Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PRAKTIKUM

IKLIM KERJA

KELOMPOK III

MARSELIN PILLA K011201001


ZHAFIRA KHAERUNNISA K011201006
ALFIAH ASHILA ACHMAD K011201021
FAHRI ADIL SINOHADJI K011201040
ANDI RATU BATARA ACHDAR K011201063
TARISKA K011201078
GABRYELLA LAURA MONGAN K011201149
ANASTASYA ELMA PANGGO K011201155
MARLIN K011201184
VINCENT ARYA PUTRA K011201201

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga Laporan Praktikum Iklim Kerja ini dapat selesai tepat
pada waktunya.
Laporan ini disusun sebagai pelengkap tugas mata kuliah Praktikum K3.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian laporan ini tidak luput dari bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah memberikan masukan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada dosen pembimbing dan asisten laboratorium mata kuliah
Praktikum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajian, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.

Makassar,29 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Praktikum 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12
A. Tinjauan Umum tentang Iklim Kerja 12
B. Tinjauan Umum tentang Jenis-Jenis Iklim Kerja 14
C. Tinjauan Umum tentang Dampak Iklim Kerja 17
D. Tinjauan Umum tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja 20
E. Tinjauan Umum tentang Pengendalian Iklim Kerja 21
BAB III METODE PRAKTIKUM 24
A. Metode Praktikum 24
B. Lokasi dan Waktu Praktikum 24
C. Instrumen Praktikum 24
D. Prinsip kerja 27
E. Prosedur Kerja 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32
A. Gambaran Umum Lokasi Praktikum 32
B. Hasil 32
C. Pembahasan 35
BAB V PENUTUP 41
A. Kesimpulan 41
B. Saran 42
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 47

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) 24
Tabel 2. Hasil Pengukuran Kecepatan Kngin dan Suhu 25
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kelembapan Udara dan Suhu 26

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214 17
Gambar 2. Wet Bulb Temperature (WB) 18
Gambar 3. Dry Bulb Temperature (DB) 18
Gambar 4. Globe Bulb Temperature (GT) 18
Gambar 5. 4 in 1 Environmental Tester 19
Gambar 6. Sensor Hygrometer 19
Gambar 7. Stopwatch 19
Gambar 8. 4 in 1 Environmental Tester 20
Gambar 9. Stopwatch 20

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu gagasan dan upaya

untuk menjamin keutuhan fisik dan mental tenaga kerja untuk mencapai daya

tahan fisik, kapasitas kerja, dan derajat kesehatan yang tinggi dengan tujuan

untuk memelihara keselamatan dan kesejahteraan. Menerapkan konsep K3

berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja yang dilakukan dan dapat

meningkatkan kinerja individu karyawan menjadi lebih baik. Penerapan

konsep K3 yang tepat dapat meminimalkan risiko kecelakaan kerja yang

dapat merugikan tenaga kerja dan mempengaruhi produktivitas tenaga kerja.

Pentingnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di dunia kerja

dapat dibuktikan dan dievaluasi melalui penelitian sebelumnya. Dengan

menilai pentingnya K3 dalam dunia kerja, pelatihan kejuruan sebagai jenjang

pendidikan untuk mempersiapkan lulusan masa depan untuk praktik

profesional menetapkan konsep K3 dalam proses pendidikan, tergantung pada

program kemampuannya (Widyawati, 2020).

Kesehatan dan keselamatan kerja dihadirkan sebagai perlindungan untuk

memastikan bahwa karyawan dan pekerja merasa aman dan nyaman,

memungkinkan penggunaan semua produk produksi secara aman dan efisien.

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan dasar untuk menjaga

keselamatan dan kenyamanan pekerja yang menjadi tanggung jawab pemberi

kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja memegang peranan penting bagi

1
2

perusahaan karena dampak buruk kecelakaan kerja tidak hanya berdampak

pada pekerja tetapi juga perusahaan, dan kesehatan dan keselamatan kerja

memungkinkan pekerja dan pekerja untuk menggunakannya dengan aman,

sehat dan nyaman, semua sumber daya yang efisien, aman dan efisien. Secara

umum, ada dua faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu faktor

individu lingkungan mereka. Perilaku berbahaya karena ketidakpatuhan

terhadap peraturan, dan faktor individu terkait dengan kondisi kerja yang

menyebabkan beberapa kejadian tak terduga yang menyebabkan kecelakaan

kerja (Sinaga & Bernarto, 2021).

Lingkungan kerja merupakan kombinasi dari suhu kerja, kelembaban,

pergerakan udara, kecepatan udara, dan suhu radiasi area kerja. Iklim kerja

dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas tanpa memenuhi standar yang

ditetapkan, yang tentunya mempengaruhi kapasitas kerja karyawan. Cuaca

atau lingkungan kerja yang buruk terkait dengan jenis pekerjaan akan sangat

membingungkan pekerja. Tubuh manusia memiliki sistem termoregulasi yang

dapat menjaga suhu tubuh manusia (suhu konstan). Keseimbangan yang

dihasilkan antara panas yang dihasilkan oleh tubuh sebagai hasil dari proses

metabolisme dengan pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan disebut

homeotermik, sistem panas dalam tubuh tergantung pada aktivitas fisik

seseorang, makanan yang dimakan, dan waktu suhu tubuh (demam)

(Hardianto, 2020).

Tingkat kesehatan dan produktivitas pekerja dipengaruhi oleh banyak

faktor, salah satunya adalah kecukupan asupan energi harian pekerja. Gizi
3

buruk dan gizi lebih merupakan masalah gizi yang perlu ditangani pada

kelompok usia dewasa. Asupan energi yang tidak mencukupi atau tidak

mencukupi dapat disebabkan oleh beban kerja, stres kerja, aktivitas fisik, dan

lingkungan kerja. Stres kerja adalah rasa tekanan karyawan untuk

menghadapi pekerjaan yang disebabkan oleh stresor akibat lingkungan kerja

seperti faktor lingkungan, organisasi dan pribadi. Telah ditemukan bahwa

stres kerja dapat mempengaruhi asupan makanan dalam dua arah yaitu

peningkatan atau penurunan asupan makanan (Wardhani dkk., 2021).

Produktivitas tenaga kerja dapat tercapai apabila karyawan merasa

nyaman dengan lingkungan kerjanya. Suhu udara merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan kerja, untuk itu, pengusaha

perlu memperhatikan kondisi iklim lingkungan kerja. Menurut Peraturan

Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 2018, pekerja dapat bekerja dengan

nyaman pada suhu ruangan 23°C hingga 26°C dan kelembapan 40% hingga

60%. Tetapi pada dasarnya, manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi

dengan lingkungan yang lebih dingin dan lebih panas dalam batas-batasnya.

Batas lingkungan kerja panas dapat ditoleransi pekerja yang dipengaruhi oleh

beban kerja dan persentase jam kerja per jam (Zulhanda dkk., 2021).

Disiplin kerja dapat digambarkan sebagai sikap hormat dan kepatuhan

terhadap berbagai aturan tertulis dan tidak tertulis yang berlaku, serta

kemampuan untuk melaksanakan aturan tersebut dan tidak melanggar

pemenuhan kewajiban dan wewenang yang diberikan kepadanya. Tujuan

utama penerapan disiplin pada karyawan adalah untuk memaksimalkan hasil


4

kerja dengan mengurangi waktu dan tenaga yang terbuang. Penerapan disiplin

bertujuan untuk menghormati jam kerja, menyelesaikan perbedaan antar

karyawan, dan mengkoordinasikan perilaku untuk mencegah ketidaktaatan

yang menyebabkan konflik di lingkungan kerja. Selain itu, lingkungan kerja

merupakan adaptasi dari konsep iklim organisasi, yaitu kualitas lingkungan

internal suatu organisasi atau perusahaan, yang secara terus menerus dialami

oleh karyawan, mempengaruhi perilakunya, dan organisasinya. Suasana

tempat kerja adalah persepsi karyawan, tetap berhubungan dengan perusahaan

tentang apa yang terjadi dan apa yang terjadi di lingkungan internal

perusahaan dan mempengaruhi sikap dan perilaku di tempat kerja (Soetjipto

dkk., 2020).

Penilaian kinerja merupakan suatu metode yang dapat digunakan

organisasi untuk mengetahui dan menilai seberapa puas karyawannya

terhadap pekerjaan dan pekerjaannya di lingkungan kerja. Alasan

dilakukannya evaluasi adalah untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan

dengan mengakui hasil kerja karyawan. Menilai kepuasan karyawan terhadap

suatu pekerjaan dapat dipahami dari sikap individu terhadap pekerjaan yang

dilakukan semakin banyak aspek pekerjaan yang sesuai dengan keinginan

individu, semakin tinggi kepuasannya. Dengan meningkatkan kepuasan kerja,

karyawan diharapkan dapat memberikan tingkat kinerja karyawan yang

tinggi. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa tidak hanya keterampilan

karyawan yang dibutuhkan dalam bekerja, tetapi kepuasan kerja juga


5

memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan

(Lantara, 2019).

Ketika energi panas masuk ke lingkungan kerja, dapat menyebabkan

perubahan iklim di lingkungan kerja. Perubahan iklim/cuaca menyebabkan

stres termal, yang diterima sebagai stres termal tambahan oleh pekerja yang

bekerja di lingkungan kerja, yang memiliki banyak efek buruk pada pekerja

baik berupa gangguan tenaga kerja (kinerja kerja) maupun gangguan

kesehatan. Pekerja di lingkungan yang panas seperti bekerja di luar ruangan

dekat tanur tinggi, peleburan, boiler, oven, tanur pemanas, atau di bawah terik

matahari dapat menyebabkan stres termal. Selama beraktivitas di lingkungan

yang panas, tubuh bereaksi secara otomatis untuk mempertahankan kisaran

panas sekitar dengan menyeimbangkan panas yang diterima dari luar tubuh

dengan panas yang hilang di dalam tubuh (Nofianti & Koesyanto, 2019).

Secara umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja

dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, baik internal maupun

eksternal. Faktor stres internal meliputi faktor fisik (jenis kelamin, usia,

ukuran tubuh, kesehatan, nutrisi, dll) dan faktor psikologis (motivasi,

persepsi, keyakinan, keinginan, kepuasan, dll). Faktor eksternal adalah bagian

dari beban kerja, tetapi begitu juga tugas, organisasi kerja, dan lingkungan

kerja. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang mengelilingi tenaga kerja

dan dapat mempengaruhi kinerja tugas yang diberikan. Lingkungan kerja

yang nyaman memungkinkan pekerja untuk membiasakan diri dengan

pekerjaannya, sehingga dapat bekerja keras, tidak mudah sakit, lebih fokus,
6

dan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat sesuai dengan tujuannya

(Giri dkk., 2018).

Menurut International Labor Organization (ILO) pada tahun 2018, lebih

dari 1,8 juta kematian terkait pekerjaan terjadi setiap tahun di kawasan Asia-

Pasifik. Faktanya, dua pertiga kematian terkait pekerjaan di dunia terjadi di

Asia. 2,78 juta pekerja meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja. Sekitar 2,4 juta (86,3%) kematian tersebut disebabkan

oleh penyakit akibat kerja, sedangkan lebih dari 380,00 (13,7%) disebabkan

oleh kecelakaan kerja. Di Indonesia, angka kecelakaan kerja dalam beberapa

tahun terakhir belum menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, data kecelakaan kerja pada

triwulan I 2018 meningkat menjadi 5.318, 87 orang meninggal dunia, 52

pekerja luka-luka, dan 1.361 pekerja mengalami kecelakaan kerja, dengan

data kecelakaan kerja triwulan I 2018 meningkat dibandingkan periode yang

sama tahun lalu (Ridasta, 2020).

Di Amerika Serikat, satu penelitian menemukan bahwa kecelakaan fatal

meningkat antara pukul 14:00 dan 16:00, terhitung 21,6% dari semua

kecelakaan fatal. Paparan yang terlalu lama terhadap panas dan kelembaban

yang hebat dapat mengurangi energi pekerja, fokus pada pekerjaan,

meningkatkan iritabilitas, dan mengembangkan penyakit yang berhubungan

dengan panas. Pada tahun 2015, 17 pekerja konstruksi meninggal karena

faktor yang berhubungan dengan panas, menurut data dan statistik lain yang

dikumpulkan oleh Pusat Penelitian dan Pelatihan Konstruksi Amerika Serikat,


7

sebagian besar kecelakaan proyek terjadi pada siang hari dari pukul 11:00

hingga 17:00. Oleh karena itu, efek langsung dari tegangan termal tidak dapat

diabaikan, karena proyek terletak di daerah dengan kondisi iklim panas dan

biasanya memiliki waktu kejadian kecelakaan tertinggi (11:00 pagi hingga

5:00 sore). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 40% pekerja terpilih

berada di atas ambang batas dan di bawah kadar hipertensi, tekanan darah

para pekerja ini selanjutnya dapat dipengaruhi oleh stres panas dan pekerjaan

yang menuntut fisik mereka (Umar & Egbu, 2020).

Salah satu faktor yang ada dalam lingkungan kerja adalah iklim kerja.

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), sejak Oktober 2000,

program psikiatri dalam angkatan kerja di beberapa negara, termasuk

Finlandia, Jerman, Polandia, Inggris dan Amerika Serikat, menimbulkan stres

di tempat kerja. Lingkungan kerja dengan suhu di bawah atau di atas batas

normal akan memperlambat pekerjaan, dapat menyebabkan depresi berat

pada pekerja dan meningkatkan jumlah kasus penyakit mental. Satu dari

sepuluh pekerja dilaporkan menderita depresi, kecemasan, stres dan

kehilangan semangat. Dalam beberapa kasus, ini dapat menyebabkan pekerja

kehilangan pekerjaan atau dirawat di rumah sakit (Widyastuti, 2018).

Menurut data dari ASEAN OSHNET tahun 2017 menunjukkan bahwa

pada ASEAN sendiri sektor kehutanan memiliki risiko kecelakaan kedua

setelah sektor konstruksi yang tinggi yaitu sebanyak 16.835 kasus.

Berdasarkan data kecelakaan kerja di Indonesia pada tahun 2016-2018,

selama 3 tahun terakhir ini terjadi 81 kasus kecelakaan kerja dibidang


8

kehutanan yang meliputi: luka ringan, luka sedang, dan luka berat. Sedangkan

prevalensi data di Amerika Serikat menurut National safety councill rata-rata

terjadi lebih dari 10.000 kasus kecelakaan kerja fatal dan lebih dari 2.000.000

kasus terjadi setiap tahun dengan kerugianmencapai lebih dari 65 milyar USD

(Natalia, Saelan & Potabunga, 2021).

Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pada tahun 2017

jumlah kecelakaan kerja mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada

tahun 2017 terdapat kecelakaan kerja sebanyak 123 ribu kasus dengan klaim

lebih dari Rp971 miliar. Meningkat dari tahun 2016 dengan nilai klaim hanya

Rp.792 miliar lebih. Dari total jumlah kecelakaan kerja tersebut, konstruksi

merupakan penyumbang angka kecelakaan kerja terbesar di Indonesia.

Depnakertrans telah mencatat 86.693 kasus kecelakaan kerja yang ada di

Indonesia, dimana sebanyak 31,9% pada sektor konstruksi, sebanyak 31,6%

pada sektor manufacture, sebanyak 9,3% pada sektor transportasi, sebanyak

3,6% pada sektor kehutanan, sebanyak 2,6% pada sektor pertambangan dan

sebanyak 20% untuk sektor lain-lain pada tahun 2010 (Dianawati &

Nawawinetu, 2018).

Survei Kementerian Kesehatan di Indonesia, diketahui 40,5% pekerja

mengalami sakit berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya.

Berdasarkan penelitian terhadap 482 pekerja di 12 kota di Indonesia,

ditemukan masalah kesehatan yang dialami pekerja umumnya berupa

gangguan muskuloskeletal sebanyak 16%. Musculoskeletal Disorder adalah

akumulasi cedera dan nyeri yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang
9

ditandai dengan cedera pada otot, tendon, tulang rawan, ligamen, kerangka,

sistem vaskular, dan saraf. Pekerjaan, lingkungan kerja, dan kinerja dalam

melakukan pekerjaan merupakan penyebab dari gangguan MSDs (Khofiyya,

Suwondo & Jayanti, 2019).

Karyawan PT. Arwana Anugrah Keramik, Tbk bekerja di 5 lingkungan

kerja yang berbeda. Hasil survei menunjukkan hingga 49 karyawan terpapar

lingkungan kerja yang panas. Uji statistic Fisher’s Exact menunjukkan p-

value = 0,004, menunjukkan hubungan yang signifikan antara lingkungan

kerja yang panas dan kelelahan kerja karyawan PT. Arwana Anugrah

Keramik, Tbk. Karena suhu lingkungan yang tinggi, suhu tubuh seseorang

dapat meningkat, saat suhu tubuh seseorang naik, hipotalamus otak

merangsang kelenjar keringat untuk mengeluarkan keringat, keringat

berlebihan menyebabkan dehidrasi dalam tubuh dan menurunkan kadar ion

natrium dan klorida dalam tubuh. Hal ini dapat menghambat transportasi

glukosa untuk energi dan suplai darah ke organ tubuh yang menyebabkan

penurunan kontraksi otot dan menyebabkan tubuh menjadi lelah (Juliana,

Camelia & Rahmiwati, 2018).

Pada tahun 2015, Sulawesi Utara menjadi negara bagian Indonesia yang

paling banyak mengalami kasus kecelakaan akibat kerja tertinggi yaitu 5.574

kasus kecelakaan kerja. Penelitian yang dilakukan pada bulan Oktober hingga

November 2021 terhadap 264 nelayan yang berada di lokasi penelitian dan

bersedia menjadi responden. Prevalensi kecelakaan kerja pada nelayan di

Kota Manado Sulawesi Utara yaitu sebanyak 187 responden (70,8%).


10

Berdasarkan jenis kecelakaan yang dialami dapat dilihat bahwa yang

terbanyak ialah mengalami luka sebanyak 126 responden (47,7%), sedangkan

untuk bagian tubuh yang mengalami cedera paling banyak ialah pada bagian

tangan yaitu sebanyak 98 responden (37,1%) (Suhartoyo, Sumampouw &

Rampengan, 2019).

Pada wilayah Sulawesi Selatan, angka kecelakaan kerja tahun 2014

berdasarkan data terakhir yang diperoleh dari Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Ketenagakerjaan (BPJS) mencatat selama periode Januari-Mei 2014

terjadi 150 kasus kecelakaan kerja. Dengan rincian pada Januari ada 30 kasus,

Februari 43 kasus, 24 Maret kasus, April 35 kasus, dan Mei 18 kasus

kecelakaan kerja, tahun 2015 ada 780 kasus, tahun 2016 sedikit menurun 747

kasus, namun meningkat drastis di tahun 2017 menjadi 943 kasus.

Berdasarkan data dari Klinik PT. Maruki International Indonesia menemukan

jumlah kecelakaan kerja pada tahun 2014 sebanyak 13 kasus, tahun 2015

sebanyak 15 kasus, tahun 2016 sebanyak 9 kasus, dan tahun 2017 sebanyak 9

kasus. Kecelakaan kerja berupa kecelakaan kerja ringan dan berat seperti

tangan terpotong, terpotong, paku tertusuk kayu dan lain-lain, dan kejadian

tersebut karena pelaksanaan K3 yang belum maksimal di tempat kerja

termasuk perilaku pekerja yang tidak sesuai dengan standar K3 (Unsafe

Action dan Unsafe Condition) (Nurhaslia, Alim & Hajrah, 2019).

Hasil penelitian berada di area hot press dan laminating PT. Maruki

Internasional Indonesia Makassar menemukan bahwa sebagian besar pekerja

berisiko tinggi mengalami gangguan kesehatan, dengan risiko tertinggi


11

adalah gangguan fungsi tubuh, dehidrasi, cedera akibat kerja, sesak napas,

tuli, dan stres kerja. Karyawan yang mengalami stres panas membuktikan

bahwa di Pabrik Bagian I, area hot press dan laminating, persentase 50% dari

20 karyawan memiliki tempat kerja yang cukup panas. Suhu area hot press

adalah 32,4°C dan suhu area laminating adalah 31,5°C. Alat-alat yang

digunakan untuk melakukan pekerjaan cukup panas dan dapat mempengaruhi

kinerja pekerja dan membuat tempat kerja menjadi tidak nyaman (Yuli,

Fachrin & Baharuddin, 2021).

Hasil penelitian di RS Ibnu Sina Makassar menunjukkan bahwa dari 60

responden perawat yang mengatakan iklim kerja baik terdapat 47 responden

(78.3%) dan iklim kerja dalam kategori kurang baik sebanyak 13 responden

(21.7%). Menunjukkan bahwa dari 60 responden yang memiliki kinerja

dalam kategori baik sebanyak 53 responden (88.3%), dan yang memiliki

kinerja yang kurang baik sebanyak 7 responden (11.7%). 60 responden yang

memiliki distribusi tertinggi yakni iklim kerja yang baik dengan kinerja

perawat yang baik sebanyak 45 orang (75,0%), dan responden yang iklim

kerja dalam kategori kurang baik dengan kinerja perawat yang baik sebanyak

8 orang (13,3%), kemudian terdapat sebanyak 5 orang (8,3%) yang dalam

kategori iklim kerja yang kurang baik dengan kinerja perawat yang kurang

baik, dan distribusi terendah ialah kategori iklim kerja yang baik dengan

kinerja perawat yang kurang baik sebanyak 2 orang (3,3%) (Suriyani, Lusiana

& Mulyani, 2021).


12

Dapat disimpulkan dari beberapa uraian diatas bahwa iklim kerja dapat

mempengaruhi kesehatan dan produktifitas para pekerja. Sehingga pada

pengukuran iklim kerja ini akan dilakukan di dua tempat yakni indoor dan

outdoor, yaitu di dalam ruang Laboratorium Terpadu Kimia Biofisik Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, dan outdoor Lapangan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Pengaruh yang

signifikan ini memiliki makna yang lebih baik, iklim komunikasi organisasi,

semakin baik kinerja karyawannya. Sebaliknya, semakin rendah iklim

komunikasi organisasi, kinerja karyawan semakin buruk.

B. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui cara pengukuran iklim kerja dengan pengoperasian

alat ukur The WIBGET Heat Stress Monitor RSS-214, Anemometer

Lutron LM-8000A, dan Hygrometer Lutron LM-8000A.

2. Untuk mengetahui kecepatan dan kelembaban udara pada lingkungakerja

di dalam ruangan Laboratorium Terpadu Kimia Biofisik Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dan lapangan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Iklim Kerja

Menurut Koesyanto (2014) dalam Nofianti dan Koesyanto (2019)

menyatakan bahwa iklim kerja adalah suatu perpaduan dari suhu udara,

kelembapan, kecepatan aliran gerakan dan suhu radiasi. Keadaan kerja yang

tidak aman dan nyaman yakni tidak sesuai dengan standar persyaratan

berisiko menimbulkan penurunan kapasitas kerja yang akan berdampak pada

semangat kerja para pekerja. Dewasa ini perkembangan teknologi dan proses

produksi dalam industri yang semakin canggih menghasilkan kerja yang

mempunyai iklim atau keadaan tertentu yang dikenal dengan iklim kerja

(Nofianti & Koesyanto, 2019).

Iklim kerja adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan kerja di dalam

organisasi yang dapat dilihat dan dirasakan, baik itu yang bersifat positif

maupun yang bersifat negatif. Setiap orang mempunyai pandangan yang

berbeda-beda tentang lingkungan kerjanya. Hal tersebut akan berdampak

pada semangat kerja seseorang dalam menjalankan pekerjannya. Iklim kerja

merupakan kondisi atmosfer ditempat kerja yang dirasakan oleh pekerja atau

dengan kata lain iklim kerja dapat diartikan sebagai hal-hal yang dirasakan

saat bekerja di suatu tempat kerja. Hal tersebut tentunya sangat berkaitan

dengan iklim kerja, motivasi dan kinerja seperti praktek kepemimpinan dan

manajemen yang menawarkan kejelasan (clarity), dorongan (support) dan

tantangan (challenge) yang berpotensi mendorong terbentuknya iklim kerja

12
13

yang positif, iklim kerja yang positif dapat berpengaruh terhadap peningkatan

usaha dari pekerja untuk bekerja dan hal tersebut kadang ditemukan pada

pekerja yang bekerja melampaui harapan terhadap dirinya (Yusaini & Utama,

2020).

Menurut Hasibuan (2000) dalam Damanik (2019) menyatakan bahwa

iklim kerja juga merupakan salah satu hal yang sangat penting terhadap

kepuasan kerja yang menyenangkan karena dapat menimbulkan rasa puas

bagi staf-staf dalam melaksanakan pekerjaanya. Penyediaan sarana dan

prasarana sebagai pendorong keberhasilan kerja khusunya dalam menjalankan

pekerjaan tertentu (Damanik, 2019). Mewujudkan iklim kerja yang kondusif

sangat penting karena dapat berpengaruh kepada kenyamanan dan

produktifitas para pekerja di lingkungan kerja. Jika iklim kerja yang dirasakan

dalam lingkungan kerja baik maka akan semakin tinggi pula kepuasan kerja

yang dirasakan. Litwin dan Mayer membagi iklim kerja menjadi enam

dimensi yakni Flexibility Conformity, Responsibility, Standards, Rewards,

Clarity dan Team spirit pembagian dimensi ini dapat mewujudkan dimensi

iklim yang baik jika dijalankan dengan sebagai mana mestinya (Subagia,

Yudana & Divayana, 2019).

Kondisi Iklim kerja yang tidak nyaman yang tidak sesuai dengan standar

yang telah ditentukan berakibat pada penurunan performa kerja yang

berdampak pada produktifitas atau kualitas para pekerja. Adapun suhu udara

yang bersifat normal bagi orang Indonesia berkisar dari 24 0C–260C dengan

selisih suhu didalam dan diluar tidak melebihi 5 0C. Faktor fisik iklim kerja
14

dilingkungan industri atau tempat kerja lebih dominan memberikan pengaruh

terhadap lingkungan sekelilingnya dan yang paling bahaya dapat berdampak

langsung terhadap tenaga kerja yang diakibatkan oleh suhu udara,

kelembaban, kecepatan gerak udara dan panas radiasi (Sunaryo & Sahri,

2019).

Iklim kerja sebenarnya bisa dikatakan sebagai keadaan lingkungan kerja

yang dirasakan oleh pekerja ditempat kerja. Faktor-faktor yang dapat

membangun iklim kerja yakni adanya struktur organisasi, lingkungan

eksternal dan teknologi, ini telah diteliti mengenai iklim kerja dan tingkat

kinerja yang menjadi variabelnya (Riyanti dkk., 2021). Iklim kerja sebagai

faktor eksternal dapat meyebabkan terjadinya peregangan otot yang berisiko

menimbulkan nyeri pada tulang sehingga hal tersebut harus perlu

diperhatikan agar para pekerja dapat terhindar dari gangguan kesehatan. Iklim

kerja yang melampaui nilai ambang batas berdampak pada penurunan

kapasitas dan produktifitas kerja karena terjadi rasa tidak nyaman pada

pekerja (Khofiyya, Suwondo & Jayanti, 2019).

B. Tinjauan Umum tentang Jenis-Jenis Iklim Kerja

Berdasarkan jenisnya iklim kerja terbagi menjadi dua yaitu iklim kerja

panas dan iklim kerja dingin, berikut penjelasannya:

1 Iklim kerja panas

Menurut Suma’mur (2014) dalam Salsabila (2021) iklim kerja panas

adalah suatu energi panas yang terbentuk dari sumber panas kemudian

dipancarkan baik secara langsung maupun tidak langsung yang kemudian


15

masuk kedalam lingkungan kerja. Kondisi tersebut menjadi beban

tambahan bagi para pekerja karena paparan dari iklim kerja panas.

Tekanan panas dapat berupa perpaduan dari suhu udara, kelembapan

udara, kecepatan aliran udara dan panas radiasi yang diikuti oleh produksi

panas dari dalam tubuh tenaga kerja (Salsabila, 2021).

Sejatinya panas yang dihasilkan oleh seseorang akan dikeluarkan dari

dalam tubuh melalui sebuah proses aktivitas tubuh keluar tubuh. Faktor

yang menimbulkan panas dalam tubuh yakni melalui kegiatan seperti

aktivitas fisik, hormon maupun metabolisme dalam tubuh. Seseorang yang

sering bergerak tingkat panas dalam tubuhnya juga akan semakin tinggi

sehingga ketika suhu tubuh seseorang meningkat yakni melampaui suhu

normal yang berkisar 360C–380C menyebabkan tubuh akan bereaksi

sebagai respon agar mengilangkan panas yang berlebih. Tetapi, jika panas

tubuh lebih besar daripada kecepatan tubuh dalam meminimalisir panas

maka sesorang akan mengalami tekanan panas akibat dari suhu tubuh yang

telah melampaui kecepatan tubuh mengontrol panas. Respon tubuh

terhadap peningkatan suhu tubuh dengan mengeluarkan panas melalui

pengeluaran keringat dipacu oleh peningkatan denyut jantung

(Prastyawati, 2018).

Faktor-faktor yang menyebabkan pertukaran panas menurut

Grandjean (1986) dan Narmianto (2003) dalam Manullang (2018) yaitu:

a. Konduksi merupakan peristiwa perpindahan energi panas dari tubuh

ke benda yang sedang menempel atau tertempel dikulit.


16

b. Konveksi adalah proses pertukaran panas yang dapat ditinjau dari

perbedaan temperatur kulit dengan gerakan udara luar.

c. Evaporasi keringat, ialah proses pengeluaran atau penguapan keringat

yang dapat menurunkan panas tubuh. Seseorang akan menguapkan

keringat sekitar satu liter dalam sehari yang setara dengan 600 Kcals.

Temperatur panas yang tinggi akan mengaktifkan kelenjar keringat

yang menyebabkan pengeluaran keringat.

d. Radiasi, tubuh yang panas akan menyalurkan gelombang

elektromagnetik yang nantinya akan menimbulkan atau menghasilkan

panas.

1 Iklim kerja dingin

Dikatakan iklim kerja dingin jika temperatur suhu udara dingin yakni

suhu lingkungan kerja berada pada kisaran <240C. Pengaruh dari iklim

kerja yang dingin menyebabkan penurunan performa kerja akibat dari

kurangnya koordinasi otot dan kaku yang berdampak pada tingkat

kelelahan pekerja (Puspitasari, 2020). Cara mencegah gangguan

kesehatan akibat iklim kerja yang dingin ialah dengan menggunakan

pakaian yang dapat melindungi tubuh, pemeriksaan kesehatan secara

berkala dan menyeleksi pekerja yang memiliki kondisi tubuh yang sehat

(Nofianti, 2019).

Iklim kerja dingin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan iklim

kerja panas. Permasalahan tersebut dapat ditanggulangi dengan

menggunakan pakaian pelindung dan menjaga tubuh tetap sehat dan


17

bugar. Tolak ukur yang digunakan untuk mengevaluasi iklim kerja yakni

menggunakan WBGT (wet bulb blobe temperature) hal ini telah menjadi

suatu ketetapan (Sunaryo & Rhomadhoni, 2020).

C. Tinjauan Umum Tentang Dampak Iklim Kerja

Dampak iklim kerja panas:

1. Heat cramps

Heat cramps merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya

peningkatan panas dalam tubuh. Heat cramps pada pekerja ditandai

dengan beberapa keluhan seperti kejang otot yang diakibatkan karena

tubuh kehilangan banyak cairan dan garam natrium. Akibat yang bisa

ditimbulkan yaitu kecenderungan sirkulasi jantung kurang adequate atau

jantung yang tidak bekerja secara optimal, kram otot, kram pada bagian

kaki, kram perut, dan keringat yang berlebihaan (Arianto & Prasetyowati,

2019).

2. Heat stress

Heat stress atau tekanan panas adalah total dari beban panas yang

diterima oleh tubuh pekerja yang disebabkan oleh faktor beban kerja fisik,

faktor suhu lingkungan kerja, dan faktor pakaian yang digunakan oleh

pekerja. Dampak kesehatan yang dapat dirasakan oleh pekerja adalah

dehidrasi. Dehidrasi dapat terjadi karena penguapan yang berlebihan

sehingga berdampak pada penurunan volume darah yang menyebabkan

otak kekurangan akan kekurangan oksigen (Sunaryo & Rhomadhoni,

2020).
18

3. Dehidrasi

Dehidrasi adalah keadaan yang menggambarkan kondisi

ketidakseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi disebabkan karena

tubuh kehilangan cairan dan pendarahan. Penyabab lainnya yaitu karena

peningkatan kebutuhan cairan tubuh akibat suhu lingkungan yang tinggi

dan aktivitas ekstrim. Dehidrasi sedang terjadi saat tubuh kehilangan 2%

cairan dari berat badan dan akan mengakibatkan tubuh lemas dan kurang

tenaga karena produksi energi yang tidak mencukupi. Kejadian dehidrasi

pada pekerja akan menyebabkan kemampuan kinerja menurun, baik itu

kemampuan fisik atau kemampuan berpikir. Dehidrasi parah terjadi ketika

seseorang tidak mengonsumsi cairan yang cukup dan mengalami

penurunan jumlah cairan tubuh sampai 10% dan dapat berdampak pada

kematian (Nilamsari, Damayanti & Nawawinetu, 2018).

4. Heat Exhaustion

Heat exhaustion terjadi karena lingkungan yang panas dan

mengakibatkan tubuh akan mengeluarkan keringat yang berlebihan. Hal

ini menyebabkan tubuh akan kekurangan volume darah dan kehilangan

banyak air dan garam. Gejala yang ditimbulkan dari heat exhaustion yaitu

keringat yang berlebih, kelelahan yang ekstrim, pusing, mual, kulit lembab

dan memerah, suhu tubuh meningkat, pernapasan dangkal dan lain

sebagainya (Habeeb, Gad & Atta, 2018).


19

5. Heat Rash

Pada kondisi heat rash biasanya akan terjadi prickly heat yaitu bercak

merah. Dimana hal tersebut disebabkan karena pada kelenjar keringat

terjadi penyumbatan. Keluhan yang biasanya dialami oleh penderita yaitu

lecet yang terjadi secara berkelanjutan pada tubuh dan rasa panas dan gatal

yang sangat menyengat (Sunaryo & Rhomadhoni, 2020).

Dampak Iklim Kerja Dingin

1. Hipotermia

Hipotermia adalah kondisi dimana subuh tubuh mengalami penurunan

hingga 35o C. Hipotermia ini dapat terjadi ketika tubuh tidak bisa

memproduksi panas dalam tubuh yang cukup dan stabil untuk mengganti

panas yang keluar ke lingkungan. Penurunan suhu tubuh ini akan

menyebabkan seseorang menggigil. Kondisi ini bisa semakin parah bila

panas tubuh hilang karena lingkungan yang dingin dan terjadi dengan

cepat diikuti terjadinya tekanan darah (Hidayat, 2019).

2. Chilblains

Chilblains adalah peradangan pada pembuluh darah kecil kulit akibat

dari kondisi suhu dingin tapi tidak beku. Kondisi ini mengakibatkan

pembuluh darah kecil dikulit dapat mengalami kerusakan permanen,

mengakibatkan kemerahan, dan gatal-gatal selama eksposur tambahan.

Gejala yang ditimbulkan dari chilblains ini termasuk kemerahan, gatal,

kemungkinan melepuh, peradangan dan kasus yang parah yaitu

kemungkinan ulserasi (Handoko, 2022).


20

3. Trench Foot

Trench foot adalah kondisi pada kaki yang lembab, tidak bersih, dan

dingin akibat terkena air dalam jangka waktu lama pada suhu diatas titik

beku. Kondisi ini biasanya dianggap mirip dengan radang dingin, tetapi

dengan keadaan yang kurang parah. Gejala yang biasanya dirasakan oleh

penderita yaitu kesemutan, gatal atau sensasi terbakar, dan melepuh

(Handoko, 2022).

4. Frostbite

Frostbite adalah kondisi kulit membeku dan kehilangan air. Kondisi

ini dapat terjadi ketika suhu 30oF atau lebih rendah, dan ditambah dengan

adanya angin dingin pada suhu diatas titik beku. Frostbite dapat

mempengarugi ekstremitas, terutama kaki dan tangan. Gejala yang

biasanya ditimbulkan berupa kesemutan, perih atau nyeri yang diikuti

dengan mati rasa, warna kulit berubah merah atau ungu saat disentuh, dan

pada kasus yang parah dapat menyebabkan lecet pada kulit (Handoko,

2022).

022)

D. Tinjauan Umum Tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja

Menurut Permenaker No. 5 Tahun 2018 Nilai Ambang Batas (NAB)

adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar/Intensitas rata-rata

tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja

tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan


21

sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam semingggu.

Berikut adalah tabel NAB dari iklim kerja yang ditetapkan dalam Permenaker

Nomor 5 Tahun 2018.

Tabel 1
Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Lingkungan Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola
(ISBB) Permenaker No. 5 Tahun 2018
Pengaturan ISBB (oC)
Waktu
Beban Kerja
Kerja
Setiap Jam Ringan Sedang Berat Sangat Berat
75%- 31,0 28,0 - -
100%
50%-75% 31,0 29,0 27,5 -
25%-50% 32,0 30,0 29,0 28,0
0%-25% 32,5 31,5 30,5 30,0
Sumber: Permenaker No. 5 Tahun 2018
E. Tinjauan Umum Tentang Pengendalian Iklim Kerja

1. Eliminasi

Hirarki pengendalian risiko yang paling pertama bisa dilakukan yaitu

eliminasi. Eliminasi merupakan salah satu cara pengendalian risiko

bahaya di tempat kerja. Pengendalian ini bersifat permanen, karena

dilakukan dengan menghilangkan sumber bahaya ditempat kerja dan

diterapkan sebagai pilihan pertama prioritas utama dalam pengendalian

(Widiastuti, Prasetyo & Erwinda, 2019). Contohnya seperti menutup area

kerja yang menghasilkan suhu yang tidak sesuai dengan NAB dan

berbahaya bagi kesehatan pekerja.

2. Substitusi
22

Upaya pengendalian substitusi adalah pengendalian yang dilakukan

dengan mengganti atau memisahkan alat atau bahan yang

membahayakan dengan yang lebih aman (Widiastuti, Prasetyo dan

Erwinda, 2019). Contohnya dengan mengganti alat yang menghasilkan

suhu panas yang tinggi dengan alat yang menghasilkan suhu panas yang

lebih rendah.

3. Rekayasa Teknik

Pengendalian rekayasa teknik (engineering control) adalah salah satu

upaya pengendalian yang dilakukan dengan mengubah struktur suatu

obyek dengan tujuan dapat mencegah seseorang terpapar potensi bahaya

(Widiastuti, Prasetyo dan Erwinda, 2019). Seperti mengurangi beban

kerja, menurunkan suhu udara di lingkungan kerja, menurunkan

kelembaban dan menurunkan panas (Sunaryo & Rhomadhoni, 2020).

4. Administratif

Pengendalian administartif dibuat dengan menyediakan suatu sistem

kerja yang dapat mengurangi kemungkinan pekerja tepapar oleh bahaya.

Contohnya seperti melakukan pendidikan/pelatihan bagi calon atau

pekerja sebelum di tempatkan di tempat kerja (Sunaryo & Rhomadhoni,

2020).

5. Alat Pelindung Diri

Menurut Personal Protective Equipment Regulations dan Personal

Protective Equipment at Work Regulations Alat Pelindung Diri (APD)

adalah semua peralatan yang digunakan atau dipegang oleh seseorang di


23

tempat kerja dan yang melindunginya dari bahaya dan risiko terhadap

Kesehatan atau keselamatannya. Contohnya seperti sarung tangan,

kacamata, respirator, penyumbat telinga, topi keras, penutup lutut,

pelindung wajah, dan lain sebagainya (Balkhyour, Ahmad & Rehan,

2019).
24

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Metode Praktikum

Praktikum ini menggunakan metode praktikum observasional dengan

pendekatan deskriptif berupa gambaran umum, potensi-potensi bahaya, jenis-

jenis, kesesuaian dengan undang-undang, serta teori-teori terkait tentang

percobaan pengukuran iklim kerja yang dilakukan di Lapangan dan

Laboratorium Terpadu Kimia Biofisik Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Hasanuddin.

B. Lokasi dan Waktu Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan di Lapangan dan Laboratorium Terpadu

Kimia Biofisik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin pada

tanggal 27 April 2022 pukul 14.00 – 15.05 WITA.

C. Instrumen Praktikum

1. Alat Praktikum

a. Pengukuran Suhu

1) The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214

Gambar 3.1. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214


Sumber: Data Primer, 2022

24
25

2) Wet Bulb Temperature (WB)

Gambar 3.2. Wet Bulb Temperature (WB)


Sumber: Data Primer, 2022

3) Dry Bulb Temperature (DB)

Gambar 3.3. Dry Bulb Temperature (DB)


Sumber: Data Primer, 2022

4) Globe Bulb Temperature (GT)

Gambar 3.4. Dry Bulb Temperature (DB)


Sumber: Data Primer, 2022
26

b. Pengukuran Kelembaban Udara


1) 4 in 1 Enviromental Tester

Gambar 3.5. Enviromental Tester


Sumber: Data Primer, 2022

2) Sensor Hygrometer

Gambar 3.6. Sensor Hygrometer


Sumber: Data Primer, 2022
3) Stopwatch

Gambar 3.7. Stopwatch


Sumber: Data Primer, 2022
c. Pengukuran Kecepatan Angin
1) 4 in 1 Enviromental Tester

Gambar 3.8. Enviromental Test


Sumber: Data Primer, 2022

2) Stopwatch

Gambar 3.9. Stopwatch


Sumber: Data Primer, 2022
2. Bahan Praktikum

a. Bahan Pengukum

1) Campuran Aquades dan Demineralize

Gambar 3.10 Campuran Aquades dan Demineralize


Sumber:
Data Primer, 2022

B. Prinsip kerja

1 The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214

The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214 merupakan alat yang

digunakan untuk mengukur suhu basah, suhu kering, dan suhu bola. The

Wibget Heat Stress Monitor RSS-214 mempunyai dua tombol, yaitu

tombol view dan tombol select. Tombol view berfungsi untuk mengubah

jenis pengukuran yang akan digunakan dan tombol select berfungsi

untuk mengubah satuan pengukuran suhu. Pada praktikum ini digunakan satuan

°C.

2 Hygrometer

Hygrometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat

kelembaban di suatu tempat. Hygrometer diletakkan berada tepat di belakang


anemometer sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan juga dilakukan

bersamaan dengan pengukuran kecepatan angin.

3 Anemometer

Anemometer digunakan dalam menghitung kecepatan angin (m/s) dan

dalam menghitung suhu (°C). Anemometer sendiri terdiri dari sensor yang akan

didekatkan pada ruangan yang nantinya akan diukur, tombol power berfungsi

untuk mengaktifkan alat, dan tombol max/min berfungsi untuk merekam hasil

pengukuran dan untuk melihat nilai maksimum dan minumumnya

E. Prosedur Kerja

Prosedur kerja dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5

Tahun 2018 tentang Pengukuran Intensitas Iklim Kerja sebagai berikut:

1 Pengukuran Suhu Udara

a. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214 disiapkanWet Bulb

Temperature, Dry Bulb Temperature, dan Globe Bulb Temperature

dipasang satu-persatu sesuai dengan tempatnya di The Wibget Heat

Stress Monitor RSS-214.

b. Sebelum The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214 diaktifkan, basahi

Wet Bulb Temperature terlebih dahulu menggunakan aquades yang

sudah dicampurkan dengan deminelazier agar tetap dalam keadaan

basah pada saat pengukuran.

c. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214 dinyalakan dengan

menekan tombol “power” kemudian tunggu sampai normal dan satuan

pengukuran suhu dipilih menjadi °C dengan menekan tombol

“select”.
d. Tombol “view” ditekan kemudian ditunggu selama 1 menit dan hasil

pengukuran suhu basah (WB) pun dilihat lalu dicatat.

e. Tekan kembali tombol “view” untuk memindahkan pengukuran suhu

basah (WB) dan pengukur ke suhu kering (DB) lalu dilihat hasil

pengukuran kemudian dicatat. Apabila pengukuran dilakukan di luar

ruangan, maka suhu kering (DB) tidak diukur.

f. Tombol “view” ditekan kembali untuk memindahkan pengukuran

suhu kering (DB) dan pengukur ke suhu bola (GT) kemudian hasil

pengukurannya dilihatb dan dicatat.

g. Hasil pengukuran dilihat dengan menekan kembali tombol “view”

untuk melihat hasil pengukuran suhu gabungan (WBGT) kemudian

dicatat.Pengukuran dilakukan di dalam dan di luar ruangan.

2 Pengukuran Kelembaban Udara

a. Anemometer ( 4 in 1 Enviromental Tester) dan sensor hygrometer

disiapkan.

b. Sensor hygrometer dipasang sesuai dengan tempatnya sebelum

Anemometer digunakan.

c. Anemometer ( 4 in 1 Enviromental Tester) diaktifkan dengan menekan

tombol “power” lalu tunggu sampai angka menjadi normal.

d. Anemometer ( 4 in 1 Enviromental Tester) diarahkan pada sumber

udara dan direkam dengan menekan tombol “rec” kemudian ditunggu

selama 1 menit.
e. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban maksimal dibaca dan dicatat

dengan menekan “rec max”.

f. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban minimal dibaca dan dicatat

dengan menekan “rec min”.

3 Pengukuran Kecepatan Angin

a. Anemometer ( 4 in 1 Enviromental Tester) disiapkan.

b. Anemometer ( 4 in 1 Enviromental Tester) dinyalakan dengan

menekan tombol “power” lalu ditunggu sampai angka pada layar

menjadi normal kemudian satuan pengukuran kecepatan angin

ditentukan yaitu m/s.

c. Anemometer diarahkan pada sumber angin dan direkam dengan

menekan tombol “rec” kemudian ditunggu selama 1 menit.

d. Hasil pengukuran kecepatan angin maksimal dibaca dan dicatat

dengan menekan “rec max”.

e. Hasil pengukuran kecepatan angin minimal dibaca dan dicatat dengan

menekan “rec min”.


BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Praktikum

Lokasi Praktikum iklim kerja untuk mata kuliah praktikum K3


dilaksanakan di dalam ruangan laboratorium Terpadu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dan
di lapangan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 27 April 2022 ini diukur
berupa pengukuran ISBB secara indoor dan outdoor, serta pengukuran
kecepatan angin dan kelembapan udara di sekitar lingkungan tersebut

B. Hasil

1. Hasil Pengukuran Indeks Suhu Basah Bola (ISBB)

Hasil Pengukuran Indeks Suhu Basah Bola (ISBB) Dari proses


pengukuran kecepatan angin, suhu dan kelembaban udara pada lingkungan
kerja di Laboratorium Kimia Biofisik Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin didapatkan hasil indeks suhu basah dan bola
sebagai berikut :

Tabel 4.1
Hasil Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) Di
Laboratorium Kimia Biofisik Terpadu dan Lapangan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 2022
Pengukuran Percobaan (°C)
WB DB GT WBGT
Outdoor 12,7 31,3 115,5 69,7
Indoor 12,7 - 118,5 70,6
Sumber : Data Primer, 2022

41
42

Keterangan:
WB : Termometer bola basah
DB : Termometer bola kering
GT : Termometer radiasi
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada pengkuran indoor dan
outdoor menggunakan termometer bola basah, didapatkan hasil yang sama
yaitu 12,7°C. Sedangkan pada hasil pengukuran GT dan WBGT, dapat
dilihat bahwa terdapat perbedaan di indoor, yang lebih tinggi dari pada
Indoor yaitu masing-masing 118°C dan 115,5°C dengan menggunakan
termometer radiasi atau GT, serta 70,6 °C dan 69,7°C menggunakan
WBGT

Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) juga dapat dihitung dengan
menggunakan rumus, setelah didapatkan hasil pengukuran pada WB, GT
dan DB dengan cara sebagai berikut:

a. ISBB Indoor = 0,7 × WB + 0,3 × GT

= 0,7 × 12,7 + 0,3 × 118,5

= (9,59 + 9,18)

= 44,44 °C

b. ISBB Outdoor = 0.7 x WB + 0,1 x DB + 0,2 x GT


= (0,7 x 12,7) + (0,1 x 31,3) + (0,2 x 115,5)
= 8.89 + 3.13 + 23.1
= 35,12 °C
43

2. Hasil Pengukuran Kecepatan Angin


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil
pengukuran kecepatan angin adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Hasil Pengukuran Kecepatan Angin dan Suhu dengan Anemometer di
Laboratorium Kimia Biofisik Terpadu dan Lapangan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 2022
No. Pengukuran Dalam Ruangan Luar Ruangan
1 Kecepatan Angin Minimal 0 m/s 0 m/s
2 Kecepatan Angin Maksimal 4,6 m/s 0,5 m/s
3 Suhu Minimal 19,9 °C 30,8 °C
4 Suhu Maksimal 19,9 °C 30,8 °C
Sumber : Data Primer, 2022

Dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan hasil pengukuran


kecepatan angin di dalam ruangan (indoor) dan di luar ruangan (outdoor),
di mana terdapat perbedaan pada kecepatan angin maksimal dan kecepatan
minimal baik di dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor)
dengan suhu maksimal dan minimalnya berada di angka yang sama.
Kecepatan angin maksimal di dalam ruangan yaitu 4,6 m/s sedangkan
kecepatan minimumnya 0,0 m/s. Kecepatan angin maksimal di luar
ruangan yaitu 0,5 m/s sedangkan kecepatan minimalnya 0,0 m/s. Suhu
maksimal dan minimal di dalam ruangan yaitu 19.9°C serta suhu
maksimal dan minimal di luar ruangan yaitu 30,8°C
44

3. Hasil Pengukuran Kelembapan Udara

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diperoleh hasil


pengukuran kelembapan udara sebagai berikut:

Tabel 4.3
Pengukuran Kelembapan Udara dan Suhu dengan Hygrometer di
Laboratorium Kimia Biofisik Terpadu Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin 2022

No. Pengukuran Dalam Ruangan Luar Ruangan


1. Kelembapan Minimal 61,6 %RH 70,1%RH
2. Kelembapan Maksimal 65,3 %RH 72,4%RH
3. Suhu Minimal 24,8 °C 29,7°C
4. Suhu Maksimal 24,8 °C 29,7°C
Sumber : Data Primer, 2022

Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa terdapat perbedaan antara


kelembapan maksimal dan minimal antara pengukuran di dalam ruangan
(indoor) maupun di luar ruangan (outdoor) dengan suhu maksimal dan
minimal di dalam maupun di luar sama. Pada kelembapan maksimal di
dalam ruangan yaitu sebesan 65,3%RH dan kelembapan minimalnya
sebesar 65,3%RH. Sedangkan untuk di luar ruangan, kelembapan
maksimal yaitu 70,1%RH dan kelembapan minimal 65,3%RH. Suhu
maksimal dan minimal di dalam ruangan yaitu 24,8°C. Sedangkan suhu
maksimal dan minimal di luar ruangan yaitu sebesar 29,7°C

C. Pembahasan

Alat yang digunakan untuk mengukur iklim kerja ada dua yaitu The
Wibget Heat stress Monitor RS-214. The Wibget Heat stress Monitor RS-
214 digunakan untuk mengukur ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola). The
Wibget Heat stress Monitor RS-214 dioperasikan dengan cara ketiga
termometer yaitu Wet Bulb Temperature, Dry Bulb Temperature dan
Globe Bulb Temperature dipasang pada posisi masing-masing. Adapun
45

hasil pengukuran intensitas iklim kerja di ruangan Laboratorium Kimia


Biofisik Terpadu dan Lapangan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin yang meliputi ISBB, kecepatan angin, dan
kelembaban udara yaitu sebagai berikut:

1. Indeks Indeks Suhu Basah Bola (ISBB)

Nilai ISBB yang didapatkan dalam ruangan, yaitu sebesar 44,44 °C


dan di luar ruangan didapatkan nilai ISBB yaitu sebesar 35,12 °C yang di
mana pekerja Laboratorium Kimia Biofisik Terpadu Fakultas Kesehatan
Masyarakat bekerja selama 6-8 jam. Jika dibandingkan dengan NAB yang
sesuai dengan karakteristik beban kerja berdasarkan pengaturan waktu
kerja. Pekerja laboratorium terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat
ditetapkan sebagai pekerja dengan beban kerja 6-8 jam perhari dan masuk
dalam kategori beban kerja ringan berdasarkan Permenaker No. 5 Tahun
2018, sehingga ISBB yang diperkenankan untuk pekerja kategori tersebut
adalah 31,0°C. Apabila pekerja mengalami kondisi iklim kerja yang
melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan, maka timbul
penyakit akibat kerja atau kecelakaan saat melakukan pekerjaan.
Penelitian studi sebelumnya, menunjukkan bahwa iklim kerja dapat
menyebabkan dehidrasi. apabila lingkungan mempunyai kelembaban yang
tinggi, maka pengupan keringat akan terganggu sehingga dapat
menyebabkan penigkatan suhu badan pekerja karena itu keelembaban
mempunyai pengaruh kuat terhadap penguapan keringat. Dehidrasi terjadi
akibat panasnya suatu lingkungan yang mempengaruhi tubuh untuk
melakukan penguapan yang berlebihan yang dapat menyebabkan volume
darah mengurang dan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen ke otak.
Di sisi lain iklim kerja berpengaruh langsung secara signifikan terhadap
kepuasan kerja dalam individu maupun secara berkelompok (Salindeho,
2018)

Oleh karena itu, Pengendalian secara khusus yang dapat dilakukan


dalam mengendalikan iklim kerja yang tidak sesuai dengan pengendalian
46

secara teknis seperti mengurangi beban kerja yang dikerjakan,


menurunkan suhu udara di lingkungan kerja, menurunkan kelembaban
pada udara hingga menurunkan panas. Kemudian ada pengendalian secara
administratif yaitu dengan melakukan perubahan pada proses kerja yang
dilakukan agar dapat membatasi terjadinya risiko paparan dari suhu panas

2. Kecepatan Angin dan Suhu

Pengukuran kecepatan aliran udara dan suhu dilakukan dengan


menggunakan alat 4 in 1 Environmental Tester. Untuk mengukur
kecepatan angin, alat dihidupkan dan kemudian tekan tombol view hingga
muncul satuan kecepatan angin yaitu m/s. Lalu alat diarahkan pada sumber
udara dan tunggu selama 1 menit kemudian hasil akan muncul. Pada
praktikum ini pengukuran dibagi menjadi 2 yaitu pengukuran di dalam
ruangan laboratorium dan di luar laboratorium yaitu lapangan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Pengukuran kecepatan
angin di dalam ruangan yaitu laboratorium diperoleh hasil kecepatan
maksimal 4,6 m/s dan kecepatan minimal 0,0 m/s dengan suhu maksimal
dan minimal 19,9 °C. Kemudian di luar ruangan yaitu lapangan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin hasil pengukuran untuk
kecepatan maksimal 0.5 m/s dan minimal 0,0 m/s dengan suhu maksimal
dan minimal 30,8 °C.

Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 5 Tahun 2018


mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, Nilai
Ambang Batas (NAB) pada kecepatan aliran udara atau kecepatan angin
adalah sebesar 40 m/jam atau sekitar 0,67 m/s (Permenaker, 2018).
Membandingkan hasil pengukuran dengan NAB yang ada, didapatkan
perbedaan antara kedua hal tersebut. Kecepatan angin yang didapatkan
pada pengukuran melebihi NAB yang telah ditetapkan Permenaker No.5
Tahun 2018 dan dapat dikatakan bahwa laboratorium yang merupakan
tempat pengukuran di dalam ruangan bisa saja menyebabkan cold draft
atau kebisingan. Selanjutnya kecepatan angin di lapangan bisa dikatakan
47

telah melebihi atau > 0.1 m/s yang menjadikan tempat tersebut dalam
kategori nyaman dikarenakan ada pergerakan udara. Desain ventilasi yang
baik dapat memberikan udara segar untuk meningkatkan lingkungan kerja
yang nyaman dan penyaluran udara yang baik, oleh karena itu diperlukan
perhitungan untuk optimalisasi terhadap sistem ventilasi (Bungo dan
Heriyadi, 2021)

3. Kelembapan Udara dan Suhu

Pengukuran Kelembapan udara di dalam ruangan dilakukan dengan


mengarahkan alat ke depan air conditioner dan diperoleh hasil
kelembapan maksimal dan minimal yaitu sebesar 65,3 %RH dan 61,6
%RH dengan suhu 24,8 °C. Sedangkan di luar ruangan didapatkan
kelembaban maksimal sebesar 72,472,4%RH dan kelembaban minimal
70,1 %RH dengan suhu 29,7°C. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut,
diperoleh hasil pengukuran kelembaban udaran di dalam laboratorium
melewati NAB yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1405 Tahun 2002. Sedangkan pada luar
ruangan melewati NAB Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405 Tahun 2002 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan Industri menetapkan nilai kelembaban lingkungan
kerja ruang kantoran yang nyaman berkisar 40-60%RH

Kelembapan udara jarang sekali disadari pengaruhnya padahal


kelembapan sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Kelembapan
udara yang tinggi dapat memicu perkembangbiakan virus, jamur dan
bakter yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja contohnya infeksi
saluran pernafasan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Dewi, Raharjo
dan Wahyuningsih (2021) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
kualitas udara terhadap gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja. Dalam
penelitian ini juga terdapat rekomendasi untuk menjaga kelembaban udara
di dalam suatu bangunan dari the National Institute of Occupational Safety
anh Health (NIOSH) yaitu mencegah air masuk ke dalam ruangan. Atap
48

dan bahan bangunan harus tetap terjaga agar air tidak masuk, system
ventilasi harus didesain agar dapat mencegah adanya genangan air di
dalamnya serta selalu dibersihkan secara periodik dengan bahan anti
mikroba (Dewi, Raharjo, & Wahyuningsih, 2021).

Maka dari itu, dapat disumpulkan bahwa hasil pengukuran yang


telah dilakukan mulai dari ISBB, Kelembaban, dan kecepatan angin dan di
antaranya tidak memenuhi standar Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah
ditetapkan, sehingga lingkungan yang menjadi tempat pengukuran belum
bisa dikatakn sebagai lingkungan yang mempunyai iklim kerja yang baik
49

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum intensitas iklim kerja dapat disimpulkan


sebagai berikut:
1. Pada praktikum iklim kerja ini, dilakukan di dua tempat yaitu

ruang Laboratorium terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanuddin dan di Lapangan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanuddin. Terdapat 2 alat yang digunakan dalam praktikum yaitu The

wibget heat stress monitor dan 4 in 1 Environmental Tester.

2. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilaksanakan, diperoleh

data yakni:

a. Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Dari hasil pengukuran ISBB di dalam ruangan laboratorium

terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

(indoor) adalah 44oC dan untuk hasil pengukuran Lapangan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin outdoor adalah

sebesar 35oC. Sehingga, dapat dilihat bahwa pengukuran ISBB di

Indoor lebih besar dibandingkan dengan di Outdoor. Berdasarkan

Permenaker No. 5 Tahun 2018, hasil dari pengukuran ini

dikategorikan dalam kategori beban kerja sedang sehingga

diperkenankan 28oC. Kemudian, berdasarkan hasil pengukuran

masuk ke dalam kategori tidak berisiko.


50

b. Pengukuran Kecepatan Angin

Hasil pengukuran kecepatan angin yang berada di dalam

ruangan laboratorium diperoleh kecepatan angin minimal 0 m/s dan

kecepatan ngin maksimal 4,6 m/s. Sedangkan, pada pengukuran di

luar ruangan di Lego-Lego Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Hasanuddin didapatkan kecepatan angin minimal adalah

0 m/s dan kecepatan angin maksimal adalah 0,5 m/s.

c. Pengukuran Kelembapan Udara

Hasil dari pengukuran kelembapan minimal di dalam ruangan

adalah 61,6% RH dan kelembapan maksimal adalah 65,3% RH

dengan suhu minimal dan maksimal yaitu 24,8oC. Kemudian, pada

pengukuran kelembapan di luar ruangan didapatkan kelembapan

minimal adalah 72,4% RH dan kelembapan maksimal adalah 79,1%

RH dengan suhu maksimal dan minimal adalah 29,7%.

B. Saran

Adapun saran diberikan yaitu:

1. Dosen

Kepada dosen disarankan untuk memberikan bimbingan, mengawasi

dan mendampingi mahasiswa dalam melaksanakan praktikum iklim kerja

2. Asisten Laboratorium

Kepada asisten laboratorium disarankan untuk lebih ramah, tidak

terlalu cepat dalam menyampaikan materi sehingga tidak membuat

mahasiswa kebingungan.
51

3. Pekerja

Kepada pekerja diharapkan untuk menggunakan pakaian yang

berbahan katun agar dapat mengurangi pengendapan dan dapat menyerap

keringat.
52

DAFTAR PUSTAKA

Arianto, M. E., Prasetyowati, D. 2019. Hubungan Antara Lingkungan Kerja Panas


dengan Keluhan Heat Related Iilnes pada Pekerja Home Industry Tahu di
Dukuh Janten, Bantul. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat, 11(4), hal.
322.
Balkhyour, M, A., Ahmad, I., Rehan, M. 2019. Assessment of Personal Protective
Equipment use and Occupational Exposures in Small Industries in Jeddah:
Helath Implications for Workers. Saudi Journal of Biological Sciences. 26,
hal. 654.
Dianawati, P., & Nawawinetu, E. D. 2018. Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Tidak Aman pada Pekerjaan Pemancangan di PT Waskita Karya
(PERSERO) Proyek Tol KLBM Seksi 2 Are Waduk Bunder. Journal of
Vocational Health Studies, 1(1), hal. 28-33.
Damanik. E, F. 2019. Pengaruh Kepemimpinan dan Iklim Kerja Terhadap
Semangat Kerja Guru. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan,
2(2), p. 101-109.
Dita, P. 2020. Hubungan Faktor Individu Dan Iklim Kerja Panas Terhadap
Kelelahan Pada Tenaga Di Bagian Peleburan (Smelting) Di Pt. Antam Tbk
UBPN Sulawesi Tenggara. (Doctoral dissertation, Universitas
Hasanuddin).
Giri, S. W., & Darnoto, S. 2018. Hubungan Iklim Kerja dengan Kelelahan Kerja
pada Karyawan Bagian Teknik di Pabrik Gula Soedhono Ngawi Tahun
2018. (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Habeeb, A., Gad, A., & Atta, M. 2018. Temperature Humadity Indices as
Indicators to Heat Stress of Climatic Conditions with Relation to
Production and Reproduction of Farm Animals. International Journal of
Biotechnology and Recent Advances, 1(1), hal. 45.
Hidayat, W. 2019. Gambaran Aktivitas Pekerja dan Keluhan Hipotermia pada
Pekerja Cold Storage. (Doctoral dissertation, Bagian Kesehatan
Lingkungan dan Kesehatan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan
Masyarakat).
Hardianto, M. R. 2020. Gambaran Keluhan Subjektif Akibat Tekanan Panas pada
Pekerja Instalasi Laundry di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara.
Helsa, D. R., dkk. 2021. Persepsi Karyawan Tentang Iklim Kerja Dan Kinerja Di
Perusahaan Jasa Bagaimana Pengaruhnya?. Management and
Entrepreneurship Journal, 4(2), hal. 103-110.
Handoko, L. 2022. Pencemaran Lingkungan dan Dampaknya Terhadap Manusia
Physical Hazard. Kesehatan Lingkungan, hal. 64-65.
Juliana, M., Camelia, A., Rahmiwati, A. 2018. Analisis Faktor Risiko Kelelahan
Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT. Arwana Anugrah Keramik,
Tbk, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 9(1), hal. 53-63.
53

Khofiyya, A. N., Suwondo, A., & Jayanti, S. 2019. Hubungan Beban Kerja, Iklim
Kerja, dan Postur Kerja Terhadap Keluhan Musculoskeletal pada Pekerja
Baggage Handling Service Bandara. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal), 7(4), hal. 619-625.
Lantara, A. N. F. 2019. The effect of the organizational communication climate
and work enthusiasm on employee performance. Management Science
Letters, hal. 1243–1256.
Manullang, K, H. 2018. Pengaruh Iklim Kerja Panas terhadap Kelelahan Kerja
pada Pekerja di Bagian Produksi PTPN IV Unit Usaha Adolina
Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2018. Medan: Univeritas Sumatera
Utara.
Merry, S., Sahri, M. 2019. Evaluasi Iklim Kerja di Bagian Produksi pada Industri
Keramik di Wilayah Gresik. ARTERI: Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(1), hal.
29-35.
Merry, S., Rhomadhoni, M. N. 2020. Gambaran dan Pengendalian Iklim Kerja
dengan Keluhan Kesehatan pada Pekerja. Medical Technology and
Public Health Journal, 4(2), hal. 171-180.
Nilamsari, N., Damayanti, R., Nawawinetu, E, D. 2018. Hubungan Masa Kerja
dan Usia dengan Tingkat Hidrasi Pekerja Perajin Manik-manik di
Kabupaten Jombang. Jurnal Kesehatan Terpadu (Integrated Health
Journal), 9(2), hal. 64.
Nofianti, W, D. 2019. Hubungan Masa Kerja, Beban Kerja, Konsumsi Air Minum
dan Kesehatan dengan Heat Strain pada Pekerja Area Kerja Pt. Barata
Indonesia (Persero) Pabrik Tegal. Under Graduates thesis, Universitas
Negeri Semarang.
Nofianti, W. D., Koesyanto, H. 2019. Masa Kerja, Beban Kerja, Konsumsi Air
Minum dan Status Kesehatan dengan Regangan Panas pada Pekerja Area
Kerja. HIGEIA (Journal of Public Health Research and
Development), 3(4), hal. 524-533.
Nurhaslia, A. A., & Hajrah. 2019. Studi Analitik Kecelakaan Kerja pada
Karyawan di PT. Maruki International Indonesia Kota Makassar. Celebes
Health Journal, 1(2), hal. 121-131.
Natalia., Saelan., & Potabunga, I. N. U. S. 2021. Hubungan Kejadian Kecelakaan
Kerja dengan Tingkat Pengetahuan Penanganan Kecelakaan Kerja
Dipabrik Kayu, Surakarta: Universitas Kusuma Husada Surakarta
Ningsih, S., & Febriyanto, K. 2021. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja pada Penyelam Tradisional di Pulau Derawan, Borneo
Student Research, 2(3), hal. 1892-1899.
Prastyawati, E. F. 2018. Tekanan Panas, Faktor Pekerja dan Beban Kerja dengan
Kejadian Heat Strain pada Pekerja Pembuat Kerupuk (Studi di Industri
Kerupuk Kelurahan Giri Kabupaten Banyuwangi). Under Graduates
thesis, Universitas Jember.
Ridasta, B. A. 2020. Penilaian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di Laboratorium Kimia. HIGEIA (Journal of Public Health
Research and Development), 4(1), hal. 64-75.
54

Subagia, T. N. K. F. 2019. Kontribusi Supervisi Klinis Kepala Sekolah, Motivasi


Kerja, Iklim Kerja dan Tunjangan Profesi terhadap Kepuasan Kerja Guru
TK di Kecamatan Kuta Utara. Jurnal Administrasi Pendidikan
Indonesia, 10(2), hal. 101-110.
Soetjipto, N., Kurniawan, G., & Sulastri., Riswanto, A. 2020. Supply Chain
Analysis in Public Works: The Role of Work Climate, Supervision and
Organizational Learning. Journal of Asian Finance, Economics and
Business, 7(12), hal. 1065-1071.
Sunaryo, M & Rhomadhani M. 2020. Gambaran dan Pengendalian Iklim Kerja
dengan Keluhan Kesehatan pada Pekerja. Medical Technology and Public
Health Journal, 4(2), hal. 171-180.
Sinaga, A. T. V., & Bernarto, I. 2021. Pengaruh Disiplin Kerja, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja, dan Job Stress Terhadap Work Productivity Pada
Perawat di Rumah Sakit XYZ Jakarta. Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis
dan Inovasi Universitas Sam Ratulangi (JMBI UNSRAT), 8(3), hal. 872-
887.
Umar, T., Egbu, C. 2020. Heat stress, a hidden cause of accidents in construction,
Proceedings of the Institution of Civil Engineers - Municipal Engineer,
173(1), hal. 49-60.
Widyastuti, A. D. 2018. Hubungan Stress Kerja dengan Kelelahan Kerja pada
Pekerja Area Workshop Konstruksi Box Truk, The Indonesian Journal of
Occupational Safety and Health, 6(2), hal. 216–224.
Widyawati, N. K. 2020. Pentingnya Penguasaan Konsep Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dalam Mendukung Kinerja Calon Lulusan
Pendidikan Kejuruan di Dunia Kerja. Jurnal Bosaparis: Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga, 11(3), hal. 87-93.
Wardhani, S. A., Mushthafiyah, N., Mulyawati, S, D., Larasati, W., Nurshavira,
A., Fitrianingrum, D., Azhar, E, F., Salsabila, S, N., Lestari, Y, N.,
Mardiana. 2021. Analisis Pengaruh Stress Kerja, Tingkat Aktivitas Fisik,
dan Iklim Kerja Terhadap Asupan Energi Karyawan Kantor. Nutrition
Research and Development Journal, 1(1), hal. 16-23.
Yusnia., & Utami, I. 2020. Pengaruh Iklim Kerja terhadap Produktivitas Kerja
Dosen Perguruan Tinggi Swasta Aceh. AL-TANZIM: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, 4(1), hal. 107-118.
Yuli, A., Fachrin, S, A., Baharuddin, A. 2021. Pengukuran Tekanan Panas dan
Risk Assessment pada Pekerja PT. Maruki Internasional Indonesia,
Window of Public Health Journal, 1(5), hal. 482-492.
Zulhanda, D., Lestari, M., Andarini, D., Novrikasari, Windusari, Y., Fujianti, P.
2021. Gejala Heat Strain pada Pekerja Pembuat Tahu di Kawasan
Kamboja Kota Palembang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia.
20(2), hal. 120-127
55

LAMPIRAN

1. Pengukuran Suhu Udara

a. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214

Gambar 1. The Widget Heat Stress Monitor RSS-214


Sumber: Data Primer, 2022

b. Wet Bulb Temperature (WB)

Gambar 2. Wet Bulb Temperature


Sumber: Data Primer, 2022
56

c. Dry Bulb Temperature (DB)

Gambar 3. Dry Bulb Temperature


Sumber: Data Primer, 2022
d. Globe Bulb Temperature (GT)

Gambar 4. Globe Bulb Temperature


Sumber: Data Primer, 2022

2. Pengukuran Kelembapan Udara

a. 4 in 1 Environmental Tester

Gambar 5. 4 in 1 Environmental Tester


57

Sumber: Data Primer, 2022


b. Sensor hygrometer

Gambar 6. Sensor hygrometer


Sumber: Data Primer, 2022

3. Pengukuran Kecepatan Angin

a. 4 in 1 Environmental Tester

Gambar 7. 4 in 1 Environmental Tester


Sumber: Data Primer, 2022

Anda mungkin juga menyukai