Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Konsep dan Teori Belajar Mengajar


Dibuat Untuk Mmemenuhi Tugas Mata Kuliah Promosi dan Pendidikan Kesehatan I
Dosen : Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep, Ners

Disusun Oleh :

Nama : Stella Ratna Clarissa


NIM : 2019.C.11a.1028

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup mnyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Promosi dan Pendidikan Kesehatan I dengan
judul “Konsep dan Teori Belajar Mengajar”
Kami tentunya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen pengajar
Promosi dan Pendidikan KesehatanI yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini bermanfaat.

Palangka Raya, 18 Maret 2020


Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..
DAFAR ISI………………………………………………………………………………….
BAB 1 PEMBAHASAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………..
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………….
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Arti Lingkup Belajar…………………………………………………………………….
2.2 Beberapa Teori Proses Belajar…………………………………………………………..
2.3 Berbagai Teori Belajar Sosial (Social Learning)………………………………………..
2.4 Berbafai Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar…………….……………………..
2.5 Proses Belajar pada Orang Dewasa …………………………………………………….
2.6 Prinsip-prinsip Belajar…………………………………………………………………...
BAB 3 PENUTUP 3.1
Penutup…………………………………………………………………………………..
3.2 Saran……………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..
JURNAL PENELITIAN……………………………………………………………………
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar sebagai karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain, merupakan
aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang hayat manusia, bahkan tiada hari tanpa belajar.
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam
dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Salah satu ciri dari
aktivitas belajar menurut para ahli pendidikan dan psikologi adalah adanya perubahan
tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu biasanya berupa penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan yang baru dipelajarinya, atau penguasaan terhadap keterampilan dan perubahan
yang berupa sikap. Untuk mendapatkan perubahan tingkah laku tersebut, maka diperlukan
tenaga pengajar yang memadai. Pengajar atau disebut juga dengan pendidik sangat berperan
panting dalam proses pembelajaran. Pendidik yang baik akan mampu membawa peserta
didiknya menjadi lebih baik.

Guru, instruktur atau dosen seringkali menyamakan istilah pengajaran dan pembelajaran.
Padahal pengajaran lebih mengarah pada pemberian pengetahuan dari guru kepada siswa
yang kadang kala berlangsung secara sepihak. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu
kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara terintegrasi dengan memperhitungkan
faktor lingkungan belajar, karakteristik siswa, karakteristik bidang studi serta berbagai
strategi pembelajaran, baik penyampaian, pengelolaan, maupun pengorganisasian
pembelajaran.

Ilmu pembelajaran menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan pemahaman dan
memperbaiki proses pembelajaran. Untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut
diperlukan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran. Yang
dimaksud dengan kondisi pembelajaran di sini adalah tujuan bidang studi, kendala bidang
studi, dan karakteristik peserta didik yang berbeda memerlukan model pembelajaran yang
berbeda pula.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan arti dan lingkup belajar?
2. Jelaskan beberapa teori proses belajar?
3. Jelaskan berbagai teori belajar sosial (social learning)?
4. Jelaskan berbagai faktor yang mempengaruhi proses belajar?
5. Bagaimana proses belajar pada orang dewasa?
6. Jelaskan prinsip-prinsip belajar?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui arti dan lingkup belajar


2. Untuk mengetahui beberapa teori proses belajar
3. Untuk mengetahui berbagai teori belajar sosial (social learning)
4. Untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi proses belajar
5. Untuk mengetahui proses belajar pada orang dewasa
6. Untuk mengetahui prinsip-prinsip belajar

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Arti dan Lingkup Belajar


1.Arti Belajar
Pendidikan tidak lepas dari proses belajar. Kadang-kadang bahan pengajaran disamakan
dengan pendidikan. Kedua pengertian tersebut memang identic, karena proses belajat berada
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dilihat secara makro sedangkan pengajaran (proses
belajar dilihat secara mikro.

Menurut konsep Amerika, pengajaran diperlukan untuk memperoleh ketrampilan yang


dibutuhkan manusia dalam hidup bermasyarakat. Belajar pada hakikatnya adalah
penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan
dalam hubungan manusia dengan dunia luar dan dunia bermasyarakat.

Belajar adalah suatu usaha untuk mengusai segala yang berguna untuk hidup. Akan tetapi
menurut konsep Eropa, arti belajar itu agak sempit, hanya mencakup menghapal, mengingat, dan
memproduksi sesuatu yang dipelajari.

2.Proses Belajar

Oleh karena promosi kesehatan juga merupakan proses pendidikan yang tidak lepas dari
proses belajar, maka dalam bab ini akan sedikit diungkap prinsip-prinsip dan teori-teori proses
belajar. Di dalam belajar akan tercakup hal-hal berikut:

a. Latihan
Latihan adalah penyempurnaan potensi tenaga-tenaga yang ada dengan
mengulang-ulang aktifitas tertentu. Latihan adalah suatu perbuatan pokok dalam kegiatan
belajar, sama halnya dengan pembiasan. Baik latihan maupun pembiasaan terutama
terjadi dalam taraf biologis, tetapi apabila selanjutnya berkembang dalam taraf psikis,
maka kedua gejala itu akan menjadikan proses kesadaran sebagai proses ketidaksadaran
yang bersifat biologis yang disebut proses otomatisme, proses tersebut menghasilkan
tindakan yang tanpa disadari, cepat, dan tepat.
Perhatikan seorang anak yang sedang dilatih berjalan, atau seorang anak yang
sedang dilatih berjalan, berbicara, atau seorang dewasa yang sedang belajar menyetir,
mengetik dan menari. Didalam kegiatan itu tampak adanya gerakan-gerakan yang
diulang-ulang untuk mencapai kesempurnaan. Organisme yang yang bersangkutan
menunjukkan kesediaan dan keluwesannya.
b. Menambah/memperoleh tingkah laku baru
Belajar sebenarnya merupakan suatu usaha untuk memperoleh hal-hal baru dalam
tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan nilai-nilai) dengan aktivitas
kejiwaan sendiri. Dari pernyataan tersebut tampak jelas bahwa sifat khas dari proses
belajar ialah memperoleh sesuatu yang baru, yang dahulu belum ada, sekarang menjadi
ada yang semula belum diketahui, sekarang diketahui , yang dahulu belum mengerti ,
sekarang dimengerti.
Di samping itu dalam proses belajar juga terjadi suatui peralihan dari potensi
keaktivitasan. Peralihan dari potensi keaktivitasan ini berlaku secara subjektif,
maksudnya adalah bahwa kesanggupan yang ada pada subjek menjadi aktif (misalnya
potensi bercakap-cakap menjadi tindakan bercakap-cakap)

3.Ciri-ciri Kegiatan Belajar

Pada proses belajar mengajar terhadap kegiatan jiwa sendiri. Pengajar hanyalah menyediakan
kondisi-kondisi dan stimulus-stimulus tertentu. Tanpa aktivitas dari subjek yang bersangkutan
tidak mungkin terjadi apa yang dinakan belajar. Pada kegiatan belajar tidak semua yang terjadi
merupakan hal yang baru. Kadang-kadang hanya sebagian saja yang baru.

Kegiatan belajar daapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seseorang dapat
dapat dikatakan belajar apabila didalam dirinya terdiri terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi
tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Namun demikian
tidak semua perubahan itu terjadi karena belajar, misalnya perkembangan anak dari tidak dapat
berjalan menjadi berjalan. Perubahan tersebut terjadi bukan karena belajar tetapi karena proses
kematangan. Contoh lain perubahan pada diri seseorang yang buakan karena hasil belajar ialah
seseorang yang karena dalam keadaan terjepit dalam melompat pagar setinggi 2 meter, padahal
dalam keadaan biasa tidak mungkin dapat dilakukannya. Dari uraian singkat tersebut dapat
disimpulkan bahwa kegiatan belajar itu mempunyai ciri-ciri:

a) Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan dari pada individu yangh sedang
belajar, baik aktual maupun potensial;
b) Perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan karena karena kemampuan baru yang
berlaku untuk waktu yang relative lama;
c) Perubahan-perubahan itu terjadi karena karena usaha, bukan karena proses kematangan.
Pendapat ini didukung oleh Hilgard, yang disarikan oleh Pasaribu, dan Simanjuntak, yang
menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan dan reaaksi terhadap
lingkungan. Perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan
atau keadaan sementara, misalnya kelelahan atau karena obat-obatan.

2.2 Beberapa Teori Proses Belajar

Perkembangan teori proses belajar yang ada dapat dikelompokkan kedalam dua
kelompok besar, yakni teori stimulus–respon yang berpangkal pada psikologi asosiasi dirintis
oleh Jhon Locke dan Herbart. Di dalam teori ini apa yang terjadi pada diri subjek belajar
merupakan rahasia atau sebagai biasa disebut sebagai black box. Belajar adalah mengambil
tanggapan-tanggapan dan mengambung-gabungkan tanggapan dengan jalan mengulang-ulang.
Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau rangsangan-
rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus, maka makin memperkaya tanggapan
pada subjek belajar. Teori ini tidak memperhitungkan faktor internal yang terjadi pada diri
subjek belajar.

Sedangkan kelompok teori proses belajar yang kedua sudah memperhitungkan faktor
internal maupun eksternal . Pertama , teori transformasi yang berlandasan pada psikologi kognitif
seperti dirumuskan oleh Neisser, bahwa proses belajar adalah transformasi dari masukan (input),
kemudian inpu tersebut direduksi, diuraikan, disimpan, ditemukan kembali, dan dimanfaatkan.
Selanjutnya dijelaskan bahwa belajar dimulai dari konyak individu dengan dunia luar.
Transformasi dari masukan-masukan sensoris bersifat aktif melalui proses seleksi untuk
dimasukkan ke dalam ingatan (memory). Meskipun teori ini dikembangkan berdasarkan
psikologi kognitif, tetapi tidak membtasi penelaahannya pada kawasan (domain) pengetahuan
saja, melainkan juga meliputi kawasan efektif dan psikomotorik yang ditunjukkan dalam
berbagai bentuk permainan.

Selanjutkan mereka menjelaskan bahwa perencanaan pengajaran hendaknya berdasarkan


pada pengetahuan tentang subjek belajar agar dapat dirancang metode pengajaran berdasarkan
teori belajar yang tepat.

1.Teori Belajar Gestalt


Teori gestalt yang berdasarkan pada teori belajat psikologi beranggapan, bahwa setiap
fenomena terdiri dari suatu kesatuan esensial yang melebihi jumlah dari unsur-unsurnya. Bahwa
keseluruhan (gestalt) itu tidak sama dengan penjumlahan. Keseluruhan itu lebih dari bagian-
bagiannya. Di dalam peristiwa belajar, keseluruhan situasi belajat amat penting karena belajar
merupakan suatu interaksi antara subjek belajar dengan lingkungannya. Selanjutnya para ahli
psikologi gestalt menyimpulkan bahwa seseorang dikatakan belajar apabila ia memperoleh
pemahaman (insight) dalam situasi yang problematis. Pemahan tersebut ditandai dengan adanya:

a) Suatu perubahan yang tiba-tiba dari keadaan yang tidak berdaya menjadi keadaan yang
mampu menguasai atau memecahkan masalah taua problema,
b) Adanya retensi yang baik,
c) Adanya peristiwa transfer. Pehaman yang diperoleh dari situasi, dibawa dan
dimanfaatkan atau ditransfer ke dalam situasi lain yang mempunyai pola atau struktur
yang sama atau hampir sama secara keseluruhan (bukan detailnya).

Untuk memperoleh pehaman itu kita harus berhadapan dengan problem sleving. Ini berarti
bahwa belajar yang sejati adalah apabila seseorang meghadapi problem dan menemukan
pemecahannya.

Contoh:

Bagaimana meningkatkan gizi masyarakat desa disuatu daerah yang penduduknya kekurangan
gizi. Kemungkinan penyebab kekurangan gizi dapat dicari berbagai segi.

- Mungkin penduduknya padat, sadangkan tanah pertanian kurang.


- Kebodohan/ketidaktahuan masyarakat terhadap makanan bergizi.
- Kuatnya tradisi dan adat istiadat.
- Kurangnya partisipasi masyarakat.
- Keengganan dari petugas-petugas kesehatan.
- Kurangnya perhatian pemerintahan daerah.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut teori gestalt, belajar adalah memberikan
problem kepada subjek belajar untuk dipecahkan dari berbagai macam segi.

2.Teori Belajar Menghapal dan Mental Disiplin


Para ahli pendidikan yang lain membedakan teori belajar sebagai berikut:

a. Teori menghafal
Belajar adalah menghafal, dan menghafal adalah usaha mengumpulkan
pengetahuan melalui pembeoan untuk kemudian digunakan bilamana diperlukan. Otak di
pandang sebagai gudang kosong yang perlu diisi dengan berbagai pengertian dan
pengetahuan. Orang yang sedang belajar disepertikan dengan burung beo. Tugas pelajar
adalah memberikan pengertian yang sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan
subjek belajar, maupun fungsi dari pengetahuan tersebut.
Teori ini tidak seluruhnya benar sebab dalam proses belajar, subjek belajar adalah
manusia yang dapat berpikir dan mempunyai tujuan, yakni terjadinya hal-hal baru yang
bermanfaat bagi dirinya.
Disamping itu, dari hasil penelitian para ahli dan menurut pengalaman sehari-hari,
hafalan akan hilang lenyap apabila yang dihafalkan itu tidak fungsional, dan tidak
langsung di pergunakan atau dimanfaatkan dalam hidup sehari-hari. Karena itu, dalam
proses pendidikan kesehatan yang perlu diperhatikan adalah menimbulkan kesadaran
yang perlu diperhatikan adalah menimbulkan kesadaran bahwa kesehatan atau materi-
materi yang diberikan itu bermanfaat bagi sasaran pendidikan.
b. Teori mental disiplin
Menurut teori ini belajar adalah mendisiplinkan mental. Disiplin mental ini dapat
diperoleh melalui latihan terus-menerus secara kontinu, berencana dan teratur.
Berdasarkan teori, manusia mempunyai beberapa jenis daya daya, seperti daya pikir, daya
fantasi, daya tangkap, daya ingat, daya mengamati , dan sebagainya. Daya-daya tersebut
diperkuat, dikembangkan dan dipertajam melalui latihan-latihan tertentu. Misalnya untuk
melatih daya ingat, subjek belajar disuruh menghafal definisi-definisi dan pertanyaan-
pertanyaan. Untuk melatih daya pikir mereka disuruh mempelajari matematika, statistik,
dan sebagainya.
Mungkin sekali pelajaran-pelajaran itu tidak langsung berguna dalam kehidupan
sehari-hari, namun terus diajarkan karena, dengan latihan-latihan itu daya pikir sudah
dibiasakan dan diarahkan untuk mencari pemecahan persoalan yang tepat. Dalam melatih
daya pikir ada dua faktor penting:
1. Faktor asah otak
Gambaran yang ekstrem tentang latihan daya pikir ini ibarat pisau yang perlu
slalu diasah supaya tetap tajam, sehingga siap dipergunakan sewaktu-waktu. Pisau
yang tajam bukan saja digunakan untuk memotong sayur, tetapi dapat pula digunakan
untuk memotong daging, kertas ataupun meraut pensil. Demikian pula hasil latihan
daya pikir dalam berbagai bidang studi bukan saja untuk menguasai bidang studi itu
an sich, tetapi daya yang sudah terlatih itu dapat dipergunakan untuk memecahkan
masalah apa saja yang ditemukan dalam bidang kehidupan.
2. Faktor transper
Dalam kehidupan sehari-hari faktoe transfer sering dijumpai didalam belajar suatu
keterampilan atau pengetahuan yang lain. Dengan kata lain, ketika kita mempelajari
sesuatu yang baru, akan dipermudah dengan pengetahuan-pengetahuan yang
sebelumnya sudah dimiliki. Contoh, seseorang yang sudah ahli mengendarai motor
dan mempunyai sim C, tidak lah akan sulit untuk belajar mengendarai mobil, bila
disbanding dengan orang yang belum dapat mengendarai motor. Hal ini disebabkan
adanya faktor transfer (peralihan) yang belajar searah di dalam diri orang tersebut.
Karena itu pengetahuan dan keterampilan yang diberikan kepada subjek belajar
hendak dapat ditransfer oleh mereka dalam kehidupan atau pekerjaan sehari-hari.
Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa kurikulum atau apa yang diajarkan harus
berorientasi kepada subjek belajar dan masyarakat.

3.Teori Asosiasi

Teori ini berasal dari hasil ilmu jiwa asosiasi yang dirintis oleh Jhon Lock atau Herbart.
Menurut teori ini belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menggabung-gabungkan
tanggapan dengan jalan mengulang-ulang.

Yang dimaksud dengan tanggapam disini adalah suatu lukisan yang timbul dalam jiwa susudah
diadakan pengamatan atau pengindraan. Tanggapan yang telah ada saling berhubungan,
sedangkan yang baru bertemu dengan cara bergabung (mengasosiasikan diri) dengan tanggapan
lama. Pengabungan itu menyebabkan adanya penarikan dari tanggapan-tanggapan yang sudah
ada.

Pada umumnya tanggapan lama mengendap dan dalam alam ketidaksadaran jiwa. Tetapi
apabila sebagian dari tanggapan itu, karena sesuatu sebab, muncul kealam sadar, maka
tanggapan lain yang sudah berasosiasi erat akan muncul bersama-sama. Agar terjadi asosiasi
tanggapan yang erat satu dengan yang lain, dan supaya setia untuk dimunculkan kembali kealam
sadar, dapat dipermudah dengan pengulangan-pengulangan rangsangan (stimulus).

Jadi, belajar adalah mengulang-ulang dalam mengasosiasi kan tanggapan-tanggapan,


sehingga reproduksi yang satu dapat menyebabkan reproduksi yang lain dalam ingatan kita.
Yujuan belajar ialah memproduksikan gabungan tanggapan dengan cepat dan dapat dipercaya.

Konsekuensi dari teori ini adalah bahwa pengajar harus sebanyak mungkin memberikan
stimulus (S) kepada subjek belajar untuk menimbulkan respons (R). makin bayak terjalin S dan
R, maka akan makin mendalam orang mempelajari sesuatu, dan makin banyak S maka banyak R.

Contoh:

Dalam memberikan situasi belajar kepada masyarakat harus diperbanyak terjadinya tanggapan
pada diri mereka sehingga mereka dengan cepat dan tepat dapat menghubungkan antara
lingkungan yang jelek dengan penyakit, minum air mentah dengan sakit perut, lalat dengan sakit
perut, tikus dengan penyakit pes.

2.3 Teori-Teori Belajar Sosial (Social Learning)

Untuk melangsungkan kehidupannya, manusia perlu belajar.dalam hal ini ada dua macam
belajar, yaitu belajar secar fisik, misalnya menari, olah raga, mengendarai mobil dan sebagainya;
dan belajar psikis. Dalam belajar psikis ini termasuk juga belajar sosial (social learning) yakni,
seseorang mempelajari perannyadan peran-peran orang lain dalam kontak sosial. Selanjutnya
orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya dengan peran sosial yang telah dipelajarinya.

Cara yang sangat penting dalam belajar sosial menurut teori stimulus-respons adalah tingkah
laku tiruan (imitatio). Teori tentang tingkah laku tiruan yang penting disajikan disini adalah teori
dari N.E.Miller, dan J.Dollard serta teori A.Bandura Dan R.H.Walters.

1.Teori Belajar Sosial dan Tiruan dari N.E. Miller dan J.Dollard

Pandangan N.E.Miller dan J.Dollard bertitik-tolak dari teori Hull yang kemudian
dikembangkan menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia
merupakan hasil belajar. Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku sosial dan proses belajar
sosial, kita harus tau prinsip-prinsip psikologi belajar. Prinsip-prinsip belajar ini terdiri dari 4,
yakni dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas (response), dan ganjaran (reward).
Keempat prinsip ini saling mengait satu sama lain dan saling dipertukarkan, yaitu dorongan
menjadi isyarat, isyarat menjadi ganjaraan, dan seterusnya.

Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme (manusia) untuk
bertingkah laku. Stimulasi-stimulasi yang cukup kuat pada umunya bersifat biologis seperti
lapar, haus, seks, kejenuhan, dan sebagainya. Stimulus-stimulus ini disebut dorongan primer
yang menjadi dasar utama untuk motivasi. Menurut N.E.Miller dan J.Dollard, semua tingkah
laku termasuk tingkah laku tiruan didasari oleh dorongan-dorongan primer ini.

Isyarat adalah rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu respons akan timbul
dan terjadi. Isyarat ini dapat disamakan dengan rangsangan diskriminatif. Didalam belajar sosial,
isyarat yang terpenting adalah tingkah laku balas itu adalah hierarki bawaan tingkah laku-
tingkah laku. Pada saat manusia dihadapkan untuk pertama kali kepada suatu ransang tertentu,
maka respons (tingkah laku balas) yang timbul didasarkan pada hierarki bawaan tersebut. Setelah
beberapa kali terjadi ganjaran dan hukuman, maka timbul tingkah laku balas yang sesuai dengan
faktor-faktor penguat tersebut. Tingkah laku yang disesuaikan dengan faktor-faktor penguat
tersebut disusun menjadi hierarki resultan (resultan hierarchy of response). Disinilah pentingnya
belajar dengan coba dan ralat (trial and error learning). Dalam tingkah laku sosial, belajar coba
ralat dikurangi dengan belajar tiruan, seseorang tinggal meniru tingkah orang lain untuk dapat
memberikan respons yang tepat sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk belajar dengan
coba dan ralat.

Ganjaran adalah rangsangan yang menetapkan apakah tingkah laku balas diulang atau tidak
dalam kesempatan yain lain. Menurut Miller dan Dollard, ada dua reward atau ganjaran, yakni
ganjaran primer yang memenuhi dorongan primer. Lebih lanjut mereka membedakan adanya 3
macam mekanisme tingkah laku tiruan.

a. Tingkah laku sama (same behaviour)


Tingkah laku ini terjadi apabila dua orang yang bertingkah laku balas (berespons)
sama terhadap rangsangan atau isyarat yang sama. Contohnya, dua orang yang berbelanja
ditoko yang sama dan dengan barang yang sama. Tingkah laku yang sama ini tidak selalu
tiruan, maka tidak dibahas lebih lanjut.
b. Tingkah laku tergantung (Matched dependent behavior)
Tingkah laku ini timbul dalam interaksi antara dua pihak. Salah satu pihak
mempunyai kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua dan sebagainya) dari pihak
yang lain. Dalam hal ini, pihak yang lain atau pihak yang kurang tersebut akan
menyesuaikan tingkah laku (match) dan akan tergantung (depent) pada pihak yang lebih.
Misalnya, kakak adik yang sedang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu
mereka membawa cokelat. Mendengar ibunya pulang, si kakak segera menjeput ibunya,
kemudian di ikuti oleh si adik. Ternyata mereka mendapatkan cokelat (ganjaran). Adik
yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu meskipun kakaknya
tidak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.
c. Tingkah laku salinan (Copying Behaviour)
Seperti tingkah laku tergantung, pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah laku
yang diberikan oleh model. Pengaruh ganjaran dan hukuman sangat besar terhadap kuat
atau lemahnya tingkah laku tiruan. Perbedaannya dalam tingkah laku tergantung sipeniru
hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja,
sedangkan pada tingkah laku salinan si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di
masa yang lalu maupun yang akan dilakukan waktu mendatang. Hal ini berarti perkiraan
tentang tingkah laku model dalam kurun waktu yang raelatif panjang ini akan dijadikan
patokan oleh si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri dimasa yang akan
datang, sehingga lebih mendekati tingkah laku model.

2.Teori Belajar Sosial dari A.Bandara dan R.H.Walter

Teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura dan Walter disebut teori penganti.
Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku tiruan adalah suatu bentuk asosiasi dari rangsangan
dengan rangsangan lainnya. Penguat (reinforcement) memang memperkuat tingkah laku balas
(response), tetapi dalam proses belajar sosial hal ini tidak terlalu penting.

Aplikasi teori ini adalah bahwa apabila seseorang melihat suatu rangsangan dan ia melihat
model bereaksi secara tertentu terhadap rangsang itu, maka dalam khayalan atau imajinasi orang
tersebut terjadi rangkaian simbol-simbol yang menggambarkan rangsang dari tingkah laku
tersebut. Rangkain simbol-simbol ini merupakan pengganti dari hubungan rangsang balas yang
nyata dan melalui asosiasi si peniru akan melakukan tingkah laku yang sama dengan tingkah
laku model. Terlepas dari ada tidaknya rangsang, proses asosiasi yang tersembunyi ini sangat
dibantu oleh kemampuan verbal seseorang. Selain itu didalam proses ini tidak ada car coba dan
ralat ( trial and error) yang berupa tingkah laku nyata, karena semuanya berlangsung secara
tersembunyi dari individu. Hal yang penting disini adalah pengaruh tingkah laku pada tingkah
laku peniru. Menurut A.Bandura dan R.H. Walter, pengaruh tingkah laku model terhadap
tingkah laku ini dibedakan menjadi tiga macam:

a. Efek modeling (modeling effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui
asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
b. Efek penghambat (inhibition) dan penghapus hambatan (disinhibition) yang tingkah laku-
tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya
sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
c. Efek kemudahan (facilitation effects), yaitu tingkah laku-tingkah laku yang sudah
dipelajari oleh peniru, lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku
model.

Akhirnya A.Bandura dan R.H.Walter menyatakan bahwa teori proses penganti ini dapat pula
menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru dengan emosi yang ada pada model.
Contohnya, seseorang yang mendengar atau melihat gambar tentang kecelakaan yang
mengerikan, maka ia mendesis, menyeringai, bahkan sampai menangis karena ikut merasakan
penderitaan tersebut.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar

Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yakni masukan (input), proses,
dan keluaran (output). Persoalan masukan menyangkut subjek atau sasara belajar itu sendiri
dengan berbagai latar belakangnya. Persoalan proses adalah mekanisme atau proses terjadinya
perubahan kemampuan pada diri subjek belajar, metode yang digunakan, alat bantu belajar, dan
materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran merupakan hasil belajar itu sendiri, yang
terdiri dari kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar.

Beberapa ahli pendidikan, antara lain J.Guilbert, mengelompokkan faktor-faktor yang


mempengaruhi proses belajar ke dalam kelompok empat besar, yakni faktor materi, lingkungan,
instrumental, dan faktor individual subjek belajar. Faktor yang pertama, materi atau hal yang
dipelajari, ikut menentukan proses dan hasil belajar. Misalnya, belajar pengetahuan dan belajar
sikap atau keterampilan, akan menentukan perbedaan proses belajar. Faktor yang kedua adalah
lingkungan yang dikelompokkan menjadi dua, yakni lingkungan fisik antara lain terdiri dari
suhu, kelembaban udara, dan kondisi tempat belajar. Sedangkan faktor lingkungan yang kedua
adalah lingkungan sosial, yakni manusia dengan segala interaksinya serta respresentasi seperti
keramaian atau kegaduhan, lalu lintas, pasar, dan sebagainya. Faktor yang ketiga, instrumental,
yang terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat peraga,
dan perangkat lunak (software) seperti kurikulum (dalam pendidikan formal), pengajar atau
fasilitator belajar serta metode belajar mengajar. Untuk memperoleh hasil yang efektif, faktor
instrumental dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan materi dan subjek belajar.
Misalnya, metode untuk belajar pengetahuan lebih baik digunakan metode ceramah, sedangkan
untuk belajar sikap, tindakan, keterampilan atau perilaku lebih baik digunakan metode diskusi
kelompok, demonstrasi, bermain peran (role play) atau metode permainan. Faktor keempat,
kondisi individual subjek yang belajar dibedakan kedalam kondisi fisiologi sperti kekurangan
gizi, dan kondisi panca indra (terutama pendengaran dan penglihatan). Sedangkan kondisi
psikologis, misalnya inteligensi, pengamatan, daya tangkap, ingatan, motivasi, dan lain
sebagainnya.

2.5. Proses Belajar pada Orang Dewasa

Pendidikan kesehatan masyarakat merupakan salah satu bentuk pendidikan orang dewasa
(adult education). Menurut UNESCO, yang dikutip oleh Lunardi, pendidikan orang dewasa, apa
pun isi tingkatan, dan metodenya, baik formal maupun tidak, merupakan lanjutan atau penganti
pendidikan di sekolah ataupu universitas.

Subjek belajar didalam pendidikan orang dewasa sudah jelas, yaitu orang dewasa atau
masyarakat umum yang ingin mengembangkan pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan
kemampuan-kemampuan lainnya.

Hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan, penampilan atau


perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan
pengetahuan, sikap, atau keterampilan. Namun demikian, perubahan dan pengetahuan sikap ini
belum merupakan jaminan terjadinya perubahan perilaku, sebab perilaku baru tersebut kadang-
kadang memerlukan dukungan material. Misalnya, seorang ibu memerlukan uang untuk dapat
mengelola dan memberikan makanan yang bergizi kepada anaknya.

Perubahan perilaku didalam proses pendidikan orang dewasa (andragogi) pada umunya
lebih sulit daripada perubahan perilaku didalam pendidikan anak (pedagogi). Ilwal ini dapat
dipahami karena orang dewasa sudah mempunyai pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu
yang mungkin sudah mereka miliki bertahun-tahun. Jadi pengetahuan, sikap, dan perilaku baru
yang mereka yakini tersebut menjadi sulit diterima. Untuk itu diperlukan uasah-usaha tersendiri
agar subjek belajar meyakini pentingnya pengetahuan, sikap, dan perilaku tersebut bagi
kehidupan mereka. Dengan kata lain, pendidikan orang dewasa dapat efektif menghasilkan
perubahan perilaku apabila isi dan cara atau metode belajar mengajarnya sesuai dengan
perubahan yang dirasakan oleh subjek belajar.

Salah satu upaya agar pesan-pesan pendidikan tersebut dapat dipahami oleh orang
dewasa dan dapat memberikan dampak perubahan perilaku dengan pemilihan metode belajar
mengajar yang tepat. Diskusi kelompok, studi kasus, dan simulasi tampaknya merupakan metode
yang sangat cocok untuk pendidikan orang dewasa. Akan tetapi sering terjadi bahwa masyarakat
atau subjek belajar tidak selalu dapat merasakan kebutuhan mereka sendiri. Untuk itu diperlukan
upaya awal guna menumbuhkan rasa membutuhkan tersebut.

A.maslow, seorang ahli psikologi dari amerika, mengemukakan bahwa kebutuhan


manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengakuan dari orang lain, harga
diri, dan perwujudan diri. Selanjutnya Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia yang
paling dasar harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum ia mampu mencapai kebutuhan yang lebih
tinggi tingkatnya. Apabila kebutuhan yang paling dasar, yakni kebutuhan fisik berupa pangan
dan perumahan belum terpenuhi, maka orang akan sulit mencapai kebutuhan haega diri.

Pendidikan bagi orang dewasa yang menyangkut masalah harga diri tidak akan berarti
dalam proses belajar apabila kebutuhan fisik (makanan) untuk mempertahankan hidupnya saja
belum terpenuhi. Sebaliknya pendidikan untuk orang dewasa tentang cara mencapai kebutuhan
fisik tidak akan diperhatikan apabila sasaran pendidikan tersebut telah berkecukupan dalam
kebutuhan fisiknya (makanan, pakaian, dan perubahan), keamanan milik serta dirinya, bahkan
telah mencapai tingkat pengakuan sebagai anggota masyarakat yang terhormat. Pada tingkatan
ini yang dibutuhkan oleh mereka adalah pengetahuan yang lebih luas dan sikap yang lebih
mantap untuk meningkatkan harga dirinya dalam pergaulan yang lebih luas.

Dengan mengetahui kebutuhan kelompok sebagai subjek pendidikan orang dewasa, maka
dapat ditentukan strategi dan susunan belajar mengajar yang tepat. Strategi belajar yang tepat
mencakup isi atau materi belajar yang relevan, metode, dan teknik belajar mengajar yang sesuai
dengan kondisi subjek belajar tersebut. Di dalam pendidikan orang dewasa terutama didalam
pendidikan nonformal, yang terpenting adalah apa yang di pelajari subjek, bukan apa yang
diajarkan oleh pengajar.

Ungkapan ini mengandung maksud, hasil akhir yang dinilai dalam pendidikan orang
dewasa adalah apa yang diperoleh sasaran belajar, bukan apa yang dilakukan oleh pelatih atau
fasilitator belajar.

Sehubungan dengan fisik subjek belajar, Verner dan Davision yang dikutip oleh Lunardi
mengidentifikasi adanya 6 faktor yang dapat menghambat proses belajar pada orang dewasa,
yakni:

1. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau tidak terdekat yang dapat dilihat
secara jelas, mulai bergerak makin jauh. Pada usia 20 tahun, seseorang dapat melihat
jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya, tetapi pada usia 40 tahun titik dekat
penglihatannya sudah sampai 23 cm.
2. Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat dilihat
secara jelas mulai berkurang (makin pendek)
3. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu
situasi belajar.
4. Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung kearah merah dari pada
spectrum. Hal ini disebabkan menguningnya kornea atau lensa mata sehingga cahaya
masuk agak tersaring. Akibatnya ialah kemampuan untuk membedakan warna-warna
lembut menjadi berkurang.
5. Makin bertambah usia, kemampuan menerima suara makin menurun. Mulai usia 20 tahun
pendengaran orang berkurang hanya lebih kurang 11%, tetapi pada usia 70 tahun,
pendengaran orang berkurang sampai lebih kurang 51%.
6. Maka bertambah usia, kemampuan untuk membedakan bunyi yang berkurang. Dengan
demikian pembicaraan orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkap.

2.6 Prinsip-prinsip Belajar

 Prinsip 1
Belajar adalah suatu pengalaman yang terjadi di dalam diri si pelajar yang
diaktifkan oleh individu itu sendiri.
Proses belajar dikontrol oleh si pelajar sendiri dan bukan oleh si pengajar.
Perubahan persepsi pengetahuan, sikap, dan perilaku adalah suatu produk manusia itu
sendiri, bukan kekuatan yang dipaksakan kepada individu. Belajar bukan berarti
melakukan apa yang dikatakan atau yang dibuat oleh pangajar saja tetapi suatu proses
perubahan yang unik di dalam diri pelajar sendiri. Oleh karena itu mengajar bukan
berarti memaksakan sesuatu terhadap si pelajar, tetapi menciptakan iklim atau suasana,
sehingga si pelajar mau melakukan dengan kemauan sendiri apa yang dikehendaki oleh
si pengajar.
 Prinsip 2
Belajar adalah penemuan diri sendiri. Hal ini berarti bahwa belajar adalah proses
pengalian ide-ide yang berhubungan dengan diri sendiri dan masyarakat sehingga pelajar
dapat menentukan kebutuhan dari tujuan yang akan dicapai. Untuk itu apa yang relevan
bagi pelajar harus ditemukan oleh pelajar itu sendiri.
Impikasi prinsip ini adalah bahwa proses pendidikan kesehatan ini akan lebih baik
apabila yang disediakan rangsangan-rangsangan saja, sehingga masyarakat/individu akan
berproses untuk menemukan kebutuhannya sendiri. Dengan demikian
individu/masyarakat akan dimungkinkan menemukan pribadinya.
 Prinsip 3
Belajar adalah suatu konsekuensi dari pengalaman. Seseorang menjadi tanggung
jawab ketika ia diserahi tanggung jawab. Ia menjadi atau dapat berdiri sendiri bila ia
mempunyai pengalaman dan pernah berdiri sendirin. orang tidak akan mengubah
perilakunya hanya karna seseorang mengatakan kepadanya unutuk mengubahnya. Untuk
belajar yang efektif tidak cukup jika hanya dengan memberikan informasi saja, tetapi
kepada pelajar tersebut perlu diberikan pengalaman.
Kita tidak cukup hanya dengan mengatakan bahwa imunisasi bagi anak itu penting,
tetapi juga dengan memberikan imunisasi kepada anak sehingga orang tua akan
memperoleh pengalaman.
 Prinsip 4
Belajar adalah proses kerja keras sama dan kaloborasi. Kerja sama akan
memperkuat proses belajar. Orang pada hakikatnya senang saling bergantung dan saling
membantu. Dengan kerja sama, saling berinteraksi, dan berdiskusi,disamping
memperoleh pengalaman dari orang lain juga dapat mengembangkan pemikiran-
pemikiran dan daya kreasi individu.
Implikasi prinsip ini di dalam pendidikan kesehatan adalah dengan pembentukan
kelompok dan diskusi kelompok akan sangat mempermudah proses belajar.
 Prinsip 5
Belajar adalah proses evolusi, bukan proses revolusi karena perubahan perilaku
memerlukan waktu dan kesabaran.
Perubahan perilaku adalah suatu proses yang lama, karna memerlukan pemikiran-
pemikiran dan pertimbangan orang lain, contoh dan mungkin pengalaman sebelum
menerima ,atau berperilaku baru. Bagaimana menguntungkan bagi dirinya, belajar akan
selalu dirasakan sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan dan mengganggu. Untuk itu
dalam melakukan pendidikan kesehatan hasilnya tidak dapat kita peroleh dengan segera,
dan tidak boleh tergesa-gesa, tetapi memerlukan kesabaran dan ketekunan.
 Prinsip 6
Belajar kadang-kadang merupakan suatu proses yang menyakitkan karena
menghendari perubahan kebiasaan yang sangat menyenangkan dan sangat berharga bagi
dirinya dan mungkin harus melepaskan sesuatu yang menajdi jalan hidup atau
pengangan hidupnya. Maka dalam mengintroduksikan hal-hal baru yang menghendaki
mereka untuk berperilaku baru, sebaiknya dilakukan tidak secara drastis dan radikal.
Harus hati-hati dan sedikit demi sedikit, sehingga individu/masyarakat mau
meninggalkan perilaku lama dengan senang hati, tidak menyakitkan hati, dan tidak
menimbulkan frustasi.
 Prinsip 7
Belajar adalah proses emosional dan intelektual. Belajar dipengaruhi oleh keadaan
individu atau si pelajar secara keseluruhan. Belajar bukan hanya proses intelektual, tetapi
emosi juga turut menentukan. Oleh karena itu hasil belajar sangat ditentukan oleh situasi
psikologi individu pada saat belajar. Bila seseorang dalam keadaan kalut, murung,
frustasi, konflik dan tidak puas, maka jangan dibawa ke dalam suatu proses belajar.
Demikian juga iklim proses belajar harus diciptakan sedemikian rupa sehingga terasa
tidak tegang, kaku, dan mati. Harus diciptakan situasi yang hidup, gembira, dan tidak
terlalu formal.
 Prinsip 8
Belajar bersifat individual dan unik. Setiap orang mempunyai gaya belajar dan
keunikan sendiri dalam belajar. Untuk itu kita harus menyediakan media belajar yang
bermacam-macam sehingga tiap individu dapat memperoleh pengalaman belajar sesuai
dengan keunikan dan gaya masing-masing.
Seluruh prinsip-prinsip belajar diatas, mencakup situasi proses belajar yang
menguntungkan, mempunyai ciri-ciri komunikasi yang bebas dan terbuka, konfrontasi
penerimaan, respek, diakuinya hak untuk salah, kerja sama kolaborasi, saling
mengevaluasi, keterlibatan tiap individu, aktif, kepercayaan, dan sebagainya.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pembelajaran adalah adanya interaksi. Interaksi antara si belajar dengan lingkungan


belajarnya, baik itu denga pendidik, teman-temannya, media pembelajaran, dan atau sumber-
sumber belajar yang lain. Belajar adalah suatu usaha untuk mengusai segala yang berguna untuk
hidup. Belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh hal-hal baru dalam tingkah laku
(pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan nilai-nilai) dengan aktivitas kejiwaan sendiri. Dari
pernyataan tersebut tampak jelas bahwa sifat khas dari proses belajar ialah memperoleh sesuatu
yang baru, yang dahulu belum ada, sekarang menjadi ada yang semula belum diketahui, sekarang
diketahui , yang dahulu belum mengerti , sekarang dimengerti.
3.2 Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya kita sebagai perawat dapat
memahami tentang pentingnya belajar mengajar dalam promosi kesehatan yang berguna untuk
kehidupan kita. Terutama dalam perkembangan diri kita dalam memperoleh sesuatu dari yang
tidak bisa kita lakukan menjadi bisa kita lakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Sinta Fitriani. (2011). Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Maulana, H. D, (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta EGC

Hasibuan. (2003). Malayu. Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta:
Bumi Aksara.

Asmawi, Sahlan. 2020. Teori Motivasi, Jakarta: Studi Ekspres

Soekidjo Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
JURNAL PENELITIAN

1. PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING DALAM


MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
MAHASISWA
Muthiah Rissa Pratiwi. UNS (Sebelas Maret University),2012
2. PERANAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN
Rika Lisiswati, Oktadoni Saputra, Indri Windarti
Jurnal Kesehatan 6 (1), 2016

Anda mungkin juga menyukai