Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN HIV/AIDS

DISUSUN OLEH:
1. Mely Puriyanti
2. Mita Fatima Mernissi
3. Nurul Hidayanti
4. Purnatika
5. Ratu Astuti
6. Retno Fitri Wulandari
7. Siti arafah
8. Yulia Tri Kresnawati
9. Yuyun Agustina

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PENDIDIKAN NERS

TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Paliatif dalam
bentuk makalah Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Dewi Purnawati,
M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Paliatif.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
bapak ibu dosen agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Asuhan Keperawatn


Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS ini dapat memberikan manfaat

Mataram, 05 Agustus 2021

Kelompok 12

ii
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI.................................................................................................................3
A. Konsep Dasar Penyakit HIV/AIDS.....................................................................................3
1. Pengertian.......................................................................................................................3
2. Etiologi...........................................................................................................................4
3. Manifestasi Klinik HIV/AIDS.........................................................................................4
4. Patofisiologi HIV/AIDS..................................................................................................6
5. Permasalahan Yang Sering Muncul Pada Pasien HIV/AIDS..........................................8
B. Konsep Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS...........................................8
1. Komponen-Komponen Perawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS............................10
2. Peran Dan Fungsi Perawat Dalam Perawatan Paliatif.................................................10
3. Kompetensi Perawat Pada Perawatan Paliatif.............................................................12
4. Asuhan Keperawatan Paliatif......................................................................................14
a. Pengkajian keperawatan........................................................................................15
b. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................17
c. Intervensi dan Implementasi Keperawatan............................................................19
d. Evaluasi.................................................................................................................32
BAB III..................................................................................................................................34
PENUTUP.............................................................................................................................34
A. Kesimpulan.......................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus,
sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia,
sedangkan Aids singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome,
dimana virus ini akan muncul setelah virus HIV menyerang sistem
kekebalan tubuh seseorang. Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) juga merupakan sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi
virus HIV. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun
penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia.


Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah
membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981,
dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah.

Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai


dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL,
Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS
sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan
106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430
kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an
kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di
Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia
menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan

1
kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
dan menambah pengetahuan mengenai bagaimana asuhan
keperawatan paliatif pada pasien HIV AIDS.
2. Tujuan Khusus
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untukmengetahui dan
menambah pengetahuan mengenai bagaimana asuhan keperawatan
paliatif pada pasien HIV/AIDS meliputi:
a. Konsep dasar penyakit HIV/AIDS
b. Konsep dasar askep paliatif HIV/AIDS

BAB II
TINJAUAN TEORI

2
A. Konsep Dasar Penyakit HIV/AIDS
1. Pengertian
HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan
cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan
vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi
melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah,
jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya
dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang


dapat menurunkan kekebalan tubuh (BKKBN, 2007). Menurut Depkes
RI (2008) menyatakan bahwa HIV adalah sejenis retrovirus-RNA
yang menerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah
singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome suatu kumpulan
gejala penyakit yang didapat akibat menurunnya sistem kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh virus HIV. HIV/AIDS adalah suatu
kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi oleh HIV (Sylvia & Wilson, 2005).

AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah


kehilangan kekebalan tubuh manusia yang sistem kekebalannya
dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita
AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan
virus tertentu yang bersipat oportunistik. Selain itu penderita AIDS
sering sekali menderita keganasan, khususnya sarkoma kaposi dan
limpoma yang hanya menyerang otak (Djuanda, 2007). Dari beberapa
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa HIV/AIDS adalah suatu
syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat

3
penurunan kekebalan tubuh yang didapat karena tertular atau terinfeksi
virus HIV.

2. Etiologi
Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah
diketahui dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2. Infeksi yang terjadi
sebagian besar disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 benyak
terdapat di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2
relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah ditularkan
dan masa inkubasi sejak mulai infeksi sampai timbulnya penyakit
lebih pendek (Martono, 2006).
HIV yang dahulu disebut virus limpotrofik sel T manusia atau
virus limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik
dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya
(RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke
dalam sel penjamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik,
dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh dunia
(Sylvia & Wilson, 2005).
Insiden HIV/AIDS lebih sering pada jenis kelamin laki-laki dari
pada perempuan. Sering terjadi pada kelompok usia produktif (20-49
tahun), dimana penularan lebih banyak melalui hubungan seksual
yang berganti-ganti pasangan dengan rendahnya pemakain kondom
dan pemakaian jarum suntik di kalangan pemakai narkoba.
3. Manifestasi Klinik HIV/AIDS
Seseorang yang terinfeksi virus HIV, proses perjalanan
penyakitnya dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
a. Transmivi virus
Proses ini terjadi 2-6 minggu setelah seseorang terinfeksi virus HIV.
b. Infeksi HIV primer (syndrome retroviral akut)
Sebagian besar pasien yang terinfeksi HIV akan menunjukkan

4
gejala infeksi seperti contohnya demam, nyeri otot, nyeri sendi
dan rasa lemah. Selain itu akan muncul kelainan mukokutan yaitu
ruam kulit, dan ulkus di mulut. Kemudian pembengkakan kelenjar
limfa, gejala neurologi (nyeri kepala, nyeri belakang kepala,
fotophobia, dan depresi maupun gangguan saluran cerna
(anoreksia, nausea, diare, jamur dimulut). Gejala ini akan muncul
2-6 minggu dan akan membaik dengan atau tanpa pengobatan.
c. Serokonversi
Pada tahap ini sering disebut tahap pertama gejala HIV, dimana gejala
akan muncul beberapa minggu setelah tubuh terinfeksi dengan
menunjukkan gejala seperti flu, sakit tenggorokan, diare, demam,
muncul peradangan berwarna merah disertai benjolan kecil
disekitarnya, berat badan turun, dan badan terasa lelah. Gejala ini
akan berhenti dan infeksi HIV tidak menunjukan gejala
apapun selama beberapa tahun.
d. Infeksi kronik asimptomatik
Pada fase ini, seseorang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala
selama rata-rata 8 tahun. Penderita akan tampak sehat, dapat
melakukan aktiftas normal, tetapi dapat menularkan penyakit HIV
kepada orang lain.
e. Infeksi kronik simptomatik
Di fase ini, akan muncul gejala-gejala pendahuluan seperti demam,
pembesaran kelenjar limfa yang kemudian diikuti infeksi
oportunistik. Dengan adanya infeksi oportunistik maka perjalanan
penyakit telah memasuki stadium Aids. Fase simptomatik
berlangsung rata-rata 1,3 tahun yang berakhir dengan kematian.
f. Aids (indikator sesuai dengan CDC 1993 atau jumlah CD4 kurang
dari 200/mm3)
g. Infeksi HIV lanjut ditandai dengan jumlah CD4 kurang dari
50/mm3.

5
Setelah terjadi infeksi HIV ada masa dimana pemeriksaan
serologis antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif, sementara
virus sebenarnya telah ada dalam jumlah banyak. Pada masa ini, yany
disebut window periode (periode jendela), orang yang telah terinfeksi
ini sudah dapat menularkan kepada orang lain walaupun
pemeriksaan antibodi HIV hasilnya negatif. Fase ini berlangsung
selama 3-12 minggu.
4. Patofisiologi HIV/AIDS
Virus HIV masuk kedalam tubuh manusia melalui kontak
langsung dengan lapisan membrane mukosa yang tidak utuh atau
melalui pertukaran cairan tubuh. Penularan HIV terjadi saat darah,
sperma atau cairan vagina dari seseorang yang terinfeksi masuk ke
dalam tubuh orang lain. Virus HIV yang telah masuk, kemudian
akan saling berlekatan di sel dendrit. Dendrit merupakan bagian dari
mekanisme pertahanan awal pada tubuh saat tubuh mengalami
proses infeksi. Selanjutnya virus HIV dibawa ke kelenjar getah
bening. Target utama virus HIV adalah sel limfosit CD4 (salah
satu jenis sel darah putih), namun demikian virus HIV bisa
menginfeksi otak (Djoerban.Z, 2009).

Seperti yang kita ketahui bahwa sel darah putih merupakan


“pasukan pengaman” yang bertugas untuk menjaga sistem
kekebalan tubuh. Sehingga bisa dibayangkan apa yang akan terjadi
pada tubuh jika sel darah putih tersebut dilumpuhkan oleh virus HIV.
Tentu, seseorang yang terinfeksi HIV akan mudah terserang penyakit.
Sebagai contoh, jika seseorang yang terserang penyakit batuk pilek
dapat sembuh dengan sendirinya kurang lebih 1 minggu, maka orang
dengan HIV bisa membutuhkan waktu lama untuk bisa sembuh.

Saat virus HIV menginfeksi sel CD4, maka virus HIV akan
menjalani tahapan reproduksi, dimana virus tersebut akan membelah

6
dan membentuk koloni yang sering disebut dengan istilah binding and
fussion. Kemudian virus HIV akan mengalami proses yang disebut
reverse transcription, integrasi dan transkripsi. Melalui ketiga tahap
ini, virus HIV akan tersimpan dalam sel CD4 untuk jangka panjang
dan akan membelah menjadi lebih banyak. Sel CD4 yang
sebelumnya berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh, justru oleh
virus HIV dijadikan sebagai “pabrik” untuk memproduksi lebih
banyak virus HIV. Sehingga yang terjadi adalah terbentuk virus
HIV yang baru dan akan menempel pada sel CD4 lainnya, yang lama
kelamaan akan menimbulkan sel CD4 tersebut akan mati. Hal inilah
yang menyebabkan jumlah sel CD$ akan berkurang. Jumlah CD4
normal adalah 800-1200, sementara pada orang dengan HIV
jumlahnya bisa tinggal 50/mm3. Orang yang terinfeksi HIV tidak
lagi mempunyai pasukan pengaman untuk mempertahankan
kekebalan tubuhnya, sehingga rentan terhadap serangan bakteri dan
virus.

Penularan virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari cairan


sperma, sekresi serviks/vagina, darah dan air susu. Penyebaran virus
HIV dapat melalui hubungan seks baik homo maupun heteroseksual,
penggunaan jarum yang tercemar pada penyalahgunaan NAPZA,
kecelakaan kerja pada sarana pelayanan kesehatan misalnya tertusuk
jarum yang tercemar, transfusi darah, donor organm tindakan medis
invasive, serta perinatal dan pemberian ASI dari ibu ke anak. Tidak
ada bukti yang nyata bahwa HIV daoat ditularkan melalui kontak
sosial, alat makan, toilet, kolam renang, udara ruangan maupun oleh
nyamuk atau serangga (Djoerban.Z, 2009).

7
5. Permasalahan Yang Sering Muncul Pada Pasien HIV/AIDS
Fatigue merupakan gejala paling umum dan membuat distress
pada pasien HIV/AIDS, mempenagruhi sekitar 20-60% pasien. HIV-
related fatigue didefinisikan lebih dari sekedar merasa lelah. Pasien
HIV dengan fatigue mengeluh lemah, kehilangan energi, mengantuk,
mudah lelah, kehausan, dan ketidakmampuan mendapat istirahat
yang cukup, dimana semua gejala mempengaruhi kualitas hidup.
Penyebab potensial HIV-related fatigue meliputi anemia,
kurang istirahat dan gangguan tidur, diet inadekuat, stres psikologis
(depresi, kecemasan), penggunaan zat sifatnya rekreasi), abnormalitas
kelenjar tiroid, hipogonadism, infeksi, efek samping obat, dan demam.
Penyebab fisiologik lainnya adalah rendahnya jumlah sel hitung CD4,
gangguan fungsi hati, dan abnormalitas kortisol. Depresi dikatakan
penyebab psikologis potensial terjadinya fatigue. Tatalaksana keluhan
ini antara lain program pelatihan aerobik (treadmill), strategi
perawatan diri (suplemen nutrisi, vitamin, dan perubahan diet, istirahat
cukup, terapi alternatif dan komplementer) (Engels,J).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS

Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) mengalami permasalahan yang


sangat kompleks baik secara biologis, psikososial, spiritual maupun
kulturalnya. Sehingga sangat membutuhkan perawatan paliatif. Hal ini
disebabkan, ODHA mempunyai hak untuk tidak menderita dan masih
berhak untuk mnendapatkan pertolongan, meskipun diketahui semua
pengobatan yang diberikan pada ODHA tidak akan menyembuhkan tetapi
hanya untuk menambah harapan hidupnya.
Pelayanan perawatan paliatif diberikan secara terintegrasi antara
dokter, perawat, petugas sosial medis, psikolog, rohaniawan, relawan dan

8
profesi lain yang diperlukan. Perawat sebagai salah satu anggota tim
paliatif berperan memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
pada pasien dan keluarga.
Serupa dengan penyakit kronis lainnya, pergeseran ke arah paliatif
masa akhir kehidupan merupakan keputusan yang membutuhkan banyak
pertimbangan dan kolaborasi antar pasien, keluarga, dan pendamping.
Terapi pada HIV secara spesifik baik terhadap penyakit dan gejala, saat
digunakan bersamaan, dapat membantu mengendalikan gejala serta
secara signifikan berkontribusi terhadap kenyamanan pasien.
Perawatan pasien dengan HIV tergolong rumit seperti pengobatan
gejala saat virus terkontrol atau membantu dengan perencanaan
perawatan lebih lanjut pada masa akhir kehidupan. Tim perawatan paliatif
dan dokter berperan penting dalam mendukung pasien melalui proses ini.
Hal ini menjadi alasan perawatan paliatif dianjurkan sebagai terapi
pendamping bagi pasien HIV. Menyadari efek potensial dari integrasi
perawatan paliatif ke dalam perawatan rutin, World Health Organization
(WHO) menyatakan bahwa perawatan paliatif sebaiknya tergabung dalam
setiap stadium penyakit HIV. Hal serupa tertera dalam pedoman UNAIDS
yang menyatakan bahwa seluruh individu yang hidup dengan HIV
sebaiknya diberi perawatan paliatif yang efektif selama pengobatannya.
Program yang ada yang menggabungkan perawatan paliatif ke dalam
perawatan HIV beragam, menawarkan berbagai layanan, termasuk
perawatan paliatif berbasis rumah sakit dan rawat inap (Souza, P.N, 2016).
1. Komponen-Komponen Perawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS
Komponen-komponen perawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS adalah :
a. Penilaian kebutuhan fisik, emosional, sosial dan spiritual pasien
maupun keluarga, meliputi: skrining nyeri dan gejala fisik lain
(termasuk efek samping obat antiretroviral) dan skrining kesehatan
mental serta kebutuhan dukungan sosial.
b. Mengobati gejala berdasarkan temuan medis.

9
c. Memberikan kebutuhan kesehatan mental dan dukungan sosial
berdasarkan kapasitas pelayanan.
d. Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai kebutuhan
dalam keahlian perawatan diri dan jangka panjang.
e. Melakukan follow-up dan membantu membuat rujukan apabila
dibutuhkan.

2. Peran Dan Fungsi Perawat Dalam Perawatan Paliatif


Sebagai anggota tim perawatan paliatif, berikut ini adalah peran dan
fungsi perawat dalam perawatan paliatif, diantaranya adalah :

a. Pelaksana perawatan
Sebagai pelaksana perawatan, perawat bertindak sebagai pemberi
asuhan keperawatan pada ODHA. Memberikan pendidikan kesehatan
kepada pasien dan keluarganya, memberikan konseling serta
melakukan kolaborasi dengan profesi lain yang terlibat dalam
perawatan ODHA. Selain itu, perawat juga memfasilitasi terhadap
semua kebutuhan pasien serta melakukan modifikasi lingkungan untuk
memberikan kenyamanan kepada ODHA.
b. Pengelola
Sebagai pengelola perawatan, perawat dapat berperan sebagai manajer
kasus maupun konsultan ODHA dan keluarganya.
c. Pendidik
Perawat dapat memberikan pendidikan ataupun pelatihan tentang
perawatan paliatif kepada ODHA, kepada teman sejawat, ataupun
mahasiswa.
d. Peneliti
Sebagai peneliti, peran dapat berperan melakukan penelitian dibidang
keperawatan dengan tema perawatan paliatif pada ODHA dan
keluarga.

10
Sehubungan dengan peran perawat sebagai pemberi perawatan
(caring) pada pasien HIV/Aids dan keluarganya, maka perawat harus
mampu melakukan hubungan terapeutik dengan ODHA dengan berperan
sebagai perawat profesional, pasangan, teman akrab atau bahkan
sebagai keluarga bagi ODHA.
Untuk dapat menjalankan peran dengan baik dan melakukan
hubungan timbal balik yang positif antara perawat dan pasien, perawat
perlu memiliki nilai-nilai caring relationship dan mengaplikasikannya
sebagai perilaku caring, diantaranya adalah :
1) Jujur dan sabar
2) Bertangung jawab
3) Memberikan kenyamanan
4) Mendengarkan dengan atensi dan penuh perhatian
5) Memberikan sentuhan
6) Menunjukkan kepedulian
7) Menunjukkan rasa hormat
8) Memberikan informasi dengan jelas
9) Memanggil pasien dengan namanya
Selain hal tersebut diatas, perawat juga perlu memiliki sikap positif
dalam memberikan asuhan keperawatan pada ODHA yang meliputi :
1) Mempunyai falsafah hidup yang kokoh, agama dan sistem nilai.
2) Mempunyai kemampuan mendengar dengan baik dan memotivasi
pasien.
3) Mempunyai kemmapuan untuk tidak “judgemental” terhadap pasien
yang mempunayi sistem nilai yang berbeda.
4) Tidak menunjukkan rekasi berlebihan jika terdapat bau ataupun
kondisi yang tidak wajar
5) Mampu mengkaji, mengevaluasi secara cermat dari perilaku non
verbal
6) Senantiasa menemukan cara menangani setiap masalah

11
7) Menunjukkan perilaku caring.

3. Kompetensi Perawat Pada Perawatan Paliatif


Kompetensi di definisikan sebagai keterampilan, pengetahuan,
pengalaman, kualitas dan karakteristik, serta perilaku yang menjadi syarat
pada seseorang untuk melakukan kerja atau tugasnya secara efektif. Berikut
beberapa kompetensi perawat pada perawatan paliatif yang didesain oleh
Becker (2015), diantaranya adalah :
a. Keterampilan komunikasi
Keterampilan berkomunikasi merupakan hal yang terpenting
dalam pelayanan perawatan paliatif. Perawat mengembangkan
kemampuan berkomunikasinya untuk dapat meningkatkan hubungan
yang lebih baik dengan pasien dan keluarga. Sehingga perawat dapat
memberikan informasi yang penting dengan cara yang lebih baik saat
pasien membutuhkannya, atau menjadi pendengar yang baik saat
pasien mengungkap keluhannya tanpa memberikan penilaian atau
stigma yang bersifat individual. Komunikasi menjadi keterampilan
yang sangat dasar pada perawat paliatif, dimana dengan keterampilan
tersebut perawat akan mampu menggali lebih dalam mengenai
perasaan pasien, keluhan pasien tentang apa yang dirasakannya.

b. Keterampilan psikososial
Untuk dapat bekerja sama dengan keluarga pasien dan
mengantisipasi kebutuhannya selama proses perawatan pasien,
maka pelibatan keluarga dalam setiap kegiatan akan dapat membantu
dan mendukung keluarga untuk mandiri. Elemen psikososial
merupakan bagian dari proses perawatan yang biasanya di delegasikan
ke pekerja social medic. karena pekerja social medic memiliki
wawasan dan akses yang lebih luas ke berbagai macam organisasi atau
instansi yang dapat diajak bekerja sama untuk memberikan dukungan

12
kepada pasien. karena mengingat peran perawat dalam tim paliatif
begitu banyak sehingga tidak memungkin untuk melakukannya.
Akan tetapi bila, dalam tim interprofesional tidak ada tenaga pekerja
social medic, maka perawatlah yang akan melakukannya.
Membangun rasa percaya dan percaya diri selama berinteraksi
dengan pasien dan dengan menggunakan diri sendiri sebagai bentuk
terapeutik melalui proses komunikasi terapeutik maka hal tersebut
merupakan inti dari pendekatan psikososial dalam perawatan paliatif.
c. Keterampilan bekerja tim
Bekerja bersama dalam tim sebagai bagian dari tim
interprofesional merupakan hal yang sangat vital untuk dapat
melakukan praktik atau intervensi yang baik terhadap pasien. Seiring
dengan meningkat peran perawatan di area paliatif sehingga
keterampilan untuk dapat bekerja dalam tim menjadi suatu keharusan
dan keniscayaan.
d. Keterampilan dalam perawatan fisik
Perawat di tuntut memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang baik untuk dapat melakukan asuhan keperawatan secara langsung
pada pasien dalam kondisi apapun dan kapanpun, sehingga perawat
dapat bertindak dan mengambil keputusan yang tepat sesuai kondisi
pasien. Pemilihan metode yang tepat untuk mengkaji pasien
menjadi hal yang penting, mengingat kondisi pasien yang kadang
berubah dan tidak memungkin merespon beberapa pertanyaan yang di
ajukan. Sehingga keterampilan observasi dan kemampuan intuisi
perawat yang dapat digunakan untuk mengenali tanda atau gejala yang
pasien tidak dapat atau mampu untuk melaporkannya. Dengan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat maka perawat
dapat memberikan masukan kepada anggota tim untuk tidak lebih
fokus pada pemberian obat-obatan berdasarkan perkembangan kondisi
pasien.

13
e. Keterampilan intrapersonal
Salah satu area yang menjadi komponen kunci untuk dapat
bekerja dengan baik dan sukses dalam area perawatan paliatif adalah
keterampila intrapersonal. karena kematangan secara pribadi dan
professional akan dapat membantu perawat dalam mengatasi masalah
yang terkait dengan isu intrapersonal yang bersifat intrinsic
terutama saat melayani atau melakukan asuhan keperawatan pasien
yang menjelang ajal dan keluarganya. Perawat harus dapat mengenali
dan memahami reaksi dan perasaan pasien yang merupakan
konsekuensi alamiah dari bekerja dengan pasien sekarat atau keluarga
yang mengalami kedukaan, sehingga perawat mampu menentukan
sikap dan menyesuaikan diri dengan kondisi atau situasi yang sarat
dengan emosi dan perasaan sensitive.

4. Asuhan Keperawatan Paliatif


Asuhan keperawatan paliatif merupakan suatu proses atau rangkaian
kegiatan praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien
dengan menggunakan pendekatan metodologi proses keperawatan
berpedoman pada standart keperawatan, dilandasi etika profesi dalam
lingkup wewenang serta tanggung jawab perawat yang mencakup
wewenang serta tanggung jawan perawat pada seluruh proses kehidupan,
dengan menggunakan pendekatan holistic mencakup pelayanan
biopsikososispiritual yang komprehensif dan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan asuhan
keperawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS adalah:
1) Melakukan pengkajian secara cermat, mendengarkan keluhan
dengan sungguh-sungguh
2) Menetapkan diagnosis/masalah keperawatan dengan tepat
sebelum bertindak

14
3) Melakukan tindakan asuhan keperawatan secara tepat dan akurat
4) Mengevaluasi perkembangan pasien secara cermat
Pendekatan model asuhan keperawatan paliatif diberikan dengan
melihat kebutuhan ODHA secara holistik yang meliputi kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural pada ODHA dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan, meliputi pengkajian
keperawatan, penegakan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi
dan evaluasi.
a. Pengkajian keperawatan
Perawat harus memahami apa yang dialami pasien dengan kondisi terminal,
tujuannya adalah untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi
klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan
akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai. Terdapat empat
fase respon terhadap penyakit yang mengancam hidup, diantaranya
adalah:
1) Fase prediagnostik
Terjadi ketika diketahui adanya gejala dan faktor resiko penyakit
2) Fase akut
Berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian
keputusan, termasuk kondisi medis, interpersonal mauoun
psikologis.
3) Fase krinis
Klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya pasti terjadi.
Klien dalam kondisi terminal akan mengalami masalah baik fisik,
psikososial maupun sosial-spiritual.
Faktor-faktor yang perlu dikaji pada perawatan paliatif pasien
HIV/AIDS, yaitu:
1) Faktor fisik
Perawat melakukan pengkajian kondisi fisik secara
keseluruhan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Masalah

15
fisik yang sering dialami ODHA biasanya diakibatkan oleh karena
penyakitnya mapun efek samping dari pengobatan yang
diterimanya.
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan
pada berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan
antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan,
eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri. Perawat harus
mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien. Klien
mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum
terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik
yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam
pemeliharaan diri.
2) Faktor psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi
terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi
pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang
ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis
lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan,
kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-
tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
3) Faktor sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama
kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik
diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering
bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus
bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat
memberikan dukungan social bisa dari teman dekat,
kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.

16
4) Faktor spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan
proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat
terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah
semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui
disaat-saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh
agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus
diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan
melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive
terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian,
sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat
terpenuhi.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada asuhan keperawatan paliatif pasien HIV/AIDS,
meliputi:

1) Biologi
a) Ketidakefektifan termogulasi b.d penurunan imunitas tubuh
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan
asupan oral
c) Intoleransi aktivitas b.d keadaan mudah letih, kelemahan,
malnutrisi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2) Psikologi
a) Ansietas b.d ancaman nyata terhadap kesejahteraan diri
b) Harga diri rendah b.d penyakit kronis, krisis stuasional
3) Sosial
a) isolasi soaial b.d stigma, ketakutan orang lain terhadap
penyebaran infeksi
b) Ketidakefektifan mekanisme koping keluarga b.d kemampuan

17
dalam mengaktualisasi diri
4) Spiritual
a) distress spiritual b.d penyakit infeksi kronis

c. Intervensi dan Implementasi Keperawatan


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakefektifan NOC: NIC:
termogulasi 1. Hidration Temperatur regulation
2. Adherence Behavior (pengaturan suhu)
3. Immune Status 1. Monitor suhu
4. Risk control Tubuh minimal 2 jam
5. Risk detection 2. Rencanakan monitor suhu
Kriteria Hasil: secara continue
a. Keseimbangan antara 3. Monitor TD, Nadi, RR
produksi panas, 4. Monitor warna suhu kulit
panas yang diterima, 5. Monitortanda-tanda
dan kehilangan hipotermi dan hipertermi
panas. 6. Tingkatkan intake cairan
b. Seimbang antara dan nutrisi
produksi panas, 7. Selimuti pasien untuk
panas yang diterima, mencegah hilangnya
dan kehilangan panas kehangatan tubuh
selama 28 hari 8. Ajarkan pasa pasien cara
pertama kehidupan. mencegah keletihan
c. Keseimbangan asam akibat panas
basa bayi baru lahir 9. Diskusikan tentang
d. Temperature stabil pentingnya pengaturan
36,5-37C suhu dan kemungkinan
e. Tidak ada kejang efek negative dan
f. Tidak ada perubahan kedinginan.
warna kulit 10. Beritahu tentang indikasi
g. Glukosa darah stabil terjadinya keletihan dan
h. Pengendalian resiko penanganan emergency
hipertermi: yang diperlukan
hipotermia 11.Ajarkan indikasi dan
i. Pengendalian resiko: hipotermi dan
proses menular penanganan yang
j. Pengendalian resiko: diperlukan
paparan sinar 12. Berikan antipiretik bila
matahari. perlu.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi

18
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x24 makanan
kenutuhan b.d jam diharapkan nutrisi 2. Monitor adanya
penurunan asupan kurang teratasi dengan penurunan berat badan
oral kriteria hasil : 3. Yakinkan diet yang
a. Adanya peningkatan dimakan mengandung
berat badan sesuai tinggi serat untuk
tujuan mencegah kondtipasi
b. Berat badan ideal 4. Berikan informasi
sesuai dengan tinggi tentang kebutuhan
badan informasi
c. Tidak ada tanda- 5. Kolaborasi dengan ahli
tanda malnutrisi gizi untuk menentuukan
d. Menunjukkan jumlah kalori dan nutrisi
peningkatan fungsi yang dibutuhkan.
pengecapan dan
menelan
e. Tidak terjadi
penurunan berat
badanyang berarti
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu klien untuk
b.d keadaa mudah keperawatan selama 3x24 mengidentifikasi aktivitas
letih, kelemahan, jam diharapkan pasien yang mampu dilakukan
malnutrisi dengan bertoleransi terhadap 2. Bantu klien untuk
gangguan aktivitas dengan kriteria membantu jadwallatihan
keseimbangan hasil: diwaktu luang
cairan dan a. Berpartisipasi dalam 3. Sediakan penguatan yang
elektrolit aktivitas fisik tanpa posiif bagi yang aktif
disertai peningkatan beraktifitas
tekanan darah, nadi, 4. Monitor respon fisik,
RR. emosional, social dan
b. Mampu melakukan spiritual
aktivitas sehari-hari 5. Kolaborasi dengan tenaga
(ADLs) secara rehabilitasi medic dalam
mandiri merencanakan program
c. Keseimbangan terapi yang tepat.
aktivitas dan istirahat
4 Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan
ancaman nyata keperawatan selama 3x24 yang menyenangkan
terhadap jam diharapkanansietas 2. Nyatakan dengan jelas
kesejahtraan diri dapat teratasi dengan kriteria harapan terhadap pelaku
hasil : pasien
a. Klien mampu 3. Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi dan dan apa yang dirasakan
mengungkapkan 4. Pahami perspektif pasien

19
gejala cemas terhadap situasi stress
b. Mengidentifikasi, 5. Temani pasien untuk
mengungkapakan, mengurangi takut
dan menunjukkan 6. Dengarkan dengan penuh
teknik perhatian
mengontrolcemas. 7. Instruksikan pasien
c. Vital sign dalam menggunakan teknik
batas normal relaksasi
d. Postur tubuh, ekpresi 8. Berikan obat untuk
wajah, Bahasa tubuh mengurangi kecemasan.
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
kurangnya
kecemasan.
5 Harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan Self exam enhancement
b.d penyakit kronis, keperawatan selama 3x24 1. Tunjukkan rasa percaya
krisis stuasional jam diharapkan masalah diri terhadap kemampuan
harga diri rendah teratasi pasien untuk mengatasi
dengan kriteria hasil: situasi
a. Adaptasi terhadap 2. Dorong pasien
ketikdayaan fisik : mengidentifikasi
respon adaktif klien kekuatan dirinya
terhadap tantangan 3. Ajarkan keterampilan
fumgsional penting. perilaku yang positif
b. Menunjukkan 4. Buat statement positif
penilaian pribadi terhadap pasien
tentang harga diri 5. Dukung pasien untuk
c. Mengungkapkan menerima
penerimaan diri 6. Kaji alasan-alasan untuk
d. Kmunikasi terbuka mengkritik atau
e. Menggunakan menyalahkan dirisendiri
strategi koping 7. Kolaborasi dengan
epektif. sumber-sumber
lain(peigas dinas social,
perawat spesialis klinis
dan layanan keagamaan)
Bodi image enchancement
counseling
1. Menggunakan proses
pertolongan interaktif
yang berfokus pada
kebutuhan, masalah atau
perasaan pasien dan orang
terdekat untuk

20
meningkatkan atau
mendukung koping
pemecahan masalah.
6 Isolasi social NOC: Socialization enhacement
b.d perubahan a. Social interactive skill 1. Fasilitasi dukunganpada
status mental, b. Stress level pasien oleh keluarga
gangguan c. Social support 2. Dukung hubungan dengan
penampilan fisik d. Post-trsums syndrome orang lain yang
Kriteria hasil: mempunyai minat dan
1) Iklim social tujuan yang sama
keluarga ;lingkungan 3. Dorong pasien melakukan
yang mendukung yang kegiatan social dan
bercirikan hubungan dan komunitas
tujuan anggota keluarga. 4. Berikan uji pembatasan
2) Partisipasi waktu luang; interpersonal
menggunakan aktivitas 5. Verikan umpan balik
yang menarik, tentang peningkatan
menyenagkan dan dalam perawatan dan
menenangkan untuk penampilan diri atau
meningkatkan aktivitas lain
kesejahtraan. 6. Hadapkan pasien pda
3) Keseimbangan pada hambatan penilaianjika
perasaan mampu memungkinkan
menyesuaikan emosi 7. Dorong pasien untuk
sebagai respon terhadap mengubah lingkungan
keadaan tertentu, seperti jalan-jalan.
4) Keparahan kesepian: 8. Fasilitasi pasien yang
mengendalikan mempunyai penurunan
keparahan respon emosi, sensory seperti
social atau eksistensi penggunaan kacamata
terhadap isolasi dan alat pendengaran
5) Menyesuaikan yang 9. Fasilitasi pasienuntuk
tepat terhadap tekanan berpartisipasi dalam
emosi sebagai respon diskusi dengan group
terhadap keadaan kecil
tertentu. 10. Membantu pasien
6) Tingkat persepsi positif mengembangkan atau
tentang status kesehatan meningkatkan
dan status hidup keterampilan social
individu. interpesrsonal
7) Partisipasi dalam 11. Kurangi stigma isolasi
bermai, penggunaan dengan menghormati
aktivitas oleh anak usia martabat pasien
1-11 tahun untuk 12. Gali kekuatan dan

21
meningkatkan kelemahan pasien dalam
kesenanga, hiburan, dan berinteraksin social.
perkembangan.
8) Meningkatkan hubungan
yang efektif dalam
prilaku pribadi, ineraksi
social dengan orang,
kelompok atau
organisasi.
9) Ketersediaan atau
peningkatan pemberian
actual bantuan yang
handal dari orang lain.
10) Mengungkapkan
penurunan perasaan atau
pengalaman diasingkan.
7 Tidak efektifnya Setelah dilakukan tindakan Coping enhancemrnt
mekanisme koping keperawatan selama 1x24 1. Kaji koping keluarga
keluarga b.d jam diharapkan keluarga terhadap sakit pasien dan
kemampuan dalam dapat mempertahankan perawatannya
mengaktualisasi support system dan adaptasi 2. Biarkan keluarga
diri terhadap perubahan akan mengungkapkan perasaan
kebutuhannya dengan secara verbal
kriteria hasil: 3. Ajakan kepada
a. Pasien dan kluarga keluarga tentang penyakit
berinteraksi dengan cara dan transmisinya
yang konstruktif
b. Keluarga bisa menerima
keadaan klien.
8 Distress spiritual Setelah dilakukan tindakan 1. Bina hubungan saling
b.d penyakit infeksi keperawatan selama 3x24 percaya dengan pasien
kronis jam diharapkan masal 2. Kaji faktor penyebab
distress spiritual dapat gangguan spiritual pada
teratasi dengan kriteria hasil: pasien
a. Mampu membina 3. Bantu pasien
hubungan saling percaya mengungkapkan perasaan
dengan perawat terhadap spiritual yang
b. Mampu mengungkapkan diyakini
penyebab gangguan 4. Bantu klien
spiritual mengembangkan skill
c. Mengungkapkan perasaan untuk mengatasi
dan pikiran tentang perubahan spiritual dalam
spiritual yang diyakininya kehidupan
d. Aktif melakukan kegiatan 5. Fasilitasi pasien dengan

22
spiritual atau keagamaan alat-alat ibadah sesuai
keyakinan atau agama
yang dianut oleh pasien
6. Bantu pasien untuk ikut
serta dalam kegiatan
keagamaan
7. Bantu pasien
mengevaluasi perasaan
setelah melakukan
kegiatan.spiritual lainnya

d. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses asuhan
keperawatan paliatif, namun bukan berarti asuhan keperawatan akan
berhenti pada tahapan ini, melainkan lebih menekankan pada
tahapan mengevaluasi perkembangan ODHA dengan melakukan
analisa perkembangan kondisi yang ada pada ODHA, melakukan
reasesment dan replanning melihat perkembangan kondisi yang
ada pada ODHA. Hal-hal yang harus menjadi perhatian perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif adalah :
1) Asuhan keperawatan paliatif berarti asuhan intensif dan
komprehensif
2) Selalu pelajari dan observasi hal yang baru dari ODHA
3) Semua anggota tim sepakat untuk emndukung rencana
tindakan yang telah disusun
4) Melibatkan keluarga ODHA
5) Gunakan bahasa yang mudah difahami
6) Beri kesempatan bertanya dan jawab dengan jujur

7) Jelaskan perkembangan, keadaan dan rencana tindak lanjut


8) Jangan memberikan janji kosong pada ODHA

9) Melakukan konseling, pelatihan kepada ODHA, keluarga dan


care giver

23
10) Mempermudah kelancaran perawatan di rumah dalam
pelaksanaan asuhan
11) Memperhatikan aspek religius pasien
12) Tunjukkan rasa empati, keseriusan serta sikap yang
mendukung untuk siap membantu
13) Pertimbangkan latar belakang ODHA dan keluarga
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa hal yang bisa penulis simpulkan dalam pedoman
perawatan paliatif pada ODHA adalah :
1. Perubahan status pengobatan dari status kuratif menjadi status paliatif
merupakan masalah yang tidak mudah diterima oleh ODHA ataupun
keluarga
2. Tujuan utama perawatan paliatif adalah meningkatkan kualitas
hidup ODHA
3. Masalah yang muncul pada ODHA bukan semata-mata karena
HIV/Aids, namun juga termasuk masalah enyakit yang menyertai
ODHA (penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal dan hati, malignansi
dan lain-lain)
4. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif adalah
memberikan kenyamanan pada ODHA tanpa menimbulkan
kecemasan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada ODHA
5. Kompetensi yang dibutuhkan oleh perawat dalam memberikan
perawatan paliatif apda ODHA adalah meliputi keterampilan
komunikasi, psikososial, bekerja dalam tim, perawatan fisik dan
keterampilan intrapersonal.
6. Pendekatan model asuhan keperawatan paliatif diberikan dengan
melihat kebutuhan ODHA secara holistic yang meliputi kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural pada ODHA dengan

24
menggunakan pendekatan proses keperawatan meliputi pengkajian,
penegakan diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA

Becker R. Fundamental Aspect of Palliative Care Nursing; an evidence


handbook for student nurses. 2end ed. 2015.
Bulecheck, G.M., Butcher H.K., Dochterman J. M., and Wagner, C.M. 2013.
Djoerban Z.D. Hiv/Aids Di Indonesia Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 5. Jakarta. 2009.
Djuanda Adhi.2007.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima.
Balai Penerbit FKUI.Jakarta.file:///C:/Users/hpcomp/Downloads/Docu
ments/4b991e67df07c17a41ff9bf ceff6ea76.pdf . Diakses pada tanggal
5 Agustus 2018, pukul 16.30 WITA.
Fitria, Meri. 2017. Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien Dengan HIV-
AIDS. [serial online] tersedia dalam
https://id.scribd.com/document/337755340/ASKEP-HIV-AIDS-doc.
Diakses tanggal 5 Agustus 2021
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses:
Definition and Classification 2015-2017. NANDA International.

Kekes. 2018. Askep Paliatif HIV-AIDS. [serial online] tersedia dalam


https://id.scribd.com/document/375895052/Askep-Paliatif-HIV-AIDS.
Diakses tanggal 5 Agustus 2021.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., and Swanson, E. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC). ELSEVIER.

Muntammah, U. 2020. Pedoman Perawatan Paliatif Pada Orang Dengan


HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Sakit. Yuma Presindo. Surakarta.

25
Murtiastutik D. 2008, ‘HIV & AIDS’ In : Buku Ajar Infeksi Menular Seksual.
Nursing Interventions Classification (NIC). ELSEVIER Surabaya: Airlangga
University Press,pp. 211-231.

26

Anda mungkin juga menyukai