Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SCHISTOSOMIASIS

Disusun oleh :
Kelompok 3 :

1. Nurul Izzah (PO0220219030)

2. A.Maria Ulfa (PO0220219001)

3. Alifa Rafqia H.S (PO0220219006)

4. Renaldi Ifan Sumantir (PO0220219045)


Ngape

POLTEKKES KEMENKES PALU


PRODI D III KEPERAWATAN POSO
TAHUN AJARAN 2020/2021
DAFTAR ISI
Daftar Isi ...............................................................................................................................1

BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................................2

A. Latar Belakang ..........................................................................................................2

B. Tujuan .......................................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A. Etiologi dan agen penyebab ......................................................................................3

B. Siklus hidup...............................................................................................................4

C. Cara transmisi............................................................................................................6

D. Epidemiologi dan penyebaran penyakit...................................................................7

E. Gejala klinis ..............................................................................................................9

F. Pengobatan dan pengendalian ...................................................................................10

G. Contoh soal................................................................................................................11

BAB III : PENUTUP.............................................................................................................14

Kesimpulan ...........................................................................................................................14

Daftar Pustaka .......................................................................................................................15

BAB I

Page | 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit zoonotik yang menurut cara
penularan/ transmisinya diklasifikasikan pada golongan metazoonosis. Metazoonosis
merupakan zoonosis dengan siklus penularan yang membutuhkan vertebrata dan melibatkan
invertebrata untuk menyempurnakan siklus hidup agen penyebab penyakit. Schistosomiasis
merupakan metazoonosis obligat dimana manusia/vertebrata harus menjadi salah satu induk
semang dalam siklus hidupnya.

Schistosomiasis adalah penyakit zoonotik dan merupakan masalah kesehatan


masyarakat. Penyakit ini berjalan kronis dan menimbulkan penderitaan selama bertahun-
tahun, menurunkan kapasitas kerja, dan dapat berakhir dengan kematian. Pada tempat-
tempat endemik, schistosomiasis menjadi penyakit masyarakat dimana dapat menyerang
manusia yang berumur kurang dari 15 tahun.

Schistosomiasis adalah masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan erat dengan


masalah sosial budaya dan kemiskinan. Pada umumnya orang yang terinfeksi adalah orang-
orang yang mempunyai kehidupan dekat dengan perairan atau tidak terpisahkan dengan
lingkungan air Schistosomiasis adalah suatu penyakit yang ditularkan melalui air (water-
borne-disease) yang biasanya didapat karena berenang dalam air yang mengandung induk
semang antaranya yaitu siput.

Penyakit ini juga menjadi perhatian masyarakat di seluruh dunia dikarenakan dapat
ditularkan kepada wisatawan yang berkunjung ke daerah endemis. Hal lain yang harus
diperhatikan bahwa penyakit ini menyerang manusia selama bertahun-tahun dan bisa
bersifat asimptomatis, sehingga manusia yang terserang berperan sebagai reservoir. Untuk
itu perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian untuk meningkatkan kewaspadaan
masyarakat dan menurunkan tingkat kejadian penyakit.

B. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk membahas mengenai penyakit
schistosomiasis berdasarkan etiologi dan agen penyebab, siklus hidup agen, cara transmisi,
epidemiologi dan penyebaran penyakit, gejala klinis yang ditimbulkan, dan pengobatan serta
pengendaliannya.

Page | 2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Etiologi dan agen penyebab

Schistosomiasis disebut juga bilharziasis karena pertama kali ditemukan trematoda


dewasa oleh Theodor Bilharz pada tahun 1851 di vena messenterica pada manusia di Kairo,
Mesir. Nama lain penyakit ini disebut juga Katayama syndrome. Diduga penyakit ini juga
merupakan penyebab hematuria endemic di Mesir yang telah dilaporkan kejadiannya sejak
zaman Fir’aun.

Penyakit ini bersifat kronis yang disebabkan oleh cacing Trematoda dari genus
Schistosoma. Saat ini dikenal 6 spesies yaitu Schistosoma hematobium,S. mansoni, S.
intercalatum, S. japonicum, S. bovis, dan S. mattheei. Schistosoma hematobium, S. mansoni,
dan S. intercalatum memiliki induk semang utamanya adalah manusia, dan terkadang dapat
juga menyerang hewan. Pada kasus S. japonicum, secara alamiah manusia dan hewan sama-
sama dapat menjadi induk semang. Pada kasus infeksi oleh S. bovis, dan S. mattheei induk
semang utamanya adalah hewan sedangkan manusia terkadang dapat terinfeksi.

Keenam spesies cacing Schistosoma secara biologis maupun morfologis identik,


hidup di vena dari induk semangnya dan memiliki siklus hidup yang serupa. Perbedaan
utamanya adalah rincian anatomis setiap spesies, bentuk telur, dan induk semang antaranya.
Schistosoma adalah trematoda dengan jenis kelamin berbeda yang hidup pada pembuluh
darah induk semang definitif (berbagai jenis siput). Lokasi akhir parasit ini adalah sistem
peredaran darah. Schistosoma mansoni dijumpai di vena mesenterica yang membawahi usus
besar terutama di cabang sigmoidea, sedangkan S. japonicum ditemukan di daerah venulae
dari usus halus dan S. haematobium dijumpai di plexus sistem vena cava yang membawa
darah dari vesica urinaria.

Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh sejenis parasit cacing dari
famili shistosomatidae yang memiliki habitat pada pembuluh darah disekitar usus atau
vesica urinaria. Schistosoma merupakan cacing yang mampu menginfeksi berbagai hewan
vertebrata termasuk manusia. Hewan yang mampu bertindak sebagai inang definitif untuk
cacing ini sangat luas karena bersifat non spesific hospest. S. japonicum selain menginfeksi
manusia juga dapat menginfeksi hewan mamalia. Schistosomiasis dapat ditularkan dari

Page | 3
manusia ke hewan mamalia dan dari hewan mamalia ke manusia melalui perantaraan siput
Oncomelania hupensis lindoensis.

Parasit ini dapat ditemukan pada berbagai spesies hewan, namun masih menjadi
pertanyaan apakah hewan tersebut bertindak sebagai reservoir atau hanya secara incidental
menjadi hospes. Dari penelitian yang dilakukan, S. japonicum dapat menginfeksi anjing,
kucing, sapi, kerbau, babi, kuda, domba, kambing, tikus, dan mencit. Anjing, sapi, dan
kerbau mengeluarkan lebih banyak telur cacing daripada manusia. Daya tetas telur yang
berasal dari sapi dan babi mencapai 70% dibandingkan hanya 42% dari manusia

Manusia merupakan reservoir utama dari S. haematobium, S. mansoni, dan S,


japonicum. Hewan-hewan domestik dan liar memegang peranan penting sebagai reservoir
hanya pada S. japonicum. Penyakit ini dapat dianggap sebagai penyakit yang umum pada
manusia dan hewan. Parasit dapat berpindah secara bebas antar spesies melalui induk
semang antara kecuali pada beberapa keadaan tertentu karena adaptasi fisiologis/ galur
geografis.

B. Siklus hidup

Telur cacing dalam tinja manusia atau hewan dilingkungan yang berair akan segera
menetas dan mengeluarkan larva yang dissebut mirasidium. Masa hidup mirasidium sangat
singkat, oleh karena itu harus segera menemukan siput yang bertindak sebagai inang
antaranya yaitu siput. Jika larva ini tidak menemukan inang antara maka dalam waktu 24
jam larva akan mati. Mirasidium berenang dengan bantuan silia sampai mendapatkan
spesies siput yang cocok sebagai inang antara.

Bila berhasil menemukan siput, mirasidum melakukan penetrasi kedalam tubuh siput
dan melakukan perubahan bentuk menyerupai kantung yang disebut sporokista. Di dalam
tubuh sporokista memperbanyak diri secara aseksual menghasilkan ratusan serkaria. Ketika
serkaria lolos keluar dari siput, serkaria mampu menginfeksi manusia dan hewan yang
rentan. Dilingkungan berair serkaria berenang menggunakan ekornya sampai mendapatkan
inang definitif. Pertumbuhan dari mirasidium ke serkaria memerlukan waktu antara 4 – 8
minggu dengan suhu optimal 26ºC. Serkaria biasanya dikeluarkan dari siput senja hari.

Gambar 1. Siklus hidup Schistosoma

Page | 4
Manusia atau hewan terinfeksi pada saat kontak dengan air yang terkontaminasi
dengan serkaria. Serkaria masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit. Pada saat memasuki
kulit manusia, serkaria melepaskan ekornya dan berubah menjadi cacing muda
(sistosomula). Selanjutnya cacing ini menembus jaringan memasuki pembuluh darah masuk
kedalam jantung dan paru-paru untuk selanjutnya masuk kedalam vena porta disekitar hati.
Cacing dewasa dalam vena porta akan berpasangan dan melakukan perkawinan. Pada
akhirnya pasangan- pasangan cacing Schistosoma bersama-sama pindah ketempat tujuan
terakhir yaitu pembuluh darah usus kecil (vena mesenterika) yang merupakan habitatnya
dan sekaligus tempat bertelur.

Cacing dewasa Schistosoma tinggal didalam pembuluh darah vena mesenterika


disekitar usus halus dan vena porta. Cacing betina dalam pembuluh darah penderita,
memproduksi telur dalam jumlah ratusan sampai ribuan setiap hari. Sebagian besar telur
tetap berada dalam tubuh dan lainnya memasuki pembuluh empedu atau usus dan kemudian
keluar bersama feses penderita. Cacing betina meletakkan telur di pembuluh darah dekat
mukosa usus. Telur- telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam
jaringan sekitar dan masuk ke lumen usus/ vesika urinaria dikeluarkan bersama tinja/ urin.
Sebagian lagi akan ikut aliran darah dan menuju paru-paru, hati, dan organ lainnya.

C. Cara transmisi

Penularan schistosomiasis terjadi apabila larva serkaria yang berada dalam air
menemukan inang definitif, dengan kata lain transmisi penyakit schistosomiasis pada
manusia terjadi apabila manusia berada pada lingkungan perairan yang sudah mengandung
larva serkaria dari Schistosoma. Schistosomiasis adalah suatu penyakit yang ditularkan
melalui air (water-borne- disease) yang biasanya didapat karena berenang dalam air yang
mengandung induk semang antaranya yaitu siput

Beragam siput yang bertindak sebagai induk semang antara yang masing-masing
beradaptasi dengan galur lokal dari parasit. Siput Bulinus sp. Merupakan inang antara untuk
S. haematobium adalah siput akuatik yang akan berbiak di perairan yang airnya tidak terlalu
banyak seperti kolam atau saluran irigasi. Siput Biomphalaria sp. Yang merupakan inang
antara dari S. mansoni dapat ditemukan di perairan serupa, tetapi dapat juga berkembang
pesat di danau dan perairan deras.

Siput Oncomelania sp. Merupakan inang antara S. japonicum yang bersifat amfibi

Page | 5
sehingga banyak dijumpai di tepian kanal irigasi, saluran drainase, ataupun daerah-daerah
tergenang. Sumber utama penularan S. haematobium adalah anak kecil terinfeksi yang
buang air kecil di perairan, sedangkan S. mansoni dan S. japonicum sumber utamanya
adalah kontaminasi feses hewan/ manusia yang terbawa air.

Telur Schistosoma dikeluarkan melalui feses manusia (S. mansoni dan S. japonicum)
atau urin (S. haematobium). Telur akan menetas di air dan berubah menjadi larva yang
disebut mirasidium yang akan menginfeksi siput sebagai inang antara. Larva selanjutnya
berkembang di dalam tubuh siput dan dikeluarkan sebagai serkaria. Larva ini dapat
berenang dan mampu untuk menembus ke dalam lapisan kulit inang definitif. Setelah
penetrasi ke dalam kulit, serkaria mengalami perkembangan dan bermigrasi menuju hati.
Setelah itu kembali bermigarasi melalui pembuluh darah vena menuju usus besar (S.
mansoni dan S. japonicum) atau vesika urinaria (S. haematobium) dimana di sana cacing
akan tumbuh menjadi dewasa, kawin, dan bertelur.

Faktor penting yang berhubungan dengan penyebaran penyakit ini antara lain proyek
perluasan dan pengembangan sistem perairan, pembuatan danau buatan, dan sistem irigasi.
Faktor tersebut memicu pertumbuhan populasi siput sebagai inang antara. Perpindahan
populasi manusia juga dapat menyebarkan penyakit ini. Sebagai contoh adalah adanya arus
urbanisasi dari desa ke kota, transmigrasi, dan perpindahan turis wisata. Karena penyakit ini
menular melalui siput sebagai induk semang antara yang menyukai tempat-tempat
berair,maka penyakit ini banyak terjadi pada daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi
atau pada daerah yang memiliki danau atau kolam dengan populasi ternak yang cukup
tinggi.

Masyarakat di sebagian wilayah Indonesia mempunyai kebiasaan mandi, mencuci,


mengambil air disungai dan buang hajat disungai, parit, atau disawah. Kebiasaan mandi,
mencuci, dan mengambil air di sungai sangat beresiko terinfeksi S. japonicum. Mereka
terinfeksi cacing S. japonicum pada saat kontak dengan air yang terkontaminasi dengan
larva serkaria yaitu pada saat melakukan kegiatan harian tersebut. Selain kegiatan tersebut,
infeksi S japonicum juga berkaitan dengan pekerjaan. Bertani, memancing dan berburu
dihutan merupakan pekerjaan yang memiliki resiko sangat besar terhadap infeksi S.
japonicum.

D. Epidemiologi dan penyebaran penyakit

Page | 6
Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit infeksi parasit pada manusia yang
menyebar luas di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
schistosomiasis menempati 40% dari keseluruhan penyakit di daerah tropis. Penyebaran
schistosomiasis sangat luas di daerah tropis maupun subtropis. Diperkirakan penyakit ini
menginfeksi 200 sampai 300 juta orang pada 79 negara dan sebanyak 600 juta orang
mempunyai resiko terinfeksi.

Pada awalnya di tahun 1904, seorang berkenegaraan Jepang, Katsudara, menemukan


parasit pada vena porta kucing yang juga sejenis dengan parasit yang menyerang manusia.
Setelah itu disadari bahwa parasit tersebut merupakan penyebab penyakit pada hewan dan
manusia yang telah lama dikenal di Jepang. Kemudian para peneliti Jepang menemukan
bahwa siput merupakan induk semang antara dari Schistosoma ini. Pada tahun 1914 daur
hidup dari Schistosoma telah berhasil dipelajari.

Schistosomiasis merupakan parasit yang biasa ditularkan melalui kontak dengan air.
Penyakit ini endemis bagi lebih dari 70% negara berkembang di dunia. Lebih dari 650 juta
orang memiliki risiko terinfeksi, dengan lebih dari 200 juta orang positif terinfeksi. Dari
data tersebut, 120 juta orang menampakkan gejala klinis dengan 20 juta orang terinfeksi
dengan parah. Schistosomiasis menimbulkan dampak kesehatan dan ekonomi yang besar.
Penyakit ini kebanyakan menyerang anak-anak usia 14 tahun. S. mansoni
(hepatik/intestinal) menyebar di daerah Sahara Afrika dan Timur Tengah, tetapi jugadapat
ditemukan di Pulau karibia, Brazil, Venezuela, dan pantai Suriname. S. haematobium
(urinari) berisiko pada lebih dari 50% negara di Afrika (prevalensi tinggi pada daerah Afrika
Timur, lebih tepatnya di danau Malawi), Kepulauan Madagascar dan Mauritus, daerah
Timur Tengah, dan beberapa area di India. S. japonicum (hepatik/intestinal) menyebar di
daerah Asia Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat, dan banyak ditemukan di Cina,
Indonesia, dan Filipina. S. intercalatum (hepatik/intestinal) ditemukan di daerah hutan pada
Afrika bagian tengah dan barat.

Schistosoma haematobium dan S. mansoni tersebar dari hulu sungai Nil di Afrika
Tengah sampai ke hilirnya yaitu Mesir. Sedangkan S. japonicum ditemukan di negara Asia
Timur dan Asia Tenggara seperti Jepang, Cina, Filipina, Thailand, dan Indonesia. Infeksi
campuran dengan spesies hewan dan manusia sering muncul di Asia dan di Afrika.
Hibridisasi secara alamiah telah terjadi antara S. mattheei dan S. haematobium di Afrika

Page | 7
Selatan dan antara S. haematobium dengan S. intercalatum di Kamerun.

Schistosoma mansoni memiliki penyebaran yang paling luas meliputi 52 negara di


Afrika, mediterania timur, Karibia, dan Amerika Selatan. Schistosoma mansoni merupakan
satu-satunya spesies yang dikenal di benua Amerika. Infeksi oleh spesies ini menyebar di
daerah Brazil, Venezuela, Suriname, Puerto Rico, Dominika, dan pulau-pulau Antilla.
Diduga Schistosoma dibawa ke Amerika karena perdagangan budak belian dari benua
Afrika.

Schistosomiasis menyebar dan merupakan penyakit penting di Cina, Afrika,


Amerika Selatan, dan Asia Tenggara. Di Indonesia schistosomiasis pada manusia hanya
ditemukan didaerah dataran tinggi Lembah Napu (desa Wuasa, Maholo, Winowanga,
Alitupu, dan Watumaeta) dan Danau Lindu (desa Anca, Langko, Tomado, dan Puroo),
Sulawesi Tengah yang disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum dengan induk
semang antara Oncomelania hupensis lindonensis. Di Jakarta pernah dilaporkan seseorang
terinfeksi oleh parasit ini dan diduga mendapatkan infeksinya dari Kalimantan Tengah.

E. Gejala klinis

Kontak langsung pada kulit oleh serkaria dapat menyebabkan kegatalan dan ruam
pada kulit yang biasa disebut swimmers itch. Gejala klinis dapat terlihat terlihat setelah 23
minggu, namun kebanyakan tidak memperlihatkan gejala klinis (asimptomatis).
Schistosoma haematobium, S. mansoni, dan S. japonicum memiliki masa inkubasi 8 sampai
12 minggu dihitung dari mulai larva memasuki tubuh sampai cacing mencapai feses/ urin
penderita.

Infeksi Schistosoma dapat menimbulkan gejala-gejala yang bersifat umum seperti


gejala keracunan, demam, disentri , penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, gejala
saraf, kekurusan dan lambatnya pertumbuhan pada anak-anak. Sedang pada penderita yang
sudah kronis dapat menimbulkan pembengkakan hati dan limpa serta sirosis hati yang
umumnya berakhir dengan kematian.Gejala klinis pada fase akut (dikenal dengan Katayama
Fever) berupa demam, malaise, urticaria, dan eosinofilia. Gejala lain dapat berupa batuk,
demam, letargi, diare, kekurusan, hematuria, sakit kepala, nyeri persendian dan otot,
eosinofilia, splenomegali, dan hepatomegali.

Infeksi Schistosoma haematobium akan menyebabkan demam disertai batuk kering

Page | 8
yang diikuti dengan kesakitan perut ringan, hati menjadi lunak, dan eosinofilia. Pada infeksi
yang berkepanjangan, S. japonicum dapat menyebabkan granuloma di perut dan karsinoma
pada lambung.

Infeksi kronis dari S. mansoni dan S. japonicum menyebabkan fibrosa periportal hati
dan hipertensi vena porta yang menyebabkan ascites dan varises oesofagial. Infeksi jangka
panjang dari S. haematobium menyebabkan perlukaan vesica urinaria, obstruksi renalis,
infeksi kronis saluran urinari, dan kemungkinan carcinoma pada vesica urinaria.

Diagnosa dapat diteguhkan dengan menemukan telur Schistosoma pada pemeriksaan


mikroskopis di feses dan urin. Dapat pula dilakukan biopsi rectal untuk menemukan telur
cacing, atau dengan uji serologis untuk menemukan antibodi atau antigen dari Schistosoma.

F. Pengobatan dan pengendalian

Penularan schistosomiasis disuatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor yang


saling berkaitan. Keberadaan inang definitif yang rentan yaitu manusia dan hewan mamalia
merupakan salah satu faktor yang penting. Luasnya inang definitif yang dapat diinfeksi
menjadi kendala dalam pengendalian schistosomiasis. Pengobatan yang cocok untuk
schistosomiasis adalah praziquantel. Dosis untuk praziquantel yang dapat diberikan adalah
20 mg/kg. Pengobatan pada hewan dapat diberikan praziquantel dengan dosis 25mg/kg dan
diulangi 3 – 5 minggu kemudian. Pada manusia dapat diobati dengan metrifonate,
oxamniquine, atau praziquantel.

Pada tempat-tempat endemik, schistosomiasis menjadi penyakit masyarakat dimana


dapat menyerang manusia yang berumur kurang dari 15 tahun. Pengendalian efektif yang
dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pendidikan masyarakat (public awareness)
yang disertai perbaikan sanitasi untuk mencegah ekskreta yang mencemari persediaan air
bersih atau dengan memperbaiki tata cara penyediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari.
Pengobatan secara massal untuk S. haematobium adalah niridazole, sedangkan S. mansoni
dan S. japonicum adalah hycanthone dan potassium antimony dimercaptosuccinate.

Untuk mengendalikan Schistosomiasis pada manusia tentu harus juga dilakukan


pengendalian pada hewan. Tanpa adanya pengendalian pada hewan, infeksi pada manusia

Page | 9
akan berlangsung terus menerus karena masih terdapat sumber penular yaitu hewan
reservoir. Hewan mamalia mempunyai peranan yang sangat penting dalam transmisi
schistosomiasis sebagai inang reservoir. Sumber infeksi akan selalu tersedia dari
kontaminasi lingkungan oleh telur schistosoma yang berasal dari hewan seperti anjing,
kucing, ruminansia, babi dan hewan mamalia lainnya,

Pengendalian populasi siput sebagai inang antara juga dilakukan dengan cara
modifikasi lingkungan fisik melalui pengeringan semua perairan yang dicurigai. Dapat juga
dilakukan secara kimia dengan penggunaan cuprisulfat atau natrium pentaklorofenate. Zat
moluscida yang dapat digunakan adalah Frescon dan Baylucide. Pengendalian biologis
dengan menggunakan predator, parasit, dan kompetitor alamiah seperti siput predator, ikan,
katak, burung, dan sebagainya.

Pengendalian schistosomiasis di Sulawesi Tengah diawali tahun 1974 melalui


pengobatan penderita, pemberantasan siput sebagai inang antara dengan molusida dan
melalui agroengineering. Program pengendalian dilanjutkan dengan 2 program pengendalian
yang lebih intensif dengan melibatkan berbagai institusi dimulai pada tahun 1982. Program
ini mampu menekan tingkat infeksi sampai 2,2 % dan 3,5 % pada tahun 1994 masing-
masing untuk daerah Lembah Napu dan lembah Lindu. Tingkat infeksi sebelum program
penegendalian adalah 15,8 % dan 35,8 % untuk lembah Lindu dan Napu. Tingkat infeksi
menurun kembali dua tahun kemudian yaitu 1,4 % untuk Lembah Napu sedangkan untuk
lembah lindu adalah 1,1 %

Reinfeksi masih berlangsung dimungkinkan karena masih adanya sumber infeksi


yang berasal dari hewan reservoar dan kebiasan manusia yang memungkinkan kontak
dengan larva infektif sehingga infeksi berlangsung secara terus menerus. Saat ini belum ada
vaksin untuk schistosomiasis, namun telah dilakukan tahap awal pembuatan vaksin untuk
penyakit ini. Untuk reinfeksi dapat diobati dengan praziquantel untuk mengurangi gejala
klinis yang ditimbulkan.

Untuk wisatawan diharapkan untuk tidak berenang dan menyelam di sungai atau
danau pada daerah endemis schistosomiasis. Pemberian repellent insekta secara topikal
dapat digunakan sebelum kontak dengan air. Klorinasi pada air dapat membunuh larva
cacing. Serkaria mati pada air yang dipanaskan 50ºC selama 5 menit. Filtrasi pada air juga
dapat membantu eliminasi Schistosoma.

Page | 10
G. Contoh Soal

Page | 11
Page | 12
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Schistosomiasis adalah penyakit zoonotik dan merupakan masalah kesehatan


masyarakat. Penyakit ini berjalan kronis dan menimbulkan penderitaan selama bertahun-
tahun, menurunkan kapasitas kerja, dan dapat berakhir dengan kematian. Saat ini dikenal 6
spesies yaitu Schistosoma hematobium, S. mansoni, S. intercalatum, S. japonicum, S. bovis,
dan S. mathei. Schistosoma hematobium, S. mansoni, dan S. intercalatum. Penyebaran
schistosomiasis sangat luas di daerah tropis maupun subtropis. Pengobatan dapat dilakukan
pada manusia dan pengendalian dilakukan baik pada hewan yang terinfeksi sebagai
reservoir maupun pada siput sebagai inang antara dan air sebagai sumber pencemar.

Page | 13
DAFTAR PUSTAKA

Atmawinata E. 2006. Mengenal Beberapa Penyakit Menular dari Hewan kepada Manusia.
Penerbit Yrama Widya: Bandung.
Eernisse DJ. 2001. Schistosoma. http://biology.fullerton.edu/biol261/ch/ch14.html [18
Desember 2010].
IAMAT [International Associate for Medical Assistance to Traveler]. 2010. World
Schistosomiasis Risk Chart. Toronto: Canada.
NaTHNaC [National Travel Health Network and Center]. 2008. Schistosomiasis. Heath
Protection Agency.
Posey D dan Weinberg M. 2005. Recommendations for presumptive treatment of
schistosomiasis and strongyloidiasis among the Somali Bantu refugees. Department
of Health and Human Services: Center for Disease Control and Prevention.
Ridwan Y. 2004. Potensi Hewan Reservoar dalam Penularan Schistosomiasis pada
Manusia di Sulawesi Tengah. Makalah Pribadi Falsafah Sains. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
SABIN [Sabin Vaccine Institute]. 2010. Schistosomiasis. www.sabin.org [2 Desember
2010].
Soeharsono. 2005. Zoonosis: Penyakit dari Hewan ke Manusia. Kanisius: Yogyakarta.
Soejoedono RR. 2004. Zoonosis. Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Page | 14

Anda mungkin juga menyukai