Latar Belakang
Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, pada pasal 164 tertulis kesehatan kerja diselenggarakan untuk melindungi
pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk
yang diakibatkan oleh pekerja baik di sektor formal maupun informal dimana hal tersebut
wajib diselenggarakan kesehatan kerja setiap tempat kerja. Bahaya ditempat kerja yang
dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja cenderung lebih sering terjadi
pada pekerja yang kurang memahami proses industri ditempat kerja, atau tidak cukup
dilatih dan dilindungi untuk mengatasi kemungkinan bahaya dapat terjadi.
Dalam Ervianto (2005) Bidang konstruksi mempunyai karakteristik yang sangat
spesifik dan unik. Dimana setiap proyek menghadirkan persoalan yang berbeda pada
setiap proses pengerjaannya. Proses yang terjadi pada suatu proyek tidak akan berulang
pada proyek lainnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi proses suatu
proyek konstruksi berbeda satu sama lain. Pembangunan proyek kontruksi pada
umumnya merupakan kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Situasi dalam
lokasi proyek mencerminkan karakter yang keras serta kegiatannya terlihat sangat
kompleks dan dinamis dilaksanakan sehingga dibutuhkan kondisi yang prima dari tenaga
kerja yang melaksanakannya. Karakteristik-karakteristik ini yang menyebabkan kondisi
proyek konstruksi berbahaya dan rawan terjadi kecelakaan kerja (Puspasari dkk, 2017).
Menurut Tarwaka (2010) Ergonomi merupakan setiap aktivitas yang dilakukan,
jika tidak dilakukan dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dan penurunan efisiensi.
Berdasarkan penerapaqn ergonomi ialah suatu keharusan untuk di segala aktivitas
pekerja. Ergonomi dapat diterapkan kapan saja dan dimana saja dalam waktu 24 jam,
sehingga baik diterapkan pada saat bekerja ataupun pada aktivitas sehari-hari dengan
aman dan nyaman (Syaputri, 2019).
Dalam Ayodhya (2015) Pada hakikatnya ergonomi dan keselamatan kerja adalah
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.hjSalah satu tujuan dari keselamatan kerja juga
adalah meminimalisir resiko akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Merancang
sistem kerja yang sesuai dengan kondisi fisik manusia atau pegawai merupakan salah satu
caara yang dapat dilakukan agar dapat terminimalisir kecelekaan kerja. Dengan hal ini
kenyamanan pegawai sangat diutamakan, dalam proses ini dibutuhkan kepatuhan akan
ilmu ergonomi dalam merancang sistem kerja. Contoh kasus yang tidak sesuai sistem
ergonomi, seperti : Hasil kerja yang tidak sesuai, Seringnya terjadi kecelakaan kerja,
Human error, Pegawai mengeluhkan pegal dan nyeri pada tubuhnya, Perlengkapan dan
perlatan kerja yang tidak sesuai dengan fisik pegawai, Lingkungan kerja yang tidak
teratur, Komitmen kerja yang rendah, Pegawai cepat letih dan memerlukan istirahat yang
Panjang, Postur kerja yang buruk, Pegawai mengeluhkan beban kerja yang berlebihan
(Sari, 2018).
Dalam Suma’mur (2010) Indonesia merupakan salah satu dari negara yang sedang
berkembang. Ancaman kecelakaan di tempat kerja di negara berkembang seperti
Indonesia masih sangat tinggi. Hal itu terjadi karena belum adanya pengetahuan yang
baik dari pengusaha atau penyedia jasa dan para tenaga kerja (Gerard Hand, 2013). King
dan Hudson (1985) menyatakan bahwa proyek konstruksi di negara-negara berkembang,
terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju.
Kecelakaan kerja dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor antara lain adanya
faktor lingkungan dan manusia. Faktor lingkungan terkait dengan peralatan, kebijakan,
pengawasan, peraturan, dan prosedur kerja kesehatan kerja. Sedangkan faktor manusia
yaitu perilaku atau kebiasaan kerja yang tidak aman (Puspasari dkk, 2017).
Alat pelindung diri adalah peralatan yang akan melindungi pengguna terhadap
resiko kesehatan atau keselamatan kerja. Ini bisa mencakup barang-barang seperti helm
pengaman, sarung tangan, pelindung mata, pakaian visibilitas tinggi, alas kaki pengaman,
dan alat pelindung pernapasan (Health and Safety Executive, 2015).
Di Indonesia, jumlah kasus akibat kecelakaan kerja pada tahun 2011-2014 paling
tinggi pada tahun 2013 yaitu sebanyak 35.917 kasus kecelakaan kerja. Provinsi dengan
jumlah kasus tertinggi pada tahun 2011 adalah provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Utara,
Sumatera Selatan dan Jawa Barat, tahun 2013 adalah provinsi Banten, Gorontalo dan
Jambi, tahun 2014 adalah provinsi Bali, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan ( Pusat Data
dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Dengan melihat permasalahan ergonomi dan penggunaan alat pelindung diri
(APD) yang terjadi di , maka perlu dilakukan sosialisasi. Untuk melakukan sosialisan
ergonomi dan penggunaan alat pelindung diri dapt dilakukan dengan metode poster dan
lainnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan pendampingan
implementasi K3 mengenai ergonomi dan penggunaan APD pada pekerja konstruksi
bangunan.
METODE PENERAPAN
Proses Diskusi
Proses kegiatan ini cukup berjalan dengan lancar selama kegiatan diskusi berlangsung, meskipun
hanya terdapat 1 pekerja yang secara aktif mengikuti kegiatan ini, dan senantiasa berbagi
pengalaman Ketika mendapat pelatihan kerja.
Pekerjaan