Anda di halaman 1dari 29

KELOMPOK V

HIV/AIDS! dan PEKERJA SOSIAL?

Oleh:

Irawati 50900121049
Nur Ainie Pratiwi Db 50900121069
Wira Angkasa Putra 50900121068

Dosen Pengampu:
Dr. Habibi,SKM.,M.Kes

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL KELAS B


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA GOWA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
anugerah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “HIV/AIDS”.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi besar
kita, Nabi Muhammad SAW. yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan
yang lurus berupa ajaran agama islam dan menjadi anugrah bagi seluruh alam
semesta.
Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Dr. Habibi,SKM.,M.Kes Selaku
dosen Pekerja sosial dan kesehatan yang telah memberikan tugas makalah ini
untuk memperdalam ilmu dan wawasan kami. Kami juga mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak, khususnya teman-teman kelas yang selalu
mendukung kelompok ini untuks menyelesaikan makalah ini serta kepada penulis-
penulis artikel ataupun buku yang kami gunakan untuk mengambil referensi.
Kami sangat menyadari bahwa makalah kami ini memiliki banyak
kekurangan, oleh karenanya kami sangat membutuhkan kritik dan saran untuk
makalah kami dan dapat kami jadikan pelajaran untuk kedepannya. Demikianlah
yang dapat kami sampaikan semoga makalah ini memberikan manfaat bagi kita
semua.

Samata, 2 April 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.......................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................3
C. TUJUAN............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HIV/AIDS................................................................................4
B. GEJALA DAN PENYEBAB HIV/AIDS..........................................................5
C. PENCEGAHAN DAN BENTUK PENULARAN HIV/AIDS.........................6
D. BAHAYA HIV/AIDS........................................................................................8
E. PERAN PEKSOS SEBAGAI MANAJER KASUS HIV/AIDS.......................9

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN..........................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah orang
dengan HIV dan AIDS (ODHA) pada kelompok orang berperilaku risiko tinggi
tertular HIV, yaitu para pekerja seks dan pengguna NAPZA suntikan (penasun),
kemudian diikuti dengan peningkatan pada kelompok lelaki yang berhubungan
seks dengan lelaki (LSL) dan perempuan berisiko rendah. Saat ini dengan
prevalensi rerata sebesar 0,4% sebagian besar wilayah di indonesia termasuk
dalam kategori daerah dan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi. Sementara itu,
tanah papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas, dengan prevalensi HIV
sebesar 2,3% (permenkes,2014), prevalensi global HIV meningkat dari 31,0 juta
pada tahun 2002, menjadi 35,5 juta di tahun 2012, karena orang-orang yang
menggunakan terapi antiretroviral hidup lebih lama, sedangkan insiden global
telah menurun dari 3,3 juta pada tahun 2002, menjadi 2,3 juta pada tahun 2012
(Maartens G et al., 2014). Pemahaman mengenai mekanisme infeksi, perjalanan
klinis infeksi HIV dan pentignya peran reservoir infeksi dalam menularan HIV
diharapkan dapat terus menekan kejadian baru di masyarakat.1
Ketika HIV/AIDS muncul, dibutuhkanlah suatu pedoman untuk
melindungi petugas pelayanan kesehatan dari terinfeksi. Oleh karena
penularannya termasuk Hepatitis C virus adalah melalui darah, maka disusunlah
pedoman yang disebut Kewaspadaan Universal (Universal Precaution). Sejak
diberlakukan dan diterapkan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya,
strategi baru ini telah dapat melindungi petugas pelayanan kesehatan (penularan
dari pasien ke petugas) serta pencegahan penularan dari pasien ke pasien dan dari
petugas ke pasien.

1
Afif Nurul Hidayati Dkk, Manajemen HIV/AIDS, (Surabaya: Airlangga University Press,
2019), h. 4.

iv
Individu yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala penyakit atau
terlihat sebagai layaknya seseorang yang terinfeksi, maka kewaspadaan Universal
di modifikasi agar dapat menjangkau seluruh orang (pasien,klien,pengunjung)
yang dapat kefasilitas layanan kesehatan baik yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi.
Dikutip dari Telegraph, HIV pertama kali diduga berasal dari sebuah desa
di Congo, Afrika, pada tahun 1920 an ketika virus bermutasi dari monyet pindah
ke manusia. Kala itu karena tidak segera menimbulkan gejala parah HIV belum
diketahui dan pelan-pelan menyebar ke dunia luas lewat praktik prostitusi. Hingga
kemudian pada awal 1980-an laporan sekelompok pria gay di kanada mengidap
infeksi paru dan kanker yang langkah. Akhir tahun 1981 peneliti sadar kalau ini
adalah penyakit baru yang menyebar lewat hubungan seks. Karena saat itu umum
terjadi pada kaum gay, penyakit diberi nama “gay related immune deficiency”.
Istilah acqueired immune deficiency syndrome (AIDS) muncul ketika pusat
pengendalian dan pencegahan penyakit Amerika Serikat (CDC) menemukan
penyakit serupa pada penerima donor darah. Juga menemukan aktifitas suatu
enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim merupakan bukti bahwa agen
infeksius tersebut merupakan suatu retrovirus. Riset mereka merupakan titik
penting dari pemahaman tentang AIDS, dan merupakan pembukaan jalan bagi
pilihan pengobatan pasien.
Virus tersebut awalnya disebut sebagai lymphadenopathy associated virus
(LAV). Virus ini serupa dengan virus yang ditemukan oleh Robert Gallo, peneliti
Amerika. Virus yang ditemukan Gallo disebut sebagai HTLV-III. Kedua virus
diatas pada akhirnya disebut HIV.2
Bila terinfeksi HIV. Perlu kita ketahui bahwa didalam tubuh kita ada
antibodi untuk melawan infeksinya. Menjadi terinfeksi HIV bukan selalu berarti
kita telah jatuh sakit, menjadi AIDS, atau sekarat. Beberapa orang hidup dengan
HIV di dalam tubuhnya bisa sampai sepuluh tahun bahkan lebih.

2
Ferizal, Sejarah Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (PPI) Dan HIV (Cet. I; Jawa
Barat: Cv Jejak,2021), h.109

v
Satu singkatan yang akan sering muncul adalah ODHA. ODHA adalah
orang yang hidup dengan HIV. Maksudnya dengan hidup dengan HIV adalah
bahwa kita terinfeksi virus tersebut, tetapi tidak pasti kita sakit, dan sekarang ada
harapan yang nyata bahwa kita tidak akan meninggal karena infeksi HIV.3

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian HIV/AIDS?
2. Jelaskan Gejala Dan Penyebab HIV/AIDS?
3. Jelaskan Pencegahan Dan Bentuk Penularan HIV/AIDS?
4. Jelaskan Bahaya HIV/AIDS?
5. Peran Pekerja Sosial Sebagai Manajer Kasus HIV/AIDS?

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Pengertian HIV/AIDS
2. Untuk Mengetahui Gejala Dan Penyebab HIV/AIDS
3. Untuk Mengetahui Pencegahan Dan Bentuk Penularan HIV/AIDS
4. Untuk Mengetahui Bahaya HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui peran Peksos Sebagai Manajer Kasus HIV/AIDS

3
Suzana Murni,dkk, Hidup Dengan HIV/AIDS, (jakarta: yayasan spritia, 2009)

vi
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HIV/AIDS

Gambar 1.1 : https://www.alodokter.com/hiv-aids


Human Immunideficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan RNA
yang spesifik menyerang imunitas atau sistem kekebalan tubuh kemudian
menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Infeksi HIV
berjalan dengan sangat progresif dalam merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga
infeksi yang disebabkan oleh jamur,parasit,bakteri, ataupun virus tidak bisa
ditahan oleh tubuh penderita. Seseorang yang telah terinfeksi HIV kemungkinan
tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa menginfeksi orang lain.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang terjadi akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Dalam Bahasa
Indonesia dapat diartikan sebagai sindrom Cacat Kekebalan Tubuh Dadatan.
Acquired memiliki arti didapat, bukan penyakit keturunan; Immune memiliki arti
sistem kekebalan tubuh; Deficisencymemiliki arti kekurangan; Syndrome
memiliki arti kumpulan gejala-gejala penyakit.
HIV tidak membunuh penderitanya. HIV menginfeksi sel-sel darah yang
berperan dalam sistem kekebalan tubuh sehingga sel darah tersebut tidak dapat
berfungsi lagi. Akibatnya, daya tahan tubuh penderita semakin lama akan menjadi
menurun sehingga penderita menjadi mudah tertular berbagai macam infeksi.
Infeksi inilah yang sering mengakibatkan kematian penderita. Infeksi-infeksi yang
terjadi lebih dikenal dengan Infeksi Oportunistik (IO).

vii
Orang yang terinfeksi HIV dan AIDS sering disebut dengan istilah
ODHA, sedangkan orang yang hidup dengan ODHA sering disebut dengan istilah
OHIDHA. OHIDHA adalah orang yang hidup bersama atau berdampak dengan
adanya ODHA, misalnya keluarga, orang yang merawat keseharian ODHA teman
dekat dan kerabat.4
Orang dengan HIV/AIDS yang disingkat ODHA adalah orang yang telah
terinfeksi virus HIV/AIDS. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu
virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan
menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah
dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan
menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun. Acquired Immunodeficiency
Syndrome/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menggambarkan
berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan
tubuh. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu
merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS.5

B. GEJALA DAN PENYEBAB HIV/AIDS

Gambar 1.2 : https://www.halodoc.com/kesehatan/hiv-dan-aids


1. Gejala HIV/AIDS
Berikut beberapa tanda gejala HIV/AIDS:
a. Penurunan berat badan dengan cepat lebih dari 10% tanpa ada alasan
yang jelas dalam 1 bulan.
b. Demam dan flu yang tidak berkunjung sembuh. Seseorang tersebut
akan mengalami demam yang berkelanjutan dan hilang timbul,
4
Agus Alamsyah, dkk, Mengkaji HIV/AIDS Dari Teoritik Hingga Praktik, (Cet I, Jawa
Barat: CV Adanu Abimata, 2020), h. 1-3.
5
Nasrunodin, HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan sosial, edisi ke-2.
(Surabaya: Airlangga University Press, 2014), h. 391

viii
biasanya demam mencapai lebih dari 39 derajat celcius dan tak
sembuh setelah diberikan obat antipiretika (penurun panas).
c. Diare yang tak kunjung sembuh selama 1 bulan
d. Cepat merasa lelah. Karena jenis virus menyerang sistem kekebalan
tubuh maka penderita HIV/AIDS ini akan cepat merasakan lelah
walaupun dalam aktifitas yang tak terlalu banyak.
e. Bintik-bintik berwarna keungu-unguan yang tidak biasa
f. Pembesaran kelenjar secara menyeluruh di leher dan lipatan dada.
Masyarakat memandang HIV/AIDS sebagai penyakit yang
membahayakan dan sangat menakutkan. Karena, penyakit ini belum ada obatnya
baik dalam bentuk vaksin maupu imunisasi, penyakit yang mematikan dengan
penderitaan yang relatif lama dan cara cara penyebaran yang cepat, sehingga
jumlah penderita yang sebenarnya sulit diketahui, jika sebagian besar orang yang
terinfeksi virus HIV ternyata sebagai penderita AIDS. Oleh sebab itu penyakit
HIV/AIDS menjadi masalah sosial yang harus ditangani.6

2. Penyebab HIV/AIDS
HIV/AIDS ditularkan melalui darah penderita. Masuknya HIV/AIDS
kedalam tubuh manusia baik vertikal dari ibu ke anak, secara transeksual
(homoseksual atau heteroseksual dengan multipartner), dan horizontal yang lazim
terjadi bila ada kontak antar cairan tubuh terutama darah. Perjalanan alamiah
penyakit infeksi HIV potensial melaju AIDS akibat hadirnya infeksi sekunder atau
keganasan. Ada juga tergolong sebagai kelompok masyarakat yang mempunyai
perilaku risiko tertinggi tertular HIV (High Risk Behavior) adalah kelompok
masyarakat yang melakukan promiskuitas atau mereka yang sering berganti-ganti
pasangan seks, misalnya: PSK dan pelanggannya, homoseksual/biseksual, waria,
pengguna narkotika, wanita pekerja di panti pijat/kelompok malam /diskotik,
penerima transfusi darah atau produk darah berulang dan anak yang lahir dari ibu
pengidap HIV.7
6
MiftaChun Nur, Get To Know More About HIV/AIDS, (jogyakarta: Miftachun Nur, 2019),
h.6.
7
Dinkes Kota Depok, Informasi Umum HIV dan AIDS, h.22

ix
C. PENCEGAHAN DAN BENTUK PENULARAN HIV/AIDS
1. Pencegahan Hiv/Aids
Upaya yang dilakukan dalam melakukan pencegahan HIV/AIDS secara
umum adalah dengan memberikan informasi mengenai penyakit HIV/AIDS
kepada kelompok orang yang berisiko tinggi dalam terkena serangan penyakit ini.
Informasi yang diberikan adalah mengenai pola penyebaran dari virus HIV/AIDS
sehingga dengan lebih mudah mengetahui cara pencegahan virus HIV/AIDS.
Upaya pencegahan dapat juga dilakukan dengan melihat HIV dan AIDS
sebagai suatu penyakit dan perilaku seseorang sebagai penyebar penyakit. Kedua
aspek ini perlu dicermati, di hadapi dan disikapi secara proporsional. Artinya,
selain kita berhadapan dengan virus, juga berhadapan dengan orang sebagai
penderita dengan permasalahannya. Dalam hal ini kita dihadapkan pada suatu
kenyataan manakala HIV berada pada tubuh seseorang yang disebut penderita.
Oleh karena itu, patut dipahami dan disadari bahwa penderita HIV ini akan
mengalami sindrom dalam rentang waktu tertentu. Orang dengan HIV/AIDS
ditengah masyarakat yang merupakan fenomena dalam konteks masalah sosial.
Bagaimana ODHA, atau sebaliknya bagaimana seseorang dengan HIV/AIDS
menyikapi kehidupan sehat di lingkungan masyarakat. Berkait dengan fenomena
sosial tersebut, bersikap dan bertindak diskriminasi harus dihindari agar tidak
menambah beban psikososial penyandang HIV/AIDS dan permasalahan sosial di
masyarakat.8

2. Penularan HIV
a. Dinamika Penularan HIV
Cara penularan HIV/AIDS melalui 3 cara:
1. Transmisi seksual

8
Warto, dkk, Uji Coba Model Pelayanan Sosial Penyandang HIV dan AIDS.
(yogyakarta:Departemen Sosial RI B2P3KS, 2008), h.11

x
Penularan HIV/AIDS dengan cara transmisi seksual paling sering
terjadi. Penularannya terjadi melalui hubungan seks (homoseksual dan
heteroseksual) melalui mani, cairan vagina dan serviks,
2. Transmisi non seksual
Terbagi menjadi 2 cara:
1. Transmisi parental.
Penggunaan jarum suntik dan alat tusuk (alat tindik) yang telah
terkombinasi.
2. Transmisi transplasental
a. Penularan dari ibu HIV+ ke bayi (berisiko 50%)
b. Penularan dapat terjadi waktu hamil, melahirkan,menyusui.
3. Penularan masa prenatal
HIV yang ditularkan dari ibu ke bayi melalui 3 cara:
a. Dalam uterus (lewat plasenta).
b. Sewaktu persalinan.
c. Melalui air susu ibu.
b. Media penularan HIV
Cairan tubuh yang menjadi media penularan adalah darah,mani,cairan
vagina dan air susu ibu (ASI). HIV dalam jumlah yang cukup dan
berpotensi untuk menginfeksi orang lain dapat ditemukan pada
darah,air mani, dan cairan vagina pengidap HIV.
HIV menular melalui darah terjadi dengan cara: penggunaan jarum
suntik yang tidak steril, alat tindik telinga, alat tato atau alat tusuk yang
tercemar HIV dan transfusi darah yang mengandung HIV.
HIV menular melalui cairan tubuh lain dari ibu hamil ke janin melalui
plasenta, melalui darah dan cairan saat melahirkan bayi, melalui ASI
ketika menyusui dan melalui hubungan seks dengan pengidap HIV
secara genital, oral dan anal. Penularan HIV terjadi melalui luka pada
bagian tubuh.9

9
Yulrina Ardhiyanti, dkk. Bahan Ajar AIDS Pada Asuhan Kebidanan, (Yogyakarta: CV
Budi Utama,2015), h.38.

xi
D. BAHAYA HIV/AIDS

Gambar 1.3 : https://news.unair.ac.id/tag/hiv-aids/


HIV/AIDS adalah penyakit yang paling menakutkan dan sangat
mencekam dunia dewasa. Karena pada penyakit ini, virus HIV menyerang dan
melumpuhkan sistem kekebalan tubuh yang telah terinfeksi, daya tahan tubuh
akan semakin merosot. Sangat rentan terhadap berbagai serangan penyakit. Dan
yang paling menakutkan serta meresahkan adalah karena virus AIDS, baru akan
menampakkan diri secara klinis, sekitar 3-10 tahun kemudian. Sementara bila
penyakit itu tidak terdeteksi sejak dini, maka pada saatnya nanti, yakni 3-10
tahunn kemudian, para penderitanya konon juga tidak akan dapat tertolong lagi.
Hanya akan bisa pasrah, tinggal menunggu ajal yang segera akan datang
menjemputnya.
Bahaya HIV/AIDS biasa ditimbulkan, umumnya akibat hubungan seks,
khususnya hubungan seks yang menyimpang/ tidak sewajarnya. HIV/AIDS jua
paling banyak ditemukan pada kaum homoskes (gay ataupun lesbian). Sedangkan
hingga saat ini, belum ditemukan vaksin atau obat untuk menyembuhkan,
mengatasi, dan pengangkal yang ampuh. Itulah resiko pergaulan bebas yang
kenyataannya selalu jauh lebih berbahaya daripada dugaan banyak remaja. Sebab
HIV/AIDS itu benar-benar ada, dan akan terus ada dijaman kapan pun sehingga
tidak ada alasan kenapa sampai menjadi penderita.10

10
Agus Mukholid, Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan, (Cet II;Jawa Barat:PT
Ghalia Indonesia Printing), h.76.s

xii
E. PERAN PEKERJA SOSIAL SEBAGAI MANAJER KASUS HIV/AIDS

Gambar 1.4 : https://www.kebijakanaidsindonesia.net/id/knowledge-hub-


hidden/1320-faktor-sosial-dan-keperilakuan-dalam-penanggulangan-hiv-dan-
aids
Dalam manajemen kasus, pekerja sosial berperan sebagai manajer kasus,
adapun tugas seorang pekerja sosial sebagai manajer kasus yaitu sebagai berikut:
a. Memahami kebutuhan klien, kapasitas jeringan kerja lembaga pelayanan
dan kemampuan-kemampuan pelayanan sosial yang tersedia dari aneka
pihak.
b. Mengembangkan perencanaan pelayanan yang komperhensif yang
mencakup keterlibatan beberapa disiplin profesi dan memksimalkan
keterlibatan klien
c. Melakukan intervensi langsung untuk memperkuat keterampilan dan
kapasitas klien untuk merawat dirinya sendiri dan secara langsung
terlibat dalam sistem yang bersinggungan dengan klien.
d. Monitoring terhadap pelaksanaan rencana pelayanan, mengikuti
perkembangan klien, memonitoring pelayanan yang diterima, dan
keterlibatan dari anggota-anggota jaringan kerja sosial.
e. Mengevaluasi terhadap efektifitas rencana pelayanan dan dampaknya
terhadap keberfungsian klien, terhadap kapasitas jaringan kerja sosial
untuk mendukung klien, dan kemampuan tenaga profesional dari
pelayanan sosial untuk bekerja dengan klien.11
a. Keterampilan-Keterampilan Pekerjaan Sosial
Berikut merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh pekerja sosial
menurut Federico:

11
Sutaat,dkk., Pendampingan Sosial Bagi Calon pekerja Migran Dan Keluarganya Di
Daerah Asal, (Jakarta: Ciputat Press,2009), h.11.

xiii
a. Petugas penjangkauan: menjangkau masyarakat untuk
mengidentifikasi
kebutuhan dan menindaklanjuti rujukan ke konteks layanan.
b. Broker: mengetahui layanan yang tersedia dan memastikan mereka
yang
membutuhkan, mencapai layanan yang sesuai.
c. Advokat: membantu klien tertentu mendapatkan layanan jika ditolak
dan membantu memperluas layanan untuk menjangkau orang-orang
yang lebih membutuhkan.
d. Evaluasi: mengevaluasi kebutuhan dan sumber daya yang
menghasilkan
alternatif untuk memenuhi kebutuhan dan membuat keputusan menjadi
saran alternatif.
e. Guru: mengajarkan fakta dan keterampilan-keterampilan.
f. Penggerak: membantu mengembangkan layanan baru
g. Perubahan perilaku: mengubah bagian-bagian tertentu dari perilaku
klien.
h. Konsultan: bekerja dengan profesional lain untuk membantu mereka
lebih efektif dalam menyediakan layanan.
i. Perencana masyarakat: membantu kelompok masyarakat
merencanakan keefektifan untuk kebutuhan kesejahteraan sosial
masyarakat.
j. Pemberi bantuan: memberikan layanan pendukung kepada mereka
yang tidak dapat menyelesaikan masalah mereka sepenuhnya dan
memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
k. Manajer data: mengumpulkan dan menganalisis data untuk keperluan
pengambilan keputusan.
i. Administrator: melakukan kegiatan yang diperlukan untuk
merencanakan dan melaksanakan program jasa.12

12
Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarifhidayatullah Jakarta, 2011), h.24.

xiv
Prinsip-Prinsip Pekerja Sosial
Dalam bekerja sebagai manajer kasus, pekerja sosial juga menerapkan
prinsip-prinsip pekerja sosial. Dasar teori Midgley dan Mess untuk semua praktik
pekerja sosial tersusun dalam suatu prinsip-prinsip general yang menggambarkan
keyakinan filsafat dari profesi dan menjadi sebuah pedoman pekerja sosial untuk
bekerja dengan klien-klien mereka, prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut:
a. Penerimaan (acceptance)
Prinsip ini melihat bahwa pekerja sosial harus berusaha menerima klien
mereka apa adanya, tanpa menghakimi klien tersebut. Kemampuan
praktisi untuk menerima kliennya dengan sewajarnya akan dapat banyak
membantu perkembangan relasi antara mereka.
b. Komunikasi (communication)
Prinsip komunikasi ini sangat berkaitan dengan kemampuan pekerja
sosial untuk menangkap informasi ataupun pesan yang diungkapkan
oleh klien. Pesan yang disampaikan klien dapat berbentuk pesan verbal
yaitu yang diungkapkan klien melalui ucapannya, atau pesan tersebut
dapat pula berbentuk pesan non-verbal. Misalnya dari cara duduk klien,
cara klien menggerakan tangan, cara meletakan tangan, dan sebagainya.
Dari pesan non-verbal tersebut kita bisa menangkap apakah klien sedang
merasa gelisah, cemas, takut, gembira, dan berbagai ungkapan perasaan
lainnya.
c. Individualisasi (individualisation)
Pada prinsip ini menganggap setiap individu berbeda antara satu dengan
yang lainnya, sehingga seorang pekerja sosial harus berusaha memahami
keunikan dari setiap klien. Karena itu dalam proses pemberian bantuan
harus mengembangkan intervensi yang sesuai dengan kondisi kliennya
agar mendapatkan hasil yang optimal.
d. Partisipasi (participation)
Pada prinsip ini, pekerja sosial didorong untuk menjalankan perannya
sebagai fasilitator, dari peran ini pekerja sosial diharapkan akan

xv
mengajak kliennya untuk ikut serta berperan aktif dalam menghadapi
permasalahan yang dihadapinya.
e. Kerahasiaan (confidentiality)
Dalam prinsip ini pekerja sosial harus menjaga kerahasiaan dari kasus
yang ditanganinya. Sehingga kasus tersebut tidak dibicarakan dengan
sembarang orang yang tidak terkait dengan penanganan kasus tersebut.
f. Kesadaran Diri Petugas (worker self-awareness)
Prinsip kesadaran ini menuntut pekerja sosial untuk bersikap profesional
dalam menjalani relasi dengan kliennya. Dalam hal ini pekerja sosial
harus mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak terhanyut oleh
perasaan ataupun permasalahan yang dihadapinya oleh kliennya. Pekerja
sosial disini harus tetap rasional tetapi mampu untuk menyelami
perasaan kliennya secara objektif, dengan kata lain pekerja sosial harus
menerapkan sikap empati dalam menjalin relasi dengan kliennya. 13

Variasi khusus manajemen kasus pekerjaan sosial, unik dalam beberapa


hal. Pertama, model manajemen kasus HIV mengakui bahwa hidup dengan
penyakit tersebut menyebabkan adanya tantangan biopsikososial dan spiritual.
Maka dari itu pelayanan manajemen kasus diberikan optimal dalam suatu relasi
yang didasari oleh penerimaan dan pandangan positif tanpa pamrih. Pekerja sosial
yang memberikan pelayanan manajemen kasus sering disebut sebagai orang
pertama dalam sistem pelayanan dimana kontak yang aman, rahasia dan ada rasa
menghormati sangat ditekankan.
Kedua, karena krisis terjadi sepanjang spektrum penyakit dan kebutuhan
klien juga bervariasi, sistem ini memperhitungkan beberapa faktor seperti
kebutuhan dasar, penyalahgunaan obat, kesehatan fisik dan mental, perbedaan
budaya atau bahasa. Ketiga, pencegahan dan pengurangan resiko adalah
komponen pelayanan manajemen kasus HIV dan pekerja sosial dapat berperan
sebagai pendidik atau konselor maupun menjalalankan peran yang lebih umum

13
Ibandi Rukminto, Ilmu Kesejahteraan Sosial Dan Pekerja Sosial, (Jakarta: FISIP UI
Press,2005), h. 84.

xvi
seperti perantara, pembela dan pemantau. Manajer kasus juga menjalankan peran
yang terkait dengan tahapan-tahapan pelaksanaan manajemen kasus yang telah
diutarakan diatas.14

Peran Pekerja Sosial Sebagai Manajer Kasus


Marianne R.Woodside dan Tricia McClam menjelaskan peran-peran
manajer kasus dalam bukunya yaitu Generalist Case Management sebagai berikut:
1. Peran sebagai advokat (Advocate)
An advocate speaks on behalf of clients when they are uneble to do so,
or when they speak but no one listens. The case management process
presents many opportunities for advocacy. Working at various levels,
the case manager represents the interest of the client, helping to gain
acces to services or improve their quality. At organizational level, the
case manager serves as a community organizer who influences the
policies that control eligibility and acces to service.case manager also
help clients to become advocates for themselves and their families. This
is one way to empower clients.
Advokat berbicara atas nama klien ketika mereka tidak dapat
melakukannya dalam arti seorang manajer kasus bertindak sesuai
dengan kepentingan klien ketika klien tidak mampu berbuat sesuatu
untuk memenuhi kepentingan dirinya. Manajer kasus mewakili
kepentingan klien tersebut untuk memperoleh akses pelayanan yang
dapat memperbaiki kualitas hidup mereka.
2. Peran sebagai broker (Broker)
As a broker, the case manager links the client with nedeed service. Once
the client’s needs are clear, the broker helps the client choose the most
appropriate service and negotiates the term of service delivery. In this
brokering role, the case manager is concerned with the quality of the
service available and any difficulties the client may have in accessing it.

14
Albert R.Robert dan Gilbert J.Greene,Buku Pintar Pekerja Sosial,Edisi Pertama.
(Jakarta:PT.BPK Gunung Mulia,2008),h. 369

xvii
Manajer kasus berperan untuk menghubungkan klien dengan pelayanan
yang akan dibutuhkan. Setelah kebutuhan klien jelas, manajer kasus
membantu klien memilih layanan yang tepat dan menegosiasikan
persyaratan pemberian layanan.
Dalam peran broker ini, manajer kasus berkaitan dengan kualitas layanan
yang tersedia dan kesulitan-kesulitan yang mungkin dimilikiklien dalam
mengaksesnya.
3. Peran sebagai koordinator pelayanan (Coordinator)
Many clients have multiple problems and need more than one service to
meet their needs. In the role of cordinator, the case manager works with
other professionals and agency staff to ensure that services are
integrated and to expedite service. The case manager must know the
current status of the client, the service delivered, and the progress being
made. Monitoring the client’s progress and interfacing with professional
is an important role for the case manager. In this way the case manager
can help the client with problems such us inegibility, seemingly closed
doors, poor service quality, and irrelevant services. Case manager also
colaborate with other professionals during team staffings and program
planning.
Banyak klien yang memiliki masalah dan membutuhkan lebih dari satu
layanan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dalam peran sebagai
koordinator, manajer kasus bekerja dengan tenaga profesional lainnya
untuk melaksanakan pelayanan secara menyeluruh. Manajer kasus harus
mengetahui status klien saat ini, layanan yang disampaikan dan
kemajuan yang sedang dibuat. Memantau kemajuan klien dan
berinteraksi dengan profesional lainnya. Manajer kasus juga
berkolaborasi dengan profesional lainnya selama perencanaan program.

4. Peran sebagai konsultan (Consultant)


Often an outside proffesional can help solve case management
problems. An organization may need assistance with such matters as

xviii
cost analysis, quality control, an organization stucture. A consultant
may have the expertise to identify the problem, study it, and make
recomendations. Consultant can also assist with the case management
of individual clients when special information or expertise is needed.
This especially true in small agencies that employ only generalist case
managers.
Seringkali pihak profesional luar dapat membantu menyelesaikan
kendala manajemen penanganan kasus, yang dimaksud profesional luar
disini adalah profesional lainnya diluar lingkup orang-orang yang sedang
menangani kasus. manajer kasus berperan sebagai konsultan, harus
memiliki keahlian untuk mengidentifikasi masalah, mempelajarinya dan
membuat rekomendasi.
5. Peran sebagai konselor (Counselor)
The case manager who is a counselor or therapist maintains a primary
relationship with the client and his or her family. Having a thorough
understanding of the client’s mental health and medical history, this
proffesional can tell what aspects of his of her current situation
supportor discourage progress.
Manajer kasus memiliki peranan untuk memelihara relasi utama dengan
klien dan dengan keluarga klien. Manajer kasus juga harus mendukung
klien dan mempunyai pemahaman yang baik tentang masalah mental dan
medis klien, sehingga mampu mengetahui hal apa saja yang dapat
mendukung dan melemahkan klien.
6. Peran sebagai perencana (Planner)
One of primarry responsibilities of the case manager as planer is
preparing for the service or treatment that the client is to receive.
Planning is directly conected to the findings of the assessment phase of
case management. The planner evaluates to determine the clients
functioning and to assess service profission. Than the planner compiles
medical, psychological, financial, social, and vocacludes areas the
inform the implementation phase of case management. This includes

xix
setting goals, determining outcome, and implementing the plan with input
from the client, family member other professionals, and other agencies
the case managers planning role begins in the early stages of the helping
process and continues until services are terminated. Planning may
include a transition period until the client is able to manage his or her
own case.
Salah satu tanggung jawab utama dari manajer kasus adalah sebagai
perencana. Mempersiapkan pelayanan atau pengobatan klien sampai
klien menerima. Perencana mengevaluasi untuk menentukan fungsi klien
dan menilai penyediaan layanan. Kemudian perencana mengkompilasi
medis, psikologis, finansial, sosial menginformasikan tahap untuk
pelaksanaan penanganan kasus. Menetapkan tujuan, menentukan hasil
dan melaksanakan rencana dengan masukan dari klien, anggota keluarga,
profesional lainnya, dan lembaga lainnya. Peran manajer kasus
perencanaan dimulai pada tahap awal dari proses membantu dan
berlanjut sampai layanan dihentikan sampai klien mampu mengelola
kasusnya sendiri
7. Peran sebagai pemecah masalah (Problem solver)
The goal of the problem solver is to make clients self-sufficient by
helping them determine their strength, find alternativesto their current
situations, andlearn to solve their own problems. One area of problem
solving of clarifying the roles of the client, the family, the caregiver, and
the case manager. Dissagrements about service, the direction of case
management, or the plan often lead to conflivts. The case manager is
continually involved in problem solving; many problems arise
unexpectedly, and time must be allotted each day for them.
Tujuan dari pemecah masalah adalah untuk membuat klien mandiri
dengan membantu mereka menentukan kekuatan mereka, mencari
alternatif untuk situasi mereka saat ini, dan belajar untuk memecahkan
masalah mereka sendiri. Manajer kasus terus terlibat dalam pemecahan

xx
masalah, banyak masalah yang muncul tak terduga, dan waktu harus
dialokasikan setiap hari untuk mereka kapanpun mereka butuh.
8. Peran sebagai pemegang catatan kasus (recordkeeper)
Throughout service delivery, it is necessary to document assessment,
planning, service profission and evaluation. As a recordkeeper, the case
manager maintains detailed information relating to all contracts and
services. This is important for providing long-term care, communicating
with other professionals and agencies and monitoring and billing for
services. Good documentation constitutes the linking element in the case
management process. Many electronic system of information
management can help record, track, plan, monitor, and evaluate client
progress, but the key is the quality of the data entered. This tipe of
recordkeeping is essential for program evaluation. Agencies and
individual case manager can determine if goals are being reached and if
quality services are being provided.
Sepanjang pelayanan berlangsung, manajer kasus membuat dan
mengumpulkan dokumen yang berhubungan dengan klien, seperti
dokumen pengkajian masalah, perencanaan, evaluasi dan lain-lainnya.
Manajer kasus menyimpan informasi terperinci yang berkaitan dengan
semua kontrak dan layanan. Hal ini penting untuk memberikan
perawatan jangka panjang, berkomunikasi dengan profesional dan agen
lainnya dan pemantauan dan penagihan untuk layanan. Dokumentasi
yang baik merupakan elemen penghubung dalam proses manajemen
kasus. Banyak sistem informasi elektronik yang dapat membantu
merekam, melacak, merencanakan, memantau, dan mengevaluasi
kemajuan klien. namun kuncinya adalah kualitas data yang dimasukkan.
Jenis catatan ini sangat penting untuk evaluasi program agen dan manajer
kasus individual dapat menentukan apakah tujuan tercapai.15

15
Marienne R. Woodside dan Triciya McClam, Generalis Case Manageme,3th ed.
( Thomzon Brooks/Cole,2006), h. 70.

xxi
Peran Pekerja Sosial Sebagai Pendamping Penderita HIV/AIDS
Menurut Jumali (dalam Wahyudiana: 2001) Pendampingan adalah suatu
proses fasilitasi yang dilakukan oleh para pendamping yang berperan untuk
membantu, mengarahkan dan mencari jalan terhadap berbagai permasalahn.
Mengacu pada hal tersebut, maka pendamping adalah orang yang berperan
membantu dan mencari jalan terhadap berbagai permasalahan dengan cara
memfasilitasinya.16
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal.
Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang
menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi
tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang
lain menyangkut peran-peran tersebut. (Friedman dalam Zaidin:2010).17
Peran pendamping adalah serangkaian perilaku yang diharapkan membantu
dan mencari jalan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi klien dengan
cara mendampinginya. Mengacu pada Parson (dalam Suharto:2010), terdapat
beberapa peran yang dapat dilakukan pekerja sosial dalam melakukan
pendampingan terhadap ODHA.18
1. Fasilitator
Istilah fasilitator berasal dari kata fasilitas yang berarti sarana. Maka
menfasilitasi berarti memberikan sarana agar tercapai tujuan. Sarana tersebut
biasanya untuk memperlancar proses kegiatan. Strategi-strategi khusus untuk
mencapai tujuan tersebut meliputi pemberian harapan, pengurangan penolakan
dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan,
pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan aset-aset
sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah
dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara
pencapaiannya.
16
Wahyudiana, Singgih,Strategi Pendampingan Dalam Pemberdayaan Komunitas Petani,
(Jawa timur:jurnal Tesis Ilmu Kekhususan Kesejahteraan sosial UI), h.111.
17
Zaidin, ali, Pengantar keperawatan keluarga jakarta:EGC, 2001.,. h.78
18
Suharto Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat “Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerja sosial, (Bandung:Refika Aditama, 2010), h.88

xxii
Pendamping berperan sebagai fasilitor dengan cara memfasilitasi ODHA
agar mampu menangani tekanan psikis dan sosial yang dialami. Tidak mudah bagi
ODHA untuk menerima kenyataan bahwa dirinya menderita penyakit yang
ditakuti banyak masyarakat. ODHA cenderung bersikap menyalahkan keadaan,
tidak bisa menerima keadaan. Banyak ODHA merasa cemas tidak akan lagi
diterima di keluarga, lingkungan dan masyarakatnya serta ketakutan untuk
menyongsong masa depan sehingga ODHA tidak lagi mau bergaul, tidak mau
melanjutkan pendidikan atau bahkan melakukan bunuh diri.
Kebanyakan stres yang dialami oleh ODHA karena mereka menghadapi
penyakit yang tidak dapat disembuhkan yang membunuh terutama kaum muda,
menyebabkan penderitaan yang buruk dengan stigma negatif. Pengasingan,
ketidakamanan, dan ketakutan mengenai masa depan dan dampak pada hubungan
pribadi serta keluarga. Dalam situasi seperti ini, pendamping memiliki peran
memfasilitasi tekanan psikis yang dialami dengan meberikan layanan konsultasi.
Pendamping membantu ODHA untuk berusaha menerima statusnya sehingga
diharapkan akan menjaga dirinya sendiri, pasangannya, keturunannya dari
penyakit yang sama.
Pendamping dapat membangkitkan semangat ODHA karena meskipun tidak
dapat disembuhkan namun dapat diperpanjang masa hidupnya dengan obat-obatan
tertentu. Meski tidak bisa menyembuhkan, terapi ARV (antiretroviral therapy)
bisa memperpanjang hidup pengidap HIV positif dan membuat mereka hidup
lebih produktif. Terapi ini mampu mengurangi jumlah virus HIV dengan
menghambat penyebaran virusnya. Mengkonsumsi ARV membutuhkan tingkat
kedisiplinan yang tinggi. Obatnya harus diminum 12 jam sekali, tidak boleh
terlambat. Hal ini harus dilakukan setiap hari tanpa henti, seumur hidupnya.
Obat-obatan tersebut membutuhkan konsistensi dari ODHA sendiri. Oleh
karena itu, pendamping berperan memotivasi ODHA agar menguatkan niatnya
untuk mendapatkan kesempatan hidup yang lebih lama. Apabila ODHA tidak
memiliki motivasi yang baik pada dirinya maka kondisinya akan semakin
memburuk. ODHA perlu dimotivasi agar dapat melahirkan kehidupan baru,

xxiii
kesempatan memperbaiki diri dan dapat menjalani kehidupan berdampingan
dengan masyarakat.19
2. Broker
Dalam pengertian umum, seorang beroker berusaha untuk memaksimalkan
keuntungan dari transaksi sehingga klien dapat memperoleh keuntungan sebesar
mungkin. Dalam konteks pendampingan, peran sebagai broker tidak jauh berbeda
dengan peran broker di pasar modal. Dengan demikian ada tiga kata kunci dalam
pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu: menghubungkan (linking), barang-
barang dan pelayanan (goods and services) dan pengontrolan kualitas (quality
control).
Pendamping berperan sebagai broker dengan cara menghubungkan
kebutuhan ODHA dengan sumber-sumber yang ada disekitarnya. Penting bagi
ODHA untuk mengetahui seperti apa HIV/AIDS itu, dimana ODHA bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan, dan informasi-informasi terkait ODHA
lainnya. Pendamping berperan memberikan informasi atau menghubungkan
informasi yang dibutuhkan ODHA tersebut.
Informasi mengenai ODHA tersebut perlu diberikan dengan baik agar tidak
terjadi salah persepsi. Misalnya informasi yang benar terkait cara penularan virus
ini. ODHA tidak akan menularkan virusnya hanya melalui makan dan minum
bersama, pemakaian fasilitas umum bersama, seperti telepon umum, WC umum,
dan kolam renang, senggolan, pelukan dan kegiatan sehari-hari lainnya atau lewat
keringat, dan gigitan nyamuk.
Sebagai broker, pendamping juga dapat berperan menghubungkan ODHA
dengan sumber mata pencaharian yang baru jika dibutuhkan. Pada tingkat rumah
tangga, keberadaan ODHA cenderung meningkatkan pengeluaran kesehatan
dalam suatu rumah tangga bahkan menghilangnya pendapatan karena dikeluarkan
dari pekerjaan. Pendamping dapat memberikan informasi kepada ODHA terkait
program-program yang dapat menghasilkan pendapatan. Hal ini sangat diperlukan

19
Nurmita Widaykusuma, Peran Pendamping Program Pendampingan Dan Perawatan
Sosial Usia Di Lingkungan Keluarga (Home Care): Studi Kasus Tentang Pendampingan Di
Yayasan Pitrah Sejahtera,Kelurahan Cilincing,Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Pusat
Pendidikan Dan Pelatihan Kementerian Sosial RI.

xxiv
oleh ODHA dan keluarganya untuk mengurangi stres karena pendapatan yang
menurun drastis.
3. Mediator
Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang
mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Kegiatan-kegiatan
yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator meliputi kontrak perilaku,
negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam
mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai
solusi.
Pendamping berperan sebagai mediator dengan menjadi penengah antara
ODHA dengan sistem lingkungan yang menghambatnya. Misalnya menjadi
penengah antara ODHA dengan keluarganya, temannya, pasangannya, atau
dengan institusi pekerjaan atau pendidikan yang dinaunginya. Lingkungan sekitar
ODHA membuat stigma tidak baik, mereka menganggap ODHA tidak bisa hidup
normal dan kehilangan hak reproduksi mereka. Padahal jika ditangani dengan
tepat, ODHA dapat hidup normal dan berdampingan dengan lingkungan
sekitarnya. Oleh karena itu, pendamping perlu jadi mediator antara ODHA dengan
lingkungannya.
Penularan virus ini memang dapat lahir dari gaya hidup ODHA yang tidak
sehat, baik penggunaan narkoba, alat suntik bergantian, dan seks bebas. Namun
bukan tidak mungkin ODHA tertular karena mendapat donor darah dari darah
yang telah mengandung virus HIV atau bahkan bawaan lahir dari orangtuanya.
Ketika lingkungan terdekat ODHA mengetahui kondisinya, dapat dipastikan tidak
semua bisa menerima bahkan cenderung dikucilkan. Alasannya takut tertular dan
justru berkembang pada kemarahan mereka karena pola hidup yang dianggap
diluar norma. Padahal ODHA memerlukan bantuan orang-orang yang mengerti
pengobatan dan memahami psikisnya. Pendamping membantu ODHA meciptakan
lingkungan yang positif, keluarga dan teman-teman yang ikut mewujudkan
kondisi yang menjadikan ODHA tidak makin menderita. Selain itu, pendamping
membantu meminimalisir stigma masyarakat sehingga ODHA tetap bisa hidup
berdampingan dan berbaur dengan masyarakat.

xxv
Pendamping dapat menjadi mediator antara penderita ODHA dengan
masyarakat. Misalnya dengan mengadakan pertandingan sepak bola antara ODHA
dan masyarakat biasa yang sebenarnya merupakan cara memediasi dengan cara
halus. Setelah bertanding, kegiatan ini memberikan pesan bahwa virus ini tidak
menular lewat keringat bahkan saat berolahraga bersama. Oleh karena itu
pendamping dapat merubah stigma masyarakat yang takut tertular saat bertemu,
bersentuhan, berjabat tangan dengan ODHA. Dengan begitu, diharapkan ODHA
dan masyarakat sekitarnya akan berhubungan normal kembali seperti biasanya.
4. Pembela
Pendamping berperan sebagai pembela dengan cara membela hak ODHA
dalam memenuhi kebutuhannya seperti dari diskriminasi. ODHA memiliki hak
yang sama terutama pada pendidikan, kesehatan dan pekerjaan. Pendamping perlu
membela ODHA dari diskriminasi di lingkungan institusi baik di institusi
pendidikan, institusi, pekerjaan serta institusi kesehatan. Di institusi pendidikan,
banyak ODHA anak dan anak dari ODHA yang tidak mau lagi melanjutkan
pendidikan karena mendapat perlakuan yang berbeda dari guru maupun rekan
sesama siswa. Lebih buruk lagi, masih banyak institusi sekolah yang tidak mau
menerima ODHA anak atau anak ODHA untuk bersekolah di institusinya.
Di Institusi pekerjaan, saat ini banyak perusahaan yang mengharuskan
pelamarnya melakukan tes diagnostik HIV. Bila hasilnya positif, maka pelamar
tentu saja tidak diterima bekerja. Tindakan lainnya adalah mencutikan pegawai
ODHA dalam waktu yang tidak terbatas, pemecatan secara sepihak, tidak
mendapatkan jaminan kesehatan tenaga kerja dan sebagainya.
Di Institusi kesehatan pun masih banyak terjadi tindakan diskriminatif
walaupun kebanyakan tenaga kesehatan telah memiliki pengetahuan yang cukup
memadai mengenai HIV dan AIDS. Tindakan diskriminatif ini antara lain adalah
tenaga kesehatan yang tidak mau melakukan kontak fisik seperti jabat tangan dan
pemeriksaan fisik dasar dengan ODHA, tenaga kesehatan tidak mau mengambil
sampel darah ODHA dan sebagainya karena takut terular.
5. Pelindung

xxvi
Pendamping berperan sebagai pelindung dengan cara melindungi ODHA
dari situasi yang rentan dan tidak menguntungkan bagi ODHA seperti stigma
negatif. Terdapat banyak stigma negatif yang didapatkan oleh ODHA. Menurut
Herek dalam Nurhayati, stigma terkait AIDS adalah segala persangkaan,
penghinaan dan diskriminasi yang ditujukan kepada ODHA serta individu,
kelompok atau komunitas yang berhubungan dengan ODHA tersebut.
Pendamping melindungi ODHA dari diskriminasi yang didapatkan ODHA dan
orang-orang yang hidup bersama ODHA.
Pendamping perlu melindungi ODHA dari diskriminasi di lingkungan
individual seperti pengucilan atau pembuangan ODHA ke tempat terpencil diluar
kota, pengucilan ODHA dari daftar waris keluarga, serta tuntutan perceraian dari
pasangan. Pendamping perlu melindungi ODHA dari diskriminasi di lingkungan
komunitas seperti halnya pada lingkungan keluarga, stigma dan diskriminasi di
lingkungan komunitas pun tindakan diskriminatif yang sebelumnya ada seperti
pengucilan, tidak mau berjabat tangan atau melakukan kontak dengan ODHA
masih ada di tengah-tengah masyarakat.
Pendamping perlu melindungi ODHA dari diskriminasi di lingkungan
kebijakan seperti kebijakan yang menyatakan bahwa perusahaan tidak boleh
memecat karyawan ODHA. Pada kenyataannya, sampai saat ini masih banyak
ditemui kasus karyawan dipecat karena terdiagnosis HIV. Kebijakan lainnya ialah
pelarangan pemeriksaan HIV pada pelamar kerja. Kenyataannya, masih banyak
perusahaan yang meminta pelamar kerja untuk melakukan tes HIV terlebih dahulu
sebelum diterima kerja.20

BAB III

20
Nurhayati Eka, Stigma dan Diskriminasi Terhadap ODHA di Kota Bandung. Program
Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas padjadjaran

xxvii
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Peran pendamping bagi ODHA menjadi sangat strategis dalam upaya
mengembalikan keadaan dan kondisi ODHA menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Terdapat lima peran pendamping yang dapat dilakukan pekerja sosial dalam
melakukan pendampingan terhadap ODHA. Pertama sebagai fasilitator,
pendamping berperan memfasilitasi ODHA agar mampu menangani tekanan
psikis dan sosial yang dialami. Kedua sebagai broker, pendamping berperan
menghubungkan kebutuhan ODHA dengan sumber-sumber yang ada disekitarnya.
Ketiga sebagai mediator, pendamping berperan sebagai penengah bagi ODHA
dengan sistem lingkungan yang menghambatnya. Keempat sebagai pembela,
pendamping berperan dalam membela hak ODHA dalam memenuhi
kebutuhannya. Dan kelima sebagai pelindung, pendamping berperan melindungi
ODHA dari situasi yang rentan dan tidak menguntungkan bagi ODHA.
ODHA bukanlah orang yang harus ditakuti, namun harus dirangkul untuk
diberi semangat. Dukungan dan semangat yang diberikan oleh sekitarnya dapat
menolong ODHA untuk keluar dari keterpurukan dan membantu ODHA untuk
memberikan yang terbaik dari hidupnya. Oleh karena itu, pendamping memiliki
peran untuk mengubah keadaan tidak berdaya yang dialami ODHA tersebut
menjadi berdaya kembali.

B. SARAN
a. Pemerintah
Menyediakan lebih banyak pelayanan tes VCT
b. Masyarakat
Melakukan cek kesehatan ke pusat kesehatan terdekat yang menyediakan
tes VCT
c. Peksos
Aktif melakukan sosialisasi terkait bahaya HIV AIDS
DAFTAR PUSTAKA

xxviii
Ferizal. 2021. Sejarah Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) & HIV.
Jawa Barat: CV Jejak, Anggota IKAPI

Nursalam, Ninuk Dian Kurniawati, Misutorno, Fitriani Kurniasari


Solikhah. 2018. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinveksi HIV/AIDS, Edisi 2.
Jakarta Selatan: Salemba Medika

Huriati. 2020. HIV AIDS & Kehamilan. Samata Gowa: Alauddin


Universty Press

Prof. Dr.A.Halim,SpPD, MSc, KPTI. 2013. Panduan Praktis Ilmu Penyakit


Dalam, Edisi 2. Jakarta: Kedokteran EGC

Prof. Dr, Bimo Walgito. 2010. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta:


C.V ANDI OFSET (Penerbit ANDI)

Dr.Syamsuddin Ab. 2017. Benang-benang merah Teori Kesejahteraan


Sosial. Jalarta: WADE Group

dr.Pittara. 2021. HIV dan AIDS. https://www.alodokter.com/hiv-aids,


diakses pada 10 April 2023 pukul 10.25.

Medis Siloam Hospitals. 2023. HIV dan AIDS – Faktor, Resiko, Gejala
dan Penangannnya.
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-hiv, diakses
pada 10 April 2023 pukul 10.29.
Kemenkes. 2022. Ayo Cari Tahu Apa Itu HIV.
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/754/ayo-cari-tahu-apa-itu-hiv, diakses
pada 10 April 2023 pukul 10.42.

xxix

Anda mungkin juga menyukai