Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AIDS

Dosen pengampuh :

Ns. Dwi Wulandari, S.Kep,MAN

Disusun Oleh:
Kelompok 4

1. Imas Herawati P05120321020


2. Ledyah Citrah P05120321023
3. Rona Uli Arta S P05120321040
4. Stephani Widia P05120321043

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien AIDS” ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Keperawatan Maternitas.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Asuhan Keperawatan Pada Pasien AIDS bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Terlebih dahulu, kami mengucapkan terima kasih kepada Mam Ns. Dwi
Wulandari, S.Kep.,MAN selaku Dosen Maternitas yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang tidak dapat kami sebutkan semua, terima kasih atas bantuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Kemudian, kami menyadari bahwa tugas yang kami tulis ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami
butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu,02 April 2023

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG....................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................1
C. TUJUAN.........................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................3
A. KONSEP PENYAKIT HIV/AIDS.................................................................................3
B. KONSEP ASUKAN KEPERAWATAN.....................................................................13
BAB III....................................................................................................................................31
TINJAUAN KASUS...............................................................................................................31
I. Pengkajian....................................................................................................................31
II. ANALISA DATA........................................................................................................36
BAB IV....................................................................................................................................46
PENUTUP...............................................................................................................................46
A. KESIMPULAN............................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................47

3
BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

AIDS merupakan sindroma menurunkan kekebalan tubuh yang


disebabkanvirus HIV. Seperti yang kita ketahui bersama, AIDS adalah
suatu penyakit yang belum ada obatnya dan belum ada vaksin yang bisa
mencegah serangan virusHIV, sehingga penyakit ini merupakan salah satu
penyakit yang sangat berbahaya.Penyakit AIDS memang sampai sekarang
belum ada obatnya, namun walaupuntidak ada obatnya bukan berarti para
penderita ataupun kita sebagai manusia tidakdapat melakukan usaha
apapun.

Tidak hanya itu saja, sejauh ini penyakit AIDS terus


berkembang,masyarakat belum juga mengetahui apa itu sebenarnya AIDS,
gejala-gejala AIDS,cara penularannya, dan cara mencegahnya. Sehingga
sampai sekarang, penderita penyakit AIDS semakin meningkat setiap
tahunnya. Sesungguhnya, banyak yangharus diketahui tentang AIDS,
bukan hanya pengertian atau gejalanya saja, tetapimasyarakat luas juga
perlu mengetahui siapa saja yang kemungkinan besartertular AIDS, dan
bagaimana keadaan AIDS sejauh ini di Indonesia.Dengan alasan-alasan
itulah, kami sebagai generasi muda akan membahasnya dan menyusun
makalah ini dengan judul “Bahaya HIV/AIDS”.

II. RUMUSAN MASALAH

Mengetahui lebih lanjut asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS

1. Apa itu hiv/aids?


2. Bagaimana Etiologi dari HIV/AIDS?
3. Bagaimana patofisiologi dari HIV/AIDS?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari HIV/AIDS?
5. Apa saja komplikasi dari penyakit HIV/AIDS?

4
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada HIV/AIDS?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS?

III. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari hiv/aids?


2. Menjelaskan Etiologi dari HIV/AIDS?
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari HIV/AIDS?
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari HIV/AIDS?
5. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit HIV/AIDS?
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada HIV/AIDS?
7. menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS?

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

IV. KONSEP PENYAKIT HIV/AIDS

1. DEFINISI HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang


menginfeksi sel darah putih dan menyebabkan penurunan imunitas
manusia (WHO, 2014 dalam Pusdatin Kemenkes, 2014). Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala
kerusakan sistem kekebalan tubuh bukan disebabkan oleh penyakit
bawaan namun disebabkan oleh infeksi yang disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV) (Ovany et al., 2020).

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah jenis virus yang


tergolong familia retrovirus, sel-sel darah putih yang diserang oleh
HIV pada penderita yang terinfeksi adalah sel-sel limfosit T (CD4)
yang berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh (Satiti et al.,
2019). Akibat penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan oleh virus
HIV, seseorang sangat rentan terhadap berbagai macam peradangan
seperti tuberkulosis, kandidiasis, kulit, paru-paru, saluran pencernaan,
otak dan kanker. Stadium AIDS memerlukan pengobatan antiretroviral
(ARV) untuk mengurangi jumlah virus HIV di dalam tubuh, sehingga
kesehatan penderita dapat pulih kembali (Ramni et al., 2018).

2. ETIOLOGI
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular
melalui enam cara penularan, yaitu :
a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan sesual secara vaginal, anal dan oral dengan
penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama

6
hubungan seksual Poltekkes Kemenkes Padang berlangsusng, air
mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir,
penis, dubur, atau muluh sehingga HIV yang tedapa dalam cairan
tersebut masuk ke aliran darah (PELEKSI,1995 dalam
Nursalam,2007 ). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro
pada dinding vagina, dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV
untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual
b. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in
utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan
HIV dari ibu ke bayi adalah 0.01% sampai 7%. Bila ibu baru
terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi
terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS
sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50% (PELKESI,1995
dalam Nursalam, 2007). Penularan juga terjadi selama proses
persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit
atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal
saat melahirkan.(Lili V, 2004 dalam Nursalam, 2007). Semakin
lam proses melahirkan, semakin besar resiko penularan. Oleh
karena itu, lama persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio
caesaria (HIS dan STB,2000 dalam Nursalam, 2007). Transmisi
lain terjadi selam periode post partum melaui ASI. Resiko bayi
tertular melalui ASI dai Ibu yang positif sekitar 10%
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke
pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum,
dan alat-alat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air
mani yang terinveksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang
lain yang tidak terinfeksi HIV, Poltekkes Kemenkes Padang dan

7
langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV
bisa menular HIV
e. Alat-alat untuk menoreh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat
seseorang, membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa
menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa
disterilkan terlebih dahulu.
f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun
yang digunakan oleh para pengguna narkoba (Injecting Drug User-
IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarun suntik, pada
para pemakai IDU secara bersama-sama juga menggunakan tempat
penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga
berpotensi tinggi untuk menularkan HIV.
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu
tangan, hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk,
dan hubungan sosial yang lain.
3. PATOFISIOLOGI

Menurut Robbins, Dkk (2011) Perjalanan infeksi HIV paling


baik dipahami dengan menggunakan kaidah saling memengaruhi
antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap yang dikenali yang
mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan penjamu. (1) fase
akut pada tahap awal; (2) fase kronis pada tahap menengah; dan (3)
fase krisis, pada tahap akhir.

Fase akut menggambarkan respon awal seseorang dewasa yang


imunokompeten terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal yang secara
khas merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang terjadi pada 50%
hingga 70% dari orang deawasa selama 3-6 minggu setelah infeksi;
fase ini ditandai dengan gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan,
mialgia, demam, ruam, dan kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini
juga ditandai dengan produksi virus dalam jumlah yang besar, viremia

8
dan persemaian yang luas pada jaringan limfoid perifer, yang secara
khas disertai dengan berkurangnya sel T CD4+. Namum segera setelah
hal itu terjadi, akan muncul respon imun yang spesifik terhadap virus,
yang dibuktikan melalui serokonversi (biasanya dalam rentang waktu 3
hingga 17 minggu etelah pejanan) dan muali munculnya sel T sitoksik
CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia mereda, sel T
CD4+ kembali mendekati jumlah normal. Namun, berkurangnya virus
dalam plasma bukan merupakan penanda berakhirnya replikasi virus,
yang akan terus berlanjut di dalam makrofag dan sel T CD 4+ jaringan.

Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukkan tahap


penahanan relatif virus. Pada fase ini, sebagian besar sistem imun
masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga beberapa tahun.
Pada pasien tidak menunjukkan gejala ataupun menderita
limfadenopati persisten, dan banyak penderita yang mengalami infeksi
oportunistik “ringan” seperti ariawan (Candida) atau harpes zoster
selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut.
Pergantian virus yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel
CD4+ yang berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi sistem
imun besar, sel CD4+ akan tergantikan dalam jumlah yang besar. Oleh
karena itu penurunan sel CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal yang
sederhana. Setelah melewati periode yang panjang dan beragam,
pertahanan penjamu mulai berkurang, jumlah sel CD4+ mulai
menurun, dan jumlah sel CD4+ hidup yang terinfeksi oleh HIV
semakin meningkat. Limfadenopati persisten yang disertai dengan
kemunculan gejala konstitusional yang bermakna (demam, ruam,
mudah lelah) mencerminkan onset adanya dekompensasi sistem imun,
peningkatan replikasi virus, dan onset fase “krisis”.

Tahap terakhir, fase krisis, ditandai dengan kehancuran


ppertahanan penjamu yang sangat merugikan peningkatan viremia
yang nyata, serta penyakit klinis. Para pasien khasnya akan mengalami
demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, dan

9
diare. Jumlah sel CD4+ menurun dibawah 500 sel/μL. Setelah adanya
interval yang berubah-ubah, para pasien mengalami infeksi
oportunistik yang serius, neoplasma sekunder, dan atau manifestasi
neurologis (disebut dengan kondisi yang menentukan AIDS), dan
pasien yang bersangkutan dikatakan telah menderita AIDS yang
sesungguhnya. Bahkan jika kondisi lazim yang menentukan AIDS
tidak muncul, pedoman CDC yang digunakan saat ini menentukan
bahwa seseorang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ kurang
atau sama dengan 200/μL sebagai pengidap AIDS.

10
4. PATHWAY/WOC

11
5. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis infeksi HIV terdiri dari tiga fase tergantung


perjalanan infeksi HIV itu sendiri, yaitu: Serokonversi, Penyakit HIV
asimtomatik, Infeksi HIV simtomatik atau AIDS

a. Serokonversi
Pertama kali saat tubuh terinfeksi virus HIV misalnya
setelah melakukan hubungan seks dengan pekerja seks komersial
yang menderita HIV dan beberapa minggu kemudian menderita
penyakit yang gejalanya mirip seperti flu masa ini disebut tahap
serokonfersi. Jadi gejalannya seperti tenggorokan sakit, demam,
muncul ruam – ruam kemerahan pada kulit, pembengkakan
kelenjar, penurunan berat badan, diare, kelelahan, nyeri persendian,
nyeri otot, biasanya gejala – gejala ini akan bertahan 1 minggu/2
bulan. Pada tahap ini dimana tanda – tanda tubuh berusaha
melawan infeksi HIV.
b. Penyakit HIV

Asimtomatis Tahap ke 2 ini adalah masa inkubasi/masa


laten itu adalah waktu ketika gejala – gejala flu tadi mulai mereda
dan tidak menimbulkan gejala apapun pada tubuh. Dan pada waktu
ini virus HIV akan menyebar dan merusak system kekebalan tubuh
seseorang. Pada tahap ini tubuh akan merasa sehat dan tidak akan
memiliki masalah apapun oleh karena itu tahap ini bisa
berlangsung antara 1 tahun sampai 10 tahun Nasrodin (2013).

c. Infeksi HIV Simtomatik atau AIDS.

Ketika system kekebalan tubuh sudah terserang sepenuhnya


oleh virus HIV/hilangnya imunitas seluler yang menyebabkan
hancurnya limfosit T-hepar CD4+ dengan kondisi ini jelas karena
seseorang sudah tidak punya kekebalan tubuh maka akan sangat

12
rentan dan sangat mudah sekali terkena penyakit apapun atau
disebut infeksi oportunistik dan sudah masuk pada tahap AIDS
(Price & Wislon; Ameltzer & Bare, 2014).

Definisi ini mencerminkan peningkatan kecenderungan


timbulnya masalah yang berkaitan dengan HIV yang menyertai
rendahnya jumlah sel CD4+ secara progresif. Setelah AIDS terjadi,
maka sistem imun sudah sedemikian terkompensasi sehingga
pasien tidak mampu lagi mengontrol infeksi oleh patogen oportunis
yang pada kondisi normal tidak berproliferasi, serta menjadi rentan
terhadap terjadinya beberapa keganasan. Pasien dengan AIDS yang
17 tidak diobati rata-rata meninggal dalam jangka waktu satu
hingga tiga tahun.Terapi yang telah tersedia saat ini telah
memperbaiki prognosis pasien infeksi HIV secara signifikan (Price
& Wislon, 2006; Ameltzr & Bare, 2010).

6. KOMPLIKASI

Menurut Budhy, 2017 komplikasi yang disebabkan karena


infeksi HIV memperlemah system kekebalan tubuh, yang dapat
menyebabkan penderita banyak terserang infeksi dan juga kanker
tertentu. Infeksi umum terjadi pada HIV/AIDS antara lain:

a. Tuberculosis (TB)

Tuberkulosi pada pasien HIV sering ditemukan. Jika dilihat


dari manifestasi klinis atau gejala maka sama antara pasien normal
dan penderita HIV namun perlu penekanan bahwah pada pasien
HIV seringkali tidak menemukan gejala batuk. Juga tidak
ditemukan adanya kuman BTA pada pasien – pasien yang HIV
positif karena adanya penekanan imun sehingga dengan CD4 yang
rendah membuat tubuh tidak mampu untuk membentuk adanya
granuloma/ suatu proses infeksi didalam paru yang kemudian tidak
bermanifes dan tidak menyebabkan adanya dahak. Namun
penderita HIV yang yang memiliki kuman TB sangat berisiko

13
sepuluh kali untuk terkena Tuberculosis terutama pada pendrita
HIV/AIDS yang memiliki sel CD4 dibawah 200.

b. Masalah di Otak

Pasien HIV seringkali mengalami masalah diotak. Masalah


diotak yang sering dijumpai pada pasien HIV dibagi menjadi 2 :

1) Infeksi Oportunistik di Otak Disebabkan oleh berbagai macam


kuman misalnya Toksoplasma yaitu suatu parasit atau oleh
jamur meningitis criptococus, infeksi Tuberculosis (TB).
2) Dimensia HIV/lupa atau gangguan memori pada pasien HIV
Disebabkan oleh proses infeksi HIV itu sendiri didalam otak
yang menimbulkan berbagai reaksi peradangan diotak sehingga
manifestasinya adalah pasien mengeluh sering lupa dan
mengalami kesulitan untuk melakukan ativitas harian akibat
memori jangka pendeknya terganggu. Deminsia HIV
merupakan suatu keadaan yang harus didiagnosis karena
penyakit ini jika terjadi pada seorang pasien HIV dapat
mengganggu pengobatan, pasien akan lupa untuk minum obat.
c. Meningitis

Pasien dengan gejala meningitis paling sering dengan 4


tanda dan keluhan nyeri kepala, panas badan, kemudian penurunan
kesadaran dan juga adanya kaku kuduk.

d. Hepatitis C

Pasien HIV dengan hepatitis C biasanya terjadi pada pasien


HIV akibat Injection Drug User (IDU). Gejala awal yang dirasakan
yaitu mudah lelah, tidak nafsu makan dan bisa tibul mata yang
kuning lalu kemudian perut membuncit, kaki bengkak dan
gangguan kesadaran. Pasien HIV dengan hepatitis kemungkinan
lebih besar untuk terjadi penyakit kronik/hepatitis kronik jka tidak

14
diobati maka akan terjadi serosis hati, setelah itu bisa menjadi
kanker hati yang akan menimbulkan kematian.

e. Koinfeksi sifilis dan HIV

Biasanya terjadi pada pasien Male Sex Male (MSM) yang


terinfeksi HIV, sifilis adalah suatu infeksi menular seksual yang
disebabkan oleh karena bakteri Treponemapalidum.Bakteri ini
dapat meyerang sistemik, awalnya melakukan infeksi lokal pada
tempat kontak seksual bisa di oral, genetal ataupun di anus dan
kemudian berkembang menimbulkan gejala ulkus kelamin.
Koinfeksi HIV menyebabkan manifestasi klinis sifilis menjadi
lebih berat yang disebut Sifilis Maligna, meyebar luas ke seluruh
badan sampai ke mukosa.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan HIV
1) Skrining HIV Untuk mengetahui tingkat resiko infeksi dan juga
pola hidup kesehraian, apakah memang benar faktor resiko
tinggi untuk menderita penyakit HIV.
2) Tes Serologi/Tes Antibody
a) Rapid test
b) Tes ELISA
3) Tes Konfirmasi
a) Wastern blot
b) Indirect Fluorescent Antibody(IFA)
4) Deteksi Virus
a) Antigen P24
b) Viral load/PCR
b. Pemeriksaan Infeksi Oportunistik
1) Hitung sel T CD4

Pemeriksaan sel CD4 ini dilakukan apabila pasien ada


gejala infeksi oportunistik, untuk melihat apakah pasien

15
memerlukan pencegahan kotrimoksasol.

2) Viral load (VL)

Di periksa setelah pasien minum obat ARV 6 bulan


kemudian.Dan seharusnya viral load sudah tidak terdeteksi.Jika
viral load kurang dari 1000 sudah menunjukan pengobatan
baik. Namun jika viral load lebih dari 1000 maka harus
dilakukan pengulangan lagi apakah terjadi adanya resistensi
obat. Viral load adalah jumlah virus yang ada didalam darah.

8. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
1) Terapi antiretroviral (ARV)

Terapi antiretroviral berfungsi untuk memperlama/


menghambat perkembangan dari virus HIV sehingga
perkembangan menuju AIDS bisa dalam waktu lama.
Pengobatan biasanya dimulai ketika CD4 menurun , begitu
seseorang start melakukan pengobatan HIV menggunakan
ARV maka penderita harus meminum obat tersebut seumur
hidup secara rutin dan jangan sampai terlewat/putus obat
tujuannya untuk menjaga jumlah kadar CD4 dalam tubuh dan
mempertahankan kekebalan tubuh (Nursalam & Ninuk, 2013).

2) Golongan Obat ARV Menurut Desmawati, 2013 dijelaskan ada


beberapa golongan dari obat ARV antara lain yaitu:
a) Nucleoside Reverse Trancriptase Inhibitor (NRTI) Jenis –
jenis obat HIV berdasarkan nama generic: Zidovudine,
Didanosine, Zalzitabine, Stavudine, Lamivudne, Abacavir
Tenofovir
b) Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) yang
termasuk golongan ini adalah Tenofir (TDF).
c) Non-Nuleuside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
golongan ini juga bekerja dengan menghambat proses

16
perubahan RNA menjadi DNA dengan mengikat reverse
transcriptase sehingga tidak berfungsi. Golongan Non-
nucleouside reverse transcriptase inhibitor berdasarkan ama
genetic: Nevairavine, Delavirdine, Efavirenz, Protease
inhibitor (PI)
d) Fusion Inhibitor Menghambat menempelnya virus dengan
sel lmfosit melalui sel CD4. Fusion inhibitor iniyang
termasuk golongan ini adalah Enfuvirtide (T-20),
3) Vaksin dan Rekonstruksi Imun

Tantangan terapiutik untuk pengobatan AIDS tetap


ada.Sejak agen penyebab infeksi HV dan AIDS dapat diisolasi,
pengembangan vaksin telah diteliti secara aktif. Upaya – upaya
rekontruksi imun juga sedang diteliti dengan agen tersebut
seperti interferon. Penelitian yang akan datang tidak di ragukan
lagi untuk menghasilkan obat – obat tambahan dan protocol
tindakan terhadap penyakit ini (Desmawati, 2013).

b. Terapi Non Farmakologi


1) Pemberian nutrisi

Defisiensi gizi pada pasien positif HIV biasanya


dihubungkan dengan adanya peningkatan kebutuhan karena
adanya infeksi penyerta/infeksi oportunistik. Disaat adanya
infeksi penyerta lainnya maka kebutuhan gizi tentunya akan
meningkat. Jika peningkatan kebutuhan gizi tdak di imbangi
dengan konsumsi makanan yang di tambahkan atau gizi yang
ditambah maka kekurangan gizi akan terus memburuk,
akhirnya akan menghasilkan sebuah kondisi yang tidak
menguntungkan bagi dengan positif HIV. Yang harus
dilakukan adalah mengatasi kekurangan gizi ini :

a) Mengkonsumsi makanan dengan kepadatan gizi yang lebih


tinggi dari makan biasanya.

17
b) Minuman yang di konsumsi upayakan adalah mi numan
yang berenergi (Desmawati, 2013).

Selain mengkonsumsi jumlah nutrisi yang tinggi,


penderita HIV/AIDS juga harus mengkonsumsi suplementasi
atau nutrisi tambahan.Tujuan nutrisi agar tidak terjadi
defisiensi vitamin dan mineral.

2) Aktivitas dan Olahraga

Olahraga yang dilakukan secara teratur sangat


membantu efeknya juga menyehatkan.Olahraga secara teratur
menghasilkan perubahan pada jaringan, sel, dan protein pada
system imun.

V. KONSEP ASUKAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Klien Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status
kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis,
No. MR
b. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi
respiratori ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama
lainnya ditemui pada pasien HIV AIDS yaitu, demam yang
berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari satu
bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan
lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada
mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albicans,
pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya
Harpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.

c. Riwayat kesehatan sekarang

18
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV
AIDS adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea)
bagi pasien yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk,
nyeri dada dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare
serta penurunan berat badan drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama.
Adanya riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks
bebas atau berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS,
terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga Biasanya pada pasien HIV AIDS
adanya anggota keluarga yang menderita penyakit HIV/AIDS.
Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV.
Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan
keluarga, adanya keluarga bekerja di tempat hiburan malam,
bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).
2. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
a. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi,
ganti pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang
lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien
biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.
b. Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan
mengalami penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu
singkat (terkadang lebih dari 10% BB).
c. Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus
berdarah.
d. Pola Istirahat dan tidur

19
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur
mengalami gangguan karena adanya gejala seperi demam dan
keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung
oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
e. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan
aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang
menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan
kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi
tubuh yang lemah.
f. Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah,
cemas, depresi, dan stres.
g. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan
pengecapan, dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya
mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi,
kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang
terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
h. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran
yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien
merasa malu atau harga diri rendah.
i. Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,
gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak

20
mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruksif dan
adaptif.
j. Pola reproduksi seksual
Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya
terganggu karena penyebab utama penularan penyakit adalah
melalui hubungan seksual.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan
berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai
balasan akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status
kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan
kepercayaan pasien dalam kehidupan pasien, dan agama
merupakan hal penting dalam hidup pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.
b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi
penurunan tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan
coma.
c. Vital sign : TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal Nadi :
Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat
Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh menigkat karena demam.
d. BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB)
TB : Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
e. Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena
dermatitis seboreika
f. Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak
ikhterik, pupil isokor, reflek pupil terganggu,
g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.
h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-
bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasi.

21
i. Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi
jamur Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran
kelenjer getah bening,
j. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan
k. Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding
dada pada pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek
(cusmaul), sesak nafas (dipsnea).
l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif
m. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-
tanda lesi (lesi sarkoma kaposi).
n. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot
menurun, akral dingin.
4. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-
kapiler
c. Hipertermia b/d proses penyakit
d. Diare b/d iritasi gastrointestinal
e. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen

22
INTERVENSI

NAMA PASIEN : UMUR :


RUANGAN : NO. REG :

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Bersihan jalan napas tidak Setelah pemberian SIKI: Manajemen jalan napas 1. Memonitor pola napas
efektif b/d hambatan Tindakan keperawatan Observasi (frekuensi, kedalaman, usaha
upaya napas diharapkan Klien 1. Monitor pola napas (frekuensi, napas)
menunjukkan bersihan kedalaman, usaha napas) 2. Memonitor bunyi napas
jalan napas meningkat 2. Monitor bunyi napas tambahan tambahan (mis. gurgiling,
dengan kriteria hasil: (mis. gurgiling, mengi, wheezing, mengi, wheezing, ronkhi
1. Batuk efektif ronkhi kering) kering)
meningkat (5) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, 3. Meonitor sputum (jumlah,
2. Produksi sputum aroma) warna, aroma)
menurun (5) Terapeutik 4. Mempertahankan kepatenan
3. Mengi menurun (5) 1. Pertahanan kepatenan jalan napas jalan napas dengan head-tift
4. Wheezing menurun dengan head-tift dan chin-lift dan chin-lift (jaw-thrust jika
(5) (jaw-thrust jika curiga trauma curiga trauma servikal)
5. Mekonium (pada servikal) 5. Memposisikan pasien Semi-
neonatus) menurun 2. Posisikan Semi-Fowler atau Fowler atau Fowler

23
(5) Fowler 6. Memberikan minuman hangat
6. Dipsnea menurun (5) 3. Berikan minuman hangat 7. Melakukan fisioterapi dada,
7. Ortopnea menurun (5) 4. Lakukan fisioterapi dada, jika jika perlu
8. Sulit bicara menurun perlu 8. Melakukan penghisapan lendir
(5) 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
9. Sianosis menurun (5) kurang dari 15 detik 9. Melakukan hiperoksigenasi
10. Gelisah menurun (5) 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum sebelum penghisapan
11. Frekuensi napas penghisapan endotrakeal endotrakeal
membaik (5) 7. Keluarkan sumbatan benda padat 10. Mengeluarkan sumbatan benda
12. Pola napas membaik dengan proses McGill padat dengan proses McGill
(5) 8. Berikan Oksigen, Jika perlu 11. Memberikan Oksigen, Jika
Edukasi perlu
1. Anjurkan asupan cairan 2000 12. Menganjurkan asupan cairan
ml/hari, Jika tidak komtraindikasi 2000 ml/hari, Jika tidak
2. Ajarkan teknik batuk efektif komtraindikasi
Kolaborasi 13. Mengajarkan teknik batuk
1. Kolaborasi pemberian efektif
bronkodilator, ekspektoran, 14. Mengkolaborasikan pemberian
mukolitik, Jika perlu bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, Jika perlu

24
INTERVENSI

NAMA PASIEN : UMUR :


RUANGAN : NO. REG :

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


2 Gangguan pertukaran gas Setelah pemberian SIKI : terapi oksigen 1. Memonitor Kecepatan aliran
b/d perubahan membran Tindakan keperawatan Observasi oksigen
alveolus-kapiler diharapkan Klien 1. Monitor Kecepatan aliran oksigen 2. Memonitor posisi alat terapi
menunjukkan pertukaran 2. Monitor posisi alat terapi oksigen oksigen
gas meningkat dengan 3. Monitor aliran oksigen secara 3. Memonitor aliran oksigen
kriteria hasil: periodik dan pastikan fraksi yang secara periodik dan pastikan
1. Tingkat kesadaran diberikan cukup fraksi yang diberikan cukup
meningkat (5) 4. Monitor efektifitas terapi oksigen 4. Memonitor efektifitas terapi
2. Dispnea menurun(5) (mis. oksimetri, analisa gas darah), oksigen (mis. oksimetri,
3. Bunyi napas jika perlu analisa gas darah), jika perlu
tambahan menurun(5) 5. Monitor kemampuan melepaskan 5. Memonitor kemampuan
4. Pusing menurun(5) oksigen saat makan melepaskan oksigen saat
5. Penglihatan kabur 6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi makan
menurun(5) 7. Monitor tanda dan gejala toksikasi 6. Memonitor tanda-tanda

25
6. Diaforesis oksigen dan atelektasis hipoventilasi
menurun(5) 8. Monitor tingkat kecemasan akibat 7. Memonitor tanda dan gejala
7. Gelisah menurun(5) terapi oksigen toksikasi oksigen dan
8. Napas cuping hidung 9. Monitor integritas mukosa hidung atelektasis
menurun(5) akibat pemasangan oksigen 8. Memonitor tingkat kecemasan
9. PCO2 membaik(5) Terapiutik akibat terapi oksigen
10. PO2 membaik(5) 1. Bersihkan sekret pada mulut, 9. Memonitor integritas mukosa
11. Takikardi membaik(5) hidung dan trakea, jika perlu hidung akibat pemasangan
12. pH arteri membaik(5) 2. Perhatikan kepatenan jalan napas oksigen
13. Sianosis membaik(5) 3. Siapkan dan atur peralatan 10. Membersihkan sekret pada
14. Pola napas pemberian oksigen mulut, hidung dan trakea, jika
membaik(5) 4. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
15. Warna kulit perlu 11. Memperhatikan kepatenan
membaik(5) 5. Tetap berikan oksigen saat pasien jalan napas
ditransportasi 12. Menyiapkan dan atur peralatan
6. Gunakan perangkat oksigen yang pemberian oksigen
sesuai dengan tingkat mobilitas 13. Memberikan oksigen
pasien tambahan, jika perlu
Edukasi 14. Memberikan oksigen saat
1. Anjurkan pasien dan keluarga cara pasien ditransportasi

26
menggunakan oksigen di rumah 15. Menggunakan perangkat
Kolaborasi oksigen yang sesuai dengan
1. Kolaborasi penentuan dosis tingkat mobilitas pasien
oksigen 16. Menganjurkan pasien dan
2. Kolaborasi penggunaan oksigen keluarga cara menggunakan
saat aktivitas dan atau tidur oksigen di rumah
17. Mengkolaborasikan penentuan
dosis oksigen
18. Mengkolaborasikan
penggunaan oksigen saat
aktivitas dan atau tidur

27
INTERVENSI

NAMA PASIEN : UMUR :


RUANGAN : NO. REG :

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


3 Hipertermia b/d proses Setelah pemberian Tindakan SIKI: manajemen hipertermia 1. Mengidentifikasi penyebab
penyakit keperawatan diharapkan Observasi hipotermia (mis. dehidrasi,
klien menunjukan 1. Identifikasi penyebab terpapar lingkungan panas,
termoregulasi membaik hipertermia (mis. dehidrasi, penggunaan inkubator)
dengan kriteria hasil: terpapar lingkungan panas, 2. Memonitor suhu tubuh
1. Menggigil menurun(5) penggunaan inkubator) 3. Memonitor kadar elektrolit
2. Kulit merah menurun(5) 2. Monitor suhu tubuh 4. Memonitor haluaran urine
3. Kejang menurun(5) 3. Monitor kadar elektrolit 5. Memonitor komplikasi akibat
4. Akrosianosis 4. Monitor haluaran urine hipertermia
menurun(5) 5. Monitor komplikasi akibat 6. Menyediakan lingkungan yang
5. Konsumsi oksigen hipertermia dingin
menurun(5) Terapeutik 7. Melonggarkan atau lepaskan
1. Sediakan lingkungan yang

28
6. Piloereksi menurun(5) dingin pakaian
7. Vasokontriksi perifer 2. Longgarkan atau lepaskan 8. Membasahi dan kipas
menurun(5) pakaian permukaan tubuh
8. Kutis memorata 3. Basahi dan kipas permukaan 9. Memberikan cairan oral
menurun(5) tubuh 10. Mengganti linen setiap hari
9. Pucat menurun(5) 4. Berikan cairan oral atau lebih sering jika
10. Takikardia menurun(5) 5. Ganti linen setiap hari atau lebih mengalami hiperhidrosis
11. Takipnea menurun(5) sering jika mengalami (keringat berlebih)
12. Bradikardia menurun(5) hiperhidrosis (keringat berlebih) 11. Melakukan pendinginan
13. Dasar kuku sianotik 6. Lakukan pendinginan eksternal eksternal (mis. selimut
menurun(5) (mis. selimut hipotermia atau hipotermia atau kompres
14. Hipoksia menurun(5) kompres dingin pada dahi, leher, dingin pada dahi, leher, dada,
15. Suhu tubuh membaik(5) dada, abdomen, aksila) abdomen, aksila)
16. Suhu kulit membaik(5) 7. Hindari pemberian antipiretik 12. Menghindari pemberian
17. Kadar glukosa tubuh atau aspirin antipiretik atau aspirin
membaik(5) 8. Berikan oksigen, jika perlu 13. Memberikan oksigen, jika
18. Pengisian kapiler Edukasi perlu
membaik(5) 1. Anjurkan tirah baring 14. Menganjurkan tirah baring
19. Ventilasi membaik(5) Kolaborasi 15. Mengkolaborasikan pemberian
20. Tekanan darah 1. Kolaborasi pemberian cairan cairan dan elektrolit intravena,

29
membaik(5) dan elektrolit intravena, Jika Jika perlu
perlu

INTERVENSI

NAMA PASIEN : UMUR :


RUANGAN : NO. REG :

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


4 Defisit nutrisi b/d ketidak Setelah pemberian SIKI: Manajemen Diare 1. Mengidentifikasi penyebab
mampuan gangguan Tindakan keperawatan Observasi diare (mis. inflamasi
menelan diharapkan klien 1. Identifikasi penyebab diare (mis. gastrointestinal, iritasi
menunjukan Status nutrisi inflamasi gastrointestinal, iritasi gastrointestinal, proses infeksi,
membaik dengan kriteria gastrointestinal, proses infeksi, malabsorpsi, stres, efek obat-
hasil: malabsorpsi, stres, efek obat- obatan, pemberian botol susu)
1. Porsi makanan yang obatan, pemberian botol susu) 2. Mengidentifikasi riwayat
dihabiskan 2. Identifikasi riwayat pemberian pemberian makanan
meningkat(5) makanan 3. Mengidentifikasi gejala
2. Kekuatan otot 3. Identifikasi gejala invaginasi (mis. invaginasi (mis. tangisan keras,
mengunyah tangisan keras, kepucatan pada kepucatan pada bayi)
meningkat(5) bayi) 4. Memonitor warna, volume,

30
3. Kekuatan otot 4. Monitor warna, volume, frekuensi, frekuensi, dan konsistensi tinja
menelan meningkat(5) dan konsistensi tinja 5. Memonitor tanda dan gejala
4. Serum Albumin 5. Monitor tanda dan gejala hypovolemia (mis. takikardia,
meningkat(5) hypovolemia (mis. takikardia, nadi nadi teraba lemah, tekanan
5. Verbalisasi keinginan teraba lemah, tekanan darah turun, darah turun, tugur kulit turun,
untuk meningkatkan tugur kulit turun, mukosa mulut mukosa mulut kering, CRT
nutrisi meningkat(5) kering, CRT melambat, BB melambat, BB menurun)
6. Pengetahuan tentang menurun) 6. Memonitor iritasi dan dan
pilihan makanan yang 6. Monitor iritasi dan dan ulserasi ulserasi kulit di daerah perianal
sehat meningkat(5) kulit di daerah perianal 7. Memonitor jumlah
7. Pengetahuan tentang 7. Monitor jumlah pengeluaran diare pengeluaran diare
pilihan minuman yang 8. Monitor keamanan penyiapan 8. Memonitor keamanan
sehat meningkat(5) makanan penyiapan makanan
8. Pengetahuan tentang Terapeutik 9. Memberikan asupan cairan
standar asupan nutrisi 1. Berikan asupan cairan oral (mis. oral (mis. larutan garam gula,
yang tepat larutan garam gula, oralit, oralit, pedialyte, renalyte)
meningkat(5) pedialyte, renalyte) 10. Memasangkan jalur intravena
9. Penyiapan dan 2. Pasang jalur intravena 11. Memberikan cairan intravena
penyimpanan 3. Berikan cairan intravena (mis. (mis. ringer asetat, ringer
makanan yang aman ringer asetat, ringer laktat), Jika laktat), Jika perlu

31
meningkat(5) perlu 12. Mengambil sampel darah
10. Penyiapan dan 4. Ambil sampel darah untuk untuk pemeriksaan darah
penyimpana minuman pemeriksaan darah lengkap dan lengkap dan elektrolit
yang aman elektrolit 13. Mengambil sampel feses untuk
meningkat(5) 5. Ambil sampel feses untuk kultur, kultur, Jika perlu
11. Sikap terhadap Jika perlu 14. Menganjurkan makan makanan
makanan/ minuman Edukasi porsi kecil dan sering secara
sesuai dengan tujuan 1. Anjurkan makan makanan porsi bertahap
kesehatan kecil dan sering secara bertahap 15. Menganjurkan menghindari
meningkat(5) 2. Anjurkan menghindari makanan makanan pembentuk gas,
12. Perasaan cepat pembentuk gas, pedas dan pedas dan mengandung laktosa
kenyang menurun(5) mengandung laktosa 16. Menganjurkan melanjutkan
13. Nyeri abdomen 3. Anjurkan melanjutkan pemberian pemberian ASI
menurun(5) ASI 17. Mengkolaborasikan pemberian
14. Sariawan menurun(5) Kolaborasi obat antimotilitas (mis.
15. Rambut rontok 1. Kolaborasi pemberian obat loperamide, difenoksilat)
menurun(5) antimotilitas (mis. loperamide, 18. Mengkolaborasikan pemberian
16. Diare menurun(5) difenoksilat) obat antispasmodic atau
17. Berat badan 2. Kolaborasi pemberian obat spasmolitik (mis. papaverin,
membaik(5) antispasmodic atau spasmolitik ekstrak belladona, mebeverine)

32
18. Indeks masa tubuh (mis. papaverin, ekstrak belladona, 19. Mengkolaborasikan pemberian
(IMT) membaik(5) mebeverine) obat pengeras feses (mis.
19. Frekuensi makan 3. Kolaborasi pemberian obat atapulgit, smektit, kaolin-
membaik(5) pengeras feses (mis. atapulgit, pektin)
20. Nafsu makan smektit, kaolin-pektin)
membaik(5)
21. Bising usus
membaik(5)
22. Tebal lipatan kulit
trisep membaik(5)
23. Membran Mukosa
membaik(5)

33
INTERVENSI

NAMA PASIEN : UMUR :


RUANGAN : NO. REG :

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


5 Intoleransi aktivitas b/d Setelah pemberian SIKI: Terapi Aktivitass 1. Mengidenifikasi defisit tingkat
ketidakseimbangan antara Tindakan keperawatan Obeservasi aktivitas
suplai dan kebutuhan diharapkan Klien dengan 1. Idenifikasi defisit tingkat aktivitas 2. Mengidentifikasi strategi
oksigen kriteria hasil: 2. Identifikasi strategi meningkatkan meningkatkan strategi
1. Frekuensi nadi strategi partisipasi dalam aktivitas partisipasi dalam aktivitas
meningkat(5) 3. Monitor respon emosional, fisik, 3. Memonitor respon emosional,
2. Saturasi oksigen sosial, dan spiritual terhadap fisik, sosial, dan spiritual
meningkat(5) aktivitas terhadap aktivitas
3. Kecepatan berjalan Terapeutik 4. Mengkoordinasikan pemilihan
meningkat(5) 1. Koordinasi pemilihan aktivitas aktivitas sesuai usia
4. Kekuatan tubuh sesuai usia 5. Memfasilitasi aktivitas fisik

34
meningkat(5) 2. Fasilitasi aktivitas fisik rutin rutin
5. Keluhan lelah 3. Fasilitasi aktivitas motorik untuk 6. Memfasilitasi aktivitas motorik
menurun(5) merelaksasikan otot untuk merelaksasikan otot
6. Dyspnea saat/setelah 4. Libatkan keluarga dalam aktivitas 7. Melibatkan keluarga dalam
aktivitas menurun(5) Edukasi aktivitas
7. Tekanan darah 1. Ajarkan cara aktivitas yang dipilih 8. Mengajarkan cara aktivitas
membaik(5) Kolaborasi yang dipilih
8. Frekuensi napas 1. Kolaborasi dengan terapis okupasi 9. Mengkolaborasikan dengan
membaik(5) dalam merencanakan dan terapis okupasi dalam
9. EKG Iskemik(5) memonitor program aktivitas, jika merencanakan dan memonitor
sesuai program aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program 10. Merujuk pada pusat atau
aktivitas komunitas, jika perlu program aktivitas komunitas,
jika perlu

35
BAB III

TINJAUAN KASUS

VI. Pengkajian

1. Tanggal pengkajian : 14 November 2017


2. Jam : 11.00 WIB
3. Oleh : Mohamad Dedi Romansyah

A. Identitas
1. Data Klien
Nama : Tn. C
Usia : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan
Suku/bangsa : Sunda
Alamat : Curug
Diagnosa medis : HIV

2. Data Penanggung Jawab


Nama : Ny. P
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan pasien : Orang tua
B. Riwayat Kesehatan
1. Klien Keluhan utama
Klien mengatakan berat badannya berkurang dari sebelumnya, klien
mengatakan kurang nafsu makan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang ke klinik bugenvile untuk mengambil obat ARV

36
3. Riwayat Penyakit Dahulu / Faktor Pencetus
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit terdahulu seperti hipertensi
dan stroke.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit.
5. Pola Biologis dan Psikologis

No. Pola Sebelum sakit Selama sakit


1. Nutrisi  Frekuensi makan  Selama sakit klien
3x/hari porsi makan mengatakan tidak
1 piring habis, nafsu makan, makan
makanan pokok 2x/hari dengan 1
nasi, nafsu makan porsi makan tidak
baik, tidak ada habis.
pantangan.
 Klien minum ± 3  Klien minum ± 1
liter/hari liter/hari
2. Eliminasi  BAB lancar,  Selama sakit klien
frekuensi 1x dalam BAB klien tidk
sehari, waktu pagi teraur
hari, warna kuning.  BAK lancar, warna
 BAK lancar 3x/hari, kekuningan , bau
warna jernih, bau nyengat.
khas.
3. Istirahat tidur  Tidur nyenyak tidak  Tidur nyenyak tidak
ada gangguan, ada gangguan,
waktu tidur malam 7 waktu tidur malam
jam dalam 1 hari. ± 5 jam.
4. Aktivitas dan  Menjalankan  Selama sakit klien
latihan aktivitas seperti menjalankan
biasa, tidak ada aktivitas seperti

37
gangguan berjalan, biasa, tidak ada
dan melakukan gangguan berjalan,
kegiatan diluar dan melakukan
rumah seperti kegiatan diluar
bekerja untuk rumah seperti
kebutuhan sehari- bekerja untuk
hari. kebutuhan sehari-
hari.
5. Personal  Klien mandi 2x/hari,  Klien mengatakan
Hygiene mampu melakukan selama sakit mandi
kegiatan kebersihan 2x/hari, mampu
diri dengan sendiri. melakukan kegiatan
kebersihan diri
dengan sendiri.

6. Aspek Psikososial

1. Pola komunikasi Klien mengerti apa yang ditanyakan oleh


perawat, klien bisa menjawab dengan suara
yang jelas.
2. Afek/emosi  Klien mengatakan merasa pasrah dengan
keadaannya saat ini.
 Klien terlihat bertanya pada saat
penyuluhan

3. Orientasi Klien mampu menjawab pertanyaan tentang


hari, waktu, tempat dan alamat
4. Orang yang paling Klien paling dekat dengan orang tua dan
dekat dengan klien temannya

5. Konsep diri 1. Identitas


Klien mengatakan namanya Tn. A,

38
mengatakan merasa senang bekerja
sebagai karyawan sebelum dia sakit.
2. Citra Tubuh
Klien mengatakan menerima dan
bersyukur terhadap penyakitnya dan
keadaan tubuhnya saat ini
3. Harga diri
Klien mengatakan untuk sekarang
menerima perubahan-perubahan yang
terjadi pada dirinya karena semua ini
adalah musibah, walaupun peraasaan
sedih pasti ada.
4. Ideal diri
Klien mengatakan akan merawat
kesehatannya dan tubuhnya agar CD4
dalam batas normal.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Status gizi : BB sebelum sakit : 55 Kg BB setelah
sakit : 50 Kg
3. Tanda-tanda vital : TD = 120/70 mmHg
Nadi = 90 x/menit
RR = 19 x/menit
b. Hasil pengkajian sistem
1) Sistem Kardiovaskuler
Dari hasil inspeksi didapat warna sawo matang, konjungtiva sedikit
anemis, mukosa mulut kering, sklera tidak ikterik. Berdasarkan hasil
palpasi tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, TD= 120/70 mmHg,
N= 90 x/menit.

39
2) Sistem Respirasi
Respirasi 19 x/menit. Berdasarkan hasil inspeksi didapatkan hasil
bahwa klien tidak tampak kesulitan dalam bernafas, pergerakan
rongga dada simetris.
3) Sistem Pencernaan
Berdasarkan hasil inspeksi pada mulut didapatkan hasil bahwa rongga
mulut bersih, mukosa mulut berwarna pink atau merah muda, tidak
terdapat lesi dan terdapat bau mulut, tidak ada pembengkakan pada
tonsil, gigi dan gusi lengkap. Berdasarkan hasil palpasi didapatkan
refleks menelan tidak mampu menelan. Berdasarkan hasil inspeksi
pada abdomen didapatkan abdomen berbentuk datar, tidak ada edema.
4) Sistem Perkemihan
Klien mengatakan urine berwarna kekuningan, bau khas amoniak.
5) Sistem Endokrin
Berdasarkan hasil inspeksi dapat diketahui bahwa ekspresi wajah
klien tenang, tidak terdapat hipopigmentasi atau hiperpigmentasi pada
kulit, penyebaran rambut merata, kuku tidak panjang dan bersih,
wajah simetris, posisi mata sejajar, pandangan mata normal, reflek
cahaya baik.
6) Sistem Integumen
Berdasarkan hasil inspeksi dan palpasi didapatkan bahwa warna kulit
sawo matang, tidak terdapat luka pada kulit.
7) Sistem Muskuloskeletal
Berdasarkan hasil inspeksi didapatkan hasil bahwa bentuk kaki klien
“O”. Klien tidak terdapat gangguan pergerakan dengan kekuatan otot
5

5 5

5 5

Skor Kekuatan otot :

40
8) Sistem Persyarafan
Penampilan umum kompos mentis, kesadaran (GSS) 15= E(4) V=(5)
M=(6), respon terhadap stimulus normal, orientasi waktu baik hal ini
dapat dibuktikan dengan kecepatan dalam orientasi waktu, tempat,
dan orang. Fungsi memori juga baik. Tidak ada masalah dalam
pendengaran, klien tidak terlihat tremor.

8. Terapi : Obat ARV

VII. ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O
1. DS : HIV Defisit nutrisi
 Klien mengatakan kurang
nafsu makan Respon imun

 Klien mengatakan BB sering


menurun CD4 menurun

DO :
System kekebalan menurun
 BB : 56 Kg, TB : 165 cm
Turun 6 Kg menjadi 50 Kg
Rentan infeksi
Perhitungan BB ideal
= (TB-100) – ( 10% (TB-100) )
10
= (165-100) – ( x (165-100) Aktivifkan flora normal
100
650
= 65 - Resiko infeksi
100
= 65 – 6,5

41
= 58,5 Kg Saluran pencernaan
 Hb : 9.7 g/dl
Pelepasan asam amino

Metabolisme protein

BB <

Ketidakmampuan menelan
makanan

42
INTERVENSI

NAMA PASIEN : Tn. C UMUR : 26 tahun


RUANGAN : Melati NO. REG :

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Defisit nutrisi Setelah pemberian SIKI: Manajemen nutrisi 1. Mengidenifikasi status
berhubungan dengan Tindakan keperawatan Obeservasi nutrsi
kettidakmampuan enelan diharapkan Klien dengan 1. Identifikasi status nutrisi 2. Mengidentifikasi makanan
makanan kriteria hasil Status 2. Identifikasi makanan yang yang disukai
nutrisi membaik dengan disukai 3. Mengidentifikasi
kriteria hasil: 3. Identifikasi kebutuhan kalori kebutuhan kalori dan jenis
1. Porsi makanan dan jenis nutrien nutrien
yang dihabiskan 4. Monitor asupan makanan 4. Memonitor asupan
meningkat(5) 5. Monitor berat badan makanan
2. Kekuatan otot 6. Monitor hasil pemeriksaan 5. Memonitor berat badan
mengunyah laboratorium 6. Memonitor hasil
meningkat(5) Terapeutik pemeriksaan laboratorium
3. Kekuatan otot 1. Lakukan oral hygienis 7. Memfasilitasi oral hygienis
menelan sebelum makan, jika perlu sebelum makan
meningkat(5) 2. Fasilitasi menentukan 8. Memfasilitasi kebutuhan

43
4. Verbalisasi pedoman diet (mis. piramida pedoman diet
keinginan untuk makanan) 9. Memberikan makanan
meningkatkan 3. Berikan makanan tinggi serat tinggi serat untuk
nutrisi untuk mencegah konstipasi mencegah konstipasi
meningkat(5) 4. Berikan makanan tinggi kalori 10. Memberikan makanan
5. Berat badan dan tinggi protein tinggi kalori dan tinggi
membaik(5) 5. Berikan suplemen makanan protein
6. Indeks masa Edukasi 11. Mengajarkan diet yang
tubuh (IMT) 1. Anjurkan posisi duduk, jika diprogramkan
membaik(5) mampu 12. Mengkolaborasikan degan
7. Frekuensi makan 2. Ajarkan diet yang ahli gizi untuk menentukan
membaik(5) diprogramkan jumlah kalori dan jenis
8. Nafsu makan Kolaborasi nutrien yang dibutuhkan
membaik(5) 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan

44
IMPLEMENTASI (Keperawatan Hari Pertama)

NAMA PASIEN : Tn. C UMUR : 26 tahun

RUANGAN : Melati NO.REG : 859149

NO TANGGAL/JAM NO. DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI (SOAP) PARAF DAN


NAMA JELAS
16 Januari 2023 Defisit nutrisi 1. Mengidenifikasi status S :
berhubungan dengan nutrisi - Pasien mengatakan
ketidakmampuan 2. Mengidentifikasi makanan masih sulit menelan
menelan makanan yang disukai - pasien mengatakan
DS: 3. Mengidentifikasi melakukan oral hygiens
 Klien kebutuhan kalori dan jenis sebelum makan
mengatakan nutrien - pasien mengtakan tidak
kurang nafsu 4. Memonitor asupan napsu makan
makan makanan O:
 Klien 5. Memonitor berat badan - BB pasien 50kg

45
mengatakan BB 6. Memonitor hasil A:
sering menurun pemeriksaan laboratorium - defisit nutrisi
7. Memfasilitasi oral berhubungan dengan
DO: hygienis sebelum makan ketidakmampuan menelan
BB : 55 Kg, TB : 165 8. Memfasilitasi kebutuhan makanan
cm pedoman diet P. Intervensi dilanjutkan
Turun 5Kg menjadi 50 9. Memberikan makanan masalah belum teratasi
Kg tinggi serat untuk
Perhitungan BB ideal mencegah konstipasi
= (TB-100) – ( 10% 10. Memberikan makanan
(TB-100) ) tinggi kalori dan tinggi
= (165-100) – ( protein
10 11. Mengajarkan diet yang
x (165-100)
100
diprogramkan
650
= 65 - 12. Mengkolaborasikan degan
100
ahli gizi untuk
= 65 – 6,5
menentukan jumlah kalori
= 58,5 Kg
dan jenis nutrien yang
 Hb : 9.7 g/dl
dibutuhkan

46
IMPLEMENTASI (Keperawatan Hari Kedua)

NAMA PASIEN : Tn. C UMUR : 27 Tahun

RUANGAN : MELATI NO.REG : 859149

NO TANGGAL/JAM NO. DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI (SOAP) PARAF DAN


NAMA JELAS
17 Januari 2023 Defisit nutrisi 1. Mengidenifikasi status S :
berhubungan dengan nutrisi -pasien mengatakan masih
ketidakmampuan menelan 2. Memonitor asupan sulit menelan
makanan makanan - pasien mengatakan
3. Memonitor berat badan masih tidak nafsu makan
4. Memfasilitasi O:
kebutuhan pedoman - BB 50kg
diet A:
5. Memberikan makanan Defisit nutrisi b.d
tinggi serat untuk ketidakmampuan menelan

47
mencegah konstipasi makanan
6. Memberikan makanan P:Intervensi dilanjutkan
tinggi kalori dan tinggi masalah belum teratasi
protein
7. Mengajarkan diet yang
diprogramkan
8. Mengkolaborasikan
degan ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan

48
IMPLEMENTASI (Keperawatan Hari Ketiga)

NAMA PASIEN : Ny. S UMUR : 67 Tahun

RUANGAN : STROKE NO.REG : 859149

NO TANGGAL/JAM NO. DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI (SOAP) PARAF DAN


NAMA JELAS
18 Januari 2023 Defisit nutrisi 1. Mengidenifikasi status S :
berhubungan dengan nutrisi - Pasien sudah
ketidakmampuan menelan 2. Memonitor asupan sedikit mamu
makanan makanan menelan makanan
3. Memonitor berat badan - Nafsu makan
4. Memfasilitasi pasien sedikit
kebutuhan pedoman bertambah
diet O:
5. Memberikan makanan - BB 50kg
tinggi serat untuk A : defisit nutrisi
mencegah konstipasi berhubungan dengan

49
6. Memberikan makanan ketidakmampuan menelan
tinggi kalori dan tinggi makanan
protein P: Intervensi dihentikan
7. Mengajarkan diet yang pasien rawat jalan
diprogramkan
8. Mengkolaborasikan
degan ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan

50
51
BAB IV

PENUTUP

VIII. KESIMPULAN

HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup


dalam tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia.
AIDS (Acguired Immuno–Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala
menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus
HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala
yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu
tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum
maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV
penyebab penyakit AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.

52
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik, Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat
PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil, Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Jakarta Selatan; Dewan Pengurus
Pusat PPNI

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan pencegahan dan

pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series

53

Anda mungkin juga menyukai