DI INDUSTRI BATIK
Disusun Oleh
Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri dan Agroindustri
Universitas Internasional Semen Indonesia
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan kondisi aman, sehat, dan
selamat yang bebas dari resiko kecelakaan maupun kerusakan yang harus diterapkan
di perusahaan.“GT” adalah salah satu industri yang bergerak pada bidang industri
batik yang berada di kampung batik Laweyan Surakarta. Industri ini juga
berkepentingan dengan tuntutan yang semakin besar untuk memenuhi K3.Industri
batik harus dapat bersaing dan melakukan pembenahan dari segala hal termasuk K3.
Perusahaan “GT” dalam kegiatan produksinya selalu berhubungan dengan berbagai
jenis zat-zatkimia untuk membantu dalam pembuatan produk-produk batikyang
berpotensi menimbulkan bahaya dan kecelakaan kerja. Kenyataan di lapangan
diketahui kebanyakan pekerja tidak memakai pengaman apapun sehingga berkontak
langsung dengan zat-zat kimia yang mayoritas agresif. Terkait dengan kondisi di
lapangan tersebut maka harus dilakukan penanggulangan yang menyeluruh.
Penanggulangan kecelakaan kerja adalah dapat dilakukan dengan meniadakan unsur
penyebab kecelakaan atau mengadakan pengawasan yang ketat (Silalahi, 1995).
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah yang
didapatkan adalah
a. Bagaimana pengendalian keselamatan kerja pada Industri Batik GT Laweyan
Surakarta?
b. Upaya apa yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja pada Industri Batik GT Laweyan Surakarta?
c. Bagaimana penerapan dan penggunaan APD pada Industri Batik GT Laweyan
Surakarta?
1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan ini adalah sebagai berikut
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Depnakes (2015), keselamatan dan kesehatan kerja adalah segala daya
upaya pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah, menanggulangi, dan
mengurangi terjadinya kecelakaan dan dampak melalui langkah-langkah identifikasi,
analisis, dan pengendalian bahaya dengan menerapkan pengendalian bahaya secara
tepat dan melaksanakan perundang-undangan tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Secara jelas dan tegas di dalam UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja Ramli (2010), ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja yang harus
dipenuhi oleh setiap orang atau yang menjalankan usaha, baik formal maupun
informal, dimanapun berada dalam upaya memberikan perlindungan Keselamatan
dan Kesehatan semua orang yang berada dilingkungan usahanya. Syarat-syarat
Keselamatan Kerja seperti pada pasal 3 (1) keselamatan kerja dimaksud untuk
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Memberikan keselamatan atau jalan penyelamatan dari pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang membahayakan.
c. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
d. Memerikan pertolongan pada kecelakaan
e. Memberikan perlindungan diri pada pekerja
f. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, aliran udara, cuaca, sinar radiasi,kebisingan dan
getaran
g. Mencegah dan mengendalikan timbul penyakit akibat kerja baik fisik maupun
pisikis, peracunan, infeksi dan penularan\
h. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
i. Menyelenggarakan suhu dan kelembapan udara yang baik
j. Menyelanggarakan penyegaran udara yang cukup
k. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
l. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang dan barang
m. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
n. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
o. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
berbahaya, kecelakaan yang menjadi bertambah tinggi
Kecelakaan kerja yang terjadi Suma’mur (2009) disebabkan oleh dua faktor, yaitu
faktor manusia serta faktor mekanik dan lingkungan. Faktor manusia itu sendiri yang
merupakan penyebab kecelakaan meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa
kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin
kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan
mental. Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak
wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian,
melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk
mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang
sehat fisik dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit. Diperkirakan 85%
darikecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia. Hal ini dikarenakan
pekerja itu sendiri (manusia) yang tidak memenuhi keselamatan seperti lengah, ceroboh,
mengantuk, lelah dan sebagainya.
Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat
pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Faktor mekanis
dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan suatu maksud
tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun menurut kelompok
pengolahan bahan, mesin penggerak dab pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa
benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang dengan manual (tangan),
menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda pijar dan transportasi. Kira-kira
sepertiga dari kecelakaan yang menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari
tempat yang tinggi maupun di tempat datar. Lingkungan kerja berpengaruh besar
terhadap moral pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dalam
kecelakaan kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan
disini terletak padarencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja
tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna
sehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang
merasa tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap,
terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.
Pengendalian bahaya dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan menggunakan alat pelindungdiri (APD). APD merupakan suatu alat yang
dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja,
dimana secara teknis dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang
yang terjadi. Peralatan pelindung diri tidak menghilangkan atau mengurangi bahaya
yang ada, peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara
penempatan penghalang antara tenaga kerja denga bahaya (Suma’mur, 2009).
Alat pelindung diri (APD) adalah peralatan keselamatan merupakan upaya terakhir
melindungi diri dalam meminimalkan bahaya. Kewajiban menggunakan APD telah disepakati
pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia dengan industri selaku pelaku usaha.
APD standar terdiri dari (1) pelindung diri (2) pernapasan, (3) telinga, (4) mata, (5) kepala, (6) kaki, (7)
pakaian pelindung dan (8) sabuk pengaman karyawan baik di laboratorium, lapangan atau di proses
pengolahan. Alat pelindung diri dibagi atas : (1) pelindung mata dan wajah, (2) pelindung pernapasan,
(3) pelindung kepala, (4) pelindung kaki, (5) pelindung tangan, (6) pelindung pendengaran, (7)
pelindung tubuh atau diri dan (8) sabuk pengaman.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Faktor dan Potensi Bahaya Pada Industri Batik GT Laweyan Surakarta
Untuk langkah pengendalian dari bahaya, maka Industri Batik GT Laweyan Surakarta
telah melakukan pengaturan waktu kerja setiap jam bagi tenaga kerjanya yaitu 75% dan
25% istirahat.
3.2. Penanggulangan Faktor dan Potensi Bahaya
3.2.1. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Secara umum limbah di Industri Batik GT Laweyan Surakarta berupa limbah cair,
padat dan gas. Limbah tersebut ada yang termasuk limbah berbahaya dan beracun.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 pasal 1 ayat 2 bahwa : “Limbah
bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan
atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain”. Dalam pasal 3 ditegaskan pula bahwa setiap orang yang
melakukan usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang
limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup,
tanpa pengolahan terlebih dahulu (Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999).
Alat Pelindung Diri disediakan sesuai dengan faktor bahaya di tempat kerja guna
mendukung upaya peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja. Penyediaan alat
pelindung diri ini merupakan kewajiban bagi perusahaan sebagaimana ditegaskan dalam
Undang-Undang No. 01 Tahun 1970 pasal (c) yang berbunyi: ”Pengurus wajib
menyediakan secara cuma-cuma menyediakan semua alat pelindung diri yang
diwajibkan pada tempat kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi
setiap tenaga orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-
petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan
dan kesehatan kerja”.
Sedangkan kewajiban tenaga kerja adalah memakai alat pelindung diri yang
diwajibkan (pasal 12). Dalam melaksanakan peraturan tersebut Industri Batik GT
Laweyan Surakarta belum menyediakan alat pelindung diri dalam jumlah yang cukup
dan jenisnya bermacam-macam disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat
kerja.
Untuk memberikan pengetahuan kepada seluruh tenaga kerja maka semua bahan
kimia berbahaya yang beracun yang ada dalam proses produksi di Industri Batik GT
Laweyan Surakarta tercantum dalam Lembar Data Keselamatan Bahan atau MSDS.
Bentuk format yang digunakan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat memuat
keterangan singkat karakteristik dan informasi data keselamatan dan kesehatan bahan
kimia yang dapat dibaca dan dimengerti oleh semua tenaga kerja baik dari tingkat
operator sampai manajer. MSDS ini didistribusikan kepada semua departemen untuk
disosialisasikan kepada semua tenaga kerja.
BAB IV
PENUTUP
1. Faktor bahaya utama adalah bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) beserta
limbahnya, maka diperlukan MSDS untuk mengetahui bahaya dan sifatnya.
Industri Batik GT Laweyan Surakarta sudah membuat MSDS tentang B3. Hal
ini sesuai dengan Permenaker 187/MEN/1999, Pasal 3 Bab I.
2. Temuan sumber bahaya pada area pembuatan batik adalah zat pewarna
(naftol) dan zat kimia Soda api (NaOH), Sodium nitrit (NaNO2), Soda api
(NaOH), Sodium silikat (Na2SiO3) yang digunakan sebagai bahan baku saat
proses pembuatan batik dan pemanas yang digunakan untuk pengeringan
maupun mesin uap untuk penguncian warna.