Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TREND DAN ISSU

KEPERAWATAN HIV/AIDS DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

AMALITA PUJI ANGGITASARI

(2101013)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS SAINS & KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur saya
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan MAKALAH KEPERAWATAN HIV/AIDS TREND
DAN ISSUE KEPERAWATAN HIV/AIDS tepat pada waktunya.

Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada saya membuka bagi para pembaca yang ingin memberi kritik dan saran demi
memperbaiki makalah ini.

Purwodadi, 01 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................................2
A. Definisi.......................................................................................................................2
B. Etiologi.......................................................................................................................2
C. Trend dan Issue .........................................................................................................4
BAB III TINJAUAN KASUS...............................................................................................7
BAB IV PEMBAASAN........................................................................................................8
BAB V PENUTUP................................................................................................................10
A. Kesimpulan................................................................................................................10
B. Saran..........................................................................................................................10
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh,
dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang
dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai
penyakit. Infeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius
yang disebut Acquaired immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang diakibatkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), yakni
retrovirus yang menyerang dan merusak sel-sel limfosit T-helper (CD4+) sehingga sistem
imun penderita turun dan rentan terhadap berbagai infeksi dan keganasan (Grant et al., 2017).
penyakit yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah sejenis radang paru-
paru yang langka, yang dikenal dengan nama pneumocystis carinii pneumonia (PCP), dan
sejenis kanker kulit yang langka yaitu kaposi’s sarcoma (KS). Biasanya penyakit ini baru
muncul dua sampai tiga tahun setelah penderita didiagnosis mengidap AIDS.Seseorang yang
telah terinfeksi HIV belum tentu terlihat sakit. Secara fisik akan sama dengan orang yang
tidak terinfeksi HIV (depkes, 2010).

Berdasarkan data Dirjen PP & PL Kemenkes RI tahun 2016, masalah


HIVAIDS Triwulan IV (Oktober sampai Desember) jumlah penderita HIV
sebanyak 13.287 orang. Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus HIV tahun
2016 didapatkan tertinggi pada usia 25 – 49 tahun (68%), diikuti kelompok umur 20–24
tahun (18,1%), dan kelompok umur 50 tahun (6,6%). Persentase faktor risiko HIV tertinggi
adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (53%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (35%),
lain-lain (11%) dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (1%). Sedangkan
jumlah penderita AIDS sebanyak 3.812 orang. Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus
AIDS tahun 2016 didapatkan tertinggi pada usia 30-39 tahun (35,3%), diikuti kelompok umur
20-29 tahun (32,3%) dan kelompok umur 40-49 tahun (16,2%). Persentase faktor risiko
AIDS tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (71,9%),
homoseksual (Lelaki Saks Lelaki) (21,3%), perinatal (3,6%), dan penggunaan jarum suntik
tidak steril pada penasun (2,5%). Rasio HIV dan AIDS antara laki laki dan perempuan adalah
2:1 (Kemenkes, 2016)
Sejak diperkenalkan pada publik sebagai penyakit mematikan pada 1 Desember 1982,
AIDS sudah menjangkiti lebih dari 75 juta orang dan 32 juta di antaranya meninggal
dunia.Adapun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut pada 2018, terdapat 38 juta
orang yang terinfeksi virus HIV. Total orang hidup dengan positif HIV di dunia adalah 33,4
juta. Di Indonesia, hingga Desember 2010 jumlah kasus AIDS baru yang dilaporkan adalah
1.405 kasus (P2PL, 2011). Kendati hingga saat ini vaksin HIV/AIDS belum ditemukan
namun obat-obatan untuk gejalanya kini semakin mudah diakses. Imbasnya, angka kematian
pun menurun sampai 55% sejak puncak kematian akibat HIV/AIDS pada 2004 (UNAIDS
WHO 2009).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana TREND DAN ISSU HIV/AIDS Di Indonesia?
1.3 Tujuan penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulis studi kasus ini adalah mengetahui tren dan issu keperawatam HIV
AIDS di indonesia

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS


2. Memberikan gambaran tentang trend dan issu HIV/AIDS
1.4 Manfaat penulisan
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan di bidang TREND DAN
ISSU keperawatan HIV/AIDS
1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat penulisan Karya Tulis Ilmiah ini antar lain :

1. Sebagai informasi tambahan bagi pihak yang membutuhkan, khususnya komisi


penanggulangan AIDS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi HIV/AIDS

HIV (human immunodeficiency virus) merupakan virus yang merusak sistem kekebalan
tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang
dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai
penyakit. ifeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius
yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir
dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang
sepenuhnya. HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yang menyerang
sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penenda CD 4+ dipermukaannya
seperti makrofag dan limfosit T. (Kapita Selekta, 2014).

HIV adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS virus ini dikemukakan oleh
Montagnier, seorang ilmuan perancis (institute pasteur, paris 1983), Yang mengisolasi virus
dari seseorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu ditemukan
lymphodenophaty associated virus (LAV)(Tjokronegoro, 2003). HIV termasuk keluarga virus
retro, yaitu virus yang memasukkan materi ginetiknya dalam sel tuan rumah ketika
melakukan infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang
kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro-virus dan kemudian
melakukan replika (riono, 1999).

Secara struktural morfologinya, virus HIV sangat kecil sama halnya dengan virus-
virus lain, bentuk virus HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak
yang melingkar-melebar. Dan pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA atau ribonucleic
acid. Bedanya virus HIV dengan virus lain, HIV dapat memproduksi selnya sendiri dalam
cairan darah manusia, yaitu pada sel darah putih. Sel-sel darah putih yang biasanya dapat
melawan segala virus, lain halnya dengan virus HIV, virus ini justru dapat memproduksi sel
sendiri untuk merusak sel darah putih (Harahap, 2008: 42).
HIV dapat menyebabkan sistem imun mengalami beberapa kerusakan dan
kehancuran, lambatlaun sistem kekebalan tubuh manusia menjadi lemah atau tidak memiliki
kekuatan pada tubuhnya, maka pada saat inilah berbagai penyakit yang dibawa virus, kuman,
dan bakteri sangat mudah menyerang seseorang yang sudah terinfeksi HIV. Kemampuan HIV
untuk tetap tersembunyi inilah yang menyebabkannya virus ini tetap ada seumur hidup,
bahkan dengan pengobatan yang efektif (Gallant, 2010: 16).

terdapat 2 tipe HIV yang dibedakan secara genetik yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah
virus yang umum ditemukan diseluruh belahan dunia baik di Afrika, Amerika, Eropa dan
Asia. HIV-1 di-klasifikasikan dalam tiga grup filogenetik utama, yaitu: grup M, N dan
O .Grup M dibagi lagi menjadi 9 subtipe filogenetik yaitu subtipe A, B, C, D, F, G, H, J dan
K. sedangkan tipe 2 (HIV-2), menyebabkan penyakit yang serupa dengan HIV-1. Namun
Patogenesisnya lebih rendah dibandingkan dengan HIV-1 (Mandal at. al, 2008).
AIDS (Acquired Immnune Deficiency Syndrome) adalah tahap lanjut
dari infeksi HIV yang menyebabkan beberapa infeksi lainnya. Virus akan
memperburuk sistem kekebalan tubuh dan penderita HIV/AIDS akan berakhir
dengan kematian dalam waktu 5-10 tahun kemudian jika tanpa pengobatan yang
cukup. (Najmah, 2016).
AIDS merupakan sumber penyakit yang ditimbulkan oleh virus HIV. AIDS
berasal dari benua Afrika dan merupakan suatu penyakit menular yang dengan
cepat menyebar ke seluruh dunia, terutama melalui hubungan seksual. Sampai saat
ini belum diketahui ada vaksin maupun obat yang dapat menanggulangi penyakit
ini, angka kematian AIDS ini sangat tinggi hampir semua penderita penyakit
meninggal dunia dalam waktu lima tahun sesudah menunjukkan gejala pertama(Saydam,
2012).
AIDS adalah singkatan Acquired Immuno Defficiency Syndrome, yang berarti
sindroma (kumpulan gejala) akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang
didapat (bukan penyakit keturunan). AIDS kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi HIV. HIV cenderung
menyerang jenis sel tertentu, terutama sekali sel darah putih limfosit T4 yang
memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem
kekebalan tubuh. Selain limfosit T4, HIV dapat juga menginfeksi sel Langerhans
pada kulit, menginfeksi kelenjar limfe, alveoli paru-paru, retina, serviks uteri dan
otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4 kemudian mengadakan replikasi sehingga
menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. HIV juga
mempunyai tat, yaitu salah satu dari sejumlah gen yang dapat mengatur replikasi
maupun pertumbuhan sel yang baru. Tat dapat mempercepat replikasi virus
sedemikian hebatnya sehingga terjadi penghancuran limfosit T4 secara besarbesaran
yang pada akhirnya menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi turun
atau lemah. Penurunan sistem kekebalan tubuh ini menyebabkan timbulnya
berbagai infeksi oportunistik dan keganasan kondisi ini disebut AIDS (Pinem, 2012).

2.2 Etiologi
HIV ialah retrovirus yang disebut lymphadenophaty associated virus (LAV)
atau human T-cell leukemia virus 111 (HTLV-111) yang juga disebut human T-cell
lymphotrophic virus (retrovirus). LAV ditemukan oleh Montagnier dkk pada tahun 1983 di
Prancis, sedangkan HTLV-111 ditemukan oleh Gallo di Amerika Serikat pada tahun
berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak ditemukan di Afrika Tengah. Sebuah
penelitian pada 200 monyet hijau afrika, 70% dalam darahnya mengandung virus tersebut
tanpa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut adalah HIV.
HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian
RNA dalam inti protein yang dilindungi envelope lipid asal sel hospes. Virus AIDS bersifat
limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak sel darah putih spesifik yang
disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat
mengakibatkan penurunan jumlah limfosit T-helper secara progresif dan menimbulkan
imunodefisiensi, yang selanjutnya terjadi infeksi sekuder atau oportunistik oleh kuman,
jamur, virus, dan parasit serta neoplasma. Sekali virus AIDS menginfeksi seseorang, virus
tersebut akan berada dalam tubuh korban seumur hidup. Badan penderita akan mengalami
reaksi terhadap invasi virus AIDS dengan jalannya membentuk antibody spesifik, yaitu
antibody HIV yang agaknya tidak dapat menetralisasi virus tersebut dengan cara yang biasa
sehingga penderita merupakan individu yang infektif dan berbahaya yang dapat menularkan
virusnya pada orang lain disekelilingnya. Kebanyakan orang yang terinfeksi oleh virus AIDS
hanya sedikit yang menderita sakit atau sama sekali tidak sakit, akan tetapi hanya pada
beberapa orang perjalanan sakit dapat berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang full-
blown.. (Manan 2011).

2.3 Trend dan Isu Keperawatan HIV/AIDS


a. Trend Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia
Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai
bidang yang meliputi :
1. Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja dengan Peer Group Remaja merupakan
masa dimana fungsi reproduksinya mulai berkembang,hal ini akan berdampak
pada perilaku seksualnya. Salah satu perilaku seksual yang rentan akan
memberikan dampak terjadinya HIV/AIDS yaitu seks bebas. Saat ini sedang
dikembangkan model ”peer group” sebagai salah satu cara dalam meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksinya dengan harapan
suatu kelompok remaja akan dapat mempengaruhi kelompok remaja yang lain.
Metode ini telah diterapkan pada lembaga pendidikan, baik oleh Depkes maupun
lembaga swadaya masyarakat. Adapun angka kejadian AIDS pada kelompok remaja
hingga Juni 2008 adalah sebesar 429 orang dan 128 orang remaja
mengidap AIDS/IDU. Hal ini akan sangat mengancam masa depan bangsa dan negara
ini. Diharapkan dengan metode Peer Group dapat menurunkan angka
kejadian, karena diyakini bahwa kelompok remaja ini lebih mudah
salingmempengaruhi.
2. One Day Care merupakan sistem pelayanan kesehatan dimana pasien
tidakmemerlukan perawatan lebih dari satu hari. Setelah menjalani operasi
pembedahan dan perawatan, pasien boleh pulang. Biasanya dilakukan pada kasus
minimal. Berdasarkan hasil analisis beberapa rumah sakit, di Indonesia
didapatkan bahwa metode one day care ini dapat mengurangi lama hari perawatan
sehingga tidak menimbulkan penumpukkan pasien pada rumah sakit tersebut dan
dapat mengurangi beban kerja perawat. Hal ini juga dapat berdampak pada pasien
dimana biaya perawatan dapat ditekan seminimal mungkin.

b. Isu Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia


Beberapa masyarakat masih menganggap bahwa penularan HIV/AIDS melalui
meniup terompet yang sama, menggunakan baju bekas, penularan lewat makanan
kaleng, lewat pembalut dan bangku bioskop, berciuman, berpelukan, berbagi barang
pribadi, berbagi makanan, dan berbagi minuman. Isu Etik lainya dalam HIV/AIDS
yaitu :
1. Telenursing diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk memberikan
informasi dan pelayanan keperawatan jarak-jauh. Aplikasinya saat ini,
menggunakan teknologi satelit untuk menyiarkan konsultasi antara fasilitas-
fasilitas kesehatan di dua negara dan memakai peralatan video conference (bagian
integral dari telemedicine atau telehealth). Telenursing membantu pasien dan
keluarganya untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan, terutama sekali untuk
self management pada penyakit kronis. Hal itu memungkinkan perawat untuk
menyediakan informasi secara akurat dan tepat waktu dan memberikan dukungan
secara langsung (online). Kesinambungan pelayanan ditingkatkan dengan
memberi kesempatan kontak yang sering antara penyedia pelayanan
kesehatan dan pasien dan keluarga-keluarga mereka
Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak negara, terkait
dengan beberapa faktor seperti mahalnya biaya pelayanan kesehatan, banyak
kasus penyakit kronik dan lansia, sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan di
daerah terpencil, rural, dan daerah yang penyebaran pelayanan kesehatan
belum merata. Dan keuntungannya, telenursing dapat menjadi jalan keluar
kurangnya jumlah perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak tempuh,
menghemat waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah hari
rawat dan jumlah pasien di RS, serta menghambat infeksi nosokomial.
2. Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka. Beberapa
klinisi menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal tepi luka sebelum
diberikan NaCl 0,9 %. Hal ini dilakukan agar kotoran- kotoran yang menempel pada
luka dapat terbawa oleh aliran air. Kemudian dibilas dengan larutan
povidoneiodine yang telah diencerkan dan dilanjutkan irigasi dengan NaCl 0,9%.
Akan tetapi pemakaian prosedur ini masih menimbulkan beberapa kontroversi karena
kualitas tap water yang berbeda di beberapa tempat dan keefektifan
BAB III
TINJAUAN KASUS

Seorang wanita 21 tahun, dirawat dengan keluhan batuk sejak satu tahun terakhir, kadang
disertai batuk darah, suara serak, nyeri menelan, kadang sesak nafas disertai demam terutama
sore. Penderita memiliki riwayat diare yang hilang timbul sejak 4 bulan, pada mulut luka
yang hilang timbul sejak enam bulan lalu. Penderita telah didiagnosa HIV dan TB paru 10
bulan lalu, namun berhenti minum obat anti tuberkulosa sejak 8 bulan lalu. Berat badan
pernah turun dari 55 kg menjadi 33 kg dalam waktu 4 bulan, namun saat ini berat badan telah
meningkat menjadi 46 kg. Penderita memiliki riwayat hubungan seksual diluar nikah,
menikah dua kali, dan saat ini memiliki suami yang menderita HIV. Keadaan umum lemah
dan berat badan 46 kg. Pada pemeriksaan tanda vital tanggal 21 April 2011 didapatkan
kesadaran kompos mentis, tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 20
kali per menit, suhu tubuh aksila 38,2 0C. Pada pemeriksaan fisik kepala/leher didapatkan
konjunktiva anemis, ulcus pada lidah 2 x 1 cm, multiple. Pada pemeriksaan torak tanggal 21
April 2011 didapatkan suara nafas bronko vesikular dan bronkial pada kedua hemi torak.
Didapatkan ulkus labia majora. Hasil pemeriksaan Radiologi torak pada waktu masuk
didapatkan infiltrat pada kedua lapangan paru, terutama apek, dengan kecurigaan suatu
proses spesifik lesi sedang. Hasil laboratorium tanggal 21 April 2011 didapatkan Hb 7,8
gr/dl, Leukosit 11.000, Trombosit 735, gula darah sewaktu 120, hapusan sputum BTA +. Dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik, penderita ini didiagnosa sebagai penderita HIV/AIDS
dengan TB paru dan Candidiasis oral. Penderita dirawat di ruang isolasi. Dilakukan
pemasangan nasogastric tube untuk bantuan nutrisi, diberi O2 3 – 4 l/menit, infus RL /D5 /
Aminofusin tiap 8 jam, tablet multivitamin C dan B complex 3x1 tablet, Parasetamol 3x500
mg, tranfusi PRC 2 kolf, Kotrimoksazole 1x960 mg, Nystatin drops oral 4x2 ml, Fluconazole
oral 1x100 mg, Fusidic cream pada labia mayora / 8 jam, Rifamfisin 450 mg, INH 300 mg,
Ethambutol 1000 mg. Direncanakan pemeriksaan CD4, fungsi hati, fungsi ginjal, elektrolit,
pemeriksaan kultur jamur pada lesi oral, pemeriksaan sputum BTA / gram / jamur/ kultur
sputum. Selama penderita dirawat di rumah sakit dalam 4 hari pertama, diare berkurang,
nyeri telan berkurang, beberapa pemeriksaan belum didapat, hingga penderita meninggal
dunia tanggal 2 Mei 2011 karena kecurigaan sepsis. Hasil laboratorium tanggal 24 – 04 -
2011 yang diterima tanggal 04 – 05 – 2011 (setelah penderita meninggal) didapat : CD4
absolut = 6 sel/цL, Lymphocyte T helper sangat kurang, CD4 % = 3 % ; T Lymphs % of
Lymphs (CD3 + /CD45) = 56 % (55-84); T Lymphs (CD3+) Abs Cnt = 136 (690 -2540); T
helper % of Lymphs (CD3+/CD45+) = 3 Lc (31 % - 60 %) ; T helper Lymphs (CD3+/CD4+)
Abs Cnt = 6 Lo (410 - 1590); Lymphocyte (CD 45+) Abs Cnt 243 cells/цL.

BAB IV
PEMBAHASAN

Penderita seorang wanita berusia 21 tahun, menikah sebanyak dua kali, dan memiliki suami
menderita HIV. Menurut WHO dan The Center for Disease Control (CDC) 2009, termasuk
risiko tinggi menderita HIV apabila melakukan hubungan suami isteri dengan penderita HIV,
berganti pasangan diluar nikah, atau berhubungan suami isteri dengan pasangan yang
memiliki riwayat berganti pasangan sebelumnya dengan risiko pengidap HIV. Penderita ini
sudah didiagnosa menderita HIV sejak 3 tahun lalu, TB paru sejak 10 bulan lalu. Hasil
pemeriksaan klinis didapatkan penderita dengan riwayat batuk lama, demam, nyeri telan dan
penurunan berat badan yang drastis dalam 4 bulan terakhir serta diare kronis. Manifestasi
klinis TB pada HIV/AIDS menyerupai akibat infeksi lain, demam berkepanjangan (100%),
penurunan berat badan dramatis (74%), batuk (37%), diare kronis (28%), manifestasi
koinfeksi dapat ditinjau dari keluhan berupa infeksi menular seksual, herpes zoster,
pneumonia, infeksi bakteri berat, penurunan berat badan > 10% dari berat badan basal, diare
kronis > 1 bulan, nyeri retrospinal saat menelan akibat kandidiasis. (Yunihastuti, 2005).
Gambaran radiologi torak didapatkan infiltrat dengan lesi sedang, keadaan ini sesuai dengan
referensi bahwa TB pada HIV/AIDS memberi gambaran infiltrat pada apek paru sebanyak
41% dengan 86,7% lesi luas. Pemeriksaan sputum BTA pada kasus ini mendapat hasil positif,
menurut penelitian Dikromo dkk (2011) konfirmasi kepositifan bakteriologi TB pada
HIV/AIDS sebesar 27,7 %. Sepertiga penderita HIV/AIDS mengalami infeksi opportunis,
pada kasus HIV dan TB di negara berkembang TB merupakan penyebab kematian utama
akibat infeksi oportunistik. Sama dengan manifestasi TB pada kasus lain tanpa HIV, tidak
ada gambaran khas TB pada penderita HIV/AIDS, manifestasi tergantung luas dan penyulit
yang muncul. Risiko menderita TB pada penderita HIV di negara maju mencapai 50%
dibanding 10% pada orang tanpa HIV. Pada tahun 2005 di RSUD dr. Soetomo Surabaya
infeksi sekunder oleh karena TB pada penderita HIV mencapai 83 %. (Nasronudin, 2007;
Mulyadi & Fitrika, 2010). Masa inkubasi HIV bervariasi antara 1 – 6 tahun, penderita ini
didiagnosa HIV sejak 3 tahun lalu, dan didiagnosa menderita TB paru 10 bulan dan telah
mendapat terapi obat anti tuberkulosa (OAT) selama 2 bulan, namun berhenti mengkonsumsi
OAT karena merasa keadaan membaik. TB merupakan salah satu penyebab progresifitas HIV
menjadi AIDS, kasus TB drop out mengakibatkan progresivitas perjalanan HIV menjadi
AIDS menjadi lebih cepat lagi, pada kasus ini dapat dilihat pada hasil CD4 absolut = 6 sel
/цL, Lymphocyte T helper sangat kurang. Infeksi HIV pada CD4 dan makrofag menyebabkan
tidak berfungsinya cell mediated immune response sehingga daya tahan penderita HIV
menurun, pada kasus ini mengakibatkan penyebaran TB lebih progresif hematogen
menyebabkan timbulnya ekstra pulmonary TB di mulut dan labia mayora serta reaktifasi TB
dorman. Prioritas pertama terapi pada penderita HIV/AIDS dengan TB adalah dimulai
pengobatan TB serta kotrimoksazol profilaksis segera waktu diagnosis ditegakkan dan selama
pengobatan TB, selanjutnya pemberian Anti Retrovirus (ARV) bila CD4 < 200 sel/μl. Prinsip
penatalaksanaan koinfeksi HIV dan TB: pemberian antiretroviral, HAART, pengobatan TB
sebagai koinfeksi, mencegah relaps dan rekuren TB, mencegah resisten terhadap OAT dan
ARV, mencegah transmisi HIV dan TB, dukungan nutrisi berbasis makronutrien dan
mikronutrien, dukungan psikologis dan psikososial, physical exercise. Regimen OAT pada
HIV/AIDS + TB aka kekambuhan serta kegagalan pengobatan yang lebih kecil. Penderita ini
merupakan HIV/AIDS + TB kasus drop out, oleh karena itu regimen OAT harus dimulai
kembali dari awal. Pemberian pada HIV/AIDS + TB dengan memperhatikan limfosit, CD4,
(table 1). Jumlah CD4 adalah cara menilai status imunologi penderita HIV/AIDS, dapat
berubah setiap hari tergantung penyulit dan komplikasi infeksi oportunis yang timbul. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada penderita ini didapatkan CD4 absolut = 6 sel/цL,
Lymphocyte T helper sangat kurang, CD4 % = 3%; T Lymphs % of Lymphs (CD3+/CD45) =
56 (55% - 84%); T Lymphs (CD3+) Abs Cnt = 136 (690 -2540); T helper% of Lymphs
(CD3+/CD45+) = 3 Lc (31% - 60%) ; T helper Lymphs (CD3 +/CD4+) Abs Cnt = 6 Lo (410
- 1590); Lymphocyte (CD 45+) Abs Cnt 243 cells / цL. Hasil menunjukkan status imunologis
penderita yang menurun secara progresif akibat penghentian OAT. Pemberian
Kotrimoksazole dengan dosis 960 mg pada penderita ini bertujuan untuk profilaksis terhadap
Pneumonitis Carinii Pneumonia dan Toksoplasmosis, selain itu pemberian Kotromoksazole
diberikan pada kasus HIV/AIDS dengan infeksi TB. Penderita ini belum diberikan ARV
karena masih memulai pengobatan TB, diberikan Ciprofloxacin 200 mg/12 jam untuk infeksi
sekunder Pada kasus HIV/AIDS+TB, pemberian ARV direkomendasikan untuk semua
penderira HIV/AIDS +TB CD4 < 200/mm3, dan perlu dipertimbangkan bila CD4 < 350/mm3
. Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka terapi ARV direkomendasikan untuk semua
HIV/AIDS + TB. Pada kasus ini ARV belum diberikan karena masih dalam fase awal
pemberian OAT. Pada dasarnya pemberian ARV pada penderita HIV/AIDS+TB sebagai
berikut :penderita HIV/AIDS + TB pada dasarnya sama seperti kasus TB lainnya. Pemberian
OAT lebih lama hingga 4 – 6 bulan pada penderita HIV/ AIDS + TB akan menurunkan
tingkat HIV/AIDS + TB aka kekambuhan serta kegagalan pengobatan yang lebih kecil.
Penderita ini merupakan HIV/AIDS + TB kasus drop out, oleh karena itu regimen OAT harus
dimulai kembali dari awal. Pemberian pada HIV/AIDS + TB dengan memperhatikan limfosit,
CD4, (table 1). Jumlah CD4 adalah cara menilai status imunologi penderita HIV/AIDS, dapat
berubah setiap hari tergantung penyulit dan komplikasi infeksi oportunis yang timbul. Hasil
pemeriksaan laboratorium pada penderita ini didapatkan CD4 absolut = 6 sel/цL,
Lymphocyte T helper sangat kurang, CD4 % = 3%; T Lymphs % of Lymphs (CD3+/CD45) =
56 (55% - 84%); T Lymphs (CD3+) Abs Cnt = 136 (690 -2540); T helper% of Lymphs
(CD3+/CD45+) = 3 Lc (31% - 60%) ; T helper Lymphs (CD3 +/CD4+) Abs Cnt = 6 Lo (410
- 1590); Lymphocyte (CD 45+) Abs Cnt 243 cells / цL. Hasil menunjukkan status imunologis
penderita yang menurun secara progresif akibat penghentian OAT. Pemberian
Kotrimoksazole dengan dosis 960 mg pada penderita ini bertujuan untuk profilaksis terhadap
Pneumonitis Carinii Pneumonia dan Toksoplasmosis, selain itu pemberian Kotromoksazole
diberikan pada kasus HIV/AIDS dengan infeksi TB. Penderita ini belum diberikan ARV
karena masih memulai pengobatan TB, diberikan Ciprofloxacin 200 mg/12 jam untuk infeksi
sekunder Pada kasus HIV/AIDS+TB, pemberian ARV direkomendasikan untuk semua
penderira HIV/AIDS +TB CD4 < 200/mm3, dan perlu dipertimbangkan bila CD4 <
350/mm3. Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka terapi ARV direkomendasikan untuk
semua HIV/AIDS + TB. Pada kasus ini ARV belum diberikan karena masih dalam fase awal
pemberian OAT.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Trend tentang HIV/AIDS di Indonesia sangatlah berpengaruh untuk masyarakat.
Trend seperti peer group dan one day care meminimalisir angka
terjadinya HIV/AIDS. Isu HIV/AIDS juga masih banyak tersebar dalam masyarakat
Indonesia tetapi sudah tertutupi dengan adanya program seperti telenursing,
tapwater, dan didorong dengan bantuan komunitas HIV/AIDS di Indonesia.
5.2 Saran
Setelah mengetahui pengetahuan tentang Trend dan Isu Keperawatan
HIV/AIDS yang telah diuraikan dalam makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu
memahaminya, karena sangat penting dalam bidang.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi
pembaca, baik bagi tenaga kesehatan dan khususnya bagi mahasiswa keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional.
DAFTAR PUSTAKA

Arriza, B. K., Dewi, E. K., & Kaloeti, D. V. S. (2011). Memahami rekonstruksi kebahagiaan
pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Jurnal Psikologi Undip, 10,(2).

Nursalam., Kurniawati &Ninuk Dian. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien


Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

Octavianty, L., Rahayu, A., Rosadi, D., & Rahman, F. (2015). Pengetahuan, Sikap dan
Pencegahan HIV/AIDS Pada Ibu Rumah Tangga. KEMAS: Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 11(1), 53-58.

Ramaputra,S.2018.Forum Publik (Online). Diakses pada 22 Agustus 2018

Setiati, Siti. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta:
InternaPubishing.

Widoyono.2005. Penyakit Tropis :Epidomologi, penularan


pencegahandanpemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical

Anda mungkin juga menyukai