Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan


(PPOK)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1
Dosen Pengampu : Rosliana Dewi , S.Kp., M.H.Kes., M.Kep

Gh

Disusun Oleh :
Kelompok 2

1. Ahmad Taufik C1AA20003


2. Annisyapuri Syifa Septian C1AA20007
3. Suci Rahayu C1AA20111
4. Verawati Eka Saputri C1AA20117
5. Yulia Rosmawati C1AA20121

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rida dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah asuhan
keperawatan PPOK. Tidak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Rosliana
yang yang telah membimbing dan membantu kami dalam proses penyusunan Makalah
ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada teman-teman yang telah
membantu baik secara moral maupun material sehingga makalah ini dapat terwujud.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah I
selain itu untuk mengetahui dan memahami arti dari Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Kasus Gangguan Sistem Pernafasan (PPOK) .
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dan kesalahan dalam makalah
yang disusun. Oleh karena itu penulis mohon maaf atas kesalahan tersebut. Kritik dan
saran dari pembaca senantiasa ditunggu oleh penulis guna meningkatkan kualitas
tulisan ke depannya.

Sukabumi, 30 September 2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I........................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN....................................................................................................................iii
Latar Belakang......................................................................................................................iii
Rumusan Masalah.................................................................................................................iv
Tujuan....................................................................................................................................iv
BAB II.......................................................................................................................................1
PEMBAHASAN.......................................................................................................................1
Pengertian PPOK....................................................................................................................1
Etiologi PPOK........................................................................................................................1
Patofisiologi PPOK................................................................................................................4
Manifestasi Klinis PPOK.......................................................................................................5
Penatalaksanaan PPOK..........................................................................................................5
Pencegahan PPOK..................................................................................................................8
Asuhan Keperawatan PPOK.................................................................................................10
BAB III....................................................................................................................................17
PENUTUP...............................................................................................................................22
Kesimpulan...........................................................................................................................22
Saran.....................................................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif non-reversible
atau reversible parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronis dan emfisema atau
gabungan keduanya.1 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
PPOK menduduki peringkat ketiga dalam kategori 10 penyakit penyebab kematian
terbanyak di dunia dan insidensi dari penyakit ini diyakini akan mengalami
kenaikan di tahun-tahun mendatang, Oleh karena itu PPOK menjadi salah satu
permasalahan yang penting dalam dunia kesehatan.2 Tahun 2015 WHO melaporkan
telah terjadi 251 juta kasus PPOK di seluruh dunia dan menyebabkan kematian
sebanyak 3,17 juta orang.

Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 melaporkan bahwa


PPOK menduduki peringkat ke 6 dalam daftar 10 penyakit paling mematikan
dengan angka prevalensi sebesar 3,7% per 1 juta orang dengan frekuensi yang lebih
tinggi pada laki-laki.3 Kejadian PPOK sangat banyak terjadi pada orang yang
merokok, baik perokok aktif maupun pasif, dikarenakan zat iritan pada asap rokok
dapat memicu keluarnya faktor-faktor inflamasi di dalam paru. Jika hal ini terjadi
secara terus menerus, faktor-faktor inflamasi yang keluar akan merusak jaringan
epitel paru. Selain merokok, penyebab lainnya adalah defisiensi enzim α1-
antitripsin yang menggangu sistem kerja neutrofil yang berfungsi melindungi paru
dari zat polutan.4 Keluhan pada PPOK umumnya muncul pada saat fungsi paru-
paru sudah menurun banyak. Keluhan yang paling sering muncul adalah sesak
nafas, batuk kronis dan berdahak.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan keluhan yang dialami pasien dan derajat
keparahan ditentukan hasil spirometrinya, Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease (GOLD) menentukan derajat keparahan PPOK menjadi derajat
ringan, sedang, berat dan sangat berat.1 Kelainan fungsi paru-paru pada penderita
PPOK juga akan mempengaruhi kerja organ lain seperti jantung. Beberapa
mekanisme yang mempengaruhi kerja jantung tersebut berupa hiperinflasi paru-paru
yang mengganggu aktifitas potensial aksi di jantung, depresi pada diafragma yang
merubah posisi jantung pada elektroda, hipoksia yang menyebabkan terganggunya
metabolisme jantung dan hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh vasokonstriksi
dan berkurangnya pembuluh di paru-paru
karena jaringan parenkim paru-paru yang rusak.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja pengertian dari PPOK ?


2. Apa saja Etiologi dari PPOK ?
3. Apa saja Patofisiologi dari PPOK ?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis PPOK ?
5. Bagaimana Penatalaksanaan PPOK ?
6. Bagaimana Cara Pencegahan PPOK ?
7. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan yang baik bagi pasien PPOK ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari PPOK
2. Untuk mengetahui macam – macam Etiologi PPOK
3. Untuk mengetahui macam – macam Patofisiologi dari PPOK
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis untuk pasien PPOK
5. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan PPOK
6. Untuk mengetahui cara mencegahan PPOK
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang baik bagi pasien PPOK
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Terhalangnya aliran udara ke paru-paru
adalah ciri dari PPOK Penyakit paru obstruktif kronis atau PPOK adalah nama
untuk sekelompok kondisi paru yang menyebabkan kesulitan bernapas. Kondisi ini
menyebabkan aliran udara ke paru-paru terhalang.Penyakit ini termasuk kondisi
umum yang menyerang orang dewasa, terutama yang memiliki kebiasaan
merokok.Masalah pernapasan ini cenderung semakin memburuk dari waktu ke
waktu dan dapat memengaruhi produktivitas. Seseorang yang terkena PPOK
memiliki risiko yang lebih tinggi terserang penyakit jantung, kanker paru-paru, dan
berbagai kondisi lainnya. Meski kondisi ini termasuk kategori penyakit progresif,
namun tetap bisa diobati. Pengobatan dan perawatan yang tepat bisa membuat
penderitanya memiliki kualitas hidup yang baik. Selain itu, perawatan yang baik
juga akan memperkecil risiko mengalami komplikasi.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang
disebabkan oleh emfisema dan bronkitis kronis. Menurut American College of
Chest Physicians/American Society, (2015). Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) adalah sekolompok penyakit paru menahun yang berlangsung lama dan
disertai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara (Padila, 2012).
Kelompok penyakit paru tersebut adalah bronkitis kronis, emfisema paru-paru dan
asma bronchial (Smeltzer, 2011).

B. Etiologi PPOK
Etiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive
pulmonary disease (COPD) adalah kerusakan jalan nafas atau kerusakan parenkim
paru. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh :

1. Merokok
Merokok hingga saat ini masih menjadi penyebab utama dari PPOK, termasuk
perokok pasif. World Health Organitation (WHO) memperkirakan pada tahun
2005, 5.4 juta orang meninggal akibat konsumsi rokok. Kematian akibat rokok

1
diperkirakan akan meningkat hingga 8.3 juta kematian pertahun pada tahun
2030.Merokok merangsang makrofag melepaskan fator kemotaktik netrofil dan
elastase yang akan menyebabkan destruksi jaringan. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa penurunnan fungsi paru dan perubahan struktur paru pada
pasien yang merokok telah terjadi jauh sebelum gejala klinis PPOK muncul.
2. Faktor Lingkungan
PPOK dapat muncul pada pasien yang tidak pernah merokok. Faktor lingkungan
dicurigai dapat menjadi penyebabnya namun mekanisme belum diketahui pasti.
Pada negara dengan penghasilan sedang hingga tinggi, merokok merupakan
penyebab utama PPOK, namun pada negara dengan penghasilan rendah paparan
terhadap polusi udara merupakan penyebabnya. Faktor risiko yang berasal dari
lingkungan antara lain adalah polusi dalam ruangan, polusi luar ruangan, zat
kimia dan debu pada lingkungan kerja, serta infeksi saluran nafas bagian bawah
yang berulang pada usia anak.
3. Defisiensi enzim Alpha1-antitrypsin (AAT)
AAT merupakan enzim yang berfungsi untuk menetralisir efek elastase neutrophil
dan melindungi parenkim paru dari efek elastase. Defisiensi AAT merupakan
faktor predisposisi pada Emfisema tipe panasinar. Defisiensi AAT yang berat
akan menyebabkan emfisema prematur pada usia rata-rata 53 tahun untuk pasien
bukan perokok dan 40 tahun pada pasien perokok.
4. Paparan Pekerjaan
Meningkatnya gejala-gejala respirasi dan obstruksi aliran udara dapat diakibatkan
oleh paparan debu di tempat kerja. Beberapa paparan pekerjaan yang khas
termasuk penambangan batu bara, penambangan emas, dan debu kapas tekstil
telah diketahui sebagai faktor risiko obstruksi aliran udara kronis.
5. Polusi Udara
Beberapa peneliti melaporkan meningkatnya gejala respirasi pada orang-orang
yang tinggal di daerah padat perkotaan dibandingkan dengan mereka yang tinggal
di daerah pedesaan, yang berhubungan dengan meningkatnya polusi di daerah
padat perkotaan. Pada wanita bukan perokok di banyak negara berkembang,
adanya polusi udara di dalam ruangan yang biasanya dihubungkan dengan
memasak, telah dikatakan sebagai kontributor yang potensial.
6. Infeksi Berulang Saluran Respirasi
Infeksi saluran respirasi telah diteliti sebagai faktor risiko potensial dalam
perkembangan dan progresivitas PPOK pada orang dewasa, terutama infeksi
saluran nafas bawah berulang. Infeksi saluran respirasi pada masa anak-anak juga
telah dinyatakan sebagai faktor predisposisi potensial pada perkembangan akhir
PPOK.
7. Kepekaan Jalan Nafas dan PPOK
Kecenderungan meningkatnya bronkontriksi sebagai reaksi terhadap berbagai
stimulus eksogen, termasuk methakolin dan histamin, adalah salah satu ciri-ciri
dari asma. Bagaimanapun juga, banyak pasien PPOK juga memiliki ciri-ciri jalan
nafas yang hiperesponsif. Pertimbangan akan tumpang tindihnya seseorang
dengan asma dan PPOK dalam kepekaan jalan nafas, obstruksi aliran udara, dan
gejala pulmonal mengarahkan kepada perumusan hipotesis Dutch yang
menegaskan bahwa asma, bronkitis kronis, dan emfisema merupakan variasi dari
dasar penyakit yang sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan dan genetik
untuk menghasilkan gambaran patologis yang nyata.

C. Patofisiologi PPOK
PPOK merupakan kombinasi antara penyakit bronkitis obstruksi kronis, emfisema,
dan asma. Menurut Black (2014), patologi penyakit tersebut adalah :
a. Bronkitis Obstruksi Kronis
Bronkitis obstruksi kronis merupakan akibat dari inflamasi bronkus, yang
merangsang peningkatan produksi mukus, batuk kronis, dan kemungkinan
terjadi luka pada lapisan bronkus. Bronkitis kronis ditandai dengan hal-hal
berikut :
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar submukosa pada bronkus yang
menyebabkan peningkatan produksi mukus.
2) Peningkatan jumlah sel goblet yanag juga memproduksi mukus.
3) Terganggunya fungsi silia, sehingga menurunkan pembersihan mukus.
Kemampuan pertahanan mukosilier paru berkurang, sehingga paru akan lebih
mudah terinfeksi. Ketika terjadi infeksi, produksi mukus akan menjadi lebih
banyak, serta dinding bronkus akan meradang dan menebal. Bronkitis kronis
awalnya hanya mengenai bronkus besar, namun pada akhirnya seluruh saluran
nafas akan terpengaruh.
b. Emfisema
Emfisema adalah gangguan yang berupa terjadinya kerusakan pada dinding
alveolus. Kerusakan tersebuat menyebabkan ruang udara terdistensi secara
permanen. Akibatnya aliran udara akan terhambat, tetapi bukan karena produksi
mukus yang berlebih seperti bronchitis kronis. Beberapa bentuk dari emfisema
dapat terjadi akibat rusaknya fungsi pertahanan normal pada paru melawan
enzim-enzim tertentu. Peneliti menunjukkan enzim protease dan elastase dapat
menyerang dan menghancurkan jaringan ikat paru. Ekspirasi yang sulit pada
penderita emfisema merupakan akibat dari rusaknya dinding di antara alveolus
(septa), kolaps parsial pada jalan nafas, dan hilangnya kelenturan alveolus untuk
mengembang dan mengempis.
c. Asma
Asma melibatkan proses peradangan kronis yang menyebabkan edema mukosa,
sekresi mukus, dan peradangan saluran nafas. Ketika orang dengan asma
terpapar alergen ekstrinsik dan iritan (misalnya : debu, serbuk sari, asap, tungau,
obat- obatan, makanan, infesi saluran napas) saluran napasnya akan meradang
yang menyebabkan kesulitan napas, dada terasa sesak.Hambatan aliran udara
yang progresif memburuk merupakan perubahan fisiologi utama pada Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang disebabkan perubahan saluran nafas secara
anatomi di bagian proksimal, perifer, parenkim, dan vaskularisasi paru
dikarenakan adanya suatu proses peradangan atau inflamasi yang kronik dan
perubahan struktural pada paru.
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu
sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental
dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi
sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
sangat purulen. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukus yang kental dan adanya peradangan. (Jackson, 2014). Komponen-
komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.
Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi
normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. (Grece & Borley, 2011)

D. Manifestasi Klinis PPOK


Menurut Putra (2013) manifetasi klinis pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) adalah : Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah seperti
susah bernapas, kelemahan badan, batuk kronik, nafas berbunyi, mengi atau
wheezing dan terbentuknya sputum dalam saluran nafas dalam waktu yang lama.
Salah satu gejala yang paling umum dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
adalah sesak nafas atau dyosnea. Pada tahap lanjutan dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK), dypsnea dapat memburuk bahkan dapat dirasakan ketika penderita
sedang istirahat atau tidur.
Manifestasi klinis utama yang pasti dapat diamati dari penyakit ini adalah sesak
nafas yang berlangsung terus menerus. Menurut Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) Internasional (2012), pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) mengalami perubahan bentuk dada. Perubahan bentuk yang terjadi
yaitu diameter bentuk dada antero-posterior dan transversal sebanding atau sering
disebut barrel chest. Kesulitan bernafas juga terjadi pada pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) yaitu bernafas dengan menggunakan otot bantu
pernafasan dalam jangka waktu yang lama, maka akan terjadi hipertropi otot dan
pelebaran di sela-sela iga atau daerah intercostalis. Bila telah mengalami gagal
jantung kanan, tekanan vena jugularis meninggi dan akan terjadi edema pada
ekstremitas bagian bawah. Hal ini menandakan bahwa terlah terjadi penumpukan
cairan pada tubuh akibat dari gagalnya jantung memompa darah dan sirkulasi cairan
ke seluruh tubuh. Palpasi tektil fremitus tada emfisema akan teraba lemah, perkusi
terdengar suara hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, dan
hepar terdorong ke bawah. Bunyi nafas vesikuler normal atau melemah, ronkhi pada
waktu nafas biasa atau ekspirasi paksa. Ekspirasi akan terdengar lebih panjang dari
pada inspirasi dan bunyi jangtung juga terdengar menjauh.
E. Penatalaksanaan PPOK
1. Non Farmokologi
a. Berhenti Merokok.
b. Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi keletihan dan


memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan
optimal yang disertai: simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang
gawat darurat, kualitas hidup yang menurun. Program rehabilitasi terdiri dari 3
komponen yaitu: latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan (PDPI, 2011).

c. Terapi Oksigen.

Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk


mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot
maupun organ-organ lainnya (PDPI, 2011).

d. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya


kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah (PDPI, 2011).

2. Farmakologis
a. Bronkodilator

Bronkodilator adalah pengobatan yang berguna untuk meningkatkan FEV1


atau mengubah variable spirometri dengan cara mempengaruhi tonus otot polos
pada jalan napas. Bronkodilator dapat diberikan dengan metered-dose inhaler
(MDI), dry powder inhaler (DPI), dengan nebulizer, atau secara oral (LeMone et
al., 2016). Macam-macam bronkodilator:

1) β2 Agonist (short-acting dan long-acting)

Prinsip kerja dari β2 agonis adalah relaksasi otot polos jalan napas dengan
menstimulasi reseptor β2 dengan meningkatkan C-AMP dan menghasilkan
antagonisme fungsional terhadap bronkokontriksi. Angios β2 adalah obat dan
napas menyebabkan bronkodilasi. Obat ini juga membantu pembersihan
mukus dan memperbaiki kekuatan (endurance) otot pernapasan (Black &
Hawks, 2014).

2) Antikolinergik

Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium, oxitroprium


dan tiopropium bromide. Efek utamanya adalah memblokade efek asetilkolin
pada reseptor muskarinik.

b. Methylxanthine

Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat ini


dilaporkan berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini tidak
direkomendasikan jika onat lain tersedia.

c. Kortikosteroid

Inhalasi yang diberikan secara regular dapat memperbaiki gejala, fungsi paru,
kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi pada pasien dengan FEV1
<60% prediksi.

d. Phosphodiesterase-4 inhibitor

Mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi dengan


menghambat pemecahan intraselular C-AMP. Tetapi, penggunaan obat
inimemiliki efek samping seperti mual, menurunnya nafsu makan, sakit perut,
diare, gangguan tidur dan sakit kepala (Soeroto & Suryadinata, 2014).

3. Terapi farmakologis lain


a. Vaksin

Vaksin pneumococcus direkomendasikan untuk pada pasien PPOK usia > 65


tahun .

b. Alpha-1 Augmentation therapy

Terapi ini ditujukan bagi pasien usia muda dengan defisiensi alpha-1
antitripsin herediter berat. Terapi ini sangat mahal, dan tidak tersedia di hampir
semua negara dan tidak direkomendasikan untuk pasien PPOK yang tidak ada
hubungannya dengan defisiensi alpha-1 antitripsin.
c. Antibiotik

Penggunaannya untuk mengobati infeksi bakterial yang mencetuskan


eksaserbasi.

d. Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan antioksidan

Ambroksol, erdostein, carbocysteine, ionated glycerol dan N-acetylcystein


dapat mengurangi gejala eksaserbasi.

e. Immunoregulators (immunostimulators, immunomodulator)


f. Antitusif: Golongan obat ini tidak direkomendasikan.
g. Vasodilator
h. Narkotik (morfin) (Soeroto & Suryadinata, 2014).

F. Pencegahan PPOK
Berikut adalah beberapa tips menjalani gaya hidup bagi penderita PPOK

1. Berhenti merokok Merokok adalah penyebab utama dari bronkitis dan


emfisema, duet penyakit yang menjadi penyebab PPOK. Apabila Anda adalah
seorang perokok dan belum juga berhenti, sangatlah penting untuk segera
menghentikan kebiasaan itu.Jika Anda tidak pernah merokok, jangan
memulainya. Jika Anda adalah perokok, Anda harus berhenti karena merokok
dapat memperburuk PPOK.
2. Memahami kondisi
Mengenali tanda-tanda flare-up, eksaserbasi, alias perburukan gejala PPOK bisa
menjadi salah satu cara untuk mencegah PPOK yang kambuh semakin
memburuk. Biasakan untuk mengetahui tempat terdekat yang bisa Anda
kunjungi jika sewaktu-waktu Anda mengalami kesulitan bernapas. Menyimpan
nomor telepon dokter ataupun orang terdekat lainnya untuk dimintai bantuan
juga merupakan suatu persiapan yang cerdas.
Memeriksakan diri secara rutin juga bisa membantu Anda mengantisipasi gejala
PPOK yang mungkin muncul. Sampaikanlah pada dokter apabila Anda
mengalami gejala baru atau gejala yang memburuk, seperti demam.
3. jaga kebersihan udara di lingkungan Anda
Cara mencegah PPOK kambuh lainnya adalah dengan menghindari tempat-
tempat yang penuh dengan polusi, seperti asap rokok. Asap rokok dapat
membuat paru-paru lebih rusak. Jenis polusi udara lain, seperti asap knalpot
kendaraan atau
limbah pabrik, juga bisa mengiritasi paru-paru Anda. Jika Anda tinggal di dekat
pabrik dan kualitas udaranya buruk, pastikan bahwa udara dalam ruangan Anda
bersih. Langkah pencegahan flare-up PPOK yang bisa Anda lakukan adalah
dengan menggunakan high-efficiency particulate air (HEPA) filter.
4. Ketahui riwayat keluarga
PPOK bisa jadi disebabkan oleh faktor genetik. Jika begini, keluarga Anda
berisiko PPOK lebih tinggi, apalagi jika ada anggota keluarga yang sudah kena
PPOK. Jika benar, Anda harus memeriksakan keluarga Anda untuk “ gen
PPOK” . Sebagai upaya pencegahan, Anda bisa melakukan tes darah untuk
menunjukkan apakah Anda membawa gen PPOK.
5. Lakukan vaksinasi
Flu dan pilek adalah hal yang umum terjadi dan tak memerlukan perlakuan
khusus. Namun, bagi orang dengan PPOK, ini dapat memperburuk kondisi
saluran napas Anda yang memang sudah terganggu.
Jika Anda memiliki PPOK, sebaiknya Anda melindungi diri dengan melakukan
vaksinasi influenza secara rutin setiap tahunnya. Dengan begitu, Anda akan
mengurangi risiko terpapar flu.
6. Makan makanan padat nutrisi
Terkadang, penderita PPOK tingkat lanjut tidak mendapatkan nutrisi yang
mereka perlukan agar tetap sehat. Bisa jadi, ini karena menurunnya nafsu makan
atau sesak napas yang muncul saat makan, atau setelah makan. Padahal,
mendapatkan asupan makanan yang berigizi dan menghindari pantangan bisa
membantu kondisi Anda semakin baik. Ini juga jadi salah satu langkah
pencegahan gejala PPOK Anda kambuh.
7. Menjaga kebugaran
Meski penderita PPOK sering dan mudah mengalami sesak napas, bukan berarti
mereka tak bisa berolahraga sama sekali. Malah, penderita PPOK dianjurkan
untuk tetap berolahraga dan melatih otot pernapasannya. Kunci berolahraga
untuk penderita PPOK adalah tidak boleh terlalu berat atau terlalu ringan. Selain
memperkuat otot-otot pernapasan, Anda juga membutuhkan olahraga untuk
membakar lemak agar berat badan Anda tetap terjaga sehingga tak menimbulkan
masalah baru, seperti obesitas.
8. Kelola stress
Orang yang hidup dengan penyakit yang melumpuhkan, seperti PPOK,
terkadang kalah dengan rasa cemas, stres, atau depresi. Itu sebabnya, mengelola
stres bagi penderita PPOK adalah hal penting. Jika stres mengganggu pola tidur
Anda, lakukan tips tidur nyenyak khusus untuk penderita PPOK.
9. Dapatkan dukungan dari keluarga dan teman
Keluarga dan teman adalah sumber bantuan yang berharga. Anggota keluarga
dan mereka yang tercinta perlu mendukung di setiap waktu, terutama jika
pengobatan PPOK Anda sampai harus membutuhkan terapi oksigen. Kehadiran
orang terdekat juga penting saat penderita PPOK melakukan perjalanan ke
berbagai tempat.

G. Asuhan Keperawatan pada Pasien PPOK

1. Pengkajian
a. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi
lebih sering di jumpai pada usia dini.S eparuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun
dan sepertigakasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisilaki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
b. Riwayat kesehatan

 Keluhan utama

Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah dispnea
(bias sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi (pada beberapa
kasuslebih banyak paroksismal).

 Riwayat kesehatan dahulu

Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit


ini, di antaranya adalahriwyat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian
bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).

 Riwayat kesehatan keluarga

Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkanadanya riwayat penyaakit


keturunan, tetapi pada beberapaklien lainnya tidak di temukan adanya penyakit
yang sama pada anggota keluarganya.
 Pengkajian diagnostic COPD

 Chest X- Ray :

dapat menunjukkan hyperinflation paru,flattened diafragma, peningkatan


ruangan udararetrosternal, penurunan tanda vascular / bullae ( emfisema),
peningkatan suara bronkovaskular ( bronchitis ), normalditemukan saat periode
remisi ( asma ).

 Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab


dispnea, menentukan abnormalitas fungsitersebut apakah akibat obstruksi atau
restriksi,memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efekdari terapi,
misalnya bronkodilator.

 Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan


biasanya pada asma, namun menurun padaemfisema.

 Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.

 FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV )terhadap tekanan


kapasitas vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.

 Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis,


sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan ( bronkitis
kronis danemfisema ), terapi sering kali menurun pada asma, Phnormal atau
asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunderterhadap hiperventilasi
( emfisema sedang atau asma).

 Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronkisaat inspirasi,


kolabs bronkial pada tekanan ekspirasi(emfisema ), pembesaran kelenjar
mucus( brokitis).

 Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan


eosinophil (asma).

 Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema


perimer.

 Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi danmengidentifikasi


pathogen, sedangkan pemeriksaansitologi digunakan untuk menentukan
penyakitkeganasan/ elergi.
 Electrokardiogram (ECG) :

diviasi aksis kanan,glombang P tinggi ( asma berat), atrial disritmia


( bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan AVF panjang, tinggi( pada
bronkitis dan efisema) , dan aksisQRS vertical (emfisema).

 Exercise ECG , stress test : membantu dalam mengkajitingkat disfungsi


pernafasan mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan merencanakan/
evaluasi program.

c. Pemeriksaan fisik

 Objektif

a). Batuk produktif/nonproduktif

b)Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase
respirasi semakin menonjol.

c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit dikeluarka.

d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.

e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.

f) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing ( di apeksdan hilus )

g) Penurunan berat badan secara bermakna.

 Subjektif

Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia

 Psikososial

a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.

b)Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya

c)Data tambahan (medical terapi)

 Bronkodilator

Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secarainhalasi atau


parenteral. Jika sebelumnya telah digunakanobat golongan simpatomimetik,
maka sebaiknyadiberikan Aminophilin seacara parenteral, sebabmekanisme
yang berlainan, demikian pula
sebaliknya, bila sebelmnya telah digunakan obat golongan Teofilinoral,
maka sebaiknya diberikan obat golongansimpatomimetik secara aerosol atau
parenteral.Obat obatan bronkodilator golongan
simpatomimetik bentuk selektif terhadap adrenoreseptor ( orsiprendlin,salbut
amol, terbutalin, ispenturin, fenoterol) mempunyaisifat lebih efektif dan
masa kerja lebih lama serta efeksamping kecil dibandingkan dengan bentuk
non selektif(adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)

a. Obat-obat bronkodilator serta aerosol

bekerja lebih cepatdan efek samping sistemiknya lebih kecil. Baik


digunakanuntuk sesak napas berat pada anak-anak dan dewasa.Mula-
mula deberikan dua sedotan dari Metered AerosolDefire
(AfulpenMetered Aerosol ).

b. Obat-obat bronkodilator simpatomimetik

memberi efeksamping takikardi, penggunaan parenteral pada orang


tuaharus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi,kardiovaskuler,
dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicobadengan 0,3 ml larutan epinefrin
1 : 1000 secara subkutan.Pada anak-anak 0,01 mg /KgBB subkutan (1
mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali
sesuaikebutuhan .

c. Pemberian Aminophilin

secara intravena denagn dosisawal 5-6 mg/KgBB dewasa/ anak-anak,


disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit, untuk dosis penunjang
dapatdiberikan sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam secara intravena.Efek
sampingnya tekanan darah menurun bila tidakdilakukan secara perlahan.

 Kortikosteroid

Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidakmenunjukkan perbaikan, maka bisa


dilanjutkan deagan pengobatan kortikosteroid, 200 mg hidrokortison secaraoral atau
dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena sebagaidosis permulaan dan dapat diulang 2-
4 jam secara parentalsampai serangan akut terkontrol,dengan diikuti pemberian30-
60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/KgBB/harisecara oral dalam dosis
terbagi, kemudian dosis dikurangisecara bertahap

 Pemberian oksigen

Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengankecepatan 2-4 liter/menit ,


menggunakan air (humidifier)untuk memberiakan pelembapan. Obat eksfektoran
sepertigliserolguaiakolat juga dapat digunakan untukmemperbaiki dehidrasi, oleh
karena itu intake cairan peroral infus harus cukup sesuai dengan prinsip.

 Beta Agonis

Beta agonis (β– adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang


digunakan dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan obat ini berekrja
dengan caramendilatsikan otot polos ( vasedilator). Andrenerigicagent juga
meningkatkan pergerakan siliari , menurunkan mediator kimia anafilaksis, dan
dapat meningkatan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Andrenergic yangsering
digunakan antara lain epinefrin, albuterol,metaproterenol, isoproterenol, isoetarin,
dan terbutalin.Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalaninhalasi
merupakan salah satu pilihan dikarenakan dapatmempengaruhi secara langsung dan
mempunyai efeksamping yang lebih kecil.

Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan padakonsep Nursing


Interventien Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC).

2. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Bronkospasme.


Peningkatan produksi secret(secret yang bertahan, kental) Menurunnya
energi/fatigue

2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan: Kurangnya suplai oksigen


(obstruksi jalan napas olehsecret, bronkospasme, airtrapping); dan Destruksi
alveoli.

3. Ketidakseimbangannutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan


dengan : Dispea,fatique Efek samping pengobatan Produksi sputum
Anoreksia,nausea/vomiting.

4. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbaganantara suplai dan kebutuhan oksigen.

5. Risiko tinggi penyebaran infeksi yang b.d penyakit kronis


3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Perencanaan
Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
(NANDA)
1. Bersihan jalan nafas Status respirasi : a. Manajemen jalan Adanya perubahan
tidak efektif kepatenan jalan nafas napas. fungsi respirasi dan
berhubungan dengan dengan skala(1-5) b. Penurunan penggunaan otot
 Bronkospas setelah diberikan kecemasan tambahan menandakan
me. perawatan selama… c. Aspiration kondisi penyakit yang
 Peningkatan hari, precautions. masih harus
produksi d. Fisioterapi dada. mendapatkan
secret(secret dengan kriteria: e. Latih batuk efektif penanganan penuh.
yang  Tidak ada f. Terapi oksigen.
bertahan, demam g. Pemberian posisi. Ketidakmampuan
kental)  Tidak ada h. Monitoringrespirasi. mengeluarkan mukus
 Menurunnya cemas i. Monitoring tanda menjadikan timbulnya
energi/fatigu  RR normal vital kongesti berlebih pada
e  Irama nafas saluran pernapasan .
Ditandai dengan: normal
 Klien  Pergerakan Posisi semi/ highfowler
mengeluh sputum keluar memberikan
sulit dari jalan kesempatan paru-paru
bernafas. nafas berkembang secara
 Perubahanke  Bebas dari maksimal akibat
dalaman/ suara nafas diafragma turun ke
jumlah tambahan bawah. Batuk efektif
napas mempermudah
penggunaan ekspektorasi mukus.
otot bantu
pernafasan. Klien dalam kondisi
 Suara sesak cenderung untuk
nafasabnorm bernapas melalui mulut
al seperti yang pada akhirnya jika
wheezing, tidak ditindak lanjuti
ronchi,dan akan mengakibatkan
cracles. stomatis.

 Batuk(presis
ten)
dengan/tanp
a produksi
sputum
2. Gangguan Status respirasi a. Manajemen asam Kelemahan,
pertukaran gas yang pertukaran gas basa tubuh iritable, bingung dan
berhubungan dengan skala….(1-5) b. Manajemen somnolen dapat
dengan: setelah diberikan jalan napas merefleksikan adanya
perawatan c. Latihan batuk efektif hipoksemia/penurunan
 Kurangnya selama… hari d. Tingkatkan aktivitas oksigenasi serebral.
suplai e. Terapi oksigen
oksigen dengan kriteria : f. Monitoring respirasi Mencegah kelelahan
(obstruksi  Statusmentald g. Monitoring tanda dan mengurangi
jalan napas alam vital konsumsi oksigen
olehsecret, batasnormal untuk memfasilitasi
bronkospas  Bernapas resolusi infeksi.
me, dengan
airtrapping); mudah Pemberian terapi
 Destruksi  Tidak oksigen untuk
alveoli adasinosis memelihara PaO2 di
 Pao atas 60mmHg, oksigen
Ditandai dengan pacodalam yang diberikan sesuai
 Dyspnea batas normal dengan toleransi dari
 Confusion,le  Saturnasi O klien Untuk mengikuti
mah; dalam rentang kemajuan proses
 Tidak normal penyakit dan
mampumen memfasilitasi
geluarkanse perubahan dalam terapi
cret; oksigen.
 Nilai ABGs
abnormal
(hipoksiadan
hiperkapnea
)
 Perubahan
tanda vital
 Menurunyat
oleransi
terhadap
aktivitas

3. Ketidakseimbangann Status nutrisi;intake a. Manajemencairan b. Meningkatkan


utrisi : Kurang dari cairan danmakanan Monitoringcairan c. kenyamanan flora
kebutuhan tubuh gasdengan Status diet normal mulut, sehingga
yang berhubungan skala.....(1-5) setelah d. Manajemen akan meningkatkan
dengan : diberikan perawatan gangguan makan perasaan nafsu makan.
selama…. Hari e. Manajemen nutrisi
 Dispea,fatiq f. Kolaborasi dengan Meningkatkan intake
ue dengan kriteria; ahli gizi untukmemberi makanan dan nutrisi
 Efek kanterapi nutrisi klien terutama kadar
samping  Asupan g. Konseling nutrisi protein
pengobatan makanan h. Kontroling nutrisi tinggiakanmeningkatka
 Produksi adekuat dilakukan untuk nmekanismetubuh
sputum dengan memenuhi diet dalam proses
 Anoreksia,n skala..(1-5) pasien. penyembuhan.
ausea/vomiti  Intake cairan i. Terapimenelan
ng. per j. Monitoring tanda Menentukan kebutuhan
oraladekuat,d vital nutrisi yang tepat bagi
Ditandai dengan : engan k. Bantuan untuk klien.
skala…(1-5) peningkatan BBl.
 Penurunan  Intake cairan l. Manajemen berat Mengontrol keefektifan
berat badan adekuat badan tindakan terutama
 Kehilangan dengan dengan kadar protein
masa skala… (1-5) darah.
otot,tonus
otot jelek Status nutrisi intake Meningkatkan
nutrien gas dengan komposisi tubuh akan
 Dilaporkana
skala … (1-5)setelah kebutuhan vitamin dan
danya
diberikan perawatan nafsu makan klien.
perubahanse
nsasi rasa selama…
 Tidak
bernafsu  Intake kalori
untuk adekuat,denga
makan,tidak n skala.. (1-5)
tertarik  Intake
makan protein,karbo
hidrat,dan
lemakadekuat,
dengan
skala…(1-5)

Control berat badan


dengan skala … (1-5)
setelah diberikan
perawatan selama…
hari dengan kriteria:
 Mampumeme
lihara intake
kalori secara
optimal(1- 5)
(menunjukk
an)
 Mampu
memelihara
keseimbangan
cairan (1- 5)
(menunjukk
an)
 Mampu
mengontrol
asupan
makanan
secara
adekuat(1-
5)(menunjukk
an)
4. Intolerans iaktifitas  Berpartisipasi  Kolaborasi Mengurangi stres
b.d dalam dengan tenaga danstimulasi yang
ketidakseimbaganant aktivitas fisik rehabilitasi berlebihan,meningkatk
ara suplai dan tanpa disertai medik dalam an istirahat
kebutuhan oksigen. peningkatan merencanaakan
darah, nadi program terapi Klien mungkin merasa
dan RR. yang tepat nyaman dalam kepala
dalam keadaan evalasi,
 Mampu  Bantu klien tidur di kursi atau
melakukan untuk istiirahat pada meja
aktivitas mengidentifika dengan bantuan bantal
sehari- si aktivitas
hari(ADLs) yang mampu Meminimalkan
secara dilakukan. kelelahan dan
mandiri. menolong
 Bantu untuk menyeimbangkan
 Tanda-tanda memilih suplai oksigen dan
vital normal. aktivitas yang kebutuhan.
sesuai dengan
 Energi kemampuan
psikomotor. fisik, sosial dan
psikologi.
 Level
kelemahan.  Bantu utuk
mengidetifikasi
 Mampu dan
berpindah:den mendapatkansu
gan atau mber yang
menggunakan diperlukan
alat untuk aktivitas
yang
 Statuskardiop diinginkan
ulmoari
adekuat.  Bantu klien
untuk
 Sirkulasi mendapatkanal
status baik. at bantuan
aktivitas
 Status seperti kursi
respirasi: roda, krek
pertukaran
gas davetilasi  Bantu untuk
adekuat.. mengidentifika
si aktivitas
yang disukai

 Bantu klien
membuat
jadwal latihan
diwaktu luang

 Bantu
pasien/keluarga
untukmengiden
tifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas

 Sediakan
penguatan
positif bagi
yang aktif
beraktivitas

 Bantu pasien
untukmengemb
angkan
motivasi diri
dan penguatan

 Monitor respon
fisik,emosi,sosi
al dan spiritual
5. Risiko tinggi  Tidak muncul  Monitor  Selama
penyebaran infeksi tanda tanda vitalsign, perideini,
yang b.d penyakit infeksi terutama pada potensial
kronis sekunder. prosesterapi. berkembangme
 Klien dapat  Demonstrasika njadikomplikas
mendemonstr n teknik iyang
asikan mencuci yang lebihfatal(hipot
kegiatan benar. ensi /shock ).
untuk  Ubah posisi  Sangat efektif
menghindarka dan berikan untuk
n infeksi. pulmonari mengurangi
toiletyang baik. penyebaran
 Batasi infeksi .
pengunjung  Meningkatkane
atasindikasi. kspektorasi,
 Lakukan membersihkan
isolasisesuai dari infeksi.
dengan  Mengurangi
kebutuhan paparandengan
individual. organisme
 Anjurkan untuk patogen lain.
istirahat secara  Isolasi
adekuat mungkin dapat
sebanding mencegah
dengan penyebaran
aktifitas, atau
tingkatkan memproteksikli
intake nutrisi en dari proses
secara adekuat. infeksilainya.
 Memvasilitasi
proses
pengembuhan
dan
meningkatkan
pertahanan
tubuh alami.

4. Implementasi
1) Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan mukus berlebih antara lain :
a. memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. menginstruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
c. mengauskultasi suara nafas
d. menonitor suara nafas tambahan
e. memberikan bantuan terapi nafas nebulizer combivent
2) Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan penggunaan otot bantu pernafasan antara lain :
a. memberikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
b. memonitor aliran oksigen
c. memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan dengan tepat
d. memonitor suara paru-paru
e. memonitor efektifitas terapi oksigen
3). Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan antara lain :
a. mengidentifikasi alergi dan intoleransi terhadap makanan
b. menganjurkan diit pasien sesuai kebutuhan
c. memonitor adanya mual muntah
d. memonitor pucat pada konjungtiva
4). Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke jaringan antara lain :
a. memonitor gas darah arteri
b. memonitor adanya kegagalan pernafasan
c. memonitor status hemodinamik
d. memberikan terapi oksigen dengan tepat
e. melakukan penilaian sirkulasi perifer (nadi, edema, CRT ,warna dan suhu
ekstermitas)
5). Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen antara lain :
a. Bantu pasien memperoleh sumber-sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
dilakukan
b. Bantu pasien dan keluarga mengidentifikasi kelemahan
c. Bantu memenuhi aktifitas sehari-hari pasien
d. Tentukan jenis dan banyak aktifitas yang dilakukan
e. Tingkatkan tirah baring dan waktu istirahat pasien
6) Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan ventilasi-perfusi antara lain :
a. memposisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yang adekuat
b. memonitor kecenderungan pH arteri, PaCO2 dan HCO3
c. memonitor gas darah arteri, level serum serta urin elektrolit jika diperlukan
d. memonitor pola pernafasan
e. memberikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
f. memonitor suara nafas tambahan
g. memonitor pola nafas
5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari kriteria hasil yang tercapai berdasarkan rencana dan
tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu adanya kepatenan jalan nafas, status
pernafasan baik, pertukaran gas baik, perfusi jaringan perifer efektif, status sirkulasi
baik, status nutrisi asupan makanan dan cairan baik, nafsu makan meningkat, aktifitas
sehari-hari terpenuhi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif kronik merupakan penyakit yang menyerang sistem
respirasidengan gangguan emfisema, asma, atau bisa ke duanya. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhidan menyebabkan seseorang itu menderita penyakit paru
obstruktif kronik seperti usia, jeniskelamin, gen atau keturunan, gangguan sistem
pernafasan lain, merokok, dan lingkungan.Peran kita sebagai perawat tentunya
sesuai dengan gejala dan diagnosa pada pasien, sepertimemberikan terapi oksigen
pada tidak efektifnya jalan nafas, memberikan obat penenang dan penghindar rasa
nyeri serta kolaborasi dengan tenaga medis lainnya. Pencegahan PPOK diantaranya
Berhenti merokok,memahami kondisi diri dan juga menjaga kebersihan.
B. Saran
Berusaha dan selalu bekerja sama akan membawa kita meuju keberhasilan dalam
menyelesaikan masalah dan mengerjakan tugas serta melakukan tugas dengan
penuh tanggung jawab akan membawa kita semakin dewasa dan mandiri. Semoga
dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi pembaca dan
pembaca diharapkan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sebagai perawat
yang professional.
DAFTAR PUSTAKA

Paramitha, P. (2020). BAB II Tinjauan Pustaka. Yogyakarta : Poltekkes Kemenkes


Yogyakarta.

Rahmadi, Yasir. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Tn. W Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronik (Ppok) Di Ruang Anggrek Bougenvile
Rsud Pandan Arang BOYOLALI. Surakarta : Universitas Muhamadiah Surakarta

Kristian, Arin Siska. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(Ppok) Pada Tn. M Dan Tn. J Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Napas Di Ruang Melati Rsud Dr. Haryoto Lumajang Tahun 2019.
Lumajang : Universitas Jember

Adrian, K. (2020, AGUSTUS 10). Ketahui Penyebab PPOK dan Langkah Pencegahannya.
Retrievedfromketahui-penyebab-ppok-dan-langkah-
pencegahannya:https://www.alodokter.com/ketahui-penyebab-ppok-dan-langkah-
pencegahannya

Soeroto, Arto Yuwono, Dan Hendarsyah Suryadinata. (2014). Penyakit Paru Obstruktif
Kronik. Ina J Chest Crit and Emerg Med. Vol 1 (2), hal 83-88

Paramitha, P. (2020). Respon Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (Ppok) Dengan
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Terhadap Penerapan Fisioterapi Dada
Di Rumah Sakit Khusus Paru “ Respira.”
8– 25. https://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/2512

Anda mungkin juga menyukai