Anda di halaman 1dari 23

Makalah

TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN HIV / AIDS DI INDONESIA


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“Keperawatan Hiv/Aids”
Dosen Pengajar : Sabirin B. Syukur ,S.Kep,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:
TASSYA ANGGRIANI DEHIMELI
C01419124
A KEPERAWATAN 2019
SEMESTER 4

PROGRAM STUDI – ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, Yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepadah kita semua sehingga saya bisa menyelesaikan makalah “TREND DAN ISSUE
KEPERAWATAN HIV/AIDS DI INDONESIA” ini. sholawat serta salam selalu tercurahkan
kepadah nabi Muhammad SAW, beserta keluarga-nya, sahabat-nya dan kita selaku umatnya
hingga akhir zaman.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,hal ini karena
kemampuan dan pengalaman saya yang masih ada dalam keterbatasan. Untuk itu saya
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun,demi perbaikan dalam makalah yang
akan datang.

Akhir kata saya sampaikan terimah kasih semoga Allah SWT senantiasa meridohi segala
usaha kita amin.

Gorontalo, 02 Juli 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
2.1 Definisi HIV/AIDS.....................................................................................................
2.2 Cara penularan HIV/AIDS.........................................................................................
2.3 Gejala HIV/AIDS.......................................................................................................
2.4 Pencegahan HIV/AIDS...............................................................................................
2.5 Penanganan HIV/AIDS..............................................................................................
2.6 Trend Dan Issue Keperawatan HIV/AIDS.................................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan jenis virus yang menyerang sel darah
putih sehingga menyebabkan kekebalan tubuh manusia menurun. AIDS atau Acquired
Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan beberapa penyakit yang muncul akibat
karena menurunnya kekebalan tubuh manusia yang disebabkan dari infeksi HIV. Orang
dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau ARV untuk menurunkan
jumlah virus HIV dalam tubuh agar tidak masuk dalam stadium AIDS. Orang yang sudah
terjangkit AIDS membutuhkan pengobatan ARV untuk mencegah terjadinya infeksi
oportunistik atau berbagai macam penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dengan
berbagai macam komplikasinya (Departemen Kesehatan R.I,2014). Infeksi HIVV pada bayi
dan anak merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius karena jumlah
penderita yang banyak dan selalu meningkat sebagai akibat jumlah ibu usia subur yang
menderita penyakit HIV bertambah (Setiawan,2009).
Penyakit AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981 di Amerika Serikat yang
kemudian dengan pesatnya menyebar ke seluruh dunia. Di Negara-negara Amerika Latin
dilaporkan 7.215 kasus AIDS melanda kaum muda berusia 20-49 tahun yang sebagian besar
adalah kaum homoseksual dan penggunaan obat-obat suntik ke pembuluh darah (Soekidjo
Notoatmodjo, 2007:310).
Pravalensi global HIV tetap stabil dan jumlah infeksi HIV menurun sekitar 15% dari tahun
2001 sampai 2008. Pada tahun 2008 terdapat 280.000 orang meninggal dari 430.000
penderita HIV/AIDS, dan tahun 2009 terdapat 33.300.000 penderita (WHO, 2009:7).
Pada tahun 2001 dan 2010, jumlah orang yang baru terinfeksi HIV menurun tajam
sebesar 34% di Asia Tenggara. Menurut WHO, dengan perluasan fasilitas serta penyediaan
layanan pengujian dan konseling, sekitar 16 juta orang telh diuji untuk HIV/AIDS di seluruh
Asia Tenggara tahun 2011, 3,5 juta orang diperkirakan hidup dengan HIV AIDS di tahun
2010, diantaranya 140 ribu anak-anak dan perempuan (37% dari populasi penderita).
Pada zaman globalisasi seperti saat ini mempengaruhi dan bahkan membuat nilai-nilai
moral dalam kehidupan menjadi kurang diperhatikan lagi. Pergaulan semakin bebas sehingga
memicu terjadinya perbuatan yang tidak baik bagi kesehatan, hal tersebut misalnya terjadinya
penularan HIV AIDS. Banyak faktor yang melandasi hal tersebut, seperti faktor pergaulan
yang tidak sehat, ingin coba-coba, dan lain sebagainya. Selain itu, faktor lainnya yaitu tidak
adanya atau kurangnya pengetahuan siswa mengenai efek samping atau akibat yang dapat
ditimbulkan dari perilaku tersebut.
Maraknya perilaku yang menyebabkan penularan HIV/AIDS misalnya penggunaan
narkoba dan seks bebas saat ini tidak hanya tren di kalangan para pemuda yang sudah tidak
menduduki bangku sekolah lagi, saat ini perilaku tersebut telah merajalela di kalangan para
pelaja. Semua itu dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai bahaya dan penularan HIV
AIDS.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari HIV/AIDS ?
1.2.2 Bagaimana cara penularan HIV/AIDS?
1.2.3 Bagaimana gejala HIV/AIDS?
1.2.4 Bagaimana pencegahan HIV/AIDS?
1.2.5 Bagaimana penanganan HIV/AIDS?
1.2.6 Apa saja trend dan issue keperawatan HIV/AIDS?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk dapat mengetahui dan memahami definisi HIV/AIDS
1.3.2 Untuk dapat mengetahui dan memahami cara penularan HIV/SIDS
1.3.3 Untuk dapat mengetahui dan memahami gejala HIV/AIDS
1.3.4 Untuk dapat mengetahui dan memahami pencagahan HIV/AIDS
1.3.5 Untuk dapat mengetahui dan memahami penanganan HIV/AIDS
1.3.6 Unutk dapat mengetahui dan memahami trend dan issue keperawatan HIV/AIDS
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui tentang trend dan issue keperawatan HIV/AIDS Di
Indonesia dan juga sebagai bahan bacaan untuk lebih memahami tentang penyakit
HIV/AIDS ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis
sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam
tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang
seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk kedalam tubuh manusia. Pada
orang dengan system kekebalan yang baik,nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.
Sedangkan pada orang dengan system kekebalan yang terganggu (missal pada orang
yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol. (Komisi Penaggulangan AIDS,2007).

HIV adalah jenis parasite obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau
media hidup. Seseorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh kedalam kondisi
AIDS,apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya
berbagai infeksi baik akibat virus,bakteri,parasite maupun jamur. Keadaan infeksi ini
yang dikenal dengan infeksi oportunistik. (Yatim,2006).

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome,yang berarti


kumpulan gejala atau sindrom akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman,virus,dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak system
pertahanan tubuh ini,sehingga akhirnya berdatanglah berbagai jenis penyakit lain. (Zein,
Umar,dkk., 2006).

2.2 Cara Penularan HIV/AIDS


HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak longsung antara
lapisan kulit dalam (membrane mukosa) atau aliran darah,dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV,seperti darah,air mani,cairan vagina,cairan preseminal,dan air susu ibu.
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vagina,anal,ataupun oral), transfuse
darah,jarum suntik melalui hubungan intim antara ibu dan bayi selama
kehamilan,bersalin,atau menyusui,serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan
tubuh tersebut.
a.) Penularan Seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak anatara sekresi
cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rectum,alat kelamin,atau
membrane mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung
lebih beresiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung,dan reseko
hubungan seks anal lebih besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral.
Seks oral tidak berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif
maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan resiko penularan
HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik
terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.

Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat


menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok atau
alat kelamin,dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit
dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika
Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat
kali lebih besar resiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang
disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkatkan secara
nyata,walaupun lebih kecil,oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing
nanah,infeksi chlamydia,dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan local
limfosit dan makrofag.

Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan
kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penulara bervariasi
pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma
yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa virus kecil pada air mania tau
sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah
sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap
infeksi HIV-1 karena perubahan hormone,ekologi serta fisiologi mikroba vaginal,dan
kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan
HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

b.) Kontaminasi pathogen malalui darah


Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik,penderita
hemophilia,dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagai dan
menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang
terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (pathogen),tidak hanya
merupakan resiko utama atas infeksi HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika
Utara,Republik Rakyat Cina,dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari
satu tusukan dengan jarum yang digunakan dengan orang yang terinfeksi HIV diduga
sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih
jauh mengurangi resiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat,pekerja
laboratorium,dokter dan lain-lain). Juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur
penularan ini dapar juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan
tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi di Afrika Sub-Sahara
maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi.
WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Sfrika Sub-Sahara
ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab
itu,Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa,didukung oleh opini medis umum
dalam masalah ini,mendorong Negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan
universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfuse darah sangat kecil di Negara maju. Di
Negara maju,pemilihan donor bertambah baik da pengamatan HIV dilakukan. Namun
demikian,menurut WHO,mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap
darah yang aman dan antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfudi
darah yang terinfeksi.

c.) Penularan masa perinatal


Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui Rahim (in utero) selama masa
perinatal,yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak
ditangani,tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah
sebesar 25%. Namun demikian,jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi
antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah Caesar,tingkat penularannya hanya
sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi resiko infeksi,terutama beban virus
pada saat persalinan (semakin tinggi beban virus,semakin tinggi resikonya).
Menyusui meningkatkan resiko penularan sebesar 4%.

2.3 Gejala HIV/AIDS


Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki
system kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisin tersebut akibat infeksi oleh
bakteri,virus,fungsi,dan parasite,yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur
system kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada
penderita AIDS. HIV mempengaruhi hamper semua organ tubuh. Penderita AIDS
juga beresiko lebih besar menderita kanker seperti sarcoma Kaposi,kanker leher
Rahim,dan kanker system kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik ; seperti
demam,berkeringat ( terutama pada malam hari), pembengkakan
kelenjar,kedinginan,merasa lemah,serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik
tertentu yang diderita pasien AIDS,juga tergantung pada tingkat kekerapan
terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
Gejala penularan HIV/AIDS terjadi beberapa hari atau beberapa minggu setelah
terinfeksi HIV, gejala-gejala ini hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa
minggu saja,lalu hilang dengan sendirinya. Seseorang mungkin akan menjadi sakit
dengan gejala-gejala seperti flu,yaitu :
1. Demam
2. Rasa lemah dan lesu
3. Sendi-sendi terasa nyeri
4. Batuk
5. Nyeri tenggorokan
Gejala selanjutnya adalah memasuki tahap dimana sudah mulai timbul gejala-gejala
yang mirip dengan gejala-gejala penyakit lain,gejala-gejala diatas ini memang tidak
khas,karena dapat juga terjadi pada penyakit-penyakit lain. Namun gejala-gejala ini
menunjukkan sudah adanya kerusakan pada system kekebalan tubuh yaitu :
1. Demam berkepanjangan
2. Penurunan berat badan (lebih dari 10% da;am waktu 3 hari)
3. Kelemahan tubuh yang mengganggu/menurunkan aktifitas fisik sehari-hari
4. Pembengkakan kelenjar di leher,lipat paha,dan ketiak
5. Diare atau mencret terus menerus tanpa sebab yang jelas
6. Batuk dan sesak nafas lebih dari 1 bulan secara terus menerus
7. Kulit gatal dan bercak-bercak merah kebiruan

Gejala penurunan kekebalan tubuh ditandai dengan mudahnya diserang penyakit


lain,dan disebut infeksi oportunistik. Maksudnya adalah penyakit yang disebabkan
baik oleh virus lain,bakteri,jamur,atau parasite yang bisa juga hidup dalam tubuh
kita.,yang bila system kekebalan tubuh baik kuman ini dapat dikendalikan oleh
tubuh. Pada tahap ini pengidap HIV telah berkembang menjadi penderita AIDS.
Pada umumnya penderita AIDS akan meninggal dunia sekitar 2 tahun setelah
gejala AIDS ini muncul.
Gejal AIDS yang timbul :
1. Radang paru
2. Radang saluran pencernaan
3. Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan
4. Kanker kulit
5. TBC
6. Gangguan susunan saraf

2.4 Pencegahan HIV/AIDS


Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui
hubungan seksual.persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang
terinfeksi,serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode
perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur,air mata dan urin orang yang
terinfeksi,namun tidak dapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan
tersebut,dengan demikian resiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.
a.) Hubungan seksual
Mayoritas infaeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung
antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual
adalah modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan seksual,hanya
kondrom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti
terbalik saat ini menunjukkan bahwa penggunaan kondom yang lazim
mengurangi resiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka
panjang,walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan
benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-lai berbahan lateks,jika
digunakan dengan penar tanpa pelumas berbahan dasar minyak,adalah satu-
satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV
secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pohak produsen kondom
mrnganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin,mentega,dan
lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan
tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika
diperlukan,pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas berbahan
dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom
poliuretan.
Kondom wanita adalah alternative selain kondom laki-laki dan terbuat dari
poliuretan,yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas
berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-
laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain
untuk dimasukkan kedalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian
dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina. Untuk memasukkan
kondom wanita,cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom
wanita masih jarang tersedia dan hanya tidak terjangkau untuk sejumlah besar
wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom
wanita,hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat
relative terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita
merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan
bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten,laju infeksi HIV terhadap
pasangan yang belum terinfeksi adalah dibawah 1% per tahun. Strategi
pencegahan telah dikenal dengan baik di Negara-negara maju. Namun,
penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara
menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap
melakukan kegiatan beresiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang
HIV/AIDS, sehingga mengabaikan resiko yang mereka hadapi atan infeksi
HIV. Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah
menurun,dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di
Negara-negara maju.
Pada bulan Desember tahun 2006,penelitian yang menggunakan uji acak
terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan resiko infeksi
HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan
pendekatan ini akan digalakkan di banyak Negara yang terinfeksi HIV paling
parah,walaupun penerapannya akan bethadapan dengan sejumlah isu
sehubungan masalah kepraktisan,budaya,dan perilaku masyarakat. Beberapa
ahli mengkhawatirkan bahwa presepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-
laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual beresiko sehingga
mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.
Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan
pendekatan ABC untuk menurunkan resiko terkena HIV melalui hubungan
seksual. Adapun rumusannya dalam bahasa Indonesia, Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan, Cegah dengan kondom.
b.) Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal,seperti
menggunakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci
tangan,dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan penggunaan narkoba untuk
tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperluukan untuk
mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola,
sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan
jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang
membersihkan jarum menggunakan pemutif disediakan oeleh fasilotas
kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah Negara maju, jarum
bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat
penyuntikan yang aman. Banyak Negara telah melegalkan kepemilikan jarum
dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotik tanpa perlu
resep dokter.
c.) Penularan dari ibu ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah Caesar, dan
pemberian makan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke
anak (mother to child transmission,MTCT). Jika pemberian makanan
pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau,
berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui
anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat
terpenuhi,pemberian ASI ekslusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan
pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun
2005,sekitar 700.000 anak dibawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama
melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi diantaranya terjadi di Afrika.
Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir
90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.

2.5 Penanganan HIV/AIDS


Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode
satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan
virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus
secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal empat minggu
takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak
menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.
a.) Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly
active antiretroviral theraphy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat bermanfaat
bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya
HAART yang menggunakan protease inhibitor. Pilihan terbaik HAART saat ini,
berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut koktail) yang terdiri dari paling
sedikit dua macam (atau “kelas”) bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum
digunakan adalah nucleoside anologue reverse transciptase inhibitor (atau NRT)
dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse transciptase inhibitor
(NNRT). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak
daripada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk
anak-anak daripada untuk orang dewasa. Di Negara-negara berkembang yang
menyediakan perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas
beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, serta
memilih waktu memulai perawatan awal.
Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah
virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun
menghilangkan gejalanya,. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap
HAART dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula, dibutuhkan
waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan
menggunakan HAART. Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami
perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga
terjadi adanya penularan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat
kematian (mortalitas) karena HIV. Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi
HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara Sembilan
sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS
hanyalah 9,2 bulan. Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan
pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya
mungkin lebih dari 50%, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal
ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi
antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten
obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus
adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari
penerapan HAART. Terdapat bermacam-macam alasan atau sikap tidak taat dan tidak
teratur untuk penerapan HAART tersebut. Isu-isu psikososial yang utama ialah
kurangnya akses atau fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan social, penyakit
kejiwaan, serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena
adanya beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-
lain yang haruss dijalankan secara rutin. Berbagai efek samping yang juga
menimbulkan keegganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara lain
lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan resiko system
kardiovaskular, dan klelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.
Obat antiretrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia
tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS
tersebut.
b.) Penanganan eksperimental dan saran
Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan
epidemic global (pandemic) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan
lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien
tidak membutuhkan perawatan harian. Namun, setelah lebih dari 20 tahun
penelitian, HIV-1 teteap merupakan target yang sulit bagi vaksin.
Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi
efek samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan
pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk meghadapi
adanya resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa langkah-langkah
pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien
dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk
paaien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam beresiko terinfeksi. Pasien yang
mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan mendapatkan
terapi pencegahan (proppilaktik) untuk pneumonia pneumosistis, demikian juga
pasien tokoplasmosis dan kriptpkokus meningitis yang akan banyak pula
mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik tersebut.
c.) Pengobatan alternative
Berbagai bentuk pengobatan alternative digunakan untuk menangani gejala atau
mengubah arah perkembangan penyakit. Akupuntur telah digunakan untuk
mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy)
seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri; namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.
Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak
terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada
perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek
samping negatif yang serius.
Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral
kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa,
meskipun tidak ada bukti yang meyakinkaan bahwa tingkat kematian (mortalitas)
akan berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi yang baik. Suplemen
vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga memiliki beberapa manfaat.
Pemakaian selenium dengan dosis rutin harian dapat menurunkan beban tekanan
virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada jumlah CD4. Selenium dapat
digunakan sebagai terapi pendamping terhadap berbagai penanganan antivirus yang
standar, tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan
morbiditas.
Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alternative memiliki
hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat
meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat
paling penting dari pemakaiannya.

2.6 Trend Dan Issue Keperawatan HIV/AIDS


1. Peer group
Remaja merupakan masa dimana fungsi reproduksinya mulai berkembang. Hal ini
akan berdampak pada perilaku seksualnya. Salah satu perilaku seksual yang rentan akan
memberikan dampak terjadinya HIV/AIDS yaitu seks bebas. Saat ini sedang
dikembangkan model “peer group” sebagai salah satu cara dalam meningkatkan
pemahaman dn pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksinya dengan harapan suatu
kelompok remaja akan dapat mempengaruhi kelompok remaja yang lain. Metode ini
telah diterapkan pada lembaga pendidikan, baik oleh Depkes maupun lembaga swadaya
masyarakat. Adapun jumlah penderita HIV pada kelompok remaja (15-19 tahun) hingga
desember 2017 1.729 orang, atau 4% dari penderita HIV (Depkes RI, 2017). Mengingat
remaja adalah penerus bangsa, maka hal ini akan sangat mengancam masa depan bangsa
dan negara ini. Diharapkan dengan metode peer group ini dapat menurunkan angka
kejadian, karena diyakini bahwa kelompok remaja ini lebih mudah saling mempengaruhi.
2. One day care
One day cara merupakan system pelayanan kesehatan dimana pasien tidak
memerlukan perawatan lebih dari satu hari. Setelah menjalani operasi pembedahan dan
perawatan, pasien boleh pulang. Biasanya dilakukan pada kasus minimal. Berdasarkan
hasil analisis beberapa rumah sakit, di Indonesia didapatkan bahwa metode onde day
care dapat mengurangi lama hari perawatan sehingga tidak menimbulkan pemupukkan
pasien pada rumah sakit tersebut dan dapat mengurangi badan kerja perawat. Hal ini juga
dapat berdampak pada pasien dimana biaya perawatan dapat ditekan seminimal mungkin.
a. Isu etik dalam keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia
1.) Telenursing diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk memberikan
informasi dan pelayanan keperawatan jarak jauh. Aplikasinya saat ini,
menggunakan teknologi satelit untuk menyiarkan konsultasi antara fasilitas-
fasilitas kesehatan di dua negara dan memakai peralatan video coference
(bagian integral dari telemedicine atau telehealth).
Telenursing membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi aktif
dalam perawatan, terutama sekali untuk self management pada penyakit
kronis. Hal itu memungkinkan perawat untuk menyediakan informasi secara
akurat dan tepat waktu dan memberikan dukungan secara langsung (online).
Kesinambungan pelayanan ditingkatkan dengan memberi kesempatan
kontak yang sering antara penyedia pelayanan kesehatan dan pasien dan
keluarga-keluarga mereka.
Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak negara. Terkait
dengan beberapa faktor seperti mahalnya biaya pelayanan kesehatan, banyak
kasus penyakit kronik dan lansia, sulitnya mendapatkan pelayanan
kesehatan di daerah terpencil, rural, dan derah yang penyebaran pelayanan
kesehatan belum merata. Dan keuntungannya, telenursing dapat menjadi
jalan keluar kurangnya jumlah perawat (terutama di negara maju),
mengurangi jarak tempuh, menghemat waktu tempuh menuju pelayanan
kesehatan, mengurangi jumlah hari rawat dan jumlah pasien di RS, serta
menghambat infeksi nosocomial.
2.) Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka.
Beberapa klinis menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal
tepi luka sebelum diberikan NaCl 0,9%. Hal ini dilakukan agar kotoran-
kotoran yang menempel pada luka dapat terbawa oleh aliran air. Kemudian
dibilas dengan larutan povidoneiodine yang telah diencerkan dan
dilanjutkan irigasi dengan NaCl 0,9%. Akan tetapi pemakaian prosedur ini
masih menimbulkan beberapa kontroversi karena kualitas tap water yang
berbeda di beberapa tempat dan keefektifan dalam pengenceran betadine.
3.) Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter. Ada beberapa pendapat
bahwa perawatan luka adalah kewenangan medis, akan tetapi dalam
kenyataannya yang melakukan adalah perawat sehingga dianggap sebagai
area abu-abu. Apabila ditinjau dari beberapa literature, perawat mempunyai
kewenangan mandiri sesuai dengan seni dan keilmuannya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kerusakan integritas
kulit.

3. Penularan HIV/AIDS
HIV/AIDS adalah salah satu penyakit yang masih saja diselimuti berbagai macam
mitos dan kesalahpahaman. Pemahaman keliru mengenai penyakit ini telah mendorong
sejumlah perilaku yang justru menyebabkan makin banyak orang terjangkit virus HIV.
Mitos-mitos menyesatkan tentang HIV dan AIDS juga berkontribusi terhadap
melekatnya stigma negative kepada setiap pengidapnya,sehingga mereka merasa enggan
untuk mendapatkan pengobatan. Berikut ini beberapa mitos-mitos atau isu-isu tentang
penyebaran HIV/AIDS yang banyak beredar di masyarakat :
a. Seseorang bisa tertulat HIV jika tinggal bersama atau bergaul dengan ODHA
Fakta: beragam penelitian membuktikan bahwa HIV dan AIDS tidak bisa
ditularkan melalui interaksi biasa. Seseorang tidak akan tertular HIV setelah
melakukan kontak fisik biasa maupun tinggal serumah dengannya. Seseorang
hanya akan tertular HIV jika selaput lendirnya terkena cairan dari seseorang
yang sudah terinfeksi HIV, seperti ASI, darah, pra seminal, dubur, air mani dan
vagina. Menempelnya keringat pengidap HIV pada orang sehat tidak akan
menularkan virus tersebut. Meskipun virus HIV terdapat pada keringat
penderita, namun jumlahnya yang sedikit tidak akan bisa menginfeksi orang
lain. Penularan juga bisa terjadi melalui kulit yang rusak atau dengan
menggunakan jarum yang terinfeksi. Oleh sebab itu, seseorang tidak akan
tertular jika berbagi alat makan dengan penderita HIV, berpelukan,
menggunakan alat olahraga yang sama, atau menggunakan toilet yang sama.
b. Nyamuk menyebarkan HIV
Fakta: HIV memang ditularkan melalui cairan tubuh seperti darah dan cairan
kelamin, namun sampai detik ini tidak ada bukti medis yang dapat menunjukkan
bahwa gigitan nyamuk bisa menjadi perantara penyebaran virus HIV. Salah satu
penelitian yang dilakukan oleh National Cancer Institute menunjukkan bahwa
tidak terjadi kasus penularan HIV oleh nyamuk, bahkan di daerah yang banyak
nyamuknya sekalipun. Saat nyamuk berpindah lokasi gigitan, mereka tidak akan
mengalirkan darah milik orang sebelumnya kepada “mangsa” selanjutnya.
Selain itu, umur virus HIV dalam serangga juga tidak akan bertahan lama.
c. Seks oral dan “French kiss” dapat menularkan HIV
Fakta: hubungan seks anal dan vaginal memang menjadi salah satu faktor resiko
utama penularan HIV. Meski demikian, seks oral dan ciuman mulut terbuka
(French kiss), juga memiliki potensi penularan, walau jarang terjadi. Selama
melakukan seks oral, menempatkan mulut pada penis, vagina, atau anus dapat
berpotensi terkena cairan yang terinfeksi dan bisa masuk ke selaput lendir mulut
yang terluka, termasuk sariawan. Cara penularan lain yang jarang adalah
ciuman dalam dan terbuka. Organisasi HIV/AIDS asal Inggris,AVERT,
mengatakan ciuman mulut tertutup bukan ancaman besar. Tetapi, ciuman
dengan mulut terbuka bisa menjadi faktor resiko jika ada darah yang terlibat,
seperti luka gigit, gusi berdarah, atau sariawan dimulut. Lebih lanjut, Centers
For Disease Control and Prevention US (CDC) menilai cairan tubuh lainnya,
termasuk air liur, hanya memiliki sangat sedikit residu antibody HIV sehingga
resiko infeksi tergolong sangat rendah. Penting untuk dicatat bahwa HIV tidal
ditularkan melalui air liru, tetapi melalui darah di mulut seseorang.
d. ODHA tidak akan menyebarkan virus selama berobat secara teratur
Fakta: apabila diminum secara rutin, obat retroviral dapat membantu
mengendalikan gejala penyakit seseorang, tetapi tetap saja beresiko menularkan
virus HIV pada orang lain apabila tidak berhati-hati. Pasalnya, obat hanya akan
menekan kadar jumlah viral load HIV dalam darah sehingga terlihat normal
pada tiap uji tes darah. Penelitian menunjukkan bahwa bagaimanapun juga
darah yang hanya sedikit mengandung virus HIV tetap beresiko menularkan
penyakit.
e. Pasangan yang keduanya positif HIV tidak perlu mempraktikkan seks yang
aman.
Fakta: seks dengan menggunakan kondom tetap berlaku pada pasangan sesama
ODHA, karena dua orang yang positif HIV bisa mnemiliki genetic virus yang
berbeda. Apabila keduanya terlibat dalam seks tanpa kondom, masing-masing
virus dapat menginfeksi satu sama lain dan berevolusi untuk menyerang tubuh
dengan dua tipe virus yang berbeda. Hal ini akan semakin memperparah
penyakit masing-masing pihak dan mungkin akan membutuhkan perubahan
terapi dan dosis obatnya.
f. HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan
Fakta: sampai saat ini memang belum ada obat penawar HIV AIDS. Pengobatan
antiretroviral (ARV) yang tersedia hanya bisa membantu menekan
perkembangan penyakitnya, mencegah resiko penularan, dan mengurangi resiko
kematian akibat komplikasi HIV/AIDS secara drastic. Obat HIV dapat
membantu penderita HIV untuk hidup lebih sehat dan normal. Namun untuk
bisa mencaoai semua target ini, obat retriviral harus tetap diminum rutin seumur
hidup.
g. Berenang bersama ODHA bisa tertular HIV
Fakta: virus HIV tidak bisa bertahan hidup dan berkembang di dalam air, udara,
kotoran atau tinja, hingga air seni, sebab virus HIV tidak dapat bertahan lama
diluar tubuh manusia. Terlebih lagi air kolam renang menggunakan kaporit,
sehingga akan mempercepat matinya virus ahiva.
h. Virus HIV dapat ditularkan melalui pisau cukur
Fakta: penggunaan pisau cukur secara bergantian antara keluarga dan di tempat
potong rambut tidak akan menularkan HIV/AIDS, sebab virus tersebut mudah
mati di udara bebas. Hanya saja, penggunaan pisau cukur bergantian tidak
disarankan, bukan karena penyebaran HIV/AIDS, melainkan karena masalah
higienitas.
i. Virus HIV ditularkan melalui makanan kaleng yang terinjeksi darah yang telah
terkontaminasi virus
Fakta: Virus HIV mudah mati diluar tubuh manusia. Selain itu, makanan kaleng
juga melewati proses sterilisasi sehingga virus HIV akan dengan mudah mati.
j. Virus HIV ditularkan oleh tukang periksa gula darah keliling
Fakta: jarum yang digunakan untuk pemeriksaan glukosa darah tidak memeiliki
lubang penyimpanan darah, sehingga virus ahiva yang berada di udara bebas
akan mati dalam kurun waktu kurang dari semenit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan kerusakan system
imun dan menghancurkannya. HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang
panjang sehingga menyebabkan timbulnya tanda dan gejala AIDS (Nursalam, 2011).

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala
atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus
HIV yang termasuk family retriviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV
(Setiati, 2015).

3.2 Saran
Setelah mengetahui pengetahuan tentang Trend dan Issue Keperawatan HIV/AIDS yang
telah diuraikan dalam makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahaminya, karena
sangat pemting dalam bidang.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi pembaca, baik
bagi tenaga kesehatan dan khususnya bagi mahasiswa keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan secara professional.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 5. Jakarta: Depkes RI,p441-448

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak.
Jakarta : EGC.

Ditjen PP & PL Kementrian Kesehatan RI. Laporan situasi Perkembangan HIV & AIDS di
Indonesia Triwulan IV Tahun 2016. Jakarta: Ditjen PP & PL
Kementrian Kesehatan RI; 2016.

Depkes RI. 2017. Laporan Perkembangan HIV/AIDS & Infeksi Menular Seksual
(IMS) Triwulan IV Tahun 2017. Jakarta.

Nursalam, Kurniawati & Ninuk Dian. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan pencegahan dan


pemberantasannya. Jakarta: Erlangga Medical.

Setiati, Sitti. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi VI. Jakarta:
InternaPubishing.

Anda mungkin juga menyukai