IKLIM KERJA
KELOMPOK III
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga Laporan Praktikum Iklim Kerja ini dapat selesai tepat
pada waktunya.
Laporan ini disusun sebagai pelengkap tugas mata kuliah Praktikum K3.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian laporan ini tidak luput dari bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah memberikan masukan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada dosen pembimbing dan asisten laboratorium mata kuliah
Praktikum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajian, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Praktikum 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12
A. Tinjauan Umum tentang Iklim Kerja 12
B. Tinjauan Umum tentang Jenis-Jenis Iklim Kerja 14
C. Tinjauan Umum tentang Dampak Iklim Kerja 17
D. Tinjauan Umum tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja 20
E. Tinjauan Umum tentang Pengendalian Iklim Kerja 21
BAB III METODE PRAKTIKUM 24
A. Metode Praktikum 24
B. Lokasi dan Waktu Praktikum 24
C. Instrumen Praktikum 24
D. Prinsip kerja 27
E. Prosedur Kerja 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32
A. Gambaran Umum Lokasi Praktikum 32
B. Hasil 32
C. Pembahasan 35
BAB V PENUTUP 41
A. Kesimpulan 41
B. Saran 42
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 47
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) 24
Tabel 2. Hasil Pengukuran Kecepatan Kngin dan Suhu 25
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kelembapan Udara dan Suhu 26
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214 17
Gambar 2. Wet Bulb Temperature (WB) 18
Gambar 3. Dry Bulb Temperature (DB) 18
Gambar 4. Globe Bulb Temperature (GT) 18
Gambar 5. 4 in 1 Environmental Tester 19
Gambar 6. Sensor Hygrometer 19
Gambar 7. Stopwatch 19
Gambar 8. 4 in 1 Environmental Tester 20
Gambar 9. Stopwatch 20
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu gagasan dan upaya
untuk menjamin keutuhan fisik dan mental tenaga kerja untuk mencapai daya
tahan fisik, kapasitas kerja, dan derajat kesehatan yang tinggi dengan tujuan
1
2
pada pekerja tetapi juga perusahaan, dan kesehatan dan keselamatan kerja
sehat dan nyaman, semua sumber daya yang efisien, aman dan efisien. Secara
umum, ada dua faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu faktor
terhadap peraturan, dan faktor individu terkait dengan kondisi kerja yang
pergerakan udara, kecepatan udara, dan suhu radiasi area kerja. Iklim kerja
atau lingkungan kerja yang buruk terkait dengan jenis pekerjaan akan sangat
dihasilkan antara panas yang dihasilkan oleh tubuh sebagai hasil dari proses
(Hardianto, 2020).
faktor, salah satunya adalah kecukupan asupan energi harian pekerja. Gizi
3
buruk dan gizi lebih merupakan masalah gizi yang perlu ditangani pada
kelompok usia dewasa. Asupan energi yang tidak mencukupi atau tidak
mencukupi dapat disebabkan oleh beban kerja, stres kerja, aktivitas fisik, dan
stres kerja dapat mempengaruhi asupan makanan dalam dua arah yaitu
nyaman dengan lingkungan kerjanya. Suhu udara merupakan salah satu faktor
Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 2018, pekerja dapat bekerja dengan
nyaman pada suhu ruangan 23°C hingga 26°C dan kelembapan 40% hingga
dengan lingkungan yang lebih dingin dan lebih panas dalam batas-batasnya.
Batas lingkungan kerja panas dapat ditoleransi pekerja yang dipengaruhi oleh
beban kerja dan persentase jam kerja per jam (Zulhanda dkk., 2021).
terhadap berbagai aturan tertulis dan tidak tertulis yang berlaku, serta
kerja dengan mengurangi waktu dan tenaga yang terbuang. Penerapan disiplin
internal suatu organisasi atau perusahaan, yang secara terus menerus dialami
tentang apa yang terjadi dan apa yang terjadi di lingkungan internal
dkk., 2020).
suatu pekerjaan dapat dipahami dari sikap individu terhadap pekerjaan yang
tinggi. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa tidak hanya keterampilan
(Lantara, 2019).
stres termal, yang diterima sebagai stres termal tambahan oleh pekerja yang
bekerja di lingkungan kerja, yang memiliki banyak efek buruk pada pekerja
dekat tanur tinggi, peleburan, boiler, oven, tanur pemanas, atau di bawah terik
panas sekitar dengan menyeimbangkan panas yang diterima dari luar tubuh
dengan panas yang hilang di dalam tubuh (Nofianti & Koesyanto, 2019).
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, baik internal maupun
eksternal. Faktor stres internal meliputi faktor fisik (jenis kelamin, usia,
dari beban kerja, tetapi begitu juga tugas, organisasi kerja, dan lingkungan
kerja. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang mengelilingi tenaga kerja
pekerjaannya, sehingga dapat bekerja keras, tidak mudah sakit, lebih fokus,
6
dari 1,8 juta kematian terkait pekerjaan terjadi setiap tahun di kawasan Asia-
Asia. 2,78 juta pekerja meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Sekitar 2,4 juta (86,3%) kematian tersebut disebabkan
oleh penyakit akibat kerja, sedangkan lebih dari 380,00 (13,7%) disebabkan
meningkat antara pukul 14:00 dan 16:00, terhitung 21,6% dari semua
kecelakaan fatal. Paparan yang terlalu lama terhadap panas dan kelembaban
faktor yang berhubungan dengan panas, menurut data dan statistik lain yang
sebagian besar kecelakaan proyek terjadi pada siang hari dari pukul 11:00
hingga 17:00. Oleh karena itu, efek langsung dari tegangan termal tidak dapat
diabaikan, karena proyek terletak di daerah dengan kondisi iklim panas dan
5:00 sore). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 40% pekerja terpilih
berada di atas ambang batas dan di bawah kadar hipertensi, tekanan darah
para pekerja ini selanjutnya dapat dipengaruhi oleh stres panas dan pekerjaan
Salah satu faktor yang ada dalam lingkungan kerja adalah iklim kerja.
di tempat kerja. Lingkungan kerja dengan suhu di bawah atau di atas batas
pada pekerja dan meningkatkan jumlah kasus penyakit mental. Satu dari
kehutanan yang meliputi: luka ringan, luka sedang, dan luka berat. Sedangkan
terjadi lebih dari 10.000 kasus kecelakaan kerja fatal dan lebih dari 2.000.000
kasus terjadi setiap tahun dengan kerugianmencapai lebih dari 65 milyar USD
tahun 2017 terdapat kecelakaan kerja sebanyak 123 ribu kasus dengan klaim
lebih dari Rp971 miliar. Meningkat dari tahun 2016 dengan nilai klaim hanya
Rp.792 miliar lebih. Dari total jumlah kecelakaan kerja tersebut, konstruksi
3,6% pada sektor kehutanan, sebanyak 2,6% pada sektor pertambangan dan
sebanyak 20% untuk sektor lain-lain pada tahun 2010 (Dianawati &
Nawawinetu, 2018).
akumulasi cedera dan nyeri yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang
9
ditandai dengan cedera pada otot, tendon, tulang rawan, ligamen, kerangka,
sistem vaskular, dan saraf. Pekerjaan, lingkungan kerja, dan kinerja dalam
kerja yang panas dan kelelahan kerja karyawan PT. Arwana Anugrah
Keramik, Tbk. Karena suhu lingkungan yang tinggi, suhu tubuh seseorang
natrium dan klorida dalam tubuh. Hal ini dapat menghambat transportasi
glukosa untuk energi dan suplai darah ke organ tubuh yang menyebabkan
Pada tahun 2015, Sulawesi Utara menjadi negara bagian Indonesia yang
paling banyak mengalami kasus kecelakaan akibat kerja tertinggi yaitu 5.574
kasus kecelakaan kerja. Penelitian yang dilakukan pada bulan Oktober hingga
November 2021 terhadap 264 nelayan yang berada di lokasi penelitian dan
untuk bagian tubuh yang mengalami cedera paling banyak ialah pada bagian
Rampengan, 2019).
terjadi 150 kasus kecelakaan kerja. Dengan rincian pada Januari ada 30 kasus,
kecelakaan kerja, tahun 2015 ada 780 kasus, tahun 2016 sedikit menurun 747
jumlah kecelakaan kerja pada tahun 2014 sebanyak 13 kasus, tahun 2015
sebanyak 15 kasus, tahun 2016 sebanyak 9 kasus, dan tahun 2017 sebanyak 9
kasus. Kecelakaan kerja berupa kecelakaan kerja ringan dan berat seperti
tangan terpotong, terpotong, paku tertusuk kayu dan lain-lain, dan kejadian
Hasil penelitian berada di area hot press dan laminating PT. Maruki
adalah gangguan fungsi tubuh, dehidrasi, cedera akibat kerja, sesak napas,
tuli, dan stres kerja. Karyawan yang mengalami stres panas membuktikan
bahwa di Pabrik Bagian I, area hot press dan laminating, persentase 50% dari
20 karyawan memiliki tempat kerja yang cukup panas. Suhu area hot press
adalah 32,4°C dan suhu area laminating adalah 31,5°C. Alat-alat yang
kinerja pekerja dan membuat tempat kerja menjadi tidak nyaman (Yuli,
(78.3%) dan iklim kerja dalam kategori kurang baik sebanyak 13 responden
memiliki distribusi tertinggi yakni iklim kerja yang baik dengan kinerja
perawat yang baik sebanyak 45 orang (75,0%), dan responden yang iklim
kerja dalam kategori kurang baik dengan kinerja perawat yang baik sebanyak
kategori iklim kerja yang kurang baik dengan kinerja perawat yang kurang
baik, dan distribusi terendah ialah kategori iklim kerja yang baik dengan
kinerja perawat yang kurang baik sebanyak 2 orang (3,3%) (Suriyani, Lusiana
Dapat disimpulkan dari beberapa uraian diatas bahwa iklim kerja dapat
pengukuran iklim kerja ini akan dilakukan di dua tempat yakni indoor dan
signifikan ini memiliki makna yang lebih baik, iklim komunikasi organisasi,
B. Tujuan Praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
menyatakan bahwa iklim kerja adalah suatu perpaduan dari suhu udara,
kelembapan, kecepatan aliran gerakan dan suhu radiasi. Keadaan kerja yang
tidak aman dan nyaman yakni tidak sesuai dengan standar persyaratan
semangat kerja para pekerja. Dewasa ini perkembangan teknologi dan proses
mempunyai iklim atau keadaan tertentu yang dikenal dengan iklim kerja
Iklim kerja adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan kerja di dalam
organisasi yang dapat dilihat dan dirasakan, baik itu yang bersifat positif
merupakan kondisi atmosfer ditempat kerja yang dirasakan oleh pekerja atau
dengan kata lain iklim kerja dapat diartikan sebagai hal-hal yang dirasakan
saat bekerja di suatu tempat kerja. Hal tersebut tentunya sangat berkaitan
dengan iklim kerja, motivasi dan kinerja seperti praktek kepemimpinan dan
12
13
yang positif, iklim kerja yang positif dapat berpengaruh terhadap peningkatan
usaha dari pekerja untuk bekerja dan hal tersebut kadang ditemukan pada
pekerja yang bekerja melampaui harapan terhadap dirinya (Yusaini & Utama,
2020).
iklim kerja juga merupakan salah satu hal yang sangat penting terhadap
produktifitas para pekerja di lingkungan kerja. Jika iklim kerja yang dirasakan
dalam lingkungan kerja baik maka akan semakin tinggi pula kepuasan kerja
yang dirasakan. Litwin dan Mayer membagi iklim kerja menjadi enam
Clarity dan Team spirit pembagian dimensi ini dapat mewujudkan dimensi
iklim yang baik jika dijalankan dengan sebagai mana mestinya (Subagia,
Kondisi Iklim kerja yang tidak nyaman yang tidak sesuai dengan standar
berdampak pada produktifitas atau kualitas para pekerja. Adapun suhu udara
yang bersifat normal bagi orang Indonesia berkisar dari 24 0C–260C dengan
selisih suhu didalam dan diluar tidak melebihi 5 0C. Faktor fisik iklim kerja
14
kelembaban, kecepatan gerak udara dan panas radiasi (Sunaryo & Sahri,
2019).
eksternal dan teknologi, ini telah diteliti mengenai iklim kerja dan tingkat
kinerja yang menjadi variabelnya (Riyanti dkk., 2021). Iklim kerja sebagai
diperhatikan agar para pekerja dapat terhindar dari gangguan kesehatan. Iklim
kapasitas dan produktifitas kerja karena terjadi rasa tidak nyaman pada
Berdasarkan jenisnya iklim kerja terbagi menjadi dua yaitu iklim kerja
adalah suatu energi panas yang terbentuk dari sumber panas kemudian
tambahan bagi para pekerja karena paparan dari iklim kerja panas.
udara, kecepatan aliran udara dan panas radiasi yang diikuti oleh produksi
dalam tubuh melalui sebuah proses aktivitas tubuh keluar tubuh. Faktor
sering bergerak tingkat panas dalam tubuhnya juga akan semakin tinggi
sebagai respon agar mengilangkan panas yang berlebih. Tetapi, jika panas
maka sesorang akan mengalami tekanan panas akibat dari suhu tubuh yang
(Prastyawati, 2018).
keringat sekitar satu liter dalam sehari yang setara dengan 600 Kcals.
panas.
Dikatakan iklim kerja dingin jika temperatur suhu udara dingin yakni
suhu lingkungan kerja berada pada kisaran <240C. Pengaruh dari iklim
berkala dan menyeleksi pekerja yang memiliki kondisi tubuh yang sehat
(Nofianti, 2019).
bugar. Tolak ukur yang digunakan untuk mengevaluasi iklim kerja yakni
menggunakan WBGT (wet bulb blobe temperature) hal ini telah menjadi
1. Heat cramps
tubuh kehilangan banyak cairan dan garam natrium. Akibat yang bisa
jantung yang tidak bekerja secara optimal, kram otot, kram pada bagian
kaki, kram perut, dan keringat yang berlebihaan (Arianto & Prasetyowati,
2019).
2. Heat stress
Heat stress atau tekanan panas adalah total dari beban panas yang
diterima oleh tubuh pekerja yang disebabkan oleh faktor beban kerja fisik,
faktor suhu lingkungan kerja, dan faktor pakaian yang digunakan oleh
2020).
18
3. Dehidrasi
cairan dari berat badan dan akan mengakibatkan tubuh lemas dan kurang
penurunan jumlah cairan tubuh sampai 10% dan dapat berdampak pada
4. Heat Exhaustion
banyak air dan garam. Gejala yang ditimbulkan dari heat exhaustion yaitu
keringat yang berlebih, kelelahan yang ekstrim, pusing, mual, kulit lembab
5. Heat Rash
Pada kondisi heat rash biasanya akan terjadi prickly heat yaitu bercak
lecet yang terjadi secara berkelanjutan pada tubuh dan rasa panas dan gatal
1. Hipotermia
hingga 35o C. Hipotermia ini dapat terjadi ketika tubuh tidak bisa
memproduksi panas dalam tubuh yang cukup dan stabil untuk mengganti
panas tubuh hilang karena lingkungan yang dingin dan terjadi dengan
2. Chilblains
dari kondisi suhu dingin tapi tidak beku. Kondisi ini mengakibatkan
3. Trench Foot
Trench foot adalah kondisi pada kaki yang lembab, tidak bersih, dan
dingin akibat terkena air dalam jangka waktu lama pada suhu diatas titik
beku. Kondisi ini biasanya dianggap mirip dengan radang dingin, tetapi
dengan keadaan yang kurang parah. Gejala yang biasanya dirasakan oleh
(Handoko, 2022).
4. Frostbite
ini dapat terjadi ketika suhu 30oF atau lebih rendah, dan ditambah dengan
adanya angin dingin pada suhu diatas titik beku. Frostbite dapat
dengan mati rasa, warna kulit berubah merah atau ungu saat disentuh, dan
pada kasus yang parah dapat menyebabkan lecet pada kulit (Handoko,
2022).
022)
tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam semingggu.
Berikut adalah tabel NAB dari iklim kerja yang ditetapkan dalam Permenaker
Tabel 1
Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Lingkungan Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB) Permenaker No. 5 Tahun 2018
Pengaturan ISBB (oC)
Waktu
Beban Kerja
Kerja
Setiap Jam Ringan Sedang Berat Sangat Berat
75%- 31,0 28,0 - -
100%
50%-75% 31,0 29,0 27,5 -
25%-50% 32,0 30,0 29,0 28,0
0%-25% 32,5 31,5 30,5 30,0
Sumber: Permenaker No. 5 Tahun 2018
E. Tinjauan Umum Tentang Pengendalian Iklim Kerja
1. Eliminasi
kerja yang menghasilkan suhu yang tidak sesuai dengan NAB dan
2. Substitusi
22
suhu panas yang tinggi dengan alat yang menghasilkan suhu panas yang
lebih rendah.
3. Rekayasa Teknik
4. Administratif
2020).
tempat kerja dan yang melindunginya dari bahaya dan risiko terhadap
2019).
24
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Metode Praktikum
Universitas Hasanuddin.
C. Instrumen Praktikum
1. Alat Praktikum
a. Pengukuran Suhu
24
25
2) Sensor Hygrometer
2) Stopwatch
a. Bahan Pengukum
B. Prinsip kerja
digunakan untuk mengukur suhu basah, suhu kering, dan suhu bola. The
tombol view dan tombol select. Tombol view berfungsi untuk mengubah
untuk mengubah satuan pengukuran suhu. Pada praktikum ini digunakan satuan
°C.
2 Hygrometer
3 Anemometer
dalam menghitung suhu (°C). Anemometer sendiri terdiri dari sensor yang akan
didekatkan pada ruangan yang nantinya akan diukur, tombol power berfungsi
untuk mengaktifkan alat, dan tombol max/min berfungsi untuk merekam hasil
E. Prosedur Kerja
“select”.
d. Tombol “view” ditekan kemudian ditunggu selama 1 menit dan hasil
basah (WB) dan pengukur ke suhu kering (DB) lalu dilihat hasil
suhu kering (DB) dan pengukur ke suhu bola (GT) kemudian hasil
disiapkan.
Anemometer digunakan.
selama 1 menit.
e. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban maksimal dibaca dan dicatat
PEMBAHASAN
B. Hasil
Tabel 4.1
Hasil Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) Di
Laboratorium Kimia Biofisik Terpadu dan Lapangan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 2022
Pengukuran Percobaan (°C)
WB DB GT WBGT
Outdoor 12,7 31,3 115,5 69,7
Indoor 12,7 - 118,5 70,6
Sumber : Data Primer, 2022
41
42
Keterangan:
WB : Termometer bola basah
DB : Termometer bola kering
GT : Termometer radiasi
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada pengkuran indoor dan
outdoor menggunakan termometer bola basah, didapatkan hasil yang sama
yaitu 12,7°C. Sedangkan pada hasil pengukuran GT dan WBGT, dapat
dilihat bahwa terdapat perbedaan di indoor, yang lebih tinggi dari pada
Indoor yaitu masing-masing 118°C dan 115,5°C dengan menggunakan
termometer radiasi atau GT, serta 70,6 °C dan 69,7°C menggunakan
WBGT
Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) juga dapat dihitung dengan
menggunakan rumus, setelah didapatkan hasil pengukuran pada WB, GT
dan DB dengan cara sebagai berikut:
= (9,59 + 9,18)
= 44,44 °C
Tabel 4.3
Pengukuran Kelembapan Udara dan Suhu dengan Hygrometer di
Laboratorium Kimia Biofisik Terpadu Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin 2022
C. Pembahasan
Alat yang digunakan untuk mengukur iklim kerja ada dua yaitu The
Wibget Heat stress Monitor RS-214. The Wibget Heat stress Monitor RS-
214 digunakan untuk mengukur ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola). The
Wibget Heat stress Monitor RS-214 dioperasikan dengan cara ketiga
termometer yaitu Wet Bulb Temperature, Dry Bulb Temperature dan
Globe Bulb Temperature dipasang pada posisi masing-masing. Adapun
45
telah melebihi atau > 0.1 m/s yang menjadikan tempat tersebut dalam
kategori nyaman dikarenakan ada pergerakan udara. Desain ventilasi yang
baik dapat memberikan udara segar untuk meningkatkan lingkungan kerja
yang nyaman dan penyaluran udara yang baik, oleh karena itu diperlukan
perhitungan untuk optimalisasi terhadap sistem ventilasi (Bungo dan
Heriyadi, 2021)
dan bahan bangunan harus tetap terjaga agar air tidak masuk, system
ventilasi harus didesain agar dapat mencegah adanya genangan air di
dalamnya serta selalu dibersihkan secara periodik dengan bahan anti
mikroba (Dewi, Raharjo, & Wahyuningsih, 2021).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
data yakni:
B. Saran
1. Dosen
2. Asisten Laboratorium
mahasiswa kebingungan.
51
3. Pekerja
keringat.
52
DAFTAR PUSTAKA
Khofiyya, A. N., Suwondo, A., & Jayanti, S. 2019. Hubungan Beban Kerja, Iklim
Kerja, dan Postur Kerja Terhadap Keluhan Musculoskeletal pada Pekerja
Baggage Handling Service Bandara. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal), 7(4), hal. 619-625.
Lantara, A. N. F. 2019. The effect of the organizational communication climate
and work enthusiasm on employee performance. Management Science
Letters, hal. 1243–1256.
Manullang, K, H. 2018. Pengaruh Iklim Kerja Panas terhadap Kelelahan Kerja
pada Pekerja di Bagian Produksi PTPN IV Unit Usaha Adolina
Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2018. Medan: Univeritas Sumatera
Utara.
Merry, S., Sahri, M. 2019. Evaluasi Iklim Kerja di Bagian Produksi pada Industri
Keramik di Wilayah Gresik. ARTERI: Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(1), hal.
29-35.
Merry, S., Rhomadhoni, M. N. 2020. Gambaran dan Pengendalian Iklim Kerja
dengan Keluhan Kesehatan pada Pekerja. Medical Technology and
Public Health Journal, 4(2), hal. 171-180.
Nilamsari, N., Damayanti, R., Nawawinetu, E, D. 2018. Hubungan Masa Kerja
dan Usia dengan Tingkat Hidrasi Pekerja Perajin Manik-manik di
Kabupaten Jombang. Jurnal Kesehatan Terpadu (Integrated Health
Journal), 9(2), hal. 64.
Nofianti, W, D. 2019. Hubungan Masa Kerja, Beban Kerja, Konsumsi Air Minum
dan Kesehatan dengan Heat Strain pada Pekerja Area Kerja Pt. Barata
Indonesia (Persero) Pabrik Tegal. Under Graduates thesis, Universitas
Negeri Semarang.
Nofianti, W. D., Koesyanto, H. 2019. Masa Kerja, Beban Kerja, Konsumsi Air
Minum dan Status Kesehatan dengan Regangan Panas pada Pekerja Area
Kerja. HIGEIA (Journal of Public Health Research and
Development), 3(4), hal. 524-533.
Nurhaslia, A. A., & Hajrah. 2019. Studi Analitik Kecelakaan Kerja pada
Karyawan di PT. Maruki International Indonesia Kota Makassar. Celebes
Health Journal, 1(2), hal. 121-131.
Natalia., Saelan., & Potabunga, I. N. U. S. 2021. Hubungan Kejadian Kecelakaan
Kerja dengan Tingkat Pengetahuan Penanganan Kecelakaan Kerja
Dipabrik Kayu, Surakarta: Universitas Kusuma Husada Surakarta
Ningsih, S., & Febriyanto, K. 2021. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja pada Penyelam Tradisional di Pulau Derawan, Borneo
Student Research, 2(3), hal. 1892-1899.
Prastyawati, E. F. 2018. Tekanan Panas, Faktor Pekerja dan Beban Kerja dengan
Kejadian Heat Strain pada Pekerja Pembuat Kerupuk (Studi di Industri
Kerupuk Kelurahan Giri Kabupaten Banyuwangi). Under Graduates
thesis, Universitas Jember.
Ridasta, B. A. 2020. Penilaian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di Laboratorium Kimia. HIGEIA (Journal of Public Health
Research and Development), 4(1), hal. 64-75.
54
LAMPIRAN
a. 4 in 1 Environmental Tester
a. 4 in 1 Environmental Tester