Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK I

AIDS

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I

Dosen: Septian Mugi Rahayu,Ners.,M.Kep

Di Susun Oleh Kelompok 8:

Tania Rosalina : 2020-01-14201-040

Mery Agustina : 2021-01-14201-021

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “AIDS” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak I. Selain
itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan AIDS bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Septian Mugi Rahayu,Ners.,M.Kep


selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan Anak I. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pembaca makalah ini.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberikan kekuatan dan melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya
atas segala yang telah kita lakukan. Akhir kata penyusun berharap semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya.

Palangka Raya, 17 Maret 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1 Konsep Dasar...............................................................................................................3
2.1.1 Pengertian Penyakit HIV/AIDS...........................................................................3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi HIV/AIDS.......................................................................4
2.1.3 Etiologi Penyakit HIV/AIDS...............................................................................6
2.1.4 Patofisiologi Penyakit HIV/AIDS........................................................................7
2.1.5 Pathway Penyakit HIV/AIDS..............................................................................9
2.1.6 Manifestasi Klinis..............................................................................................10
2.1.7 Klasifikasi Penyakit HIV/AIDS.........................................................................11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Penyakit HIV/AIDS....................................................12
2.1.9 Penatalaksanaan Penyakit HIV/AIDS................................................................13
2.1.10 Komplikasi Penyakit HIV/AIDS........................................................................15
2.1.11 Dampak Penyakit HIV/AIDS Pemenuhan KDM Dalam Konteks Keluarga.....17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit HIV/AIDS..................................................19
2.2.1 Pengkajian..........................................................................................................19
2.2.2 Diangnosis Keperawatan....................................................................................24
2.2.3 Intervensi Keperawatan......................................................................................25
2.2.4 Evaluasi Keperawatan........................................................................................33
BAB III PENUTUP................................................................................................................35
3.1 Kesimpulan................................................................................................................35
3.2 Saran..........................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................37

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit mematikan di
dunia yang menjadi wabah internasional sejak pertama kehadirannya (Arriza, Dewi,
Dkk, 2011). Penyakit ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan
tubuh (Kemenkes, 2015).
Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan
ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit
lain (Kemenkes, 2015). Meskipun telah ada kemajuan dalam pengobatannya, namun
infeksi HIV dan AIDS masih merupan masalah kesehatan yang penting di dunia ini
(Smeltzer dan Bare, 2015).
Penyakit AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang menunjukkan
kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar dan
sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon
imun dan tanpa gejala yang nyata, hingga keadaan imunosupresi yang berkaitan
dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian (Padila,2012).
Penyakit HIV AIDS merupakan penyakit infeksi yang dapat ditularkan ke
orang lain melalaui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui proses hubungan
seksual, tranfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi secara
bergantian, dan penularan dari ibu ke anak dalam kandungan melalui plasenta dan
kegiatan menyusui (Dinkes Kota Padang, 2015).
Orang yang terinfeksi HIV atau mengidap AIDS biasa disebut dengan ODHA.
Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) beresiko mengalami Infeksi Oportunistik atau IO.
Infeksi Oportunistik adalah infeksi yang terjadi karena menurunnya kekebalan tubuh
seseorang akibat virus HIV. Infeksi ini umumnya menyerang ODHA dengan HIV
stadium lanjut. Infeksi Oportunistik yang dialami ODHA dengan HIV stadium lanjut
menyebabkan gangguan berbagai aspek kebutuhan dasar, diantaranya gangguan
kebutuhan oksigenisasi, nutrisi, cairan, kenyamanan, koping, integritas kulit dan
sosial spritual. Gangguan kebutuhan dasar ini bermanifestasi menjadi diare, nyeri

1
kronis pada beberapa anggota tubuh, penurunan berat badan, kelemahan, infeksi
jamur, hingga distres dan depresi (Nursalam,2011).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari penyakit HIV/AIDS?
2. Apa saja anatomi fisiologi dari penyakit HIV/AIDS?
3. Apa saja etiologi dari penyakit HIV/AIDS?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit HIV/AIDS?
5. Bagaimana pathway dari penyakit HIV/AIDS?
6. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit HIV/AIDS?
7. Apa saja klasifikasi penyakit HIV/AIDS?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit HIV/AIDS?
9. Bagaimana penatalaksanaan penyakit HIV/AIDS?
10. Apa saja komplikasi dari penyakit HIV/AIDS?
11. Apa saja dampak pada KDM dalam konteks keluarga?
12. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit HIV/AIDS?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian penyakit HIV/AIDS
2. Mengetahui anatomi penyakit HIV/AIDS
3. Mengetahui etiologi penyakit HIV/AIDS
4. Mengetahui patofisiologi penyakit HIV/AIDS
5. Mengetahui pathway penyakit HIV/AIDS
6. Mengetahui manifestasi penyakit HIV/AIDS
7. Mengetahui klasifikasi penyakit HIV/AIDS
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit HIV/AIDS
9. Mengetahui penatalaksanaan penyakit HIV/AIDS
10. Mengetahui apa saja komplikasi penyakit HIV/AIDS
11. Mengetahui dampak pada pemenuhan KDM dalam konteks keluarga
12. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit HIV/AIDS

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Pengertian Penyakit HIV/AIDS
Salah satu virus yang menyerang sel darah putih yang bernama sel
CD4 yaitu Human Immunodeficiency Virus (HIV), virus tersebut dapat
menyebabkan AIDS dalam rentang waktu tertentu dapat merusak sistem
kekebalan tubuh pada manusia. Infeksi oportunistik yang menyertai dapat
menjadi manifestasi klinis yang terlihat. Menurunnya imun tubuh terjadi
karena melemahnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV sehingga dapat terjadi
infeksi oportunistik (Sudikno, Bona Simanungkalit 2011). AIDS (Aquared
Immunodeficiency Syndrome) yang terjadi akibat efek dari perkembang
biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup, kondisi dimana tubuh sudah
diserang sepenuhnya/ sudah tidak mempunyai kekebalan tubuh lagi.Jadi ketika
tubuh sakit tidak bisa sembuh dengan kekebalan sendiri. HIV hidup didalam
darah dan cairan tubuh orang yang terinfeksi.Cairan yang bisa mengeluarkan
HIV itu dari cairan darah, dinding anus, ASI, sperma dan cairan vagina
termasuk darah menstruasi. Sedangkan penularan dapat terjadi melalui:
hubungan sek bebas/seks yang tanpa menggunakan pengaman dengan orang
yang terinfeksi HIV, jarum suntik atau tindik dan bisa melalui tato yang tidak
steril dan dipakai secara bergantian, dapat juga melalui transfusi darah yang
mengandung virus HIV, ibu penderita HIV positif saat proses persalinan atau
melalui Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan (Jambak, Nur Ainun, Wiwit
Febrina 2016).

3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi HIV/AIDS

Imunologi Sistem

 Sistem imun
Sistem pertahanan internal tubuh yang berperan dalam mengenali dan
menghancurkan bahan yang bukan “normal self” (bahan asing atau
abnormal cells)
 Imunitas atu respon imun
Kemampuan tubuh manusia untuk melawan organisme atau toksin yang
berbahaya

Ada 2 macam RI, yaitu :

 RI Spesifik : deskriminasi self dan non self, memori, spesifisitas.


 RI non Spesifik : efektif untuk semua mikroorganisme

Sel-sel yang berperan dalam respon Imun

a. Sel B
Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen
tertentu. Sel B merupakan nama bursa fabrisius, yaitu jaringan limfoid
yang ditemukan pada ayam. Jaringan sejenis yang ada pada mamalia yaitu
sumsum tulang, jaringan limfe usus, dan limpa. Sel B matur bermigrasi ke
organ-organ limfe perifer seperti limpa, nodus limfe, bercak Peyer pada

4
saluran pencernaan, dan amandel. Sel B matur membawa molekul
immunoglobulin permukaan yang terikat dengan membran selnya. Saat
diaktifasi oleh antigen tertentu dan dengan bantuan limfosit T, sel B akan
derdiferensiasi melalui dua cara, yaitu :
1. Sel plasma adalah: Sel ini mampu menyintesis dan mensekresi antibodi
untuk menghancurkan antigen tertentu.
2. Sel memori B adalah Sel memori menetap dalam jaringan limfoid dan
siap merespons antigen perangsang yang muncul dalam pajanan
selanjutnya dengan respons imun sekunder yang lebih cepat dan lebih
besar.

b. Sel T
Sel T juga menunjukan spesifisitas antigen dan akan berploriferasi jika ada
antigen, tetapi sel ini tidak memproduksi antibodi. Sel T mengenali dan
berinteraksi dengan antigen melalui reseptor sel T, yaitu protein
permukaan sel yang terikat membran dan analog dengan antibodi. Sel T
memproduksi zat aktif secara imulogis yang disebut limfokin. Sub type
limfosit T berfungsi untuk membantu limfosit B merespons antigen,
membunuh sel-sel asing tertentu, dan mengatur respons imun. Respons sel
T adalah :Sel T, seperti sel B berasal dari sel batang prekusor dalam
sumsum tulang. Pada periode akhir perkembangan janin atau segera
setelah lahir, sel prekusor bermigrasi menuju kelenjar timus, tempatnya
berproliferasi, berdiferensiasi dan mendapatkan kemampuan untuk
mengenali diri. Setelah mengalami diferensiasi dan maturasi, sel T
bermigrasi menuju organ limfoid seperti limpa atau nodus limfe. Sel ini
dikhususkan untuk melawan sel yang mengandung organisme intraselular.

c. Sel T efektor :
 Sel T sitotoksik (sel T pembunuh)
Mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan antigen asing
pada permukaannya
 Sel T pembantu

5
Tidak berperan langsung dalam pembunuhan sel. Setelah aktivasi oleh
makrofag antigen, sel T pembantu diperlukan untuk sistesis antibodi
normal, untuk pngenalan benda asing sel T pembantu melepas interleukin-
2 yang menginduksi proliferasi sel T sitotoksik, menolong sel T lain untuk
merespons antigen dan sel T pembantu dpt memproduksi zat (limfokin)
yang penting dalam reaksi alergi (hipersensitivitas).

d. Sel T supresor
Setelah diaktifasi sel T pembantu akan menekan respon sel B dan sel T.

e. Makrofag
Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui denaturasi atau
mencerna sebagian antigen untuk menghasilkan fragmen yang
mengandung determinan antigenic. Makrofag akan meletakkan fragmen
antigen pada permukaan selnya sehingga terpapar untuk limfosit T
tertentu.

2.1.3 Etiologi Penyakit HIV/AIDS


Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan
lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus
kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.
Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala
flulikes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala
tidak ada.

6
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria
maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi HIV.
3. Orang yang ketagian obat intravena
4. Partner seks dari penderita AIDS
5. Penerima darah atau produk darah (transfusi)

2.1.4 Patofisiologi Penyakit HIV/AIDS


Apabila virus HIV masuk kedalam tubuh seseorang dan bagaimana
caranya virus itu masuk kedalam tubuh sesorang, bisa melalui darah, jadi bisa
karena transfuse atau penggunaan jarum suntik yang bekas pakai yang
bergantian misalnya dan tidak steril kemudian jarumnya bekas dipakai orang
yang terinfeksi HIV maka akan menular. Jadi menularnya melalui kontak
lewat darah/cairan bukan kontak fisik maka ketika sudah tertular virus akan
masuk kedalam system peredaran darah/tubuh seseorang. Kemudian setelah
virus masuk kedalam peredaran darah organ atau target yang akan diserang
pertama kali oleh virus ini adalah sel darah putih manusia atau sel CD4 jadi sel
darah putih itu ada limfosit, leukosit virus ini menyerang CD4 dari sel darah
putih limfosit. Virus ini nanti akanbinding atau terikat. Jadi di CD4 diluar dari
permukaan CD4 itu ada reseptor dimana reseptor ini cocok dengan sereptor
yang di miliki oleh virus HIV jadi mereka bisa bergabung. Karena sudah
tergabung maka virus ini akanbinding/terikat kemudian virus ini akan
mengalami fusion setelah itu virus HIV akan masuk kedalam sel CD4. Jadi
virus HIV itu hanya memiliki RNA tidak mempunyai DNA agar virus HIV
tetap bertahan atau berkembang biak atau reprekasi virus HIV harus memiliki
DNA oleh karena itu HIV memanfaatkan enzim reverse trancriptase untuk
membantu mensintesa DNA dari RNA. Lalu terbentuklah DNA dari virus

7
HIV. Kemudian DNA dari virus HIV akan memasuki nucleus dari sel CD4
dan akan bergabung disana, dan berintegrasi dengan DNA manusia tujuannya
untuk bereplekasi karena ketika sel CD4 bereplekasi otomatis dia akan ikut
bereplikasi. Setelah itu virus HIV akan assembly atau menyusun virus baru
kemudian setelah virus barunya tersusun dan protein – protein lainnya maka
virus HIV akan bereplekasi dan menyusun dirinya menjadi bakal/diaimatur,
virus ini non infeksius. Untuk proses pematangannya setelah sel ini
meninngalkan sel CD4. Selanjutnya akanmerilist protease sehingga menjadi
sel yang matur atau infeksius. Karena itu sel CD4 ini akan menjadi parameter
ketika penegakan diagnose dari HIV disebabkan CD4 adalah target dari HIV.
(Martens.et al,2014, Kummar.et al,2015).
Dengan berbagai proses kematian limfost T yang terjadi penurunan
jumlah lmfosit T CD4 serta dramatis dari normal yang berkisar
600-1200/mm3 menjadi 200/mm3 atau lebih rendah lagi, sehigga pada fase
awal jumlah virus akan meningkan lebih pesat hal ini diikuti oleh penurunan
dari jumlah sel CD4, kemudian muncul reaksi imunitas yang akan menekan
atau mengurangi virus HIV. Pada fase ini jumlah virus akan menurun dan
diikuti dengan kenaikan dari jumlah sel CD4, pada fase ini muncul gejala akut
dan berlangsung dalam hitungan minggu sampai bulan setelah pertama kali
virus HIV masuk. Karena penekanan bersifat parsial atau sebagian jumlah
virus akan kembali meningkat secara perlahan yang diikuti dengan penurunan
secara perlahan dari jumlah CD4, selama jumlah CD4 lebih dari 400/500 maka
biasanya tidak ada gejala, fase ini dinamakan fase infeksi kronik. Apabila
jumlah sel CD4 terus menurun maka pertahan tubuh akan sangat melemah
sehingga muncul infeksi oportunistik, munculnya infeksi oportunistik ini
berlangsung dalam periode tahunan dan jika sudah terjadi maka dinamakan
sebagai AIDS (Aquarid Immunodeficiency Sindrome) (Sterling dan Chaisson,
2010).

8
2.1.5 Pathway Penyakit HIV/AIDS

Hubungan seksual Terinfeksi darah Tertusuk jarum Ibu hamil


dengan pasangan yang terkena bekas penderita menderita
berganti- HIV/AIDS HIV/AIDS HIV/AIDS
ganti,dengan yang \
terinfeksi Virus masuk dalam
HIV/AIDS tubuh lewat luka
berdarah

Sperma terinfeksi masuk


kedalam tubuh pasangan Virus HIV/AIDS menyerang T-limposit/CD4+, sel saraf
lewat membrane makrofag dan monosit limfosit B
mukosavagina,anus
lecet/luka
Terjadi perubahan pada structural sel di atas akibat transkipsi
RNA virus + DNA sel sehingga terbentuknya provirus

Sel penjamu (T-limposit,magrofag, monosit B) mengalami


kelumpuhan

Menurunnya system kekebalan tubuh

Defisiensi
Kurangnya Infeksi oportunistik (IO)
pengetahuan
panan informasi
tentang infeksi

Sistem GIT Integumen Sistem Sistem respirasi Sistem


reproduksi neurologi
Virus Herpes zoster PCP T
HIV/AIDS + + herpes Cardidiasis (pneumonia Kriptococus
kuman simpleks pneumocystis
salmonella,cl ) Meningitis
ostridium, Ulkus genital kriptokokus
candidia Dermatitis Penumpukan
serebroika sekret
Nyeri Perubahan
Menginvasim mental,
ukosa saluran Ruam,difus, Obstruksi kelemahan,
cerna berisik, jalan pusing
folikulitas,
Peningkatan kulit kering
Intoleransi
peristatik Bersihan aktivitas
jalan nafas
Kerusakan
tidak efektif
Kekurangan integritas kulit
volume
cairan

9
2.1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV terdiri dari tiga fase tergantung
perjalanan infeksi HIV itu sendiri, yaitu: Serokonversi, Penyakit HIV
asimtomatik, Infeksi HIV simtomatik atau AIDS
1. Serokonversi
Pertama kali saat tubuh terinfeksi virus HIV misalnya setelah
melakukan hubungan seks dengan pekerja seks komersial yang menderita
HIV dan beberapa minggu kemudian menderita penyakit yang gejalanya
mirip seperti flu masa ini disebut tahap serokonfersi. Jadi gejalannya
seperti tenggorokan sakit, demam, muncul ruam – ruam kemerahan pada
kulit, pembengkakan kelenjar, penurunan berat badan, diare, kelelahan,
nyeri persendian, nyeri otot, biasanya gejala – gejala ini akan bertahan 1
minggu/2 bulan. Pada tahap ini dimana tanda – tanda tubuh berusaha
melawan infeksi HIV.
2. Penyakit HIV Asimtomatis
Tahap ke 2 ini adalah masa inkubasi/masa laten itu adalah waktu
ketika gejala – gejala flu tadi mulai mereda dan tidak menimbulkan gejala
apapun pada tubuh. Dan pada waktu ini virus HIV akan menyebar dan
merusak system kekebalan tubuh seseorang. Pada tahap ini tubuh akan
merasa sehat dan tidak akan memiliki masalah apapun oleh karena itu
tahap ini bisa berlangsung antara 1 tahun sampai 10 tahun Nasrodin
(2013).
3. Infeksi HIV Simtomatik atau AIDS.
Ketika system kekebalan tubuh sudah terserang sepenuhnya oleh virus
HIV/hilangnya imunitas seluler yang menyebabkan hancurnya limfosit T-
hepar CD4+ dengan kondisi ini jelas karena seseorang sudah tidak punya
kekebalan tubuh maka akan sangat rentan dan sangat mudah sekali terkena
penyakit apapun atau disebut infeksi oportunistik dan sudah masuk pada
tahap AIDS (Price & Wislon; Ameltzer & Bare, 2014).

Penyakit yang menandai HIV AIDS


1. Kandidiasis : esophageal, trakeal, atau bronchial
2. Kriptokosis, ekstraulmoner

10
3. Kanker serviks, infasif
4. Kriptosporidosis, intestinal kronik (>1bulan)
5. Enselopati HIV
6. Herpes smpleks dengan ulkus mukokuteneus >1bulan, bronkilis, bronchitis
atau pneumonia
7. Hitoplasmosis : tersebar atau ekstrapulmoner
8. Isosporiasis, kronik >1bulan
9. Kaposi sarcoma
10. Limfoma : burkit, imunoblastik, khususnya di otak
11. Pneumonia pneumosistis carinii
12. eokoense palopati multifocal
13. Bakteremia salmonella
14. Toksoplasmosis, serebral
15. Wasting syndrome HIV

Definisi ini mencerminkan peningkatan kecenderungan timbulnya masalah


yang berkaitan dengan HIV yang menyertai rendahnya jumlah sel CD4+
secara progresif. Setelah AIDS terjadi, maka sistem imun sudah sedemikian
terkompensasi sehingga pasien tidak mampu lagi mengontrol infeksi oleh
patogen oportunis yang pada kondisi normal tidak berproliferasi, serta menjadi
rentan terhadap terjadinya beberapa keganasan. Pasien dengan AIDS yang
tidak diobati rata-rata meninggal dalam jangka waktu satu hingga tiga
tahun.Terapi yang telah tersedia saat ini telah memperbaiki prognosis pasien
infeksi HIV secara signifikan (Price & Wislon, 2006; Ameltzr & Bare, 2010).

2.1.7 Klasifikasi Penyakit HIV/AIDS


Human Immunodeviciency Virus (HIV) merupakan kelompok virus
RNA :
Family : retroviradae
Sub family : lantivirinae
Genus : lentivirus
Spesies : Human Immunodeficiency Virus 1 (HIV-1)
Human Immunodeficiency 2 (HIV-2)
HIV menunjukan banyak gambaran khas fisikokimia dan familinya
terdapat dua tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1 dan

11
HIV-2.Kedua tipe dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan
filogenetik (evolusioner) dengan lentivirus primate lainnya. Perbedaan juga
terletak dari gen vpr, kemudian pada HIV – 2 terdapat gen vpx yang
merupakan homolog dari gen vpu pada HIV-1. Perbedaan yang lain adalah
HIV-2 progresifnya lebih lambat dan banyak meyerang susunan syaraf pusat
Fauzan 2015.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Penyakit HIV/AIDS


1. Pemeriksaan HIV
a. Skrining HIV
Untuk mengetahui tingkat resiko infeksi dan juga pola hidup
kesehraian, apakah memang benar faktor resiko tinggi untuk
menderita penyakit HIV.
b. Tes Serologi/Tes Antibody
1) Rapid test
2) Tes ELISA
c. Tes Konfirmasi
1) Wastern blot
2) Indirect Fluorescent Antibody (IFA)
d. Deteksi Virus
1) Antigen P24
2) Viral load/PCR

2. Pemeriksaan Infeksi Oportunistik


a. Hitung sel T CD4
Pemeriksaan sel CD4 ini dilakukan apabila pasien ada gejala infeksi
oportunistik, untuk melihat apakah pasien memerlukan pencegahan
kotrimoksasol.
b. Viral load (VL)
Di periksa setelah pasien minum obat ARV 6 bulan kemudian. Dan
seharusnya viral load sudah tidak terdeteksi. Jika viral load kurang dari
1000 sudah menunjukan pengobatan baik. Namun jika viral load lebih
dari 1000 maka harus dilakukan pengulangan lagi apakah terjadi

12
adanya resistensi obat. Viral load adalah jumlah virus yang ada
didalam darah.

2.1.9 Penatalaksanaan Penyakit HIV/AIDS


1. Farmakologi
a. Terapi antiretroviral (ARV)
Terapi antiretroviral berfungsi untuk memperlama/
menghambat perkembangan dari virus HIV sehingga perkembangan
menuju AIDS bisa dalam waktu lama. Pengobatan biasanya dimulai
ketika CD4 menurun , begitu seseorang start melakukan pengobatan
HIV menggunakan ARV maka penderita harus meminum obat tersebut
seumur hidup secara rutin dan jangan sampai terlewat/putus obat
tujuannya untuk menjaga jumlah kadar CD4 dalam tubuh dan
mempertahankan kekebalan tubuh (Nursalam & Ninuk, 2013).
b. Golongan Obat ARV
Menurut Desmawati, 2013 dijelaskan ada beberapa golongan
dari obat ARV antara lain yaitu:
1) Nucleoside Reverse Trancriptase Inhibitor (NRTI) Jenis –
jenis obat HIV berdasarkan nama generic:
a) Zidovudine
b) Didanosine
c) Zalzitabine
d) Stavudine
e) Lamivudne
f) Abacavir Tenofovir
2) Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) yang
termasuk golongan ini adalah Tenofir (TDF).
3) Non-Nuleuside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
golongan ini juga bekerja dengan menghambat proses
perubahan RNA menjadi DNA dengan mengikat reverse
transcriptase sehingga tidak berfungsi. Golongan Non-
nucleouside reverse transcriptase inhibitor berdasarkan ama
genetic:

13
a) Nevairavine
b) Delavirdine
c) Efavirenz
d) Protease inhibitor (PI)
Menghalangi kerja enzim protease yang
berfungsi memotong DNA yang dibentuk oleh virus
dengan ukuran yang besar untuk memproduksi virus
baru, contoh obat golongan ini adalah :
a) Indinavir (IDV)
b) Nelvinavir (NFV)
c) Squinavir (SQV)
d) Ritonavir (RTV)
e) Amprenavir (APV)
f) Leponavir/ ritonavir (LPV/R)

4) Fusion Inhibitor
Menghambat menempelnya virus dengan sel lmfosit
melalui sel CD4. Fusion inhibitor iniyang termasuk
golongan ini adalah Enfuvirtide (T-20).

c. Vaksin dan Rekonstruksi Imun


Tantangan terapiutik untuk pengobatan AIDS tetap ada.Sejak
agen penyebab infeksi HV dan AIDS dapat diisolasi, pengembangan
vaksin telah diteliti secara aktif. Upaya – upaya rekontruksi imun juga
sedang diteliti dengan agen tersebut seperti interferon. Penelitian yang
akan datang tidak di ragukan lagi untuk menghasilkan obat – obat
tambahan dan protocol tindakan terhadap penyakit ini (Desmawati,
2013).

2. Terapi Non Farmakologi


a. Pemberian nutrisi
Defisiensi gizi pada pasien positif HIV biasanya dihubungkan
dengan adanya peningkatan kebutuhan karena adanya infeksi

14
penyerta/infeksi oportunistik. Disaat adanya infeksi penyerta lainnya
maka kebutuhan gizi tentunya akan meningkat. Jika peningkatan
kebutuhan gizi tdak di imbangi dengan konsumsi makanan yang di
tambahkan atau gizi yang ditambah maka kekurangan gizi akan terus
memburuk, akhirnya akan menghasilkan sebuah kondisi yang tidak
menguntungkan bagi dengan positif HIV. Yang harus dilakukan adalah
mengatasi kekurangan gizi ini :
1) Mengkonsumsi makanan dengan kepadatan gizi yang lebih tinggi
dari makan biasanya.
2) Minuman yang di konsumsi upayakan adalah mi numan yang
berenergi (Desmawati, 2013). Selain mengkonsumsi jumlah nutrisi
yang tinggi, penderita HIV/AIDS juga harus mengkonsumsi
suplementasi atau nutrisi tambahan.Tujuan nutrisi agar tidak terjadi
defisiensi vitamin dan mineral.

b. Aktivitas dan Olahraga


Olahraga yang dilakukan secara teratur sangat membantu
efeknya juga menyehatkan.Olahraga secara teratur menghasilkan
perubahan pada jaringan, sel, dan protein pada system imun.

2.1.10 Komplikasi Penyakit HIV/AIDS


Menurut Budhy, 2017 komplikasi yang disebabkan karena infeksi HIV
memperlemah system kekebalan tubuh, yang dapat menyebabkan penderita
banyak terserang infeksi dan juga kanker tertentu. Infeksi umum terjadi pada
HIV/AIDS antara lain:
1. Tuberculosis (TB)
Tuberkulosi pada pasien HIV sering ditemukan. Jika dilihat dari
manifestasi klinis atau gejala maka sama antara pasien normal dan
penderita HIV namun perlu penekanan bahwah pada pasien HIV seringkali
tidak menemukan gejala batuk. Juga tidak ditemukan adanya kuman BTA
pada pasien – pasien yang HIV positif karena adanya penekanan imun
sehingga dengan CD4 yang rendah membuat tubuh tidak mampu untuk
membentuk adanya granuloma/ suatu proses infeksi didalam paru yang

15
kemudian tidak bermanifes dan tidak menyebabkan adanya dahak. Namun
penderita HIV yang yang memiliki kuman TB sangat berisiko sepuluh kali
untuk terkena Tuberculosis terutama pada pendrita HIV/AIDS yang
memiliki sel CD4 dibawah 200.

2. Masalah di Otak
Pasien HIV seringkali mengalami masalah diotak. Masalah diotak
yang sering dijumpai pada pasien HIV dibagi menjadi 2 :
a. Infeksi Oportunistik di Otak Disebabkan oleh berbagai macam kuman
misalnya Toksoplasma yaitu suatu parasit atau oleh jamur meningitis
criptococus, infeksi Tuberculosis (TB).
b. Dimensia HIV/lupa atau gangguan memori pada pasien HIV
Disebabkan oleh proses infeksi HIV itu sendiri didalam otak
yang menimbulkan berbagai reaksi peradangan diotak sehingga
manifestasinya adalah pasien mengeluh sering lupa dan mengalami
kesulitan untuk melakukan ativitas harian akibat memori jangka
pendeknya terganggu. Deminsia HIV merupakan suatu keadaan yang
harus didiagnosis karena penyakit ini jika terjadi pada seorang pasien
HIV dapat mengganggu pengobatan, pasien akan lupa untuk minum
obat.

3. Meningitis
Pasien dengan gejala meningitis paling sering dengan 4 tanda dan
keluhan nyeri kepala, panas badan, kemudian penurunan kesadaran dan
juga adanya kaku kuduk.

4. Hepatitis C
Pasien HIV dengan hepatitis C biasanya terjadi pada pasien HIV akibat
Injection Drug User (IDU). Gejala awal yang dirasakan yaitu mudah lelah,
tidak nafsu makan dan bisa tibul mata yang kuning lalu kemudian perut
membuncit, kaki bengkak dan gangguan kesadaran. Pasien HIV dengan
hepatitis kemungkinan lebih besar untuk terjadi penyakit kronik/hepatitis
kronik jka tidak diobati maka akan terjadi serosis hati, setelah itu bisa
menjadi kanker hati yang akan menimbulkan kematian.

16
5. Koinfeksi sifilis dan HIV
Biasanya terjadi pada pasien Male Sex Male (MSM) yang terinfeksi
HIV, sifilis adalah suatu infeksi menular seksual yang disebabkan oleh
karena bakteri Treponemapalidum.Bakteri ini dapat meyerang sistemik,
awalnya melakukan infeksi lokal pada tempat kontak seksual bisa di oral,
genetal ataupun di anus dan kemudian berkembang menimbulkan gejala
ulkus kelamin. Koinfeksi HIV menyebabkan manifestasi klinis sifilis
menjadi lebih berat yang disebut Sifilis Maligna, meyebar luas ke seluruh
badan sampai ke mukosa.

2.1.11 Dampak Penyakit HIV/AIDS Pemenuhan KDM Dalam Konteks


Keluarga
Keluarga dapat hancur atau bersatu bersama untuk menghadapi HIV
dan AIDS. Anak-anak penderita HIV dan AIDS secara emosional menjadi
tertekan ketika menyaksikan penderitaan orang tuanya atau mengalami
kematian orang tuanya. Mereka kehilangan sumber kasih sayang,
perlindungan dan rasa kepedulian yang paling berharga. Anak-anak ini
kemudian akan diasuh oleh keluarganya (seperti kakek neneknya) atau
dimasukkan ke dalam panti asuhan milik negara, ke pondok pesantren atau
berada di jalanan. Tidak ada yang di butuhkan oleh anak-anak itu selain
perhatian saat mereka tumbuh dan berkembang. Kakek dan nenek atau kerabat
lainnya harus bertanggung jawab sepenuhnya biaya anakanak penderita HIV
dan AIDS yang telah yatim piatu tersebut, sehingga kemungkinan akan
menyebabkan jatuh dalam kemiskinan. Mereka juga harus berhadapan dengan
masalah psiko-sosial anak-anak tersebut akibat kehilangan orang tua mereka.
Bagaimanapun juga, anak-anak hampir selalu lebih memilih untuk tinggal
bersama keluarga dekatnya dan kerabatnya. Memasukkan mereka ke panti
asuhan merupakan pilihan akhir dalam upaya perlindungan mereka.
Anak-anak pengidap HIV sangat menderita dalam banyak hal. Tanpa
akses ke pengobatan, perkembangan HIV pada anak-anak lebih cepat
dibandingkan pada orang dewasa. Di samping rasa sakit yang timbul pada
fisik dengan munculnya gejala AIDS, anak-anak dengan HIV sering menjadi
sasaran stigma dan diskriminasi. Jika kepedulian, pengobatan dan dukungan

17
tidak tersedia bagi mereka, maka perasaan ditolak ditambah dengan rasa sakit
pada fisik akan menimbulkan depresi dan problem perilaku lainnya.
HIV dan AIDS seringkali juga sangat mempengaruhi penghasilan
keluarga. Orang tua dengan HIV dan AIDS akan merasa sakit sekali untuk
bekerja, tambahan lagi sisa uang belanja seluruhnya digunakan untuk
pengobatan dan biaya-biaya lainnya yang terkait, misalnya persiapan untuk
pemakaman. Sebagai akibatnya, anak-anak terutama anak perempuan dalam
keluarga penderita HIV dan AIDS acapkali dipaksa untuk meninggalkan
sekolah agar dapat membantu pekerjaaan rumah tangga atau mencari
tambahan keuangan keluarga. Studi di Kamboja menunjukkan bahwa
sebanyak 2 hingga 5 anak penderita HIV dan AIDS harus keluar dari sekolah
untuk mulai bekerja mencari nafkah.14 Banyak anak juga harus mengakhiri
sekolahnya tanpa kebutuhan dasar yang cukup, seperti kecukupan akan
makanan, sehingga mereka mulai kekurangan gizi. Anak-anak yang
kekurangan gizi umumnya memiliki masalah kesehatan, dan mereka yang
kondisi fisiknya lemah akan mengalami kesulitan belajar.
Tragisnya lagi banyak keluarga bahkan menolak anggota keluarganya
yang terinfeksi HIV. Di sebuah kuil Budha di Lopburi, Thailand, terdapat
sebuah ruangan yang berisi ribuan abu jenazah dari orang yang meninggal
karena AIDS. Guci kecil yang berisi abu dan tulang tetap teronggok di sana
tanpa pernah dibawa pulang oleh sanak saudara mereka untuk dimiliki,
dikuburkan atau abunya ditebarkan dengan upacara keagamaan atau
kepercayaan tertentu. Stigma terhadap AIDS sangat kuat, hingga dalam
kematian pun, korban virus HIV tetap ditolak.

18
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit HIV/AIDS
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada pasien yang mengalami defisiensi
pengetahuan / pasien yang kurang pajanan informasi tentang infeksi
oportunistik.Dengan kriteria pasien dewasa, kesadarannya baik dan mampu
menerima informasi yang disampaikan oleh penyaji.
1. Anamnese
a. Identitas Klien
Pada penderita HIV/AIDS laki – laki merupakan prevalensi
terbanyak yang menderita HIV/AIDS baik dengan infeksi oportunistik
maupun tidak (Depkes, 2014). Sebagian besar kasus AIDS terjadi pada
usia yang termasuk kelompok usia produktif, yaitu pada kelompok
umur 20 – 49 tahun (Desmawati, 2013).
b. Keluhan Utama
Pasien mengatakan belum mendapatkan informasi yang
spesifik tentang nfeksi oportunistik (Desmawati, 2013).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Yang mungkin dikeluhkan pasien HIV/AIDS biasanya sesak
nafas (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi respiratori,
batuk – batuk, nyeri dada, dan demam, pasien akan mengeluhkan mual,
dan diare serta penurunan berat badan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama.
Adanya riwayat penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau
berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh
penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pada pasien HIV/AIDS adanya anggota keluarga
yang menderita penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya
orang tua yang terinfeksi HIV.Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan
pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja ditempat
hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja seks komersial).
f. Riwayat Psikososial

19
1) Persepsi Dan Harapan Klien Terhadap Masalahnya Biasanya
pasien dengan HIV/AIDS akan mengatakan bahwah penyakitnya
merupakan masalah yang mengkhawatirkan, membuat klien
merasa takut, apalagi pasien tidak mengetahui bahayanya dari
infeksi oportunistik, namun pasien tetap berharap atas
kesembuhannya.
2) Persepsi Dan Harapan Keluarga Terhadap Masalah Klien Keluarga
menginginkan kesembuhan pasien mengatakan bahwah ingin sekali
klien cepat sembuh sehingga bisa berkumpul dirumah.
3) Pola Interaksi Dan Komunikasi Biasanya penderita HIV/AIDS
tetap berbicara dan berinteraksi denga baik, kepada keluarga
maupun kepada perawat.
4) Pola Pertahanan Biasanya pasien HIV/AIDS tidak langsung
membicarakan penyakitnya dengan keluarga
5) Pola Nilai Dan Kepercayaan Agama dari pasien dan kebiasaan
pasien dalam beribadah.
6) Pengkajian Konsep Diri
a) Gambaran diri : gambaran penyakit yang sedang dialami oleh
pasien
b) Ideal diri : biasanya pasien mengatakan ingin segera sembuh
dari penyakitnya
c) Harga diri : biasanya pasien takut jika penyakitnya tidak
kubjung sembuh
d) Peran diri : peran pasien dalam keluarga misalnya pasien
adalah seorang ayah yang memiliki 2 anak

2. Pola Aktivitas Sehari – Hari (ADL)


a. Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan
nafsu makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien
mengalami penurunan berat badan yang drastic dalam jangka waktu
singkat (>10 %).
b. Pola Elminasi

20
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus
berdarah.
c. Pola Istirahat
Tidur Pasien HIV/AIDS biasanya mengalami gangguang pola
istirahat tidur, terdapat gejala demam keringat malam yang
berulang.Pasien juga merasa cemas dan depresi akbat penyakit.
d. Pola Aktivitas
Biasanya pada pasien HIV/AIDS mengalami perubahan pada
pola aktivitasnya, tidak dapat melakukan aktivitas dkarenakan menarik
diri di lingkungan kerja, bisa juga karena depresi atau kondisi tubuh
yang lemah.
e. Personal Hygiene
Pada pasien dengan HIV/AIDS akan mengalami
perubahan/gangguan pada personal hygiene, misalnya kebersihan
mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK diakibatkan kondisi tubuh yang
lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan dan dibantu oleh keluarga
atau perawat.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah
b. Kesadaran : composmetis kooperatif, sampai terjadi penurunan
kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
c. Vital Sign
1) TD : biasanya ditemukan dalam batas normal
2) Nadi : frekuansi nadi meningkat
3) Pernapasan : frekuensi pernapasan meningkat
4) Suhu : suhu biasanya meningkat karena demam

d. Kepala
Inspeksi : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena
dermatitis seboreika.
Palpasi : terdapat nyeri tekan

e. Muka

21
Inspeksi : simetris, tidak sembab/oedema, kulitnya kering,
Palpasi :tidak ada benjolan, biasanya terdapat nyeri tekan

f. Mata
Inspeksi : Biasanya konjungtifa anemis, sclera tidak ikterik,
pupil isokor, reflek pupil terganggu, cytomegalovirus (CMV) restinitis
termasuk komplikasi AIDS, floaters, penglihatan kabur atau
kehilangan penglhatan.
Palpasi : Tidak terdapat odema palpebra, tidak ada nyeri tekan

g. Hidung
Inspeksi : simetris, Biasanya ditemukan adanya pernapasan
cuping hidung, tidak ada secret, tidak ada polip, terdapat alat bantu
pernapasan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada defisiasi septumnasi

h. Gigi dan Mulut


Inspeki : mukosa bibir kering, Biasanya dtemukan ulserasi dan
adanya bercak – bercak putih seperti krim yang menunjukan
kandidiasis, infeksi jamur, tidak ada karies.

i. Telinga
Inspeksi : Kehilangan pendengaran, nyeri akibat mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi – reaksi otot (Bararah & Jauhar,
2013, p. 303)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan benjolan abnormal

j. Leher
Inspeksi : Kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena
nfeksi jamur criptococus neofarmns), pembesaran kelenjar getah
bening (lmfadenopati), Gallan, 2010, hal .
Palpasi : terdapat pembesran klenjar linfe, tidak ada bendungan
vena juguralis, terdapat pembesaran kenlenjar tiroid.

22
k. Jantung
Inspeksi : pulsai ictus cordis tidak tampak, Biasanya terjadi
hipotensi, edema perifer (wijayanngsih, 2013, hal 248)
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V midclavikula
sinistra
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara
tambahan seperti murmur dan gallop ( BJ 1 katup mtral dan katup
trikuspidalis / MITRI ics V), (BJ 2 katup aorta dan pulmonal / APU ics
ll )
Perkusi : Pekak ics 3 – 5 sinistra

l. Paru – Paru
Inspeksi : inspirasi dan ekspirasi sama
Palpasi : biasanya vocal premitus getaran dextra dan sinistra itu
berbeda
Auskultasi : terdapat suara tambahan seperti ronchi pada pasien
yang HIV dengan TB yang mengalami sumbatan jalan napas.
Perkusi : resonan dseluruh lapang paru

m. Abdomen
Inspeksi : Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukan hati yang
membesar (hepatomegali) atau pembesaran limpa (splenomegali).
Kondisi ini dapat disebabkan oleh infeksi baru atau mungkin
menunjukan kanker.
Auskultasi : Bising usus 6 – 8 x/mnt
Perkusi : Tympani / hypertympani (kembung / terdapat gas)
Palpasi : hati teraba, nyeri tekan pada abdomen (Muttaqin &
Sari, 2011, p.491)

n. Kulit
Inspeksi : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya
tanda – tanda lesi (lesi sarcoma kaposi), terdapat herpes, dermatitis
seboroik, terdapat bercak – bercak gatal di seluruh tubuh
(Katiandagho, 2015, hal. 30)

23
Palpasi : CRT >2 detik
o. Ekstremitas
Inspeksi : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun,
pergerakan tangan lemah.
Perkusi : reflek bisep, trisep, brachoradialis.
Palpasi : akral dingin, terdapat nyeri otot ekstremitas
(Muttaqin,2011, hal 249)

2.2.2 Diangnosis Keperawatan


Diagnosa keperawatan berdasarkan SDKI 2018 yang mungkin muncul
pada pasien gagal HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
1. Defisiensi pengetahuan infeksi berhubungan dengan kurangnya
pajanan nformasi
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan dermatitis
4. Nyeri berhubungan dengan ulkus pada genetalia
5. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan secret
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

24
2.2.3 Intervensi Keperawatan
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) mendefinisikan
intervensi keperawatan adalah segala treatment yang 39 dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (Outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018).

N Diangnosis Keperawatan SDKI Luaran SLKI Intervensi SIKI


o
1. Defisit pengetahuan Defisit pengetahuan dapat Observasi
Definisi : ketiadaan atau kurangnya teratasi dengan kriteria 1. Periksa
informasi kognitif yang berkaitan hasil : kesiapan dan
dengan topik tertentu 1. Kemampuan kemampuan
Penyebab : menjelaskan menerima
1. Keterbatasan kognitif pengetahuan informasi
2. Gangguan fungsi kognitif tentang infeksi Terapeutik
3. Kekeliruan mengikuti meningkat 1. Siapkan materi,
anjuran 2. Prilaku sesuai media, tentang
4. Kurang terpapar ionformasi anjuran meningkat faktor – faktor
5. Kurang minat dalam belajar 3. Verbalisasi penyebab, cara
6. Kurang mampu mengingat kemauan mematuhi identifikasi dan
7. Ketidaktahuan menemukan program edukasi pencegahan
sumber informasi meningkat infeksi di rumah
sakit ,maupun
Gejala dan Tanda Mayor Subjektif di rumah
1. Menanyakan masalah yang 2. Jadwalkan
dihadapi Objektif waktu yang
2. Menunjukan prilaku tidak tepat untuk
sesuai anjuran memberikan
3. Menunjukan persepsi yang pendidikan
keliru terhadap masalah kesehatan
sesuai dengan
Gejala dan Tanda : keadaan pasien

25
Minor Subjektif (tidak tersedia) dan keluarga
Objektif 3. Berikan
1. Menjalani pemeriksaan kesempatan
yang tidak tepat untuk bertanya
2. Menunjukan prilaku
berlebihan (mis. Apatis, Edukasi
bermusuhan, agitasi, 1. Jelaskan tanda
histeria) dan gejala
infeksi lokal
dan sistemik
2. Informasikan
hasil
pemeriksaan
laboratorium
(mis, leukosit,
WBC)
3. Anjurkan
mengikuti
tindakan
pencegahan
sesuai kondisi
4. Anjurkan
membatasi
pengunjung
5. Ajarkan cara
merawat kulit
pada area yang
edema
6. Ajarkan cara
memeriksa
kondisi luka
atau luka
operasi
7. Anjurkan
26
kecukupan
nutrisi, cairan,
dan istirahat
8. Anjurkan
kecukupan
mobilisasi dan
olahraga sesuai
kebutuhan
9. Anjurkan
mengelola
antibiotik sesuai
resep
10. Ajarkan cara
mencuci tangan
11. Ajarkan etika
batuk
2. Diare b.d proses infeksi (D.0020) Tingkat infeksi menurun Pengobatan infeksi
Definisi : Pengeluaran fases yang (L.14137) (I.14551)
sering,lunak dan tidak berbentuk Definisi : Derajat infeksi  Identifikasi
berdasarkan observasi atau pasien-pasien
Penyebab : sumber informasi yang
Fisiologis Tingkat infeksi menurun mengalami
1. Inflamasi gastrointestinal dengan kriteria hasil: infeksi menular
2. Iritasi gastrointestinal 1. Kebersihan  Terapkan
3. Proses infeksi tangan,badan dan kewaspadaan
4. Melabsorpsi nafsu makan universal (Mis.
meningkat Cuci tangan
Psikologis 2. Demam,kemerahan, aseptic,
1. Kecemasan nyeri menurun gunakan alat
2. Tingkat stress tinggi pelindung diri
seperti
Situasional masker,sarung
1. Terpapar kontaminan tangan)

27
2. Terpapar toksin  Tepatkan pada
3. Penyalahgunaan laksatif ruang isolasi
4. Penyalahgunaan zat untuk pasien
5. Program pengobatan (agen yang
tiroid, analgesic, pelunak mengalami
feses, ferosulfat, antasida, penurunan
cimetidine dan antibiotic) imunitas
6. Bakteri pada air  Berikan tanda
khusus untuk
Gejala dan Tanda Mayor mengidentifikas
Objektif i pasien dengan
1. Defekasi lebih dari 3X penyakit
dalam 24 jam menular
2. Feses lembek atau cair

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1. Urgency
2. Nyeri/kram abdomen
Objektif
1. Frekuensi peristaltic
2. Bising usus hiperaktif
3. Gangguan integritas kulit b.d Integritas Kulit dan Pelaporan status
perubahan status nutrisi,penurunan Jaringan (L.14125) kesehatan (I.14523)
mobilitas fisik (D.0129)  Identifikasi data
Definisi : Keutuhan kulit dermatologis
Definisi : Kerusakan kulit (dermis (dermis dan/atau yang penting
dan/atau epidermis) atau jaringan epidermis) atau jaringan (mis; usia,jenis
(membrane mukosa,kornea,fasia, (membrane kelamin)
otot,tendon,tulang,kartilago, kapsul mukosa,kornea,fasia,  Identifikassi
sendi/ligamen) otot,tendon,tulang,kartilago kemampuan
, kapsul sendi/ligamen) dalam
Penyebab : menerapkan

28
1. Perubahan sirkulasi Kriteria Hasil : perawatan
2. Perubahan status nutrisi 1. Kerusakan jaringan  Jelaskan
(kelebihan atau kekurangan) 2. Kerusakan lapisan riwayat
3. Kekurangan/kelebihan kulit kesehatan masa
volume cairan 3. Nyeri lalu yang
4. Penurunan mobilitas 4. Perdarahan relevan
5. Bahan kimia iritatif 5. Kemerahan  Jelaskan
6. Suhu lingkungan yang 6. Pigmentasi diagnose
ekstrem abnormal keperawatan
7. Factor mekanis (mis. dan medis
Penekanan pada tonjolan  Jelaskan
tulang,gesekan) atau factor rencana
elektris (elektrodiatermi, diet,pengobatan
energy listrik bertegangan dan latihan
tinggi) yang termasuk
8. Efek samping terapi radiasi dalam program
9. Kelembapan perawatan.
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi
tentang upaya
mempertahankan/melindung
i integritas jaringan

Gejala dan Tanda Mayor


Objektif
1. Kerusakan jaringan dan/atau
lapisan kulit
Gejala dan Tanda Minor
Objektif
1. Nyeri
2. Perdarahan
29
3. Kemerahan
4. Hematoma
4. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri

Definisi : Pengalaman sensorik atau Definisi : pengalman Definisi :


emosional yang berkaitan dengan sensori atau emosional Mengidentifikasi dan
kerusakan jaringan actual atau yang berkaitan dengan mengelola pengalaman
fungsional, dengan onset mendadak kerusakan jaringan aktual sensori atau emosional
atau lambat dan berintensitas ringan atau fungsional dengan yang berkaitan dengan
hingga berat yang berlangsung onset mendadak atau kerusakan jaringan atau
kurang dari 3 bulan lambat dan berintesitas fungsional dengan
ringan hingga berat dan onset mendadak atau
Penyebab : konstan. lambat dan
1. Agen pencedera fisiologis berintensitas ringan
(mis, inflamasi, iskemia Kriteria hasil : hingga berat dan
2. Agen pencedera 1. Keluhan nyeri konstan.
kimiawi(mis, terbakar, menurun Tindakan
bahan 2. Meringis menurun Observasi
kimia iritan)  identifikasi
3. Agen pencedera fisik(mis. lokasi,
Abses, amputasi, terbakar, karakteristik,
terpotong, mengangkat durasi
berat,
prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan)

Gejala dan tanda mayor


Subjektif :
1. Mengeluh nyeri

Objektif :
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif

30
(misalnya . waspada,
posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejala dan tanda minor


Objektif :
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
5. Bersihkan jalan napas tidak efektif Kontrol gejala meningkat Dukungan kepatuhan
b.d proses infeksi. (D.0149) (L.14127) program pengobatan
(I12361)
Definisi : Ketidakmampuan Kriteria Hasil :  Identifikasi
membersihkan secret atau obstruksi 1. Kemampuan kepatuhan
jalan nafas untuk mempertahankan memonitor menjalani
jalan nafas tetap paten munculnya gejala program
sendiri meningkat pengobatan
Penyebab : 2. Kemampuan  Buat komitmen
1. Spasmen jalan nafas memonitor lama menjalani
2. Hipersekresi jalan nafas bertahannya gejala pengobatan
3. Diafungsi neuromuskelar meingkat dengan baik
4. Benda asing dalam jalan 3. Mendapatkan  Buat jadwal
nafas perawatan pendampingan
5. Adannya jalan nafas buatan kesehatan saat dengan
6. Sekresi yang terputus gejala bahaya keluarga untuk
7. Hyperplasia dindinh jalan muncul meningkat bergantian
nafas. 4. Kemampuan menemani
menggunakan
31
8. Proses infeksi sumber-sumber pasien
9. Respon alergi daya yang tersedia menjalani
10. Efek agen farmakologis program
(mis.anastesi) pengobatan jika
perlu
Gejala dan Tanda Mayor :  Anjurkan
Objektif : pasien agar
1. Batuk tidak efektif berkonsultasi ke
2. Tidak mampu batuk pelayanan
3. Dahak berlebih kesehatan
4. Mengi, wheezing dan atau terdekat
ronkhi kering
5. Meconium di jalan napas
(pada neonates)

Gejala dan Tanda Minor :


Subjektif
1. Dispenia
2. Susah bicara
3. Ortopnea
Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi nafas menurun
4. Frekuensi nafas berubah

6. Intoleransi Aktivitas (D.0056) Toleransi Aktivitas Terapi Aktivitas


Definisi : Meningkkat (L.05047) (I.05186)
Ketidakcukupan energy untuk Definisi :  Identifikasi
melakukan aktifitas sehari-hari Respon biologis terhadap defisit tingkat
aktivitas yang aktivitas
Penyebab : membutuhkan tenaga.  Identifikasi
1. Ketidakseimbangan antara sumber daya

32
suplai dan kebutuhan Kriteria Hasil : untuk aktifitas
oksigen 1. Frekuensi nadi yang di
2. Tirah baring 2. Kemudahan inginkan
3. Kelemahan melakukan  Identifikasi
4. Mobilitas aktifvitas sehari- strategi
5. Gaya hidup menonton hari meningkat meningkatkan
3. Kecepatan berjalan partisipasi
Gejala dan Tanda Mayor 4. Kekuatan tubuh dalam aktivitas
Subjektif : bagian atas dan  Identivikasi
1. Mengeluh lelah bawah meningkat maksa aktivitas
Objektif 5. Dispenia saat rutin (bekerja)
1. Frekuensi jantung meningkat aktivitas, dan dan waktu
>20% dari kondisi istirahat setelah aktivitas luang
6. Warna kulit  Fasilitasi focus
Gejala dan Tanda Minor 7. Tekanan darah pada
Subjektif : 8. Frekuensi napas kemampuan
1. Dispenia saat/setelah membaik bukan defisit
aktifitas yang di alami
2. Merasa tidak nyaman  Libatkan
setelah beraktifitas keluarga dalam
3. Merasa lelah aktivitas,jika
Objektif perlu
1. Tekanan berubah >20% dari
kondisi istirahat

2.2.4 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Rohmah&Walid,2012). Dari tiga diagnosa prioritas utama yang
penulis tegakan sesuai dengan apa yang penulis temukan dalam melakukan
studi kasus dan melakukan asuhan keperawatan, kurang lebih sudah mencapai
perkembangan yang lebih baik dan optimal, maka dari itu dalam melakukan
asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang maksimal memerlukan adanya

33
kerja sama antara penulis dengan klien, perawat, dokter, dan tim kesehatan
lainya.
1. Defisiensi pengetahuan infeksi berhubungan dengan kurangnya
pajanan informasi : ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif
yang berkaitan dengan topik tertentu
 Klien mampu mengetahui tanda-tanda dan gejala terjadinya
infeksi
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare
 Klien mengatakan bahwa diare yang dirasakan sudah
membaik
3. Gangguan integritas kulit b.d perubahan status nutrisi,penurunan
mobilitas fisik : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau
jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendri/ligament)
 Kulit pada klien yang di sebabkan karena gatal-gatal dan
kemerahan sudah membaik
4. Nyeri akut : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan
 Nyeri pada klien sudah lebih baik dari sebelumnya
5. Bersihkan jalan napas tidak efektif b.d proses infeksi :
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas
untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
 Frekuensi pernapasan pada klien kembali normal dan irama
pernapasan teratur
6. Intoleransi Aktivitas : ketidakcukupan energy untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
 Klien menunjukan tanda bahwa sudah mulai bisa
melakukan aktivitas lainya

34
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Salah satu virus yang menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 yaitu
Human Immunodeficiency Virus (HIV), virus tersebut dapat menyebabkan AIDS
dalam rentang waktu tertentu dapat merusak sistem kekebalan tubuh pada manusia.
Infeksi oportunistik yang menyertai dapat menjadi manifestasi klinis yang terlihat.
Menurunnya imun tubuh terjadi karena melemahnya kekebalan tubuh akibat infeksi
HIV sehingga dapat terjadi infeksi oportunistik (Sudikno, Bona Simanungkalit 2011).
AIDS (Aquared Immunodeficiency Syndrome) yang terjadi akibat efek dari
perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup, kondisi dimana tubuh
sudah diserang sepenuhnya/ sudah tidak mempunyai kekebalan tubuh lagi.Jadi ketika
tubuh sakit tidak bisa sembuh dengan kekebalan sendiri. HIV hidup didalam darah
dan cairan tubuh orang yang terinfeksi.Cairan yang bisa mengeluarkan HIV itu dari
cairan darah, dinding anus, ASI, sperma dan cairan vagina termasuk darah menstruasi.
Sedangkan penularan dapat terjadi melalui: hubungan sek bebas/seks yang tanpa
menggunakan pengaman dengan orang yang terinfeksi HIV, jarum suntik atau tindik
dan bisa melalui tato yang tidak steril dan dipakai secara bergantian, dapat juga
melalui transfusi darah yang mengandung virus HIV, ibu penderita HIV positif saat
proses persalinan atau melalui Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan
memperluas wawasan mengenai klien dengan HIV AIDS karena dengan
adanya pengetahuan dan wawasan yang luas mahasiswa akan mampu
mengembangkan kemampuan dan potensial diri dalam dunia
keperawatan,dan kesehatan, dan dapat memberikan pendidikan kesehatan
mengenai HIV AIDS pada masyarakat.

35
3.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu mahasiswa melalui studi
kasus agar dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan HIV
AIDS secara komprehensif.

36
DAFTAR PUSTAKA

Dapertemen kesehatan RI. 2007 . Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang
dewasa dan Remaja Edisi Kedua, Jakarta

Dinas kesehatan kota Bukittinggi 2016.Gambaran kasus HIV dan AIDS di Sumatra Barat
Sampai dengan 2016.

Dirjen. PP & PL. Kemenkes. RI. (2012). Laporan Kasus Hiv-Aids Di Indonesia Triwulan IV,
bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2011

Drew , W. Lawrence . 2001. HIV & AIDS Retrovirus. USA: The McGraw-Hill Companies.
Jakarta, Gramedia

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan
Terap Antiretroviral. Jakarta

KPA. (2010). Pedoman Program Pencegahan HIV melalui Transmisi Seksual. Jakarta

Muma, Richard D. (1997). HIV : Manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC

Nasronudin . 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Mollekuler, Klinis dan Sosial.
Surabaya

Pohan H.T .2009. Infeksi dibalik ancaman HIV . Jakarta. Farmacia

Profil Kesehatan Sumatra Barat 2017, Diakses dari http://id.kesehatan+sumbar pada 11 juni
2008

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Yayasan Spiritia. (2009). Dasar AIDS. Jakarta

37
38

Anda mungkin juga menyukai