Anda di halaman 1dari 28

Tugas Kelompok

Psikologi Industri

“Kondisi Kerja Yang Menimbulkan Efek Psikis


(Ergonomi)”

OLEH
KELOMPOK 4

Suciyati Nurillah K111 13 093


Merry Paramme K111 13 306

DEPARTEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah ini yang berjudul “Kondisi Kerja Yang Menimbulkan Efek Psikis
(Ergonomi)”.
Dalam pembuatan tugas ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dosen mata kuliah psikologi industri selaku pembimbing.


2. Teristimewa kedua orangtua penulis yang selalu memberi dukungan baik moril
maupun materil dan doa tulus kepada penulis.
3. Teman - teman yang memberikan saran dan semangatnya juga kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan


baru kepada para pembaca serta dapat menambah wawasan bagi para pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam penyususnan makalah ini banyak memiliki
kekurangan dan kelemahan baik dalam segi penulisan maupun dalam segi penyajian
materi yang di paparkan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna untuk memperbaiki kualitas makalah ini.

Makassar, 13 September 2015

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB 1 ........................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. LATAR BELAKANG ....................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................... 5
C. TUJUAN ............................................................................................................ 5
BAB 2 ........................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
A. DEFENISI KONDISI KERJA ........................................................................... 6
D. DEFINISI DAMPAK PSIKIS.......................................................................... 19
E. JENIS – JENIS EFEK PSIKIS YANG DITIMBULKAN OLEH KONDISI
KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS .................................................................. 20
F. CARA MENGATASI DAMPAK PSIKIS YANG DISEBABKAN OLEH
KONDISI KERJA ................................................................................................... 24
BAB 3 ......................................................................................................................... 26
PENUTUP ................................................................................................................... 26
A. KESIMPULAN ................................................................................................ 26
B. DAFTAR PERTANYAAN .............................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 28
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia dalam pekerjaannya merupakan sesuatu yang paling


kompleks. Maka seorang pekerja memiliki perasaan-perasaan, pikiran-pikiran,
dan kehidupan sosial. Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan pengaruh
yang tidak sedikit terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaannya.
Pekerjaan apapun akan menimbulkan reaksi psikologis bagi yang
melakukan pekerjaan itu. Reaksi ini dapat bersifat positif maupun bersifat
negatif. Reaksi yang bersifat positif misalnya; senang, bergairah, dan merasa
sejahtera. Raksi ini akan meningkatkan produktifitas kerja. Reaksi yang
bersifat negatif misalnya; kebosanan atau kejenuhan, acuh, tidak serius dan
sebagainya. Jika dalam pekerjaan muncul reaksi yang bersifat negatif maka
akan terjadi gangguan dalam bekerja dan hasilnya dapat menimbulkan
penyakit akibat kerja.
Seorang pekerja atau tenaga kerja yang menunjukan reaksi negatif
terhadap psikis dalam melakukan pekerjaannya dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara lain karena tidak cocok dengan pekerjaannya itu,
melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak ergonomis, kurangnya insentif,
dipindahkan kebagian yang tidak disukai atau tidak diinginkan, lingkungan
kerja yang tidak kondusif atau tidak menyenangkan dan lain-lain.
Ratusan tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi
yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut
International Labor Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian
yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan kerja.
B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang diangkat dalam pembahasan yaitu :


1. Apakah Defenisi Kondisi Kerja?
2. Apakah Defenisi Dampak Psikis ?
3. Apakah jenis – jenis efek psikis yang ditimbulkan oleh kondisi kerja
yang tidak ergonomis ?
4. Bagaimanakah cara mengatasi dampak psikis yang disebabkan oleh
kondisi kerja ?

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Untuk mempermudah mengetahui kondisi kerja yang dapat
menimbulkan efek psikis
2. Tujuan Khusus
1. Defenisi Kondisi Kerja
2. Untuk Mengetahui Defenisi Dampak Psikis
3. Untuk Mengenali jenis – jenis efek psikis yang ditimbulkan oleh
kondisi kerja yang tidak ergonomis
4. Untuk Mengetahui cara mengatasi dampak psikis yang disebabkan
oleh kondisi kerja
BAB 2
PEMBAHASAN

A. DEFENISI KONDISI KERJA

Kondisi kerja adalah kondisi yang dapat dipersiapkan oleh manajemen


perusahaan yang bersangkutan pada pabrik yang didirikan oleh perusahaan.
Sejalan dengan pendirian pabrik ini, manajemen perusahaan selayaknya bila
mempertimbangkan kondisi kerja karyawan yang tepat sehingga para
karyawan perusahaan dapat bekerja dengan baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kerja banyak sekali, terutama
persyaratan teknis dari pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan. Mesin
dan peralatan produksi berikut persyaratan teknisnya akan ikut serta
menentukan kondisi kerja di dalam perusahaan, demikian juga dengan metode
pengawasan karyawan yang dilaksanakan dalam perusahaan akan
mempengaruhi kondisi kerja. Sehingga tujuan untuk merencanakan kondisi
kerja dalam perusahaan akan sejalan dengan tujuan dari perencanaan
lingkungan kerja pada umunya, yaitu terdapatnya tingkat produktivitas
karyawan perusahaan cukup tinggi.
Jenis-jenis KondisiLingkungan Kerja
1. Kondisi Fisik Kerja

Rancangan kerja kantor memberikan pengaruh pada produktifitas juga.


Schultz (1982)menunjukan hasil penelitian di amerika serikat tentang
pengaruh dari kantor yang dirancang seperti pemandangan alam. Hasil
penelitian tersebut mengatakan bahwa rancangan kantor seperti pemandangan
alam tersebut dapat melancarkan komunikasi dan alur kerja, disamping itu
keterbukaan keikatan dan kerjasama kelompok serta mengurangi rintangan-
rintangan psikologis antara manajemen dan karyawan.
Rancangan lingkungan kerja secara spesifik seperti penerangan atau
iluminasi, warna, kebisingan dan musik juga perlu di perhatikan untuk
meningkatkan produktifitas kerja.

a) Iluminasi atau Penerangan


Kecerahan (luminance) merupakan ukuran suatu
permukaan yang memancarkan sinar dari sumber cahaya.
Satuan ukuran dari kecerahan adalah Apostilb (ASB) atau Stilb
(SB).
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
iluminasi adalah kadar (intentisity) cahaya, distribusi cahaya,
dan sinar yang menyilaukan.
Untuk pekerjaan tertentu diperlukan kadar cahaya
tertentu sebagaipenerangan. Pekerjaan yang memerlukan kadar
ketelitian dan kejelian mata, seperti memperbaiki jam tangan,
perakitan elektronika, menuntut keadaan cahaya yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang tidak
begitu memerlukan penglihatan yang tajam, seperti para
pramugari melayani para penumpang di pesawat terbang.
Iluminating Engineering Society merekomendasikan
patokan baku iluminasi untuk berbagai macam situasi dan
tugas seperti berikut :

Iluminasi yang
Direkomendas
Situasi atau Tugas
ikan (dalam
satuan lilin)
Perakitan
Kasar Mudah Melihat 30
Kasar Sulit Melihat 50
Medium 100
Halus 500
Sangat Halus 1000
Sumber: Mc Cormick,1970

Faktor yang lain dari iluminasi ialah dari cahaya dalam


kamar atau daerah kerja.pengaturan yang ideal adlah jika
cahaya dapat didistribusikan secara merata pada keseluruhan
lapangan visual. Memberikan cahaya peneranagn pada suatu
daerah kerja yang lebih tinggi kadar cahayanya dari pada
daerah yang mengelilinginya akan menimbulkan lelahan mata
(eyestrain) setelah jangka waktu tertentu.
Sinar yang menyilaukan merupakan faktor lain yang
mengurangi efisiensi visual dan meningkatkan ketegangan
mata (eyestrain). Sinar dirasakan silau karena intensitas cahaya
melebihi dari intensitas cahaya yang telah biasa diterima oleh
mata. Sinar yang menyilaukan dapat ditimbulkan langsung
oleh sumber cahayanya atu bidang bidang yang memiliki
pemantulan sinar yang tinggi.
Kajian dalam kondisi labolatorium menunjukan bahwa
silau menimbulkan peningkatan kesalahan dalam kerja rinci
selama waktu 20 menit. Selain ketegangan mata, silau juga
dapat mengaburkan pandangan.
Silau ditempat kerja dapat diatasi dengan berbagai cara.
Sumber cahaya yang sangat terang dapat ditutupi dengan
pelindung atau diletakkan diluar pandangan pekerja. Cara yang
lain adalah dengan memberi semacam kelep topi (visor) atau
pelindung mata (eyeshades).
Menurut suyatno (1985) hal hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah silau ditempat kerja adalah sebagai berikut:

1) Jangan ada sumber cahaya yang ditempatkan


pada bidang visual dari operator.
2) Sumber sinar yang tidak tersaring, jangan
dipakai ditempat kerja.
3) Penyaringan harus demikian rupa hingga rata-
rata terangnya tidak melebihi 0,3 Sb bagi
penerangan umum dan 0,2 Sb bagi pekerja.
4) Sudut antara garis pandang horizontal dengan
garis penghubung antara mata dan sumber
cahaya harus lebih dari 30˚.
5) Jika sudut terpaksa kurang dari 30˚, karena
ruangan yang besar, lampunya harus disaring
jika memakai lampu pendar, arah tabung harus
menyilang garis pandang.
6) Untuk menghindari silau karna pantulan, tempat
kerja harus diletakkan demikian rupa hingga
garis pandang yang paling sering dipakai jangan
berhimpit dengan cahaya yang terpantul, dan
bahwa area pantulan dengan kontras yang
melebihi 1:10 jangan sampai terjadi pada bidang
visual.
7) Pemakaian perabot, mesin, papan wesel dan
perkakas kerja yang berkilauan hendaknya
dihindari.

Schultz (1982) menganjurkan untuk memberikan


iluminasi yang uniform pada daerah kerja untuk menghindari
silau. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan penerangan
yang tidak langsun. Dengan penerangan yang langsung (bola
bola lampu yang terletak pada beberapa tempat dilangit-langit),
cahaya terfokus pada daerah-daerah tertentu sehingga
menimbulkan tempat-tempat terang dan silau. Dengan
penerangan tidak langsung, tidak ada cahaya yang langsung
mengenai mata. Semuanya merupakan cahaya pantulan.
Keuntungan penerangan tidak langsung telah dibuktikan
melalui kajian-kajian di labolatorium.

b) Warna
Erat kaitannya dengan iluminasi ialah penggunaan warna
pada ruangan dan peralatan kerja. Banyak orang memberikan
makna yang tinggi kepada penggunaan warna atau kombinasi
warna yang tepat untuk ruangan – ruangan di rumah, di kantor,
dan di pabrik. Mereka berpendapat bahawa penggunaan a atau
kombinasi warna yang tepat dapat meningkatkan produksi,
menurunkan kecelakaan kerja.
Warna dapat digunakan sebagai :
1) Alat sandi atau coding device (schultz, 1982), atau
sebagai pencipta kontras warna (suyatno,1985).
Misalnya alat pemadam kebakaran berwarna
merah, peralatan pertolongan pertama berwarna
hijau. Untuk bagian-bagian yang kecil pada mesin
tetapi penting dapat digunakan warna-warna kuat,
sehingga kontras warna yang ada memudahkan
penglihatan.
2) Upaya menghindari timbulnya ketegangan mata
(schultz,1982) . warna berbeda dalam kemampuan
pantulan cahaya. Dinding yang putih
memantulakan cahaya lebih banyak daripada
dinding dengan warna gelap. Suyatno (1985)
menganjurkan untuk memperhatikan keserasian
dalam penggunaan warna pada bidang bidang
yang luas (dinding ruangan kerja) dengan bidang-
bidang yang lebih sempit (meja tulis, kursidan
lain-lain)
3) Alat untuk menciptakan ilusi tentang besarnya dan
suhunya ruangan kerja(schultz,1982), yang
memiliki efek psikologis (suyatno,1985). Ruangan
kerja yang dicat dengan warna gelap menyebabkan
ruangan terasa menjadi lebih sempit dan tertutup
daripada yang sebenarnya. Sebaliknua dinding-
dinding yang berwarna muda dan terang
memberikan rasa ruangan yang lebih luas dan
terbuka. Warna gelap, pada umunya bersifat
menekan dan mengarah pada kekotoran,
sedangkan warna yang pucat/cerah, memeratkan
pantulan cahaya, dan merangsang ke arah
kebersihan.
Berikut efek psikologis dari warna menurut
suyatnu (1985) :
Efek
warna Efek suhu Efek psikis
jarak
Biru Jauh Sejuk Menenangkan
Sangat Sangat
Hijau Jauh
sejuk menenangkan
Sangat
Merah Dekat Panas mengusik dan
terkesiap
Sangat Sangat
Orange Merangsang
dekat panas
Sangat
Kuning Dekat Merangsang
panas
Sangat
Coklat Netral Merangsang
dekat
Sangat
Lembayung Sejuk Melesukan
dekat
Sumber: Suyatno(1985)
c) Bising (Noise)
Menurut Burrows dalam McCormick (1970) berpendapat
bahwa dalam rangka teori-informasi, maka bising ialah “that
auditory stimulus or stimuli bearing no informational relationship
to the presence or completion of the immediate task”.
Bising dalam lingkungan seperti suara lalu lintas, suara
mesin ketik, suara mesin, suara radio, TV, cassette recorder, dan
sebagainya membuat kita mudah marah dan gelisah bahkan
membuat kita menjadi tuna rungu. McComick (1970)
membedakan antara tuna rungu syaraf (nerve deafnes) dan tuna
rungu konduksi (conduction deafness).
Kehilangan pendengaran pada tuna rungu syaraf pada
umumnya terjadi karena frekuensi-frekuensi yang tinggi lebih
besar dari pada frekuensi-frekuensi yang rendah.pengurangan
normal pendengaran pada proses menua biasanya merupakan
tuna rungu syaraf. Ini juga merupakan akibat dari terbukanya
seseorang secara sambung-menyambung terhadap tingkattingkat
bising yang tinggi. Tuna rungu syaraf jarang dapat disembuhkan.
Tidak demikian halnya dengan tuna rungu konduksi yang
merupakan tuna rungu sementara.
Satuan dasar untuk mengukur bising adalah desibel (db)
yang secara tekhnis mengukur tingkat-tingkat tekanan suara. Satu
desibel adalah besarnya tekanan suara ditingkat ambang
pendengaran (hearing treshold) pada frekuensi 1000 Hertz
(=1000 cycle per detik), yaitu tekanan minimal yang masih dapat
kita dengarkan sebagai bisikan lembut (suyatno,1985).
Tingkat-tingkat kerasnya suara atau bunyi tertentu dapat
merupakan ancaman bagi pendengaran.tingkat-tingkat desibel
tertentu dapat menimbulkan hilangnya pendengaran secara
sementara, dapat pula menimbulkan hilangnya pendengaran
secara permanen. Menurut Schultz (1982) seorang pekerja yang
sehari-hari mrndengar bunyi pada tingkat 80 desibel ke atas untuk
jangka waktu yang lama pasti akan menderita kehilangan
pendengaran tertentu. Menghadapi, dalam jangka waktu pendek,
bunyi dengan tingkat desibel antara 100 dan 125, orang dapat
mengalami tuna rungu sementara, jika dalam waktu yang singkat
mendengar bunyi dengan tingkat desibel 150 ke atas, orang dapat
menderita tuna rungu secara permanen.
Akibat-akibat lain dari tingkat bising yang tinggi ialah:

1) Timbulnya perubahan fisiologis.


Penelitian menunjukkan bahwa pada
orang-orang yang mendengar bising pada tingkat
95-110 desibel, terjadi penciutan di pembuluh
darah, perubahan detak jantung, dilatasi dari pupil-
pupil mata. Penyempitan dari pembuluh darah
tetap berlangsung beberapa waktu setelah tidak
ada bising lagi dan mengubah persediaan darah
untuk seluruh tubuh.
Satu paparan (exposure) yang
bersinambung terhadap bising yang keras dapat
meningkatkan tekanan darah dan dapat ikut
mengakibatkan sakit jantung.bising yang keras
juga meningkatkan ketegangan otot.
2) Timbulnya dampak psikologis
Bising dapat mengganggu kesejahteraan
emosional. Mereka yang bekerja dalam
lingkungan yang ekstrem bising lebih agresif,
penuh curiga, dan cepat jengkel dibandingkan
dengan mereka yang bekerja dalam lingkungan
yang lebih sepi.
Bising yang secara konstan atau tetap ada beberapa
pengaruhnya dengan dengan bising yang ada secara tidak tetap,
yang ada secara sebentar-sebentar. Misalnya bunyi senjata api
yang sebentar-sebentar ditembakkan. Dengan kebsinan yng
konstan atu dengan kebisingan yang sebentar-sebentar ada
namun timbulnya teratur, kita dapat menyesuaikan diri.
Perusahaan perlu mengusahakan suatu pengurangan
dari kebisingan untuk melindungi kesehatan para karyawan
pengurangan tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan cara:
1. Mengurangu bunyi mesin, dengan cara
membuat mesin-mesin yang lebih halus
suaranya, dengan meredam suara dari mesin-
mesin.
2. Memasang dinding yang kedap suara.
3. Mengharuskan para karyawan memakai alat
pelindung pendengaran, misalnya dengan
menggunakan kapas penutup telinga, atau alat
penutup telinga (ear plug).
d) Music dalam bekerja
Musik tampaknya memiliki pengaruh yang baik pada
pekerjaan-pekerjaan yang sederhana, rutin dan monoton,
sedangkan pada pekerjaan yang lebih majemuk dan memerlukan
konsentrasi yang tinggi pada pekerjaa, pengaruhnya dapat menjadi
sangat negative. Music menjadi suara yang sangaat bising dan
mengganggu.
Menurut suyatno (1985) musik pengiring kerja harus
dipandu pada pertimbangan sebagai berikut:
1) Musik dalam bekerja harus menciptakan suasana
akustik yang dapat menguntungka bagi pikiran.
2) Musik akan bernilai sekali pada pekerja tangan
pada pekerjaan repetitive dan pekerjaan lain yang
hanya imemerlukan sedikt kegiatan mental.
3) Musik tidak akan bernilai tinggi jika ada suara atau
bunyi lain yang cukup keras.
4) Musik bernada meriah diperdengarkan secara
singkat pada awal hari, permulaan kerja, untuk
membangkitkan gairah, diperdengarkan musik
ringan ditengah hari.
5) Tempo musik jangan terlalu lambat (slow) tetapi
juga jangan terlalu cepat. Irama yang lambat dapat
menidurkan sedankan irama yang cepat bias
tmengganggu dan menciptakan ketegasan.
e) Kondisi lama waktu kerja
a. Jam kerja
Jumlah jam kerja dalam satu minggu, di indoesi,
pada umunya 40 jam. Ada organisai-organisasi kerja yang
membagi jam kerja kedalam enam hari kerja, ada yang
membaginya ke dalam lima hari kerja(setiap hari kerja
bekerja selama 8 jam).
1) Kerja paro-waktu tetap
Menurut schutlz (1982)
memperkerjakan paro-waktu menarik bagi:
a. Orang-orang yang bertanggung
jawab atas urusan rumah tangga.
Dengan bekerja paro-waktu
merka dapat mengkombinasikan
antara kelurga dan karier.
b. Orang-orang yangcacat
jasmaniah, yang menghadapi
masalah mobilitas yaitu masalah
pergi ked an pulang dari tempat
kerja.
c. Orang-orang yang sedang
mengalami krisis usia tengah
baya. Dengan bekerja paro-
wkatu mereka meimiliki waktu
yang cukupuntuk belajar lagi
atau untuk mencari peluang
perkembangan yang lain.
d. Orang-orang yang memang tidak
bersedia untuk bekerja selama 40
jam per minggu kerja dikantor
atau di pabrik. Suatu kajian dari
3.500 pria dan wanita yang
memiliki gelar Ph.D.
menunjukkan bahwa 11%dari
wanita 8% dari pria lebih
menyukai bekerja paro-waktu
dari pada purna waktu.
2) Empat hari minggu kerja
Prakarsa untuk mengurangi hari kerja
dating daari tingkat manajemen. Dengan 4 hari
kerja per minggu merka harapkan terjadi
peningkatan pada produktifitas dan efisiensi
kerja dan pengurangan dari jumlah absensi
tenaga kerja.
Dari hasil-hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa, secara keseluruhan,
penerapan 4 hari kerja per minggu pada
kebanyakan kasus (perusahaan) merupakansuat
keberhasilan, namun bukan tanpa kritik. Ada
tanda-tanda yang menunjukkan adanya sedikit
penurunan dari penerapan 4 hari kerja
perminggu, digantikan dengan pengaturan
waktu kerja yang lain yaitu jam-jam kerja
lentur.
3) Jam Kerja Lentur
Di Amerika dan Jerman, waktu kerja
yang ditetapkan adalah 4 hari perminggu,
karyawan dapat melappor kerja antara jam 7:30-
09.00 dan pulang antara pukul 16.00-17.30.
dengan kata lain tenaga kerja bekerja minimal
6,5 jam/ hari dan maksimal 9,5 jam/hari.
Penetapan berapa lama setiap pekerja akan
bekerja tergantung perorangan dalam setiap
bagian atau seksi. Penerapan jam kerja lentur
ternyata berhasil dan memberi beberapa
keuntungan terutama maslah kemacetan dan
karyawan akan merasa senang dan tenag
memulai kerja Penerapan system ini sangat sulit
ditetapkan pada system kerja shift (karena ada
keterkaitan dengan tenaga kerja lainnya)
Keuntungan bagi tenaga kerja sangat
banyak, contohnya: bebas dari aturan waktu,
adanya waktu untuk belanja, mampu menepati
janji, tidak mungkin datang terlambat, dapat
memanfaatkan cuaca yang bagus, dapat
menyesuaikan jam-jam kerja apabila tidak enak
badan, mengurangi konflik antara kerja dan
keluarga.

B. Sistem Mesin-Manusia

Adalah system dimana kedua komponen harus bekerja sama untuk


menyelesaikan pekerjaannya. Masing-masing komponen tidak akan ada
artinya apabila tidak ada komponen lain sebagai pelengkapnya. Ada dua
system mesin-manusia yaitu system ikal-terbuka dan system ikal-tertutup.
1) Sistem ikal-terbuka
Yaitu suatu masukan memasuki system tertentu, membuat
suatu mekanisme kendali bekerja dan terjadilah suatu kegiatan
tertentu). contoh: system alat pengaman kebakaran, masukan: derajat
panas dalam ruangan, jika suhu panas melampaui batas tertentu,
panasnya akan melelehkan sumbat tembaga dalam pipa air dan
membiarkan air keluar, setelah suhu ruangan kembali normal system
ini tidak akan berhenti dengan sendirinya tetapi harus dibantu oleh
operator manusia.
2) system ikal- tertutup
Merupakan system yang dapat manusia atur sendiri. Contoh:
AC. Sistem mesin-manusia, secara umum digambarkan prosesnya
sebagai berikut:
a) Tenaga kerja menerima masukan dalam bentuk
perintah atau instruksi, informasi diterima dari indra
penglihatan dan pendengaran.
b) Masukan diolah, terjadi proses berfikir, pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan
c) Tenaga kerja melaksanakan perintahnya,
melaksanakan tugasnya dengan mengoprasikan alat
atau mesin dengan menggunakan alat-alat operasi
atau kendali seperti tombol atau hendel dll.
d) Mesin melakukan apa yang ia lakukan
e) Lewat peraga penglihatan/ peraga pendengarab dapat
diketahui bagaimana mesin berfungsi. Hasil kerja
mesin merupakan keluaran sedangkan bagaimana
mesin bekrja merupakan masukan.
Jadi yang perlu diperhatikan adalah apakah keterangan dalam alat
peraga dapat ditangkap dengan tepat dan cermat oleh operator manusia.
System mesin-manusia juga digunakan untuk merancang ruang kerja dengan
berdasarkan prinsip ekonomi atau penghematan gerak serta dari ukuran
struktur fisik dari badan manusia.
Schult memberikan 3 prinsip umum dalam rancangan ruang kerja,
yaitu:
a. Semua bahan, peralatan dan persediaan harus terletak berurutan sesuai
dengan tingkat penggunaannya.
b. Alat-alat harus diletakkan sedemikian rupa sehingga mereka siap
diambil untuk digunakan
c. Semua suku cadang dan alat-alat harus berada dalam jarak raih yang
mudah dan menyenangkan.
C. Penyajian Informasi

Alat indra yang paling banyak digunakan dalam bekerja yaitu indra
pendengaran dan penglihatan. Dalam merancang konstruksi mesin yang
berpengaruh besar terhadap efisiensi kerja, ialah keputusan yang harus
diambil tentang peraga apa yang akan digunakan (peraga penglihatan dan
pendengaran) sebagai saluran komunikasi antara mesin dan manusia.
Penetapan dari saluran komunikasi antara mesin dan manusia
tergantung pada jenis informasi, bagaimana informasi akan digunakan, lokasi
tenaga kerja, lingkungan tempat tenaga kerja beroperasi, dan sifat dari alat
indra itu sendiri (kuping dan mata).
Chapanis (1976), bahwa pada umumnya alat komunikasi visual (TV,
tape, dll) sesuai digunakan jika:
 Pesan yang disampaikan panjang
 Pesan kelak perlu diacu (perlu digunakan lagi kemudian hari)
 Pesan berkaitan dengan orientasi ruang dan lokasi
 Tidak adanya kejadian yang mendesak dalam menyampaikan
pesan
 Pesan disampaikan untuk menyampaikan informasi di tempat-
tempat yang ramai
Chapanis juga membuat daftar tentang alat-alat komunikasi auditif
(bunyi telphon, bel, sinyal tanda awas, gong), tepat digunakan jika:
 Pesan sederhana
 Pesan pendek
 Kecepatan penyampaian penting (tanda “awas”)
 Pesan tidak perlu diacu dikemudian hari
 Pesan berkaitan dengan waktu kejadian (tanda “mulai” pada
waktu lomba)
 Operator harus banyak bergerak (polisi lalu lintas)
1) .
a. Kondisi Lingkungan Kerja Non-Fisik
kerja non-fisik merupakan seluruh kondisi yang terjadi dan
berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan
maupun hubungan dengan sesama rekan kerja, atau hubungan
dengan bawahan (Sedarmayanti, 2001: 31).
Beberapa macam kondisi kerja yang dapat dipersiapkan oleh manajemen
perusahaan adalah penerangan, suhu udara, suara bising, penggunaan warna,
ruang gerak yang diperlukan serta keamanan kerja dalam perusahaan. Masing-
masing jenis kondisi kerja ini perlu dipersipkan dan direncanakan dengan baik
oleh manajemen perusahaan, sehingga diperoleh kenyamanan kerja yang
memadai bagi para karyawan yang bekerja di dalam perusahaan.

D. DEFINISI DAMPAK PSIKIS

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat bahasa Departemen


Pendidikkan Nasional, 2002) dampak berarti pengaruh kuat yang
mendatangkan akibat negatif maupun positif. Adapun yang dimaksud dengan
psikologis (Pusat Bahasa Departemen Pendidikkan Nasional, 2002) adalah
sifat kejiwaan ditinjau dari segi kejiwaan. Berkaitan dengan stimulus dan
respon yang mendorong seseorang bertingkah laku, maka dampak psikologis
dapat di pandang sebagai hasil dari adanya stimulus dan respon yang bekerja
pada diri seseorang (Watson dalam Sarwono, 2003).
Mengacu pada telaah psikologi sosial, dampak psikologis dapat dikaitkan
dengan tindakkan dan efek, seperti yang telah di ungkapkan oleh Jones dan
Davis (dalam Sarwono, 2003). Tindakkan bearti keseluruhan respon (reaksi
yang mencerminkan pilihan perilaku) yang mempunyai akibat efek terhadap
lingkungannya, sementara efek diartikan sebagai perubahan–perubahan yang
nyata yang dihasilkan oleh tindakkan.
Menurut Heider (dikutip Sears dkk, 1992) perilaku manusia dipengaruhi
faktor internal yang berupa motif, emosi, sikap, kemampuan, kesehatan,
keinginan. Sedangkan faktor eksternal mencakup lingkungan umum, orang
yang diajak berinteraksi, tekanan sosial, peran yang dipaksakan dan
sebagainya.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dampak
psikologis adalah pengaruh positif maupun negatif yang muncul sebagai hasil
dari adanya stimulis dan respon yang bekerja pada diri seseorang, dimana
pengaruh tersebut nampak dalam perilaku individu.

E. JENIS – JENIS EFEK PSIKIS YANG DITIMBULKAN OLEH


KONDISI KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS

Ada beberapa dampak psikis yang diakibatkan oleh kondisi kerja antara
lain:

1. Stres Kerja
Stres merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin stingere yang
berarti “keras” (stricus). Istilah ini mengalami perubahan seiring
dengan perkembangan penelaahan yang berlanjut dari waktu ke waktu
dari straise, strest, stresce,danstress.Stres merupakan respon dari diri
seseorang terhadap tantangan fisik maupun mental yang datang dari
dalam atau luar dirinya (Nasrudin, 2010: 183). Menurut Robbins, (2008:
368) stres merupakan suatu kondisi yang dinamis dimana individu
dihadapkan pada kesempatan, hambatan, dan keinginan, dan hasil yang
diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan.
a. Sumber-sumber Potensial Stres Kerja (Stressor) Karyawan
Sumber potensial stres, atausering disebut juga dengan stressor
menurut Badeni, (2013: 64) adalah situasi atau kejadian yang dapat
menimbulkan stres. Stressoryang dikemukakan oleh Harianja
dalam Badeni, (2013: 64) dapat bersumber dari dalam lingkungan
pekerjaan itu sendiri dan luar lingkungan pekerjaan. Stressordari
dalam lingkungan pekerjaan dapat berupa beban kerja, konflik
peran, wewenang yang tidak imbang, ketidakjelasan tugas,
lingkungan kerja yang buruk, atasan yang tidak menyenangkan,
serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Sedangkan stressor
yang berasal dari luar lingkungan pekerjaan, misalnya seperti
kematian suami atau istri, perceraian, dan kenakalan anak-anak.

b. Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Stres


Setiap orang ketika mengalami suatu kondisi yang kurang
nyaman atau stres akan memiliki cara-cara tersendiri untuk
menghadapi stres yang dialami, maka tingkat stres yang dialami
oleh seseorang dapat berbedabeda. Dalam hal ini terdapat beberapa
faktor yang dapat memengaruhi perbedaan tingkat stres antara
satuorang dengan seseorang lainnya.
Faktor-faktor tersebut menurut Badeni, (2013: 66-69) adalah
sebagai berikut:
1) Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang ditempuh individu
untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera
mereka untuk memberi makna terhadap lingkungannya. Maka,
individu yang memersepsikan kesan indera atas lingkungannya
secara positif akan cenderung kurang stres dibandingkan dengan
mereka yang memersepsikan secara negatif terhadap
lingkungannya.
2) Pengalaman menghadapi peristiwa yang menyebabkan stres
Pengalaman dalam menghadapi sebuah peristiwa akan
membuat seseorang memahami apa yang akan dilakukan ketika
menghadapi situasi yang penuh dengan tekanan yang dapat
menyebabkan stres kepada seseorang.
3) Kemampuan memprediksi peristiwa penyebab stres
Apabila seseorang mampu memprediksi peristiwa apa yang
akan menjadi penyebab stres, maka ia dapat mempersiapkan diri
untuk menghadapinya, sehingga akan dapat mengurangi tingkat
stres.

4) Jenis kepribadian (belief in locus of control-internal or external)


Seseorang yang memiliki kepribadian internal locus of
control ketika menghadapi situasi yang penuh stres, cenderung
memiliki tingkat stres yang lebih rendah bila
dibandingkandengan kepribadian seseorang yang external locus
of control.Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa mereka
dengan tempat pengendalian diri dari dalam dapat
mengendalikan situasi, sedangkan mereka dengan tempat
pengendalian diri dari luar yakin bahwa mereka tidak dapat
mengendalikan situasi.
5) Dukungan sosial
Dukungan sosial baik dari kolegial atau atasan maupun dari
keluarga akan dapat mengurangi tingkat stres, karena seseorang
yang memiliki dukungan sosial dalam bekerja akan cenderung
merasa nyaman dalam bekerja.
6) Permusuhan
Seseorang yang mudah mengalami kemarahan dan
permusuhan yang tinggi akan cenderung mudah terkena stres,
karena sifat-sifat seperti ini terdorong oleh perasaan curigadan
tidak mempercayai orang lain.
2. Kebosanan atau Kejenuhan
Kebosanan, sering kali disebut kelelahan mental. Dalam hal ini
merupakan ungkapan perasaan tidak enak secara umum, yakni suatu
perasaan resah, kurang menyenangkan dan lelah yang menguras
seluruh minat dan tenaga.
Kebosanan dapat terjadi pada tenaga kerja yang bekerja secara
monoton, berulang-ulang. Namun adakalanya kebosanan juga dapat
ditimbulkan oleh hal-hal yang semula dianggap mengasyikkan. Apabila
tidak ditanggulangi segera, mula-mula kebosanan dapat mengurangi
produktivitas, tetapi juga berpotensi untuk mendapat kecelakaan kerja.
Akibat dari kebosanan atau kejemuan biasanya timbul penyakit-
penyakit kejang-kejang.

1. Kelelahan (fatigue)
Kelelahan berhubungan erat dengan kebosanan dalam hal ini
dampaknya terhadap perilaku, meskipun sebab-sebab yang
menimbulkan kedua kondisi tersebut sangat berbeda.
Kelelahan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu;
 Kelelahan Fisiologis yaitu terjadi karena penggunaan yang
berlebihan dari otot-otot badan.
 Kelelahan Psikologis yaitu biasanya bersumber pada kebosanan.

Kedua jenis kelelahan tersebut dapat mengganggu pekerjaan,


menurunkan produktivitas, meningkatkan kesalahan, bahkan
berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja.
Pekerjaan fisik yang berat jika diperpanjang akan mengakibatkan
perubahan-perubahan fisiologis yang jelas dan dapat diukur. Proses-
proses seperti detak jantung, penggunaan oksigen dan ketegangan otot
beroperasi pada tahap yang berbeda pada kelelahan, sedangkan aspek-
aspek psikologis dari kelelahan lebih sulit untuk diukur, walaupun
dirasakan juga oleh tenaga kerja sebagai sesuatu yang mengganggu
atau merusak hasil kerjanya.
Dalam keadaan lelah, timbul suatu ketegangan, cepat marah dan
rasa lemah.hal ini menyebabkan tenaga kerja sulit untuk memutuskan
perhatian terhadap pekerjaan secara efektif. Akibat dari ketegangan
dapat menimbulkan penyakit-penyakit kulit.

F. CARA MENGATASI DAMPAK PSIKIS YANG DISEBABKAN OLEH


KONDISI KERJA

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak psikis
yang terjadi akibat kondisi kerja, antara lain sebagai berikut :

1. Kebosanan atau Kejenuhan


Upaya yang dapat dilakukan agar pekerjaan tidak membosankan,
antara lain:
1) Perlu dilakukan kesesuaian antara tenaga kerja dengan
pekerjaannya. Apakah intelegensinya terlalu tinggi atau terlalu
rendah untuk pekerjaan yang sedang ditekuninya? Ciri-ciri
kepribadian apa sajakah yang perlu dimiliki tenaga kerja yang
sesuai dengan tuntutan pekerjaan?
2) Pekerjaan perlu diubah, misalnya dengan menambah tugas-tugas
sekarang dengan tugas lain (jobenlargement), dilakukan perputaran
pekerjaan (job-rotation) serta mengubah persepsi tenaga kerja
tentang pekerjaannya (job enrichment).
3) Mengubah kondisi lingkungan kerja yang kurang sesuai. Misalnya
pengurangan kebisingan, cahaya penerangan dengan intensitas
yang tetap, warna-warni yang menyenangkan, dan sebagainya.

2. Kelelahan (fatigue)
Dalam menghadapi kelelahan fisiologis, dapat dilakukan beberapa
upaya, antara lain;
1) Seleksi yang Baik.
Terutama bagi pekerja fisik yang berat, harus dicari tenaga
kerja dengan kondisi fisik yang prima, berdasarkan pemeriksaan
kesehatan dalam tahap seleksi masuk.
2) Pengaturan Jadwal dan Istirahat.
Waktu dan lamanya istirahat perlu ditetapkan dengan cermat,
supaya tenaga kerja dapat melepaskan lelah sesuai beban kerja.
Hal ini perlu mengingat pengaturan jadwal kerja, misalnya
membagi menjadi beberapa shift kerja.
3) Ruang Istirahat.
Sebaiknya dipertimbangkan pula ruang khusus untuk istirahat
para tenaga kerja, apabila diperlukan. Hal ini demikian
dimaksudkan agar tenaga kerja tidak beristirahat di sembarang
tempat, di teras atau bahkan di dekat ruang kerja, sehingga waktu
istirahat yang disediakan tidak bermanfaat optimal. Ruang istirahat
sekedar bersuasana nyaman dan layak untuk beristirahat.
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kondisi kerja adalah kondisi yang dapat dipersiapkan oleh manajemen


perusahaan yang bersangkutan pada pabrik yang didirikan oleh perusahaan.
Sejalan dengan pendirian pabrik ini, manajemen perusahaan selayaknya bila
mempertimbangkan kondisi kerja karyawan yang tepat sehingga para
karyawan perusahaan dapat bekerja dengan baik.
Dampak psikologis adalah pengaruh positif maupun negatif yang
muncul sebagai hasil dari adanya stimulis dan respon yang bekerja pada diri
seseorang, dimana pengaruh tersebut nampak dalam perilaku individu.
Macam – macam dampak negative dari kondisi kerja yang buruk bagi
psikis antara lain stres kerja, kebosanan atau kejenuhan dan kelelahan
(fatigue)
Upaya yang dapat dilakukan untuk menangani dampak psikis dari
kondisi kerja yang buruk antaa lain dengan penyesesuaian antara tenaga kerja
dengan pekerjaannya, Mengubah kondisi lingkungan kerja yang kurang
sesuai, Pengaturan Jadwal dan Istirahat, pengadaan Ruang Istirahat.

B. DAFTAR PERTANYAAN

Nama : Normaliya maya tandigau

Nim :

Pertanyaan : Bagaimana penjelasan mengenai waktu kerja tiga hari dalam

Seminggu ?

Jawaban :waktu 3 hari kerja dalam seminggu diberlakukan dijerman


karena adanya pernyataan karyawan yang mengatakan bahwa

waktu mereka bersama keluarga, waktu kerja 3 hari dalam

seminggu ini diberlakukan untuk meningkatkan produktifitas

pekerja. Menurut penelitian terbukti produktifitas karyawan

sedikit mwningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Ahiruddin. 2011. “Pengaruh Konflik Dan Stress Terhadap Kinerja Karyawan CV


Bina Cipta Nusa Perkasa Bandar Lampung”. Jurnal Organisasi Dan Manajemen, 1:
82-88.Bandar Lampung: Fakultas Ekonomi USBRJ.

Noviansyah Dan Zunaidah. 2011. “Pengaruh Stres Kerja Dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan PT Perkebunan Minanga Ogan Baturaja”. Jurnal
Manajemen Dan Bisnis Sriwijaya, 9: 18.Palembang: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Sriwijaya.

Nurrohmah.Khanifah 2015”.Pengaruh Kondisi Kerja, Gaya Kepemimpinan Dan


Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Cv.Nova Furniture Di Boyolali ”Artikel
Publikasi Ilmiah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Nasrudin, Endin. 2010. Psikologi Manajemen.Bandung: Cv Pustaka Setia.

Rachmadhany, Putri Shovia. 2011. “Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja Dan
Kepemimpinan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Non Medis Di
Rumah Sakit Cakra Husada Klaten”. Skripsi.Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai