Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KESELAMATAN PABRIK KIMIA

IMPLEMENTASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

DI INDUSTRI BATIK

(STUDI KASUS DI INDUSTRI BATIK “GT” LAWEYAN SURAKARTA)

Disusun Oleh

Nur Widya 2031510042

Nuvixca Dewi Milangsari 2031510043

Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri dan Agroindustri
Universitas Internasional Semen Indonesia
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan kondisi aman, sehat, dan
selamat yang bebas dari resiko kecelakaan maupun kerusakan yang harus diterapkan
di perusahaan.“GT” adalah salah satu industri yang bergerak pada bidang industri
batik yang berada di kampung batik Laweyan Surakarta. Industri ini juga
berkepentingan dengan tuntutan yang semakin besar untuk memenuhi K3.Industri
batik harus dapat bersaing dan melakukan pembenahan dari segala hal termasuk K3.
Perusahaan “GT” dalam kegiatan produksinya selalu berhubungan dengan berbagai
jenis zat-zatkimia untuk membantu dalam pembuatan produk-produk batikyang
berpotensi menimbulkan bahaya dan kecelakaan kerja. Kenyataan di lapangan
diketahui kebanyakan pekerja tidak memakai pengaman apapun sehingga berkontak
langsung dengan zat-zat kimia yang mayoritas agresif. Terkait dengan kondisi di
lapangan tersebut maka harus dilakukan penanggulangan yang menyeluruh.
Penanggulangan kecelakaan kerja adalah dapat dilakukan dengan meniadakan unsur
penyebab kecelakaan atau mengadakan pengawasan yang ketat (Silalahi, 1995).

Eksistensi sebuah perusahaan dapat diketahui dari sejauh mana perusahaan


tersebut dapat memenuhi berbagai tuntutan baik internal maupun eksternal.
Tuntutan internal berupa efisiensi penggunaan bahan baku, efektifitas proses
produksinya, manajemen SDM yang baik, serta penanganan pasca produksi yang
menguntungkan. Tuntutan eksternal berupa berlakunya aturan-aturan dari pihak di
luar perusahaan, baik pemerintah maupun organisasi tingkat regional dan global.
Salah satu pihak eksternal yang akan berhubungan dengan industri batik adalah
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Dengan terbentuknya MEA maka industri
batik harus memenuhi berbagai persyaratan-persyaratan yang ditentukan. Beberapa
diantara persyaratan itu adalah diharuskannya semua industri untuk menerapkan
sistem produksi hijau (greenproduction system) dan sistem kesehatan dan keamanan
kerja yang baik. Perusahaan “GT” dalam menghadapi kondisi tersebut harus
menyiapkan diri agar tidak kalah bersaing dengan produk dari luar. Pembenahan
harus dilakukan untuk memenuhi tuntutan yang semakin besar. Pembenahan di
bidang K3 salah satunya adalah menciptakan budaya K3 kepada para pekerja.
Mangkunegara (2002) memberikan penjelasan terkait budaya K3 adalah setiap
pekerja harus mengerti indikator keselamatan kerja dan bahaya yang dihadapi saat
bekerja.

Industri Batik GT Laweyan Surakarta merupakan industri tekstil pengolahan batik


yang memiliki risiko bahaya yang cukup besar, karena industri tersebut memproses
kain batik termasuk prosedur pewarnaan kain batik yang identik dengan zat-zat
kimia yang dapat menimbulkan efek buruk bagi kesehatan. Bahaya tersebut antara
lain iritasi kulit yang disebabkan oleh pewarna dari senyawa kimia dan uap panas
proses produksi. Industri Batik GT Laweyan Surakarta belum menganut falsafah
yang merupakan komitmen perusahaan untuk mengelola program yang bertujuan
meminimalkan potensi bahaya pada tenaga kerja, harta benda, proses dan
lingkungan. Perusahaan seharusnya menyadari bahwa tenaga kerja adalah aset
paling berharga yang perlu dan harus mendapat prioritas utama dalam perlindungan
keselamatan dan kesehatannya, sehingga produktivitas kerja dapat dipertahankan
dan meningkat.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka penulis akan membahas


mengenai program K3 yang ada di Industri Batik GT Laweyan Surakarta untuk
mengetahui upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta perlindungan sekaligus
kesejahteraan yang diberikan kepada tenaga kerja.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah yang
didapatkan adalah
a. Bagaimana pengendalian keselamatan kerja pada Industri Batik GT Laweyan
Surakarta?
b. Upaya apa yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja pada Industri Batik GT Laweyan Surakarta?
c. Bagaimana penerapan dan penggunaan APD pada Industri Batik GT Laweyan
Surakarta?

1.3. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan ini adalah sebagai berikut

a. Untuk mengetahui pengendalian keselamatan kerja pada Industri Batik GT


Laweyan Surakarta
b. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada Industri
Batik GT Laweyan Surakarta
c. Untuk mengetahui penerapan dan penggunaan APD pada Industri Batik GT
Laweyan Surakarta
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Depnakes (2015), keselamatan dan kesehatan kerja adalah segala daya
upaya pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah, menanggulangi, dan
mengurangi terjadinya kecelakaan dan dampak melalui langkah-langkah identifikasi,
analisis, dan pengendalian bahaya dengan menerapkan pengendalian bahaya secara
tepat dan melaksanakan perundang-undangan tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Prawirosentono Suyadi (2002) adalah


menciptakan suasana dan lingkungan kerja yang menjamin kesehatan dan keselamatan
karyawan agar tugas pekerjaan di wilayah kerja perusahaan dapat berjalan lancar.
Menurut Sibarani Mutiara (2012) Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.

Menurut Barthos Basir (2009), di Indonesia berbagai peraturan perundang seperti


ketentuan pokok tentang perlindungan tenaga kerja dalam UU No.14 tahun 1969 dan
UU No. 1 tahun 1970 serta peraturan-peraturan lainnya yang melengkapi dalam
ketentuan tersebut khususnya dalam pasal 9 dan 10 tercantum beberapa hal sebagai
berikut : “Tiap tenaga kerja mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan
kesusilaan, pemeliharaan moril manusia atas perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan agama”.

Menurut Bangun Wilson (2012), secara khusus sistem manajemen keselamatan


dan kesehatan kerja terdapat pada peraturan menteri tenaga kerja nomor PER.
05/MEN/1996 Pasal 1, system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)
adalah bagian dari systemmanajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kegiatan guna tercapainya tempat kerja yang aman, efisien, dan
produktif.

2.2. Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada dasarnya mencari dan menggungkapkan


kelemahan yang mungkin akan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab akibat suatu kecelakaan dan meneliti
apakah pengendalian cermat dilakukan atau tidak.

Menurut Mangkunegara (2004) bahwa tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan


Kerja adalah sebagai berikut
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, social, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selekif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi di pelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
e. Agar meningkatnya kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atas
kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

2.3. Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Secara jelas dan tegas di dalam UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja Ramli (2010), ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja yang harus
dipenuhi oleh setiap orang atau yang menjalankan usaha, baik formal maupun
informal, dimanapun berada dalam upaya memberikan perlindungan Keselamatan
dan Kesehatan semua orang yang berada dilingkungan usahanya. Syarat-syarat
Keselamatan Kerja seperti pada pasal 3 (1) keselamatan kerja dimaksud untuk
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Memberikan keselamatan atau jalan penyelamatan dari pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang membahayakan.
c. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
d. Memerikan pertolongan pada kecelakaan
e. Memberikan perlindungan diri pada pekerja
f. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, aliran udara, cuaca, sinar radiasi,kebisingan dan
getaran
g. Mencegah dan mengendalikan timbul penyakit akibat kerja baik fisik maupun
pisikis, peracunan, infeksi dan penularan\
h. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
i. Menyelenggarakan suhu dan kelembapan udara yang baik
j. Menyelanggarakan penyegaran udara yang cukup
k. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
l. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang dan barang
m. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
n. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
o. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
berbahaya, kecelakaan yang menjadi bertambah tinggi

2.4. Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan
yang terjadi dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja. Kecelakaan kerja
merupakan kejadian yang tidak terduga dan tidak diinginkan baik kecelakaan
akibat langsung pekerjaan, maupun kecelakaan yang terjadi pada saat pekerjaan
(Buntarto, 2015).
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998). Menurut OHSAS, (18001, 1999)
(dalam Shariff, 2007), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak
diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda atau
kerugian waktu.

Kecelakaan kerja yang terjadi Suma’mur (2009) disebabkan oleh dua faktor, yaitu
faktor manusia serta faktor mekanik dan lingkungan. Faktor manusia itu sendiri yang
merupakan penyebab kecelakaan meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa
kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin
kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan
mental. Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak
wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian,
melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk
mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang
sehat fisik dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit. Diperkirakan 85%
darikecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. Hal ini dikarenakan
pekerja itu sendiri (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan seperti lengah, ceroboh,
mengantuk, lelah dan sebagainya.

Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat
pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Faktor mekanis
dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan suatu maksud
tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun menurut kelompok
pengolahan bahan, mesin penggerak dab pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa
benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang dengan manual (tangan),
menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda pijar dan transportasi. Kira-kira
sepertiga dari kecelakaan yang menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari
tempat yang tinggi maupun di tempat datar. Lingkungan kerja berpengaruh besar
terhadap moral pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dalam
kecelakaan kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan
disini terletak padarencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja
tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna
sehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang
merasa tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap,
terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.

2.5. Alat Pelindung Diri (APD)

Pengendalian bahaya dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan menggunakan alat pelindungdiri (APD). APD merupakan suatu alat yang
dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja,
dimana secara teknis dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang
yang terjadi. Peralatan pelindung diri tidak menghilangkan atau mengurangi bahaya
yang ada, peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara
penempatan penghalang antara tenaga kerja denga bahaya (Suma’mur, 2009).

Alat pelindung diri (APD) adalah peralatan keselamatan merupakan upaya terakhir
melindungi diri dalam meminimalkan bahaya. Kewajiban menggunakan APD telah disepakati
pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia dengan industri selaku pelaku usaha.
APD standar terdiri dari (1) pelindung diri (2) pernapasan, (3) telinga, (4) mata, (5) kepala, (6) kaki, (7)
pakaian pelindung dan (8) sabuk pengaman karyawan baik di laboratorium, lapangan atau di proses
pengolahan. Alat pelindung diri dibagi atas : (1) pelindung mata dan wajah, (2) pelindung pernapasan,
(3) pelindung kepala, (4) pelindung kaki, (5) pelindung tangan, (6) pelindung pendengaran, (7)
pelindung tubuh atau diri dan (8) sabuk pengaman.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Faktor dan Potensi Bahaya Pada Industri Batik GT Laweyan Surakarta

Faktor bahaya merupakan suatu kondisi yang dapat menimbulkan gangguan


kesehatan pada tenaga kerja. Sedangkan potensi bahaya adalah segala hal atau sesuatu
yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kecelakaan kerja yang dapat
menimbulkan kerugian baik cidera, harta benda maupun lingkungan.

1. Bahan Berbahaya dan Beracun


Bahan-bahan kimia yang terdapat di Industri Batik GT Laweyan Surakarta
termasuk dalam Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Bahan-bahan kimia
tersebut antara lain
 Zat pewarna Naftol, memiliki bentuk fisik serbuk berwarna, berbau seperti
etanol, sukar larut dalam air dan mudah larut pada alkohol. Selain itu zat ini
dapat menyebabkan keracunan jika tertelan, terhirup, dan terkena mata.
 Soda Api, merupakan padatan tidak berwarna, tidak berbau, namun dapat
menghasilkan rasa panas saat larut dalam air. Dalam bentuk cair bila terkena
kulit dapat mengakibatkan rasa panas dan gatal,dan mengakibatkan
kebutaan jika terkena mata.
 Sodium Silikat, merupakan padatan tidak berwarna . Apabila terjadi kontak
dengan kulit bisa menyebabkan luka bernanah, dan dapat mengiritasi mata,
 Sodium Nitrit, merupakan padatan berwarna putih kekuningan dan tidak
berbau. Dan bersifat mudah meledak jika bereaksi dengan senyawa kimia
seperti tiosulfat, litium dan lain-lain. Jika terhirup menyesakkan dada,
dengan konsentrasi yang sedang mengakibatkan pusing, mengantuk, pening,
mulut berliur dan pingsan. Jika terkena mata menyebabkan iritasi. Dan jika
tertelan, mengakibatkan muntah, pusing, penurunan tensi, sakit perut
bahkan kematian.
2. Limbah Industri
Limbah yang dikeluarkan Industri Batik GT Laweyan Surakarta berdasarkan
bentuknya dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu limbah gas, cair, dan padat.
 Limbah cair di Industri Batik GT Laweyan Surakarta berasal dari proses
yang keluar dari saluran buangan dan limbah domestik yang berasal dari
perkantoran. Yang termasuk limbah cair antara lain :Air bekas perendaman
dan pewarnaan batik dan sampah domestik.
 Limbah padat di Industri Batik GT Laweyan Surakarta dihasilkan dari sisa-
sisa proses produksi maupun operasi termasuk diantaranya adalah limbah
kotoran padat lumpur sisa material operasi, kemasan bahan kimia, dan
barang padat lainnya. Yang termasuk limbah padat antara lain : bekas-bekas
kemasan bahan-bahan kimia berupa drum, botol, kardus, lumpur keluaran
dari pembuangan.
3. Faktor Bahaya Lain
Selain faktor-faktor bahaya yang telah disebutkan di atas, di Industri Batik GT
Laweyan Surakarta juga terdapat sumber bahaya lain yang kemungkinan besar
menyebabkan gangguan maupun kecelakaan kerja. Sumber bahaya tersebut
berasal dari poses produksi yang menggunakan mesin-mesin yang beroperasi
secara terus-menerus.
 Uap panas
Uap panas ini ditimbulkan oleh proses produksi, dimana proses tersebut
menggunakan sistem pelelehan lilin untuk mewarnai kain baik .

Untuk langkah pengendalian dari bahaya, maka Industri Batik GT Laweyan Surakarta
telah melakukan pengaturan waktu kerja setiap jam bagi tenaga kerjanya yaitu 75% dan
25% istirahat.
3.2. Penanggulangan Faktor dan Potensi Bahaya
3.2.1. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Industri Batik GT Laweyan Surakarta dalam proses produksinya menggunakan


bahan-bahan kimia yang termasuk dalam kategori berbahaya dan beracun, karena bahan
kimia tersebut tergolong yang memiliki satu atau lebih karakteristik sebagai B3, yaitu
mudah terbakar, mudah meledak, reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat
korosif, dan radioaktif. Sesuai dengan Permenaker No. Kep 187/MEN/1999 Pasal 3
BAB I yang menyebutkan,”Bahwa pengendalian bahan kimia berbahaya meliputi :
Penyediaan Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB), Penunjukan petugas K3 dan ahli
kimia”. Industri Batik GT Laweyan Surakarta telah melaksanakan Permenaker tersebut.
Untuk memberikan informasi tentang bahan-bahan kimia tersebut telah dibuat Lembar
Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet). Dalam MSDS ini dicantumkan
nama bahan kimia yang dipakai, sifat dan karakteristik bahan tersebut, yaitu data bahaya
kebakaran dan peledakan, data bahaya terhadap kesehatan, serta cara penanganannya
bila mengenai tubuh. MSDS ini didistribusikan ke seluruh departemen dan wajib
diketahui oleh semua tenaga kerja.

Agar B3 tidak membahayakan tenaga kerja dan lingkungan maka dilakukan


penanganan antara lain
a. Menyimpan B3 dalam tanki atau bejana di tempat terpisah dengan B3 lainnya.
b. Tempat penyimpanannya jauh dari sumber45 api atau nyala terbuka.
c. Penyediaan safety shower (body shower dan eye shower) di dalam Plant
Industri Batik GT Laweyan Surakarta sebagai pertolongan pertama bila
terkena B3 pada saat melakukan pekerjaan.

3.2.2. Limbah Industri

Secara umum limbah di Industri Batik GT Laweyan Surakarta berupa limbah cair,
padat dan gas. Limbah tersebut ada yang termasuk limbah berbahaya dan beracun.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 pasal 1 ayat 2 bahwa : “Limbah
bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan
atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain”. Dalam pasal 3 ditegaskan pula bahwa setiap orang yang
melakukan usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang
limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup,
tanpa pengolahan terlebih dahulu (Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999).

Industri Batik GT Laweyan Surakarta Petrochemical dalam memenuhi ketentuan


itu telah dilengkapi dengan fasilitas pengolahan limbah air (Waste Water Treatment)
dan eliminasi polutan yang baik. Fasilitas ini ditujukan agar limbah yang dihasilkan
sesuai dengan nilai ambang batas sehingga aman bagi lingkungan sekitarnya. Hal ini
dapat dilihat dengan ditemukannya ikan yang hidup di bak penampungan akhir dan
saluran buangan limbah ke laut. Pengolahan limbah Industri Batik GT Laweyan
Surakarta Petrochemical meliputi
a. Pengolahan limbah cair
 Bagian pemisahan minyak, ruang lingkup dalam unit ini adalah untuk
memisahkan minyak dari air mengalir yang ditampung dari perusahaan.
 Bagian netralisasi, untuk mengatur kondisi pH dari aliran Spent Caustic.
 Bagian equalisasi, untuk mengumpulkan dan mengequalisasikan dari
seluruh aliran limbah.
 Bagian pengapungan udara terlarut, Bagian ini untuk memisahkan
padatan terlarut, COD dan minyak dari aliran keluaran yang telah
diequalisasi.
 Bagian flokulasi, terdiri dari dua bagian, pertama untuk pengadukan
secara tepat dan pengaturan pH, dan yang kedua adalah untuk
pembentukan flokulasi sebelum masuk ke sistem flotasi udara.
 Unit pengapungan, aliran bahan kimia yang telah dikondisikan kemudian
ditambahkan aliran udara.
 Tangki penjernihan udara, Ruang lingkup dari unit ini adalah untuk
menginflasi udara yang diperlukan dalam air untuk proses pengapungan.
 Pengolahan biologis, Bagian ini mengolah air buangan dari Dissolved
Air Flotation (DAF) unit dan dari limbah domestik.

b. Pengolahan limbah gas


Limbah gas yang berada di bawah nilai ambang batas baku mutu kualitas
langsung diemisikan ke udara secara kontinyu. Pada keadaan darurat
contohnya aliran listrik terputus, sebagian besar gas dialirkan ke system flare.
System flare mempunyai kapasitas sebanyak 1000 ton per jam. Flare yang
dibangun Industri Batik GT Laweyan Surakarta terdiri dari 2 jenis, yaitu flare
bertekanan tinggi dan flare bertekanan rendah. Flare bertekanan tinggi yang
ditujukan untuk membakar gas yang keluar dari setiap perusahaan di dalam
kompleks Industri Batik GT Laweyan Surakarta, fasilitas dan prasarana serta
yang lainnya yang dihasilkan dari Low Pressure Storage. Industri Batik GT
Laweyan Surakarta telah membangun 2 unit flare bertekanan tinggi.
Sedangkan Flare bertekanan rendah yang ditujukan untuk membakar gas dari
Low Pressure Storage. Jenis ini telah dibangun 1 unit di Industri Batik GT
Laweyan Surakarta Petrochemical. Kedua jenis flare tersebut adalah Smogless
Flare Type. Industri Batik GT Laweyan Surakarta mempunyai 3 flare, yaitu
flare bertekanan tinggi untuk Olefin Plant dan untuk industri hilir atau
Polyethylene Plant, flare bertekanan rendah untuk Law Pressure Ethylene,
dan untuk Polypropylene Plant pembuangan gasnya dibakar di PT. Tripolyta.

c. Pengolahan limbah padat


Pengolahan limbah padat Industri Batik GT Laweyan Surakarta berdasarkan
dari jenis limbahnya, yaitu
 Limbah padat berupa sisa proses industri yang terdiri dari kerak karbon,
lumpur dan abu, serta limbah domestik khususnya dari perkantoran akan
dibuang dalam tapak proyek melalui system landfill dan dibakar, limbah
padat berupa lumpur dibakar menggunakan alat pembakaran Multiple
Heart Furnace.
 Limbah padat yang mengandung bahan berbahaya dan beracun akan
disimpan dalam sistem drum (penampungan sementara), selanjutnya
akan dikirim ke pusat pengolahan limbah B3 (PPLI-B3).
 Limbah padat yang berasal dari jasa boga atau katering berupa sisa
makanan akan dikumpulkan oleh perusahaan dan diangkut keluar
perusahaan.
 Limbah padat berasal dari gedung dan kantor akan didaur ulang.

3.2.3. Faktor Bahaya Lain

Penanggulangan potensi bahaya lainnya adalah sebagai berikut


a. Potensi bahaya lain
Potensi bahaya lain yang ada misalnya bahaya akibat mesin bergerak dan
berputar, bahaya terjatuh, terpeleset, tertimpa, tertabrak, dan keracunan bahaya
kimia, peledakan dan kebakaran. Adapun cara pencegahan kecelakaan akibat
potensi bahaya tersebut antara lain dengan penyediaan alat pelindung sesuai
dengan faktor bahaya yang ada dan penjelasan mengenai sikap kerja yang
benar.

3.3. Sistem Keselamatan Kerja


3.3.1. Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri disediakan sesuai dengan faktor bahaya di tempat kerja guna
mendukung upaya peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja. Penyediaan alat
pelindung diri ini merupakan kewajiban bagi perusahaan sebagaimana ditegaskan dalam
Undang-Undang No. 01 Tahun 1970 pasal (c) yang berbunyi: ”Pengurus wajib
menyediakan secara cuma-cuma menyediakan semua alat pelindung diri yang
diwajibkan pada tempat kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi
setiap tenaga orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-
petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan
dan kesehatan kerja”.
Sedangkan kewajiban tenaga kerja adalah memakai alat pelindung diri yang
diwajibkan (pasal 12). Dalam melaksanakan peraturan tersebut Industri Batik GT
Laweyan Surakarta belum menyediakan alat pelindung diri dalam jumlah yang cukup
dan jenisnya bermacam-macam disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat
kerja.

3.3.2. Sistem Ijin Kerja

Industri Batik GT Laweyan Surakarta merupakan industri kimia yang


memberlakukan sistem ijin kerja sebagai salah satu upaya pencegahan kecelakaan.
Penerapan sistem ijin kerja diharapkan menjadi upaya pencegahan dini kecelakaan
kerja. Sistem ijin kerja adalah prosedur yang akan mengidentifikasi potensi bahaya, hal
tersebut sesuai dengan Peraturan Mentari Tenaga Kerja No. 05/MEN/1996 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Lampiran II bagian 6 yang
menyebutkan bahwa, ”Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasi bahaya
potensial dan telah menilai risiko-risiko yang timbul dari suatu proses kerja.”
Disebutkan pula : ”Terdapat pula prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika
diperlukan diterapkan suatu sistem ijin kerja untuk tugas-tugas yang berisiko tinggi.”
(Syukri Sahab, 1997).

3.3.3. Lembar Data Keselamatan Bahan

Untuk memberikan pengetahuan kepada seluruh tenaga kerja maka semua bahan
kimia berbahaya yang beracun yang ada dalam proses produksi di Industri Batik GT
Laweyan Surakarta tercantum dalam Lembar Data Keselamatan Bahan atau MSDS.
Bentuk format yang digunakan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memuat
keterangan singkat karakteristik dan informasi data keselamatan dan kesehatan bahan
kimia yang dapat dibaca dan dimengerti oleh semua tenaga kerja baik dari tingkat
operator sampai manajer. MSDS ini didistribusikan kepada semua departemen untuk
disosialisasikan kepada semua tenaga kerja.
BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pelaksanaan Keselamatan dan


Kesehatan Kerja serta Lingkungan Hidup di Industri Batik GT Laweyan Surakarta,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut

1. Faktor bahaya utama adalah bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) beserta
limbahnya, maka diperlukan MSDS untuk mengetahui bahaya dan sifatnya.
Industri Batik GT Laweyan Surakarta sudah membuat MSDS tentang B3. Hal
ini sesuai dengan Permenaker 187/MEN/1999, Pasal 3 Bab I.

2. Temuan sumber bahaya pada area pembuatan batik adalah zat pewarna
(naftol) dan zat kimia Soda api (NaOH), Sodium nitrit (NaNO2), Soda api
(NaOH), Sodium silikat (Na2SiO3) yang digunakan sebagai bahan baku saat
proses pembuatan batik dan pemanas yang digunakan untuk pengeringan
maupun mesin uap untuk penguncian warna.

3. Berdasarkan literatur, didapatkan tingkat bahaya yaitu bahaya dengan resiko


sedang pada lokasi printing, grounding dan penjemuran dengan jumlah 5
(62%),) resiko ekstrim pada lokasi penguncian warna dan pewarnaan dengan
jumlah 2 (25%, dan resiko rendah pada lokasi penguapan dengan jumlah 1
(13%).

Anda mungkin juga menyukai