Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN KESEHATAN KERJA

PENGUKURAN TINGKAT KELELAHAN KERJA


MENGGUNAKAN REACTION TIMER

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6 / KELAS B

1. APRILIA KUSUMA DEWI R0016010


2. DYAH AJENG PUTRI ARDINI R0016026
3. KARINA RAHMAWATI R0016052
4. M. NAJIB ANWAR R0016058
5. NOORRITA RIZKI R0016072
6. PUTRI ENGGAL MAHARANI R0016080
7. RIYADHINI ASRI .P R0016088

PROGRAM STUDI D3 HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktikum Manajemen Kesehatan Kerja dengan Judul :

Pengukuran Tingkat Kelelahan Kerja Menggunakan Reaction Timer

Kelompok VI

Telah disahkan pada :

Hari……….. Tanggal……….. 20………..

Dosen Pengampu, Pembimbing Praktikum,

Dra. Cr. Siti Utari, M.Kes Betiana Wahyuda Santi, SKM

NIP. 195405051985032001 NIK.1987111620150401

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Tujuan ............................................................................................. 2

C. Manfaat .......................................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3

A. Landasan Teori ................................................................................ 3

B. Peraturan Perundang-Undangan ..................................................... 9

BAB III. HASIL ............................................................................................. 10

A. Gambar Alat, Cara Kerja dan Prosedur Pengukuran ....................... 10

B. Hasil Praktikum dan Pengukuran .................................................. 13

BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................ 14

BAB V. PENUTUP ....................................................................................... 16

A. Kesimpulan ................................................................................... 16

B. Saran ............................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 19

LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh


terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-
beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan
efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.

Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum.
Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot,
sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk
bekerja yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton),
intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan
psikologis, status kesehatan, dan gizi. Pengaruh-pengaruh tersebut
terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang
dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktivitas).

Tanda-tanda kelelahan yang utama adalah hambatan terhadap fungsi


kesadaran otak dan perubahan-perubahan pada organ diluar kesadaran serta
proses pemulihan orang-orang yang menunjukkan:

1. Penurunan perhatian
2. Perlambatan dan penghambatan persepsi
3. Lambat dan susah berpikir
4. Penurunan kemauan dan dorongan untuk bekerja

Kelelahan dapat diatasi dengan beristirahat untuk menyegarkan tubuh.


Apabila kelelahan tidak segera diatasi dan pekerja dipakasa untuk terus
bekerja, maka kelelahan akan semakin parah dan dapat mengurangi
produktivitas pekerja

1
2

Untuk mengetahui tingkat kelelahan ini dapat dilakukan


pengukuran-pengukuran seperti diantaranya dengan pengukuran waktu
reaksi dengan reaction timer, uji ketukjari (fingger-tapping test), uji flicker
fusion, critical flicker fusion, uji Bourdon Wiersma Skala kelelahan IFRC
(Industrial Fatique Rating Committe),Kuesioner Alat Ukur Perasaan
Kelelahan Kerja (KAUPK2) dan lainnya dengan indikator pengukuran
kelelahan kerja adalah waktu reaksi dan rasa lelah. Pada praktikum
kelelahan kali ini, alat yang digunakan adalah Reaction Timer yang
mempunyai rangsangan berupa suara atau cahaya. Pengukuran waktu
reaksi ini memerlukan beberapa kriteria termasuk satu set meja dan kursi
serta ruangan yang tenang untuk pengukuran.

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui alat yang digunakan untuk mengukur kelelahan
2. Untuk mengetahui cara kerja dari alat pengukur kelelahan
3. Untuk dapat menganalisa data hasil pengukuran

C. MANFAAT
1. Mampu mengetahui alat yang digunakan untuk mengukur kelelahan
2. Mampu mengetahui cara kerja dari alat pengukur kelelahan
3. Mampu menganalisa data hasil pengukuran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Kelelahan
Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi,
performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh
untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Kelelahan dalam
penelitian ini diartikan sebagai kecepatan reaksi tenaga kerja terhadap
rangsang cahaya yang diberikan diukur dengan reaction timer. Pada
keadaan yang sehat, tenaga kerja akan lebih cepat merespon rangsang yang
diberi daripada seseorang yang telah mengalami kelelahan akan lama
merespon rangsang yang diberi. Kelelahan merupakan suatu perasaan yang
bersifat subjektif.
Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga akan terjadi pemulihan.
Adapun kelelahan secara umum adalah ke adan tenaga kerja yang ditandai
oleh adanya perasaan kelelahan dan penurunan kesigapan kerja, bersifat
kronis serta merupakan suatu fenomena psikososial. Kelelahan kerja
menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada peningkatan
kesalahan kerja, ke tidak hadiran, keluar kerja, kecelakaan kerja dan
berpengaruh perilaku kerja.
Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk
melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala. Secara
umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan
fisik atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue. Dengan
kelelahan fisik otot kita tidak dapat melakukan kegiatan apapun semudah
seperti sebelumnya. Dengan kelelahan mental kita tidak dapat memusatkan
pikiran seperti dulu. Jantung berdenyut kira-kira 70 kali dalam satu menit
pada keadaan istirahat

3
4

Frekuensi melambat selama tidur dan dipercepat oleh emosi, olahraga,


demam dan rangsang lain. Berbagai macam kondisi kerja dapat menaikkan
denyut jantung seperti bekerja dengan temperatur yang tinggi, tingginya
pembebanan otot statis, dan semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu
kondisi kerja. Kelelahan harus dibedakan dengan kejemuan, sekalipun
kejemuan merupakan salah satu faktor penyebab kelelahan, 5 (lima) faktor
penyebab kelelahan antara lain :
a) Keadaan monoton
b) Beban kerja dan lama pekerjaan baik fisik maupun mental.
c) Keadan lingkungan kerja seperti cuaca kerja, penerangan dan bising.
d) Keadan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran / konflik.
e) Penyakit, perasaan sakit dan ke adan gizi.
Kelelahan kerja dalam suatu industri berkaitan pada gejala-gejala yang
saling berhubungan yaitu perasan lelah dan perubahan fisiologis dalam
tubuh (syaraf dan otot tidak berfungsi dengan baik atau tidak secepat seperti
keadaan normal) yang disebabkan oleh keadan kimiawi setelah bekerja dan
dapat menurunkan kapasitas kerja. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang
komplek yang tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis
tetapi dominan hubungannya dengan penurunan kinerja fisik. Adanya
perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja.

2. Jenis Kelelahan
a. Berdasarkan waktu terjadinya:
1) Kelelahan akut
Kelelahan yang disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh
tubuh secara berlebihan.
2) Kelelahan kronis
Kelelahan yang terjadi sepanjang hari, berkepanjangan dan kadang-
kadang telah terjadi memulai pekerjaan.
b. Berdasarkan penyebab kelelahan
5

1) Lelah visual
Lelah yang disebabkan oleh ketegangan pada organ visual akibat
pencahayaan yang kurang memadai.
2) Lelah fisik umum
Kelelahan yang disebabkan ketegangan di semua organ.
3) Lelah mental
Kelelahan psikologis yang disebabkan oleh faktor psikologis, yang
monoton, atau lingkungan kerja yang menjemukan dan pekerjaan
yang bertumpuk-tumpuk.
c. Berdasarkan proses dalam tubuh
1) Kelelahan otot
Kelelahan otot dapat ditandai dengan perasaan nyeri dan tremor
yang terdapat pada otot.
2) Kelelahan umum
Suatu perasaan yang ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk
bekerja atau bergerak yang sebabnya adalah persyarafan atau psikis.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelelahan


Faktor yang menyebabkan kelelahan tersebut antara lain:
a. Faktor dari dalam individu
1) Usia
Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya menurun
pada usia 40 tahun. Berkurangnya kebutuhan zat tenaga tersebut
dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik sehingga kegiatan
yang bisa dilakukan biasanya juga berkurang dan lebih lamban. Usia
atau umur merupakan waktu atau masa hidup seseorang selama
masih hidup di dunia yang dihitung mulai dari manusia dilahirkan.
Para ahli psikologi membagi umur menjadi beberapa kelompok-
kelompok yang didasarkan pada pertumbuhan fisik dan
pertumbuhan mental antara lain :
a) Masa dewasa dini : 18 tahun – 40 tahun
b) Masa dewasa madya : 41 tahun – 60 tahun
6

Usia berkaitan dengan kinerja karena pada usia yang meningkat


akan diikuti dengan proses degenerasi dari organ sehingga dalam hal
ini kemampuan organ akan menurun. Dengan adanya penurunan
kemampuan organ, maka hal ini akan menyebabkan tenaga kerja
akan semakin mudah mengalami kelelahan.
2) Jenis Kelamin
Pada tenaga kerja wanita akan terjadi siklus biologis setiap bulan di
dalam mekanisme tubuhnya sehingga akan mempengaruhi kondisi
fisik maupun psikisnya dan hal ini akan menyebabkan tingkat
kelelahan wanita akan lebih besar dari pada tingkat kelelahan pria.
3) Status Gizi
Status gizi adalah salah satu faktor dari faktor kapasitas kerja,
dimana keadaan gizi buruk dengan beban kerja yang berat akan
menganggu kerja dan menurunkan efisiensi serta mengakibatkan
kelelahan.

Dalam laporan FAO/WHO/UNU (1985) dinyatakan bahwa Indeks


Masa Tubuh (IMT) merupakan indikator status gizi orang dewasa. Nilai
IMT dihitung menurut ilmu berat badan (dalam kilogram) dibagi kuadrat
tinggi badan (dalam meter). Status gizi umum spesifik zat gizi, melainkan
lebih erat kaitannya dengan energi dan protein dapat diukur dengan
antropometri. Dengan kata lain antropometri atau ukuran tubuh dapat
memberi gambaran status energi dan protein seseorang, karenanya
antropometri sering digunakan sebagai indicator status gizi yang berkaitan
dengan masalah kurang energi protein.
b. Faktor dari luar individu
1) Beban Kerja dan Masa Kerja
Beban kerja adalah volume pekerjaan yang dibebankan kepada
tenaga kerja baik berupa fisik maupun mental dan menjadi tanggung
jawabnya. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya dan
masing-masing tenaga kerja mempunyai kemampuan sendiri untuk
7

menangani beban kerjanya sebagai tambahan dari beban kerja


langsung ini. Pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan
atau situasi yang akan menjadi beban tambahan pada jasmani dan
rohani tenaga kerja tersebut. Seperti faktor lingkungan fisik, kimia,
biologi, ergonomi dan psikologi.
Beban kerja menentukan berapa lama seseorang dapat bekerja tanpa
mengakibatkan kelelahan atau gangguan. Pada pekerjaan yang
terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat pula kelelahan kerja
seseorang. Nadi kerja merupakan petunjuk besar kecilnya beban
kerja.
Masa kerja merupakan lama waktu seseorang bekerja pada suatu
instansi atau tempat kerja. Pada masa kerja ini dapat berpengaruh
pada kelelahan kerja khususnya kelelahan kronis, semakin lama
seorang tenaga kerja bekerja pada lingkungan kerja yang kurang
nyaman dan menyenangkan maka kelelahan pada orang tersebut
akan menumpuk terus dari waktu ke waktu.
2) Lingkungan kerja fisik
Lingkungan kerja fisik yang mempengaruhi kelelahan antara lain
penerangan, kebisingan dan iklim kerja:
a) Penerangan atau pencahayaan
Penerangan yang kurang baik di lingkungan kerja bukan saja
akan menambah beban kerja, karena menganggu pelaksanaan
pekerjaan, tetapi menimbulkan kesan yang kotor. Untuk
mengurangi kelelahan fisik akibat dari penerangan yang tidak
cukup dikaitkan dengan faktor obyek dan umur pekerja dapat
dilakukan antara lain perbaikan kontras, meningkatkan
penerangan dan pengaturan jam kerja yang sesuai dengan umur
tenaga kerja.
b) Iklim Kerja / Tekanan Panas
Iklim kerja merupakan interaksi berbagai variabel seperti
temperatur, kelembabab udara, kecepatan gerak angin dan suhu
8

radiasi, iklim kerja adalah keadaan udara di tempat kerja.


Pengukuran tekanan panas pada suatu tempat salah satunya
adalah dengan mengukur ISBB atau indeks suhu basah dan
bola.
c) Kebisingan
Suara yang terlalu bising dan berlangsung lama dapat
menimbulkan stimulasi daerah di dekat area penerimaan
pendengaran berdenging. Keadaan ini akan menimbulkan
kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu
cortex celebri yang dipengaruhi oleh sistem yang antagonistik,
yaitu system penghambat (inhibisio) dan sistem (aktivasi).
d) Faktor Ergonomi
Ergonomi dapat mengurangi beban kerja dan kelelahan kerja.
Ergonomi juga berperan dalam memaksimalkan kenyamanan,
keamanan dan efisiensi pekerja.
4. Pengukuran Kelelahan
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara
langsung. Pengukuran-pengukuran dilakukan oleh para peneliti sebelumnya
hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan. Untuk
mengetahui tingkat kelelahan tenaga kerja dapat dilakukan dengan berbagai
macam pendekatan yaitu :
a. Pengukuran waktu reaksi
b. Uji hilangnya kelipatan (Flicker Fusion Test)
c. Pengamatan tentang koordinasi dan efisiensi kegiatan fisik.
d. Kuesioner alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2)
e. Kuesioner kelelahan 30 item.
Untuk penelitian ini dilakukan pengukuran tingkat kelelahan dengan
menggunakan alat yaitu, waktu reaksi (Reaction Timer). Waktu reaksi yang
diukur merupakan reaksi sederhana atas rangsangan tunggal atau reaksi
yang memerlukan koordinasi, waktu yang terjadi adalah waktu yang terjadi
9

antara pemberian rangsang tunggal sampai timbul respon terhadap rangsang


tersebut, pengukuran dilakukan pada waktu istirahat.
Waktu reaksi merupakan interval selama impuls syaraf dialirkan ke otak
kemudian diteruskan ke otot, pemeriksaan waktu reaksi penting tidak hanya
sekedar mengetahui perbedaan kecepatan individu tetapi juga untuk
mendapat informasi tentang kegunaan fungsi yaitu atensi, kemampuan
presepsi dan kecepatan persepsi.

B. PERUNDANG – UNDANGAN
1. Permenakertrans No. PER.01/MEN/1980 tentan Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.01/MEN/1981 tentang Kewaiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEPTS.333/MEN/1989 tentang
Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
4. Kepmenakertrans Nomor 609 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja
BAB III
HASIL

A. GAMBAR ALAT, CARA KERJA, DAN PROSEDUR PENGUKURAN


1. Gambar Alat

10
11

1. Cara Kerja
a. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON/OFF pada ON (Hidup)
b. Reset angka penampil sehingga menunjukkan angka 000.0 dengan
menekan tombol NOL
c. Pilih rangsang cahaya atau suara yang dikehendaki dengan menekan
tombol CAHAYA atau SUARA
d. Probandus yang akan diperiksa diminta siap menekan tombol tekan
probandus (mouse), dan kemududian diminta menekan setelah
melihat cahaya atau mendengar suara dari sumber
e. Pemeriksa menekan tombol tekan pemeriksa
f. Setelah probandus menekan tombol tekan probandus (mouse), pada
penampil (display) langsung menunjukkan angka waktu reaksi
dengan satuan milidetik
g. Catat waktu reaksi
h. Tekan tombol NOL, untuk kembali ke nol
i. Ulangi pemeriksaan sampai 20 kali dan hasilnya dirata – rata

2. Prosedur Pengukuran
a. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
b. Menghubungkan alat dengan sumber tenaga listrik
c. Menghidupkan alat dengan menekan tombol ON/OFF pada ON
d. Memastikan angka 0,000 pada alat jika angka belum menunjukan
angka 0,000 maka menekan tombol NOL untuk me-reset
e. Memilih rangsang suara atau cahaya yang dikehendaki degan
menekan tombol “suara/cahaya”.
f. Meminta probandus yang akan diperiksa untuk menekan tombol
subyek (kabel hitam), dan meminta secepatnya menekan
tombol subyek (kabel hitam) setelah melihat cahaya atau mendengar
bunyi rangsang.
g. Menekan tombol pemeriksa (kabel biru) untuk memberikan
rangsang pada responden.
12

h. Setelah memberikan rangsang dan probandus menekan tombol maka


pada layar kecil akan terlihat angka waktu reaksi dengan satuan mili
detik
i. Melakukan pemeriksaan sebanyak 20 kali baik rangsang suara
maupun rangsang cahaya. Dimana pemeriksaan nomor 1-5 dan
nomor 16-20 dihilangkan karena nomor 1-5 adalah dalam taraf
penyesuaian alat dan nomor 16-20 dianggap tingkat kejenuhan
mulai muncul
j. Mencatat hasil pada lembar data reaction timer
k. Mematikan alat dengan menekan tombol “ON/OFF” dan
melepaskan alat dari sumber tenaga
l. Menganalisis hasil dan membuat laporan praktikum
13

2. HASIL PRAKTIKUM DAN PENGUKURAN


Kelompok/Kelas : 6/B
Tempat Pengukuran : Gedung E dan Gedung F Fakultas
Kedokteran UNS
Hari/Tanggal : Rabu, 28-03-2018
Alat yang Digunakan : Reaction Timer

HASIL PENGUKURAN
NAMA Wahyu Abadi Muhammad Maryono
PEKERJAAN Petugas Parkir Satpam Bag. Akademik
1 274,2 271,5 208,3
2 558,7 316,6 387,1
3 419,2 306,2 227,2
4 395,0 386,2 274,5
5 608,7 543,4 453,5
6 576,5 260,0 254,6
7 303,8 247,1 205,5
8 410,6 197,7 177,6
9 324,3 538,6 278,0
10 237,5 187,2 239,0
11 259,4 277,7 190,6
12 569,6 215,1 166,7
13 382,8 465,1 230,6
14 391,3 167,7 251,8
15 302,1 167,3 212,9
16 189,5 189,9 172,6
17 356,6 235,4 232,4
18 299,1 335,7 287.8
19 243,6 170,6 259,6
20 315,0 217,9 210,3
RATA – RATA 369,78 272,25 230,73
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pengukuran kelelahan kerja dengan menggunakan


Reaction Timer yang telah dilakukan oleh praktikan pada Rabu, 28
Maret 2018 dengan probandus dari civitas akademika FK UNS
memperoleh hasil sebagai berikut :
1. Pobandus Wahyu Abadi pada bagian satpam menghasilkan
rerata 368,78 dengan analisis kelelahan kerja sedang karena
dalam kategori > 410 s/d < 580 milidetik.
2. Probandus Muhammad pada bagian satpam menghasilkan
rerata 272, 25 dengan analisis kelelahan kerja ringan karena
dalam kategori >240 s/d < 410 milidetik.
3. Probandus Maryono pada bagian akademik menghasilkan
rerata 220, 73 dengan analisis kelelahan kerja normal (belum
lelah) karena dalam kategori 150 s/d < 240 milidetik.
Pengukuran tingkat kelelahan kerja dengan menggunakan
Reaction Timer ini dinilai cukup efektif, karena penggunaan alat
yang mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama serta alat
dapat digunakan dimana saja tempat pekerja melakukan pekerjaan
dengan catatan tersedianya stop kontak listrik. Dan pengukuran
juga dapat dilakukan pada waktu kapanpun (pagi ataupun sore).
Tetapi Reaction Timer dibutuhkan pengukuran kelelahan sebanyak
20x untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat, dan di
hitung pada kisaran pengkuran ke 6 – 15, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan nilai validitas dari hasil pengukuran. Apabila di
hitung dari awal pengukuran, di khawatirkan probandus masih
menyesuaikan dengan alat ukur dan apabila di lakukan perhitungan
sampai data akhir (15-20) dikhawatirkan probandus sudah mulai
jenuh dengan pengukuran yang dilakukan. Selain itu Reaction
Timer hanya dapat berjarak 0,5 meter dari subjek, sehingga

14
15

dibutuhkan posisi yang tepat pada saat pengukuran dilakuakn


yaitu dengan probandus membelakangi operator, tetapi menghadap
ke respon cahaya maupun suara dari alat ukur.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari praktikum “REACTION
TIMER” antara lain yaitu :
1. Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya
efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan
fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan.
2. Kelelahan kerja dalam suatu industri berkaitan pada gejala-gejala
yang saling berhubungan yaitu perasan lelah dan perubahan
fisiologis dalam tubuh (syaraf dan otot tidak berfungsi dengan baik
atau tidak secepat seperti keadaan normal) yang disebabkan oleh
keadan kimiawi setelah bekerja dan dapat menurunkan kapasitas
kerja.
3. Faktor-faktor penyebab tenaga kerja :
a. Faktor Internal :
1) Usia
2) Jenis Kelamin
3) Status Gizi
b. Faktor eksternal :
1) Beban Kerja dan Masa Kerja
2) Lingkungan kerja fisik :
a) Penerangan atau pencahayaan
b) Iklim Kerja / Tekanan Panas
c) Kebisingan
3) Ergonomi
4. Praktikum kali ini mengukur kelelahan kerja pada responden dengan
menggunakan alat yang bernama “Reaction Timer”
5. Perundangan yang terkait dalam praktikum kali ini yaitu
Permenakertrans No. PER.01/MEN/1980 tentan Pemeriksaan

16
17

6. Kesehatan Tenaga Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan


Transmigrasi Nomor PER.01/MEN/1981 tentang Kewaiban
Melapor Penyakit Akibat Kerja, Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No. KEPTS.333/MEN/1989 tentang Pelaporan Penyakit Akibat
Kerja, Kepmenakertrans Nomor 609 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja
7. Dalam praktikum Reaction Timer kali ini yang dilakukan di di
sekitar lingkungan D3 Hiperkes dan KK dengan menggunakan 3
responden diantaranya yaitu Bapak Mariono selaku bagian
akademik, Bapak Wahyu Abadi yang merupakan karyawan D3
Hiperkes dan KK serta Bapak Muhammad selaku Satpam di
lingkungan D3 Hiperkes dan KK
Hasil pengukuran Reaction Timer menyatakan bahwa responden
yang bernama Bapak Wahyu Abadi mengalami kelelahan kerja sedang,
responden yang bernama Bapak Muhammad mengalami kelelahan kerja
ringan dan responden yang terakhir atas nama Bapak Mariyono
menglamai kelelalahan kerja normal.

B. SARAN
1. Sebaiknya pemberian beban kerja kepada civitas bagian akademik,
karyawan dan satpam lebih diperhatikan, pemberian beban kerja
harus sesuai dengan kapasitas kerja para responden agar tidak
menyebabkan kelelahan kerja sehingga terciptanya produktivitas
kerja.
2. Lingkungan kerja fisik harus di pantau baik dari suhu, cahaya dan
kebisingan karena hal itu merupakan faktor ang menyebabkan dari
kelelahan kerja yang mungkin sering di terima oleh responden.
3. Sebaiknya mahasiswa harus mengerti dan paham bagaimana
penggunaan CO Meter dan Detector Kitagawa.
18

4. Asistensi sebelum praktikum sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh


asisten laboratorium hiperkes tetapi juga pembekalan dari dosen
yang mengampu mata kuliah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lukman R, M 2013, Menggunakan Reaction Timer, Laporan


Laboratorium Kesehatan Kerja. Available from URL :
http://rizqilukmanhakim.blogspot.co.id Accessed 3 April 2018

2. Yulia E, S 2016, ‘Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kelelahan Kerja Pada Perawat Instalasi Gawat Darurat ( IGD )
Rumah Sakit Umum Daerah Semarang. Jurnal Skripsi Sarjana
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Semarang. Available from URL: http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php
Accessed 3 April 2018

19
LAMPIRAN

1. Pengukuran Tingkat Kelelahan Kerja Menggunakan Reaction Timer


pada Petugas Parkir Gedung F Fakultas Kedokteran

2. Pengukuran Tingkat Kelelahan Kerja Menggunakan Reaction Timer


pada Satpam Gedung E Fakultas Kedokteran

3. Pengukuran Tingkat Kelelahan Kerja Menggunakan Reaction Timer


pada Bagian Akademik Gedung E Fakultas Kedokteran

20

Anda mungkin juga menyukai