Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih
panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja
aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada
keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering
adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh
berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat
terjadi sejak bayi baru lahir (Bobak, Lowdermik. 2013)
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline
membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana
terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian
neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman,
2004 didalam Leifer 2011). Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan
pembentukan atau pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan
merupakan suatu campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi
alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak, 2013).
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting
(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain,
seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia,
hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2013).
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal
steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA
1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 2002-1987.
Sedangkan jaman modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun
menjadi 1%. Di negara berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan
tentang kejadianRDS. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga
Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang

1
2

disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli,
edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein
ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak
dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory
Distress Syndrome (RDS). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan,
50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian
berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan
surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini RDS didapatkan kurang
dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertamakali
oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS.
Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang
kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan
ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji
coba klinik penggunaan surfaktan buatan (Willkinson,2003), surfaktan dari cairan
amnion manusia ( Merrit,2002), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine
(Enhoring,2003) dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan
dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit
pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan
surfaktan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa deifinisi dari respiratory distress syndrom?
2. Apa penyebab dari respiratory distress syndrom?
3. Bagaimana patofisiologi dari respiratory distress syndrom?
4. Bagaimana pathway dari respiratory distress syndrom?
5. Bagaimana manisfestasi klinis dari respiratory distress syndrom?
6. Bagaimana komplikasi dari respiratory distress syndrome?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari respiratory distress syndrom?
8. Bagaiama penatalaksanaan dari respiratory distress syndrom?
3

1.3 Tujuan
1. Apa deifinisi dari respiratory distress syndrom?
2. Apa penyebab dari respiratory distress syndrom?
3. Bagaimana patofisiologi dari respiratory distress syndrom?
4. Bagaimana pathway dari respiratory distress syndrom?
5. Bagaimana manisfestasi klinis dari respiratory distress syndrom?
6. Bagaimana komplikasi dari respiratory distress syndrom?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari respiratory distress syndrom?
8. Bagaiama penatalaksanaan dari respiratory distress syndrom?

1.4 Manfaat
1. Bagi mahasiswa, untuk menambah pemahaman dan wawasan mengenai
respiratory distress syndrom dalam pembelajaran Keperawatan Anak
2. Bagi institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan, yaitu sebagai bahan
penunjang materi ajaran, yang dapat digunakan atau diterapkan bagi
mahasiswa ilmu keperawatan dalam proses pembelajaran mengenai mata
kuliah Keperawatan Anak.
4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Respiratory Distress Syndrom


Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. (Malloy &
Freeman 2000). RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi
premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada
udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-
ray thorak yang spesifik (Stark,2002). RDS adalah perkembangan yang imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas
gejala dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih
pada saat ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan
epigastrium. Pada penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan
jaringan hialin pada membran paru yang rusak.Kerusakan pada paru timbul
akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat
aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat
mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya
akan mencegah terjadinya kolaps paru. (Yuliani, 2001).

2.2 Etiologi Respiratory Distress Syndrom


RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-
22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur,
asfiksia perinatal, maternal diabetes, secsiocaesaria. (Bobak, Lowdermik. 2013)
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk

4
5

menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada
bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut
biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini
dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit
membran hialin (PMH).

2.3 Patofisiologi Respiratory Distress Syndrom


Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi
surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25%
dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
6

lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar


alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi
udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang.
Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian
distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,
tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan
adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin
yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam
satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai
dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek;
pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).

2.4 Pathway Patofisiologi Respiratory Distress Syndrom


7

2.5 Manisfestasi Klinis Respiratory Distress Syndrom


Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis antara lain :
1) Kesulitan dalam memulai respirasi normal
2) Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat bayi tidak
dalam keadaan menangis (disebabkan oleh penutupan glotis) merupakan
tanda/indikasi awal penyakit, berkurangnya dengkingan mungkin
merupakan tanda pertama perbaikan.
3) Refraksi sternum dan interkosta
4) Nafas cuping hidung
5) Sianosis pada udara kamar
6) Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
7) Auskultasi; udara yang masuk berkurang
8) Edema ekstremitas
9) Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat kecil
dengan corakan bronkogram udara.
Kelainan-kelainan fisiologis:
1) Daya kembang paru-paru berkurang hingga mencapai seperlima sampai
sepersepuluh nilai normal.
2) Daerah paru-paru yang tidak mengalami perfusi luas mencapai 50-60%
3) Aliran darah kapiler pulmonal kurang
4) Ventilasi alveolus berkurang dan usaha nafas meningkat
5) Volume paru-paru berkurang
Perubahan-perubahan ini menyebabkan hipoksemia, seringkali
hiperkarbia dan jika mengalami hipoksemia berat menimbulakan asidosis.

2.6 Komplikasi Respiratory Distress Syndrom


2.6.1 Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi
a) Ruptur alveoli
8

Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,


pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada
bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi,
apnea, atau bradikardi.
b) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasif seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat respirasi.
c) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi
surfaktannya.

2. 6.2 Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi


a) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan
ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
b) Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Respiratory Distress Syndrom

Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan
asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena
9

hipoglikemia dapat menyebabkan atau


memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Sumber: Hermansen

2.8 Penatalaksanaan Respiratory Distress Syndrom


2.8.1 Penatalaksanaan medis
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Perawatan suportif awal bayi terutama penanganan hipoksia, hipotermia,
sangat mengurangi tingkat keparahan RDS :
a) Bayi ditempatkan didalam inkubator dengan suhu didalamnya dipertahankan
35-36 C.
b) Kalori dan cairan diberikan glukosa 10 % dengan kecepatan 65-75 ml/kg/24
jam
c) Oksigen yang hangat dan dilembabkan dengan kadar yang cukup
d) Bayi dengan RDS yang berat dan apnoe memerlukan bantuan ventilasi
mekanis (pH arteri <7,20; pCO2 60 mmHg atau lebih; pO2 darah arteri 50
mmHg atau kurang pada kadar O2 70-100 %)
e) Pemasukan surfaktan eksogen kedalam endotrakea bayi dan ventilasi
mekanis untuk pengobatan (rescue terapi) dapat memperbaiki ketahanan
hidup dan mengurangi incidens kebocoran udara paru (Survanta adalah
surfaktan eksogen yang dpersiapkan dari paru sapi yang dicincang halus
dengan ekstra lipid ditambahkan fosfatidilkolin, asam palmitat dan
10

trigliserida; sedangkan eksosurf adalah surfaktan sintesis yang mengandung


dipalmitiodilfosfatidilkolin, heksadekanol dan tiloksapol)

2.9 Pencegahan Respiratory Distress Syndrom


Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi
pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur,
mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis,
melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi
resiko tinggi. Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
1) Mencegah kelahiran < bulan (premature).
2) Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
3) Management yang tepat.
4) Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
5) Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
6) Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.

- Gambar Respiratory Distress Syndrom Pada Bayi


11

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesiumpulan
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. (Malloy &
Freeman 2000). RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi
premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada
udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-
ray thorak yang spesifik (Stark,2002). RDS adalah perkembangan yang imatur
pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi, 2001).

3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan, kita dituntut undtuk dapat memberikan asuhan
keperawatan yang maksimal guna untuk membantu klien agar tetap dapat
menerima bagaimanapun keadaaan yang ia alami. Memprioritaskan setiap asuhan
keperawatan akan membuat klien lebih mudah dalam menjalankan setiap
prosedur keperawatan. Oleh karena itu, kita harus paham dan mengerti, gangguan
seperti apakah yang dialami klien, agar kita dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pula.

11
12

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik.  2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :


EGC
Leifer, Gloria. 2011. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders
Elsevier : St. Louis Missouri
Perwawirohardjo, Sarwano. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai