AIDS
TAHUN 2022/2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “AIDS” dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak I. Selain
itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan AIDS bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberikan kekuatan dan melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya
atas segala yang telah kita lakukan. Akhir kata penyusun berharap semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1 Konsep Dasar...............................................................................................................3
2.1.1 Pengertian Penyakit HIV/AIDS...........................................................................3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi HIV/AIDS.......................................................................4
2.1.3 Etiologi Penyakit HIV/AIDS...............................................................................6
2.1.4 Patofisiologi Penyakit HIV/AIDS........................................................................7
2.1.5 Pathway Penyakit HIV/AIDS..............................................................................9
2.1.6 Manifestasi Klinis..............................................................................................10
2.1.7 Klasifikasi Penyakit HIV/AIDS.........................................................................11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Penyakit HIV/AIDS....................................................12
2.1.9 Penatalaksanaan Penyakit HIV/AIDS................................................................13
2.1.10 Komplikasi Penyakit HIV/AIDS........................................................................15
2.1.11 Dampak Penyakit HIV/AIDS Pemenuhan KDM Dalam Konteks Keluarga.....17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit HIV/AIDS..................................................19
2.2.1 Pengkajian..........................................................................................................19
2.2.2 Diangnosis Keperawatan....................................................................................24
2.2.3 Intervensi Keperawatan......................................................................................25
2.2.4 Evaluasi Keperawatan........................................................................................33
BAB III PENUTUP................................................................................................................35
3.1 Kesimpulan................................................................................................................35
3.2 Saran..........................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................37
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kronis pada beberapa anggota tubuh, penurunan berat badan, kelemahan, infeksi
jamur, hingga distres dan depresi (Nursalam,2011).
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian penyakit HIV/AIDS
2. Mengetahui anatomi penyakit HIV/AIDS
3. Mengetahui etiologi penyakit HIV/AIDS
4. Mengetahui patofisiologi penyakit HIV/AIDS
5. Mengetahui pathway penyakit HIV/AIDS
6. Mengetahui manifestasi penyakit HIV/AIDS
7. Mengetahui klasifikasi penyakit HIV/AIDS
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit HIV/AIDS
9. Mengetahui penatalaksanaan penyakit HIV/AIDS
10. Mengetahui apa saja komplikasi penyakit HIV/AIDS
11. Mengetahui dampak pada pemenuhan KDM dalam konteks keluarga
12. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit HIV/AIDS
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi HIV/AIDS
Imunologi Sistem
Sistem imun
Sistem pertahanan internal tubuh yang berperan dalam mengenali dan
menghancurkan bahan yang bukan “normal self” (bahan asing atau
abnormal cells)
Imunitas atu respon imun
Kemampuan tubuh manusia untuk melawan organisme atau toksin yang
berbahaya
a. Sel B
Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen
tertentu. Sel B merupakan nama bursa fabrisius, yaitu jaringan limfoid
yang ditemukan pada ayam. Jaringan sejenis yang ada pada mamalia yaitu
sumsum tulang, jaringan limfe usus, dan limpa. Sel B matur bermigrasi ke
organ-organ limfe perifer seperti limpa, nodus limfe, bercak Peyer pada
4
saluran pencernaan, dan amandel. Sel B matur membawa molekul
immunoglobulin permukaan yang terikat dengan membran selnya. Saat
diaktifasi oleh antigen tertentu dan dengan bantuan limfosit T, sel B akan
derdiferensiasi melalui dua cara, yaitu :
1. Sel plasma adalah: Sel ini mampu menyintesis dan mensekresi antibodi
untuk menghancurkan antigen tertentu.
2. Sel memori B adalah Sel memori menetap dalam jaringan limfoid dan
siap merespons antigen perangsang yang muncul dalam pajanan
selanjutnya dengan respons imun sekunder yang lebih cepat dan lebih
besar.
b. Sel T
Sel T juga menunjukan spesifisitas antigen dan akan berploriferasi jika ada
antigen, tetapi sel ini tidak memproduksi antibodi. Sel T mengenali dan
berinteraksi dengan antigen melalui reseptor sel T, yaitu protein
permukaan sel yang terikat membran dan analog dengan antibodi. Sel T
memproduksi zat aktif secara imulogis yang disebut limfokin. Sub type
limfosit T berfungsi untuk membantu limfosit B merespons antigen,
membunuh sel-sel asing tertentu, dan mengatur respons imun. Respons sel
T adalah :Sel T, seperti sel B berasal dari sel batang prekusor dalam
sumsum tulang. Pada periode akhir perkembangan janin atau segera
setelah lahir, sel prekusor bermigrasi menuju kelenjar timus, tempatnya
berproliferasi, berdiferensiasi dan mendapatkan kemampuan untuk
mengenali diri. Setelah mengalami diferensiasi dan maturasi, sel T
bermigrasi menuju organ limfoid seperti limpa atau nodus limfe. Sel ini
dikhususkan untuk melawan sel yang mengandung organisme intraselular.
c. Sel T efektor :
Sel T sitotoksik (sel T pembunuh)
Mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan antigen asing
pada permukaannya
Sel T pembantu
5
Tidak berperan langsung dalam pembunuhan sel. Setelah aktivasi oleh
makrofag antigen, sel T pembantu diperlukan untuk sistesis antibodi
normal, untuk pngenalan benda asing sel T pembantu melepas interleukin-
2 yang menginduksi proliferasi sel T sitotoksik, menolong sel T lain untuk
merespons antigen dan sel T pembantu dpt memproduksi zat (limfokin)
yang penting dalam reaksi alergi (hipersensitivitas).
d. Sel T supresor
Setelah diaktifasi sel T pembantu akan menekan respon sel B dan sel T.
e. Makrofag
Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui denaturasi atau
mencerna sebagian antigen untuk menghasilkan fragmen yang
mengandung determinan antigenic. Makrofag akan meletakkan fragmen
antigen pada permukaan selnya sehingga terpapar untuk limfosit T
tertentu.
6
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria
maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi HIV.
3. Orang yang ketagian obat intravena
4. Partner seks dari penderita AIDS
5. Penerima darah atau produk darah (transfusi)
7
HIV. Kemudian DNA dari virus HIV akan memasuki nucleus dari sel CD4
dan akan bergabung disana, dan berintegrasi dengan DNA manusia tujuannya
untuk bereplekasi karena ketika sel CD4 bereplekasi otomatis dia akan ikut
bereplikasi. Setelah itu virus HIV akan assembly atau menyusun virus baru
kemudian setelah virus barunya tersusun dan protein – protein lainnya maka
virus HIV akan bereplekasi dan menyusun dirinya menjadi bakal/diaimatur,
virus ini non infeksius. Untuk proses pematangannya setelah sel ini
meninngalkan sel CD4. Selanjutnya akanmerilist protease sehingga menjadi
sel yang matur atau infeksius. Karena itu sel CD4 ini akan menjadi parameter
ketika penegakan diagnose dari HIV disebabkan CD4 adalah target dari HIV.
(Martens.et al,2014, Kummar.et al,2015).
Dengan berbagai proses kematian limfost T yang terjadi penurunan
jumlah lmfosit T CD4 serta dramatis dari normal yang berkisar
600-1200/mm3 menjadi 200/mm3 atau lebih rendah lagi, sehigga pada fase
awal jumlah virus akan meningkan lebih pesat hal ini diikuti oleh penurunan
dari jumlah sel CD4, kemudian muncul reaksi imunitas yang akan menekan
atau mengurangi virus HIV. Pada fase ini jumlah virus akan menurun dan
diikuti dengan kenaikan dari jumlah sel CD4, pada fase ini muncul gejala akut
dan berlangsung dalam hitungan minggu sampai bulan setelah pertama kali
virus HIV masuk. Karena penekanan bersifat parsial atau sebagian jumlah
virus akan kembali meningkat secara perlahan yang diikuti dengan penurunan
secara perlahan dari jumlah CD4, selama jumlah CD4 lebih dari 400/500 maka
biasanya tidak ada gejala, fase ini dinamakan fase infeksi kronik. Apabila
jumlah sel CD4 terus menurun maka pertahan tubuh akan sangat melemah
sehingga muncul infeksi oportunistik, munculnya infeksi oportunistik ini
berlangsung dalam periode tahunan dan jika sudah terjadi maka dinamakan
sebagai AIDS (Aquarid Immunodeficiency Sindrome) (Sterling dan Chaisson,
2010).
8
2.1.5 Pathway Penyakit HIV/AIDS
Defisiensi
Kurangnya Infeksi oportunistik (IO)
pengetahuan
panan informasi
tentang infeksi
9
2.1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV terdiri dari tiga fase tergantung
perjalanan infeksi HIV itu sendiri, yaitu: Serokonversi, Penyakit HIV
asimtomatik, Infeksi HIV simtomatik atau AIDS
1. Serokonversi
Pertama kali saat tubuh terinfeksi virus HIV misalnya setelah
melakukan hubungan seks dengan pekerja seks komersial yang menderita
HIV dan beberapa minggu kemudian menderita penyakit yang gejalanya
mirip seperti flu masa ini disebut tahap serokonfersi. Jadi gejalannya
seperti tenggorokan sakit, demam, muncul ruam – ruam kemerahan pada
kulit, pembengkakan kelenjar, penurunan berat badan, diare, kelelahan,
nyeri persendian, nyeri otot, biasanya gejala – gejala ini akan bertahan 1
minggu/2 bulan. Pada tahap ini dimana tanda – tanda tubuh berusaha
melawan infeksi HIV.
2. Penyakit HIV Asimtomatis
Tahap ke 2 ini adalah masa inkubasi/masa laten itu adalah waktu
ketika gejala – gejala flu tadi mulai mereda dan tidak menimbulkan gejala
apapun pada tubuh. Dan pada waktu ini virus HIV akan menyebar dan
merusak system kekebalan tubuh seseorang. Pada tahap ini tubuh akan
merasa sehat dan tidak akan memiliki masalah apapun oleh karena itu
tahap ini bisa berlangsung antara 1 tahun sampai 10 tahun Nasrodin
(2013).
3. Infeksi HIV Simtomatik atau AIDS.
Ketika system kekebalan tubuh sudah terserang sepenuhnya oleh virus
HIV/hilangnya imunitas seluler yang menyebabkan hancurnya limfosit T-
hepar CD4+ dengan kondisi ini jelas karena seseorang sudah tidak punya
kekebalan tubuh maka akan sangat rentan dan sangat mudah sekali terkena
penyakit apapun atau disebut infeksi oportunistik dan sudah masuk pada
tahap AIDS (Price & Wislon; Ameltzer & Bare, 2014).
10
3. Kanker serviks, infasif
4. Kriptosporidosis, intestinal kronik (>1bulan)
5. Enselopati HIV
6. Herpes smpleks dengan ulkus mukokuteneus >1bulan, bronkilis, bronchitis
atau pneumonia
7. Hitoplasmosis : tersebar atau ekstrapulmoner
8. Isosporiasis, kronik >1bulan
9. Kaposi sarcoma
10. Limfoma : burkit, imunoblastik, khususnya di otak
11. Pneumonia pneumosistis carinii
12. eokoense palopati multifocal
13. Bakteremia salmonella
14. Toksoplasmosis, serebral
15. Wasting syndrome HIV
11
HIV-2.Kedua tipe dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan
filogenetik (evolusioner) dengan lentivirus primate lainnya. Perbedaan juga
terletak dari gen vpr, kemudian pada HIV – 2 terdapat gen vpx yang
merupakan homolog dari gen vpu pada HIV-1. Perbedaan yang lain adalah
HIV-2 progresifnya lebih lambat dan banyak meyerang susunan syaraf pusat
Fauzan 2015.
12
adanya resistensi obat. Viral load adalah jumlah virus yang ada
didalam darah.
13
a) Nevairavine
b) Delavirdine
c) Efavirenz
d) Protease inhibitor (PI)
Menghalangi kerja enzim protease yang
berfungsi memotong DNA yang dibentuk oleh virus
dengan ukuran yang besar untuk memproduksi virus
baru, contoh obat golongan ini adalah :
a) Indinavir (IDV)
b) Nelvinavir (NFV)
c) Squinavir (SQV)
d) Ritonavir (RTV)
e) Amprenavir (APV)
f) Leponavir/ ritonavir (LPV/R)
4) Fusion Inhibitor
Menghambat menempelnya virus dengan sel lmfosit
melalui sel CD4. Fusion inhibitor iniyang termasuk
golongan ini adalah Enfuvirtide (T-20).
14
penyerta/infeksi oportunistik. Disaat adanya infeksi penyerta lainnya
maka kebutuhan gizi tentunya akan meningkat. Jika peningkatan
kebutuhan gizi tdak di imbangi dengan konsumsi makanan yang di
tambahkan atau gizi yang ditambah maka kekurangan gizi akan terus
memburuk, akhirnya akan menghasilkan sebuah kondisi yang tidak
menguntungkan bagi dengan positif HIV. Yang harus dilakukan adalah
mengatasi kekurangan gizi ini :
1) Mengkonsumsi makanan dengan kepadatan gizi yang lebih tinggi
dari makan biasanya.
2) Minuman yang di konsumsi upayakan adalah mi numan yang
berenergi (Desmawati, 2013). Selain mengkonsumsi jumlah nutrisi
yang tinggi, penderita HIV/AIDS juga harus mengkonsumsi
suplementasi atau nutrisi tambahan.Tujuan nutrisi agar tidak terjadi
defisiensi vitamin dan mineral.
15
kemudian tidak bermanifes dan tidak menyebabkan adanya dahak. Namun
penderita HIV yang yang memiliki kuman TB sangat berisiko sepuluh kali
untuk terkena Tuberculosis terutama pada pendrita HIV/AIDS yang
memiliki sel CD4 dibawah 200.
2. Masalah di Otak
Pasien HIV seringkali mengalami masalah diotak. Masalah diotak
yang sering dijumpai pada pasien HIV dibagi menjadi 2 :
a. Infeksi Oportunistik di Otak Disebabkan oleh berbagai macam kuman
misalnya Toksoplasma yaitu suatu parasit atau oleh jamur meningitis
criptococus, infeksi Tuberculosis (TB).
b. Dimensia HIV/lupa atau gangguan memori pada pasien HIV
Disebabkan oleh proses infeksi HIV itu sendiri didalam otak
yang menimbulkan berbagai reaksi peradangan diotak sehingga
manifestasinya adalah pasien mengeluh sering lupa dan mengalami
kesulitan untuk melakukan ativitas harian akibat memori jangka
pendeknya terganggu. Deminsia HIV merupakan suatu keadaan yang
harus didiagnosis karena penyakit ini jika terjadi pada seorang pasien
HIV dapat mengganggu pengobatan, pasien akan lupa untuk minum
obat.
3. Meningitis
Pasien dengan gejala meningitis paling sering dengan 4 tanda dan
keluhan nyeri kepala, panas badan, kemudian penurunan kesadaran dan
juga adanya kaku kuduk.
4. Hepatitis C
Pasien HIV dengan hepatitis C biasanya terjadi pada pasien HIV akibat
Injection Drug User (IDU). Gejala awal yang dirasakan yaitu mudah lelah,
tidak nafsu makan dan bisa tibul mata yang kuning lalu kemudian perut
membuncit, kaki bengkak dan gangguan kesadaran. Pasien HIV dengan
hepatitis kemungkinan lebih besar untuk terjadi penyakit kronik/hepatitis
kronik jka tidak diobati maka akan terjadi serosis hati, setelah itu bisa
menjadi kanker hati yang akan menimbulkan kematian.
16
5. Koinfeksi sifilis dan HIV
Biasanya terjadi pada pasien Male Sex Male (MSM) yang terinfeksi
HIV, sifilis adalah suatu infeksi menular seksual yang disebabkan oleh
karena bakteri Treponemapalidum.Bakteri ini dapat meyerang sistemik,
awalnya melakukan infeksi lokal pada tempat kontak seksual bisa di oral,
genetal ataupun di anus dan kemudian berkembang menimbulkan gejala
ulkus kelamin. Koinfeksi HIV menyebabkan manifestasi klinis sifilis
menjadi lebih berat yang disebut Sifilis Maligna, meyebar luas ke seluruh
badan sampai ke mukosa.
17
tidak tersedia bagi mereka, maka perasaan ditolak ditambah dengan rasa sakit
pada fisik akan menimbulkan depresi dan problem perilaku lainnya.
HIV dan AIDS seringkali juga sangat mempengaruhi penghasilan
keluarga. Orang tua dengan HIV dan AIDS akan merasa sakit sekali untuk
bekerja, tambahan lagi sisa uang belanja seluruhnya digunakan untuk
pengobatan dan biaya-biaya lainnya yang terkait, misalnya persiapan untuk
pemakaman. Sebagai akibatnya, anak-anak terutama anak perempuan dalam
keluarga penderita HIV dan AIDS acapkali dipaksa untuk meninggalkan
sekolah agar dapat membantu pekerjaaan rumah tangga atau mencari
tambahan keuangan keluarga. Studi di Kamboja menunjukkan bahwa
sebanyak 2 hingga 5 anak penderita HIV dan AIDS harus keluar dari sekolah
untuk mulai bekerja mencari nafkah.14 Banyak anak juga harus mengakhiri
sekolahnya tanpa kebutuhan dasar yang cukup, seperti kecukupan akan
makanan, sehingga mereka mulai kekurangan gizi. Anak-anak yang
kekurangan gizi umumnya memiliki masalah kesehatan, dan mereka yang
kondisi fisiknya lemah akan mengalami kesulitan belajar.
Tragisnya lagi banyak keluarga bahkan menolak anggota keluarganya
yang terinfeksi HIV. Di sebuah kuil Budha di Lopburi, Thailand, terdapat
sebuah ruangan yang berisi ribuan abu jenazah dari orang yang meninggal
karena AIDS. Guci kecil yang berisi abu dan tulang tetap teronggok di sana
tanpa pernah dibawa pulang oleh sanak saudara mereka untuk dimiliki,
dikuburkan atau abunya ditebarkan dengan upacara keagamaan atau
kepercayaan tertentu. Stigma terhadap AIDS sangat kuat, hingga dalam
kematian pun, korban virus HIV tetap ditolak.
18
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit HIV/AIDS
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada pasien yang mengalami defisiensi
pengetahuan / pasien yang kurang pajanan informasi tentang infeksi
oportunistik.Dengan kriteria pasien dewasa, kesadarannya baik dan mampu
menerima informasi yang disampaikan oleh penyaji.
1. Anamnese
a. Identitas Klien
Pada penderita HIV/AIDS laki – laki merupakan prevalensi
terbanyak yang menderita HIV/AIDS baik dengan infeksi oportunistik
maupun tidak (Depkes, 2014). Sebagian besar kasus AIDS terjadi pada
usia yang termasuk kelompok usia produktif, yaitu pada kelompok
umur 20 – 49 tahun (Desmawati, 2013).
b. Keluhan Utama
Pasien mengatakan belum mendapatkan informasi yang
spesifik tentang nfeksi oportunistik (Desmawati, 2013).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Yang mungkin dikeluhkan pasien HIV/AIDS biasanya sesak
nafas (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi respiratori,
batuk – batuk, nyeri dada, dan demam, pasien akan mengeluhkan mual,
dan diare serta penurunan berat badan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama.
Adanya riwayat penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau
berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh
penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pada pasien HIV/AIDS adanya anggota keluarga
yang menderita penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya
orang tua yang terinfeksi HIV.Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan
pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja ditempat
hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja seks komersial).
f. Riwayat Psikososial
19
1) Persepsi Dan Harapan Klien Terhadap Masalahnya Biasanya
pasien dengan HIV/AIDS akan mengatakan bahwah penyakitnya
merupakan masalah yang mengkhawatirkan, membuat klien
merasa takut, apalagi pasien tidak mengetahui bahayanya dari
infeksi oportunistik, namun pasien tetap berharap atas
kesembuhannya.
2) Persepsi Dan Harapan Keluarga Terhadap Masalah Klien Keluarga
menginginkan kesembuhan pasien mengatakan bahwah ingin sekali
klien cepat sembuh sehingga bisa berkumpul dirumah.
3) Pola Interaksi Dan Komunikasi Biasanya penderita HIV/AIDS
tetap berbicara dan berinteraksi denga baik, kepada keluarga
maupun kepada perawat.
4) Pola Pertahanan Biasanya pasien HIV/AIDS tidak langsung
membicarakan penyakitnya dengan keluarga
5) Pola Nilai Dan Kepercayaan Agama dari pasien dan kebiasaan
pasien dalam beribadah.
6) Pengkajian Konsep Diri
a) Gambaran diri : gambaran penyakit yang sedang dialami oleh
pasien
b) Ideal diri : biasanya pasien mengatakan ingin segera sembuh
dari penyakitnya
c) Harga diri : biasanya pasien takut jika penyakitnya tidak
kubjung sembuh
d) Peran diri : peran pasien dalam keluarga misalnya pasien
adalah seorang ayah yang memiliki 2 anak
20
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus
berdarah.
c. Pola Istirahat
Tidur Pasien HIV/AIDS biasanya mengalami gangguang pola
istirahat tidur, terdapat gejala demam keringat malam yang
berulang.Pasien juga merasa cemas dan depresi akbat penyakit.
d. Pola Aktivitas
Biasanya pada pasien HIV/AIDS mengalami perubahan pada
pola aktivitasnya, tidak dapat melakukan aktivitas dkarenakan menarik
diri di lingkungan kerja, bisa juga karena depresi atau kondisi tubuh
yang lemah.
e. Personal Hygiene
Pada pasien dengan HIV/AIDS akan mengalami
perubahan/gangguan pada personal hygiene, misalnya kebersihan
mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK diakibatkan kondisi tubuh yang
lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan dan dibantu oleh keluarga
atau perawat.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah
b. Kesadaran : composmetis kooperatif, sampai terjadi penurunan
kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
c. Vital Sign
1) TD : biasanya ditemukan dalam batas normal
2) Nadi : frekuansi nadi meningkat
3) Pernapasan : frekuensi pernapasan meningkat
4) Suhu : suhu biasanya meningkat karena demam
d. Kepala
Inspeksi : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena
dermatitis seboreika.
Palpasi : terdapat nyeri tekan
e. Muka
21
Inspeksi : simetris, tidak sembab/oedema, kulitnya kering,
Palpasi :tidak ada benjolan, biasanya terdapat nyeri tekan
f. Mata
Inspeksi : Biasanya konjungtifa anemis, sclera tidak ikterik,
pupil isokor, reflek pupil terganggu, cytomegalovirus (CMV) restinitis
termasuk komplikasi AIDS, floaters, penglihatan kabur atau
kehilangan penglhatan.
Palpasi : Tidak terdapat odema palpebra, tidak ada nyeri tekan
g. Hidung
Inspeksi : simetris, Biasanya ditemukan adanya pernapasan
cuping hidung, tidak ada secret, tidak ada polip, terdapat alat bantu
pernapasan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada defisiasi septumnasi
i. Telinga
Inspeksi : Kehilangan pendengaran, nyeri akibat mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi – reaksi otot (Bararah & Jauhar,
2013, p. 303)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan benjolan abnormal
j. Leher
Inspeksi : Kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena
nfeksi jamur criptococus neofarmns), pembesaran kelenjar getah
bening (lmfadenopati), Gallan, 2010, hal .
Palpasi : terdapat pembesran klenjar linfe, tidak ada bendungan
vena juguralis, terdapat pembesaran kenlenjar tiroid.
22
k. Jantung
Inspeksi : pulsai ictus cordis tidak tampak, Biasanya terjadi
hipotensi, edema perifer (wijayanngsih, 2013, hal 248)
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V midclavikula
sinistra
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara
tambahan seperti murmur dan gallop ( BJ 1 katup mtral dan katup
trikuspidalis / MITRI ics V), (BJ 2 katup aorta dan pulmonal / APU ics
ll )
Perkusi : Pekak ics 3 – 5 sinistra
l. Paru – Paru
Inspeksi : inspirasi dan ekspirasi sama
Palpasi : biasanya vocal premitus getaran dextra dan sinistra itu
berbeda
Auskultasi : terdapat suara tambahan seperti ronchi pada pasien
yang HIV dengan TB yang mengalami sumbatan jalan napas.
Perkusi : resonan dseluruh lapang paru
m. Abdomen
Inspeksi : Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukan hati yang
membesar (hepatomegali) atau pembesaran limpa (splenomegali).
Kondisi ini dapat disebabkan oleh infeksi baru atau mungkin
menunjukan kanker.
Auskultasi : Bising usus 6 – 8 x/mnt
Perkusi : Tympani / hypertympani (kembung / terdapat gas)
Palpasi : hati teraba, nyeri tekan pada abdomen (Muttaqin &
Sari, 2011, p.491)
n. Kulit
Inspeksi : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya
tanda – tanda lesi (lesi sarcoma kaposi), terdapat herpes, dermatitis
seboroik, terdapat bercak – bercak gatal di seluruh tubuh
(Katiandagho, 2015, hal. 30)
23
Palpasi : CRT >2 detik
o. Ekstremitas
Inspeksi : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun,
pergerakan tangan lemah.
Perkusi : reflek bisep, trisep, brachoradialis.
Palpasi : akral dingin, terdapat nyeri otot ekstremitas
(Muttaqin,2011, hal 249)
24
2.2.3 Intervensi Keperawatan
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) mendefinisikan
intervensi keperawatan adalah segala treatment yang 39 dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (Outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018).
25
Minor Subjektif (tidak tersedia) dan keluarga
Objektif 3. Berikan
1. Menjalani pemeriksaan kesempatan
yang tidak tepat untuk bertanya
2. Menunjukan prilaku
berlebihan (mis. Apatis, Edukasi
bermusuhan, agitasi, 1. Jelaskan tanda
histeria) dan gejala
infeksi lokal
dan sistemik
2. Informasikan
hasil
pemeriksaan
laboratorium
(mis, leukosit,
WBC)
3. Anjurkan
mengikuti
tindakan
pencegahan
sesuai kondisi
4. Anjurkan
membatasi
pengunjung
5. Ajarkan cara
merawat kulit
pada area yang
edema
6. Ajarkan cara
memeriksa
kondisi luka
atau luka
operasi
7. Anjurkan
26
kecukupan
nutrisi, cairan,
dan istirahat
8. Anjurkan
kecukupan
mobilisasi dan
olahraga sesuai
kebutuhan
9. Anjurkan
mengelola
antibiotik sesuai
resep
10. Ajarkan cara
mencuci tangan
11. Ajarkan etika
batuk
2. Diare b.d proses infeksi (D.0020) Tingkat infeksi menurun Pengobatan infeksi
Definisi : Pengeluaran fases yang (L.14137) (I.14551)
sering,lunak dan tidak berbentuk Definisi : Derajat infeksi Identifikasi
berdasarkan observasi atau pasien-pasien
Penyebab : sumber informasi yang
Fisiologis Tingkat infeksi menurun mengalami
1. Inflamasi gastrointestinal dengan kriteria hasil: infeksi menular
2. Iritasi gastrointestinal 1. Kebersihan Terapkan
3. Proses infeksi tangan,badan dan kewaspadaan
4. Melabsorpsi nafsu makan universal (Mis.
meningkat Cuci tangan
Psikologis 2. Demam,kemerahan, aseptic,
1. Kecemasan nyeri menurun gunakan alat
2. Tingkat stress tinggi pelindung diri
seperti
Situasional masker,sarung
1. Terpapar kontaminan tangan)
27
2. Terpapar toksin Tepatkan pada
3. Penyalahgunaan laksatif ruang isolasi
4. Penyalahgunaan zat untuk pasien
5. Program pengobatan (agen yang
tiroid, analgesic, pelunak mengalami
feses, ferosulfat, antasida, penurunan
cimetidine dan antibiotic) imunitas
6. Bakteri pada air Berikan tanda
khusus untuk
Gejala dan Tanda Mayor mengidentifikas
Objektif i pasien dengan
1. Defekasi lebih dari 3X penyakit
dalam 24 jam menular
2. Feses lembek atau cair
28
1. Perubahan sirkulasi Kriteria Hasil : perawatan
2. Perubahan status nutrisi 1. Kerusakan jaringan Jelaskan
(kelebihan atau kekurangan) 2. Kerusakan lapisan riwayat
3. Kekurangan/kelebihan kulit kesehatan masa
volume cairan 3. Nyeri lalu yang
4. Penurunan mobilitas 4. Perdarahan relevan
5. Bahan kimia iritatif 5. Kemerahan Jelaskan
6. Suhu lingkungan yang 6. Pigmentasi diagnose
ekstrem abnormal keperawatan
7. Factor mekanis (mis. dan medis
Penekanan pada tonjolan Jelaskan
tulang,gesekan) atau factor rencana
elektris (elektrodiatermi, diet,pengobatan
energy listrik bertegangan dan latihan
tinggi) yang termasuk
8. Efek samping terapi radiasi dalam program
9. Kelembapan perawatan.
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi
tentang upaya
mempertahankan/melindung
i integritas jaringan
Objektif :
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
30
(misalnya . waspada,
posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
32
suplai dan kebutuhan Kriteria Hasil : untuk aktifitas
oksigen 1. Frekuensi nadi yang di
2. Tirah baring 2. Kemudahan inginkan
3. Kelemahan melakukan Identifikasi
4. Mobilitas aktifvitas sehari- strategi
5. Gaya hidup menonton hari meningkat meningkatkan
3. Kecepatan berjalan partisipasi
Gejala dan Tanda Mayor 4. Kekuatan tubuh dalam aktivitas
Subjektif : bagian atas dan Identivikasi
1. Mengeluh lelah bawah meningkat maksa aktivitas
Objektif 5. Dispenia saat rutin (bekerja)
1. Frekuensi jantung meningkat aktivitas, dan dan waktu
>20% dari kondisi istirahat setelah aktivitas luang
6. Warna kulit Fasilitasi focus
Gejala dan Tanda Minor 7. Tekanan darah pada
Subjektif : 8. Frekuensi napas kemampuan
1. Dispenia saat/setelah membaik bukan defisit
aktifitas yang di alami
2. Merasa tidak nyaman Libatkan
setelah beraktifitas keluarga dalam
3. Merasa lelah aktivitas,jika
Objektif perlu
1. Tekanan berubah >20% dari
kondisi istirahat
33
kerja sama antara penulis dengan klien, perawat, dokter, dan tim kesehatan
lainya.
1. Defisiensi pengetahuan infeksi berhubungan dengan kurangnya
pajanan informasi : ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif
yang berkaitan dengan topik tertentu
Klien mampu mengetahui tanda-tanda dan gejala terjadinya
infeksi
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare
Klien mengatakan bahwa diare yang dirasakan sudah
membaik
3. Gangguan integritas kulit b.d perubahan status nutrisi,penurunan
mobilitas fisik : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau
jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendri/ligament)
Kulit pada klien yang di sebabkan karena gatal-gatal dan
kemerahan sudah membaik
4. Nyeri akut : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan
Nyeri pada klien sudah lebih baik dari sebelumnya
5. Bersihkan jalan napas tidak efektif b.d proses infeksi :
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas
untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
Frekuensi pernapasan pada klien kembali normal dan irama
pernapasan teratur
6. Intoleransi Aktivitas : ketidakcukupan energy untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
Klien menunjukan tanda bahwa sudah mulai bisa
melakukan aktivitas lainya
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu virus yang menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 yaitu
Human Immunodeficiency Virus (HIV), virus tersebut dapat menyebabkan AIDS
dalam rentang waktu tertentu dapat merusak sistem kekebalan tubuh pada manusia.
Infeksi oportunistik yang menyertai dapat menjadi manifestasi klinis yang terlihat.
Menurunnya imun tubuh terjadi karena melemahnya kekebalan tubuh akibat infeksi
HIV sehingga dapat terjadi infeksi oportunistik (Sudikno, Bona Simanungkalit 2011).
AIDS (Aquared Immunodeficiency Syndrome) yang terjadi akibat efek dari
perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup, kondisi dimana tubuh
sudah diserang sepenuhnya/ sudah tidak mempunyai kekebalan tubuh lagi.Jadi ketika
tubuh sakit tidak bisa sembuh dengan kekebalan sendiri. HIV hidup didalam darah
dan cairan tubuh orang yang terinfeksi.Cairan yang bisa mengeluarkan HIV itu dari
cairan darah, dinding anus, ASI, sperma dan cairan vagina termasuk darah menstruasi.
Sedangkan penularan dapat terjadi melalui: hubungan sek bebas/seks yang tanpa
menggunakan pengaman dengan orang yang terinfeksi HIV, jarum suntik atau tindik
dan bisa melalui tato yang tidak steril dan dipakai secara bergantian, dapat juga
melalui transfusi darah yang mengandung virus HIV, ibu penderita HIV positif saat
proses persalinan atau melalui Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan.
3.2 Saran
3.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan
memperluas wawasan mengenai klien dengan HIV AIDS karena dengan
adanya pengetahuan dan wawasan yang luas mahasiswa akan mampu
mengembangkan kemampuan dan potensial diri dalam dunia
keperawatan,dan kesehatan, dan dapat memberikan pendidikan kesehatan
mengenai HIV AIDS pada masyarakat.
35
3.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu mahasiswa melalui studi
kasus agar dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan HIV
AIDS secara komprehensif.
36
DAFTAR PUSTAKA
Dapertemen kesehatan RI. 2007 . Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang
dewasa dan Remaja Edisi Kedua, Jakarta
Dinas kesehatan kota Bukittinggi 2016.Gambaran kasus HIV dan AIDS di Sumatra Barat
Sampai dengan 2016.
Dirjen. PP & PL. Kemenkes. RI. (2012). Laporan Kasus Hiv-Aids Di Indonesia Triwulan IV,
bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2011
Drew , W. Lawrence . 2001. HIV & AIDS Retrovirus. USA: The McGraw-Hill Companies.
Jakarta, Gramedia
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan
Terap Antiretroviral. Jakarta
KPA. (2010). Pedoman Program Pencegahan HIV melalui Transmisi Seksual. Jakarta
Muma, Richard D. (1997). HIV : Manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC
Nasronudin . 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Mollekuler, Klinis dan Sosial.
Surabaya
Profil Kesehatan Sumatra Barat 2017, Diakses dari http://id.kesehatan+sumbar pada 11 juni
2008
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
37
38