Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIV/AIDS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3 (TINGKAT 2B)

1. MINDRATU (P07120419052)
2. MUHAMMAD HILAL ISWANDI (P07120419053)
3. NI KADEK PUJA ASTUTI (P07120419054)
4. NI MADE NONIK KARSANI (P07120419055)
5. NOFITA AFIANI ARSIH (P07120419056)
6. NUR AINI MUFIDA (P07120419057)
7. PUSPITA OKTAFANI (P07120419058)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN PROGAM PROFESI

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ASKEP HIV/ AIDS”.Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen
Pengajar yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga
kami ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga
kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusun, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan
agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga laporan ini bisa
menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Mataram, 03 Februari 2021

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Konsep Teori.......................................................................................................3
1. Definisi.........................................................................................................3
2. Etiologi.........................................................................................................3
3. Klasifikasi....................................................................................................5
4. Patofisiologi.................................................................................................6
5. Pathway........................................................................................................8
6. Manifestasi Klinis......................................................................................10
7. Pemeriksaan Diagnostic.............................................................................11
8. Penatalaksanaan.........................................................................................12
9. Pencegahan.................................................................................................13
10. Komplikasi.................................................................................................15
B. Konsep Asuhan Keperawatan...........................................................................16
1. Pengkajian..................................................................................................16
2. Diagnosa Keperawatan...............................................................................18
3. Intervensi Keperawatan..............................................................................19
4. Implemetasi Keperawatan..........................................................................26
5. Evaluasi Keperawatan................................................................................26

BAB III PENUTUP..............................................................................................27


A. Kesimpulan........................................................................................................27
B. Saran..................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan
banyak Negaradi seluruh dunia. UNAIDS, badan WHO yang mengurusi masalah
AIDS,memperkirakanjumlah odha di seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,9-
44,3 juta orang. Saat initidak adaNegara yang terbebas dari HIV/AIDS. HIV/AIDS
menyebabkan berbagai krisissecara bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis
pembangunan negara, krisisekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan. Dengan
kata lain HIV/AIDSmenyebabkan krisis multidimensi. Sebagai krisis kesehatan, AIDS
memerlukan respon darimasyarakat dan memerlukan layanan pengobatan dan
perawatan untuk individu yangterinfeksi HIV.Individu yang terjangkit HIV ini
biasanya adalah individu yang mendapatdarah atau produk darah yang terkontaminasi
dengan HIV dan anak-anak yang dilahirkan dariibu yang menderita infeksi HIV.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman
padatahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di
Amerika makinlama makin meningkat. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang
dewasa maupun pada anak-anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Dengan demikian, pada makalah ini akan dibahas mengenai infeksi HIV yang
terjadipada anak-anak. Hal ini perlu dibahas agar dapat melakukan tindakan yang tepat
pada anak-anak yang terkena HIV, khususnya bagi pemberi perawatan agar laju
pertumbuhan anak yangterkena HIV/AIDS dapat dikurangi.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari HIV/AIDS?
2. Apa penyebab dari timbulnya penyakit HIV/AIDS?
3. Bagaimana klasifikasi HIV/AIDS?
4. Bagaimana patofisiologiHIV/AIDS?
5. Bagaimana pathway HIV/AIDS?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari HIV/AIDS?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic pada HIV/AIDS?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada HIV/AIDS?
9. Bagaimana pencegahan dari HIV/AIDS?
10. Apa komplikasi yang akan terjadi pada HIV/AIDS?
11. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada HIV/AIDS?

C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
sebagai penambah pengetahuan tentang HIV/AIDS. Selain itu juga, tujuan khusus dari
pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari HIV/AIDS.
2. Mengetahui penyebab dari timbulnya penyakit HIV/AIDS.
3. Mengetahui klasifikasi HIV/AIDS
4. Mengetahui patofisiologi HIV/AIDS.
5. Mengetahui pathway HIV/AIDS
6. Mengetahui manifestasi klinis dari HIV/AIDS.
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada HIV/AIDS
8. Mengetahui penatalaksanaan pada HIV/AIDS.
9. Mengetahui pencegahan pada HIV/AIDS.
10. Mengetahui komplikasi yang akan terjadi pada HIV/AIDS.
11. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien HIV/AIDS.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP TEORI
1. Definisi
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yakni virus
yang menyerang sistem imun sehingga kekebalan menjadi lemah bahkan sampai
hilang. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency
Disease Syndrome, yakni suatu penyakit yang disebabkan oleh virus yaitu virus
HIV (Sujana, 2007).
HIV secara umumadalah virus yang hanya dapat menginfeksi manusia,
memperbanyak diri didalam sel manusia, sehingga menurunkan kekebalan manusia
terhadap penyakit infeksi. AIDS adalah sekumpulan tanda dan gejala penyakit aibat
hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang yang didapat karena
terinfeksi HIV.
AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic menular, yang
disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi
berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok resiko tertentu, termasuk pria
homoseksual, atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena (IV), penderita
hemofilia, dan penerima tranfusi darah lainnya, hubungan seksual dan individu
yang terinfeksi virus tersebut. (DORLAN, 2002)
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan
ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan
imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa
kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi.

2. Etiologi
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III)
atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus menusia sitopatik dari
family lentivirus.Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu.HIV-1 dan HIV-2
adalah lentivirus satopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh
dunia.Genom HIV mengode Sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek
siklus hidup virus.Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu
bahwa protein HIV-1 Vpu yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh
protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin
merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi
virus. HIV-2 yang pertama kali diketahui dalam serum dari pada perempuan afrika
barat (warga Senegal) pada tahun 1985, yang menyebabkan penyakit klinis tetapi
tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005).
Etiologi atau penyebab dari HIV/AIDS karena terganggunya sistem imun
dalam tubuh ODHA. Partikel virus bergabung dengan sel DNA pasien sehingga
orang yang terinfeksi HIV akan seumur hidup tetap terinfeksi. Sebagian pasien
memperlihatkan gejala tidak khas seperti demam, nyeri menelan, pembengkakan
getah bening, ruam dan lain sebagainya pada 3-6 minggu setelah infeksi (Sudoyo,
2006).
Selain karena terganggunya sistem imun, HIV juga disebabkan oleh
penyebarluasan melalui berbagai jalur penularan diantaranya :
a. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).
Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi
adalah 0,01% sampai 0,07%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada
gejalaAIDS, kemungkinan bayi terinfeksi 20% sampai 30%, sedangkan jika
gejala AIDS sudah jelas maka kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI,
1995).
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui kontak antara
membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan.
Penularan dari ibu ke anak yang biasa terjadi adalah sebagai berikut :
1) Selama dalam kandungannya (antepartum)
2) Selama persalinan (intrapartum)
3) Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi (post
partum)
4) Bayi tertular melalui pemberian ASI
b. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh
darah dan menyebar luas.
c. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain
yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan
langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan
HIV.
d. Penularan melalui hubungan seks
Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontrak antara sekresi cairan
vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rectum, alat kelamin, atau
membrane mukosa mulut pasangannya.Resiko masuknya HIV dari orang yang
terinfeksi menuju orang yang belum terinfeksi melalui hubungan seks anal lebih
besar daripada resiko hubungan seksual dan seks oral.Seks oral tidak berarti tak
berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.

3. Klasifikasi Stadium Pada HIV/AIDS


Secara umum, kronologis perjalanan infeksi HIV dan AIDS terbagi menjadi
4 stadium, antara lain :
a. Stadium HIV
Dimulai dengan masuknya HIV yang diikuti terjadinya perubahan serologik
ketika hadap virus tersebut dan negatif menjadi positif. Waktu masuknya HIV
kedalam tubuh hingga HIV positif selama 1-3 bulan atau bisa sampai 6 bulan
(window period).
b. Stadium Asimptomatis (Tanpa Gejala)
Menunjukkan didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum menunjukkan
gejala dan adaptasi berlangsung 5-10 tahun.
c. Stadium Pembesaran Kelenjar Limfe
Menunjukkan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata
(persistent generalized lymphadenophaty) dan berlangsung kurang lebih 1 bulan.
d. Stadium AIDS
Merupakan tahap akhir infeksi HIV. Keadaan ini disertai bermacam-macam
penyakit infeksi sekunder.

4. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV.Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang
yang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan
mencapai 70% dalam 10 tahun akan mendapatkan AIDS. Berbeda dengan virus
lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel
target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke
dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit.Materi genetic virus
dimasukkan kedalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak
dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru.
Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan
menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat diselaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada dipermukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau
limfosit T penolong.Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur
sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit
T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan
organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong,
sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap
infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki
limfosit CDA4 sebanyak 800-1300 sel/Ml darah.Pada beberapa tahun
pertamasetelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama
bulan-bulan ini pendeta bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak
partikel virus yang terdapat didalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan
virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah
partikel virus didalam tubuh mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada
setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularanpenyakit kepada orang lain
terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadarlimfosit CD4+ yang
rendah membantu dokter dalam menentukkan orang-orang yang beresiko tinggi
menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadi AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya
menurun drastic.Jika kadarnya mencapai 200sel/mL darah, maka pederita menjadi
rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit
yang menghasilkan antibody) dan seringkali menyebabkan produksi antibody yang
berlebihan. Antibody ini terutama ditujukan untuk melawan HIv dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibody ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem
kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIV masuk kedalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibody terhadap HIV positif.Fase ini disebut “fase jendela”
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namum apabila diperiksa titer antibody terhadap HIV tetap
positif, fase ini disebut fase laten. Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap merupakan sindorm atau kumpulan gejala. Perjalanan
penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26
bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif (Heri :
2012).
5. Pathway
CD4+

Sistem kekebalan Mudahnya trasmisi


penularan Isolasi sosial

Gangguan Harga
Sel rentan Rentan infeksi Diri

Mutasi gen
Pengeluaran mediator Aktifkan flora
normal
Pembelahan sel kimia
Resiko Infeksi
berlebihan
Peningkatan sitokinin (oportunistik)
Picu sel kanker
Pirogenindogen

Set suhu tubuh oleh


Demam
Hipotalamus anterior
Ketidakefektifan
Termoregulasi
Menginfeksi paru-paru Saluran pencernaan

Eksudat
Mukosa teritasi

Gangguan jalan Inhalasi & ekhalasi Pelepasan asam amino


nafas terganggu

Suplai O2 turun
Ketidakefektifan bersihan

Jalan napas
Difusi O2 Metabolisme sel Metabolisme protein
BB < normmal
Hipoksia ATP kelemahan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Sesak nafas
Intoleransi Aktivitas kebutuhan tubuh

Ketidakefektifan
Bakteri mudah masuk
Pola Nafas
imun tak ada

Peristaltic

Absorbs air

absorbs nutrisi

Resiko tinggi kekurangan


volume cairan

6. Manifestasi Klinis
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6
bulan-10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5
tahun pada orang dewasa. Tanda-tanda yang ditemui pada penderita AIDS antara
lain :
a. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk kedalam
tubuh : sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 oC sampai
40oC dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai
dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit.
b. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi,
dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu
pembesaran getah bening yang terus membesar lebih luas misalnya di leher,
ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab
yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang
5 kg setiap bulan, batuk kering, bercak-bercak dikulit, timbul tukak
(ulceration),perdarahan,sesaknafas,kelumpuhan,
gangguanpenglihatan,kejiwaanterganggu.Gejala ini diindikasikan dengan
adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh.
c. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan
menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering didserang penyakit berbahaya
seperti kelainan otak, meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang
menyebar, tuberkulosis pasru (TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan
pneumonia.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa, maka Pemeriksaan penunjang perlu
dilaksanakan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :
a. TB (PPD)
Untuk menentukan pemajanan dan atau penyakit aktif (harus diberikan dengan
panel anergi untuk menentukan hasil negative-palsu respon defisiensi imun).
Pada pasien AIDS, 100% akan memiliki mikobakterium TB positif pada
kehidupan mereka bila terjadi kontak.
b. Serologis
1) Tes antibody serum : skrining HIV dengan ELISA. Hasil tes positif mungkin
akan mengindikasikan adanya HIV tetapi bukan merupakan diagnosa.
2) Tes blot western : mengkonfirmasikan dengan diagnose HIV.
3) Sel T limfosit : penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper ( indikator sistem imun yang menjadi media banyak proses
sistem imun dan menandai sel-B untuk menghasilkan antibody terhadap
bakteri asing) : jumlah yang <200 mengidikasikan respons defisiensi imun
hebat.
5) Tes PHS : pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin
positif.
c. Pemeriksaan neurologis
Misalnya EEG, MRI, Scan CT otak, EMG atau pemeriksaan konduksi saraf
yaitu diindikasikan untuk perubahan mental, demam yang tidak diketahui
asalnya dan atau perubahan fungsi sensori/motor (Doenges, 2001:836).
d. Tes fungsi paru, broskoscopi

8. Penatalaksanaan
Ada dua penatalaksanaan yaitu sebagai berikut :
a. Penatalaksaan medis
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah
pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi apabila terinfeksi
HIV maka terapinya yaitu :
1) Pengendalian Infeksi Oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi
oportuniti, nosokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komlikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
2) Terapi AZT (Azitomidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan
menghambat enzim pembalik transcriptase.
3) Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang untuk meningkatkan aktivitas sistem
imun dengan menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obatan ini adalahdidanosina,
ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4+ dapat larut.
4) Vaksin dan rekonstruksi virus
Vaksin yang digunakan adalah interveron.
b. Penatalaksanaan non medis
1) Rehabilitasi
Bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis, membantu
mengubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau
tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi
hidup sehat.
2) Pendidikan
Memberikan pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat
terlarang, makan makanan yang sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-
obatan yang mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga bertujuan untuk
mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak
mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.
3) Penggunaan teknik relaksasi nafas dalam
Untuk mengatasi gangguan istirahat dan tidur, perawat dapat
mengangjurkan klien untuk menjalankan terapi relaksasi nafas dalam atau
beredam diair hangat sebelum tidur.Penggunaan teknik relaksasi nafas
dalam dapat membantu mengurangi gejala nyeri yang dirasakan oleh klien.

9. Pencegahan
Dengan mengetahui cara penularan HIV/AIDS dan sampai saat ini belum
ada obat yang mampu memusnahkan maka lebih mudah melakukan pencegahan.
Adapun pencegahan HIV/ AIDS antara lain :
a. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
yang benar dan komprehensif tentang pencegahan HIV dan menghilangkan
stigma serta diskriminasi.Promosi dapat memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi untuk remaja, dewasa muda, keluarga dan pasien tentang bahaya
penularan dan perawatan pasien.
b. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual
Upaya yang dapat dilakukan yaitu menggunakan prinsip ABCDE. Adapun
prinsip-prinsipnya sebagai berikut :
1) A (Abstinesia) : tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum menikah.
2) B (Befaithful) : setia dengan pasangan, hanya berhubungan seksual dengan
pasangan tetap yang diketahui tidak terinfeksi HIV.
3) C (Condom use) : menggunakan kondom secara konsisten
4) D (Drugs no) : menghindari penggunaan narkoba
5) E (Education) : meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi
termasuk mengobati IMS sedini mungkin.
c. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual
1) Uji saring darah pendonor agar tidak terinfeksi HIV
2) Menggunakan peralatan medis yang steril
3) Jangan menggunakan jarum suntik, pisau cukur, sikat gigi atau barang-
barang yang terkontaminasi darah, bersama dengan orang lain.
d. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
1) Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan bayi yang
dikandungannya yaitu dapat memberikan ARV kepada ibu, pilih cara
melahirkan (operasi ceaser akan mengurangi resiko penularan), pilihan
untuk tidak meyusui anaknya.
2) Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan
HIV beserta anak dan keluarganya.
3) Setiap bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV harus dilakukan tes
serologi HIV (dna/rna) dimulai pada usia 6-8 minggu atau tes serolohi HIV
usia 18 bulan keatas.
4) Setiap bayi baru lahir dari ibu HIV/AIDS harus segera mendapatkan
profilaksis ARV dan kontrimoksasol.
e. Memberikan aspan nutrisi yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan
tambahan suplemen untuk menjaga daya tahan tubuh.
10. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit HIV/ AIDS yaitu
sebagai berikut :
a. Oral lesi
Terdapat kandida, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis HIV, leukoplakia oral, nutrisi, dan dehidrasi.
b. Neurologik
1) Kompleks demensia AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf,
berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motoric, kelemahan,
disfasia, dan isolasi sosial.
2) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikomia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ensefalitis. Dengan efek sakit
kepala, malaise, demam, paralise total/parsial.
3) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan
maranik endocarditis.
4) Neuropati Karena inflamasidemielinasi oleh serangan HIV.
c. Gastrointestinal
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia,
demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus limpoma, sarcoma Kaposi, obatillegal,
alcohol. Dengan anoreksia, mual muntah, nteri abdomen, ikterik, demam
atritis.
3) Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
sebagai akibat infeksi. Dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal,
gatal-gatal, dan lain-lain.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, sitomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, gagal nafas.
e. Dermatologic
Lesi kulit stafilokokus antara lain virus herpes simpleks dan zoster,
dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan
efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
1) Pandangan : sarcoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat
kelainan imun.Umur kronologis pasien juga mempengaruhi
imunokompetens.Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat
muda karena belum berkembangnya kelenjar timus.Pada lansia, atropi
kelenjar timus daoat meningktakan kerentanan terhadap infeksi.Banyak
penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun.
Diabetes mellitus, anemia aplastic, kanker adalah beberapa penyakit kronis,
keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang
saat mengkaji status imunokompetens pasien.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas atau istirahat
a) Gejala : mudah lelah, intoleran aktivitas, progresi malaise, perubahan
pola tidur.
b) Tanda : kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
aktifitas (perubahan tekanan darah, frekuensi jantung dan
pernafasan).
2) Sirkulasi
a) Gejala : penyembuhan yang lambat, perdarahan lama pada cedera.
b) Tanda : perubahan tekanan darah postural, menurunnya volume nadi
perifer, pucat/sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
3) Integritas dan ego
a) Gejala : stress berhubungan dengan kehilangan, menghkawatirkan
penampilan, menginkari diagnose, putus dan sebagainya.
b) Tanda : menginkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
4) Eliminasi
a) Gejala : diare intermiten terus menerus, sering dengan atau tanpa
kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
b) Tanda : fases encer dengan atau tanpamecus atau darah, daire pekat
dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rektal, perubahan
jumlah, warna, dan karakteristik urine.
5) Makanan atau cairan
a) Gejala : anoreksia, mual muntah, disfagia
b) Tanda : turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi
yang buruk, edema.
6) Hygiene
a) Gejala : tidak terdapat menyelesaikan AKS
b) Tanda : penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri
7) Neurosensory
a) Gejala : pusing, sakit kepala, perubahan status mental, kerusakan
status indera, kelemahan otot, tremor, perubahan penglihatan.
b) Tanda : perubahan dtatus mental, ide paranoid, ansietas, refkles tidak
normal, tremor, kejang, hemiparesis.
8) Kenyamanan
a) Gejala : nyeri umum atau local, rasa terbakar, sakit kepala, nyeri
dada pleuritis.
b) Tanda : bengkak sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentan
gerak, pincang.
9) Pernapasan
a) Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,
sesak pada dada.
b) Tanda : takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi nafas, adanya
sputum.
10) Keamanan
a) Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka transfuse darah,
penyakit difesiensi imun, demam berulang, berkeringkat malam.
b) Tanda : perubahan integritas kulit, luka perianal/abses, timbul nodul,
pelebaran kelenjar limfe, menurunnya kekuatan umum.
11) Seksualitas
a) Gejala: riwayat berperilaku sek beresiko tinggi, menurunnya libido,
penggunaan pil KB.
b) Tanda : kehamilan, herpes genetalia
12) Interkasi sosial
a) Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnose, isolasi, kesepian,
adanya trauma AIDS.
b) Tanda : perubahan interaksi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan melemahnya otot-otot
pernapasan dan penurunan ekspansi paru.
c. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penurunan imunitas
tubuh.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan
penurunan asupan oral
f. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare
g. Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefisiensi
h. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pemahaman
mengenai HIV.
i. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh.
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas.
1) Tujuan : kebersihan jalan nafas efektif
2) Kriteria hasil :
a) Mempertahankan jalan napas pasien.
b) Mengeluarkan secret tanpa bantuan.
c) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
3) Intervensi :
a) Kaji ulang pernapasan : bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman
dan penggunaan otot aksesori.
Rasional : penurunan bunyi napas indikasi atelectasis, ronki indikasi
akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas
sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif,
catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit bila secret tebal, sputum berdarah akibat
kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
c) Berikan pasien posisi semi atau fowler
Rasional :Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernapasan dengan meningkatkan pengembangan diafragma
d) Ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam
Rasional :meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka
area atelectasis dan peningkatan gerakan secret agar mudah
dikeluarkan.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan melemahnya otot-otot
pernapasan dan penurunan ekspansi paru.
1) Tujuan : mempertahankan pola nafas efeksi
2) Kriteria hasil :
a) Pasien tidak mengalami sesak napas
b) Frekuensi pernapasan dalam rentan normal
3) Intervensi :
a) Auskultasi bunyi napas, tandai daerah paru yang mengalami
penurunan, atau kehilangan ventilasi, dan munculnya bunyi
adventisius.
Rasional : memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau
infeksi pernapasan misalnya pneumoni.
b) Catat kecepatan pernapasan, sianosis, peningkatan kerja pernapasan
dan munculnya dispnea, ansietas.
Rasional : taipnea, sianosis tidak dapat beristirahat, dan peningakatan
napas, menunjukkan kesulitan pernapasan dan adanya kebutuhan
untuk meningkatkan pengawasan atau intervensi medis
c) Berikan posisi semi fowler atau fowler, usahakan pasien untuk
berbalik, batuk, menarik napas sesuai kebetuhan.
Rasional : meningkatkan fungsi pernapasan yang optimal dan
mengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan karena atelectasis.
d) Berikan tambahan O2 yang dilembabkan melalui cara yang sesuai
misalnya kanula, masker, inkubasi atau ventilasi mekanis.
Rasional : mempertahankan oksigenasi efektif untuk mencegah atau
memperbaiki krisis pernapasan.
c. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penurunan imunitas
tubuh.
1) Tujuan : mempertahankan keefektifan termoregulasi pasien
2) Kriteria hasil :
a) Suhu tubuh 36,0-37,0oC
b) TTV dalam batas normal
c) Hidrasi adekuat
d) Pasien tidak menggigil
3) Intervensi :
a) Pengaturan suhu tubuh mencapai dan atau mempertahankan suhu
dalam range normal.
Rasional : agar suhu tubuh pasien tetap dalam range normal.
b) Pantau tekanan darah, nadi, dan pernapasan dengan tepat.
Rasional : untuk mengetahui perubahan tekanan darah, nadi dab
pernapasan dan melakukan tindakan yang sesuai.
c) Pantau warna-warna dan suhu kulit.
Rasional : untuk mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada
warna dan suhu kulit.
d) Pantau dan laporkan tanda gejala hipotermi dan hipertemi
Rasional : agar dapat melakukan tindakan sesuai dan tepat jika
terjadi tanda gejala hipotermi dan hipertermi.
e) Tingkatkan keadekuataan masukan cairan dan nutrisi.
Rasional : agar cairan dan nutrisi pasien terpenuhi
f) Berikan pengobatan dengan tepat untuk mencegah atau control
menggigil.
Rasional : agar kondisi klien tetap stabil dan mencegah klien
menggigil.
g) Berikan kompres air hangat
Rasional : untuk melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan
aliran darah local.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme.
1) Tujuan : pasien dapat mempertahankan produksi metabolisme pada
tubuh
2) Kriteria hasil :
a) Melaporkan peningkatan energy
b) Berpatisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
3) Intervensi :
a) Kaji pola dan catat perubahan dalam proses berpikir atau berperilaku
Rasional : berbagai factor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk
kurang tidur, tekanan emosi, dan efek samping obat-obatan.
b) Rencanakan perawatan untuk menyediakan fase istirahat. Atur
aktivitas pada waktu pasien sangat berenergi.
Rasional : periode istirahat yang sering sangat yang dibutuhkan
dalam memperbaiki atau menghemat energy. Perencanaan akan
membuat pasien menjadi aktif saat energy lebih tinggi, sehingga
dapat memperbaiki perasaan sehat dan control diri.
c) Dorong pasien untuk melakukan apapun yang mungkin, misalnya
perawatan diri, duduk dikursi, berjalan, pergi makan.
Rasional : memungkinkan penghematan energy, peningkatan
stamina, dan mengijinkan pasien untuk lebih aktif tanpa
menyebabkan kepenatan dan rasa frutasi.
d) Pantau respon psikologis terhadap aktifitas, missal perubahan TD,
frekuensi pernapasan atau jantung.
Rasional : toleransi bervariasi tergantung pada status proses
penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.
e) Rujuk pada terapi fisik atau okupasi
Rasional : latihan setiap hari terprogram dan aktivitas yang
membantu pasien mempertahankan meningkatkan kekuatan dan
tonus otot.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan
penurunan asupan oral
1) Tujuan : asupan nutrisi dapat ditingkatkan
2) Kriteria hasil :
a) Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan
berat badan
b) Meningkatkan nafsu makan
c) Klien dapat mengabiskan makannya sesuai porsi yang diberikan.
d) Berat badan klien tidak turun
a) Klien tidak mual muntah
3) Intervensi :
a) Kaji status nutrisi pasien.
Rasional :Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat.
b) Anjurkan makanan sedikit tapi sering.
Rasional :Meminimalkan anoreksia, dan nutrisi terpenuhi.
c) Observasi dan catat respon terhadap pemberian makanan
Rasional :Untuk mengkaji toleransi pemberian makanan.
d) Anjurkan keluarga untuk memberikan makan yang disukai.
Rasional :Dapat meningkatkan nafsu makan klien.
e) Timbang berat badan setiap hari
Rasional :Untuk mengetahui Penurunan atau peningkatan terhadap
berat badan.
f. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare
1) Tujuan : volume cairan pasien teratasi
2) Kriteria hasil :
a) Frekunsi urine berkurang dari 7-8 kali /hari menjadi 4-5 jam/hari
b) Mukosa bibir lembab
c) Mempertahankan hidrasi yang adekuat
d) Turgor kulit baik
3) Intervensi :
a) Pantau pemasukan oral dan pemasukan cairan sedikitnya
2.500ml/hari.
Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa
haus dan melembabkan membrane mukosa.
b) Pantau status dehidrasi, misalnya kelembaban membrane mukosa,
keadekuatan nadi.
Rasional :Menentukan tingkatan dehidrasi
c) Kaji warna, turgor kulit dan kelembabannya
Rasional :Penurunan turgor kulit sebagai indakasi penurunan volume
cairan.
d) Kolaborasi pemberian cairan parental RL
Rasional :Menggantikan cairan dalam tubuh
e) Berikan obat-obatan anti diare misalnya difenoksilat (lomotil),
loperamid Imodium, paregoric.
Rasional : menurunkan jumlah dan keenceran fess. Mungkin
mengurangi kejang usus dan peristaltis.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefisiensi
1) Tujuan : pasien tidak terdapat adanya infeksi
2) Kriteria hasil :
a) Tidak adanya infeksi
b) Bebas dari tanda-tanda infeksi
3) Intervensi :
a) Lakukan Pemeriksaan pada cairan tubuh untuk mengetahui adanya
darah pada urine, feses, dan cairan muntah.
Rasional : mempercepat deteksi adanya perdarahan /penantuan awal
dari terapi mungkin dapat perdarahan kritis
b) Amati epistaksis, hematoria, perdarahan vaginal non-menstruasi atau
pengeluaran darah.
Rasional : perdarahan spontan mengindikasikan trombositopenia
imun.
c) Pantau perubahan tanda-tanda vital dan warna kulit, misalnya
tekanan darah, denyut nadi, pernapasan , pucat kulit/perubahan
warna.
Rasional : timbulnya perdarahan/hemoragi dapat menunjukkan
adanya kegagalan sirkulasi atau syok.
d) Pantau perubahan tingkat kesadaran, dan gangguan penglihatan.
Rasional : perubahan dapat menunjukkan adanya perdarahan otak.
h. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pemahaman
mengenai HIV.
1) Tujuan : pasien menunjukkan pemahaman pengetahuan terhadap
penyakitnya.
2) Kriteria hasil :
a) Pasien dan keluarga telah memahami tentang penyakit yang diderita
pasien, bagaimana kondisi pasien saat ini.
b) Pasien dan keluarha mampu melaksanakan prosedur penatalaksanaan
yang dijelaskan oleh tenaga kesehatan.
c) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah
dijelaskan oleh tenaga kesehatan.
3) Intervensi :
a) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
Rasional : untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasien
terkait penyakit yang dideritanya.
b) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal tersebut
berhubungan dengan anatomi fisiologi
Rasional : agar pasien paham mengenai penyakit yang diderita.
c) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
Rasional : untuk mengetahui gejala awal yang dirasakan
d) Sediakan informasi pada pasien mengenai kondisi tubuh
Rasional : pasien dapat mengetahui kondisi tubuhnya saat ini.
e) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan terkait penyakitnya.
Rasional : agar pasien dapat memilih penanganan yang diinginkan.
i. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh
1) Tujuan: pasien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap
2) Kriteria Hasil:
a) Klien dapat mengungkapkan perasaannya
b) Ekspresi wajah bersahabat
c) Ada kontak mata
d) Menunjukkan rasa senang
e) Mau berjabat tangan
f) Klien mau mengutarakan masalah yang dihadapi
g) Klien mampu mempertahankan aspek yang positif
h) Klien dapat melakukan aktivitas terarah
i) Klien mampu memberikan dukungan
3) Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya.
Rasional: agar menimbulkan kepercayaan klien pada perawat
sehingga akan memudahkan dalam pelaksanaan tindakan selanjutnya.
b) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan tentang penyakit
yang dideritanya.
Rasional: agar pasien dapat mengungkapkan perasaan tentang
penyakit yang dideritanya.
c) Saat bertemu klien, hindarkan memberi penilaian negatif. Utamakan
memberi pujian yang realistis.
Rasional: pujian dapat meningkatkan harga diri klien.
d) Diskusikan kemampuan klien yang masih dapat digunakan selama
sakit.
Rasional: peningkatan kemampuan mendorong klien untuk mandiri.
e) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
Rasional: perhatian keluarga dan pengertian keluarga akan dapat
membantu meningkatkan harga diri klien.

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksnaan keperawatan merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan
ilmiah, masuk akaldalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang antipasi
berhubungan dengan diagnose keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan pewujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.Tindakan keperawatan
pada kien dapat berupa tindakan mandiri atau tindakan kolaborasi.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
proses yangdilakukan dalam menilai keberhasilan suatu tindakn keperawatan dan
menentukan seberapa jauh tujuan sudah dicapai. Evaluasi merupakn aspek
penting daam proses keperawatan, karenamenghasilkan kesimpulan apakah
intervensi keperawatan diakhiri atau dilanjutkan kembali atau dimodifikasi.
Dalam evaluasi prinsip obyektifias, rehabilitas, dan validasi
dapatdipertahankan agar kepustakan yang diambil tepat. Evaluasi proses
keperawatan ada 2 yaitu :
a. Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan
dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan.
b. Evaluasi akhir adalah evaluasi yangdilakukan untuk mengukur sejauh mana
pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir asuhan. 
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
HIV secara umum adalah virus yang hanya dapat menginfeksi manusia,
memperbanyak diri didalam sel manusia sehingga menurunkan kekebalan manusia
terhadap penyakit infeksi.AIDS adalah sekumpulan tanda dan gejala penyakit akibat
hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang yang didapat karena
terinfeksi HIV.
Penularan HIV dari ibu ke anak yang biasa terjadi selama dalam
kandungannya (antepartum), selama persalinan (intrapartum), pada bayi baru lahir
terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi (post partum) dan pada bayi tertular
melalui pemberian ASI. Menurut Cecily L. Betz, anak-anak dengan infeksi HIV
yang didapat pada masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul
gejala pada 2 tahun pertama kehidupan.
B. SARAN
Karena sampai saat ini belum diketahui vaksin atau obat yang efektif untuk
pencegahan atau penyembuhan AIDS, maka untuk menghindari infeksi HIV dan
menekan penyebarannya, cara yang utama adalah melakukan tindakan pencegahan
melalui perubahan perilaku. Kepada pembaca khususnya perawat,
diharapkandengan adanya makalah ini dapat melaksanakan tindakan yang tepat dan
benar dalam memberiksan asuhan keperawatan kepada penderita HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 1.Jakarta : EGC.
Nurarif, Amin Huda & Hadi kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis Dan Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction.
Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru. 2018. NANDA-1 Diagnosa Keperawatan :
Definisi Dan Klasifikasi 2018-2020, Edisi 11. Jakarta : EGC
Kale, Era Dorihi. 2017. Asuhan keperawatan HIV AIDS.
www.poltekkeskupang.ac.id>Asuhan_keperawatan_ HIV AIDS_Poltekkes Kupang.
Diakses jumat, 5 Februari 2021 pukul 18.35 Wita.
Auliandi, Andy. 2017. Makalah asuhan keperawatan pada pasien HIV.
www.academia.edu.makalah_asuhan_keperawatan_pada_pasien_ HIV. Diakses sabtu,
6 Februari 2021 pukul 17.20 wita.

Anda mungkin juga menyukai