Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

KONSEP DIRI DAN MASALAH YANG DIALAMI ORANG


TERINFEKSI HIV/AIDS

DISUSUN OLEH :

LILIK SURYANTO (1140970120058)

NAHDHEA KHAIRUNISA (1140970120064)

AKPER KESDAM VI/ TANJUNGPURA BANJARMASIN

TAHUN AJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi kekuatan dan kesempatan
kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di harapkan
walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini membahas
tentang “HIV/AIDS” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita
khususnya tentang bagaimana dan apa bahaya dari penyakit HIV/AIDS.

Dengan adanya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan


minat baca dan belajar teman-teman. Selain itu kami juga berharap semua dapat
mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu
kita.

Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat minim,
sehingga saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami harapkan
demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Banjarmasin,1 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2
BAB II .......................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................................... 3
2.1. Definisi .............................................................................................................................. 3
2.2.Etiologi ............................................................................................................................... 4
2.3.Gejala HIV/AIDS .............................................................................................................. 6
2.4. Konsep Diri ....................................................................................................................... 8
1. Karakteristik ODHA ...................................................................................................... 8
1. Penilaian ODHA terhadap dirinya sendiri ............................................................... 9
2. Pandangan ODHA terhadap penilaian sosial tentang dirinya ............................. 10
3. Pandangan tentang Citra Diri ODHA .................................................................... 11
4. Harapan ODHA ........................................................................................................ 12
2.5. Masalah penderita HIV/AIDS ...................................................................................... 13
1. Masalah Ekonomi ......................................................................................................... 13
2. Masalah Sosial ............................................................................................................... 14
3. Masalah Psikologis ........................................................................................................ 17
BAB III....................................................................................................................................... 19
PENUTUP .................................................................................................................................. 19
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................................... 19
3.2. Saran ............................................................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit ini pertama sekali timbul di Afrika, Haiti dan America Serikat
pada tahun 1978. Pada tahun 1979 Amerika serikat melaporkan kasus- kasus
sarkoma kaposi dan penyakit- penyakit infeksi yang jarang terjadi di Eropa.
Pada tahun 1981 Amerika Serikat melaporkan kasus–kasus sarkoma
kaposi dan penyakit infeksi yang jarang terdapat dikalangan homoseksual.
Hal ini menimbulkan dugaan yang kuat bahwa transmisi penyakit ini terjadi
melalui hubungan seksual.
Pada tahun 1982, CD–USA (Centers for Disease Control) Amerika
Serikat untuk pertama sekali membuat definisi AIDS. Sejak saat itulah
survailans AIDS dimulai.
Pada tahun 1982–1983 mulai diketahui adanya transmisi diluar jalur
hubungan seksual, yaitu melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik
secara bersama–sama oleh penyalahguna narkotik suntik. Pada tahun ini juga,
ilmuwan yang menemukan virus HIV pertama kali adalah Barre-Sinoussi dan
Luc Montagnier dari Pasteur institut, Paris menemukan penyebab penyakit
ini adalah LAV (Lymphadenophaty Associated Virus). Kedua ilmuwan ini
mendapatkan Nobel Kedokteran yang mengkaitkan HPV dengan kanker
rahim. Komite Nobel mengatakan penemuan kedua warga Perancis itu
membantu para ilmuwan dalam memahami biologi dari virus yang
mengancam dunia.
Lebih dari 25 juta orang meninggal akibat HIV/AIDS sejak tahun 1981
dan diseluruh dunia tercatat 33 juta orang yang mengidap virus HIV. Temuan
Sinoussi dan Montagnier antara lain mendorong metode diagnosa pasien
maupun dalam memeriksa darah, yang membatasi penyebaran wabah
HIV/AIDS. Walau masih belum ditemukan obat untuk HIV, dalam beberapa
tahun belakangan penyakit itu tidak lagi menjadi hukuman mati langsung bagi

1
penderitanya. Pengobatan saat ini sudah berhasil memperpanjang masa hidup
pengidap HIV sampai puluhan tahun.
Penyakit kelamin Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)
merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh retrovirus HIV yang
sistem kekebalan/ pertahan tubuh.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
a. Apa itu HIV/AIDS?
b. Bagaimana etiologi HIV/AIDS?
c. Apa saja gejala dari penderita HIV/AIDS
d. Bagaimana konsep diri penyandang HIV/AIDS ?
e. Apa saja masalah dari penderita HIV/AIDS ?

1.3. Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui apa itu HIV/AIDS.
b. Untuk mengetahui etiologi HIV?AIDS.
c. Untuk mengetahui gejala HIV/AIDS
d. Untuk mengetahui konsep diri penyandang HIV/AIDS.
e. Untuk mengetahui masalah dari penderita HIV/AIDS.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Definisi
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu
kelompok virus tertentu yang ditularkan dari manusia yang terinfeksi ke
individu yang sehat. Virus ini tidak dapat ditularkan oleh gigitan serangga
seperti gigitan nyamuk. Setelah seseorang terinfeksi virus HIV, maka dapat
melemahkan sistem kekebalan tubuh. HIV menyerang limfosit CD4 dari
sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan kerusakan besar pada tingkat
kekuatan kekebalan tubuh manusia. Ketika kekebalan tubuh menjadi lemah,
sangat mudah untuk terinfeksi penyakit lain dan dapat menyebabkan kanker
yang menyerang tubuh.

CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan


sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD4 pada orang dengan
sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena
berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya
sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi
infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan
yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang
dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi
HIV) nilai CD 4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa
kasus bisa sampai nol).

Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya berfungsi untuk


melawan berbagai macam infeksi. Di sekitar kita banyak sekali infeksi yang
beredar, entah itu berada dalam udara, makanan ataupun minuman. Namun
kita tidak setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan
baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang
patogen di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan
menimbulkan penyakit pada tubuh manusia.

3
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat
lagi menjalankan fungsinya dalam memerangi infeksi dan penyakit- penyakit.
Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih
rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang
menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-
penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal
sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan
sistem kekebalan tubuh yang melemah.

Jika terinfeksi virus ini, maka akan dimungkinkan tetap berada di


lingkaran itu selamanya, belum ada obat yang pasti untuk
menyembuhkannya. Namun ada perawatan yang membantu mengontrol
perkembangan penyakit dan mengurangi infeksi HIV.

Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency


Syndrome. Kondisi ini berkembang dari infeksi HIV. Kecuali seseorang tidak
terinfeksi HIV, maka dia tidak bisa terkena AIDS. Hal ini mempengaruhi
sistem kekebalan tubuh dan penurunan fungsi normal. Kondisi ini disebut
sindrom karena ada banyak penyakit dan infeksi yang mempengaruhi orang
secara bersama-sama. Ketika gejala berbagai penyakit yang berbeda terlihat,
hal ini menujukkan AIDS. Tidak ada tes khusus untuk mendeteksi AIDS. Jika
seseorang tidak mematuhi pengobatan antivirus yang disarankan oleh dokter,
HIV akan berkembang cepat menjadi AIDS dan akan lebih cepat lagi apabila
orang yang terinfeksi dengan gizi buruk, usia tua dan stress berat.

2.2.Etiologi
Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di
Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus
(LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi
(HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama
virus dirubah menjadi HIV.

HIV adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus.


Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat
4
berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini
terutama sel limfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD4. Didalam sel limfosit T, virus dapat berkembang dan seperti
retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif.
Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup
penderita tersebut.

Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti
(core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun
atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid), enzim reverce transcriptase dan
beberapa jenis protein. Karena informasi genetik virus ini berupa RNA, maka
virus ini harus mentransfer informasi genetiknya yang berupa RNA menjadi
DNA sebelum diterjemahkan menjadi protein-protein. Dan untuk tujuan ini
HIV memerlukan enzim reverse transcriptase. Bagian selubung terdiri atas
lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Glikoprotein yang lebih besar
dinamakan gp 120, adalah komponen yang menspesifikasi sel yang diinfeksi.
gp 120 ini terutama akan berikatan dengan reseptor CD4, yaitu suatu reseptor
yang terdapat pada permukaan sel T helper, makrofag, monosit, sel-sel
langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus (terutama sel-sel kripta dan
sel-sel enterokromafin). Glikoprotein yang besar ini adalah target utama dari
respon imun terhadap berbagai sel yang terinfeksi. Glikoprotein yang lebih
kecil, dinamai gp 41 atau disebut juga protein transmembran, dapat bekerja
sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat berikatan dengan reseptor sel
lain yang berdekatan sehingga sel-sel yang berdekatan tersebut bersatu
membentuk sinsitium.

Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka
HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air
mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai desinfektan
seperti eter, aseton, alkohol, iodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif
resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah,

5
saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga
ditemukan dalam sel monosit, makrofag dan sel jaringan otak.

2.3.Gejala HIV/AIDS
Gejala HIV sangat luas spektrumnya, karena itu ada beberapa macam
klasifikasi sebagai berikut:
a. Stadium awal infeksi HIV
b. Stadium tanpa gejala
c. Stadium ARC (AIDS related complex)
d. Stadium AIDS
e. Stadium gangguan susunan saraf pusat

Masa Inkubasi

Masa inkubasi adalah waktu terjadinya infeksi sampai munculnya


gejala pertama pada pasien. Pada infeksi HIV hal ini sulit diketahui. Dari
penelitian pada sebagian besar kasus dikatakan masa inkubasi rata-rata 5-10
tahun, dan bervariasi sangat lebar, yaitu antara 6 bulan sampai lebih dari 10
tahun. rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa
walaupun belum ada gejala, tetapi yang bersangkutan telah dapat menjadi
sumber penularan.

a. Stadium awal infeksi


Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus umumnya yaitu berupa
demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, mialgia, pembesaran kelenjar dan
rasa lemah.Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran
menurun.10Sindrom ini akan menghilang dalam beberapa minggu. Dalam
waktu 3-6 bulan kemudian tes serologi baru akan positif, karena telah
terbentuk antibodi. Masa 3-6 bulan ini disebut window periode, dimana

6
penderita dapat menularkan naamun secara laboratorium hasil tes HIV-nya
negatif.

b. Stadium tanpa gejala

Fase akut akan diikuti fase kronik asimptomatik yang lamanya bisa
bertahun-tahun (5-7 tahun). Virus yang ada didalam tubuh secara pelan-
pelan terus menyerang sistem pertahanan tubuhnya. Walaupun tidak ada
gejala, kita tetap dapat mengisolasi virus dari darah pasien dan ini berarti
bahwa selama fase ini pasien juga infeksius. Tidak diketahui secara pasti
apa yang terjadi pada HIV pada fase ini. Mungkin terjadi replikasi lambat
pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya. Tetapi jelas bahwa
aktivitas HIV terjadi dan ini dibuktikan dengan menurunnya fungsi sistem
imun dari waktu ke waktu. Mungkin sampai jumlah virus tertentu tubuh
masih dapat mengantisipasi sistem imun.

c. Stadium AIDS related compleks

Stadium ARC (AIDS Related Complex) adalah bila terjadi 2 atau lebih
gejala klinis yang berlangsung lebih dari 3 bulan, antara lain :

• Berat badan turun lebih dari 10%


• Demam lebih dari 380C
• Keringat malam hari tanpa sebab yang jelas
• Diare kronis tanpa sebab yang jelas
• Rasa lelah berkepanjangan
• Herpes zoster dan kandidiasis mulut
• Pembesaran kelenjar limfe, anemia, leucopenia, limfopenia,
trombositopenia
• Ditemukan antigen HIV atau antibody terhadap HIV.

d. Stadium AIDS

Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut


Sarkoma Kaposi (kanker pembuluh darah kapiler) juga adanya kanker
7
kelenjar getah bening. Terdapat infeksi penyakit penyerta misalnya
pneomonia, pneumocystis, TBC, serta penyakit infeksi lainnya seperti
toksoplasmosis dsb.

e. Gejala gangguan susunan saraf


• Lupa ingatan
• Kesadaran menurun
• Perubahan Kepribadian
• Gejala–gejala peradangan otak atau selaput otak
• Kelumpuhan

Umumnya penderita AIDS sangat kurus, sangat lemah dan menderita


infeksi. Penderita AIDS selalu meninggal pada waktu singkat (rata-rata 1-2
tahun) akan tetapi beberapa penderita dapat hidup sampai 3 atau 4 tahun.

2.4. Konsep Diri


1. Karakteristik ODHA
Enam ODHA telah dipilih sebagai informan dari penelitian ini, terdiri dari
satu orang laki-laki (informan WG) dan lima orang perempuan (informan Da,
informan WHM, informan MS, informan E, dan informan EN). Seluruh informan
berusia produktif, paling muda berusia 28 tahun dan paling tua berusia 42 tahun.
Kehidupan informan sebagai ODHA sudah berlangsung antara 3 – 6 tahun lamanya.
Sebanyak lima informan telah berkeluarga dan mempunyai anak. Satu informan
lainnya meskipun telah berusia 37 tahun, tetapi masih berstatus belum menikah.
Pekerjaan informan adalah wiraswasta, berdagang warungan, pekerja pabrik, dan
ibu rumah tangga. Latar belakang informan tertular virus HIV seluruhnya adalah
karena penularan melalui penyalahgunaan NAPZA baik secara langsung maupun
tidak langsung. Lima orang informan tertular HIV secara tidak langsung dari suami
atau mantan suaminya yang menjadi penyalahguna NAPZA. Satu orang informan
tertular virus HIV secara langsung, karena sebagai pelaku penyalahguna NAPZA
melalui pertukaran jarum suntik secara tidak steril.

8
1. Penilaian ODHA terhadap dirinya sendiri
Informan selalu berusaha untuk mengendalikan keinginan dan dorongan dalam
dirinya. Kelima informan perempuan punya keinginan yang sama, yaitu ingin
menjadi isteri yang baik bagi suami dan anak-anaknya. Kondisi sebagai ODHA
memang menjadikan mereka memiliki keterbatasan dalam pencapaian keinginan
dan dorongan dirinya. Keterbatasan ini menjadikan mereka fokus kepada
kehidupan yang ada sekarang, terutama terkait dengan menjalani kehidupan
bersama keluarga. Satu informan laki-laki, pengendalian keinginan dan dorongan
lebih diarahkan kepada pernyataan dirinya terkait dengan ketidakinginan untuk
mencoba lagi atau bahkan terjerumus kedalam penyalahgunaan NAPZA. Selain itu
juga, informan senantiasa mencoba menjalani kehidupannya dengan baik
dilingkungan keluarga dan tempat tinggalnya. Keyakinan ini didasari karena
adanya penerimaan dari pihak keluarga dan lingkungan tempat tinggal informan
dan senantiasa memberikan dukungan dan tidak mencap negatif dan diskriminasi.
Pengendalian suasana hati informan mencakup pengungkapan perasaan bahagia,
cemas dan kemarahan, dicurahkan secara sewajarnya sebagaimana orang lain pada
umumnya. Suasana hati bahagia terkait dengan penerimaan informan dengan status
ODHA yang disandangnya. Keenam informan menyatakan kehidupannya sekarang
bersama suami, anakdan keluarga, menjadikan mereka dapat hidup tenang dan
mencurahkan segala kemampuan yang ada untuk kebahagian keluarganya.
Ungkapan kebahagian mereka curahkan kepada keluarga, suami dan anak secara
wajar. Kesedihan dan kecemasan muncul dalam diri informan terkait dengan
kondisi dan masa depan dirinya, kondisi dan masa depan keluarga, suami dan
anaknya. Perasaan kemarahan yang dialami informan, adalah terkait dengan latar
belakang dirinya tertular virus HIV. Satu informan (EN), menyatakan masih tidak
bisa menerima dirinya tertular virus HIV dari suaminya yang tidak terbuka dan
berbohong kepada dirinya tentang kehidupannya sebagai penyalahguna NAPZA.
Selain itu juga, informan masih mengungkapkan kemarahan pada dirinya karena
telah salah memilih pasangan hidup sehingga akhirnya berstatus ODHA. Penilaian
kondisi fisik informan, secara keseluruhan sangat baik. Hal ini ditandai dengan
kepatuhan seluruh informan dalam merawat diri, menjalani pengobatan melalui
konsumsi obat antiretroviral, segera mengambil obat ARV di rumah sakit ketika
sudah habis dan juga rutin memeriksakan kondisi fisik dan CD4 mereka ke rumah
9
sakit secara berkala setiap enam bulan sekali. Kesemuanya ini mereka jalani, karena
mendapatkan dampingan dari ibu-ibu Warga Peduli AIDS (WPA) di kelurahan
kebon pisang ditempat mereka tinggal. Semua informan menyadari tanpa
perawatan diri, teratur dan patuh minum obat ARV, dan rutin periksa ke rumah
sakit, kondisi mereka akan lemah dan semakin memperparah kondisi fisiknya. Oleh
karena itu, mereka senantiasa menjaga dan merawat kondisi fisik melalui aktivitas
pola hidup sehat, menjaga makanan dan menghindari perilaku berisiko lainnya

2. Pandangan ODHA terhadap penilaian sosial tentang dirinya


Informan mendapatkan penilaian secara beragam baik dari keluarganya,
saudaranya, lingkungan tetangganya, kelompok sebaya, dan tempat bekerja.
Seluruh keluarga dan saudara informan dapat menerima kenyataan berstatus ODHA
dengan tingkatan yang berbeda. Empat informan menyatakan keluarga dan sudara
menerima dan tidak memberikan perlakuan berbeda dengan yang lainnya. Dua
informan menyatakan yang yang berbeda. Informan MS menyatakan keluarganya
sendiri belum tahu status ODHA yang disandangnya, akan tetapi pihak keluarga
suami sudah mengetahui dan bahkan memberikan dukungan kepada informan. Hal
ini dikarenakan informan masih merasa ketakutan apabila diketahui, keluarga dan
saudara tidak mengakui sebagai anggota keluarganya. Informan WHM
mengungkapkan, meskipun orang tuanya menerima status ODHA dirinya, namun
perlakuan stigma dan diskriminasi masih dialaminya. Ibu informan sesekali
menegur anggota keluarga yang lain, manakala mereka mencoba minum dari gelas
yang sebelumnya telah diminum oleh informan WHM. Bahkan kejadian itu
dilakukannya dihadapan informan WHM. Awalnya, informan merasa tersinggung
dan sempat mengungkapkan kemarahannya secara langsung kepada ibunya.
Namun, setelah diketahui bahwa ternyata perlakuan ibunya adalah hanya
kecemasan dan ketakutan saja virus itu menular kepada saudara yang lain. Justru,
ibu informan WHM selalu mengingatkan informan untuk minum obat, dan bila obat
habis, sealu mengantar informan ambil obat ARV ke rumah sakit. Satu informan,
yaitu informan EN, hanya menceritakan status ODHAnya kepada bapak
kandungnya, sementara ibu dan saudara-saudaranya tidak mengetahui. Hal ini
dikemukakan informan karena takut menjadi beban ibu dan saudara-saudaranya.
Ibunya yang sakit-sakitan, menjadikan informan tidak berani terbuka karena takut

10
menambah beban ibunya. Informan EN sekarang tinggal bersama suami keduanya.
Sang suami masih merahasiakan status ODHA informan kepada keluarganya. Hal
ini dikarenakan untuk menjaga perasaan keluarganya, dan berjanji untuk
mengungkapkan semuanya apabila keluarga suami dipandang telah siap menerima.
hal yang berbeda, yaitu keluarga mantan suami informan EN yang pertama, justru
sampai sekarang masih berkomunikasi dengan informan EN dan senantiasa
memberikan dukungan dan motivasi untuk tetap menjalani hidup dengan baik.
Lingkungan tetangga informan sebagian besar mengetahui status ODHA informan,
tetapi tetap mau menerima kehadiran mereka tanpa perlakuan stigma dan
diskriminasi. Dua informan, yaitu informan Da dan informan MS, tidak
mengungkapkan status ODHA kepada lingkungan tetangga tempat tinggalnya.
Alasan kedua informan tersebut, adalah masih mengalami ketakutan apabila
masyarakat mengetahui status ODHA, mereka mendapatkan perlakuan buruk dari
lingkungan tetangganya. Informan MS dan juga informan EN yang sehari-hari
bekerja, juga tidak mengungkapkan status ODHAnya dilingkungan tempat bekerja.

3. Pandangan tentang Citra Diri ODHA


Informan menilai citra dirinya berdasarkan pandangan tentang siapa saya, saya
ingin menjadi apa, dan bagaimana orang lain memandang saya. Keseluruh informan
mempunyai citra diri positif. Kelima informan perempuan, menilai dirinya secara
positif bahwa dia adalah berstatus Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Mereka
menerima kondisi ini sebagai suatu kenyataan yang harus diterima dan dihadapi
dalam kehidupan yang akan datang. Kelima informan ini menyatakan keinginan
untuk menjadi seorang isteri yang baik bagi suaminya, seorang ibu yang baik baik
anak-anaknya, dan juga seseorang yang berharga bagi keluarga dan saudara-
saudaranya. Mereka menilai orang lain memandang dirinya sendiri secara
sewajarnya. Mereka sadar ada sebagian tetangga dan masyarakat sekitar yang masih
mencibir dan memandang mereka rendah, namun mereka juga yakin masih banyak
tetangga dan masyarakat mau menerima mereka. Kenyataan bahwa informan belum
mau terbuka kepada tetangga dan masyarakat, hal ini dikarenakan masih tidak
siapnya informan dalam menghadapi kondisi status ODHAnya diketahui secara
umum. Faktor pengalaman sesama ODHA dan pemahaman masih adanya stigma
dan diskriminasi, menjadikan informan mengalami ketakutan dan belum berani

11
terbuka kepada lingkungan tetangga dan masyarakat sekitarnya. Pandangan
informan WG terkait dengan citra dirinya, menyatakan bahwa dia adalah orang
yang kecewa dan menyesal atas apa yang telah terjadi pada dirinya. Hal ini terkait
dengan kondisi informan yang pernah mengalami koma dan kemungkinan kecil
untuk dapat bertahan hidup. Akan tetapi, karena kondisi fisiknya yang kuat,
menjadikan informan WG, dinilai oleh keluarganya sebagai “manusia seribu
nyawa”, karena seringkali terlepas dari kondisi kritis dan hampir mengalami
kematian. Keinginan informan WG adalah “saya ingin menjadi orang yang berguna
bagi masyarakat”. informan bahagia karena masyarakat dilingkungannya sangat
baik, tidak menilai negatif dan tidak mendiskriminasi informan. Kenyataan ini
didasari kepada sikap dan perilaku informan WG sebelum mengalami kasus
penyalahgunaan NAPZA dan berstatus ODHA. Informan WG, dulunya dinilai
tetangga dan masyarakat adalah pribadi yang baik, jujur, dan suka menolong orang
lain. Setiap ada rezeki dari hasil pekerjaannya, informan WG selalu berbagi dengan
tetangga terutama kepada mereka yang membutuhkan. Kondisi ini yang
menjadikan tetangga dan masyarakat sekitar, tetap mau menerima dan bahkan
memberikan dorongan dan semangat kepada informan WG, walaupun sekarang
berstatus ODHA.

4. Harapan ODHA
ODHA mengungkapkan harapannya bagi diri sendiri, bagi keluarga, saudara-
saudaranya, lingkungan tetangga, masyarakat, pekerjaan, dan pelayanan yang
tersedia. Kelima informan perempuan berharap dirinya masih dapat hidup lebih
lama dan bahagia bersama suami dan anak-anaknya, selalu berada pada kondisi
fisik yang sehat, mampu menjaga dan merawat dirinya sebaik mungkin, optimis
menjalani kehidupan, dan berharap cukup mereka saja dan yang sudah berstatus
ODHA lainnya yang merasakan kehidupan seperti ini, serta jangan ada lagi ODHA-
ODHA baru. Informan juga berharap pihak keluarga dan saudara tetap memberikan
dukungan, penerimaan dan semangat dalam menjalani kehidupan mereka. Informan
MS dan informan EN berharap kelak dapat mengungkapkan kondisi sebenarnya
kepada keluarganya. Informan ingin nantinya, setelah pihak keluarga mengetahui,
tetap menerima dan memperlakukan informan seperti saat ini yang masih belum
tahu status ODHA informan. Seluruh informan menginginkan kehidupan sebagai

12
ODHA berjalan tanpa adanya stigma dan diskriminasi dari lingkungan sekitarnya
baik dari tetangga, kelompok sebaya, lingkungan pekerjaan dan sebagainya.
Informan memerlukan penerimaan dari masyarakat terhadap status mereka, dan
dapat menjalani kehidupannya sebagai ODHA tanpa stigma dan diskriminasi.
Harapan informan terkait dengan proses pengobatan, bahwa meskipun mereka
mendapatkan obat ARV dan pelayanan kesehatan terkait HIV/AIDS diperoleh
secara gratis, namun perlu ada peningkatan dukungan terkait dengan akses
informan dalam menjangkau dan memanfaatkan sumber pelayanan tersebut.
Informan berharap pemerintah juga memberikan bantuan akses pelayanan berupa
bantuan biaya transport, gratis biaya pendaftaran, biaya pemeriksaan CD4, dan
periksa laboratorium.

2.5. Masalah penderita HIV/AIDS


1. Masalah Ekonomi
Status ekonomi ODHA secara umum memang menurun, namun tidak semua
ODHA mengalami penurunan status ekonomi apabila mereka banyak mendapatkan
dukungan finansial baik dari keluarga, dinas sosial maupun lembaga lainnya.
Dukungan finansial yang diberikan keluarga masih berperan penting dalam
membantu kondisi ekonomi ODHA seperti bantuan dana untuk kebutuhan sehari-
hariODHA yang masih dekat dengan keluarganya tidak mengalami penurunan
kondisi ekonomi yang begitu derastis karena keluarga masih memberi dukungan
finansial kepada ODHA. Berbeda dengan kelompok masyarakat yang berprofesi
sebagai pekerja seks seperti waria. Dampak finansial akan sangat terlihat pada
mereka yang berprofesi demikian. Hal ini juga dikatakan oleh ketua yayasan yang
terlibat dalam mendampingi kelompok waria yang HIV positif. Salah satu fungsi
keluarga adalah fungsi ekonomi. Peran keluarga sangatlah penting untuk membantu
ODHA untuk mendapatkan dukungan material seperti dana. Keluarga membatu
dana bagi ODHA untuk memperoleh obat ARV dan untuk kehidupan keseharian
ODHA.19,20 Penurunan kondisi ekonomi pasti dialami oleh ODHA, karena
mereka harus menyisihkan penghasilan mereka untuk biaya kesehatan yang
tentunya meningkat misalnya untuk pemeriksaan rutin dan obat ARV. Dari sebuah

13
hasil studi pada tahun 2016 tentang peran keluarga terhadap kehidupan ODHA
didapatkan bahwa keluarga sangat berperan penting dalam membantu memulihkan
kondisi ekonomi ODHA. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa keluarga
masih berperan penting dalam membantu ODHA dari segi finansial. Kondisi
ekonomi ODHA dipengaruhi oleh produktivitas yang menurun. Produktivitas
ODHA menurun karena kondisi fisik mereka menjadi cepat lelah, mudah sakit
sehingga sering tidak masuk kerja bahkan sampai berhenti bekerja. Mereka yang
putus kerja atau kehilangan pekerjaan karena statusnya masih jarang ditemukan.
Menurunnya kondisi fisik ODHA yang mempengaruhi status pekerjaan karena
tidak cukup produktif untuk melaksanakan pekerjaannya. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh ketua yayasan yang sudah lama mendampingi ODHA bahwa
jarang ditemukan bahwa ODHA berhenti karena status HIV-nya melainkan mundur
karena kondisi fisiknya. Sebuah studi pada tahun 2014 menyebutkan ODHA sering
jatuh sakit. Mereka bisa demam yang tak kunjung hilang hingga mereka harus
berbaring lama di tempat tidur. Dengan ini produktivitas ODHA tentu akan turun,
mereka tidak bekerja dan tidak bisa membiayai hidupnya.18 Dari hasil penelitian
ini didapatkan bahwa seorang informan berhenti dari pekerjaannya karena kondisi
fisiknya yang menurun. Apabila dibandingkan dengan penelitian di tahun 2014,
didapatkan hasil yang sama, karena kebanyakan dari ODHA berhenti kerja karena
kondisi fisiknya yang menurun, bukan karena status HIV-nya.

2. Masalah Sosial
Sebagian ODHA Cenderung Menarik Diri dari Masyarakat dan Belum
Terbuka pada Orang Lain Setelah menjadi ODHA, tidak semua informan dapat
kembali lagi masyarakat, kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk bergaul
sebatas komunitas sesama ODHA, yang dianggap lebih mengerti akan kondisi
penyakitnya. Selain bergabung dengan komunitas sesama ODHA, ada juga
informan yang masih menarik diri dari masyarakat dan hanya berinteraksi sebatas
melalui sosial media. Tidak semua informan menarik diri dari masyarakat, ada
beberapa dari mereka yang mengungkapkan masih aktif pada kegiatan masyarakat
misalnya kerja bakti, kumpul-kumpul banjar, namun dengan catatan orang lain
tidak tahu akan status HIV dari ODHA tersebut. Sebuah penelitian di Semarang
menyebutkan bahwa ODHA menarik diri dari lingkungan karena adanya rasa

14
cemas akan sitgma dan diskriminasi. Stigma dan diskriminasi yang melekat pada
masyrakat juga membuat ODHA semakin menarik diri dari lingkungan keluarga,
lingkungan pertemanan dan lingkungan sekitarnya.17 Pada penelitian ini sebagaian
dari informan memang tidak terlibat banyak dalam masyarakat karena adanya rasa
cemas akan stigma dan diskriminasi akan kondisinya. Meskipun begitu, masih ada
beberapa informan yang masih terlibat dalam kegiatan kerja bakti maupun kegiatan
banjar dengan catatan mereka tidak membuka status HIV-nya. Rasa Khawatir akan
Stigma dan Diskriminasi menjadi Alasan di Balik Ketidakterbukaan ODHA akan
Status HIV-nya Kebanyakan dari ODHA hanya menceritakan kondisinya sebatas
pada teman sesama ODHA, pasangan atau keluarga. Ada kepentingan lain dibalik
ketidakterbukaan ODHA akan status HIV-nya misalkan untuk menjaga kondisi
kesehatan baik fisik maupun psikisnya. Adanya stigma dan diskriminasi ditakutkan
dapat mempengaruhi kondisi fisik dan psikis dari ODHA. Selain untuk menjaga
kondisi fisik dan psikisnya, ODHA yang berkeluarga memilih untuk menutup status
HIV-nya demi kepentingan anggota keluarga seperti anak dari ODHA tersebut.
Selain dari alasan fisik dan psikologis, ada juga informan yang mengungkapkan
untuk menutupi statusnya demi kepentingan finansial seperti asuransi kesehatan.
Sebuah penelitian di Tanzania menyebutkan bahwa ODHA merasa takut, merasa
khawatir mendapatkan stigma dari pasangan bahkan dari keluarga ODHA sendiri.
Disebutkan juga bahwa kekhawatiran ODHA juga sampai menyebabkan ODHA
takut untuk mengakses ARV apabila bertemu dengan orang yang dikenalnya.15
Sedangkan penelitian di Iran menyebutkan bahwa mereka malu dan takut
dikucilkan dari keluarga, diperlakukan berbeda di masyarakat.5 Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Tanzania dan Iran, hasil yang didapatkan pada
penelitian ini kurang lebih sama. Alasan dibalik ketidakterbukaan ODHA akan
statusnya adalah rasa khawatir akan stigma dan diskriminasi kepada dirinya.
Mereka takut mendaptkan perlakuan yang berbeda dari mayarakat. Seperti yang
dikeluhkan oleh dua orang informan yaitu takut anaknya dijauhi hingga takut
anaknya diperlakukan tidak manusiawi. Selain itu ada juga informan yang
mengatakan bahwa takut asuransi kesehatan yang dimilikinya tidak bisa membiayai
biaya kesehatannya nanti. Selama Status HIV tidak Diketahui, ODHA Belum
Merasakan Stigma dan Diskriminasi Status HIV merupakan hal pribadi yang tidak

15
gampang diungkapkan oleh ODHA kepada orang lain. Ini disebabkan karena
masyarakat yang terbilang masih awan akan HIV/AIDS dan akan memunculkan
respon negatif yang berlebihan yang berujung pada stigma dan diskriminasi pada
ODHA itu sendiri. Namun, selama ODHA tidak membuka statusnya, stigma dan
diskriminasi itu belum dirasakan oleh mereka. Sebuah penelitian di Iran
menyebutkan bahwa masyarakat juga memberikan perlakuan diskriminasi pada
ODHA seperti menjaga jarak dari ODHA bahkan mengalihkan padangan ketika
bertemu dengan ODHA. ODHA juga dilaporkan tidak bisa mendapatkan hak atas
pendidikan, kesehatan hingga pekerjaan.5 Bentuk perlakuan masyarakat terhadap
ODHA tentunya berbeda-beda, pada penelitian ini, beberapa informan menyatakan
belum pernah mendapatkan perlakuan yang berbeda (stigma dan diskriminasi) dari
masyarakat karena tidak membuka status HIV-nya. Berbeda dengan informan
lainnya yang membuka status HIV-nya, informan tersebut mendapatkan pengucilan
di dalam penjara hingga dipisahkan dari narapidana yang lain. Mereka yang pernah
membuka status HIV-nya pada orang lain terbukti mendapatkan perlakuan yang
berbeda misalnya dari keluarga ODHA sendiri. Sempat ada informan yang bercerita
bahwa dirinya harus dipindahkan ke desa setelah diketahui terkena HIV. Sebuah
penelitian yang juga dilakukan pada Yayasan Spirit Paramacitta di tahun 2014
menyatakan bahwa stigma dan diskriminasi juga muncul dari keluarga ODHA,
bentuknya seperti pengucilan kepada ODHA seperti membedakan tempat tinggal
ODHA bahkan membuang perabotan yang telah digunakan oleh ODHA. Keluarga
yang merawat masih memiliki rasa takut untuk kontak langsung dengan ODHA
seperti menggunakan sarung tangan dan masker. Stigma dan diskriminasi hingga
saat ini masih terlihat jelas adalah pada mereka yang meninggal karena AIDS,
jenazah ODHA mendapatkan perlakuan yang berbeda, seperti tidak dilakukannya
prosesi pemandian jenazah. Salah seorang informan pernah mendengar kabar
mengenai pembedaan perlakuan pada jenazah ODHA, namun suami informan yang
meninggal karena AIDS tidak mendapatkan perlakuan yang berebeda karena status
HIV suaminya dirahasiakan. Berita akan pembedaan perlakuan pada jenazah juga
pernah didengar oleh ketua yayasan. Dikatakan oleh informan tersebut bahwa
kejadian pembedaan dalam memperlakukan jenazah memang masih ada dan masih
terjadi.

16
3. Masalah Psikologis
Adanya Penolakan Setelah Mengetahui Status HIV-nya Secara umum respon
utama yang dimunculkan oleh ODHA saat mengetahui statusnya ada
penolakan/denial. Bentuk denial yang muncul yang terlihat dari pernyataan
informan adalah depresi, baik ringan sampai berat hingga adanya keinginan atau
pemikiran untuk bunuh diri Depresi yang muncul pada ODHA hingga sampai
melakukan tindakan bunuh diri memang pernah terjadi tidak hanya sebatas pada
pemikiranODHA. Salah satu informan pernah mendengar bahwa kasus ODHA
bunuh diri pernah terjadi di sebuah rumah sakit di Denpasar dan sempat dimuat
dalam surat kabar. Sebuah penelitian di China menyebutkan bahwa dampak
psikologis yang paling terlihat pada ODHA meliputi rasa cemas dan depresi. Mulai
dari pemikiran hingga percobaan bunuh diri muncul pada ODHA yang merasakan
depresi yang berat. Satu dari tiga ODHA didapatkan memiliki pemikiran untuk
bunuh diri atau bahkan telah melakukan percobaan bunuh diri.10 Jika dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan di China tahun 2014, dampak psikologis yang
terlihat pada ODHA setelah mengetahui status HIV-nya seperti depresi juga terlihat
pada pernyataan informan. Pemikiran untuk bunuh diri juga dinyatakan beberapa
informan setelah mengetahi status HIV-nya, namun dikatakan tidak sampai
melakukan percobaan bunuh diri. Denial yang muncul tidaklah sama pada setiap
ODHA. Perbedaan ini terlihat pada ODHA yang mengatakan dirinya tidak beresiko
dan ODHA yang memiliki perilaku beresiko. ODHA yang mengatakan dirinya
tidak beresiko misalnya ibu rumah tangga memiliki kecenderungan mengalami
denial yang lebih berat dan lebih lama apabila dibandingan dengan ODHA yang
memang memiliki riwayat perilaku beresiko seperti mantan pemakai narkoba suntik
dan pekerja seks. Seorang informan yang merupakan ibu rumah tangga menyatakan
rasatidak terima dan membandingkan dirinya dengan ODHA yang berperilaku
beresikoari pengalaman seorang informan selaku ketua yayasan yang sudah
bertahun-tahun mendampingi ODHA, perbedaan riwayat perilaku dikatakan
mempengaruhi berat tidaknya denial yang dialami oleh ODHA. ODHA yang
menyatakan dirinya tidak beresiko akan memiliki masa denial yang lebih berat
dibandingkan dengan mereka yang berperilaku beresikoSebuah review yang
dilakukan di China menyebutkan bahwa ODHA yang HIV positif karena transfusi
darah maupun karena pemakai narkoba suntik pernah mengalami depresi
17
semasahidupnya. Yang membedakan adalah saat dilakukan penelitian, presentase
depresi yang menetap mereka yang HIV positif karena transfusi darah lebih banyak
dibandingkan pada mereka yang pernah menggunakan narkoba suntik.11 Dari
review yang dilakukan di China dapat disimpulkan bahwa ODHA yang HIV positif
akibat transfusi darah cenderung memiliki denial berupa gangguan depresi lebih
lama dan berat dibandingkan dengan mereka yang pernah menggunakan narkoba
suntik. Ini juga dibuktikan pada penelitian ini bahwa ODHA yang mengaku dirinya
tidak berperilaku beresiko masih merasakan denial yang menetap hingga saat ini,
sedangkan mereka yang mempunya riwayat perilaku beresiko seperti pemakai
narkoba suntik cenderung lebih menerima dan tidak terlalu memikirkan kondisi
penyakitnya. Upaya yang Dilakukan oleh ODHA untuk Keluar dari Masa Denial
Waktu yang diperlukan setiap ODHA untuk dapat menerima statusnya tidak semua
sama, ada yang bisa menerima status dengan cepat karena menyadari memang
perilakunya beresiko, ada pula ODHA yang memerlukan waktu lama untuk bisa
menerima status HIV-nya, terlebih pada mereka yang mengaku perilakunya tidak
beresiko seperti ibu rumah tangga. Beberapa dari informan memilih untuk
menyendiri dan mencari spiritual support untuk mengatasi masa denial-nya. Sebuah
penelitian yang dilakukan di Brazil menyatakan bahwa dukungan spiritual/agama
dapat memberikan dampak positif pada mereka yang merasa tidak berdaya dan
mengalami masa denial seperti ODHA. Disebutkan pula bahwa mereka yang
mencari dukungan spiritual mendapatkan kenyamanan, kekuatan, serta rasa
bersyukur untuk melawan penyakitnya. Dukungan spiritual juga dikaitkan
membaiknya kondisi fisik ODHA seperti meningkatnya CD4+ pasien dan
menurunnya viral load pada pasien.12 Seperti pada penelitian yang dilakukan di
Brazil tahun 2017, mencari dukungan spiritual juga dilakukan oleh ODHA sesuai
dengan kutipan pernyataan beberapa informan. Dukunganspiritual seperti berdoa
membantu sebagian informan keluar dari masa denial-nya. Selain dukungan
spiritual, ada pula beberapa informan yang mencari jalan keluar dari masa denial-
nya dengan mencari support dari teman sesama ODHA atau komunitas ODHA.
Mereka berkumpul dengan sesama ODHA untuk mendapatkan rasa lega, rasa yang
sama dan perasaan tidak sendiri setelah bercerita dengan ODHA yang lain. Sebuah
penelitian di Semarang tahun 2010 menyebutkan bahwa komunitas dukungan

18
sesama ODHA dapat membantu ODHA agar tidak merasa sendiri dan dikucilkan
dalam menghadapi masalah yang mereka hadapi. Komunitas ini juga bisa
membantu ODHA untuk bertemu dengan orang lain dan memperoleh teman serta
sebagai wadah untuk memperoleh sumberdaya ide dan informasi. Secara tidak
langsung juga komunitas ini membantu ODHA menumbuhkan kembali rasa
percaya dirinya dan rasa penerimaan dan pengertian terhadap kondisinya.13
Bertemu dan berkumpul dengan komunitas sesama ODHA menjadi stress reliever
pada masing-masing ODHA, mereka dapat berbincang mengenai kondisinya, tanpa
takut untuk mendapatkan perlakuan yang berbeda. Didapatkan pula pada hasil
wawancara bahwa perilaku seperti ini masih menjadi cara yang paling sering
dilakukan ODHA untuk mengatasi masalah psikologisnya, sesuai dengan hasil
studi lain pada ODHA. Perubahan Persepsi Terkait Status HIV Setelah Melewati
Masa Denial Setelah beberapa waktu, ODHA mulai keluar dari masa denial-nya
dan mulai bisa menerima kondisinya. ODHA mulai berpikir lebih luas, tidak
terfokus pada penyakitnya saja, mereka mulai membandingkan kondisi mereka
dengan penyakit lain. Beberapa informan menyatakan bahwa mereka merasa
beruntung menjadi ODHA apabiladibandingkan dengan orang yang mengidap
penyakit lain misalnya kanker.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Konsep diri ODHA secara keseluruhan menyangkut aspek fisik, etika dan
moral, diri pribadi (personal self), diri keluarga (family self) dan sosial
berada pada kategori kurang dan kurang sekali.
2. Masalah-masalah yang dialami ODHA bervariasi. Masalah-masalah yang
cukup menonjol adalah mudah lupa, badan terlalu kurus, warna kulit
kurang memuaskan, sukar mengendalikan dorongan seksual, belum
19
mengetahui bakat diri sendiri untuk jabatan dan pekerjaan apa, terlanjur
melakukan perbuatan yang salah atau melanggar nilai-nilai moral dan adat,
mengalami keadaan ekonomi/keuangan yang semakin sulit, keluarga
banyak mengeluh tentang keadaan keuangan, belum mampu merencanakan
masa depan dan cemas atau khawatir menghadapi sesuatu yang baru.

3.2. Saran
1. Penderita (odha), untuk terus meningkatkan pemahamannya dalam
menerima kondisi dan keadaan dirinya pada saat kini, bersikap realistik,
objektif dan tidak menunjukkan ketegangan emosional yang berlebihan
pasca terinfeksi HIV, berusaha mengembangkan konsep diri yang positif
dengan cara untuk lebih terbuka terhadap hambatan dan masalah yang
dialaminya kepada orang lain sehingga odha dapat menjalani kehidupan
selanjutnya dengan baik dan penuh tanggung jawab serta akan terwujud
kehidupan efektif sehari-hari (KES).
2. Konselor, untuk lebih memotivasi konselor agar terus meningkatkan
wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam pelayanan konseling yang
akan diberikan, terutama layanan konseling perorangan dan layanan
konseling kelompok.
3. Lentera Minangkabau Support Padang, untuk terus memberdayakan ODHA
agar dapat membantu mereka mengembangkan konsep diri yang positif
menuju pencapaian jati diri dan kemandirian yang optimal dan memberikan
pemahaman kepada keluarga dan masyarakat mengenai HIV/AIDS agar
tidak ada odha yang mengalami diskriminasi dan stigmatisasi melalui
penyuluhan.
4. Peneliti lanjutan, lebih memfokuskan pada aspek lain sepertihubungan
konsep diri dengan masalah yang dialami odha, penyesuaian diri, self
confidence, self esteem, ketercapaian tugas perkembangan, dan lain
sebagainya

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukmana N. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI, 2001.
2. Lachlan, MC. Diagnosis Dan Penyakit Kelamin. Jakarta. Penerbit IDI, 1996.
3. Djauzi S. Penatalaksanaan Infeksi HIV. Jakarta. Yayasan Penerbit IDI. 1997.
4. M.D, Woodley, Michele & Alison Whelan, M.D. Pedoman Pengobatan.
Yogyakarta. Penerbit Yayasan Essentia Medica.
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan Analisis HIV AIDS; 2014.

21

Anda mungkin juga menyukai