Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PELAYANAN KEFARMASIAN
HIV/AIDS

OLEH :
KELOMPOK 7

AYU WULANDARI O1B119047


LM RIZAL SATRIA O1B119057
RANI IKHSANI DINGIS O1B119067
TIKRAR DYAH KURNIAWATY FREDY O1B119077

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
Makalah AIDS

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah Pelayanan kefarmasian yang berjudul Malaria dengan tepat waktu
meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai AIDS. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya.

Kendari, 5 April 2020

Kelompok 7

Kelompok 7 Page i
Makalah AIDS

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................1
C. Tujuan Penelitian..............................................................................2
D. Manfaat Penelitian............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep penyakit HIV/ AIDS…………………………………….. 3
1. Pengertian HIV/AIDS…………………………………………. 3
2. Deskripsi Penyakit……………………………………………... 4
a. Klasifikasi Infeksi HIV Berdasarkan
Gambaran Klinik (WHO 2006)……………………………….. 4
b. Fase Klinik HIV………………………………………………. 4
c. Patofisiologi…………………………………………………… 5
d. Manifestasi Klinik……………………………………………..6
B. Penatalaksanaan HIV/AIDS...........................................................8
1. Diagnosa…………………………………………………………8
2. Terapi………………………………………………………….. 9
3. Terapi Farmakologi……………………………………………..10
4. Penggolongan Obat-Obat Arv………………………………… 11
C. Pharmaceutical Care HIV/AIDS……………………………….. 16
1. Penegakan Diagnosis (Assessment)…………………………….16
2. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)………………..18
3. Implementasi Kebijakan..............................................................20
4. Pemantauan (Moitoring)..............................................................23
D. . Peran Apoteker..............................................................................26
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……...............................................................................29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................30

Kelompok 7 Page ii
Makalah AIDS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bersama, AIDS adalah suatu penyakit
yang belum ada obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah serangan
virus HIV, sehingga penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang sangat
berbahaya bagi kehidupan manusia baik sekarang maupun waktu yang
datang. Selain itu AIDS juga dapat menimbulkan penderitaan, baik dari segi
fisik maupun dari segi mental. Mungkin kita sering mendapat informasi
melalui media cetak, elektronik, ataupun seminar-seminar, tentang betapa
menderitanya seseorang yang mengidap penyakit AIDS. Dari segi fisik,
penderitaan itu mungkin, tidak terlihat secara langsung karena gejalanya baru
dapat kita lihat setelah beberapa bulan. Tapi dari segi mental, orang yang
mengetahui dirinya mengidap penyakit AIDS akan merasakan penderitaan
batin yang berkepanjangan. Semua itu menunjukkan bahwa masalah AIDS
adalah suatu masalah besar dari kehidupan kita semua. Dengan
pertimbangan-pertimbangan dan alasan itulah kami sebagai pelajar, sebagai
bagian dari anggota masyarakat dan sebagai generasi penerus bangsa, merasa
perlu memperhatikan hal tersebut. Oleh karena itu kami membahasnya dalam
makalah ini dan mengangkat judul “HIV/AIDS Dan Cara
Penanggulangannya”.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dari Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Ascquired Immunodeficiency Syndrrome ( AIDS) Adalah :
1. Bagaimana Konsep penyakit HIV/ AIDS
2. Bagaimana penatalaksanaan HIV/ AIDS
3. Bagaimana Asuhan kefafrmasian ( Pharmaceutical care ) pada penyakit
HIV/ AIDS: Assesmen, Care Plan, implementasi dan monitoring
4. Bagaimana Peran Apoteker dalam penatalaksanaan HIV/ AIDS

Kelompok 7 Page 1
Makalah AIDS

C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) Ascquired
Immunodeficiency Syndrrome ( AIDS) Adalah :
1. Untuk mengetahui Konsep HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui tentang Penatalaksanaan HIV/AIDS.
3. Untuk mengetahui cara Pharmaceutical Care HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui Peran Apoteker dalam Pelaksanaan HIV/AIDS
D. Manfaat
Adapun manfaat dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) Ascquired
Immunodeficiency Syndrrome ( AIDS) Adalah Untuk memberikan
informasi kepada para pembaca, utamanya bagi sesama pelajar dan generasi
muda tentang AIDS, sehingga dengan demikian kita semua berusaha untuk
menghindarkan diri dari segala sesuatu yang bisa saja menyebabkan penyakit
AIDS.

Kelompok 7 Page 2
Makalah AIDS

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep penyakit HIV/ AIDS


1. Pengertian HIV/AIDS
HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam
tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia.
Sedangkan AIDS (Acguired Immuno–Deviensi Syndromer) adalah kumpulan
gejala menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari
luar.
Adapun Bahaya Aids dari Orang yang telah mengidap virus AIDS akan
menjadi pembawa dan penular AIDS selama hidupnya, walaupun tidak
merasa sakit dan tampak sehat. AIDS juga dikatakan penyakit yang
berbahaya karena sampai saat ini belum ada obat atau vaksin yang bisa
mencegah virus AIDS. Selain itu orang terinfeksi virus AIDS akan merasakan
tekanan mental dan penderitaan batin karena sebagian besar orang di
sekitarnya akan mengucilkan atau menjauhinya. Dan penderitaan itu akan
bertambah lagi akibat tingginya biaya pengobatan. Bahaya AIDS yang lain
adalah menurunnya sistim kekebalan tubuh. Sehingga serangan penyakit yang
biasanya tidak berbahaya pun akan menyebabkan sakit atau bahkan
meninggal.
Secara etiologi, HIV, yang dahulu disebut virus limfotrofik sel-T
manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenopati (LAV), adalah suatu
retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam
ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk
ke dalam sel pejamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan
HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap
aspek siklus hidup virus (Gbr. 15-1). Dari segi struktur genomik, virus-virus
memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1,Vpu, yang membantu
pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx

Kelompok 7 Page 3
Makalah AIDS

meningkatkan infeksi-vitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi


dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-
2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika Barat
(warga Senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tampaknya kurang
patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Marlink, 1994).
2. Deskripsi Penyakit
a) Klasifikasi Infeksi HIV Berdasarkan Gambaran Klinik (WHO
2006)
Klasifikasi berkaitan dengan manifestasi Fase Klinik
klinik
Tanpa Gejala 1
Ringan 2
Lanjut 3
Parah

b) Fase Klinik HIV


 Fase Klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (Gangguan Kelenjar/Pembuluh Limfa)
menetap dan menyeluruh
 Fase Klinik 2
Penurunan berat badan (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran
pernapasan atas ( sinusitis, tonsilitas,otitis media, pharyngitis),
berulang. Herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang,
popular pruritic eruptions, seborrhoeik dermatitis, infeksi jamur
pada kuku.
 Fase Klinik 3
Penurunan berat badan (<10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa
sebab sampai > 1 bulan. Demam mnetap ( intermiten atau tetap > 1
bulan ). Tuberkulosis pulmonal (baru), plak putih pada mulut,
infeksi bakteri berat ( misalnya pneumonia, empyema (nanah
dirongga tubuh terutama pleura, abses pada otot skelet, infeksi
sendi atau tulang), meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi
berat pada pelvik, acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis

Kelompok 7 Page 4
Makalah AIDS

atau periodontitis anemia yang penyebabnya tidak diketahui (< 8


g/dl ), neutropenia (< 0,5 x 109/1) dan atau trombositopenia kronik
(< 0,5 x 109/1).
 Fase Klinik 4
Gejala menjadi kurus ( HIV wasting syndrome), Pneumocystis
pneumonia ( pneumonia karena genital atau anokretal > 1 bulan )
oesophageal candidiasis ( or candidiasis of trachea bronchi or
lungs). TBC ekstrapulmonal, Kaposi sarcoma. Infeksi
sitomegalovirus ( retinitis atau diorgan lain ), Toksoplasma di SSP,
HIV ensefalopati, extrapulmonary cryptococcosis termasuk
menginitis, Disseminated non-tuberculous mycobacteria infection,
progressive multivocal leukoencephalopathy, chronic
cryptosporidiosis, chronic isosporiasis, disseminated mycosis,
septisemia berulang termasuk non- typhoidal salmonella
symptomatic HIV . Dimana klinik berguna untuk menilai kondisi
awal ( diagnose pertama infeksi HIV )
c) Patofisiologi
Transmisi HIV :
 Infeksi HIV terjadi lewat 3 cara utama : Seksual, parenteral, dan
perinatal. Hubungan seks, baik anal maupun vaginal adalah modus
yang paling umum. Kemungkinan penularan hubungan seks lewat
anal 0,1- 3 % kontak dan 0,1 – 0,2%/ kontak sex vaginal. Pada
umumnya risiko meningkat dengan tingkat keparahan partner sex.
Individu yang beresiko tinggi pada hubungan heteroseksual adalah
seseorang dengan penyakit menular seks ulseratif, banyak partner
seks, partner seks pengguna obat parenteral.
 Penggunaan jarum atau peralatan suntikan lainnya yang
terkontaminasi oleh pengguna obat terlarang adalah penyebab
utama transmisi parenteral dan akhir – akhir ini jumlahnya
seperempat dari kasus AIDS yang dilaporkan di Amerika.

Kelompok 7 Page 5
Makalah AIDS

 Petugas kesehatan mempunyai resiko yang kecil tertular HIV


akibat pekerjaanya, sebagian besar penularan karena luka akibat
jarum suntik
 Infeksi perinatal atau penularan vertical, penyebab utama (> 90% 0
pada infeksi HIV anak. Risiko penularan ibu- anak sekitar 25 %
terjadi pada kasus tidak menyusui atau terapi ARV, Pemberian air
susu ibu (ASI) dapat juga menularkan HIV.
d) Manifestasi Klinik
 Manifestasi klinik infeksi HIV primer bervariasi, tetapi pasien
sering mengalami gejala viral seperti demam, faringitis, dan
adenopati ( gangguan kelenjar terutama kelenjar limpa ). Gejala
dapat hilang setelah 2 minggu.
 Kemungkinan perkembangan AIDS berhubungan dengan bebas
virus RNA, pada suatu studi kecepatan berkembang dalam 5
tahun adalah 8 %, 26 %, 49% dan 62% untu kopi virus/ml atau >
36270 kopi virus.
 Fase klinik berdasarkan WHO dapat dilihat pada table dibawah
sedangkan klasifikasi imunologi untuk menetapkan infeksi HIV
dapat dilihat pada table dibawah.
 Sebagian besar anak lahir dengan HIV tanpa gejala. Pada
pemeriksaan fisik mereka sering menunjukkan tanda – tanda yang
tidak dapat dijelaskan penyebabnya seperti: gangguan kelenjar
limpa, pembesaran hati, pembesaran limpa, perkembangan
terganggu dan kehilangan berat badan atau lahir kurang berat
tanpa sebab, hipergamaglobulinemia, fungsi sel monokleus
berubah dan perubahan rasio sel T. klasifikasi berdasarkan status
imunologi ( nilai CD4 ) untuk menetapkan HIV dapat dilihat pada
table dibawah . kriteria klinik memprediksi keparahan infeksi
HIV pada anak pada situasi tidak tersedia uji virulogi dapat dilihat
pada table dibawah ini :

Kelompok 7 Page 6
Makalah AIDS

Tabel : Klasifikasi imunologi WHO untuk menetapkan infeksi HIV

Umur nilai CD4

HIV terkait dengan


> 5 tahun
imunologi
< 11 Bulan 12 – 35 bulan 36- 59 bulan (jumlah absolut %
( % CD4+ ) ( % CD4+ ) ( % CD4+ ) CD4+ )
Bukan atau tidak nyata > 35 >30 >25 >500
Ringan 30 - 35 25-30 20-25 350-499
Lanjut 25-29 20-30 15- 10 200 -349
Parah <25 <20 <15 <200 or <15%

Tabel : Kriteria Klinik untuk memprediksi keparahan infeksi HIV pada


anak pada situasi tidak tersedia uji virulogi
Diagnosa dugaan keparahan infeksi HIV harus
ditegakkan bila :
a. Bayi dipastikan antibody HIV positif
b. Diagnose indicator lain dari AIDS dapat ditetapkan
c. Bayi mengalami 2 atau lebih gejala : radang
mulut ,pneumonia berat, sepsis berat

Factor lain yang mendukung keparahan penyakit HIV pada bayi HIV-
Seropositif :
 Kematian ibu karena HIV atau ibu menderita HIV lanjut
 CD4 <20%
Konfirmasi diagnose infeksi HIV harus ditegakan secepatnya.
a) Indikator AIDS mencakup beberapa tapi tidak semua dari fase
klinik 4 senerti Pneumocystis pneumonia, oesophageal
candidiasis, cryptococcal meningitis, cerebral toxoplasmosis,
unexplained wasting or malnutrition.
b) Didefinisikan sesuai dengan WHO Integrated Management of
Childhood Illness guidelines
 Oral thrush: Plak kecil putih-krem lunak pada mukosa normal/merah
yang dapat dibersihkan (pseudomembranous), atau noda merah pada
lidah, langit-langit mulut atau tepi mulut umumnya lunak dan sakit.

Kelompok 7 Page 7
Makalah AIDS

 Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas pada anak dengan


dada tertarik, atau tanda berbahaya umum; tertera di WHO
Integrated Management of Childhood Illness guidelines: letargi atau
tidak sadar, tidak dapat minum atau menghisap susu, muntalh dan
adanya riwayat kejang selama sakit terakhir.
 Sepsis berat: Demam, atau temperatur tubuh rendah pada bayi
dengan tanda keparahan seperti nafas cepat atau dada tertarik, ubun-
ubun menonjol, letarg!. gerakan berkeringat, tidak minum atau
menyusu, kejang, leher kaku.
 Tidak jelas seberapa sering hitung CD4 menurun pada kondisi-
kondisi anak yang tidak terinfeksi HIV. C.
B. Penatalaksanaan HIV/AIDS.
1. Diagnosa
 Metode umum untuk menetapkan HIV adalah Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay (ELISA), yang mendeteksi antibodi terhadap
HIV-1 dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Positif palsu
dapat terjdi pada perempuan yang telah melahirkan beberapa kali, pada
yang baru mendapatkan vaksin hepatitis B, HIV, influenza, atau rabies,
penerima transfus darah berulang, dan ginjal atau hati, atau sedang
menjalani hemodialisa kronik. Negatif palsu dapat terjadi bila pasien
baru terinfeksi, dan test dilakukan sebelurn pembentukan vang adekuat.
Waktu minimum untuk terbentuknya aritibodi 3-4 minggu antibodi dari
awal terpapar.
 ELISA positif diulang dan bila salah satu atau keduanya reaktif, test
konfirmasi ilakukan untuk diagnosa akhir. Uji Western biet adalah yang
paling umum dilakukan untuk test konfirmasi.
 Test beban virus menghitung viremia dengan mengukur jumlah virus
RNA. Beberapa cara yang bişa digunakan yaitu: Reverse Transcriptase-
Coupled Polymerase Chain Reaction (RT-PCR, branched DNA
(6DNA), dan Transcription- Mediated Amplijication. Setiap pengujian
mempunyai batas terendah sensitivitas masing-masing dan hasilnya

Kelompok 7 Page 8
Makalah AIDS

dapat bervariasi dari satu cara ke cara lain, sehingga direkomendasikan


untuk menggunakan cara yang sama pada satu pasien.
 Beban virus dapat digunakan sebagai faktor prognosis untuk memonitor
perkembangan penyakit dan efek terapi.
 Jumlah limfosit CD4 dalam darah adalah tanda
penggantfperkembangan penyakit. Normal CD4 berkisar antara 500-
1600 sel/mikroliter atau 40-70% dari seluruh limfosit.
2. Terapi
 Sasaran terapi adalah mencapai efek penekanan maksimum replikasi
HIV. Sasaran sekunder adalah peningkatan limfosit CD4 dan perbaikan
kualitas hidup. Sasaran akair adalah penurunan mortalitas dan
morbiditas.
 Pendekatan umum terapi infeksi HIV.
 Pengukuran periodik, teratur tingkat RNA HIV di plasma dan hitung
CD4 untuk Hienentukan kemajuan terapi dan untuk mengawali atau
memodifikasi regimen terapi.
 Penentuan terapi harus secara individual berdasarkan CD4 dan beban
virus.
 Penggunaan konbinasi ARV poten untuk menekan replikasi HIV
sampai dibawah kat sensitivitas penetapan virus HIV membatasi
kemampuan memilih variant HIV ARV menghambat replikasi virus
dan menghambat perbaikan.
 Setiap ARV digunakan dalam kombinasi harus selalu digunakan sesuai
dengan regimen dosis.
 Setiap orang yang-terinfeksi HIV, bahkan dengan beban virus di bawah
batas yang dapat terdeteksi, harus dipertimbangkan dapat menularkan
dan harus diberi konsultasi untuk menghindari perilaku seks dan
penggunaan obat yang berkaitan dengan penularan HIV dan infeksi
patogen lain.

Kelompok 7 Page 9
Makalah AIDS

 Terapi direkomendasikan pada seluruh penderita HIV dapat dilihat pada


tabel dibawah
Table : Rekomendasi untuk memulai terapi dengan antiretroviral ( ARV )
pada remaja dan dewasa berdasarkan fase klinik dan tanda imunologi.
Fase klinik Test CD4 tidak Test CD4 tersedia
WHO tersedia
1 Tidak diterapi Terapi bila CD4 <200
sel/mm3*
2 Tidak diterapi
3 Terapi Pertimbangan terapi
bila CD4 <350
selmm3* dan terapi
bila CD4 turun <200
sel/mm3*
4 Terapi Terapi tanpa
memperhitungkan
nilai CD4

A. Nilai hitung CD4 yang disarankan untuk memmbantu menetapkan


kebutuhan terapi segera seperti TB pulmonal dan infeksi bakteri berat
yeng mungkin terjadi pada tiap ingkat CD4.
B. Total limfosit 1200/mm dapat menggantikan hitung CD4 bila nilai
Cd4 tidak ada atau infeksi HIV ringan. Ini tidak bewrguna pada pasien
tanpa gejala.
C. Pemberian terapi ARV direkomendasikan untuk perempuan hamil
dengan f klinik 3 dan nilai CD4 < 350 cells/mm3.
D. Pemberian ARV direkomendasikan untuk seluruh pasien HIV dengan
nilai CD. <350 cells/mm3 dan TBC pulmonal atau infeksi bakteri
beraț.
E. Tepatnya nilai CD4 > 200/mm3 pada infeksi HIV belum ditetapkan.
3. Terapi Farmakologi
 Terapi dengan kombinasi ARV menghambat replikasi virus adalah
strategi vane sukses pada terapi HIV. Ada tiga golongan obat ARV
yaitu
1. Reverse Transcriptase Inhibitor (RTI)

Kelompok 7 Page 10
Makalah AIDS

a. analog nukleosida (NARTI)


b. non nukleosida (NNRTI)
2. HIV Protease inhibitor (PI)
3. Fusion inhibitor
 Bila terjadi kegagaln terapi yang dapat disebabkan oleh resistensi atau
pasien tidak dapat menoleransi reaksi obat yang tidak dinginkan maka
terapi harus di tukar.
 Regimen yang direkomendasikan dan perubahana terapi dapat dilihat di
tabel 80.6.
 Interaksi yang bermakna dapat terjadi dengan beberapa obat ARV
Tabel : Rekomendasi regimen lini pertama terapi dan perubahan terapi
kelini kedua infeksi HIV pada orang dewasa
Regimen lini kedua
Regimen lini pertama Rti Pi
AZT atau d4T + Dd1 + ABC
3TC + NVP atau Pi/r
atau EFV TDF +ABC
Standar atau
TDF + 3TC (±
AZT)
TDF + dd1 + ABC
3TC+NVP atau atau
EFV dd1 +3TC (±
AZT)
dd1 +3TC (±
ABC +3TC+NP AZT)atau
ATAU EFV TDF + 3TC (±
AZT)
AZT atau d4T +
Alternatif 3TC+ TDF atau EFV atau or
ABC NVP ± dd1
3TC lamivudin, ABC abakavir, AZT zidovudin (dikenal dengan ZDV),
d4T stavudin, ddl didanosin, NFV nelfinavir, NNRTI non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor, NRTI nucleoside reverse transcriptase
inhibitor, NVP nevirapin, PI profease inhibitor, /r: ritoriavir dosis rendah,
TDF tenofovir disoproksil fumarat.
4. Penggolongan Obat-Obat Arv

Kelompok 7 Page 11
Makalah AIDS

1. Penghambat Reverse Trankcriptase Nukleosida

DIDANOSIN
Indikasi : Infeksi HIV progresif atau lanjut; dalam kombinasi dengan
antiretroviral yang lain
Peringatan : Riwayat pankreatitis (perhatian khusus): Neuropati
perifer. hiperurisemia; monitor enzim hati (tangguhkan obat bila terjadi
penyimpangan: gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal,
kehamilan; perlu pemerik saan retina terulama pada anak di bawah 5
bulan ateu bila terjadi gangguar fungsi penglihatan Lihat interaksi
Antimikroba (didanosin). Pankreatitis: tangguhkan pengobatan jika
terjadi peningkatan amilase serum (walaupun asimtonatik) sampai
diagrosis pankreatitis dapat disingkirkan. Bila nilai amilase kembali
normal, obat lany boleh diberikan bila benar-benar diperlukan (gunakan
dosis rendah dan naikkan bertahap). Hindarkan sedapat mungkin
kombinasi dengan obat yang bersifat toksik terhadap pankreas. Jika
kombinasi tidak dapat dihindari, lakukan pengawasan yang ketat.
Lakukan juga pengawasan ketat bila terjadi peningkatan trigliserida.
Kontraindikasi:Gangguan fangsi hati karena pemberian didanosin
sebeluminya; ibu menyusui
Efek samping: Pankreatitis, neuropati perifer, terutama pada infeksi
lanjut (tangguhkan pemberian obat): hiperurisemia asimtonatik
(tangguhkan permberian obat) diare (adakalanya berat), mual, muntah,
mulut kering,reaksi hipersensitivitas, gangguan retina dan nervus
optikus (terutama pada anak); diabeies melitus.
Dosis : Dewasa berat badan kuurang dari 60 kg: 125 mg tiap 12 jam.
Berat badan lebih dari 60 kg: 200 mg tiap 12 jam. Berai badan lebih
dari 60 kg: 200 mg tiap 12 jam. Anak di atas 3 bulan: 120 mg/m tiap 12
jam (90 mg/m' bila dikonbinasi dengan zidovudin).
Sediaan Beredar: Videx (Squibb USA) Tablet 50 mg, 100 mg (K)
LAMIVUDIN

Kelompok 7 Page 12
Makalah AIDS

Indikasi : Infeksi HIV progresif, dalam bentuk sediaan kombinasi


dengan obat-obatan antiretroviral lainnya.
Peringatan: Kelainan fungsi ginjal, penyakit hati vang disebabkan
infeksi hepatitis B kronis (risiko kembalinya hepatitis saat penghentian
pengobatan); kehamilan (dianjurkan untuk dihindari pada trimester
pertama)
Interaksi :Lihat interaksi antimikroba Peringatan Interaksi
Kontraindikasi: Wanita menyusui
Efek samping : Mual, muntalh, diare, nyeri perut, batuk; sakit kepala,
insomia; malaise, nyeri muskuloskelatal; gejala nasal; dilaporkan
adanya neuropati periferal pankreatitis (jarang, bila terjadi hentikan
pengobatan); neutopenia dan anemia (dalam kombinasi dengan
zidovudin): tromnbositopenia: dilaporkan terjadinya peningkatan enzim
hati dan amilase serum.
Dosis :150 mg dua kali sehari (sebaiknya tidak bersama makanan);
Anak dibawah 12 tahun keamanan dan khasiatnva belum diketahui.
Sediaan Beredar: 3TC (Glaxo Wellcome UK) Sirup 10 mg/ini. Tablet
10 mg. 150 mg (K)
ZALSITAPIN
Indikasi : infeksi HIV lanjut pada dewasa yang tiidak tahan terhadap
zidovudine atau pada pasiien yang gagal diobati dengan zidovudin (p
imunologis p rogresif).
Peringatan: Pasien dengan risiko neuropati perifer: pankreatitis monito
amilese serum, alkoholistne, nutrisi parenteral, kardiomiopati, riwayat
gagal jantung kongesif, hepatotoksitas, kehamilan (wanita usia
produktif harus menggunaan kontrasepsi yang aman) gangguan fungsi
ginjal.
Interaksi : Neuropati perifer. Hentikan obat dengan segera bila timbul
gejala-gejala neuropati rasa kesemutan, baal, panas, rasa ditusuk- tusuk.
Perhatian khusus dan pengawasan ketat harus dilakukan pada pasien
dengan risiko neuropati (terutama bila perhitungan sel CD4 rendah

Kelompok 7 Page 13
Makalah AIDS

karena risikonya lebih besar). Pankreatitis, bila timbul pankreatitis, obat


harus dihentikan secara permanen. Tangguhkan pemherian obat bila
terjadi peningkatan amilase, gula darah. Trigliserida; penurunan
kalsium serum atau lain yang berhubungan dengan pankreatitis. Tunda
pemberian obat bila dalam waktu bersamaan diperlukan obat yang
potensial toksik terhadap pankreas (mis: Pentamidin isotionat intavena)
Hepatotoksisitas, pernah dilaporkan asidosis laktal yang potensial fatal
dan hepatomegali, hati-hati bila ada hepatitis, peningkalan enzim hati,
riwayat alkoholisme. Hentikan obat bila terjadi perburukan fungsi hati,
hepatomegali atau asidosis laktat tidak bisa diterangkan.
Kontraindikasi :Neuropati perifer, ibu menyusui
Efek samping :Neuropati perifer, ulkus, mulut, mual, muntah, disfagia
anoreksia, diare, sakit perut, konstipasi, faringitis, sakit kepala, pusing,
mialgia, artralgia, ruam, pruritus, hiperhidrosis. Penurunan berat badan,
lesu, demam, nyeri dada, anemia, leukopenia, trombositopenia.
gangguan fungsi hati, pankreatifie ulkus esofagus, ikterus dan
kerusakan hepatoselular. Gangeuan takikardia, kardiomiopati, astenia,
tremor. pengecapan, gangguan pergerakan, gangguan penglihatan dan
pendengaran hiperurisemia dan gangguan ginjal.
Dosis : 750 mcg tiga kali sehari, Usia lanjut dan anak di bawah 13
tahun keamanan belum terbukti.
Sediaan Beredar: Hivid (Hoffman a Roche Switzerland) Tablet 0,75
mg (K)
ZIDOVUDIN
Indikasi : Pengobatan infeksi HIV lanjut (AIDS), HIV awal dan HV
asimtomatik dengan tanda-tanda risiko progresif, infeksi HIV
asimtomatik dan simtomatik pada anak dengan tanda-tanda imuno
defisiensi yang nyata; dapat dipertimbangkan untuk transmisi HIV
maternofetal (mengobati wanita hamil dan bayi baru lahin
Peringatan: Toksisitas hematologis (lakukan uji darah tiáp 2 minggu
selama 3 bulan pertama, selanjutnya sebulan sekali pemeriksaan darah

Kelompok 7 Page 14
Makalah AIDS

dapat lebih jarang, tiap 1-3 bulan, pada infeksi dini dengan fungsi sum-
sunm tulang yang baik); defisiensi vitamin B12 (risiko neutropenia);
kurang dosis atau berikan terapi intermiten bila terjadi anemia atau
mielosupresi; gangguan fungsi hati, fungsi ginjal, awasi dengan ketat
pasien dengan risiko penyakit hati. (terutama wanita gemuk) termasuk
pasien dengan hepatomegali dan hepatitis: risiko asidosis laktat; usia
lanjut; kehamilan; tidak dianjurkan menyusui selama pengobatan.
Interaksi : Lihat interaksi antimikroba
Kontraindikasi: Neutropenia dan atau anemia lateraksi
hiperbilirubinemia dengan peningkatan transaminase.
Efek samping : Anemia (adakalanya memerlukan transfusi],
neutropenia dan leukopenia (lebih sering pada dosis tingi dan penyakit
lanjut): mual, muntah, anoreksia, sakit perut, dispepsia, sakit kepala,
ruain. demam, mialgia, parestesia, insomnia, lesu. Pernah dilaporkan
kejang, miopati, pigmentasi pada kuku, kulit dan mukosa, pansitopenia
(dengan hipoplasia sum-sum tulang dan kadang- kadang
trombositopenia); gangguan hati berupa perlemakan dan kenaikan
bilirubin dan enzim hati (langguhkan pengobatan bila terjadi
hepatomegali atau peningkatan transaminase progresif); asidosis laktat.
berat, yang memerlukan terapi selain fototerapi atau neonatus dengan
Elek samping
Dosis
 Oral: dosis bervariasi, 500-600 mg/hari dalam 2-5 kali pemberian
atau 1 gram/ hari dalam 2 kali pemberian. Anak diatas 3 bulan: 120-
180 mg/m tiap 6 jam (maksimum 200 mg tiap 6 jam).
 Kehamilan lebih dari 14 minggu: oral: 100 mg 5 kali sehari sampai
saat persalinan, kemudian pada fase persalinan dan setelah bayi lahir.
Intravena; dimulai dengan 2 mg/kg selama 1 jam, kemudian 1 mg/kg
sampai saat penjepitan tali pusat. Untuk operasi sesar selektif:
berikan 4 jam sebelum operasi. Neonatus: mulai dalam 12 jang

Kelompok 7 Page 15
Makalah AIDS

setelah lahir : per oral 2 mg/kg tiap 6 jam sampai berumur 6 minggu.
Atau intravena selama 30 menit dengan dosis 1,5 mg/kg tiap 6 jam.
 Pasien yang sewaktu-waktu tidak dapat minum obat per oral:
Berikan injeksi intravena selama 1 jam dengan dosis 1-2 mg/kg tiap
4 jam, biasanya tidak lebih. dari 2 minggu.
Sediaan Beredar: Adovi (Tempo) Kapsul 100 mg. Avirzid (Sanbe)
Kapsul 100 mg (K). Retrovir (Glaxe Wellcome UK) Kapsul 100 mg.
250 mg, sirup 50 mg/5ml (K)
C. Pharmaceutical Care HIV/AIDS
1. Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan hasil tes HIV. Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu
dirujuk ke Pelayanan Dukungan Pengobatan untuk menjalankan serangkaian
layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis dan
penilaian virologi. Hal tersebut dilakukan untuk: a. Menentukan apakah
pasien sudah memenuhi syarat untuk terapi antiretroviral. b. Menilai status
supresi imun pasien. c. Menentukan infeksi oportunistik yang pernah dan
sedang terjadi. d. Menentukan paduan obat ARV yang sesuai.
Penilaian yang dilakukan pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
a. Penilaian Stadium Klinis Stadium klinis harus dinilai pada saat
kunjungan awal dan setiap kali kunjungan untuk penentuan terapi ARV
dengan lebih tepat waktu.
b. Penilaian Imunologi (pemeriksaan jumlah CD4) Jumlah CD4 adalah cara
untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi
pemeriksaan klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan
pengobatan profilaksis IO dan terapi ARV. Rata-rata penurunan CD4
adalah sekitar 70-100 sel/mm3/tahun, dengan peningkatan setelah
pemberian ARV antara 50–100 sel/mm3/tahun. Jumlah limfosit total
(TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4.

Kelompok 7 Page 16
Makalah AIDS

c. Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi Pada dasarnya


pemantauan laboratorium bukan merupakan persyaratan mutlak untuk
menginisiasi terapi ARV. Pemeriksaan CD4 dan viral load juga bukan
kebutuhan mutlak dalam pemantauan pasien yang mendapat terapi ARV,
namun pemantauan laboratorium atas indikasi gejala yang ada sangat
dianjurkan untuk memantau keamanan dan toksisitas pada ODHA yang
menerima terapi ARV. Hanya apabila sumberdaya memungkinkan maka
dianjurkan melakukan pemeriksaan viral load pada pasien tertentu untuk
mengkonfirmasi adanya gagal terapi menurut kriteria klinis dan
imunologis.
Pemeriksaan Laboratorium yang ideal sebelum memulai ART apabila
sumber daya memungkinkan :
 Darah lengkap*
 Jumlah CD4*
 SGOT/SGPT*
 Kreatinin serum
 Urinalisa*
 HbsAg*
 Anti-HCV (untuk ODHA IDU atau dengan riwayat IDU)
 Profil lipid serum
 Gula darah
 VDRL/TPHA/PRP
 Rontgen dada (utamanya bila curiga ada infeksi paru)
 Tes kehamilan (perempuan usia reproduktif dan perlu anamnesis
menstruasi terakhir)
 PAP smear/IFA-IMS untuk menyingkirkan adanya Ca Cervix yang
pada ODHA bisa bersifat progresif)
 Jumlah virus/Viral Load RNA HIV** dalam plasma (bila tersedia dan
bila pasien mampu)
Catatan:

Kelompok 7 Page 17
Makalah AIDS

*adalah pemeriksaan yang minimal perlu dilakukan sebelum terapi


ARV karena berkaitan dengan pemilihan obat ARV. Tentu saja hal ini
perlu mengingat ketersediaan sarana dan indikasi lainnya.
**pemeriksaan jumlah virus memang bukan merupakan anjuran untuk
dilakukan sebagai pemeriksaan awal tetapi akan sangat berguna (bila
pasien punya data) utamanya untuk memantau perkembangan dan
menentukan suatu keadaan gagal terapi.
2. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Layanan terkait HIV meliputi:
a. Upaya dalam menemukan pasien HIV secara dini dengan melakukan
tes dan konseling HIV pada pasien yang datang ke layanan primer.
b. Perawatan kronis bagi ODHA dan dukungan lain dengan sistem rujukan
ke berbagai fasilitas layanan lain yang dibutuhkan ODHA. Layanan
perlu dilakukan secara terintegrasi, paripurna, dan berkesinambungan.
Infeksi HIV merupakan infeksi kronis dengan berbagai macam infeksi
oportunistik yang memiliki dampak sosial terkait stigma dan
diskriminasi serta melibatkan berbagai unsur dengan pendekatan tim.
Perlu dilakukan upaya pencegahan. Strategi pencegahan HIV menurut
rute penularan, yaitu:
a) Untuk transmisi seksual:
 Program perubahan perilaku berisiko, termasuk promosi kondom.
 Pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah.
 Konseling dan tes HIV.
 Skrening IMS dan penanganannya.
 Terapi antiretrovirus pada pasien HIV.
b) Untuk transmisi darah:
 Pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik.
 Keamanan penanganan darah.
 Kontrol infeksi di RS.

Kelompok 7 Page 18
Makalah AIDS

 Post exposure profilaksis.


c) Untuk transmisi ibu ke anak:
 Menganjurkan tes HIV dan IMS pada setiap ibu hamil.
 Terapi ARV pada semua ibu hamil yang terinfeksi HIV.
 Persalinan seksiosesaria dianjurkan.
 Dianjurkan tidak memberikan ASI ke bayi, namun diganti dengan
susu formula.
 Layanan kesehatan reproduksi.
Setiap daerah diharapkan menyediakan semua komponen layanan HIV yang
terdiri dari:
a. Informed consent untuk tes HIV seperti tindakan medis lainnya.
b. Mencatat semua kegiatan layanan dalam formulir yang sudah ditentukan.
c. Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap oleh dokter.
d. Skrining TB dan infeksi oportunistik.
e. Konseling bagi ODHA perempuan usia subur tentang KB dan kesehatan
reproduksi termasuk rencana untuk mempunyai anak.
f. Pemberian obat kotrimoksasol sebagai pengobatan pencegahan infeksi
oportunistik.
g. Pemberian ARV untuk ODHA yang telah memenuhi syarat.
h. Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah dilahirkan oleh ibu
hamil dengan HIV.
i. Pemberian imunisasi dan pengobatan pencegahan kotrimoksasol pada bayi
yang lahir dari ibu dengan HIV positif.
j. Anjuran rutin tes HIV, malaria, sifilis dan IMS lainnya pada perawatan
antenatal (ANC).
k. Konseling untuk memulai terapi
l. Konseling tentang gizi, pencegahan penularan, narkotika dan konseling
lainnya sesuai keperluan. m. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi
menular seksual (IMS), dan kelompok risiko tinggi beserta pasangan
seksualnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. n. Pendampingan oleh
lembaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.

Kelompok 7 Page 19
Makalah AIDS

Tatalaksana Pemberian ARV


Saat Memulai Terapi ARV
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah
CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal
tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat
terapi antiretroviral atau belum.
Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai terapi ARV pada ODHA
dewasa.
a. Tidak tersedia pemeriksaan CD4 Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan
CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah didasarkan pada
penilaian klinis.
b. Tersedia pemeriksaan CD4 Rekomendasi sesuai dengan hasil
pemeriksaan yaitu:
c. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4
d. terapi ARV pada semua pasien dengan TB aktif
3. Implementasi Kebijakan
Pada dasarnya ada lima ketepatan yang perlu dipahami dalam hal
keefektifan implementasi suatu kebijakan, sehingga kita dapat menilai
nantinya apakah kebijakan tersebut sudah tepat dan efektif.Kelima ketepatan
itu adalah ketetapan kebijakan, ketepatan pelaksana, ketepatan target,
ketepatan lingkungan dan ketetapan proses.
1) Ketepatan Kebijakan
Dalam hal ini ketepatan kebijakan di maksud akan dapat
menyelesaikan s ini dibuat oleh lembaga yang mempunyai wewenang.
Dapat dilihat pada hasil wawancara tersebut :
Informan 1 ". setiap pembuatan kebijakan pasti sudah dipikirkan yah
karna kebijakan ini kan untuk memecahkan suatu masalah, sebelum
pembuatan kebijkan kita harus menganalisis dulu masalahnya supaya

Kelompok 7 Page 20
Makalah AIDS

kebijakan yang dibuat sesuai sama masalahnya biar masalahnya bisa


dipecahakan, walaupun ada beberapa kendala yah, tetapi sampai
sekarang masih bisa dipecahkan.
2) Ketepatan Pelaksanaan
Dalam hal ini kebijakan diharapkan telah sesuai pelaksanaannya di
masyarakat bagaimana yang telah ditetapkan, dan kebijakan ini juga
telah di sosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat mengerti dan
paham akan adanya kebijakan ini. Sebagaimana yang telah dikatakan
oleh responden bahwasanya kebijakan ini telah disosialisasikan kepada
masyarakat melalui lembaga-lembaga yang terkait dengan kebijakan
ini.
Dapat dilihat pada hasil wawancara tersebt : Informan 1 "Iya yah kalau
ditanya masalah sosialisasinya sudah disosialisasikan karna kan itu
kebijaknnya sudah ada dari 2012 dan kita bermitra sama LSM sebagai
acuan untuk kami bekerja.
3) Ketepatan Target
Dalam hal ketepatan target terdapat tiga hal yang perlu
diperhatikan yaitu apakah target yang di intervensi telah sesuai dengan
yang di rencanakan, kemudian apakah targen bersedia untuk
diintervensi, kemudian apakah intervensi kebijakan ini bersifat baru
atau tidak.Menurut informan pada saat perelitian bahwasanya
masyarakat siap menerima jika ada sosialisasi dan intervensi kebijakan
ini merupakan jenis kebijakan yang sengaja di buat baru dan ada juga
yang mengalami penambahan. Dapat dilihat pada hasil wawancara
tersebut:
Informan 1 "yah siap mereka menerima saja setiap kami sosialisasi
kami karna kan kebijakan ini dibuat karna mereka butuh gitu jadi dari
pihak mereka tidak penolakan sama sekali,dan mengenai kebijakannya
ada yang dibuat baru dan ada yang sudah lama,seperti ibu hamil ikut
dalam pemeriksaan HIV itu kan di tahun 2016-2017baru dikeluarkan
perwal nya(peraturan wali kota) secara tertulis.

Kelompok 7 Page 21
Makalah AIDS

4) Ketepatan Lingkungan
Dalam ketepatan ini, ada dua lingkungan yang mempengauhi yaitu
lingkungan kebijakan (interaksi diantara lembaga perumus kebijakan
dan pelaksana kebijakan dengan lembaga lain yang terkait) dan
lingkungan eksternal (presepsi publik akan kebijakan dan implementasi
kebijakan). Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bahwasanya
lembaga-lembaga perumus kebijakan dan lembaga lainnya ikut
mendukung akan penerapan kebijakan ini, begitu juga masyarakat
menerima akan adanya kebijakan ini karna masyarakat merasa
memerlukannya. Dapat dilihat pada hasil wawancara tersebut :
Informan 1 dalam kebijakan juga sangat diperlukan lemabaga untuk
mendukung kebijakan ini supaya itu tadi agar masalah nya bisa
diselesaikan dan semua kebijakan pasti memiliki lembaga didalamnya
dan untuk kebijakan HIV ini lembaga yang ada didalamnya adalah
Walikota dan lembaga legal lainnyadan untuk media massa nya juga
ikut berperan dalam ini mereka juga ikut mendukung adanya kebijakan
ini.
5) Ketetapan Proses
Secara umum implementasi kebijakan dalam hal ketepatan proses
memiliki 3 kategori yaitu penerimaan kebijakan, adopsi kebijakan, serta
birokrasi pelaksana. Berdasarkan hasil wawancara kepada informan
bahwasanya masyarakat telah menerima kebijakan tersebut dan mereka
juga telah paham akan keberadaan kebijakan ini serta masyarakat juga
telah bersedia untuk menjalankan kebijakan ini.
Dapat dilihat pada hasil wawancara tersebut :
Informan 1 " sejauh ini semua sudah paham tentang kebijakan ini
bagaimana dan apa yang harus dilaksanakan ya mereka sudah
pasti paham gitu kan kalau gak bagaimana mereka bisa menekan
kan nya kepada puskesmas atau masyarakat lain.

Kelompok 7 Page 22
Makalah AIDS

4. Pemantauan (Moitoring)
Penggunaan d4T (Stavudine) dikurangi sebagai paduan lini
pertama karena pertimbangan toksisitasnya. Terapi lini kedua harus
memakai Protease Inhibitor (PI) yang diperkuat oleh Ritonavir (ritonavir-
boosted) ditambah dengan 2 NRTI, dengan pemilihan Zidovudine (AZT)
atau Tenofovir (TDF) tergantung dari apa yang digunakan pada lini pertama
dan ditambah Lamivudine (3TC) atau Emtricitabine (FTC). PI yang ada di
Indonesia dan dianjurkan digunakan adalah Lopinavir/Ritonavir (LPV/r).
Tatalaksana infeksi oportunistik sesuai dengan gejala yang muncul.
Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK) Beberapa infeksi
oportunistik (IO) pada ODHA dapat dicegah dengan pemberian pengobatan
profilaksis. Terdapat dua macam pengobatan pencegahan, yaitu profilaksis
primer dan profilaksis sekunder.
a. Profilaksis primer adalah pemberian pengobatan pencegahan untuk
mencegah suatu infeksi yang belum pernah diderita.
b. Profilaksis sekunder adalah pemberian pengobatan pencegahan yang
ditujukan untuk mencegah berulangnya suatu infeksi yang pernah
diderita sebelumnya.
Pemberian kotrimoksasol untuk mencegah (secara primer maupun
sekunder) terjadinya PCP dan Toxoplasmosis disebut sebagai Pengobatan
Pencegahan Kotrimoksasol (PPK).
PPK dianjurkan bagi:
a. ODHA yang bergejala (stadium klinis 2, 3, atau 4) termasuk
perempuan hamil dan menyusui. Walaupun secara teori
kotrimoksasol dapat menimbulkan kelainan kongenital, tetapi karena
risiko yang mengancam jiwa pada ibu hamil dengan jumlah CD4
yang rendah (<200) atau gejala klinis supresi imun (stadium klinis 2,
3 atau 4), maka perempuan yang memerlukan kotrimoksasol dan
kemudian hamil harus melanjutkan profilaksis kotrimoksasol.

Kelompok 7 Page 23
Makalah AIDS

b. ODHA dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 (apabila tersedia


pemeriksaan dan hasil CD4)
Pemberian kotrimoksasol sebagai profilaksis primer
Indikasi Saat Penghentian Dosis Pemantauan
Bila tidak tersedia 2 tahun setelah
pemeriksaan penggunaan
jumlah sel CD4, kotrimoksasoljika
semua pasien mendapat ARV
diberikan
kotrimoksasol
segera setelah
dinyatakan HIV
positif 960
Efek samping berupa tanda
mg/hari
hipersensitivitas seperti
Bila tersedia Bila sel CD4 naik > dosis
demam, rash, sindrom
pemeriksaan 200 sel/mm3 pada tunggal
Steven Johnson, tanda
jumlah sel CD4 dan dua kali interval 6
penekanan sumsum tulang
terjangkau, bulan berturut-turut
seperti anemi,
kotrimoksasol jika mendapatkan
trombositopeni, lekopeni,
diberikan pada ARV
pensitopeni. Interaksi obat
pasien dengan
dengan ARV dan obat lain
jumlah CD4 < 200
yang digunakan dalam
sel/mm3
pengobatan penyakit terkait
HIV
Semua bayi lahir dari ibu Dihentikan pada Trimetro
hamil HIV positif berusia 6 usia 18 bulan dengan pim 8-10
minggu hasil test HIV mg/kg BB
negatif. Jika hasil dosis
test HIV positif tunggal
dihentikan pada usia
18 bulan jika
mendapatkan terapi
ARV
Kotrimoksasol untuk pencegahan sekunder diberikan setelah terapi PCP
atau Toxoplasmosis selesai dan diberikan selama 1 tahun.Pemeriksaan
Penunjang Lanjutan (bila diperlukan) Pemeriksaan darah lainnya.
Rencana Tindak Lanjut
a. Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV Perlu dimonitor
perjalanan klinis penyakit dan jumlah CD4-nya setiap 6 bulan sekali.
Evaluasi klinis meliputi parameter seperti pada evaluasi awal termasuk
pemantauan berat badan dan munculnya tanda dan gejala klinis
perkembangan infeksi HIV sehingga terkontrol perkembangan stadium
klinis pada setiap kunjungan dan menentukan saat pasien mulai
memenuhi syarat untuk terapi profilaksis kotrimoksazol dan atau terapi
ARV. Berbagai faktor mempengaruhi perkembangan klinis dan
imunologis sejak terdiagnosis terinfeksi HIV. Penurunan jumlah CD4

Kelompok 7 Page 24
Makalah AIDS

setiap tahunnya adalah sekitar 50 sampai 100 sel/mm3. Evaluasi klinis


dan jumlah CD4 perlu dilakukan lebih ketat ketika mulai mendekati
ambang dan syarat untuk memulai terapi ARV.
b. Pemantauan Pasien dalam Terapi Antiretroviral
1. Pemantauan klinis
Frekuensi pemantauan klinis tergantung dari respon terapi ARV.
Sebagai batasan minimal, Pemantauan klinis perlu dilakukan pada
minggu 2, 4, 8, 12 dan 24 minggu sejak memulai terapi ARV dan
kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah mencapai keadaan stabil.
Pada setiap kunjungan perlu dilakukan penilaian klinis termasuk tanda
dan gejala efek samping obat atau gagal terapi dan frekuensi infeksi
(infeksi bakterial, kandidiasis dan atau infeksi oportunirtik lainnya)
ditambah konseling untuk membantu pasien memahami terapi ARV
dan dukungan kepatuhan.
2. Pemantauan laboratoris
 Direkomendasikan untuk melakukan pemantauan CD4 secara rutin
setiap 6 bulan, atau lebih sering bila ada indikasi klinis.
 Untuk pasien yang akan memulai terapi dengan AZT maka perlu
dilakukan pengukuran kadar Hemoglobin (Hb) sebelum memulai
terapi dan pada minggu ke 4, 8 dan 12 sejak mulai terapi atau ada
indikasi tanda dan gejala anemia.
 Pengukuran ALT (SGPT) dan kimia darah lainnya perlu dilakukan
bila ada tanda dan gejala dan bukan berdasarkan sesuatu yang rutin.
Akan tetapi bila menggunakan NVP untuk perempuan dengan CD4
antara 250–350 sel/mm3 maka perlu dilakuan pemantauan enzim
transaminase pada minggu 2, 4, 8 dan 12 sejak memulai terapi
ARV (bila memungkinkan), dilanjutkan dengan pemantauan
berdasarkan gejala klinis.
 Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk pasien yang
mendapatkan TDF.

Kelompok 7 Page 25
Makalah AIDS

 Keadaan hiperlaktatemia dan asidosis laktat dapat terjadi pada


beberapa pasien yang mendapatkan NRTI, terutama d4T atau ddI.
Tidak direkomendasi untuk pemeriksaan kadar asam laktat secara
rutin, kecuali bila pasien menunjukkan tanda dan gejala yang
mengarah pada asidosis laktat.
 Penggunaan Protease Inhibitor (PI) dapat mempengaruhi
metabolisme glukosa dan lipid. Beberapa ahli menganjurkan
pemeriksaan gula darah dan profil lipid secara reguler tetapi lebih
diutamakan untuk dilakukan atas dasar tanda dan gejala.
 Pengukuran Viral Load (VL) sampai sekarang tidak dianjurkan
untuk memantau pasien dalam terapi ARV dalam keadaan terbatas
fasilitas dan kemampuan pasien. Pemeriksaan VL digunakan untuk
membantu diagnosis gagal terapi. Hasil VL dapat memprediksi
gagal terapi lebih awal dibandingkan dengan hanya menggunakan
pemantauan klinis dan pemeriksaan jumlah CD4. Jika pengukuran
VL dapat dilakukan maka terapi ARV diharapkan menurunkan VL
menjadi tidak terdeteksi (undetectable) setelah bulan ke 6.
3. Pemantauan pemulihan jumlah sel CD4 Pemberian terapi ARV akan
meningkatkan jumlah CD4. Hal ini akan berlanjut bertahun-tahun
dengan terapi yang efektif. Keadaan tersebut, kadang tidak terjadi,
terutama pada pasien dengan jumlah CD4 yang sangat rendah pada
saat mulai terapi. Meskipun demikian, pasien dengan jumlah CD4
yang sangat rendah tetap dapat mencapai pemulihan imun yang baik
tetapi memerlukan waktu yang lebih lama. Pada pasien yang tidak
pernah mencapai jumlah CD4 yang lebih dari 100 sel/mm3 dan atau
pasien yang pernah mencapai jumlah CD4 yang tinggi tetapi
kemudian turun secara progresif tanpa ada penyakit/kondisi medis
lain, maka perlu dicurigai adanya keadaan gagal terapi secara
imunologis.
D. PERAN APOTEKER
Peran Apoteker dalam Pelayanan HIV-AIDS

Kelompok 7 Page 26
Makalah AIDS

Peran apoteker seharusnya tidak hanya pada pengelolaan obat ARV, tetapi
juga terlibat dalam pemberian informasi obat ARV, konseling,dan monitoring
penggunaan ARV. Pemantauan efek toksik ARV ini sebenarnya juga
merupakan tanggung jawab apoteker, di sini apoteker dapat lebih berperan.
Konseling oleh apoteker diperlukan untuk mengatasi efek toksik tersebut
Pemberian Informasi Obat
1. Cara dan aturan pakai
2. Efek samping
3. Kegunaan/manfaat obat
4. Dosis
5. Cara penyimpanan
6. Pola hidup
7. Kepatuhan minum obat
8. Jadwal ambil obat
9. Informasi tentang antibiotik
melakukan konseling secara cukup komprehensif yaitu meliputi evaluasi
kepatuhan, efek samping, kenaikan CD4, berat badan, dan obat lainnya yang
diminum serta keluhan seputar pengobatan, ada lembar kartu pengobatan
pasien, riwayat pengobatan pasien dari awal pengobatan, konseling pola
hidup sehat, gizi, cara mengatasi efek samping obat, menjelaskan ke keluarga
tentang kewaspadaan adanya penularan, cara mencegah penularan, cara
menyiapkan obat, dan memberikan atau meminum obat
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit merupakan landasan hukum apoteker untuk melakukan
konseling kepada pasien.
Peran apoteker dalam pengobatan HIVAIDS meliputi antara lain:
1. Penyedia jasa penyuluhan dan pendidikan. Hal ini diperlukan untuk
memotivasi pasien dan keluarganya khususnya dalam kepatuhan terapi
agar tercapai luaran klinis yang positif dan diharapkan dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien.

Kelompok 7 Page 27
Makalah AIDS

2. Mengatasi permasalahan dosis anak, menentukan bentuk sediaan yang


sesuaibagi pasien anak.
3. Komunikasi dengan dokter penulis resep mengenai bentuk sediaan yang
tepat, regimen terapi yang tepat, penyesuaian dosis, dengan melakukan
strategi yang proaktif seperti menjelaskan tentang kemungkinan efek
samping, gejala dan durasi efek samping, cara mengatasi efek samping
mulai awal terapi agar pasien siap menghadapi hal ini.
Pada pasien HIV kadang-kadang juga menderita penyakit kronis lainnya
seperti hipertensi, diabetes, dan sebagainya sehingga mengalami kesulitan
karena banyaknya obat yang harus dikonsumsi. Obat penyakit kronis tersebut
mungkin kontraindikasi dengan ARV sehigga membuat pasien HIV menjadi
tidak patuh dengan ART. Peran apoteker di sini adalah untuk mengevaluasi
penggunaan obat dan meminimalisir jumlah obat dengan menghentikan
penggunaan obat yang tidak tepat.

Kelompok 7 Page 28
Makalah AIDS

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam
tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia.
Sedangkan AIDS (Acguired Immuno–Deviensi Syndromer) adalah
kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap serangan
penyakit dari luar.
2. Klasifikasi Infeksi HIV Berdasarkan Gambaran Klinik (WHO 2006) Yaitu
: Tanpa Gejala, Ringan, Lanjut, dan Parah
3. Fase Klinik HIV : Fase Klinik 1, Fase Klinik 2, Fase Klinik 3, Fase Klinik
4.
4. Patofisiologi : Infeksi HIV terjadi lewat 3 cara utama : Seksual, parenteral,
dan perinatal, Penggunaan jarum atau peralatan suntikan lainnya yang
terkontaminasi oleh pengguna obat terlarang adalah penyebab utama
transmisi parenteral dan akhir – akhir ini jumlahnya seperempat dari kasus
AIDS yang dilaporkan di Amerika, Petugas kesehatan mempunyai resiko
yang kecil tertular HIV akibat pekerjaanya, sebagian besar penularan
karena luka akibat jarum suntik, Infeksi perinatal atau penularan vertical,
penyebab utama (> 90% 0pada infeksi HIV anak. Risiko penularan ibu-
anak sekitar 25 % terjadi pada kasus tidak menyusui atau terapi ARV,
Pemberian air susu ibu (ASI) dapat juga menularkan HIV.
5. Manifestasi Klinik : Manifestasi klinik infeksi HIV primer bervariasi,
tetapi pasien sering mengalami gejala viral seperti demam, faringitis, dan
adenopati ( gangguan kelenjar terutama kelenjar limpa ). Gejala dapat
hilang setelah 2 minggu, Kemungkinan perkembangan AIDS berhubungan
dengan bebas virus RNA, pada suatu studi kecepatan berkembang dalam 5
tahun adalah 8 %, 26 %, 49% dan 62% untu kopi virus/ml atau > 36270

Kelompok 7 Page 29
Makalah AIDS

kopi virus, Fase klinik berdasarkan WHO dapat dilihat pada table dibawah
sedangkan klasifikasi imunologi untuk menetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Yulinah Sukandar, Apt, dkk.2011. ISO FARMAKOTERAPI II. Penerbit Ikatan Apoteker
Indonesia. Jakarta Barat.

PMK No.5 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5


TAHUN 2014.Panduan Praktik Klinis Dokter di FASYANKES

Kelompok 7 Page 30

Anda mungkin juga menyukai