“SURVEILANS DBD”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
KELAS 2 D III
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jl. Hang Jebat III Blok F3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada Penulis sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pencatatan dan pelaporan yang merupakan salah satu
tugas untuk mata kuliah Surveilans Epidemiologi pada semester ketiga.
Kelompok 2
i
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
BAB II.....................................................................................................................3
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................3
2.1 Penyebab...................................................................................................3
2.2 Penularan (Apa dan Caranya)...............................................................4
2.3 Sumber Data............................................................................................4
2.4 Pengolahan dan Analisa Data.................................................................5
2.5 Kegunaan Data Surveilans.....................................................................7
BAB III....................................................................................................................9
PENUTUP...............................................................................................................9
Daftar Pustaka.....................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
24.362 kasus dengan 196 kematian (Case Fatality Rate sebesar 0,80%).
Berdasarkan Laporan Kementerian Kesehatan RI (2012), di ketahui angka
kematian akibat DBD di beberapa wilayah masih cukup tinggi yaitu di atas 1%
antara lain Provinsi Gorontalo, Riau, Sulawesi Utara Bengkulu, Lampung, NTT,
Jambi, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Sulawesi Tengah.
Kasus DBD di Sulawesi Selatan pada tahun 2011 kategori tinggi pada
Kabupaten Bulukumba, Gowa, Maros, Bone dan Luwu (130-361 kasus).
Sedangkan terendah pada Kabupaten/Kota yaitu Selayar, Sinjai, dan Tana Toraja
(0-9 kasus) dan Kabupatenyang tidak terdapat kasus DBD yaitu Kabupaten
Bantaeng.
1.2 Tujuan
1. Apa penyebab dari DBD?
2. Apa dan bagaimana cara penularan DBD?
3. Dari mana sumber datanya?
4. Bagaimana pengolahan dan Analisa datanya?
5. Apa kegunaan data surveilans?
1.3 Manfaat
1. Mengetahui dan memahami penyebab dari DBD
2. Mengetahui dan memahami apa dan cara penularan dari DBD
3. Mengetahui dan memahami sumber data yang diperoleh
4. Mengetahui dan memahami pengolahan dan Analisa data
5. Mengetahui dan memahami kegunaan data surveilans
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Sampai saai ini BD masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dan
menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi
antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota
keluarga dan berkurang usia harapan dalam keluarga, kematian anggota keluarga
dan berkurangnya usia harapan hidup msyarakat. Dampak ekonomi langsung
adalah biaya pengobatan yang cukup mahal, sedangkan dampak tidak langsung
adalah kehilangan waktu kerja dan biaya lain yang dikeluarkan selain pengobatan
seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan sakit.
3
Mengingat obat untuk membunuh virus Dengue hingga saat ini belum
ditemukan dan vaksin untuk mencegah DBD masih dalam tahap ujicoba, maka
cara yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah dengan memberantas nyamuk
penular (vektor). Pemberantasan vektor ini dapat dilakukan pada saat masih
berupa jentik atau nyamuk dewasa.
Perantara pembawa virus dengue, dalam hal ini nyamuk Aedes disebut
vector. Biasanya nyamuk Aedes yang menggigit tubuh manusia adalah nyamuk
betina, sedangkan nyamuk jantanya lebih menyukai aroma yang manis pada
tumbuh – tumbuhan.
4
6. data ABJ kecamatan, kabupatenkota, provinsi hasil dari pengamatan
jentik.
Data-data tersebut diperoleh dari: laporan rutin DBD, laporan KLB, laporan
laboratorium, laporan hasil penyelidikan kasus perorangan, laporan penyelidikan
KLB dan survei khusus, laporan data demografi, laporan data vektor serta laporan
BMKG kabupaten maupun provinsi Dirjen PP dan PL, 2011: 26.
5
minimal kasus DBD, dimana jumlah penderita tiap tahun ditampilkan
dalam bentuk grafik sehingga tampak tahun dimana terjadi terdapat
jumlah kasus tertinggi (maksimal) dan tahun dengan jumlah kasus
terendah (minimal). Kasus tertinggi biasanya akan berulang setiap kurun
waktu 3–5 tahun, sehingga kapan akan terjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) dapat diperkirakan. Analisis juga dilakukan dengan membuat
rata–rata jumlah penderita tiap bulan selama 5 tahun, dimana bulan
dengan rata–rata jumlah kasus terendah merupakan bulan yang tepat
untuk intervensi karena bulanberikutnya merupakan awal musim
penularan.
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi
karena akan dipergunakan untuk perencanaan,monitoring dan evaluasi
serta tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini
menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio
dan lain-lain untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit.
Dalam program pemberantasan DBD dikenal beberapa indikator yang
diperoleh dari hasil analisis data yaitu:
- Angka kesakitan / CFR (Case Fatality Rate) merupakan jumlah
kasus DBD disuatu wilayah tertentu selama 1 tahun tiap 100ribu
penduduk.
- Angka kematian / IR (Insidence Rate) adalah banyaknya penderita
DBD yang meninggal dari seluruh penderita DBD di suatu wilayah.
- ABJ (Angka Bebas Jentik)/ Case fatality rate didefinisikan sebagai
prosentase rumah yang bebas dari jentik dari seluruh rumah yang
diperiksa.
Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas kesehatan Propinsi dan Ditjen PPM&PL Depkes
berperan dalam penyelenggaraan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber
data Puskesmas (STP Puskesmas), Rumah Sakit (STP Rumah Sakit) dan
Laboratorium (STP Laboratorium).
- Unit surveilans Puskesmas
6
- Unit surveilans Rumah Sakit
- Unit surveilans Laboratorium
- Unit surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
- Unit surveilans Dinas Kesehatan Propinsi
- Unit surveilans Ditjen PPM&PL Depkes
2.5 Kegunaan Data Surveilans
Berdasarkan Buletin Jendela Epidemiologi yang diterbitkan oleh Pusat Data
dan Surveilans Epidemiologi, Kementerian Kesehatan RI, dengan topik Demam
Berdarah Dengue di Indonesia Tahun 1968-2009. Kelebihan dari Sistem
Surveilans Epidemiologi Demam Berdarah, yaitu :
1) Dengan dilakukannya kegiatan sistem surveilans terhadap penyakit
Demam Berdarah, kita dapat mengetahui bahwa Negara Indonesia
merupakan Negara yang memiliki tingkat DBD tertinggi di Asia
Tenggara menurut WHO sejak tahun 1968-2009.
2) Dengan adanya kegiatan sistem surveilans epidemiologi Demam
Berdarah, menambah informasi terkait dengan penyebaran DBD di
provinsi-provinsi dan kabupaten/kota terutama di Indonesia apakah
DBD tersebut setiap tahunnya menurun atau malah mengalami
penurunan.
3) Sistem surveilans epidemiologi dapat menunjukkan berapa besar angka
insiden suatu penyakit DBD di Indonesia sejak tahun 1968-2009.
4) Dengan adanya sistem surveilans epidemiologi dapat memudahkan kita
untuk mengetahui bagaimana sebaran kasus DBD berdasarkan waktu
dan perubahan iklim.
5) Sistem surveilans epidemiologi Demam Berdarah, mengumpulkan dan
mengolah data tentang penyakit DBD dengan berbagai dasar
pengelompokan. Seperti jumlah dan penyebaran kasus DBD,
berdasarkan kelompok umur, berdasarkan provinsi, berdasarkan jenis
kelamin, dan lain-lain. Dengan demikian dapat sangat membantu kita
dalam mendapatkan data untuk digunakan dalam penelitian ataupun
yang lainnya.
7
6) Dengan data yang diperoleh dari sistem surveilans epidemiologi
Demam Berdarah kita dapat mengetahui dengan pasti berapa besar
angka kematian yang muncul akibat penyakit DBD dan juga kasus
kejadian luar biasa (DBD) yang terjadi akibat dari penyakit DBD ini.
7) Sajian-sajian data dalam bentuk diagram, tabel, peta, dan sebagainya,
dan juga analisis dari sistem surveilans epidemiologi Demam Berdarah
sangat membantu untuk mengetahui penyebaran kasus DBD di
Indonesia.
8) Dengan adanya kegiatan sistem surveilans epidemiologi Demam
Berdarah, kita dapat mengetahui bagaimana cara pengendalian dari
penyakit DBD di Indonesia sehingga angka insiden, angka kematian,
dan angka kejadian luar biasa (KLB) dapat ditangani dengan baik atau
malah dapat dihilangkan. Sehingga Indonesia nantinya bebas dari
penyakit DBD.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
9
Daftar Pustaka
10