Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HIV AIDS FAMILY CENTERED CARE PADA ODHA


DAN PENYALAHGUNAAN NAPZA

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

1. Atied Nurafifah Alwiah


2. B. Lili Permana Lestari
3. Demmy Lahillal
4. Endang Surianti
5. Eka Rahmawati
6. Lilis Maisaroh
7. Malyana P
8. Nurlailah
9. Nelyromantili
10. Rika indrianti
11. Risalah
12. Suci Murni
13. Suparno
14. Sulailah

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Family Centered Pada Odha Dan Penyalahgunaan Napza “ ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS. Kami mengucapkan terima kasih
kepada bapak Aan Dwi Sentana, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan
HIV/AIDS yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 10 Agustus 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan............................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
A. Pengertian HIV/AIDS...................................................................................4
B. Penyalahgunaan NAPZA..............................................................................3
BAB III.....................................................................................................................5
PENUTUP................................................................................................................5
A. Kesimpulan....................................................................................................5
B. Saran..............................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................6

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epidemi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immunodeficiency Syndromme) semakin berkembang cepat dan merupakan salah satu
tantangan terbesar dimasa kini sekalipun telah dilakukan berbagai upaya untuk
mengendalikan dan menekan penularannya. Penularan dan perkembangan kasus
HIV/AIDS yang paling cepat terkonsentrasi di negara-negara dunia ketiga, dimana
masyarakatnya masih bergelut dengan masalah keterbelakangan pendidikan,
ekonomi, dan terutama akses terhadap pelayanan kesehatan yang belum memadai
atau terjangkau. Pendidikan yang kurang dan keadaan ekonomi yang memprihatinkan
menyebabkan masyarakat tidak melakukan pemeriksaan kesehatannya secara rutin
sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit, termasuk penyakit HIV/AIDS
(Hardani, 2019)
Masalah HIV/AIDS bukan hanya sebagai permasalahan yang terjadi di tingkat
lokal, namun sudah menjadi permasalahan regional maupun global. Masalah ini telah
menimbulkan banyak korban, baik anak-anak maupun orang dewasa, bahkan telah
mengguncang kehidupan keluarga. HIV bukan hanya berdampak secara medis
namun juga berdampak secara psikososial-spritual. Kondisi ini sangat
memprihatinkan apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Bangsa Indonesia
akan kehilangan generasi muda yang produktif. Oleh karena itu, untuk menekan
penyebaran virus ini maka dibutuhkan keterlibatan serta dukungan berbagai pihak
terutama keluarga dalam pengobatan maupun perawatan sehingga mereka yang
terinveksi HIV memiliki kehidupan yang lebih lama.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana familly centered pada ODHA dan penyalahgunaan NAPZA ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui familly centered pada ODHA dan penyalahgunaan NAPZA.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian HIV/AIDS
1. Pengertian ODHA
ODHA adalah singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS, sebagai
pengganti istilah penderita yang mengarah pada pengertian bahwa orang
tersebut secara positif didiagnosa terinfeksi HIV.HIV adalah virus penyebab
AIDS yang menyerang sistem kekebalan tubuh Fungsi dari sistem kekebalan
tubuh itu sendiri sangat vital karena melindungi terhadap segala penyakit.
Bila sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi dengan baik atau dirusak oleh
virus maka akan berakibat kematian.Secara terus menerus HIV memperlemah
sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan
kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T- helper, sel yang membuat
zat anti dalam tubuh (Wahyuningsih, 2018)
HIV adalah sejenis parasit yang hanya dapat hidup dalam sel tubuh
manusia. Ukuran virus HIV kecil sekali, untuk dapat menutupi satu titik (.)
saja, dibutuhkan sekitar 500.000.000 lebih virus HIV. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa tidak semua orang yang menderita infeksi HIV
akan langsung menunjukan gejala klinis, dan ini menyebabkan orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) bahkan orang-orang yang berada didekat mereka tidak
mengetahui bahwa ia sudah terinfeksi virus tersebut. Pembagian tingkat klinis
penyakit virus HIV oleh Global Programme on AIDS dari Badan Kesehatan
Dunia (WHO) mengusulkan “pembagian tingkat klinis penyakit HIV” pada
pertemuan di Jenewa bulan Juni 1989 dan Februari 1990, berdasarkan
penelitian terhadap 907 penderita zeropositif HIV dari 26 Pusat Perawatan
yang berasal dari 5 benua. Pembagian tingkat klinis HIV tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Tingkat Klinis 1 (Asiptomatik/LGP): tanpa gejala sama sekali atau mengalami
Linfadenopati Generalisata Persisten (LPG), yakni pembesaran kelenjar getah

4
bening di beberapa tempat yang menetap.Pada tingkat ini, pasien belum
mempunyai keluhan dan tetap dapat melakukan aktivitas.
b. Tingkat Klinis 2 (dini): penurunan berat badan kurang dari 10 %; kelainan kulit
dan mulut yang ringan, misalnya dermatitis seboroika, prurigo, infeksi jamur
pada kaki, ulkas pada mulut berulang, dan chelitis anguralis;herpes zoster yang
timbul pada lima tahun terakhir; dan infeksi saluran nafas bagian atas
berulang,misalnya sinusitis.Pada tingkat ini, pasien sudah menunjukkan gejala
tetapi aktivitasnya tetap normal.
c. Tingkat Klinis 3 (menengah): penurunan berat badan lebih dari 10%, diare
kronik lebih dari 1 bulan, dengan penyebab tidak diketahui; panas yang tidak
diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang-timbul, maupun terus
menerus; kandidiasis mulut, bercak putih berambut di mulut; tuberkolosis
setahun terakhir; infeksi bakteriil yang berat, misalnya pnemonia. Pada tingkat
ini, penderita biasanya berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam per hari.
d. Tingkat Klinis 4 (lanjut): badan menjadi kurus (HIV Wasting Sydrome), yaitu
berat badan turun lebih dari 10 % dan diare kronik lebih dari sebulan dengan
penyebab tidak diketahui, atau kelemahan kronik timbul panas yang tidak
diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan: pnemonia pneumosistis karini,
toksoplasmosis otak; kriptosporidiosis dengan diare lebih dari1 bulan, penyakit
virus sitomegalo pada organ tubuh, kecuali di limfa, hati, atau kelenjar getah
bening; infeksi virus herpes simpleks dimukokutan lebih dari satu bulan, atau
di alat dalam (visceral) lamanya tidak dibatasi; mikosis (infeksi jamur) apa
saja, tuberkulosis di luar paru; limfoma, sarcoma Kaposi; ensefatopati HIV,
sesuai kriteria Center for Disease Control and Prevention (CDC) yaitu
gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang mengganggu aktivitas sehari-
hari, progresif setelah beberapa minggu atau beberapa bulan,tanpa ditemukan
penyebab selain HIV.
Pengidap HIV bila tidak ditangani sedini mungkin secara tepat dan
cepat berakibat sangat fatal, dan berdasarkan hasil penelitian, HIV merupakan
virus penyebab AIDS. Namun demikian, tidak semua pengidap virus HIV
akhirnya menderita AIDS. Berdasarkan studi yang pertama menunjukkan
sekitar 1 dari 10 orang yang tertular virus ini akan berakhir dengan menderita
AIDS karena masa antara infeksi dengan munculnya gejala memakan waktu
beberapa tahun. Diperkirakan waktu antara terinfeksi HIV dan terbentuk AIDS
5
bervariasi antara 1-10 tahun, dengan perkiraan rata-rata waktu 7-8 tahun
(Kaplan,1993).Orang dengan HIV positif sangat rentan terhadap serangan virus
sehingga kondisi tubuh dapat melemah secara cepat dan berkembang menjadi
AIDS(Acquired Immune Deficiency Syndrome).Penyakit AIDS jika
diterjemahkan secara bebas adalah sekumpulan gejala penyakit yang
menunjukan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang didapat dari
faktor luar (bukan bawaan sejak lahir). Jadi AIDS merupakan sekumpulan
gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan tertentu yang timbul sebagai
akibat menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) penderita. Penderita AIDS
menjadi peka terhadap infeksi termasuk kuman yang dalam keadaan normal
sebenarnya tidak berbahaya, dan hal ini disebabkan tubuhnya telah mengalami
kerusakan sistem kekebalan tubuh. Infeksi kuman bentuk ini disebut sebagai
infeksi oportunistik.

2. Pengertian familly centered care


FamilyCentered Care didefinisikan oleh Association for the Care of
Children's Health (ACCH) sebagai filosofi dimana pemberi perawatan
mementingkan dan melibatkan peran penting dari keluarga, dukungan keluarga
akan membangun kekuatan, membantu untuk membuat suatu pilihan yang
terbaik, dan meningkatkan pola normal yang ada dalam kesehariannya selama
anak sakit dan menjalani penyembuhan.
Family Centered Care merupakan suatu pendekatan yang holistik.
Pendekatan Family Centered Care tidak hanya memfokuskan asuhan
keperawatan kepada anak sebagai klien atau individu dengan kebutuhan biologis,
pisikologi, sosial, dan spiritual (biopisikospritual) tetapi juga melibatkan
keluarga sebagai bagian yang konstan dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
anak ( Richard, 2019)
3. Tujuan familly centered care

Tujuan penerapan konsep Family Centered Care dalam perawatan anak


adalah memberikan kesempatan bagi orangtua untuk merawat anak mereka
selama proses hospitalisasi dengan pengawasan dari perawat sesuai dengan
aturan yang berlaku

6
Selain itu Family Centered Care juga bertujuan untuk meminimalkan
trauma selama perawatan anak dirumah sakit dan meningkatkan kemandirian
sehingga peningkatan kualitas hidup dapat tercapai.
4. element familly centered care
Terdapat beberapa elemen Family Centered Care, yaitu:
a. Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstan dalam
kehidupan anak, sementara system layanan dan anggota dalam system
tersebut berfluktuasi.
Kesadaran perawat bahwa keluarga adalah bagian yang konstan,
merupakan hal yang penting. Fungsi perawat sebagai motivator menghargai
dan menghormati peran keluarga dalam merawat anak serta bertanggung
jawab penuh dalam mengelola kesehatan anak. Selain itu, perawat
mendukung perkembangan sosial dan emosional, serta memenuhi kebutuhan
anak dalam keluarga.Keputusan keluarga dalam perawatan anak merupakan
suatu pertimbangan yang utama karena keputusan ini didasarkan pada
mekanisme koping dan kebutuhan yang ada dalam keluarga. Dalam
pembuatan keputusan, perawat memberikan saran yang sesuai namun
keluarga tetap berhak memutuskan layanan yang ingin didapatkannya.
Beberapa hal yang diterapkan untuk menghargai dan mendukung
individualitas dan kekuatan yang dimiliki dalam satu keluarga seperti :
1) Kunjungan yang dibuat dirumah keluarga atau ditempat lain dengan
waktu dan lokasi yang disepakati bersama keluarga,
2) Perawat mengkaji keluarga berdasarkan kebutuhan keluarga,
3) Orangtua adalah bagian dari keluarga yang menjadi fokus utama dari
perawatan yang diberikan mereka turut merencanakan perawatan dan
peran mereka dalam perawatan anak.
4) Perencanaan perawatan yang diberikan bersifat komprehensif dan
perawatan memberikan semua perawatan yang dibutuhkan misalnya
perawatan pada anak, dukungan kepada orangtua, bantuan keuangan,
hiburan dan dukungan emosional.

b. Memfasilitassi kerjasama antara keluarga den perawat di semua tingkat


pelayanan kesehatan, merawat anak secara individual, pengembangan

7
program, pelaksanaan dan evaluasi serta pembentukan kebijakan hal ini
ditujukan ketika:
1) Kalaborasi untuk memberikan perawatan kepada anak peran
kerjasama antara orangtua dan tenaga perofesional sangat penting
dan vital. Keluarga bukan sekedar sebagai pendamping, tetapi
terlibat didalam pemberian pelayanan kesehatan kepada anak
mereka. Tenaga professional memberikan pelayanan sesuai dengan
keahlian dan ilmu yang mereka peroleh sedangkan orangtua
berkontribusi dengan memberikan imformasi tentang anak mereka.
Dalam kerja sama antara orangtua dengan tenaga professional,
orangtua bisa memberikan masukan untuk perawatan anak mereka.
Tapi, tidak semua tenaga professional dapat menerima masukan
yang diberikan.
2) Kerjasama dalam mengembangkan masyarakat dan pelayanan
rumah sakit Pada tahap ini anak-anak dengan kebutuhan khusus
merasakan mampaat dari kemamfuan orangtua dan perawat dalam
mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi program. Hal
yang harus diutamakan pada tahap ini adalah kalaborasi dengan
bidang yang lain untuk menunjang proses perawatan. Family
Centered Care memberikan kesempatan kepada orangtua dengan
professional untuk berkontribusi melalui pengetahuan dan
pengalaman yang mereka miliki untuk mengembangkan perawatan
terhadap anak di rumah sakit. Pengalaman merawat anak membuat
orangtua dapat memberikan perspektif yang penting, berkaitan
dengan perawatan anak serta cara perawat untuk menerima dan
mendukung keluarga.
3) Kolaborasi dalam tahap kebijakan Family Centered Care dapat
tercapai melalui kolaborasi orangtua dan tenaga professional dalam
tahap kebijakan.
Kalaborasi ini untuk memberikan mamfaat kepada orangtua, anak
dan tenaga professional. Orangtua bisa menghargai kemampuan
yang mereka miliki dengan memberikan pengetahuan mereka
tentang sistem pelayanan kesehatan serta kompotensi mereka.

8
Keterlibatan mereka dalam membuat keputusan menambah kualitas
pelayanan kesehatan.
c. Menghormati keanekaragaman ras, etnis budaya dan sosial ekonomi dalam
keluarga.
Tujuannya adalah untuk menunjang keberhasilan perawatan anak mereka
dirumah sakit dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan anak
diagnosa medis. Hal ini akan menjadi sulit apabila program perawatan
diterapkan bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga.
d. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan
perbedaan mekanisme koping dalam keluarga elemen ini mewujudkan 2
konsep yang seimbang pertama, Family Centered Care harus
menggambarkan keseimbangan anak dan keluarga.Hal ini berarti dalam
menemukan maslah pada anak, maka kelebihan dari anak dan keluarga harus
dipertimbangkan dengan baik. Kedua menghargai dan menghormati
mekanisme koping dan individualitas yang dimiliki oleh anak maupun
keluarga dalam kehidupan mereka.

9
e. Memberikan imformasi yang lengkap dan jelas kepada orangtua dan secara
berkelanjutan dengan dukungan penuh. Memberikan imformasi kepada
orangtua bertujuan untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan orangtua
terhadap perawat anak mereka. Selain itu, dengan demikian imformasi
orangtua akan merasa menjadi bagian yang penting dalam perawatan anak.
Ketersedian informasi tidak hanya memiliki pengaruh emosional, melainkan
hal ini merupakan faktor kritikal dalam melibatkan partisifasi orangtua
secara penuh dalam proses membuat keputusan terutama untuk setiap
tindakan medis dalam perawatan anak mereka
f. Mendorong dan mempasilitasi keluarga untuk saling mendukung Pada
bagian ini, Shelton menjelaskan bahwa dukungan yang lain yang dapat
diberikan kepada keluarga adalah dukungan antar keluarga. Elemen ini
awalnya diterapkan pada perawatan anak-anak dengan kebutuhan kusus
misalnya down syndrome atau autisme. Perawat ataupun tenaga professional
yang lain memfasilitasi keluarga untuk mendapatkan dukungan dari
keluarga lain yang juga memiliki masalah yang sama mengenai anak
mereka. Dukungan antara keluarga ini berfungsi untuk:

1. Saling memberikan dukungan dan menjalin hubungan persahabatan


2. Bertukar imformasi mengenai kondisi dan perawatan anak
3. Memamfaatkan dan meningkatkan system pelayanan yang ada untuk
kebutuhan perawatan anak mereka.
g. Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap perkembangan
bayi, anak-anak, remaja dan keluarga mereka ke dalam system perawatan
kesehatan Pemahaman dan penerapan setiap kebutuhan dalam
perkembangan anak mendukung perawat untuk menerapkan pendekatan
yang komprehensif terhadap anak dan keluarga agar mereka mampu dalam
melewati setiap tahap perkembangan dengan baik.
h. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program program yang
memberikan dukungan emosional dan keuangan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. Dukungan kepada keluarga bervariasi dan berubah setiap waktu
sesuai dengan kebutuhan keluarga tersebut. Jenis dukungan yang diberikan
misalnya mendukung keluarga untuk memenuhi waktu istrahat mereka,
pelayanan home care, pelayan konseling, promosi kesehatan, program
10
bermaian, serta koordinasi layanan keseehatan yang baik untuk membantu
keluarga memamfaatkan layanan kesehatan yang ada untuk menunjang
kebutuhan layanan kesehatan secara pinansial. Dukungan yang baik dapat

11
membantu menurunkan stress yang dialami oleh keluarga karena ketidak
seimbangan tuntutan kadaan kondisi dengan ketersediaan tenaga yang
dimiliki oleh keluarga saat mendampingi anak selama dirawat dirumah sakit.
Oleh karena itu perawat harus kritis dalam mengkaji kebutuhan keluarga
sehingga dukungan dapat diberikan dengan tepat termasuk
mempertimbangkan kebijakan yangberlaku baik dirumah sakit maupun
dilingkungan untuk menunjang dukungan yang akan diberikan kepada
keluarga.
i. Merancang system perawatan kesehatan yang fleksibel, dapat dijangkau
dengan mudah dan responsip terhadap kebutuhan keluarga teridentifikasi.
Sistem pelayanan kesehatan yang fleksibel didasarkan pada pemahaman
bahwa setiap anak memiliki kebutuhan terhadap layanan kesehatan yang
berbeda maka layanan kesehatan yang ada harus menyesuaikan dengan
kebutuhan dan kelebihan yang dimiliki oleh anak dan keluarga. Oleh karena
itu, tidak hanya satu intervensi kesehatan untuk semua anak tetapi lebih dari
satu intervensi yang berbeda untuk setiap anak. Selain layanan yang
fleksibel, dalam Family Centered Care juga mendukung agar layanan
kesehatan mudah diakses oleh anak dan keluarga misalnya sistem
pembayaran layanan kesehatan yang dipakai selama anak menjalani
perawatan dirumah sakit baik menggunakan asuransi atau jaminan kesehatan
pemerintah dan swasta, konsultasi kesehatan, prosedur pemeriksaan dan
pembedahan, layanan selama anak menjalani rawat inap dirumah sakit dan
sebagainya. Oleh karena itu perawat harus mengkaji kebutuhan anak atau
keluarga terhadap akses layanan kesehatan yang dibutuhkan lalu melakukan
intervensi sesuai dengan kebutuhan anak dan keluarga. Apabila layanan
kesehatan yang direncanakan fleksibel dan dapat diakses oleh anak dan
keluarga maka layanan kesehatan tersebut akan lebih responsif karena
memproritaskan kebutuhan anak dan keluarga.

12
maka tubuhnya akam mengalami resistensi yang berakibat pada
kematian.

B. Penyalahgunaan NAPZA
Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat / bahan
adiktif lainnya adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia
akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena
terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi)
terhadap NAPZA (Finger, 2016)
Penyalahgunaan narkoba atau NAPZA adalah suatu pola perilaku di mana
seseorang menggunakan obat-obatan golongan narkotika, psikotoprika, dan
zat aditif yang tidak sesuai fungsinya. Penyalahgunaan NAPZA umumnya
terjadi karena adanya rasa ingin tahu yang tinggi, yang kemudian menjadi
kebiasaan. Selain itu, penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang juga bisa
dipicu oleh masalah dalam hidupnya atau berteman dengan pecandu NAPZA
(Sriwijaya, 2019)
Ketergantungan NAPZA di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Ketergantungan fisik yaitu keadaan bila seseorang mengurangi
atau menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia
konsumsi,ia akan mengalami gejala putus zat.selain di tandai
dengan gejala putus zat,ketergantungan fisik juga dapat di tandai
dengan adanya toleransi.
2. Ketergantungan psikologis yaitu suatu keadaan bila berhenti
menggunakan NAPZA tertentu,seseorang akan mengalami
2

kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakannya kembali


walaupun ia tidak mengalami gejala fisik.
Tahap-tahap ketergantungan NAPZA yaitu :
1. Pemakaian coba-coba
a. Karena rasa ingin tau
b. Ingin di akui oleh lingkungan
2. Pemakaian sosial

a. Untuk bersenang-senang
b. Santai
c. Biasanya ketika rekreasi
d. Di lakukan secara berkelompok
3. Pemakaian situasional ( pada situasi tertentu )
a. Saat tegang
b. Sedih
4. Tahap habituasi ( kebiasaan )
Penggunaan narkoba udah jadi kebiasaan yang mengingat dan
mulai berpengaruh ke kehidupan sosial lo. Bakal udah mulai susah
lepas dari narkoba di tahap ini.
5. Tahap ketergantungan
a. Tidak bisa tidak
b. Hanya berpikir untuk terus pakai
c. Rela malakukan apa saja untuk pakai
3

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengetahuan dan pemahaman Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)
yang sangat terbatas cukup berpengaruh terhadap kondisi kesehatan mereka.
Ketidaktahuan dan ketidakpahaman saat terinfeksi penyakit HIV/AIDS,
terefleksi pada anggapan bahwa gejala-gejala seperti pingsan, diare secara
terus menerus, luka maupun jamur disekitar mulut adalah penyakit biasa dan
akan sembuh bila minum obat.Ketidakjelasan tentang informasi HIV/AIDS
yang benar, membuat ODHA tidak terlalu mempedulikan pennyakit yang
dialami serta melakukan pencegahan agar tidak terinfeksi virus yang lainnya
(Wahyuningsih, 2018)

B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya
mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang
bermanfaat.Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literatur yang
layak digunakan untuk mahasiswa.
4

DAFTAR PUSTAKA

Finger, C. (2016). Kegawatdaruratan_Napza. 1–6.

Han, E. S., & goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). Familly
Centered Care. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.

Hardani, G. (2019). Family Centered Care ODHA. Jurnal Riset Kesehatan,


8(1), 21. https://doi.org/10.31983/jrk.v8i1.3918

Sriwijaya. (2019). NAPZA.

Wahyuningsih. (2018). Dukungan Keluarga Terhadap Kelangsungan Hidup


ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). 3(2).
https://doi.org/10.31219/osf.io/7j63d

Anda mungkin juga menyukai