Anda di halaman 1dari 10

D.

Menentukan Akar Penyebab Masalah


Langkah selanjutnya setelah menentukan dan mendapatkan prioritas masalah
kesehatan di RW 07 Kelurahan Meteseh yaitu infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
dengan metode matriks MCUA, kemudian dilakukan identifikasi dan analisis faktor risiko
utama penyebab ISPA menggunakan diagram fish bone yang mengacu pada kerangka teori
H.L.Blum dengan 4 kategori faktor yaitu faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan,
faktor genetik, dan faktor perilaku dari masayarakat di RW 07 Keluarahan Meteseh.
Analisis dan identifikasi faktor penyebab dari masalah kesehatan infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) dengan metode diagram fish bone yang mengacu pada konsep H.L
Blum. Dalam membuat diagram fish bone ini dimulai denga membuat garis seperti tulang
ikan yang kemudian ditulis 4 faktor H.L Blum tersebut.
Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab masalah kesehatan ISPA yang
ditulis pada cabang-cabang dari tulang utama ikan menjadi sebuah kerangka ikan.
Berdasarkan fish bone ini dapat diperoleh faktor-faktor yang menjadi penyebab masalah
kesehatan ISPA di RW 07 Kelurahan Meteseh.
Setelah membuat diagram fish bone, bisa dilanjutkan dengan pembuatan instrumen.
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi yang
diperlukan dalam suatu penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuisioner. Kuisioner merupakan instrumen penelitian yang berisi daftar pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan faktor penyebab yang sudah ditulis di fish bone dan
diberikan kepada masyarakat untuk diisi sesuai keadaan yang sebenarnya di masyarakat.
Tetapi karena saat ini sedang wabah Covid-19, maka kuisioner tersebut dibagikan dalam
bentukgoogle form. Tetapi karena partisipan dari penelitian ini adalah masyarakat umum
yang tidak semua paham akan metode pengisian google form ini, maka kami tidak
mendapatkan data apapun dari masyarakat mengenai faktor penyebab ISPA di RW 07
Kelurahan Meteseh. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kami memilih alternatif lain
dengan mencari berbagai jurnal mengenai ISPA dan penyebab-penyebabnya terutama
yang termasuk ke dalam 4 faktor H.L Blum yang akan kami jadikan sebagai data sekunder
dari penelitian ini.
Gambar ...Diagaram Fishbone

1. Lingkungan
a. Jenis lantai
Lantai merupakan media yang sangat baik bagi perkembangbiakan bakteri.
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam kondisi kering, tidak lembab dan harus
kedap air sehingga mudah dibersihkan. Lantai yang baik seharusnya sudah
diplester dengan semen atau lebih baik lagi jika dipasang kramik/ubin. Menurut
Ditjen PPM dan PL 2002, rumah yang mempunyai lantai yang terbuat dari tanah
cenderung menimbulkan lembab, dan pada musim panas lantai menjadi kering
sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuni rumah.Menurut
Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 1077 tahun 2011, rumah sehat memiliki
lantai yang terbuat dari marmer, ubin, keramik, sudah diplester semen.
b. Proporsi ventilasi
Ventilasi penting untuk menjamin ketersediaan dan mengalirkan udara dalam
ruangan. Dengan adanya pergerakan udara oleh ventilasi diharapkan
mikroorganisme penyebab ISPA dapat dibuang dan terbawa aliran udara keluar
sehingga dalam ruang bersih dari penyebab ISPA. Namun apabila ventialsi rumah
tidak memnuhi syarat kesehatan dapat membahayakan saluran pernafasan
dikarenakan kelembaban di dalam rumah menjadi tinggi akibat proses penguapan
cairan dari kulit sehingga dapat menjadi tempat pertumbuhan dan
perkembangbiakan kuman patogen yang dapat mengakibatkan peningkatan risiko
kejadian ISPA.1
c. Rendahnya pencahayaan dalam rumah
Pencahayaan matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteri
patogen dalam rumah misalnya bakteri penyebab penyakit ISPA dan TBC . oleh
karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Jalan masuk cahaya ( jendela) luasnya sekurang – kurangnya 15% sampai 20%
dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Menurut WHO kebutuhan
standar minimum cahaya alami yang memenuhi syarat kesehatan untuk kamar
keluarga dan kamar tidur yaitu 60-120 lux. 2
d. Kepadatan hunian
Padatnya jumlah hunian dalam suatu ruang akan meningkatkan kadar CO2
dalam ruang dan memperburuk udara dalam ruangan. Selain itu, banyaknya orang
yang tinggal dalam satu ruang juga mempunyai peranan dalam kecepatan
mikroorganisme di dalam lingkungan. Apabila salah satu orang atau lebih yang
tidur sekamar dengan penderita ISPA dan mengeluarkan droplet yang
mengandung patogen ISPA maka akan menyebabkan terjadinya penularan secara
langsung. Hal tersebut didukung apabila seseorang dalam posisi kekebalan tubuh
yang sedang lemah maka akan lebih mudah untuk terjangkit penyakit ISPA ini.1
e. Debu ambien
Menurut Mukono (2005), Udara dikatakan normal dan dapa tmendukung
kehidupan manusia apabila tidak terjadi penambahan gas lain yang menimbulkan
gangguan atau perubahan komposisi udara sehingga udara bebas yang telah
mengalami penambahan dan perubahan komposisi di atas nilai batas normal udara
ambient dapat dikatakan udara tersebut sudah tercemar atau terpolusi. Perubahan
kualitas udara dapat terjadi sebagai akibat aktivitas kegiatan manusia dan akibat
aktivitas alam.Perubahan kualitas udara tersebut dapat berupa adanya perubahan
sifat fisik maupun sifat kimiawi.3
Keluhan pernapasan adalah adanya gangguan pada saluran pernapasan akibat
selalu terpapar polutan udara. Berbagai gangguan kesehatan akan timbul sebagai
akibat dari tingginya konsentrasi debu di udara. Gangguan kesehatan yang
mungkin timbul dikarenakan partikel debu yang tidak memenuhi baku mutu
seperti masuknya debu ke dalam paru paru dan akan mengendap di alveoli.
Partikel yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernapasan bagian atas dan
menyebabkan iritasi.4
f. Tingkat kelembaban
Kelembaban ruangan yang tinggi merupakan sarana perkembangbiakan yang
baik untuk bakteri. Selain itu, virus pernafasan juga dapat ditemukan pada
kelembaban relatif 75%. Kondisi rumah yang tidak memiliki ventilasi yang baik
akan membuat bakteri bertahan lebih lama di dalam ruangan tersebut. Beberapa
mikroorganisme dapat berkembang baik pada atap, ubin, maupun sekat yang
lembab. Bakteri dapat berkembang biak dan terjadi penularan secara tidak
langsung melalui tangan yang kemudian terbawa ke membran mukosa hidung
sehingga terinfeksi ISPA.1
2. Genetik
a. Jenis kelamin
Menurut Misnadiarly (2008) bahwa jenis kelamin merupakan salah satu factor
risiko terjadinya gangguan pernapasan. Departemen Kesehatan RI (2004) juga
menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan factor risiko dari gangguan
pernapasan seperti ISPA. Alasannya menurut Sunyataningkamto (2004) dalam
Hartati et al. (2012) adalah bahwa diameter saluran pernapasan anak laki-laki
lebih kecil dari pada anak perempuan terdapat perbedaan dalam daya tahan tubuh
antara anak laki-laki dengan anak perempuan dan tingginya prevalensi laki-laki
dibandingkan dengan perempuan pada infeksi saluran pernapasan akut disebabkan
aktivitas anak laki-laki lebih banyak bermain diluar rumah dan pada lingkungan
kotor dan berdebu, serta kontak dengan penderita ISPA lainnya, hal ter sebut
menyebabkan peningkatan risiko terjadinya ISPA. 5
b. Bentuk paru-paru
Keadaan paru paru yang terinfeksi bakteri ISPA menyebabkan produksi lender
meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan
peningkatan makrofag (sejenis sel darah putih) di saluran pernafasan. Kedua hal
tersebut menyebabkan kesulitan bernafas, sehingga benda asing tertarik dan
bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan. Kondisi ini akan
memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.6
c. Bentuk sistem pernafasan
Keadaan sistem pernafasan yang terinfeksi ISPA
1) Hidung
Akan terjadi penyumbatan rongga sinus yang disebabkan oleh peradangan
yang dikarenakan bakteri hal ini dapat disebut juga sinusitis6
2) Paru Paru
Keadaan paru paru yang terinfeksi bakteri ISPA menyebabkan produksi lender
meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan
peningkatan makrofag (sejenis sel darah putih) di saluran pernafasan. Kedua
hal tersebut menyebabkan kesulitan bernafas, sehingga benda asing tertarik
dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan. Kondisi ini akan
memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan. 6
3) Bronkus
Peradangan bronkus yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan. Kondisi
ini membuat saluran udara di paru-paru menjadi lebih kecil, dan menghasilkan
lebih banyak lendir dari biasanya. Bronkitis dapat disebabkan oleh virus atau
bakteri. Keadaan inidapat disebut juga bronchitis6
4) Bronkeolus
Terjadi peradangan pada bronkeolus sehingga mengurangi jumlah udara yang
masuk. Infeksi saluran pernapasan ini umumnya menyerang bayi dan anak
berusia di bawah 2 tahun. Penyakit ini juga disebut bronkiolitis6
5) Alveolus
Infeksi yang memicu inflasi pada alveolus itu bisa terjadi di salah satu atau
kedua paru- paru. Kata ahli, sekumpulan kantong-kantong udara kecil di ujung
saluran pernapasan dalam paru-paru akan membengkak dan dipenuhi cairan.
Keadaan ini dapat disebut juga pneumonia7

3. Perilaku
a. Rendahnya pengetahuan masyarakat
Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat
kembali kejadian yang pernah dialamai secara sengaja maupun tidak sengaja dan
ini terjadi ketika setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu
objek tertentu. perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (misalnya perilaku karena
paksaan atau adanya aturan wajib) (Mubarak, 2011). Semakin baik pengetahuan
dan sikap ibu terhadap kesehatan seorang anak, maka akan mengurangi resiko
terjadinya ISPA pada balita, sebaliknya apabilasemakin buruk pengetahuan dan
sikap ibu terhadap kesehatan anaknya, maka resiko terjadinya ISPA pada balita
akan semakin tinggi. 8
b. Tingginya penggunaan obat nyamuk bakar
Saat ini sebagian besar insektisida rumah tangga berbahan aktif pyrethoid.
Pengguna anphrethoid secara terus menerus dapat menimbulkan pencemaran
udara akibat akumulasi bahan aktif dan apabila terhirup oleh hidung balita pada
saat tidur dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan.9 Akibatnya terjadi
peningkatan produksi lender dan saluran pernafasan mengalami penyempitan.
Penyempitan tersebut menyebabkan kesulitan dalam bernafas sehingga benda
asing tertarik dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan. Hal
tersebut akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan. 10
c. Penggunaan kayu bakar untuk memasak
Bahan bakar rumah tangga yang berasal dari kayu / tradisonal akan
menghasilkan asap yang lebih banyak daripada bahan bakar modern seperti
kompor minyak ataupun kompor gas. Hal ini akan mempengaruhi kondisi udara
dalam rumah. Asap yang berasal dari hasil pembakaran kayu mengandung banyak
karbon monoksida. Bayi dan anak yang sering menghisap asap tersebut di dalam
rumah lebih mudah terserang ISPA. 11
d. Membakar sampah
Membakar saampah merupakan salah satu penanganan atau pengolahan ahkir
sampah. Proses pembakaran sampah dapat menimbulkan penambahan jumlah zat
pencemar di udara terutama debu dan hidrokarbon. Pembakaran sampah di dalam
udara terbuka dapat menimbulkan kabut asap yang tebal yang mengandung bahan
lainnya seperti partikel debu yang kecil yang biasa disebut particulate matter (PM)
berukuran 10 mikron, biasadisebut PM10. Alat saring pernafasan manusia tidak
sanggup menyaring PM10 ini, sehingga bias masuk ke dalam paru-paru dan bias
mengakibatkan sakit gangguan pernafasan (asma dan radang paru-paru), infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA), radang selaput lender mata, alergi, iritasi mata. 12
Pembakaran sampah dapat dilakukan pada suatu tempat, misalnya lapangan
yang jauh dari segala kegiatan agar tidak mengganggu. Namun demikian
pembakaran ini sulit dikendalikan bila terdapat angin kencang, arang sampah, abu,
debu, dan asap akan terbawa ketempat-tempat sekitarnya yang akhirnya tetap akan
13
menimbulkan gangguaan kesehatan terhadap manusia Akibat adanya dampak
kesehatan dari pembakaran sampah terutama pada area terbuka sehingga
pembakaran sampah sudah tidak dianjurkan sesuai dengan UU RI Nomor 18
Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah bahwa setiap orang dilarang untuk
membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan
sampah.
e. Merokok
Asap rokok yang dihirup dapat menimbulkan peradangan saluran pernafasan
dan penurunan sistem imun. Asap rokok dapat merangsang produksi mukus dan
menurunkan pergerakan silia sehingga membentuk akumulasi mukus yang kental
yang dapat menyebabkan terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan
nafas. Apabila mikroorganisme patogen ISPA banyak terdapat di udara
kemudiann terhirup ke dalam saluran pernafasan dan terperangkan dalam mukus
maka dapat meningkatkan risiko pertumbuhan organisme.1
4. Pelayanan Kesehatan
a. Kurangnya sarana prasarana
Aspek sarana dan prasarana dilihat dari ketersediaan alat baik medis maupun
non medis yang dapat menunjang kegiatan program P2 ISPA. Dalam program P2
ISPA, fasilitas yang harus ada diantaranya sound timer, oksigen konsentrator,
antibiotik, antiviral, obat-obatan penunjang, APD untuk petugas, laboratorium,
surveilans kit, media KIE (poster, leaflet, dll), serta formulir pencatatan dan
pelaporan.14 Sarana dan prasarana yang kurang memadai dapat menyebabkan
kegiatan dan penanganan pasien terhambat serta kurang maksimal.
b. Rendahnya kualitas pelayanan
SDM merupakan asset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan
pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. SDM yang kurang mampu, kurang
cakap dan tidak terampil, salah satunya mengakibatkan pekerjaan tidak dapat
diselesaikan secara optimal dengan cepat dan tepat pada waktunya, program-
program tentunya akan dapat berjalan dengan baik apabila mempunyai SDM
dalam hal ini petugas kesehatan yang berkompeten. Tidak adanya peningkatan
dan pengembangan SDM menyebabkan kurangnya tenaga yang terlatih sehingga
program tidak berjalan efektif.
c. Kurangnya penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan
dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga mansyarakat tidak
saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bias melakukan suatu anjuran
yang ada hubungannya dengan kesehatan.15 Faktor risiko penyebab terjadinya
ISPA dapat dicegah dengan upaya kerjasama lintas sector untuk lebih
menggiatkan penyuluhan-penyuluhan kesehatan16.
DAFPUS

1. Ramadhaniyati, Gita Nurina.2015. “Faktor-faktor Risiko Lingkungan Rumah dan


Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
pada Balita di Kelurahan Kuningan Kecamatan Semarang Utara”. Jurnal Kesehatan
Masayarakat.Fakultas Kesehatan Masyarakat.Universitas Diponegoro:Semarang.
2. Filacano, Rahmayatul.2013. Hubungan Lingkungan dalam Rumah Terhadap ISPA
pada Balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Skripsi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
3. Fitriyah, Lailatul. 2016.Hubungan Kualitas Debu Dan Ventilasi Rumah Dengan
Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (Ispa) di Bekas Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Keputih. Jurnal Kesehatan Lingkungan.Vol.8 No. 2.
Surabaya : Universitas Airlangga.
4. Alsagaff, H., dan Mukty, A. 2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.Cetakan Ketiga.
Surabaya: Airlangga University Press
5. Hermawan, H., & Sari, K. (2014).Pola pemberian antibiotic pada pasien ISPA bagian
atas di Puskesmas Sukasada II padabulan Mei–Juni 2014.
6. Dongky, P., Kandrianti. 2016. Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah dengan
Kejadian ISPA Balita di Kelurahan Takatidung Polewali Mandar. Semarang:
Universitas Negeri Semarang
7. Adiputra, N. 2015. Hubungan Kualitas Sanitasi Rumah dengan Kejadian Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Wilayang kerja Puskesmas IV Denpasar
Selatan Kota Denpasar. Jurnal Ilmu Lingkungan. Denpasar: Universitas Udayana
8. Riskayati.2016. “Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu terhadap Balita
Berpenyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Puskesmas Tinggede”.
Artikel Promotif.Yayasan Pendidikan Cendrawasih Akademi Kebidanan Palu. 
9. Wigati RA dan Susanti L. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Dan Sikap Dengan
Perilaku Masyarakat Dalam Penggunaan Anti Nyamuk Di Kelurahan Kutowinangun.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Salatiga.
Buletin Penelitian Kesehatan. 2012;40;3:130-141
10. Corwin J, Elizabeth. Handbook of Pathophysiology, 3rd .USA: Lippincott Williams
& Wilkins
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pemberantasan penyakit ISPA untuk
penanggulangan pneumonia balita. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2002.
12. Soemarno MS. 2011.Sampah Jangan Dibakar Banyak Mudhoratnya.
13. Purnaini, Rizki, 2011, PerencanaanPengelolaanSampah di Kawasan Selatan
UniversitasTanjungpura, UniversitasTanjungpura, JurnalTeknikSipil UNTAN, Vol.
11 No.1, Juni 2011.
14. Kementrian KesehatanRepublik Indonesia. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta. 2009.
15. Fitriani. Promosi Kesehatan. Ed 1. Yogyakarta :GrahaIlmu. 2011
16. Mahendrayasa, I Gusti Agung putu dan Farapti. Hubungan Antara Kondisi Fisik
Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas Pada Balita di
Surabaya.Jurnal Berkala Epidemiologi Vol 6 No 3. Surabaya. 2018.
17. KepMen No. 1077/MENKES/PER/V/2011. Persyaratan Rumah Sehat. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai