Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi, pelayanan prima merupakan elemen utama dalam

pelayanan publik. Organisasi publik dalam memberikan pelayanan dituntut untuk

memenuhi standar pelayanan yang optimal. Hal tersebut sebagai akuntabilitas

organisasi publik agar mampu bertahan seperti organisasi publik lainnya. Semakin

meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan publik yang berkualitas

menyebabkan masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih jasa pelayanan

yang ada, tidak terkecuali terhadap pelayanan kesehatan .

Hakikat dasar dari rumah sakit adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan

pasien yang mengharapkan pelayanan siap, cepat, tanggap dan nyaman terhadap

keluhan penyakit pasien. Dalam upaya untuk pemenuhan tersebut, maka rumah

sakit sebagai penyedia jasa layanan kesehatan harus selalu berupaya untuk

meningkatkan mutu pelayanan baik berupa sarana, prasarana maupun sumber

daya manusia.

Rumah sakit dinyatakan berhasil tidak hanya pada kelengkapan

fasilitasnya, melainkan juga sikap dan layanan Sumber Daya Manusia (SDM)

yang dimiliki. Hal ini memiliki pengaruh signifikan terhadap pelayanan yang akan

dipersepsikan oleh pasien. Bila hal tersebut diabaikan, maka dalam waktu yang

tidak lama rumah sakit akan ditinggalkan pasien dan dijauhi oleh calon pasien,

pasien akan beralih ke rumah sakit lainnya yang memenuhi harapan pasien.

1
2

Untuk memenuhi harapan pasien, maka yang perlu disadari dan menjadi

aspek vital adalah pelayanan dan kepuasan pasien, hal tersebut karena pasien

merupakan salah satu sumber pendapatan rumah sakit, baik secara langsung (out

of pocket) maupun secara tidak langsung melalui asuransi kesehatan. Tanpa

pasien, rumah sakit tidak dapat bertahan dan berkembang mengingat besarnya

biaya operasional rumah sakit. Rumah sakit melakukan berbagai cara untuk

memenuhi harapan pasien, rumah sakit harus mampu menampilkan dan

memberikan pelayanan kesehatan, dari dampak yang muncul akan menimbulkan

kepuasan pada pasien.

Pelayanan dikatakan baik oleh pasien, bisa saja karena jasa pelayanan

yang diberikan mampu memenuhi kebutuhan pasien, dengan menggunakan

persepsi pasien tentang pelayanan yang diterima memuaskan atau mengecewakan,

juga termasuk lamanya waktu pelayanan dimulai dari penerimaan terhadap pasien

saat pertama kali datang, sampai pasien meninggalkan rumah sakit.

Menurut Kuntjoro (2005: 31) Kualitas pelayanan tidak hanya bergantung


pada pelayanan klinis yang memenuhi standar profesi, tetapi juga
pelayanan yang berfokus pada pelanggan. Oleh karena itu, keterlibatan
pasien sebagai pengguna layanan sekaligus pengambilan keputusan perlu
mendapat perhatian dalam penerapan tata pengaturan klinis untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

Di rumah sakit, SDM yang paling banyak salah satunya adalah perawat.

Perawat memberikan pengaruh besar untuk menentukan kualitas pelayanan di

rumah sakit, perawat sebagai ujung tombak pelayanan terhadap pasien dan

keluarganya, frekuensi pertemuannya dengan pasien selama dua puluh empat jam

secara berkesinambungan dan terus menerus.


3

Penilaian terhadap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan

kepada pasien terkadang dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh pasien,

mulai dari umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan lain

sebagainya. Bisa saja situasi pelayanan yang diberikan oleh perawat berbeda

karena pasien mempunyai harapan yang berbeda berdasarkan karakteristik yang

mereka miliki. Perawat diharapkan mampu memahami karakteristik pasien

berdasarkan hal-hal yang bersifat pribadi sampai pada jenis penyakit yang diderita

pasien, sebagai suatu referensi perawat dalam melakukan pendekatan kepada

pasien.

Berdasarkan data depkes RI 2008, fenomena yang sering terjadi di

beberapa rumah sakit, terutama berkaitan dengan pelayanan perawat adalah

adanya kesenjangan antara kualitas pelayanan perawat yang baik dengan perawat

yang ada, kemungkinan ini bisa saja karena tingkat pendidikan yang tidak merata

bahkan kurangnya pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan kompetensinya. Hal ini

disebabkan karena tuntutan pasien yang tinggi dan karena rendahnya kemampuan

perawat atau lemahnya pengetahuan dan keterampilan perawat dalam melayani

pasien.

Indikator pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit adalah kepuasan

(expectation) pasien yang berarti apa yang diharapkan oleh pasien terpenuhi.

Situasi ini tidak hanya berlaku bagi penyedia jasa komersial, namun juga melanda

institusi pemerintah yang selama ini cenderung kurang peduli terhadap tuntutan

akan kualitas pelayanan publik yang prima.


4

Mengenai hal tersebut di atas, telah dilakukan penelitian oleh Hesrani pada

tahun 2004 yang berjudul “Analisa Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Mutu

Pelayanan dan Hubungan dengan Minat Beli Ulang” penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif, dari hasil penelitian dinyatakan bahwa 65 persen

pelanggan akan berhenti membeli dari perusahaan jasa karena merasa diacuhkan.

Tidak hanya pelanggan yang tidak puas berhenti membeli akan tetapi akan

menyampaikan kekecewaannya kepada delapan sampai sepuluh orang terhadap

pelayanan yang diterima. Satu diantara lima dari pelanggan akan menyampaikan

lagi kepada dua puluh orang lainnya.

Ada pula penelitian lainnya yakni penelitian yang dilakukan oleh Kurniati

pada tahun 2013 yang berjudul “Kepuasan Pasien Rawat Inap Lontara Kelas III

terhadap Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar”

penelitian ini juga menggunakan metode penelitian kuantitatif yang menunjukkan

bahwa pasien masih memiliki harapan besar untuk peningkatan pelayanan rumah

sakit khususnya pada ruang rawat inap di rumah sakit yang menjadi objek

penelitian.

Kedua penelitian tersebut, menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan di

rumah sakit sangat mempengaruhi kepuasan pasien. Kedua penelitian tersebut

menunjukkan bahwa rumah sakit pada umumnya berorientasi pada pelayanan

yang prima dan profit. Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu

orientasinya hanya pada pelayanan publik.

Ketidakpuasan pasien dapat diartikan sama dengan keluhan terhadap

rumah sakit, pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, struktur sistem
5

perawatan kesehatan (biaya, sistem asuransi, kemampuan dan prasarana pusat

kesehatan) dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien,

serta kelengkapan perlengkapan medik, bangunan dan fasilitas rumah sakit yang

memadai merupakan penyebab dari ketidak puasan tersebut.

Departemen Kesehatan RI (2008) mencantumkan bahwa untuk memenuhi

tingkat kepuasan pasien di rumah sakit, pelayanan seharusnya dapat memenuhi

standar yang telah ditetapkan oleh Depkes RI, berdasarkan standar pelayanan

minimal rumah sakit, standar tentang kepuasan pasien lebih besar dari 70 persen.

Menurut Bitner (dalam Ambas, 2004: 31) “Kepuasan customer

merupakan suatu ungkapan perasaan seseorang yang diperoleh setelah melakukan

evaluasi kinerja terhadap suatu produk atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan

atau harapannya”.

Rumah Sakit Umum Daerah Polewali Mandar yang merupakan rumah

sakit milik pemerintah daerah dengan visi: menjadi rumah sakit pusat rujukan

terbaik dan kebanggan masyarakat Sulawesi Barat,ternyata tidak luput dari

permasalahan pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien.

Hasil observasi awal pada 22 Oktober 2014, diketahui bahwa masih ada

pasien, keluarga pasien bahkan masyarakat yang mengeluh terhadap pelayanan

yang diterimanya yang dinilai masih kurang di RSUD Polewali dan harus

secepatnya mendapat perhatian pimpinan, bahkan terekspos oleh media lokal dan

nasional.
6

Data awal dari bagian rekam medis tentang jumlah pasien rawat inap dari

tahun 2009 sampai 2014 menunjukkan adanya fluktuasi jumlah kunjungan.

Selengkapnya akan diuraikan pada Tabel 1:

Tabel 1. Jumlah Pasien Rawat Inap di RSUD Polewali Mandar

Tahun Jumlah Pasien


2009 10267
2010 8748
2011 9095
2012 9066
2013 12519
2014 13848
Sumber: Rekam Medis RSUD Polewali tahun 2014

Keadaan pada tahun 2009-2012 bisa diakibatkan ketidakpuasan pasien,

keluarga pasien maupun pengalaman-pengalaman pasien yang pernah dirawat

karena merasa pelayanan rumah sakit yang dinilai lamban dan berbelit-belit.

Sedangkan keadaan pada tahun 2013-2014 menunjukkan adanya peningkatan

jumlah pasien karena pemberlakuan sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) di bidang kesehatan di daerah dan perbaikan manajemen oleh pimpinan

rumah sakit. Hal yang demikian menjadi alasan untuk mengangkat judul

“Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan terhadap Kepuasan Pasien Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Polewali Mandar”


7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang masalah,

maka dirumuskan permasalahan penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kualitas pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap rumah sakit

umum daerah Kabupaten Polewali Mandar?

2. Bagaimana tingkat kepuasan pasien pada ruang rawat inap rumah sakit umum

daerah Kabupaten Polewali Mandar?

3. Apakah ada pengaruh kualitas pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien

pada ruang rawat inap rumah sakit umum daerah Kabupaten Polewali

Mandar?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pelaksaaan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kualitas pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap

rumah sakit umum daerah Kabupaten Polewali Mandar.

2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien pada ruang rawat inap rumah

sakit umum daerah Kabupaten Polewali Mandar.

3. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan kesehatan terhadap kepuasan

pasien pada ruang rawat inap rumah sakit umum daerah Kabupaten Polewali

Mandar.
1
0
D.Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi manfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan, bagi peneliti, bagi rumah sakit dan bagi pemerintah daerah.

1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan adalah dirumuskannya teori, proses kegiatan

penelitian (metodologis, analisis dan kesimpulan) yang mencirikan berkembangnya

ilmu pengetahuan di bidang pelayanan publik.

2. Bagi peneliti adalah berkembangnya kemampuan penalaran dalam rangka

membentuk kemandirian peneliti dalam melakukan kegiatan ilmiah.

3. Bagi rumah sakit adalah memberikan masukan kepada menajemen rumah sakit

tentang kualitas pelayanan kesehatan yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien

rawat inap dalam rangka meningkatkan pelayanan rumah sakit kepada pasien.

4. Bagi pemerintah daerah adalah masukan dalam merumuskan kebijakan- kebijakan

selanjutnya yang berhubungan dengan peningkatan pelayanan kesehatan di kabupaten

Polewali Mandar.
BAB II 1
1

KAJIAN PUSTAKA.

Pendahuluan

Pengaruh Globalisasi saat ini sangat berdampak besar pada perkembangan

teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang semakin cepat berubah, membuat

organisasi atau individu selalu menginginkan hal baru dari teknologi tersebut.

Salah satunya adalah smartphone, dari sekian banyaknya smartphone yang

ditawarkan membuat konsumen memiliki banyak alternatif pilhan dalam membeli.

Untuk itu perusahaan harus mencipatkan sebuah merek yang bertujuan untuk

membedakan produk mereka dengan produk pesaing. Dengan memiliki citra

merek dapat membantu merek untuk menciptakan keunikan di dalam pasar

(Aaker, 1996). Model dari ekuitas merek berbasis konsumen diperkenalkan oleh

Aaker (1991) dalam lima dimensi yaitu, kesadaran merek, asosiasi merek, citra

merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Adapun penelitian ini berdasarkan

studi empiris sebelumnya yang dilakukan oleh Nasreen et al, (2015), menunjukan

bahwa ekuitas merek dan setiap dimensi memiliki pengaruh dalam menigkatkan

minat beli pada industri fashion dengan sampel sebanyak 190 responden.

Menemukan bahwa hubungan kausal ekuitas merek sangat berkaitan antara satu

sama lain. loyalitas mereklah yang memiliki hubungan yang paling signifikan

dalam mempengaruhi minat beli. Untuk itu sebuah perusahaan atau organisasi

pelu mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi minat beli konsumen

terhadap produk mereka. Agar strategi untuk memepertahankan konsumen lama

atau bahkan mendapatkan konsumen baru lebih efektif dan efisien. Di Daerah
1
2
Istimewa Yogyakarta ini gadget terutama smartphone bukanlah hal lasing lagi

bagi masyarakat jogja maupun bukan warga tetap jogja. Bahkan smartphone

sudah menjadi bagian dari keperluan sehari-hari, kepemilikan smartphone kini

tidak dibatasi oleh usia, pekerjaan, penghasilan dll. Dari sekian banyaknya pilihan

yang ditawarkan kepada konsumen untuk memilih merek smartphone apa yang

mereka inginkan, konsumen kini tidak perlu kesulitan dalam memilih produk

smartphone yang mereka inginkan. Untuk itu penting bagi perusahaan untuk

membedakn produk mereka dengan produk pesaing dengan menggunakan ekuitas

merk.Untuk itu studi ini bertujuan untuk meneliti bagaimana pengaruh dimensi

ekuitas merek seperti kesadaran merek, citra merek, loyalitas merek, dan pesepsi

kualitas dalam mempengaruhi minat beli smartphone di wilayah Yogyakarta.

Ekuitas merek (Brand Equity)

Ekuitas Merek adalah seperangkat dari sebuah aset merek dan kewajiban

yang terkait dengan merek, seperti nama dan simbol, yang menambahkan atau

memberikan nilai yang ditawarkan oleh sebuah produk atau jasa kepada

perusahaan dan atau kepada konsumen (Aaker,1991).

Menurut Kotler & Amstrong, (2001) merek bervariasi dalam pengaruh

meupun ekuitasnya di pasar. Merek yang ampuh memiliki ekuitas merek yang

tinggi. Merek akan berekuitas tinggi apabila merk itu mempunyai loyalitas merek

yang tinggi, kesadaran nama, kualits yang diterima, asosiasi merek yang kuat, dan

aset lain seperti paten, merek dagang, dan hubungan saluran. Merek dengan

ekuitas merek yang tinggi adalah aset yang amat berharga.


1
3
Dalam Ekuitas Merek terdapat 5 kategori aset didalamnya yaitu :

 Brand Loyalty

 Name Awareness (Brand Awareness)

 Perceived Quality

 Asosiasi Merek

 Aset Merek lainnya seperti hak paten, merek dagang, distributor.

Ekuitas merek dapat didefinisikan sebagai bagian dari asset dan liabiltas

yang berkaitan dengan merek, yang dapat menambahkan atau mengurangi nilai

dari suatu produk dalam hubungannya dengan konsumen (Aaker, 1991). Aaker

menemukan nilai dari suatu ekuitas merek adalah hasil darilima asset ekuitas

merek, loyalitas merek, kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan

asset merek lainya. Dimana keller (1993) menemukan bahwa ekuitas merek

adalah sebagai efek pembeda dari pengetahuan akan merek pada konsumen dalam

merespon terhadap pemasaran dari suatu merek dan mengukur ekuitas merek

berdasarkan dua asset yaitu kesdaran merek dan citra merek. Keller menjelaskan

bahwa pentingnya pengetahuan akan merek konsumen yang deskriptif dan

mengevaluasi informasi dari merek tersebut, dan merekamnya dalam benak

konsumen (Keller, 2003). Dia mengkritisi lebih jauh bahwa konsumen dapat

mengenali dan mengingat citra merek apabila mereka sadar keberadaan merek dan

memiliki pengetahuan akan merek (Keller, 1998). Adapun dari penjelasan tersebut

masih kurangnya penelitian pada dimensi merek dalam industry smartphone.

Studi ini menusulkan dimensi ekuitas merek dalam industry smartphone seperti

kesadaran merek, citra merek, loyalitas merek dan persepsi kualitas. Berdasarakan
1
4
penjelasan diatas berikut ini akan menejalskan beberapa dimensi ekuitas merek

yang akan dikaji dalam penelitian :

Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek menurut Aaker (1996) berasal dari kata kesadaran

yang berarti Tingkat dan kekuatan merek yang berada dalam benak

konsumen. Berbagai metode kesadaran merek untuk mengingat merek di

benak pelanggan dan kesadaran merek sendiri juga dapat diartikan sebagai

kemampuan pelanggan dalam mengingat dan mengenali merek tersebut,

seperti yang tercermin dari kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi

merek di bawah kondisi yang berbeda dengan cara mengenali merek -

merek, logo, simbol, dan sebagainya untuk asosiasi tertentu dalam memori

(Keller, 2003,hal 76) Promosi, khususnya iklan memainkan peran penting

dalam menciptakan kesadaran merek. Misalnya, merek yang menggeluarkan

anggaran untuk iklan yang lebih tinggi dapat menghasilkan ekuitas merek

dengan tingkat jauh lebih tinggi

Berikut keunggulan kompetitif yang dimiliki dari kesadaran merek:

 Pertama, kesadaran menyediakan merek dengan rasa

keakraban/dikenal, dan orang menyukai hal yang dikenal/akrab. Untuk

produk dengan keterliabatan rendah seperti sabun atau permen karet,

keakraban dapat mendorong keputusan pembelian,

 Kedua, kesadaran nama dapat menjadi sinyal kehadiran, komitmen,

dan subtansi, atribut dapat menjadi sangat penting bahkan bagi


1
5
pembeli industri untuk barang dengan tiket besar dan pemebeli

konsumen untuk barang tahan lama.

 Ketiga, keunggulan merek akan menentukan apabila diingat pada

waktu penting dalam proses pembelian. Tahap awal seperti

menyelekasi agen periklanan, sebuah mobil untuk dicoba, atau sebuah

sistem komputer, adalah untuk memutuskan merek yang dipilih.

Brand awareness dapat diukur melalui kesadaran akan suatu merek,

mampu mengenali satu merek dengan merek yang lain, mengetahui

gambaran umum tentang suatu merek, dan mampu mengenal karakteristik

suatu merek secara spontan, konsumen menyadari adanya suatu merek,

konsumen mampu mengenali suatu merek diantara merek lainnya.

Konsumen mengetahui merek tersebut dan konsumen mengetahui

karakteristik dari merek, hal ini berpengaruh positif terhadap perceived

quality dibandingkan dengan merek lainnya (Sanjaya,2013). Hal ini

mendukung teori yang dikemukakan oleh Liao, et al., (2006) yang

menegaskan bahwa "brand awareness mempunyai pengaruh positif secara

langsung terhadap perceived quality". Sehingga dapat dikatakan dengan

meningkatkan brand awareness maka akan meningkatkan pula perceived

quality suatu merek. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesa yang

digunakan adalah :

H1 : Kesadaran Merek memiliki efek yang positif terhadap

Persepsi Kualitas
1
6
Selanjutnya untuk membuat produk yang memiliki loyalitas merek

yang tinggi, perusahaan harus membangun kesadaran merek, persepsi

kualitas dan citra merek. Seorang pemasar harus bisa mengalokasikan

seumber daya dengan benar untuk perencanaan strategi pemasaran.

Perusahaan harus mengalokasikan investasi pada pemasaran dengan cara

berfokus pada menciptakan kesadaran merek sebagai prioritas utama.

Karena konsumen mengenali atau tidaknya suatu produk tergantung pada

saat menciptakan kesadaran akan merek agar diingat dalam benak konsumen

(Jing et al, 2014). Menunjukan bahwa kesadaran merek berpengaruh positif

terhadap loyalitas merek dimana hasil tersebut konsisten dengan penlitian

yang dilakukan Mustafa Tepeci (1999), yang berkesimpulan bahwa

konsumen dengan kesdaran merek yang tinggi akan meningkatkan loyalitas

merek konsumen. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesa yang

digunakan adalah :

H2 : Kesadaran Merek memiliki efek yang positif terhadap


Loyalitas Merek

Adapun Chi et al, (2009) menemukan bahwa identitas merek dan

pengingat merek memiliki pengaruh yang positif terhadap minat beli. Hal

ini menjelaskan bahwa konsumen akan membeli produk yang familiar dan

dikenal oleh mereka. Dengan kata lain, semakin tinggi kesadaran merek,

semakin tinggi pula minat beli konsumen. Apabila konsumen dapat

mengidentifikasi nama merek ketika merek ingin membeli produk, itu

artinya bahwa produk memegang kesadaran merek yang tinggi. Ketika nama

merek sudah dikenal, hal tersebut dapat menjadikan referensi konsumen dan
1
7
meningkatkan minat beli mereka. Perusahaan sebaiknya dapat

membanguan merek dan mempromosikan kesadaran merek melalui promosi

penjualan, iklan, dan kegiatan pemasaran lainnya. Dalam mengembangkan

kesadaran, nama merek dan citra merupakan suatu hal yang penting dalam

mempengaruhi persepsi dan sikap (Aaker,1996) yang dihasilkan dari

strategi pemasaran yang tepat, misalnya melalui iklan dan harga yang

digunakan untuk target pasar yang spesifik, misalnya dengan melihat pada

penghasilan konsumen (Kotler & Keller, 2006),dll. Berdasarkan penjelasan

diatas, maka hipotesa yang digunakan adalah :

H3 : Kesadaran Merek memiliki efek yang positif terhadap Minat Beli

Citra Merek (Brand Image)

Merek memiliki image ( brand image ) dan untuk memudahkan

deskripsi image itu, konsumen melakukan asosiasi merek. Menurut

kartajaya (1996; 456) brand image adalah sekumpulan asosiasi yang

terbentuk dalam benak konsumen. Asosiasi merek adalah segala pesan yang

muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu

merek. Saat perbedaan dan keunggulan merek tercipta dihadapkan dengan

merek lain, munculah posisi merek. Lalu dari posisi merek diambil satu

asosiasi yang paling unggul, dan itulah yang menjadi asosiasi andalan.

Merek yang berhasil, kuat atau bersuara tinggi memiliki satu kata yang

eksklusif menyertainya.

Identitas merek merupakan awal dari pencitraan. Ketika banyak

produk yang ditawarkan, maka perusahaan harus memberikan citra merek


1
8
agar konsumen bisa membedakan antara suatu produk dengan produk yang

lain. Meunurut Kotler (1993), strategi yang dapat digunakan dalam

membangun citra adalah dengan:

1. Menciptakan desain sendiri

2. Mengasosiasikan produk tersebut dengan menggunakan selebriti

3. Menciptakan citra iklan sendiri

Simamora (2003: 37) mengungkapkan bahwa merek memiliki image

(brand image) dan untuk memudahkan deskripsi citra, konsumen melakukan

asosiasi merek. Citra merek merupakan interprestasi akumulasi berbagai

informasi yang diterima konsumen. Yang menginterpretasikan adalah

konsumen dan yang diinterpretasikan adalah informasi. Hasil interpresentasi

bergantung pada dua hal. Pertama, bagaimana konsumen melakukan

interpresentasi dan kedua, informasi apa yang diinterpresentasikan (Bilson

Simamora, 2003:92). Menurut David A.Aker dalam Freddy Rangkuti (2002

: 45) citra merek terdiri dari dua faktor utama yaitu :

a. Faktor fisik, merupakan karakteristik fisik dari merek tersebut, seperti

desain, kemasan, logo, nama merek, fungsi, dan kegunaan produk dari

merek itu.

b. Faktor psikologis, dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai dan

kepribadian yang dianggap oleh konsumen dapat menggambarkan

produk dari merek tersebut. Citra merek sangat erat kaitannya dengan

apa yang orang pikirkan, rasakan terhadap suatu merek tertentu,


1
9
sehingga dalan citra merek faktor psikologis lebih banyak berperan

dibandingkan faktor fisik merek tertentu.

Studi lainnya mengenai dimensi dari ekuitas merek yaitu citra merek

yang dilakukan oleh Hou & Wonglorsaichon, (2013) menemukan bahwa

adanya pengaruh yang positif antara citra merek dengan persepsi kualitas.

Semakin baik citra merek maka persepi kualitas produk semakin meningkat.

Penting bagi seorang pemasar untuk mempelajari persepsi atau penilaian

dari pelanggan mengenai citra merek dan apakah persepsi ini sesuai dengan

kebutuhan dan keinginan mereka. Berdasarkan penjelasan diatas, maka

hipotesa yang digunakan adalah :

H4 : Citra Merek memiliki efek yang positif terhadap Persepsi Kualitas

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Saeed et al, (2013) juga

menemukan adanya pengaruh yang positif antara citra merek terhadap

loyalitas merek, dengan mengidentifikasi keuntungan dari citra merek akan

membantu seorang pemasar membuat strategi pemasaran yang sukses.

Dengan mengetahui keutungan ini dapat membantu perusahaan untuk

mendapatkan pelanggan dengan cara yang lebih efektif. Selain itu, citra

merek juga memiliki pengaruh dalam minat beli. Untuk mebangun citra

merek meskipun hal tersebut tidak memiliki pengaruh yang besar namun

memiliki peran yang penting, perusahaan tidak bisa mengaibaikannya begitu

saja, perusahaan harus mempertimbangkan untuk mengalokasikan sumber

daya yang dimiliki dengan tepat guna membangun loyalitas merek untuk
2
0
menjaga merek tersebut terus ada di benak konsumen (Jing et al, 2014).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesa yang digunakan adalah :

H5 : Citra Merek memiliki efek yang positif terhadap Loyalitas Merek

Citra merupakan faktor penting bagi keberhasilan pemasaran suatu

organisasi. Pembentukan citra yang baik dapat dijadikan sebagai kekuatan

oleh perusahaan untuk menarik konsumen potensial dan mempertahankan

pelanggan yang ada. Konsumen cenderung menjadikan brand image sebagai

acuan sebelum melakukan pembelian suatu produk/jasa. Maka, perusahaan

harus mampu menciptakan brand image yang menarik sekaligus

menggambarkan manfaat produk yang sesuai dengan keinginan dan

kebutuhan konsumen sehingga dengan demikian konsumen memiliki citra

yang positif terhadap merek (Fristiana, 2012). Sedangkan pada penelitian

pada baru-baru ini yang dilakuan oleh Souiden & Pons, (2009), dimana

variabel citra merek yang menggunakan pendekatan manajerial dan minat

beli dimasa yang akan datang. Selain itu, hipotesis yang diuji dengan jelas

menunjukan bahwa pedekatan ini pada variabel citra memiliki pengaruh

yang positif terhadap minat beli. Berdasarkan penjelasan diatas, maka

hipotesa yang digunakan adalah :

H6 : Citra Merek memiliki efek yang positif ikan terhadap Minat Beli

Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Menurut Aaker (1991) persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai

persepsi konsumen dari keseluruhan kualitas atau keunggulan dari produk


2
1
atau jasa dengan bertujuan untuk menghormati, dari relatif ke alternatif.

Persepsi kualitas adalah sebuah persepsi yang pertama yang diterima oleh

konsumen. Hal tersebut membedakan dari beberapa konsep, seperti :

 Aktual atau kualitas objektif perluasan dari produk atau jasa yang di

berikan dari keunggulan jasa.

 Kualitas berdasarkan produk, sifat dan jumlah bahan, fitur, atau jasa

yang terkait.

 Kualitas manufaktur, kesesuaian dengan spesifikasi, bertujuan “tanpa

kerusakan”.

Persepsi kualitas tidak harus selalu ditentukan secara objektif,

adapaun hal tersbut persepsi adalah penilaian dari konsumen.adapun

persepsi mencitkan nilai seperti :

 Alasan untuk membeli

Dalam banyak konteks, persepsi kualitas dari suatu merek

memberikan alasan penting untuk membeli, mempengaruhi merek

yang termasuk dan tidak termasuk dari pertimbangan, dan merek yang

dipilih. Karena persepsi kualitas berhubungan dengan keputusan beli,

hal tersebut membuat semua elemen program pemasaran lebih efektif.

 Perbedaan/Posisi

Karakteristik posisioning yang penting dari suatu merek baik

sebuah mobil, komputer, ataupun keju, posisioning pada dimensi


2
2
persepsi kualitas, apakah persaingan hanya dengan kelas-kelas yang

lain.

 Harga premi

Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan dalam

mengatur biaya premi. Harga premi dapat meningkatkan laba, dan

atau memberikan sumber daya untuk penanaman modal kembali pada

merek.

 Perhatian pada hubungan anggota

Persepsi kualitas juga dapat berarti bagi retailer, distributor,

dan hubungan anggota lainnya, dan juga membantu mendapatkan

distribusi.

 Perluasan merek

Tambahan, persepsi kualitas dapat dimanfaatkan dengan cara

mengenalkan perluasan merek, menggunakan nama merek untuk

memasuki kategori

Penelitian yang dilakukan oleh Youl & Hee, (2012 ) menemukan bahwa

persepi kualitas memegang peran penting dalam mempengaruhi loyalitas

merek. Pengaruh ini lebih kuat dari yang lain. Perusahaan akan memiliki

loyalitas yang tinggi apabila memiliki kualitas yang baik dan dapat bertahan

dari persaingan. Ketika konsumen mendapatkan pelayanan dari toko, dan

mereka mendapatkan hasil yang memuaskan, yang dapat meningkatkan


2
3
loyaitas. Jika hal ini dapat berjalan dengan baik dan berulang atau

berkembang. Dalam hal ini, dengan meningkatnya kepuasan maka secara

alami perespsi kualitas juga ikut meningkat, disertai kenaikan dari loyalitas

merek. Perusahaan seharusnya mempertimbangkan kembali mengenai

persepsi kualitas lebih jdan sebaiknya memproduksi produk dengan kualitas

tinggi agar konsumen menerimanya (Jing et al, 2014). Secara keseluruhan

perceived quality diukur melalui memiliki fasilitas/peralatan yang lengkap

dan memadai, karyawan memakai seragam, serta berpenampilan rapi,

karyawan mampu memberikan pelayanan secara tepat waktu, produk yang

ditawarkan baik dari hasil yang didapat, konsumen merasa fasilitas lengkap

dan memadai, konsumen merasa karyawan berpenampilan menarik dan rapi,

konsumen merasa karyawan dapat memberikan pelayanan yang tepat

waktu, dan konsumen merasa kualitas merek sangat baik dan nyaman

digunakan, sehingga hal ini berpengaruh positif terhadap brand loyalty

merek tersebut dibandingkan dengan merek lainnya (Sanjaya, 2013). Hal ini

mendukung teori yang dikemukakan oleh Liao, et al., (2006) yang

menegaskan bahwa " perceived quality mempunyai pengaruh positif secara

langsung terhadap brand loyalty". Sehingga dapat dikatakan dengan

meningkatkan perceived quality maka akan meningkatkan pula brand

loyalty suatu merek. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesa yang

digunakan adalah :

H7 : Persepsi Kualitas memiliki efek yang positif terhadap

Loyalitas Merek:
2
4
Selain itu, perusahaan seharusnya mengetahui bahwa konsumen akan

menilai persepsi kualitas dari produk berdasarkan pengalaman mereka

ketika membeli. Evaluasi yang tinggi mengindikasikan konsumen puas.

Sebagai hasilnya,refrensi loyalitas merek mereka meningkat dan juga

perilaku pembelian ulang mereka. Adapun persepsi kualitas juga memilki

pengaruh yang positif dalam mempengaruhi minat beli. Persepsi kualitas

memainkan peran penting dalam mempengaruhi minat beli. Semakin

baiknya kualitas dapat membuat konsumen secara sendirinya mendatangi,

melakukan pembelian ulang atau pembelian langsung (Yaseen et al, 2011).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesa yang digunakan adalah :

H8 : Persepsi Kualitas memiliki efek yang positif terhadap Minat Beli

Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Aaker (1997:56) mendefinisikan loyalitas merek (brand loyalty)

sebagai suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran

ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang

pelanggan beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama

jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga

ataupun atribut lainnya. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu

merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain,

apa pun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan

terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut

dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Dengan

demikian, brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand
2
5
equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula

jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang.

Dengan berbasis pelanggan yang loyal akan memberikan

keunggulan kompetitif berkelanjutan yang baik.

 Pertama, basis pelanggan mengurangi biaya pemasaran untuk

menjalankan bisnis, sejak pelanggan yang ada biasanya relatif mudah

untuk dipertahankan hal yang familiar itu menyenangkan dan

meyakinkan.

 Kedua, loyalitas dari pelanggan yang ada menunjukan hambatan

masuk yang besar bagi kompetitor. Sumber daya yang penting

dibutuhkan ketika memasuki pasar di mana pelanggan yang ada harus

menarik diri dari merek mapan di mana mereka loyal atau bahkan

hanya puas dengan merek tersebut.

 Ketiga, sebuah hal yang relatif besar. Basis pelanggan yang puas

menyediakan citra merek sebagai produk yang telah diterima secara

umum, sukses, dan tahan lama sehingga akan memasukan dukungan

jasa dan perbaikan produk.

 Keempat, loyalitas merek menyediakan waktu untuk merespon

gerakan kompetitif, loyalitas merek memberikan beberapa ruang gerak

bagi perusahaan.

Loyalitas Merek konsumen seringkali menjadi dasar dari ekuitas

merek. Jika konsumen tidak perduli terhadap merek dan, faktanya, membeli

karena fitur, harga, dan kurang meyakinkan dengan nama merek, maka
2
6
ekuitas tersebut kecil (Aaker 1991). Disisi lain, mereka terus membeli dari

merek tersebut bahkan dengan merek pesaing dengan fitur yang lebih baik,

harga, dan meyakinkan, nilai yang kuat berada pada merek dan mungkin

didalam simbol dan slogan. Selain itu loyalitas merek juga memiliki peran

penting dalam mempengaruhi minat beli hal ini dikemukan oleh Souiden &

Pons, (2009). Loyalitas merek memiliki pengaruh yang positif terhadap

minat beli. Untuk meningkatkan minta beli konsumen perlu dilakukan

perencanaan yang matang, serta melaukan program pengingat (brand recall).

Yang secara tidak langsung akan meningkatkan minat beli secara positif

melalui loyalitas merek. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesa yang

digunakan adalah :

H9 : Loyalitas Merek memiliki efek yang positif terhadap Minat Beli

Dari penjelasan diatas maka dimensi dari ekuitas merek diharapkan

akan mempengaruhi minat beli.

Minat Beli (Purchase Intention)

Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan denga sikap, individu

yang berminat terhadap sesuatu obyek akan mempunyai kekuatan atau dorongan

untuk melakukan serangkaian tingkah laku untuk mendekati atau mendapatkan

obyek tersebut (Simmamora, 2002:131). Menurut Kotler & Amstrong (2001)

Setiap hari konsumen menentukan berbagai pilihan pembelian. Kebanyakan

perusahaan besar menyelidiki keputusan pembelian konsumen begitu rincinya

untuk menemukan apa yang dibeli konsumen, dimana mereka mereka membeli,

bagaimana dan berapa banyak yang mereka beli, kapan mereka membeli, dan
2
7
mengapa mereka sampai membeli. Seorang pemasar dapat mempelajari pembelian

aktual konsumen, tetapi menyelidiki sebab perilaku membeli mereka tidaklah

mudah jawabannya seringkali tersimpan dalam-dalam di kepala konsumen.

Menurut ferdinand (2002) minat beli diidentifikasikasi melalui indikator-

indikator sebagai berikut:

a. Minat Transaksional, yaitu kecendrunganseseorang untuk membeli produk

b. Minat Referensial, yaitu kecendrungan seseorang untuk mereferensikan

produk kepada orang lain.

c. Minat Preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang

yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya

dapat diganti jika terjadisesuatu dengan produk preferensinya.

d. Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu

mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari

informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.


2
8

Konseptual Penelitian

KESADARAN MEREK H
(X1) 3

H1 PERSEPSI KUALITAS (X3)

H2
H8

MINAT BELI (Y)


H7

LOYALITAS MEREK (X4)


H9
H4

H5
CITRA MEREK (X2)

H
6

Gambar 2.1 Konseptual


penelitian
5.

Anda mungkin juga menyukai