaatkan adanya kondom gratis ini.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang hidup di dalam


darah manusia, tidak di dalam darah setiap orang hanya di dalam darah siapa saja
yang dilindungi.Meskipun begitu, siapa saja yang bisa memperbesar, termasuk
Anda.HIV tidak dapat menentukan umur, warna kulit, mengatu rseks, agama,
kebangsaan atau faktor pembeda lainnya.Sekali saja HIV sudah ada di dalam diri
Anda (artinya Anda sudah terinfeksi HIV).tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk
dikeluarkan nya.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan masyarakat yang di sebabkan oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampakp sikologis
(Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).
Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit bertujuan
untuk melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima pelayanan
kesehatan serta masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus
penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi.
Melalui surveilans yang digiatkan dan terus ditingkatkan baik intensitas
maupun kualitasnya infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat dicegah dan
dikendalikan melalui langkah-langkah yang sesuai dengan standart precaution
(kewaspadaan standar) yang disampaikan oleh narasumber Wan Nishfa Dewi, S.Kep.
Mng. Phd pada Simposium Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Pekan Baru 1 – 3
Agustus 2019,

17
DAFTAR PUSTAKA
Lian,maryani. 2015. Paket Pelayanan Awal Minimum Pada Krisis Kesehatan.
Jakarta: Erlangga Medika
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)
Dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Citra Medika
Deni Ambar,Lili,Laila dkk. 2012. PPAM Dalam Kesehatan Reproduksi pada
Krisis Bencana. Jakarta: ECG
Ranti,ayu. 2010. Bina Gizi dan Kesehatan Keluarga Berencana. Bandung:
Merdeka Citra

18
19

Anda mungkin juga menyukai