Anda di halaman 1dari 82

1

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS PADA NY “U”

DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

DI WILAYAH KERJA UPT BLUD PUSKESMAS SELONG

PADA TANGGAL 27-30 SEPTEMBER 2021

OLEH :

NAMA : SRI LATIFAH HIDAYATI

NIM : P07120421064N

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKA PROFESI NERS
TAHUN 2021
2
3

LAPORAN KASUS
KEPERAWATAN JIWA “Ny.U“
DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI WILAYAH KERJA UPT BLUD PUSKESMAS SELONG
TANGGAL 27–30 SEPTEMBER 2021

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang bersifat kronis yang
ditandai dengan ganggguan komunikasi, gangguan realitas, resiko perilaku kekerasan
(RPK), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan fungsi kognitif serta mengalami
kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Pardede, 2020). Skizofrenia
menimbulkan distorsi pikiran, distorsi persepsi, emosi, dan tingkah laku sehingga
pasien dengan skizofrenia memiliki resiko lebih tinggi berperilaku agresif dimana
perubahan perilaku secara dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Pasien
skizoprenia sering dikaitkan dengan perilaku kekerasan (Wehring & Carpenter, 2011)
yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain ataupun berisiko juga
dengan lingkungan sekitarnya, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal
(Baradero, 2016; Sutejo,2018).
Resiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang lain dan dapat
merusak lingkangan sekitar. Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan dapat terjadi
perubahan pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan social. Pada aspek
fisik tekanan darah meningkat denyut nadi dan pernapasan meningkat mudah
tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain
(Keliat, dan Muhith, 2016).
Salah satu teknik yang dapat dilakukan untuk mengurangi perilaku kekerasan
diantaranya adalah teknik relaksasi napas dalam.Alasanya adalah jika melakukan
kegiatan dalam kondisi dan situasi yang rileks,maka hasil dan prosesnya akan optimal.
Relaksasi merupakan upaya untuk mengendurkan ketegangan jasmaniah, yang pada
akhirnya mengendurkan ketegangan jiwa. Salah satu cara terapi relaksasi adalah
4

bersifat respiratoris, yaitu dengan mengatur aktivitas bernafas. Pelatihan relaksasi


pernafasan dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan baik tempo atau irama
dan intensitas yang lebih lambat dan dalam. Keteraturan dalam bernafas menyebabkan
sikap mental dan badan yang rileks sehingga menyebabkan otot lentur dan dapat
menerima situasi yang merangsang lupa dan emosi tanpa membuatnya kaku
(Wiramihardja,2007).
Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya kemungkinan mencederai diri,
orang lain dan merusak lingkungan adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungannya.
Bila hal ini terjadi, terkadang dapat menimbulkan dampak yang buruk pada
diri pasien sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu saya mencoba
untuk melakukan “Asuhan Keperawatan Pada Ny.”U” dengan Resiko Perilaku
Kekerasan” agar mengalami perubahan yang di harapkan.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan jiwa
pada klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Wilayah Kerja UPT BLUD
Puskesmas Selong.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan pengkajian pada pasien
dengan resiko perilaku kekerasan
b. Untuk meningkatkan kemampuan dalam menentukan diagnosa keperawatan
jiwa pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan
c. Untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat intervensi keperawatan
jiwa pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan
d. Untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat implementasi keperawatan
jiwa pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan
5

C. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi Institusi yang terkait, khususnya dalam usaha
meningkatkan pengetahuan tentang pelayanan keperawatan jiwa atau kesehatan
pada klien yang mengalami resiko perilaku kekerasan
2. Bagi Masyarakat
a. Menjadi informasi bagi masyarakat tentang perawatan jiwa pada penderita
resiko perilaku kekerasan
b. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang cara pecegahan,
perawatan, dan pengobatan pada pasien perilaku kekerasan

D. METODE PENULISAN
Pada penyusunan laporan kasus asuhan keperawatan jiwa, penulis menggunakan
beberapa pendekatan untuk menggunakan data mengenai pembahasan Asuhan
Keperawatan jiwa pada pasien dengan “resiko perilaku kekerasan“.
1. Studi kepustakaan
Dalam metode ini penulis mendapatkan informasi tentang resiko perilaku
kekerasan dari buku-buku maupun literatur-literatur yang berhubungan dengan
masalah yang dibahas.
2. Studi kasus
Dalam metode ini penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan jiwa
mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, penatalaksanaan dan
evaluasi. Dalam mengumpulkan data, penulis mengamati secara langsung dengan
melakukan kunjungan rumah dan menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
a. Interview
Yaitu mengadakan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, seperti: klien,
keluarga, dan tim kesehatan lainnya untuk memperoleh data yang diperlukan.
b. Observasi
Selain menggunakan metode wawancara penulis juga mengadakan pengamatan
langsung supaya dapat melihat langsung segala kegiatan yang dilaksanakan
oleh pelaksana keperawatan jiwa di ruangan serta mengetahui keadaan klien
selama masa perawatan.
6

c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik secara umum yaitu pengkajian secara menyeluruh tentang
semua sistem tubuh dengan cara pemeriksaan secara: inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi.
3. Mengadakan diskusi dengan dosen, pembimbing dan CI ruangan.
4. Mempelajari status klien dan catatan medik/studi dokumentasi.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan kasus ini penulis membagi secara garis besar menjadi lima bab.
Adapun sistematikanya sebagai berikut :
1. BAB I Pendahuluan meliputi :
a. Latar belakang
b. Tujuan penulisan
c. Metode penulisan dan
d. Sistematika penulisan.
2. BAB II Tinjauan Teori yang meliputi :
a. Konsep Dasar
1) Pengertian
2) Psikopatologi
3) Penatalaksanaan medis
b. Konsep Dasar Asuhan Keperwatan
1) Pengkajian
2) Diagnosa keperawatan
3) Perencanaan / intervensi
4) Pelaksanaan / implementasi
5) Evaluasi
3. BAB III Tinjauan kasus :
a. Pengkajian
b. Diagnosa keperawatan
c. Perencanaan / intervensi
d. Pelaksanaan / implementasi
7

e. Evaluasi

4. BAB IV Pembahasan
Dalam bab ini akan membahas mengenai kesenjangan asuhan keperawatan yang
ditemukan dalam praktek lapangan dengan teori.
5. BAB V Kesimpulan & saran.
6. Lampiran
8

BAB II
TINJAUAN TEORI

I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Menurut Iyus Yosep (2007), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,
baik kepada dir isendiri, maupun orang lain.
Menurut Depkes RI (2000), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang baik secara fisik, maupun
psikologis. Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada diri sendiri ataupun orang lain.
Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan
sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan secara
verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan masalah dengan cara yang tidak
adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan menurut Keliat (2011),
perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
dengan hilangnya kontrol diri atau kendali diri.
Menurut Mustofa (2010), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat
terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau
riwayat perilaku kekerasan.
Resiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang
melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat
ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (CMHN, 2006).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih
terkontol (Yosep, 2007)
9

B. Etiologi Resiko Perilaku Kekerasan


1. Faktor Predisposisi
a. Psikologi
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkanya itu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan dapat menyebab kangangguan jiwa pada usia dewasa atau
remaja
b. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
c. Perilaku
Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadposi perilaku kekerasan.
d. Social Budaya.
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasifagresif) dan control
social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permissive)
2. Faktor Presipitasi
a. Bersumber dari klien, yaitu kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri kurang
b. Bersumber dari lingkungan, yaitu kritikan yang mengarah penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan, kekerasan.
c. Interaksi dengan orang lain, yaitu provokatif, konflik
C. Rentang Respon Perilaku Kekerasan
10

Gambar 1. Rentang respon marah


1. Asertif
Apabila kemarahan dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
2. Frustasi
Respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan
3. Pasif
Perilaku yang merasa tidak mampu mengungkapkan perasaannya sehingga
kemarahan tersebut hanya dipendam.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberikan kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
5. Amuk atau Kekerasan
Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
member kata-kata ancaman, disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang
paling berat adalah melukai atau merusak secara serius.

D. Proses Terjadinya Marah


Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari – hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu : 1) Mengungkapkan secara verbal, 2) Menekan, 3) Menantang. Dari ketiga cara
ini, cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila
cara ini dipakai terus – menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri
sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresi dan
ngamuk.
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal sedangkan
stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan
kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption & Loss). Hal yang
11

terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang


menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk
istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih
persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara
positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal
dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak
mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah
dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara
(Helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan
yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
(Contruktive action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekpresikan
keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action)
dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang
dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis (Poinful
symptom) (Yosep, 2007).

E. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Gejala - gejala atau perubahan - perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan
marah diantaranya adalah:
1. Perubahan Fisiologik
a. Tekanan darah meningkat
b. Denyut nadi dan pernafasan meningkat
c. Pupil dilatasi
d. Tonus otot meningkat
e. Mual
f. Frekuensi buang air besar meningkat
g. Kadang-kadang konstipasi
h. Reflex tendon tinggi
2. Perubahan Emosional
a. Mudah tersinggung
b. Tidak sabar, dan frustasi
c. Ekspresi wajah nampak tegang bila mengamuk kehilangan control diri.
12

3. Perubahan Perilaku
a. Agresif pasif
b. Menarik diri
c. Bermusuhan
d. Sinis dan curiga
e. Mengamuk
f. Nada suara keras
g. Kasar.
4. Perubahan Sosial
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
5. Perubahan Spiritual
a. Merasa diri kuasa
b. Merasa diri benar
c. Keragu-raguan
d. Tak bermoral
e. Kreativitas terhambat

F. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri
antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek
lain.
2. Proyeksi
13

Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak


baik. Misalny seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan kerjanya.

3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahaya kan masuk ke alam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada temannya yang tidak disukainya.
4. Reaksiformasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak
begitu berbahaya. Misalnya, seorang pria yang meluapkan emosinya dengan rekan
kerjanya.

G. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Pemeliharaan
Kesehatan
Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran

Isolasi Sosial : Menarik Diri Defisit Perawatan Diri

Gangguan Konsep Diri :


Harga Diri Rendah Kronis

(Budi Anna Keliat, 2006)

H. Penatalaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan


14

1. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya : clorpromazine HCL yang digunakan mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat dipergunakan dosis efektif rendah, contoh
: Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan
transquelillzer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun
demikian keduannya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan maupun berkomunikasi, karena itu didalam terapi ini tidak
harus diberikan pekerjaan terapi sebagai bentuk kegiatan membaca koran,
main catur, setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau
berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok
untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal.
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi
psikoterapi terhadap sejumlah pasien pada waktu yang sama untuk memantau
dan meningkatkan hubungan antar anggota.
d. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan yaitu, mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan
lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber daya pada
masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptive (primer), mengulangi perilaku
maladaptive (sekunder) dan memulihkan perilaku maladaptive dan adaptive
sehingga derajat kesehatan pasien dan keliuarga dapat ditingkatkan secara
optimal.
15

e. Terapi Somatik
Menurut Deskep RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi
yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah
perilaku tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terpai
adalah perilaku pasien (Prabowo, 2014).
f. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electro convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis
pasien. Terapi ini awalnya untuk menangani skozofrenia membutuhkan 20-30
kali terapi, biasanya dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pasien,
hirarki, perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji
pula afek pasien yang berhubungan dengan perilaku agresif. Kelengkapan
pengkajian dapat membantu perawat dalam membina hubungan terapeutik dengan
pasien, mengkaji perilaku yang berpotensi kekerasan, mengembangkan suatu
perencanaan, mengimplementasikan perencanaan, dan mencegah perilaku
kekerasan (Yosep, 2010).
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan
mengelola perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang intervensi
keperawatan.
a. Kesadaran Diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapi dapat mempengaruhi
komunikasinya dengan pasien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas,
marah, atau apatis maka akan sulit baginya membuat pasien tertarik. Untuk
mencegah semua itu, maka perawat harus terus menerus meningkatkan
kesadaran dirinya dan melakukan supervise dengan memisahkan antara
masalah pribadi dan masalah pasien.
b. Pendidikan Pasien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara
mengekspresikan marah yang tepat. Banyak pasien yang mengalami kesulitan
mengekspresikan perasaan, kebutuhan, hasrat dan bahkan kesulitan
16

mengkomunikasikan semua ini pada orang lain. Jadi dengan perawat


berkomunikasi yang terapeutik diharapkan agar pasien mau mengekspresikan
perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan pasien adaptif
atau maladaptive.
c. Latihan Asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat yaitu mampu
berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang, mengatakan tidak untuk
sesuatu yang tidak beralasan, sanggup melakukan complain, dan
mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
d. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap tenang, bicara
lembut, bicara tidak dengan menghakimi, bicara netral dengan cara yang
konkrit, tunjukkan sikap respek, hindari kontak mata langsung, fasilitasi
pembicaraan, dengarkan pembicaraan, jangan terburu-buru
menginterpretasikan, dan jangan membuat janji yang tidak dapat ditepati.
e. Perubahan Lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca,
kelompok program yang dapat mengurangi perilaku pasien yang tidak sesuai
dan meningkatkan adaptasi sosialnya seperti terapi aktivitas kelompok. Terapi
aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah yang
sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi sedangkan kelompok digunakan
sebagai target sasaran (Keliat dan Akemat, 2005). TAK yang sesuai dengan
perilaku kekerasan adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi :
perilaku kekerasan.
f. Tindakan Perilaku
Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien mengenai
perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang
didapat bila kontrak dilanggar.
Tindakan keperawatan untuk kelompok:
a. Aktivitas dan indikasi terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
Menurut Dermawan & Rusdi (2013), aktivitas yang dilakukan dalam empat
sesi yang bertujuan untuk melatih pasien mengendalikan perilaku kekerasan
17

yang biasa dilakukan. Pasien yang diindikasikan mendapatkan terapi aktivitas


kelompok stimulasi persepsi adalah pasien yang berisiko melakukan perilaku
kekerasan. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi pada pasien dengan
risiko perilaku kekerasan dibagi menjadi empat sesi, antara lain:
1) Sesi 1 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik
2) Sesi 2 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara asertif/verbal
3) Sesi 3 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
4) Sesi 4 : Mengendalikan perilaku kekerasan dengan minum obat secara
teratur
18

BAB III.
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Ny. “U”
Umur : 22 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Kelayu Jorong
Tanggal Pengkajian : 27 September 2021

B. Keluhan Utama/Saat Dikaji


1. Keluhan Saat Di Kaji :
Keluarga klien mengatakan suka mengamuk dan memukul apabila sesuatu yang
diinginkan tidak dapat di dapatkan. Keluarga klien mengatakan belum mandi dan
jarang menggosok gigi serta jarang keramas
MK : Resiko Perilaku Kekerasan, Defisit Perawatan Diri (DPD).
C. Faktor Predisposisi
1. Pernah mengalami gangguan jiwa
Keluarga klien mengatakan klien pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) pada
tanggal .
2. Pengobatan sebelumnya
Keluarga klien mengatakan bahwa klien pernah menjalani pengobatan dengan
rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa dan masih mengkonsumsi obat-obatan.
3. Aniaya fisik
Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah mengalami kekerasan fisik.
4. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Keluarga klien mengatakan klien tidak memiliki keluarga yang mengalami
gangguan jiwa seperti klien.
19

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


Keluarga klien mengatakan klien mengalami pengalaman di masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu sering memukul temannya tiba-tiba di sekolahnya sewaktu
TK.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 X/Menit
Respirasi : 19 X/Menit
Suhu : 36,5 0C
2. Antropometri
BB : 51 Kg
TB : 153 Cm
E. Psikososial
1. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki / Perempuan
: Laki-laki meninggal / Perempuan meninggal
: Garis Perkawinan
: Garis Keturunan
: : Garis Tinggal Serumah
: Klien
Penjelasan : Klien tinggal serumah berdua dengan ibunya
20

2. Konsep Diri
a. Citra Tubuh
Klien mengatakan bersyukur dan puas dengan anggota tubuhnya.
b. Identitas Diri
Klien mengatakan identitasnya saat ini adalah sebagai seorang perempuan,
klien mampu menyebutkan nama, umur, dan agamanya.
c. Peran Diri
Klien mengatakan dirinya berperan sebagai seorang anak dari ibunya.
d. Harga Diri
Klien mengatakan percaya diri dengan keadaannya, klien bisa berinteraksi
dengan orang disekitar rumahnya.
e. Ideal Diri
Klien mengatakan tetap bangun pagi.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang paling berarti
Klien mengatakan orang yang berarti dihidupnya adalah ibunya.
b. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan dapat berinteraksi dengan orang di sekitar rumahnya.
c. Peran serta dalam kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan apabila sedang kumpul berbicara di sekitar rumahnya, ia
ikut untuk kumpul walau tidak berbicara.
4. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan
Klien mengatakan dirinya beragama Islam dan percaya adanya Allah SWT.
b. Kegiatan Ibadah
Klien mengatakan tidak mau untuk sholat.
F. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien sedikit kurang rapi, kuku kotor, gigi kotor, rambut kurang rapi.
MK : DPD (Defisit Perawatan Diri)
2. Pembicaraan
Pembicaraan klien lambat, bicara kurang jelas, tampak bingung, dan sulit untuk
memulai pembicaraan.
21

3. Aktifitas Motorik
Klien mampu melakukan aktivitas.
4. Alam Perasaan
Klien mengatakan kadang merasa sedih apabila ingat almarhum bapaknya.
5. Afek
Afek klien tumpul karena ekspresi perasaan berkurang.
6. Interaksi Selama Wawancara
Klien kooperatif selama wawancara, klien kadang mampu menjawab pertanyaan
yang diberikan, tidak ada kontak mata klien.
7. Persepsi Halusinasi
Klien mengatakan tidak pernah mendengar bisikan-bisikan yang tidak jelas.
8. Proses Pikir
Klien mampu menjawab pertanyaan perawat secara singkat.
9. Isi Pikir
Klien ingin cepat sembuh dan tidak ingin di rawat kembali di RSJ.
10. Tingkat Kesadaran
Kesadaran klien Compos Mentis, mampu berorientasi dengan ruang, tempat, dan
waktu.
11. Memori
Klien mampu mengingat semua kejadian dimasa lalu, tidak ada yang terganggu
dari memori klien.
12. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung dari 1- 10 dan sebaliknya.
13. Kemampuan Penilaian
Klien mampu mengambil keputusan sederhana seperti mencuci tangan terlebih
dahulu sebelum makan.
14. Daya Tilik Diri
klien menerima dan mengakui penyakitnya dan tidak menyalahhkan siapapun atas
penyakit yang dideritanya.
22

G. Kebutuhan Di rumah
1. Makan dan minum
Klien mengatakan makan 3x sehari dan selalu menghabiskan makanannya, minum
7-8 gelas sehari.
2. Defekasi/Berkemih
Klien BAB 1 kali sehari, BAK 3-4 x sehari.
3. Mandi
Klien mengatakan jarang mandi, kadang 1 kali sehari pada pagi hari, jarang
menggosok gigi dan juga keramas.
4. Berpakaian
Klien mengatakan hanya mengganti pakaian satu kali saja, dan sering memakai
baju yang sama setiap harinya dan diganti apabila klien merasa sudah merasa
kotor
5. Istirahat dan Tidur
Klien mengatakan tidur dengan nyaman pada malam hari dan kadang-kadang
tidur pada siang hari.
6. Penggunaan Obat
Klien minum obat 3 kali sehari dengan pengawasan perawat.
7. Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan akan rutin untuk minum obat.
8. Aktifitas di Dalam Rumah
Klien mengatakan setelah bangun pagi ia menaruh pakaian kotor bekas BAK
kemudian sarapan.
9. Aktifitas di Luar Rumah
Klien tidak mampu berbelanja sendiri.

H. Mekanisme Koping
Keluarga klien mengatakan klien sering tertawa sendiri. Klien juga sering mengigau
saat tidur dan klien jarang berinteraksi dengan orang di sekitaran rumahnya, ia keluar
jika hendak berbelanja saja. Klien melampiaskan amarah pada objek sekitarnya.

I. Masalah Psikososial dan Lingkungan


1. Masalah dengan Dukungan Kelompok
23

Klien mengatakan selalu mendapatkan dukungan dari keluarganya.


2. Masalah dengan Lingkungan
Klien mengatakan hanya bergaul dengan orang yang dikenal nya saja.
3. Masalah dengan Pendidikan
Klien mengatakan hanya sekolah sampai bangku SD saja.
4. Masalah dengan Pekerjaan
Klien mengatakan tidak bekerja.
5. Masalah dengan Perumahaan
Klien tidak ada masalah dengan perumahan. Klien tinggal berdua bersama ibunya.
6. Masalah dengan Ekonomi
Klien mengatakan bahwa ia tidak memiliki penghasilan sendiri.
7. Masalah dengan Pelayanan Kesehatan
Klien mengatakan tidak mau di rawat kembali di RS.

J. Pengetahuan
Klien menyadari akan penyakit yang dideritanya klien tidak mengetahui kegunaan
obat yang didapatkannya dan tidak mengetahui nama obat yang dikonsumsinya. Klien
hanya berharap proses penyembuhan pada dirinya.

K. Aspek Medik
1. Diagnosa Medik : Skizoprenia
2. Terapi Medik : Risperidone dan Lorazepam
L. Daftar Masalah Keperawatan
1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Defisit Perawatan Diri
24

M. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Pemeliharaan
Kesehatan
Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran

Isolasi Sosial : Menarik Diri Defisit Perawatan Diri

Gangguan Konsep Diri :


Harga Diri Rendah Kronis

(Budi Anna Keliat, 2006)


25

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Nama Klien : Ny. “U”
Alamat : Kelayu Jorong
Puskesmas : Selong
A. Analisa Data

NO. DATA MASALAH KEPERAWATAN


1. DS : Resiko Perilaku Kekerasan
1. Keluarga klien mengatakan klien akan
marah apabila keinginan klien lama di
respon.
2. Keluarga klien mengatakan klien sering
mengamuk apabila keinginan klien tidak
di turuti.
3. Keluarga klien mengatakan klien suka
berteriak apabila ditinggal sendiri oleh
ibunya.

DO :
1. Pandangan mata klien kosong.
2. Klien merusak tembok rumah.
3. Klien memecahkan kaca rumah.
4. Klien mengamuk tanpa sebab sebelum di
bawa ke RS.
5. Pembicaraan klien lambat, bicara tidak
jelas, tampak bingung, dan sulit untuk
memulai pembicaraan.
2. DS : Defisit Perawatan Diri
1. Keluarga klien mengatakan klien belum
mandi dan jarang menggosok gigi.

DO :
1. Klien tampak tidak rapi, kuku kotor, gigi
26

kotor, rambut tidak rapi dan kotor.


B. Rumusan Diagnosa Keperawatan

1. Resiko Perilaku Kekerasan


2. Defisit Perawatan Diri
27

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


Nama Klien : Ny. “U”
Alamat : Kelayu Jorong
Puskesmas : Selong
a. Prioritas Masalah Keperawatan
1. Harga Diri Rendah
2. Defisit Perawatan Diri

b. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi


Keperawatan Keperawatan
1. Resiko TUM : Setelah dilakukan Bina hubungan
Perilaku Klien tidak tindakan saling percaya
Kekerasan keperawatan dengan menggun-
mencederai diri
selama 3 x 24 jam, akan komunikasi
sendiri diharapkan klien terapeutik :
dapat : a. Sapa pasien
TUK : 1.1 Klien mau dengan ramah,
membalas baik verbal
1. Klien dapat maupun non
membina salam.
verbal
hubungan saling 1.2 Klien mau b. Perkenalkan diri
percaya.
menjabat c. Tanyakan nama
lengkap dan
tangan
nama yang
1.3 Klien mau disenangi
menyebut d. Jelaskan tujuan
pertemuan
nama
e. Jujur dan
1.4 Klien mau menepati janji
tersenyum f. Tunjukkan
1.5 Klien mau empati dan
menerima pasien
kontak mata apa adanya
1.6 Klien mau g. Beri perhatian
mengetahui dan perhatikan
kebutuhan dasar
2. Klien dapat nama perawat
pasien
mengidentifikasi
28

penyebab perilaku
kekerasan. 2.1 Klien SP 1 :
mengungkapkan 1. Mengidentifikasi
perasaannya penyebab PK
2. Mengidentifikasi
2.2 Klien dapat
tanda dan gejala
mengungkapkan PK
penyebab 3. Mengidentifikasi
PK yang
perasaan
dilakukan
jengkel/kesal 4. Mengidentifikasi
(dari diri akibat PK
5. Menyebutkan
sendiri,
cara
lingkungan atau mengendalikan
orang lain). PK.
6. Membantu
Pasien
mempraktikkan
latihan cara fisik
1.
7. Menganjurkan
Pasien
memasukkan
cara 1 kedalam
jadwal kegiatan
harian.

SP 2 :
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan
harian klien.
2. Melatih klien
cara fisik 2:
pukul kasur dan
bantal
3. Menganjurkan
Pasien untuk
memasukkan
cara fisik 2
kedalam jadual
kegiatan harian
29

SP 3 :
1. Mengevaluasi
jadual kegiatan
harian Pasien
2. Melatih cara
verbal
3. Menganjurkan
klien untuk
memasukkan cara
verbal kedalam
jadual kegiatan
harian

SP 4 :
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan
harian klien
2. Melatih klien
cara spiritual
3. Menganjurkan
klien untuk
memasukkan
cara spiritual
kedalam jadwal
kegiatan harian

SP 5 :
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan
harian klien.
2. Menjelaskan
dan melatih
klien minum
obat dengan
benar
3. Menganjurkan
klien
memasukkan
jadwal minum
obat kedalam
jadwal kegiatan
harian.
30

SP 1 Keluarga
1. Mendiskusikan
masalah yang
dirasakan
keluarga dalam
merawat Pasien
PK
2. Menjelaskan
pengertian, tanda
dan gejala serta
proses terjadinya
PK
3. Menjelaskan cara
merawat Pasien
dengan PK

SP 2 Keluarga :
1. Melatih keluarga
mempraktikkan
cara merawat
klien dengan PK.
2. Melatih keluarga
mempraktikkan
langsung cara
merawat klien
dengan PK

SP 3 Keluarga :
1. Melatih keluarga
membuat jadwal
aktivitas di
rumah, termasuk
31

minum obat.
2. Defisit TUM : Setelah dilakukan SP I :
Perawatan Diri Pasien dapat tindakan 1. Diskusikan
memenuhi kebutuhan keperawatan bersama klien
perawatan diri selama 3 x 24 jam, pentingnya
diharapkan klien kebersihan diri
TUK : mampu : dengan
1. Pasien dapat 1. Menyebutkan menjelaskan
mengenal tentang tentang pengertian
kebersih-an diri kebersihan diri, tentang arti bersih
seperti : dan tanda-tanda
Badan tidak bersih
bau, gigi bersih, 2. Minta pasien
baju rapi dan untuk menyebu
tidak berbau tkan 3 dari 5
2. Pasien dapat kebersihan diri
menyebutkan 3. Bantu pasien
pentingnya mengungkap-kan
kebersihan diri arti kebersihan
untuk kesehatan diri
yaitu mencegah 4. Berikan pujian
terkena positif setelah
penyakit, dan pasien mampu
memberikan mengungkap-kan
rasa segar dan kebersihan diri
nyaman pada 5. Ingatkan pada
tubuh pasien untuk
3. Pasien dapat memelihara
menjelaskan kebersihan diri
cara merawat seperti mandi 2
diri kali sehari yaitu
pagi dan sore
hari, dengan
2. Pasien dapat menyikat gigi,
melakukan keramas,
Kebersihan diri menyisir rambut,
dengan bantuan 1. Pasien berusaha dan menggunting
untuk kuku bila panjang
memelihara
kebersihan diri, SP 2 :
yaitu mandi 1. Motivasi klien
memakai sabun untuk mandi
2. Ajarkan klien
32

dan disiram cara berdandan


dengan air 3. Anjurkan klien
sampai bersih, untuk mandi
mengganti dengan sabun dua
pakaian sehari kali sehari saat
sekali, dan pagi dan sore hari
merapikan 4. Anjurkan klien
penampilan untuk mengganti
pakaian setiap
hari
3. Klien dapat
5. Ingatkan pada
mempertahankan
klien untuk tetap
kebersih-an secara
1. Klien selalu rutin memotong
mandiri
tampak bersih kuku dan
dan rapi keramas

SP 3 :
1. Monitor klien
dalam
melaksanakan
kebersihan diri
secara teratur dan
ingatkan klien
keramas,
menyisir rambut,
menyikat gigi dan
4. Klien dapat mengganti baju
dukungan keluarga 2. Ajarkan klien
dalam cara makan yang
meningkatkan 1. Keluarga baik dan benar
kebersih-an diri selalu 3. Beri pujian jika
mengingatkan klien berhasil
klien tentang melakukan
hal-hal yang kebersihan diri
berhubungan
dengan SP 4 :
kebersihan diri 1. Jelaskan pada
2. Keluarga keluarga klien
menyiapkan tentang penyebab
sarana untuk kurang minatnya
membantu klien dalam
klien menjaga menjaga
kebersihan diri kebersihan diri
33

2. Anjurkan
keluarga untuk
menyiapkan
sarana dalam
menjaga
kebersihan diri
3. Diskusikan
dengan keluarga
mengenai hal-hal
yang dilakukan,
seperti :
Mengingatkan
klien untuk
mandi, keramas,
dan mengganti
baju.
4. Beri pujian atas
keberhasilan
klien
5. Ajarkan klien
cara toileting
Atau BAK dan
BAB yang baik
dan benar
34

IV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Nama Klien : Ny. “U”
Alamat : Kelayu Jorong
Puskesmas : Selong
No. Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
Keperawatan Keperawatan
1. Senin , DS : S:
27 September 1. Keluarga klien 1. Klien mengatakan
2021 mengatakan klien akan masih sering marah
marah apabila apabila apabila
keinginan klien lama keinginannya lama
di respon. di respon.
2. Klien mengatakan
2. Klien mengatakan bahwa ia sudah
belum mandi dan mandi hari ini
jarang menggosok
gigi. O:
1. Klien mampu
DO :
mengidentifikasi
1. Pembicaraan klien
penyebab PK, PK
lambat, bicara tidak
yang dilakukan, dan
jelas, tampak bingung,
akibat dari PK
dan sulit untuk
memulai pembicaraan.
2. Klien mampu
2. Klien tampak sedikit melaksanakan cara
kurang rapi, kuku untuk menjaga
kotor, rambut kurang kebersihan diri yaitu
rapi. mandi

A:
35

Kemampuan : Masalah Keperawatan


1. Klien mampu (Resiko Perilaku
mengidentifikasi PK Kekerasan,
yang di lakukan dan Defisit Perawatan Diri)
penyebab dari PK. 1. SP 1 Resiko
2. Klien mampu untuk Perilaku Kekerasan
menjaga kebersihan teratasi
diri yaitu mandi 2. SP 1 Defisit
Perawatan Diri
Diagnosa : teratasi
1. Resiko Perilaku
Kekerasan P:
2. Defisit Perawatan Diri 1. Melatih klien cara
fisik 2 : pukul kasur
Tindakan : dan bantal.
1. Mengidentifikasi 2. Latihan berdandan
penyebab PK, PK (mengganti baju,
yang dilakukan, dan menyisir rambut,
akibat dari PK dan memotong
2. Melatih klien kuku) 1 x sehari
melakukan cara
menjaga kebersihan
diri (mandi) ttd
Sri Latifah Hidayati
Rencana Tindak Lanjut
:
1. Identifikasi dan latih
klien cara fisik ke II.
2. Latih klien cara
berdandan (mengganti
36

baju, menyisir
rambut, dan
memotong kuku)
2. Rabu, DS : S:
29 September 1. Keluarga klien 1. Keluarga klien
2021 mengatakan klien mengatakan sudah
sedikit marah apabila jarang marah apabila
keinginan klien lama keinginannya lama
di respon. di respon.
2. Klien mengatakan 2. Keluarga klien
sudah mandi, tetapi mengatakan klien
belum mengganti baju senang setelah
latihan berdandan
(mengganti baju,
menyisir rambut dan
memotong kuku)

DO :
O:
1. Bicara klien tidak jelas
1. Klien mampu untuk
dan sulit untuk
melaksanakan cara
memulai pembicaraan.
fisik 2 seperti
memukul kasur dan
2. Klien tampak sedikit bantal.
kurang rapi, kuku 2. Klien belum mampu
kotor, rambut kurang melaksanakan cara
rapi. untuk merawat diri
(mengganti baju,
menyisir rambut,
dan memotong
kuku)
37

Kemampuan : A:
1. Klien mampu untuk Masalah Keperawatan
melaksanakan cara (Resiko Perilaku
fisik 2 seperti pukul Kekerasan,
kasur dan bantal. Defisit Perawatan Diri)
2. Klien belum mampu 1. SP2 Resiko Perilaku
melaksanakan cara Kekerasan teratasi
untuk merawat diri 2. SP 2 Defisit
(mengganti baju, Perawatan Diri
menyisir rambut, dan belum teratasi
memotong kuku)
Diagnosa : P:

1. Resiko Perilaku 1. Melatih cara verbal

Kekerasan 2. Latihan kembali

2. Defisit Perawatan Diri berdandan

Tindakan : (mengganti baju,

1. Mengidentifikasi dan menyisir rambut,

melatih cara fisik 2 dan memotong

seperti pukul kasur kuku) 1 x sehari

dan bantal.
2. Melatih melakukan
cara menjaga
ttd
kebersihan diri
Sri Latifah Hidayati
(mengganti baju,
menyisir rambut dan
memotong kuku).

Rencana Tindak Lanjut


:
38

1. Identifikasi
kemampuan dan latih
cara verbal
2. Latih klien cara
berdandan (mengganti
baju, menyisir
rambut, dan
memotong kuku )
3. Kamis, DS : S:
30 September 1. Keluarga klien 1. Keluarga klien
2021 mengatakan klien mengatakan klien
sudah tidak marah sudah tidak marah
apabila keinginan klien apabila keinginan
lama di respon. klien lama di respon.
2. Klien mengatakan 2. Klien mengatakan
sudah mandi dan merasa senang
mengganti baju. setelah latihan
berdandan
DO : (memotong kuku)
1. Bicara klien tidak O:
jelas namun klien 1. Klien mampu
sudah bisa tersenyum. melakukan kegiatan
2. Klien lebih rapi sesuai dengan
karena sudah kemampuannya.
mengganti baju dan 2. Klien mampu
menyisir rambut, memotong kuku dan
tetapi kuku klien memperbaiki
tampak kotor penampilan menjadi
lebih rapi dari
Kemampuan :
39

1. Klien mampu sebelumnya


melakukan kegiatan A:
sesuai dengan Masalah Keperawatan
kemampuannya. (Resiko Perilaku
2. Klien mampu untuk Kekerasan, Defisit
berdandan (memotong Perawatan Diri)
kuku) 1. Resiko Perilaku
Kekerasan
berkurang
Diagnosa :
2. Defisit Perawatan
1. Resiko Perilaku
Diri berkurang
Kekerasan
P:
2. Defisit Perawatan Diri
1. Latihan melakukan
aktivitas terjadwal
dengan membuat
Tindakan :
jadwal kegiatan
1. Melatih kemampuan
dengan dibimbing
klien dan latih cara
2x sehari.
verbal.
2. Latihan cara makan
2. Melatih klien
yang baik dan benar
berdandan (memotong
2x sehari.
kuku).

ttd

Rencana Tindak Lanjut Sri Latifah Hidayati

:
1. Latih klien menyapu
rumah
2. Latih klien cara
makan yang baik dan
40

benar
41

BAB IV.
PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian yang di kaji yaitu biodata, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit keluarga, TTV,
pemeriksaan fisik, dan mengkaji pola aktifitas klien. Sedangkan Pada tinjauan
kasus hampir sama dengan tinjauan teori tapi lebih lengkap yaitu ditambahkan
dengan pengkajian data psikologis, data sosial, Pemeriksaan fisik dengan
mnggunakan Head to toe, dilengkapi dengan data penunjang dan terapi.
Selain itu pengkajian tinjauan teoritis dilakukan hanya berfokus pada
Resiko Perilaku Kekerasan (RPK) itu sendiri baik itu secara subjek maupun
objektif, hal ini berbeda dengan pengkajian tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus
pengkajian dilakukan berdasarkan keluhan klien atau keluarga klien itu sendiri
dan tidak hanya berfokus pada pengkajian teoritis, sehingga pengkajian yang
dihasilkan dari tinjauan kasus akan berbeda dengan pengkajian teoritis

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang penulis angkat pada tinjauan kasus ada 2, yaitu
Resiko Perilaku Kekerasan dan Defisit Perawatan Diri.
Resiko Perilaku Kekerasan disebabkan karena keluarga klien mengatakan klien
akan marah dan mengamuk apabila keinginan klien tidak langsung di turuti
bahkan dapat sampai memecahkan kaca jendela rumah.
Defisit Perawatan Diri : klien mengatakan mandi 1 x sehari
Apabila dibandingkan antara masalah keperawatan jiwa landasan teori dengan
tinjauan kasus, ternyata sama.

C. PERENCANAAN
Rencana keperawatan yang dibuat penulis sesuai dengan diagnosa
keperawatan jiwa yang sudah ditegakkan yang tujuannya, yaitu untuk diagnosa I
42

adalah Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan


klien tidak mencederai diri sendiri, dapat membina hubungan saling percaya, dan
dapat mengetahui penyebab perilaku kekerasan serta akibat yang akan di
timbulkan dari perilaku kekerasan tersebut. Rencana tindakan yang dibuat
penulis berpedoman pada teori yang ada. Akan tetapi tidak semua rencana
tindakan yang ada di teori digunakan, karena rencana yang dibuat pada kasus
disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan klien.

D. PELAKSANAAN
Tindakan keperawatan yang diberikan pada klien pada tinjauan kasus
berdasarkan intervensi yang telah dibuat.
Setiap selesai memberikan tindakan keperawatan, respon klien harus benar-benar
diperhatikan, hal ini bertujuan untuk mengetahui keadaan klien dan untuk
menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
Tetapi tindakan yang diberikan pada tiap harinya berubah ada yang berkurang
ada juga yang tetap, hal ini kembali lagi pada keadaan klien yang mulai
membaik, sehingga intervensinya ada yang dilanjutkan ada juga yang tidak.

E. EVALUASI
Evaluasi yang digunakan yaitu evaluasi formatif, dilakuakan pada hari ke 1,2,3
pada masing-masing diagnosa sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil dari
rencana tindakan yang telah dibuat serta evaluasi somatif berdasarkan respon
hasil secara keseluruhan pada evaluasi akhir.
43

BAB V.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengkajian pada klien dengan resiko perilaku kekerasan ditemukan keluhan
utama yang muncul adalah klien suka mengamuk dan memukul apabila sesuatu
yang diinginkan tidak dapat di dapatkan.

Diagnosa yang muncul pada kasus ditemukan 2 masalah utama, yaitu Resiko
Perilaku Kekerasan, Defisit Perawatan Diri.

Intervensi pada kasus disesuaikan dengan intervensi pada teori dan mengacu
pada diagnosa yang ditemukan.

Implementasi keperawatan dapat dilakukan dangan baik karena sudah di


intervensikan sebelumnya, sehingga dapat dilakukan dan menggunakan
pendekatan terapeutik.

Hasil evaluasi didapatkan bahwa untuk diagnosa I dan II masalah teratasi,


namun intervensi bisa tetap dilanjutkan oleh klien dan keluarga.

B. SARAN
1. Dalam merawat klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan hendaknya
diperhatikan masalah yang muncul dan harus memperhatikan prioritas
penanganan yang sesuai / tepat dan yang terpenting dari semua itu adalah
bina komunikasi terapeutik dan hubungan saling percaya.
2. Hendaknya perawat selalu melakukan pengkajian fisik yang lengkap,
sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan sesuai dengan
keadaan klien pada saat itu.
44

DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th


ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1,
Bandung, RSJP Bandung, 2000
45

LAMPIRAN
46

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Menurut Iyus Yosep (2007), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik, baik kepada dir isendiri, maupun orang lain.
Menurut Depkes RI (2000), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang baik secara fisik, maupun
psikologis. Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu
beresiko menimbulkan bahaya langsung pada diri sendiri ataupun orang lain.
Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan
sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan
secara verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan masalah dengan cara
yang tidak adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan menurut Keliat
(2011), perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
disertai dengan hilangnya kontrol diri atau kendali diri.
47

Menurut Mustofa (2010), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk


perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan
secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang
berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.

B. Faktor Predisposisi Dan Faktor Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
a. Psikologi
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkanya itu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan dapat menyebab kangangguan jiwa pada usia dewasa
atau remaja
b. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan
dalam terjadinya perilaku kekerasan.
c. Perilaku
Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadposi perilaku kekerasan.
d. Social Budaya.
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasifagresif) dan control
social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permissive)
2. Faktor Presipitasi
a. Bersumber dari klien, yaitu kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri kurang
48

b. Bersumber dari lingkungan, yaitu kritikan yang mengarah penghinaan,


kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan, kekerasan.
c. Interaksi dengan orang lain, yaitu provokatif, konflik

C. Rentang Respon Perilaku Kekerasan

Gambar 1. Rentang respon marah

1. Asertif
Apabila kemarahan dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang
lain.
2. Frustasi
Respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan
3. Pasif
Perilaku yang merasa tidak mampu mengungkapkan perasaannya sehingga
kemarahan tersebut hanya dipendam.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberikan kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
5. Amuk atau Kekerasan
Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara
menakutkan, member kata-kata ancaman, disertai melukai pada tingkat
ringan, dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara serius.
49

D. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Gejala - gejala atau perubahan - perubahan yang timbul pada klien dalam
keadaan marah diantaranya adalah:
1. Perubahan fisiologik
a. Tekanan darah meningkat
b. Denyut nadi dan pernafasan meningkat
c. Pupil dilatasi
d. Tonus otot meningkat
e. Mual
f. Frekuensi buang air besar meningkat
g. Kadang-kadang konstipasi
h. Reflex tendon tinggi
2. Perubahan emosional
a. Mudah tersinggung
b. Tidak sabar, dan frustasi
c. Ekspresi wajah nampak tegang bila mengamuk kehilangan control diri.
3. Perubahan perilaku
a. Agresif pasif
b. Menarik diri
c. Bermusuhan
d. Sinis dan curiga
e. Mengamuk
f. Nada suara keras
g. Kasar.
50

E. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi
diri antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalny seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahaya kan masuk ke alam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada temannya yang tidak
disukainya.
4. Reaksiformasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya. Misalnya, seorang pria yang meluapkan
emosinya dengan rekan kerjanya.

F. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, diagnose medis,
pendidikan, dan pekerjaan
51

b. Factor predisposisi
1) Gangguan jiwa di masa lalu
2) Pengobatan sebelumnya
3) Trauma karena aniaya fisik, seksual, atau tindakan criminal
4) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
c. Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien
d. Factor emosional
Klien merasa tidak aman, merasa terganggu, dendam, dan jengkel.
e. Factor mental
Cerewet, kasar, keremahan dan suka berdebat
f. Latihan. Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan prilaku kekerasan
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah kronis
c. Harga diri rendah
52

3. Pohon Masalah Perilaku Kekerasan


Dari pohon masalah ini yang harus ditentukan adalah:
a. Penyebab masalah utama : harga diri rendah
b. Perilaku kekerasan (masalahutama)
c. Akibat masalah utama: resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan

Resiko perilaku Gangguan Pemeliharaan


mencederai diri Kesehatann

Ketidakefektifan
penatalaksanaan Prilaku Kekerasan Defisit perawatan diri :
program Teraputik Masalah Utama mandi dan berhias

Ketidakefektifan
koping keluarga : Gangguan Konsep
Ketidakmampuan diri : Harga diri
keluarga merawat rendah Kronis
klien di rumah
53

4. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. TUK dan TUM

No. Diagnosa Perencanaan


Tgl Intervensi
Diagnosis keperawatan Tujuan Kriteria evaluasi

1 2 3 4 5 6

Resiko : TUM 1.1 Klien mau membalas salam 1.1.1 Beri salam dan panggil nama
perilaku Klien tidak 1.2 Klien mau menjabat tangan 1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil
mencederai mencederai diri jabat tangan
diri sendiri 1.3 Klien mau menyebut nama 1.1.3 Jelaskan maksud hubungan
berhubungan TUK interaksi
dengan 1. Klien dapat 1.4 Klien mau tersenyum 1.1.4 Jelaskan kontrak yang akan
perilaku membina dibahas
kekerasan hubungan saling 1.5 Klien mau kontak mata 1.1.5 Beri rasa aman dan simpati
percaya 1.6 Klien mau mengetahui 1.1.6 Lakukan kontak mata singkat
nama perawat tapi sering
54

Tgl No. Diagnosa Perencanaan


Intervensi
Diagnosis keperawatan Tujuan Kriteria evaluasi

1 2 3 4 5 6

2. Klien dapat 2.1 Klien mengungkapkan 2.1.1 Beri kesempatan untuk


mengidentifik perasaannya mengungkapkan perasaan
asi penyebab 2.1.2 Bantu klien untuk
perilaku 2.2 Klien dapat mengungkapkan mengungkapkan penyebab
kekerasan penyebab perasaan jengkel/ kesal perasaan jengkel/kesal
(dari diri sendiri, lingkungan atau
orang lain)

3. Klien dapat 3.1 Klien mampu mengungkapkan 3.1.1 Anjurkan klien mengungkapkan
mengidentifik perasaan saat marah/jengkel apa yang dialami dan dirasakan
asi tanda dan saat marah
gejala 3.1.2 Observasi tanda-tanda perilaku
perilaku kekerasan pada klien
kekerasan 3.1.3 Simpulkan bersama klien tanda
dan gejala jengkel/ kesal yang di
alami
3.2 klien dapat menyimpulkan tanda
dan gejala jengkel/ kesal yang
55

dialami.

No. Diagnosa Perencanaan


Tgl Intervensi
Diagnosis keperawatan Tujuan Kriteria hasil

1 2 3 4 5 6

4. Klien dapat 4.1 Klien dapat mengungkapkan 4.3.1 Anjurkan klien untuk
mengidentifik perilaku kekerasan yang biasa mengungkapkan perilaku
asi perilaku dilakukan kekerasan yang biasa dilakukan
kekerasan klien .
yang biasa 4.2 Klien dapat bermain peran 4.3.2 Bantu klien bermain peran sesuai
dilakukan dengan perilaku kekerasan dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
4.3 Klien dapat mengetahui cara yang 4.3.3 Bicarakan dengan klien apakah
biasa dilakukan untuk dengan cara yang dilakukan klien
menyelesaikan masalah masalahnya selesai
1. Klien dapat 1.1 Klien dapat menjelaskan akibat 1.1.1 Bicarakan akibat dan cara yang
mengidentikasi dari cara yang digunakan dilakukan klien
akibat perilaku a. Akibat pada klien sendiri 1.1.2 Bersama klien menyimpulkan
kekerasan b. Akibat pada orang lain akibat cara yang digunakan oleh
c. akibat pada lingkungan klien
1.1.3 Tanya pada klien apakah ia ingin
56

mempelajari cara yang baru dan


yang sehat.

No. Diagnosa Perencanaan


Tgl Intervensi
Diagnosis keperawatan Tujuan Kriteria hasil

1 2 3 4 5 6

2. Klien dapat 2.1 Klien dapat menyebutkan contoh 6.1.1 Diskusikan kegiatan fisik yang
mendemonstrasi pencegahan perilaku kekerasan biasa dilakukan klien
kan cara fisik secara fisik : 6.1.2 Beri pujian atas kegiatan fisik
untuk mencegah a. Tarik nafas dalam yang biasa dilakukan klien
perilaku b. Pukul kasur dan bantal 6.1.3 Diskusikan dua cara fisik yang
kekerasan c. Dll : kegiatan fisik paling mudah dilakukan untuk
mencegah perilaku kekerasan,
yaitu tarik nafas dalam dan
pukul kasue serta bantal

2.2 Klien dapat mendemonstrasikan 6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik


cara fisik untuk mencegah nafas dalam dengan klien
perilaku kekerasan 6.2.2 Beri contoh kepada klien
tentang cara menarik nafas
dalam
6.2.3 Minta klien untuk mengikuti
57

contoh yang diberikan sebanyak


5 kali
6.2.4 Beri pujian positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
menarik nafas dalam
6.2.5 Tanyakan perasaan klien setelah
selesai
6.2.6 Anjurkan klien menggunakan
cara yang telah dipelajari saat
marah atau jengkel.
6.2.7 Lakukan hal yang sama dengan
1 sampai 7 untuk cara fisik lain
dipertemuan yang lain
6.3.1 Diskusikan dengan klien
mengenai frekuensi latihan yang
akan dilakukan sendiri oleh
klien
6.3.2 Susun jadwal kegiatan untuk
melatih cara yang telah
dipelajari
2.4.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan
58

2.3 Klien mempunyai jadwal untuk latihan, cara pencegahan


melatih cara pencegahan fisik perilaku kekerasan yang telah
yang telah dipelajari sebelumnya dilakukan dengan mengisi
2.4 Klien mengevaluasi jadwal kegiatan harian (self
kemampuannya dalam melakukan evaluation)
cara fisik sesuai jadwal yang telah 2.4.2 Validasi kemampuan klien
disusun. dalam melakukan latihan
2.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan
klien
2.4.4 Tanyakan kepada klien : apakah
kegiatan cara pencegahan
perilaku kekerasan dapat
mengurangi perasaan marah
7 Klien dapat 7.1 Klien dapat menyebutkan cara 7.1.1 Diskusikan cara bicara yang baik
mendemonstrasi bicara (verbal) yang baik dalam dengan klien
kan cara sosial mencegah perilaku kekerasan 7.1.2 Beri contoh cara bicara yang baik
untuk mencegah a. Meminta dengan baik a. Meminta dengan baik
perilaku b. Menolak dengan baik b. Menolak dengan baik
kekerasan c. Mengungkapkan perasaan c. Mengungkapkan perasaan
dengan baik dengan baik
7.2 Klien dapat 7.2.1 Minta klien mengikuti contoh
mendemonstrasikan cara cara bicara yang baik
59

verbal yang baik a. Meminta dengan baik “Saya


minta uang untuk beli
makanan”
b. Menolak dengan baik “maaf,
saya tidak dapat melakukannya
karena ada kegiatan lain”
c. Mengungkapkan perasaan
dengan baik “saya kesal karena
permintaan saya tidak
dikabulkan” disertai nada
suara yang rendah
7.2.2 Minta klien mengulang sendiri
7.2.3 Beri pujian atas keberhasilan
klien
7.3.1 Diskusikan dengan klien tentang
waktu dan kondisi cara bicara
yang dapat dilatih diruangan,
misalnya meminta obat, baju,
dll. Mmenolak ajakan merokok,
tidur tidak pada waktunya
menceritakan kekesalan kepada
perawat
7.3 Klien mempunyai jadwal
60

untuk melatih cara bicara yang 7.3.2 Susun jadwal kegiatan untuk
baik melatih jadwal yang telah
dipelajari
7.4.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan
kegiatan cara bicara yang baik
dengan mengisi jadwal kegiatan
(self evaluation)
7.4.2 Validasi kemampuan klien
dalam melaksanakan latihan
7.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan
klien
7.4 Klien melakukan evaluasi 7.4.4 Tanyakan kepada klien :
terhadap kemampuan cara Bagaimana perasaan Budi
bicara yang sesuai dengan setelah latihan bicara yang baik?
jadwal yang telah di susun apakah keinginan marah
berkurang?
8 Klien dapat 8.1 Klien dapat menyebutkan 8.1.1 Diskusikan dengan klien
mendemonstra kegiatan ibadah yang biasa kegiatan ibadah yang pernah
sikan cara dilakukan dilakukan
spiritual untuk
mencegah 8.2 Klien dapat mendemonstrasikan
8.2.1 Bantu klien menilai kegiatan
perilaku cara ibadah yang dipilih
ibadah yang dapat dilakukan di
61

kekerasan ruang rawat


8.2.2 Bantu klien memilih kegiatan
ibadah yang akan dilakukan
8.2.3 Minta klien mendemonstrasikan
kegiatan ibadah yang dipilih
8.2.4 Beri pujian atas keberhasilan
klien

8.3 Klien mempunyai jadwal untuk


melatih kegiatan ibadah 8.3.1 Diskusikan dengan klien tentang
waktu pelaksanaan kegiatan
ibadah
8.3.2 Susun jadwal kegiatan untuk
melatih kegiatan ibadah

8.4 Klien melakukan evaluasi


terhadap kemampuan 8.4.1 Klien mengevaluasi kegiatan
melakukan kegiatan ibadah pelaksaan ibadah dengan
mengisi jadwal kegiatan harian
(self evaluation)
8.4.2 Validasi kemampuan klien
dalam melaksanakan latihan
62

8.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan


klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien :
“bagaimana perasaan Budi
setelah teratur melakukan
ibadah? apakah keinginan marah
berkurang?”
9 Klien dapat 9.1 Klien dapat menyebutkan jenis, 9.1.1 Diskusikan dengan klien tentang
mendemonstr dosis, dan waktu minum obat jenis obat yang diminumnya
asikan serta manfaat dari obat itu (nama, warna, besarnya), waktu
kepatuhan (prinsip 5 benar : benar orang, minum obat (jika 3 kali : pkl.
minum obat obat, dosis , waktu dan cara 07.00, 13.00, 19.00), cara
untuk pemberian) minum obat
mencegah 9.1.2 Diskusikan dengan klien tentang
perilaku manfaat minum obat secara
kekerasan teratur
a. Beda perasaan sebelum
minum obat dan sesudah
minum obat
b. Jelaskan dosis hanya boleh
diubah diubah oleh dokter
c. Jelaskan mengenai akibat
63

minum obat yang tidak


teratur, misalnya
penyakitnya kambuh

9.2.1 Diskusikan tentang proses


9.2 Klien mendemonstrasika
minum obat:
kepatuhan minum obat yang
a. Klien meminta obat kepada
sesuai jadwal yang ditetapkan.
perawat (jika di RS) kepada
keluarga (jika di rumah)
b. Klien memeriksa obat sesuai
dosisnya
c. Klien meminum obat pada
waktu yang tepat
9.2.2 Susun jadwal minum obat
bersama klien

9.3 Klien mengevaluasi 9.3.1 Klien mnegevaluasi pelaksanaan


kemampuannya dalam minum obat dengan mengisi
mematuhi minum obat jadwal kegiatan harian (self
evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan minum
obat klien
64

9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan


klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien :
“bagimana perasaan Budi
dengan minum obat secara
teratur? Apakah keinginan untuk
marah berkurang?”
10 Klien dapat 10.1 Klien mengikuti TAK : 10.1.1 Anjurkan klien untuk ikut
mengikuti Stimulasi persepsi TAK : Stimulasi persepsi
TAK : pencegahan perilaku pencegahan perilaku kekerasan
stimulasi kekerasan 10.1.2 Klien mengikuti TAK :
persepsi Stimulasi persepsi pencegahan
pencegahan perilaku kekerasan (kegiatan
perilaku tersendiri)
kekerasan 10.1.3 Diskusikan dengan klien tentang
kegiatan selama TAK
10.1.4 Fasilitasi klien untuk
mempraktikkan hasil kegiatan
TAK dan beri pujian atas
keberhasilannya

10.2 Klien mempunyai jadwal 10.2.1 Diskusikan dengan klien tentang


65

TAK : Stimulasi persepsi jadwal TAK


pencehagan perilaku 10.2.2 Masukkan jadwal TAK kedalam
jadwal harian klien
10.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan
10.3 Klien melakukan evaluasi
TAK dengan mengisi jadwal
terhadap pelaksanaan TAK
kegiatan harian (self evaluation)
10.3.2 Validasi kemampuan klien
dalam mengikuti TAK
10.3.3 Beri pujian atas kemampuan
mengikuti TAK
10.3.4 Tanyakan kepada klien :
“bagaimana perasaan Budi
setelah ikut TAK ?”
11 Klien 11.1 Keluarga dapat 11.1.1 Identifikasi kemampuan
mendapatkan mendemonstrasikan caraa keluarga dalam merawat klien
dukungan merawat klien sesuai dengan yang telah
keluarga dilakukan keluarga terhadap
dalam klien selama ini.
melakukan 11.1.2 Jelaskan keuntungan peran serta
cara keluarga dalam merawat klien
pencegahan 11.1.3 Jelaskan cara-cara dalam
perilaku merawat klien:
66

kekerasan a. Terkait dengan cara


mengontrol perilaku marah
secara konstruktif
b. Sikap dan cara bicara
c. Membantu klien mengenal
penyebab marah dan
pelaksanaan cara
pencegahan perilaku
kekerasan
11.1.4 Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat klien
11.1.5 Bantu keluarga mengungkapkan
perasaannnya setelah melakukan
demonstrasi
11.1.6 Anjurkan keluarga
mempraktikkannya pada klien
selama di RS dan
menganjurkannya setelah
pulang ke rumah.
67

STRATEGI PELAKSANAAN

Diagnosa Strategi Pelaksanaan Tindakan


Keperawatan

Risiko SP 1 Pasien 1. Mengidentifikasi penyebab PK


Perilaku
Kekerasan 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala
PK
3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan

4. Mengidentifikasi akibat PK

5. Menyebutkan cara mengendalikan


PK
6. Membantu Pasien mempraktikkan
latihan cara fisik 1
1. Menganjurkan Pasien memasukkan
cara 1 kedalam jadual kegiatan
harian

SP 2 Pasien 1. Mengevaluasi jadual kegiatan


harian Pasien

1. Melatih Pasien cara fisik 2: pukul


kasur dan bantal

1. Menganjurkan Pasien untuk


memasukkan cara fisik 2 kedalam
jadual kegiatan harian

SP 3 Pasien 1. Mengevaluasi jadual kegiatan


harian Pasien

2. Melatih cara verbal

1. MenganjurkanPasien untuk
memasukkan cara verbal kedalam
jadual kegiatan harian

SP 4 Pasien 1. Mengevaluasi jadual kegiatan


harian Pasien

2. Melatih Pasien cara spiritual

3. Menganjurkan Pasien untuk


memasukkan cara spiritual kedalam
68

jadual kegiatan harian


SP 5 Pasien 1. Mengevaluasi jadual kegiatan harian
Pasien

1. Menjelaskan dan melatih Pasien


minum obat dengan benar

1. Menganjurkan Pasien memasukkan


jadual minum obat kedalam jadual
kegiatan harian

SP 1 Keluarga 1. Mendiskusikan masalah yang


dirasakan keluarga dalam merawat
Pasien PK

1. Menjelaskan pengertian, tanda dan


gejala serta proses terjadinya PK

SP 1 Keluarga 1. Menjelaskan cara merawat Pasien


dengan PK

SP 2 Keluarga 1. Melatih keluarga mempraktikkan


cara merawat Pasien dengan PK

1. Melatih keluarga mempraktikkan


langsung cara merawat Pasien
dengan PK

SP 3 Keluarga 1. Melatih keluarga membuat jadual


aktivitas di rumah, termasuk minum
obat

2. Menjelaskan tindak lanjut di rumah

5. Evaluasi
Evaluasi pada pasien
a. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilak marah,
perilaku marah yang biasa dilakukan dan akibat perilaku marahnya.
b. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku marah secara teratur
sesuai jadwal yaitu:
1) Secara fisik
2) Secara social atau verbal
69

3) Secara spiritual
4) Dengan terapi psikofarmaka
70

DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi A. 2011.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta : EGC.

Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram.

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Townsend, M.C. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan


Psikiatri, edisi 3. Jakarta: EGC.

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar KeperawatanJiwa. Jakarta : EGC


71

LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000).

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas


perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).

Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).

Jenis–Jenis Perawatan Diri

1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan


2. Kurang perawatan diri :Mengenakan pakaian / berhias
3. Kurangperawatandiri : Makan
4. Kurangperawatandiri : Toileting

B. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai
berikut:
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :

1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
72

b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.

Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:

a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia
harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
73

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri
adalah:
1. Fisik
Badan bau, pakaian kotor, Rambut dan kulit kotor, Kuku panjang dan kotor,
Gigi kotor disertai mulut baudanpenampilan tidak rapi
2. Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif, Menarik diri, isolasi diri, Merasa tak berdaya,
rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
Interaksi kurang, Kegiatan kurang, Tidak mampu berperilaku sesuai norma,

Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi
tidak mampu mandiri.

Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah

1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat
D. Mekanisme Koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi
74

E. Rentang Respon Kognitif


Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri
sendiri adalah :

1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri

a) Bina hubungan saling percaya.


b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.

a) Bantu klien merawat diri


b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung

a) Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.


b) Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c) Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi
yang dekatdan tertutup.

F. Pohon Masalah
 

Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.

Isolasi sosial Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

G. Diganosa Keperawatan
Menurut Depkes (2000:32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu :

1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.


2. Defisit perawatan diri
3. Isolasi sosial
75

H. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.

Tujuan Umum.

Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri.

Tujuan Khusus.

TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.


Kriteriaevaluasi

Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat:

a. Wajah cerah, tersenyum


b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Menerima kehadiran perawat
e. Bersedia menceritakan perasaannya
Intervensi :

a. Berikan salam setiap berinteraksi.


b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhandasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.

Tindakan keperawatan untuk pasien kurang perawatan diri juga ditujukan untuk
keluarga sehingga keluarga mampu mengarahkan pasien dalam melakukan
perawatan diri.

1. Tindakan keperawatan untuk pasien

a. Tujuan:

1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri


2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
76

3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik


4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
b. Tindakan keperawatan

1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri Untuk melatih pasien


dalam menjaga kebersihan diri Saudara dapat melakukan tanapan
tindakan yang meliputi:
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
Kriteria evaluasi

Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan,


mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah
penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.

Intervensi

a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien
terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti
kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi
dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum
tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
77

TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan
disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari-hari, dan
merapikan penampilan.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan
cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri
seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin
dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari,
penampilan bersih dan rapi.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Keluarga selalu mengingatkan hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri,
keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri,
dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.
Intervensi
78

a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga


kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien
selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di
RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan
yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan
diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.

Tindakan Keperawatan

1. Tindakan keperawatan untuk pasien


a. Tujuan:
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
b. Tindakan Keperawatan

1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri


Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri Saudara dapat
melakukan tahapan tindakan yang meliputi:
a). Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b). Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c). Menjelaskan cara-cara melakukankebersihandiri
d). Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
79

Saudara sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-
laki tentu harus dibedakan dengan wanita.

Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :

a). Berpakaian
b). Menyisir rambut
c). Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :

a). Berpakaian
b). Menyisir rambut
c). Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
Untuk melatih makan pasien Saudara dapat melakukan tahapan sebagai
berikut:
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan caramakan yang tertib
c) Menjelaskancaramerapihkanperalatanmakansetelahmakan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
Saudara dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan
berikut:
a)      Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b)      Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c)      Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
SP1 Pasien: Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan
melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri

SP 2 Pasien : Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan:

a)      Berpakaian
b)      Menyisirrambut
c)      Bercukur
SP 3 Pasien: Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita
80

a)      Berpakaian
b)      Menyisirrambut
c)      Berhias
SP 4 Pasien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri

a)      Menjelaskan cara mempersiapkan makan


b)      Menjelaskan caramakan yang tertib
c)      Menjelaskancaramerapihkanperalatanmakansetelahmakan
d)     Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
SP 5 Pasien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara

mandiri

a)      Menjelaskantempat BAB/BAK yang sesuai


b)      Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c)      Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
2. Tindakan keperawatan pada keluarga

a. Tujuan
1) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
kurang perawatan diri.
b. Tindakan keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang
baik maka Saudara harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat
meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam
perawatan dirinya meningkat. Tindakan yang dapat Saudara lakukan:

1) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam


merawat pasien
2) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma
3) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan
oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
4) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu
mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadual yang telah disepakati).
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam
merawat diri.
81

6) Latih keluarga cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri

SP1 Keluarga: Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang masalah


perawatan diri dan cara merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah kurang perawatan diri

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


82

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.

Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.


Yogyakarta : Momedia

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta :
Prima Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri
edisi 3. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai