Disusun oleh :
Kelas
: A.2011
Kelompok: 5
Anggota :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Febri Frans P. S.
Ruth D. Siagian
Dyah Agustin C. P.
Eky Purwati
Adi Saputro
Anies Yuniar P.
Kurnia Nur L.
25010111120030
25010111120031
25010111120032
25010111120033
25010111120034
25010111120035
25010111120036
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................1
Kata Pengantar..................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................3
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................4
B. Tujuan......................................................................................................5
C. Manfaat....................................................................................................5
BAB II: ISI
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
M.
N.
O.
Pengertian ISPA......................................................................................6
Etiologi PenyakitISPA.............................................................................7
Masa Inkubasi dan PenularanISPA.........................................................8
Gejala dan Tanda Penyakit serta Cara DiagnosisISPA............................8
Transmisi PenyakitISPA..........................................................................12
Riwayat Alamiah PenyakitISPA..............................................................12
PengobatanISPA......................................................................................14
Perkembangan Penyakit ISPA di Indonesia............................................15
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit ISPA.......................16
Cara PencegahanISPA.............................................................................21
Gambaran Epidemiologi UmumISPA.....................................................23
Gambaran Epidemiologi ISPA di Indonesia............................................24
Tujuan P3M ISPA....................................................................................26
Strategi P3M ISPA..................................................................................27
Ukuran Epidemiologi ISPA yang Dapat Dipakai....................................48
paru-paru
sehingga
mempermudah
timbulnya
gangguan
BAB I
ISI
A. Pengertian ISPA
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi akut saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah beserta
adenaksanya (Depkes RI, 1993).
ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang
berlangsung sampai 14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ yang
bermula dari hidung hingga alveoli beserta segenap adneksanya seperti sinussinus, rongga telinga tengah dan pleura. Sedangkan yang dimaksud dengan
infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh dan
berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit (Depkes, 2000).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,
fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis,
bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14
hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit
tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli
5
beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes RI,
2008).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh
dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah
dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih
rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan
agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat
ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan (Depkes
RI, 2008).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang
terbanyak di diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di
negara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah
sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan
pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada
masa dewasa. (Suprajitno, 2004)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi
asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong,
2003).
Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi yang terutama
mengenai struktur saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan,
penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau
berurutan. Gambaran patofisioliginya meliputi infiltrat peradangan dan edema
mukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya sekresi mukus, dan perubahan dan
struktur fungsi siliare (Behrman, 1999).
B. Etiologi PenyakitISPA
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi
lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah
frekuensinya lebih kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung,
nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan
oleh viral, sedangkan ISPA bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh
bakteri. Saat ini telah diketahui bahwa penyakit ISPA melibatkan lebih dari
300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1986).WHO
(1986), juga mengemukakan bahwa kebanyakan penyebab ISPA disebabkan
oleh virus dan mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan
pneumonia dengan distribusi lobular. Adapun virus-virus (agen non bakterial)
yang banyak ditemukan pada ISPA bagian bawah pada bayi dan anak-anak
adalah Respiratory Syncytial Virus(RSV), adenovirus, parainfluenza, dan
virus influenza A & B.
2. Cara Diagnosis
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan
yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara
langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan
pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura (Halim, 2000).
Diagnosis etiologi pnemonia pada balita sulit untuk ditegakkan
karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan
imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan
10
infeksi, penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang kebetulan
mengandung bibit penyakit, baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Jika
jasad renik bersal dari tubuh manusia maka umumnya dikeluarkan melalui
sekresi saluran pernafasan dapat berupa saliva dan sputum. Transmisi penyakit
ISPA juga dapat terjadi melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang
telah dicemari jasad renik (hand to hand transmission).
11
12
13
14
anakperempuan,
tetapi
belum
15
diketahui
faktor
yang
16
paru-paru
sehingga
17
mempermudah
timbulnya
lambat,
bahkan
berhenti,
sehingga
mekanisme
18
19
pneumonia apabila ditandai dengan batuk, serak, pilek, panas atau demam
(suhu tubuh lebih dari 370C), maka dianjurkan untuk segera diberi
pengobatan.
Upaya pengobatan yang dilakukan terhadap klasifikasi ISPaA atau
bukan pneumonia adalah tanpa pemberian obat antibiotik dan diberikan
perawatan di rumah. Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu untuk
mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah :
a. Mengatasi panas (demam).
b. Untuk balita, demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau
dengan kompres dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air
(tidak perlu air es).
c. Pemberian makanan dan minuman
Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi sedikit-sedikit
tetapi sering, memberi ASI lebih sering. Usahakan memberikan cairan
(air putih, air buah) lebih banyak dari biasanya.
3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita yang bukan
pneumonia
agar
tidak
menjadi
lebih
parah
(pneumonia)
dan
20
2. Imunisasi
Pemberian
anakmaupun
immunisasi
orang
sangat
dewasa.
diperlukan
Immunisasi
baik
pada
dilakukan
anakuntuk
21
22
saluran
pernafasan
akut
merupakan
masalah
kesehatan
23
tahun 2000 dengan proporsi 30,1% (479.283 kasus), tahun 2001 proporsi
22,6% (620.147 kasus) dan tahun 2002 proporsi menjadi 22,1% (532.742
kasus).
terkait
dengan
yaitu
promosi
penanggulangan
pnemonia
balita,
kemitraan,
26
b. Perkiraan
jumlah
penderita
Pneumonia
Balita
(Perkiraan
pneumonia Balita)
Perkiraan jumlah penderita Pneumonia Balita suatu Puskesmas
didasarkan pada angka insidens Pneumonia Balita dari jumlah Balita di
wilayah kerja Puskesmas yang bersangkutan. Jika angka insidens
pneumonia untuk suatu daerah belum diketahui maka dapat digunakan
angka perkiraan (nasional) insidens pneumonia Balita di Indonesia yang
dihitung 10 % dari total populasi balita.
Jumlah Balita di suatu daerah diperkirakan sebesar 10% dari
jumlah total penduduk. Namun jika provinsi, kabupaten/kota memiliki
data jumlah Balita yang resmi/riil dari pencatatan petugas di
wilayahnya, maka dapat menggunakan data tersebut sebagai dasar
untuk menghitung jumlah penderita pneumonia Balita.
Rumus perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita di suatu
wilayah kerja per tahun adalah sebagai berikut :
1) Bila jumlah Balita sudah diketahui
Contoh:
Insidens pneumonia Balita = 10% jumlah balita
Jumlah Balita di Puskesmas Rembulan = 10.000 Balita
Maka perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita =
27
28
menggunakan
antibiotik:
kotrimoksazol,
29
3. Ketersediaan Logistik
Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan
pengendalian ISPA. Penyediaan logistik dilakukan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku dan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat
dan daerah. Sesuai dengan pembagian kewenangan antara pusat dan
daerah maka pusat akan menyediakan prototipe atau contoh logistik yang
sesuai standard (spesifikasi) untuk pelayanan kesehatan. Selanjutnya
pemerintah daerah berkewajiban memenuhi kebutuhan logistik sesuai
kebutuhan.Logistik yang dibutuhkan antara lain:
a. Obat
1) Tablet Kotrimoksazol 480 mg
2) Sirup Kotrimoksazol 240 mg/5 ml
3) Sirup kering Amoksisilin 125 mg/5 ml
4) Tablet Parasetamol 500 mg
5) Sirup Parasetamol 120 mg/5 ml.
Pola penghitungan jumlah obat yang diperlukan dalam satu tahun
di suatu daerah didasarkan pada rumus berikut :
30
Jika
memungkinkan
dapat
disediakan
antibiotik
ini
31
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
memiliki
oksigen
konsentrator.
c. Pedoman
Sebagai pedoman dalam melaksanakan pengendalian ISPA. Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Puskesmas
masing-masing minimal memiliki 1 set buku pedoman Pengendalian
ISPA, yang terdiri dari:
1) Pedoman Pengendalian ISPA
2) Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita
3) Pedoman Autopsi Verbal
4) Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza
5) Pedoman Respon Nasional menghadapi Pandemi Influenza
d. Media KIE (Elektronik dan Cetak)
1) DVD Tatalaksana pneumonia Balita.
Media ini berisi cara-cara bagaimana memeriksa anak yang
menderita batuk, bagaimana menghitung frekuensi napas anak dalam
satu menit dan melihat tanda penderita Pneumonia berat berupa
tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chestindrawing).
3) TV spot dan Radio Spot tentang pneumonia Balita.
4) Poster, Lefleat, Lembar Balik, Kit Advokasi dan Kit Pemberdayaan
Masyarakat.
e. Media pencatatan dan pelaporan
1) Stempel ISPA
Merupakan alat bantu untuk pencatatan penderita pneumonia Balita
sebagai status penderita.
2) Register harian Pneumonia (non sentinel dan sentinel).
3) Formulir laporan bulanan (non sentinel dan sentinel)
Pemantauan logistik dilaksanakan sampai di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama (dengan menggunakan formulir supervisi) yang
dilakukan oleh petugas pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Di semua
tingkat pemantauan dilakukan sesuai dengan ketentuan pengelolaan barang
milik pemerintah (UU No.19 tahun 2003 tentang badan usaha milik
negara).Penilaian kecukupan logistik dapat dilihat dari indikator logistik
pengendalian ISPA.
4. Supervisi
32
33
faktor
penting
untuk
menunjang
keterampilan,
informasi,
keterbukaan,
dukungan,
swasta,
perguruan
tinggi,
lembaga/organisasi
non
35
pusat,
provinsi,
dan
Materi:
a) Buku/modul Tatalaksana PneumoniaBalita
b) Bagan Tatalaksana Penderita Batuk dan Kesukaran Bernapas Pada
Balita
c) DVD Tatalaksana Pneumonia Balita
Penyelenggaraan:
a) Jumlah peserta optimal30 orang per kelas
b) Rasio fasilitator termasuk MOT dengan peserta diupayakan 1:5
Lama pelatihan: 4 hari
2) Pelatihan Manajemen Program Pengendalian ISPA
36
Tujuan:
Peserta latih memahami dan mampu melaksanakan manajemen
program Pengendalian ISPA secara efektif sesuai kebijakan program
Pengendalian ISPA Nasional dan situasi spesifik setempat.
Sasaran:
a. Pengelola program ISPA provinsi
b. Pengelola program ISPA kabupaten/kota
c. Pengelola program ISPA Puskesmas
Materi:
Pedoman/modul
Pelatihan
Manajemen
Pengendalian
ISPA
terbitanKementerian Kesehatan.
Penyelenggaraan:
Jumlah peserta maksimal 30 orang per kelas
Rasio fasilitator dengan peserta diupayakan 1 : 5
Lama Pelatihan: 4 hari
3) Pelatihan Promosi Pengendalian Pneumonia Balita
Tujuan:
Peserta latih memahami dan mampu mengembangkan promosi
penanggulangan
Pneumonia melalui advokasi, bina suasana dan penggerakan
masyarakat.
Sasaran :
a) Pengelola program ISPA provinsi, kabupaten/kota
b) Pengelola program Promosi Kesehatan provinsi, kabupaten/kota
Materi :
Buku Pedoman/modul Promosi Pengendalian Pneumonia Balita.
Penyelenggaraan:
a) Jumlah peserta maksimal 30 orang per kelas
b) Rasio pengajar/fasilitator dengan peserta diupayakan 1 : 5
Lama pelatihan: 4 hari
c. Pelatihan Autopsi Verbal
Tujuan:
37
ditentukan
oleh
peran
serta
masyarakat
baik
untuk
Tujuan:
Peserta latih memahami dan mampu melaksanakan kegiatan promosi
pengendalian Pneumonia Balita melalui penyampaian informasi
38
Kader
TP PKK desa dan kecamatan
TOMA
TOGA
Materi:
Buku pemberdayaan kader
Penyelenggaraan:
1) Jumlah peserta diupayakan maksimal 30 orang per kelas
2) Rasio fasilitator dengan peserta diupayakan 1 : 10
Lama pelatihan: 1 hari
8. Pengembangan Program
a. Kesiapsiagaan dan Respon Pandemi Influenza
Kegiatan meliputi:
1) Penyusunan pedoman
2) Pertemuan lintas program dan lintas sektor
3) Latihan (exercise) seperti desktop/tabletop, simulasi lapangan
b. Sentinel Surveilans Pneumonia
Kegiatan di Puskesmas dan RS sentinel meliputi:
1) Penemuan dan tatalaksana pneumonia semua golongan umur.
2) Pengumpulan data pneumonia untuk semua golongan umur.
3) Pelaporan dari Puskesmas dan RS sentinel langsung ke Subdit P
ISPAdengan tembusan ke kab/kota dan propinsi.
4) Pengolahan dan analisis data dilakukan di semua jenjang.
5) Umpan balik dari Pusat ke Puskesmas dan RS sentinel dan tembusan
kekab/kota dan propinsi.
6) Pembinaan/monitoring kegiatan pelaksanaan sentinel.
c. Kajian/pemetaan
1) Pengetahuan, sikap dan perilaku (KAP) yang terkait pneumonia.
2) Kesakitan (termasuk faktor risiko) dan kematian.
3) Pengendalian pneumonia di fasilitas kesehatan.
4) Penggunaan dan pemeliharaan logistik ISPA
5) Terapi oksigen dalam tatalaksana kasus pneumonia
9. Autopsi Verbal (Av)
39
RS,
laboratorium,
Pembilang (a):
Jumlah Puskesmas dengan tenaga terlatih yang ada di suatu
wilayahtertentu.
Penyebut (b):
Jumlah seluruh Puskesmas yang ada di wilayah tersebut
41
Cara perhitungan:
a
b x 100%
b)
c)
d)
e)
wilayah tertentu.
Penyebut (b) :
Jumlah semua Puskesmas yang ada di wilayah tersebut.
a
Cara perhitungan: 3 b x 100%
Ketersediaan antibiotik
Ketersediaan antiviral (oseltamivir)
Ketersediaan obat-obat penunjang (penurun panas, dll)
Ketersediaan APD untuk petugas RS, laboratorium, Puskesmas
dan lapangan.
f) Ketersediaan pedoman
g) Media KIE dan media audio visual
c. Indikator luaran (Evaluasi)
1) Cakupan tatalaksana Pneumonia Balita
Pembilang (a):
Jumlah kasus Pneumonia Balita yang ditatalaksana di suatu
wilayah kerjaPuskesmas dalam 1 tahun.
Penyebut (b):
Perkiraan jumlah penemuan PneumoniaBalita di wilayah kerja
Puskesmas tersebutdalam 1 tahun (10% dari jumlah Balita).
a
Cara penghitungan: b x 100%
42
Penanggulangan
Episenter
Pandemi
b. Prevalen
Prevalen adalah gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru
yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu di sekelompok
masyarakat tertentu.
Poin prevalen rate: Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit
pada suatu saat dibagi dengan jumlah penduduk pada saat itu.
43
Poin
prevalen
rate
1000
b. PMR (Perinatal Mortality Rate) =
Jumlah kematian janin pad a kehamilan 28 mgg ataulebih+ jumlah kematianbayi<7 har
Jumlah bayi lahir hidup di area yang sama dantahun yang sama
/ 1000
c. NMR (Neonatal Mortality Rate) =
Jumlah kematian bayiberumur <28 hari selama 1 tahun
Jumlah bayilahir hidup diarea yang sama dan tahun yang sama
1000
44
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis
sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan ISPA
bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri.
2. ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14
hari.
3. Pada umumnya ISPA termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan
melalui udara.
4. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak bermacam-macam seperti
batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit
telinga.
5. Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Sedangkan diagnosis ISPA
oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah,
biakan cairan pleura.
6. Transmisi penyakit ISPA dapat melalui udara dan melalui kontak
langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik (hand to
hand transmission).
7. Riwayat alamiah ISPA dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
45
pemberian
perawatan
yang
spesifik
di
rumah
dengan
46
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 2002. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit
Mutiara
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian
dan
Alat
Kesehatan.
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ISPA.pdf
(Diakses: 13 April 2013)
DepKes RI. 1991. Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarta
DepKes RI. 1992. Direktorat Jendral PPM & PLP. Pedoman
Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ispa). Jakarta
DepKes RI. 2000. Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta
DepKes RI. 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta
47
DepKes
RI.
2002.
Pedoman
Pemberantasan
Infeksi
Saluran
kesehatan.
WHO
Interim
Guidelines.
Available
from:
http://www.who.int/csr/resources/publications/csrpublications/en/index7.ht
ml(Diakses: 12 April 2013)
WHO
(2008).
Pengenalan
dini,
pelaporan,
dan
manajemen
Kesehatan.
Available
http://www.who.int/csr/resource/publication/AMpandemicbahasa.pdf.
(Diakses: 13April 2013)
48
from: