SCHISTOSOMIASIS
Disusun oleh :
Kelompok 3 :
B. Tujuan .......................................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN.....................................................................................................3
B. Siklus hidup...............................................................................................................4
C. Cara transmisi............................................................................................................6
G. Contoh soal................................................................................................................11
Kesimpulan ...........................................................................................................................14
BAB I
Page | 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit zoonotik yang menurut cara
penularan/ transmisinya diklasifikasikan pada golongan metazoonosis. Metazoonosis
merupakan zoonosis dengan siklus penularan yang membutuhkan vertebrata dan melibatkan
invertebrata untuk menyempurnakan siklus hidup agen penyebab penyakit. Schistosomiasis
merupakan metazoonosis obligat dimana manusia/vertebrata harus menjadi salah satu induk
semang dalam siklus hidupnya.
Penyakit ini juga menjadi perhatian masyarakat di seluruh dunia dikarenakan dapat
ditularkan kepada wisatawan yang berkunjung ke daerah endemis. Hal lain yang harus
diperhatikan bahwa penyakit ini menyerang manusia selama bertahun-tahun dan bisa
bersifat asimptomatis, sehingga manusia yang terserang berperan sebagai reservoir. Untuk
itu perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian untuk meningkatkan kewaspadaan
masyarakat dan menurunkan tingkat kejadian penyakit.
B. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk membahas mengenai penyakit
schistosomiasis berdasarkan etiologi dan agen penyebab, siklus hidup agen, cara transmisi,
epidemiologi dan penyebaran penyakit, gejala klinis yang ditimbulkan, dan pengobatan serta
pengendaliannya.
Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit ini bersifat kronis yang disebabkan oleh cacing Trematoda dari genus
Schistosoma. Saat ini dikenal 6 spesies yaitu Schistosoma hematobium,S. mansoni, S.
intercalatum, S. japonicum, S. bovis, dan S. mattheei. Schistosoma hematobium, S. mansoni,
dan S. intercalatum memiliki induk semang utamanya adalah manusia, dan terkadang dapat
juga menyerang hewan. Pada kasus S. japonicum, secara alamiah manusia dan hewan sama-
sama dapat menjadi induk semang. Pada kasus infeksi oleh S. bovis, dan S. mattheei induk
semang utamanya adalah hewan sedangkan manusia terkadang dapat terinfeksi.
Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh sejenis parasit cacing dari
famili shistosomatidae yang memiliki habitat pada pembuluh darah disekitar usus atau
vesica urinaria. Schistosoma merupakan cacing yang mampu menginfeksi berbagai hewan
vertebrata termasuk manusia. Hewan yang mampu bertindak sebagai inang definitif untuk
cacing ini sangat luas karena bersifat non spesific hospest. S. japonicum selain menginfeksi
manusia juga dapat menginfeksi hewan mamalia. Schistosomiasis dapat ditularkan dari
Page | 3
manusia ke hewan mamalia dan dari hewan mamalia ke manusia melalui perantaraan siput
Oncomelania hupensis lindoensis.
Parasit ini dapat ditemukan pada berbagai spesies hewan, namun masih menjadi
pertanyaan apakah hewan tersebut bertindak sebagai reservoir atau hanya secara incidental
menjadi hospes. Dari penelitian yang dilakukan, S. japonicum dapat menginfeksi anjing,
kucing, sapi, kerbau, babi, kuda, domba, kambing, tikus, dan mencit. Anjing, sapi, dan
kerbau mengeluarkan lebih banyak telur cacing daripada manusia. Daya tetas telur yang
berasal dari sapi dan babi mencapai 70% dibandingkan hanya 42% dari manusia
B. Siklus hidup
Telur cacing dalam tinja manusia atau hewan dilingkungan yang berair akan segera
menetas dan mengeluarkan larva yang dissebut mirasidium. Masa hidup mirasidium sangat
singkat, oleh karena itu harus segera menemukan siput yang bertindak sebagai inang
antaranya yaitu siput. Jika larva ini tidak menemukan inang antara maka dalam waktu 24
jam larva akan mati. Mirasidium berenang dengan bantuan silia sampai mendapatkan
spesies siput yang cocok sebagai inang antara.
Bila berhasil menemukan siput, mirasidum melakukan penetrasi kedalam tubuh siput
dan melakukan perubahan bentuk menyerupai kantung yang disebut sporokista. Di dalam
tubuh sporokista memperbanyak diri secara aseksual menghasilkan ratusan serkaria. Ketika
serkaria lolos keluar dari siput, serkaria mampu menginfeksi manusia dan hewan yang
rentan. Dilingkungan berair serkaria berenang menggunakan ekornya sampai mendapatkan
inang definitif. Pertumbuhan dari mirasidium ke serkaria memerlukan waktu antara 4 – 8
minggu dengan suhu optimal 26ºC. Serkaria biasanya dikeluarkan dari siput senja hari.
Page | 4
Manusia atau hewan terinfeksi pada saat kontak dengan air yang terkontaminasi
dengan serkaria. Serkaria masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit. Pada saat memasuki
kulit manusia, serkaria melepaskan ekornya dan berubah menjadi cacing muda
(sistosomula). Selanjutnya cacing ini menembus jaringan memasuki pembuluh darah masuk
kedalam jantung dan paru-paru untuk selanjutnya masuk kedalam vena porta disekitar hati.
Cacing dewasa dalam vena porta akan berpasangan dan melakukan perkawinan. Pada
akhirnya pasangan- pasangan cacing Schistosoma bersama-sama pindah ketempat tujuan
terakhir yaitu pembuluh darah usus kecil (vena mesenterika) yang merupakan habitatnya
dan sekaligus tempat bertelur.
C. Cara transmisi
Penularan schistosomiasis terjadi apabila larva serkaria yang berada dalam air
menemukan inang definitif, dengan kata lain transmisi penyakit schistosomiasis pada
manusia terjadi apabila manusia berada pada lingkungan perairan yang sudah mengandung
larva serkaria dari Schistosoma. Schistosomiasis adalah suatu penyakit yang ditularkan
melalui air (water-borne- disease) yang biasanya didapat karena berenang dalam air yang
mengandung induk semang antaranya yaitu siput
Beragam siput yang bertindak sebagai induk semang antara yang masing-masing
beradaptasi dengan galur lokal dari parasit. Siput Bulinus sp. Merupakan inang antara untuk
S. haematobium adalah siput akuatik yang akan berbiak di perairan yang airnya tidak terlalu
banyak seperti kolam atau saluran irigasi. Siput Biomphalaria sp. Yang merupakan inang
antara dari S. mansoni dapat ditemukan di perairan serupa, tetapi dapat juga berkembang
pesat di danau dan perairan deras.
Siput Oncomelania sp. Merupakan inang antara S. japonicum yang bersifat amfibi
Page | 5
sehingga banyak dijumpai di tepian kanal irigasi, saluran drainase, ataupun daerah-daerah
tergenang. Sumber utama penularan S. haematobium adalah anak kecil terinfeksi yang
buang air kecil di perairan, sedangkan S. mansoni dan S. japonicum sumber utamanya
adalah kontaminasi feses hewan/ manusia yang terbawa air.
Telur Schistosoma dikeluarkan melalui feses manusia (S. mansoni dan S. japonicum)
atau urin (S. haematobium). Telur akan menetas di air dan berubah menjadi larva yang
disebut mirasidium yang akan menginfeksi siput sebagai inang antara. Larva selanjutnya
berkembang di dalam tubuh siput dan dikeluarkan sebagai serkaria. Larva ini dapat
berenang dan mampu untuk menembus ke dalam lapisan kulit inang definitif. Setelah
penetrasi ke dalam kulit, serkaria mengalami perkembangan dan bermigrasi menuju hati.
Setelah itu kembali bermigarasi melalui pembuluh darah vena menuju usus besar (S.
mansoni dan S. japonicum) atau vesika urinaria (S. haematobium) dimana di sana cacing
akan tumbuh menjadi dewasa, kawin, dan bertelur.
Faktor penting yang berhubungan dengan penyebaran penyakit ini antara lain proyek
perluasan dan pengembangan sistem perairan, pembuatan danau buatan, dan sistem irigasi.
Faktor tersebut memicu pertumbuhan populasi siput sebagai inang antara. Perpindahan
populasi manusia juga dapat menyebarkan penyakit ini. Sebagai contoh adalah adanya arus
urbanisasi dari desa ke kota, transmigrasi, dan perpindahan turis wisata. Karena penyakit ini
menular melalui siput sebagai induk semang antara yang menyukai tempat-tempat
berair,maka penyakit ini banyak terjadi pada daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi
atau pada daerah yang memiliki danau atau kolam dengan populasi ternak yang cukup
tinggi.
Page | 6
Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit infeksi parasit pada manusia yang
menyebar luas di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
schistosomiasis menempati 40% dari keseluruhan penyakit di daerah tropis. Penyebaran
schistosomiasis sangat luas di daerah tropis maupun subtropis. Diperkirakan penyakit ini
menginfeksi 200 sampai 300 juta orang pada 79 negara dan sebanyak 600 juta orang
mempunyai resiko terinfeksi.
Schistosomiasis merupakan parasit yang biasa ditularkan melalui kontak dengan air.
Penyakit ini endemis bagi lebih dari 70% negara berkembang di dunia. Lebih dari 650 juta
orang memiliki risiko terinfeksi, dengan lebih dari 200 juta orang positif terinfeksi. Dari
data tersebut, 120 juta orang menampakkan gejala klinis dengan 20 juta orang terinfeksi
dengan parah. Schistosomiasis menimbulkan dampak kesehatan dan ekonomi yang besar.
Penyakit ini kebanyakan menyerang anak-anak usia 14 tahun. S. mansoni
(hepatik/intestinal) menyebar di daerah Sahara Afrika dan Timur Tengah, tetapi jugadapat
ditemukan di Pulau karibia, Brazil, Venezuela, dan pantai Suriname. S. haematobium
(urinari) berisiko pada lebih dari 50% negara di Afrika (prevalensi tinggi pada daerah Afrika
Timur, lebih tepatnya di danau Malawi), Kepulauan Madagascar dan Mauritus, daerah
Timur Tengah, dan beberapa area di India. S. japonicum (hepatik/intestinal) menyebar di
daerah Asia Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat, dan banyak ditemukan di Cina,
Indonesia, dan Filipina. S. intercalatum (hepatik/intestinal) ditemukan di daerah hutan pada
Afrika bagian tengah dan barat.
Schistosoma haematobium dan S. mansoni tersebar dari hulu sungai Nil di Afrika
Tengah sampai ke hilirnya yaitu Mesir. Sedangkan S. japonicum ditemukan di negara Asia
Timur dan Asia Tenggara seperti Jepang, Cina, Filipina, Thailand, dan Indonesia. Infeksi
campuran dengan spesies hewan dan manusia sering muncul di Asia dan di Afrika.
Hibridisasi secara alamiah telah terjadi antara S. mattheei dan S. haematobium di Afrika
Page | 7
Selatan dan antara S. haematobium dengan S. intercalatum di Kamerun.
E. Gejala klinis
Kontak langsung pada kulit oleh serkaria dapat menyebabkan kegatalan dan ruam
pada kulit yang biasa disebut swimmers itch. Gejala klinis dapat terlihat terlihat setelah 23
minggu, namun kebanyakan tidak memperlihatkan gejala klinis (asimptomatis).
Schistosoma haematobium, S. mansoni, dan S. japonicum memiliki masa inkubasi 8 sampai
12 minggu dihitung dari mulai larva memasuki tubuh sampai cacing mencapai feses/ urin
penderita.
Page | 8
yang diikuti dengan kesakitan perut ringan, hati menjadi lunak, dan eosinofilia. Pada infeksi
yang berkepanjangan, S. japonicum dapat menyebabkan granuloma di perut dan karsinoma
pada lambung.
Infeksi kronis dari S. mansoni dan S. japonicum menyebabkan fibrosa periportal hati
dan hipertensi vena porta yang menyebabkan ascites dan varises oesofagial. Infeksi jangka
panjang dari S. haematobium menyebabkan perlukaan vesica urinaria, obstruksi renalis,
infeksi kronis saluran urinari, dan kemungkinan carcinoma pada vesica urinaria.
Page | 9
akan berlangsung terus menerus karena masih terdapat sumber penular yaitu hewan
reservoir. Hewan mamalia mempunyai peranan yang sangat penting dalam transmisi
schistosomiasis sebagai inang reservoir. Sumber infeksi akan selalu tersedia dari
kontaminasi lingkungan oleh telur schistosoma yang berasal dari hewan seperti anjing,
kucing, ruminansia, babi dan hewan mamalia lainnya,
Pengendalian populasi siput sebagai inang antara juga dilakukan dengan cara
modifikasi lingkungan fisik melalui pengeringan semua perairan yang dicurigai. Dapat juga
dilakukan secara kimia dengan penggunaan cuprisulfat atau natrium pentaklorofenate. Zat
moluscida yang dapat digunakan adalah Frescon dan Baylucide. Pengendalian biologis
dengan menggunakan predator, parasit, dan kompetitor alamiah seperti siput predator, ikan,
katak, burung, dan sebagainya.
Untuk wisatawan diharapkan untuk tidak berenang dan menyelam di sungai atau
danau pada daerah endemis schistosomiasis. Pemberian repellent insekta secara topikal
dapat digunakan sebelum kontak dengan air. Klorinasi pada air dapat membunuh larva
cacing. Serkaria mati pada air yang dipanaskan 50ºC selama 5 menit. Filtrasi pada air juga
dapat membantu eliminasi Schistosoma.
Page | 10
G. Contoh Soal
Page | 11
Page | 12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Page | 13
DAFTAR PUSTAKA
Atmawinata E. 2006. Mengenal Beberapa Penyakit Menular dari Hewan kepada Manusia.
Penerbit Yrama Widya: Bandung.
Eernisse DJ. 2001. Schistosoma. http://biology.fullerton.edu/biol261/ch/ch14.html [18
Desember 2010].
IAMAT [International Associate for Medical Assistance to Traveler]. 2010. World
Schistosomiasis Risk Chart. Toronto: Canada.
NaTHNaC [National Travel Health Network and Center]. 2008. Schistosomiasis. Heath
Protection Agency.
Posey D dan Weinberg M. 2005. Recommendations for presumptive treatment of
schistosomiasis and strongyloidiasis among the Somali Bantu refugees. Department
of Health and Human Services: Center for Disease Control and Prevention.
Ridwan Y. 2004. Potensi Hewan Reservoar dalam Penularan Schistosomiasis pada
Manusia di Sulawesi Tengah. Makalah Pribadi Falsafah Sains. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
SABIN [Sabin Vaccine Institute]. 2010. Schistosomiasis. www.sabin.org [2 Desember
2010].
Soeharsono. 2005. Zoonosis: Penyakit dari Hewan ke Manusia. Kanisius: Yogyakarta.
Soejoedono RR. 2004. Zoonosis. Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Page | 14