Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TENTANG PENYAKIT HIV/AIDS

Disusun oleh:
Nama:
Zahra Zumariyah (18.03.16.2514.002)
Marlen H. Uppesy (18.03.16.2519.007)
Sisca Dwi Ayuningtiyas (18.03.16.2523.011)
Rosdiana (18.03.16.2526.014)

PROGAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


STIKES BHAKTI PERTIWI INDONESIA JAKARTA
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya
makalah dengan judul “ HIV/AIDS” ini dapat diselesaikan. Pembuatan makalah ini
dimaksudkan sebagai tugas akhir semester 2 materi biologi saya . Maka dari pada itu,
makalah ini akan menjelaskan semua yang berhubungan dengan penyakit AIDS . Hal itu
bertujuan untuk memudahkan siswa-siswi untuk memahami salah satu penyakit HIV / AIDS
yang sangat berbahaya untuk tubuh manusia.

Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan baik dalam bentuk penyajian , kelengkapan isi, dan lain-lainnya. Untuk itu
dengan senang hati kami akan menerima segala saran, kritik dari para pembaca guna
memperbaikan makalah ini di kemudian hari.Pembuatan makalah ini diharapkan dapat
berguna bagi para siswa yang ingin mempelajari tentang imunitas lebih dalam. Saya
mengharapkan partisipasi dari para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna
bagi setiap orang yang membacanya.

Penulis
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................i
KATA PENGATAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I:PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang..........................................................................................4.
1.2.Rumusan masalah....................................................................................4
1.3.Tujuan......................................................................................................4
BAB II:PEMBAHASAN
1. Sejarah HIV..................................................................................................................6
2. Pengertian HIV/AIDS...................................................................................................6
3. Cara penularan HIV......................................................................................................6
4. Gejala penularan...........................................................................................................9
5. Perjalanan infeksi HIV dalam tubuh manusia............................................................11
6. Peilaku berisiko tinggi.................................................................................................12
7. Perilaku tidak beresiko ketularan HIV........................................................................12
8. Pencegahan terhadap HIV...........................................................................................13
9. Penanganan terhadap HIV..........................................................................................15

BAB III:PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................................17
B. Saran...........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat,


maka semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
Pelayanan kesehatan ini berarti setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dam
mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok, ataupun
masyarakat.

HIV/AIDS merupakan salah satu topik yang sangat diperlukan dalam bidang
kesehatan dalam suatu masyarakat, serta merupakan kajian studi yang sangat menarik untuk
dipelajari dalam dunia pendidikan.

Adanya perilaku menyimpang masyarakat mulai dari pekerja seks komersial, homo
seksual, dan penggunaan narkoba suntik yang saling bergantian sangat memengaruhi
meningkatnya penyebaran HIV/AIDS. Adanya pola transmisi yang berkembang selain hanya
transmisi seksual, transmisi non seksual melalui mekanisme transmisi parenteral dan
transmisi transplasental (dari ibu kepada janinnya) menjadi ancaman baru yang melahirkan
korban yang tidak berdosa.

Pada saat ini, Indonesia tengah menghadapi memburuknya situasi epidemi


HIV/AIDS. Sejak tahun 1999 di beberapa tempat telah menjadi concentrated level of
epidemic. Bahkan dibeberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Papua, Riau, Bali, Jabar dan
Jatim adalah tempat epidemi penduduk yang berperilaku resiko tinggi tertular HIV secara
seksual atau NAPZA suntik.

Untuk itu, makalah ini dibuat dengan harapan kita sebagai mahasiswa yang nantinya akan
menjadi tenaga kesehatan dapat peka terhadap masalah-masalah penyakit yang terdapat
dalam masyarakat, terutama HIV/AIDS. Dengan mengetahui penyebabnya, cara
penularannya, gejala-gejala, serta cara pencegahannya, kita dapat dengan segera mengenali
penyakit ini, dan dapat dengan segera merencanakan tindakan selanjutnya, sehinnga diharap
dapat mengurangi penderita HIV/AIDS di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS ?
2) Bagaimana cara penularan HIV/AIDS ?
3) Apa saja gejala yang ditimbulkan HIV/AIDS ?
4) Bagaimana perjalanan infeksi HIV dalam tubuh manusia ?
5) Perilaku apa saja yang berisiko tinggi tertular dan tidak tertular HIV ?
6) Bagaimana cara mencegah HIV ?

1.3 Tujuan Masalah


· Mengetahui apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS.
· Memahami bagaimana cara penularan HIV/AIDS.
· Mengenal apa saja gejala yang ditimbulkan HIV/AIDS.
· Mengetahui bagaimana perjalanan infeksi HIV dalam tubuh manusia.
· Mengetahui perilaku apa saja yang berisiko tinggi tertular dan tidak tertular HIV.
· Memahami bagaimana cara mencegah HIV.
BAB II
PEMBAHSAN

A. Landasan teori
1. Sejarah HIV

Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 (Coffin et al., 1986) sebagai nama untuk
retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montagnier dari
Perancis, yang awalnya menamakannya LAV (lymphadenopathy-associated virus) (Barre-
Sinoussi et al., 1983) dan oleh Robert Gallo dari Amerika Serikat, yang awalnya
menamakannya HTLV-III (human T lymphotropic virus type III) (Popovic et al., 1984).

HIV adalah anggota dari genus lentivirus (1), bagian dari keluarga retroviridae (2)
yang ditandai dengan periode latensi yang panjang dan sebuah sampul lipid dari sel-host awal
yang mengelilingi sebuah pusat protein/RNA. Dua spesies HIV menginfeksi manusia: HIV-1
dan HIV-2. HIV-1 adalah yang lebih "virulent" dan lebih mudah menular, dan merupakan
sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia; HIV-2 kebanyakan masih terkurung di
Afrika barat (Reeves and Doms, 2002). Kedua spesies berawal di Afrika barat dan tengah,
melompat dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis.

HIV-1 telah berevolusi dari sebuah simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang
ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte troglodyte (Gao et al., 1999).HIV-2
melompat spesies dari sebuah strain SIV yang berbeda, ditemukan dalam sooty mangabeys,
monyet dunia lama Guinea-Bissau (Reeves and Doms, 2002).

HIV-1 memiliki 3 kelompok atau grup yang telah berhasil diidentifikasi berdasarkan
perbedaan pada envelope-nya yaitu M, N, dan O (Thomson dkk, 2002). Kelompok M yang
paling besar prevalensinya dan dibagi kedalam 8 subtipe berdasarkan seluruh genomnya,
yang masing-masing berbeda secara geografis (Carr dkk, 1998). Subtipe yang paling besar
prevalensinya adalah subtipe B (banyak ditemukan di Afrika dan Asia), subtipe A dan D
(banyak ditemukan di Afrika), dan C (banyak ditemukan di Afrika dan Asia); subtipe-subtipe
ini merupakan bagian dari kelompok M dari HIV-1. Ko-infeksi dengan subtipe yang berrbeda
meningkatkan sirkulasi bentuk rekombinan (CRFs
2. Pengertian HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus atau jasad renik yang sangat
kecil yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan merusaknya sehingga pada
akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan
sekalipun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau sindrom penurunan kekebalan


yang didapatkan adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya tahan
tubuh. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV, maka virus ini akan menyerang sel darah putih.
Selanjutnya akan merusak dinding sel darah putih untuk masuk ke dalam sel dan merusak
bagian yang memegang peranan pada kekebalan tubuh. Sel darah putih yang telah dirusak
tersebut menjadi lemah dan tidak lagi mampu melawan kuman-kuman penyakit. Lambat-laun
sel darah putih yang sehat akan berkurang. Akibatnya, kekebalan tubuh orang tersebut
menjadi menurun dan akhirnya sangat mudah terserang berbagai penyakit. Pada awalnya
penderita HIV positif sering menampakkan gejala sampai bertahun-tahun(5-10 tahun).
Banyak faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala ini, namun pada
masa ini penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain. Sekitar 89% penderita
HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin lama penderita akan semakin lemah dan
akhirnya akan berakhir dengan kematian, karena saat ini belum ditemukan obat untuk
mencegah atau menyembuhkan HIV/AIDS.

3. Cara Penularan HIV/AIDS

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

a) Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi
cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran
mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih beresiko
daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan resiko hubungan seks anal lebih
besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak beresiko
karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara
umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan
sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.

Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat


menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin,
dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada
semen dan sekresi vaginal.

Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara


menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar resiko terinfeksi AIDS akibat
adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko
tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular
seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan
pengumpulan lokal limfosit dan makrofag.

Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan
kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada
berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak
dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat
kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81%
peningkatan laju transmisi HIV.[36][37] Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena
perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar
terhadap penyakit seksual.[38][39] Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi
jenis virus lain yang lebih mematikan.

b) Kontaminasi patogen melalui darah

Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita
hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali
jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis
penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko utama atas infeksi HIV, tetapi
juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab
sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara,
Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan
dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150.

Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko
itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga
dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang
memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak
dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan
pelatihan yang tidak mencukupi.

WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara
ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu,
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam
masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk
mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.

Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di
negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun
demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah
yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang
terinfeksi"

c) Penularan masa perinatal

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa
perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani,
tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%.
Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan
dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.[44] Sejumlah faktor dapat
memengaruhi resiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi
beban virus, semakin tinggi resikonya). Menyusui meningkatkan resiko penularan sebesar 4%
4. Gejala Penularan HIV/AIDS
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri,
virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh
yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.[7] HIV
mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga beresiko lebih besar
menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan
yang disebut limfoma.

Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam,


berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah,
serta penurunan berat badan.[8][9] Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS,
juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis
tempat hidup pasien.

Gejala penularan HIV/AIDS terjadi beberapa hari atau beberapa minggu setelah
terinfeksi HIV, gejala-gejala ini hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu saja,
lalu hilang dengan sendirinya. Seseorang mungkin akan menjadi sakit dengan gejala-gejala
seperti flu, yaitu:

1) Demam
2) Rasa lemah dan lesu
3) Sendi-sendi terasa nyeri
4) Batuk
5) Nyeri tenggorokan

Gejala selanjutnya adalah memasuki tahap dimana sudah mulai timbul gejala-gejala
yang mirip dengan gejala-gejala penyakit lain, gejala-gejala diatas ini memang tidak khas,
karena dapat juga terjadi pada penyakit-penyakit lain. Namun gejala-gejala ini menunjukkan
sudah adanya kerusakan pada system kekebalan tubuh yaitu:

1) Demam berkepanjangan

2) Penurunan berat badan (lebih dari 10 % dalam waktu 3 hari)

3) Kelemahan tubuh yang mengganggu/menurunkan aktifitas fisik sehari-hari

4) Pembangkakan kelenjar di leher, lipat paha, dan ketiak


5) Diare atau mencret terus menerus tanpa sebab yang jelas

6) Batuk da sesak nafas lebih dari 1 bulan secara terus menerus

7) Kulit gatal dan bercak-bercak merah kebiruan

Gejala penurunan kekebalan tubuh ditandai dengan mudahnya diserang penyakit lain,
dan disebut infeksi oportunitis. Maksudnya adalah penyakit yang disebabkan baik oleh virus
lain, bakteri, jamur, atau parasite (yang bisa juga hidup dalam tubuh kita), yang bila system
kekebalan tubuh baik kuman ini dapat dikendalikan oleh tubuh. Pada tahap ini pengidap HIV
telah berkembang menjadi penderita AIDS. Pada umumnya penderita AIDS akan meninggal
dunia sekitar 2 tahun setelah gejala AIDS ini uncul.

Gejala AIDS yang timbul adalah :

1) Radang paru

2) Radang saluran pencernaan

3) Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan

4) Kanker kulit

5) TBC

6) Gangguan susunan saraf

5. Perjalanan Infeksi HIV dalam Tubuh Manusia


Infeksi HIV terjadi melalui beberapa tahapan :
a) Periode Jendela (Window Periode)
Virus masuk kedalam tubuh dan berkembang. Pada tahap ini (3 bulan pertama) jika
kita melakukan tes, virus belum bisa terdeteksi. Tidak ada gejala yang muncul tetap
virus sudah bisa ditularkan ke orang lain
b) Tanpa Gejala
Pada tahap ini HIV sudah dapat terdeteksi jika dilakukan tes HIV tetapi dalam tahap
ini belum menunjukkan gejala dan tampak sehat, tergantung pada kondisi kesehatan
dan daya tahan tubu
c) Muncul Gejala
Pada tahap ini muncul gejala-gejala seperti: demam berkepanjangan, penurunan berat
badan, diare terus menerus tanpa sebab yang jelas, batuk dan sesak nafas lebih dari
satu bulan secara terus-menerus, kulit menjadi gatal dan muncul bercak-bercak merah
kebiruan. Gejala-gejala tersebut menunjukkan sudah ada kerusakan pada system
kekebalan tubuh.
d) AIDS Pada tahap ini kekebalan tubuh sudah sangat menurun,
sehingga terserang berbagai penyakit, seperti: radang paru-paru (TBC/tuberculosis),
radang karena jamur di mulut dan kerongkongan, gangguan susunan saraf
(toxoplasmosis), kanker kulit, infeksi usus, dan infeksi lain.
6. Perilaku Berisiko Tinggi

Berikut orang-orang yang mempunyai kemungkinan besar terkena infeksi HIV atau
menularkan HIV :

a) Wanita dan laki-laki yang berganti-ganti pasangan dalam hubungan seksual


b) Wanita dan pria tuna susila, serta pelanggan mereka
c) Orang-orang yang melakukan hubungan seksual yang tidak wajar, seperti
hubungan seks melalui dubur (anal) dan mulut misalnya pada homo seksual dan
biseksual
d) Penggunaan narkotika dengan suntikan, yang menngunakan jarum suntik secara
bersama (bergantian)
e) Penyalahgunaan narkotika dengan perilaku lainnya

7. Perilaku Tidak Berisiko Tertular HIV

HIV mudah mati di luar tubuh manusia. Oleh sebab itu HIV tidak dapat ditularkan
melalui kontak social sehari-hari seperti :

a) Bersentuhan dengan pengidap HIV


b) Berjabat tangan
c) Penderita AIDS bersin atau batuk-batuk di dapan kita
d) Menggunakan kolam renang yang sama
e) Menggunakan WC yang sama
f) Melalui gigitan nyamuk dan serangga lainnya
8. Pencegahan Terhadap HIV

Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan
seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari
ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV
dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat
catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian resiko infeksinya
secara umum dapat diabaikan.

A. Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu
yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV
di dunia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan
hamil.

Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim
mengurangi resiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun
manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan.
Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan
dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi
transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom
menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi
tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks
dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan
menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan
dengan kondom poliuretan.

Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan,
yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom
wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras
berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki
cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk memasukkan
kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih
jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal
menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan
pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung
sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.

Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa


dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum
terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun.[64] Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik
di negara-negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan
Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap
melakukan kegiatan beresiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga
mengabaikan resiko yang mereka hadapi atas infeksi HIV.[65] Namun demikian, transmisi
HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi
cukup langka di negara-negara maju.

Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali
mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan resiko infeksi HIV pada pria
heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di
banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan
dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat.
Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki
bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual beresiko sehingga mengurangi dampak dari
usaha pencegahan ini.

Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan


Pendekatan ABC untuk menurunkan resiko terkena HIV melalui hubungan seksual. Adapun
rumusannya dalam bahasa Indonesia:“

a) Anda jauhi seks,


b) Bersikap saling setia dengan pasangan,
c) Cegah dengan kondom

B. Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi

Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan


sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu
mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak
berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil
narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain).
Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi
tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan
program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah
kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah
melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari
apotek tanpa perlu resep dokter.

C. Penularan dari ibu ke anak

Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian


makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child
transmission, MTCT). Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan
dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan
tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi,
pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya
dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun
terkena HIV, terutama melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di
Afrika. Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%)
tinggal di Afrika Sub Sahara.

9. Penanganan Terhadap HIV


Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya
yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau,
jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara
signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP).[40] PEP memiliki jadwal empat minggu
takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak
menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.

A. Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly
active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi
orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang
menggunakan protease inhibitor. Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari
setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau
"kelas") bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue
reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-
nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI).

Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada
orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada
untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART,
seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan berkurangnya
CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai perawatan awal.

Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah


virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun
menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART
dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari
seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART.
Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan
umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat
kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV.

Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan
kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu
bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan. Penerapan HAART dianggap
meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien
lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART
memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan
tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV
tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi
antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat
dari penerapan HAART.

Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk
penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses atas
fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta penyalahgunaan
obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam kombinasi jumlah pil,
frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang harus dijalankan secara rutin.
Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan
HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan resiko sistem
kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.Obat anti-retrovirus berharga
mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah memiliki akses terhadap
pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut.

B. Penanganan eksperimental dan saran


Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan
epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan lainnya,
sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan
perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan
target yang sulit bagi vaksin.

Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek


samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan
penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik
dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi
atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam
beresiko terinfeksi. Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga
disarankan mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia pneumosistis,
demikian juga pasien toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak pula
mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik tersebut.

C. Pengobatan alternatif
Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau
mengubah arah perkembangan penyakit. Akupuntur telah digunakan untuk mengatasi
beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram,
kesemutan atau nyeri; namun tidak menyembuhkan infeksi HIV. Tes-tes uji acak klinis
terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-
tanaman obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah
kemungkinan memberi beragam efek samping negatif yang serius.
Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral
kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak
ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas) akan berkurang pada
orang-orang yang memiliki status nutrisi yang baik. Suplemen vitamin A pada anak-anak
kemungkinan juga memiliki beberapa manfaat. Pemakaian selenium dengan dosis rutin
harian dapat menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada
jumlah CD4. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping terhadap berbagai
penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk menurunkan
mortalitas dan morbiditas.

Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alteratif memiliki hanya


sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan
kualitas hidup individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam
terapi alternatif tersebut sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari pemakaiannya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

AIDS disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu

Suatu lentivirus dari golongan retroviridae. Transmisi infeksi HIV dapatmelalui


hubungan seksual, darah atau produk darah yang terinfeksi, jarumyang terkontaminasi, serta
transmisi vertikal dari ibu ke anak. Gejala klinis pada infeksi HIV meliputi
stadium:Serokonversi, periode inkubasi, AIDS – related complex atau persistentgeneralized
lymphadenopathy, periodeAIDS. Diagnosis infeksi HIV dan AIDS dapat dilakukan dengan
anamnesis,pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang meliputi
pemeriksaanlaboratorium dan pemeriksaan radiologi.Penatalaksanaan penderita dengan
infeksi HIV atau AIDS meliputipengobatan suportif, pengobatan infeksi oportunistik dengan
antibiotik,antijamur, antiparasit, antivirus dan glukokortikoid, pengobatan neoplasma,serta
pengobatan dengan antiretroviral (ARV).Dalam penatalaksanaan infeksi HIV, saat ini
digunakan kombinasi daribeberapa obat sekaligus, yang disebut highly active antiretroviral
therapy(HAART). WHO menganjurkan pemberian ARV untuk negara yangmempunyai dana
yang terbatas dengan kombinasi: 2NRTI + INNRTI atauabacavir atau PI.

Penderita HIV/AIDS seringkali tidak mau membuka status mereka ke oranglain


karena mereka takut dan khawatir orang-orang akan menjauhi bahkanmengucilkan mereka
dari lingkungan sekitarnya. Sebaliknya bagi merekayang bersedia untuk open status, biasanya
mereka yang telah mendapatkandukungan dari keluarga dan teman-teman dekat mereka,
sehingga merekatidak khawatir akan pengakuan keberadaan mereka.

Penatalaksanaan HIV secara klinis pada kehamilan terus dikembangkan


untukmenekan transmisi secara vertikal. Salah satunya dengan pemberianantiretrovirus yang
bertujuan untuk mengurangi viral load serendah mungkin.Penatalaksanaan yang efektif untuk
mengurangi risiko penularan HIV dariibu ke anak tergantung pada saat kapan wanita tersebut
mengetahui statusHIV-nya sehingga dapat ditentukan penatalaksanaan secepatnya. Oleh
karenaitu, peranan konseling dan tes HIV bagi ibu hamil sangat penting sebagaideteksi dini
terhadap infeksi HIV.

Untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHAperlu


diadakannya penyuluhan dan edukasi yang benar tentang apa ituHIV/AIDS dan bagaimana
cara penularannya sehingga masyarakat tidak perlusampai mengucilkan ODHA tetapi justru
dapat memberikan dukungan danmotivasi kepada mereka untuk dapat bertahan hidup dan
berdaya dilingkungan masyarakat.

Pemerintah telah menetapkan program nasional berupa Kebijakan dan Strategidalam


mencegah dan menberantas AIDS di Indonesia. Dan hal ini tentunyadapat lebih
disosialisasikan lagi, ditambah dengan adanya subsidi pemerintahberupa pemberian obat-
obatan ARV bagi penderita HIV/AIDS

A. Saran

1. Masyarakat membutuhkan edukasi tentang bahaya penyakit HIV/AIDSdan


bagaimana cara penularannya yang benar agar stigma dan diskriminasiterhadap
ODHA dapat diluruskan. Untuk itu perlu diadakannya seminardan penyuluhan
tentang HIV/AIDS serta diselenggarakannya acaratestimonial dari para ODHA
untuk pelajar dan mahasiswa.
2. ODHA butuh mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat danpemerintah,
selain itu Dukungan Kawan Sebaya juga dapat memberikansemangat hidup bagi
penderita HIV/AIDS
DAFTAR PUSTAKA

Hafid, Tarmudi B. dan Ahmad Rithaudin. 2011. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan untuk SMA, MA, dan SMK Kelas XI. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan,
Kementerian Pendidikan Nasional.
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:
Salemba Empat.
Santoso, Soegeng dan Ranti, Anne. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Tim Penyusunan Bahan Ajar. 2010. Buku Bahan Ajar Pendidikan Jasmani, Olahraga,
dan Kesehatan. Bogor: PPPPTK Penjas & BK.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai