Anda di halaman 1dari 23

Makalah Kelompok

Nama Mata Kuliah : Hygiene Industri dan Toksikologi


Dosen Pengajar : dr. M. Furqaan Naiem, M.Sc., Ph.D

GANGGUAN KESEHATAN, PENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK)


OLEH FAKTOR FISIK DAN RISK ASSESMENT

DISUSUN OLEH:
MUH THAUFIQ ALHAS K032222014
AIDA UMMUL AINUN MUSDALIFAH K032222015

MAGISTER KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................i
RINGKASAN...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
2.1 Gangguan Kesehatan......................................................................................3
2.2 Penyakit Akibat Kerja (PAK).........................................................................3
2.3 Faktor Fisik PAK............................................................................................4
2.4 Risk Assessment............................................................................................15
BAB III PENUTUP...................................................................................................17
3.1 Kesimpulan...................................................................................................17
3.2 Saran.............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18

i
RINGKASAN

Gangguan kesehatan yang paling awal, biasanya berupa rasa tidak nyaman
(baik itu pada aspek perasaan hati ataupun aspek kenyamanan pada saat
melakukan pekerjaan), bila didiamkan saja akan menimbulkan penyakit,
penyakit tersebut dikenal dengan Penyakit Akibat Kerja. Penyakit Akibat
Kerja (PAK) merupakan penyakit yang terjadi akibat pekerjaan atau
lingkungan tempat kerja. Penyakit akibat kerja dapat mempengaruhi perkerja
di kehidupannya sehai-hari baik itu secara langsung maupun tidak
langsung.Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan PAK, salah satunya
adalah faktor fisik. Faktor fisik merupakan komponen yang terdapat di
lingkungan kerja seperti kebisingan, penerangan, temperatur, getaran, dan
radiasi, yang biasanya mempengaruhi tenaga kerja. Faktor-faktor fisik
tersebut pada kadar atau tingkat tertentu bisa menjadi ancaman atau bahaya
bagi pekerja. Risk Assessment atau penilaian risiko merupakan suatu aktivitas
yang dilaksanakan untuk memperkirakan suatu risiko dari situasi yang bisa
didefinisikan dengan jelas ataupun potensi dari suatu ancaman atau bahaya
baik secara kuantitatif atau kualitatif.

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pekerjaan bagi manusia merupakan kebutuhan untuk mendapatkan
penghasilan demi memenuhi kebutuhan bagi kehidupan. Di tempat kerja, ada
bahaya potensial yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi
pekerjanya. Bahaya potensial atau pajanan pada pekerja dapat berasal dari
lingkungan kerja, cara kerja dan alat yang digunakan saat bekerja. Gangguan
kesehatan bagi pekerja juga berkaitan erat dengan jumlah waktu pajanan,
semakin lama pajanan akan semakin besar risiko gangguan kesehatan yang
akan didapat oleh pekerja.
Setiap pekerjaan baik pada pekerja formal maupun informal memiliki
risiko yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Setiap tempat kerja selalu
mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan
tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Penyakit
Akibat Kerja (PAK) (Occupational Diseases) adalah penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Permennaker No.Per.01/Men/1981) yang
akan berakibat cacat sebagian maupun cacat total. Cacat sebagian adalah
hilangnya atau tidak fungsinya sebagian anggota tubuh tenaga kerja untuk
selama-lamanya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memiliki makna perlindungan
bagi tenaga kerja yang merupakan aset penting dan berharga bagi organisasi
dari terjadinya kecelakaan kerja (KK) dan penyakit akibat kerja (PAK). Untuk
meminimalisir dan atau pun mengeliminasi kejadian seperti kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat kerja, diperlukan risk assessment atau penilaian risiko
yang baik dan benar. Risk Assessment adalah penilaian suatu risiko dengan cara
membandingkannya terhadap tingkat atau kriteria risiko yang telah ditetapkan.

1
Makalah ini memuat penjelasan yang komperhensif mengenai gangguan
kesehatan, penyakit akibat kerja, dan risk assessment atau penilaian risiko
dalam upaya pencegahan penyakit akibat kerja.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan kesehatan?
2. Apa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja (PAK)?
3. Apa yang dimaksud dengan faktor fisik yang menyebabkan?
4. Bagaimana Risk Assesment untuk PAK?
1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan gangguan kesehatan.
2. Untuk menjelaskan penyakit akibat kerja (PAK)?
3. Untuk menjelaskan faktor fisik dari PAK.
4. Untuk menjelaskan Risk Assesment untuk PAK.
1.4 Manfaat
Sebagai bahan pembelajaran mata kuliah [matkul] terkhusus pada materi
gangguan kesehatan, penyakit akibat kerja, dan risk assessment.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gangguan Kesehatan
Setiap manusia membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan,
yang nantinya digunakan dalam pemenuhan kebutuhan mereka.Pekerjaan yang
dilakukan dengan cara yang kurang benar dan di lingkungan yang tidak
terkendali akan menyebabkan banyaknya pajanan yang diterima oleh seorang
pekerja. Pajanan, atau yang juga dikenal dengan hazards, dengan masa pajanan
yang panjang akan menimbulkan jumlah total pajanan yang diterima pekerja
menjadi besar, dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan
yang paling awal, biasanya berupa rasa tidak nyaman (baik itu pada aspek
perasaan hati ataupun aspek kenyamanan pada saat melakukan pekerjaan), bila
didiamkan saja akan menimbulkan penyakit, penyakit tersebut dikenal dengan
Penyakit Akibat Kerja, karena penyakit didapat dari lingkungan kerja ataupun
dari pekerjaan yang dilakukan. Haruslah diingat, pada saat manusia melakukan
pekerjaan ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu nyaman dalam hati dan
saat bekerja serta rasa aman, bebas dari penyakit dan bebas dari kecelakaan.
2.2 Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Penyakit Akibat Kerja (PAK) merupakan penyakit yang timbul karena
pengaruh dari pekerjaan, bahan, alat, lingkungan kerja ataupun proses produksi.
KEPPRES RI NO. 22 Tahun 1993 menyatakan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
merupakan penyakit yang terjadi akibat pekerjaan atau lingkungan tempat kerja.
Penyakit akibat kerja dapat mempengaruhi perkerja di kehidupannya sehai-hari
baik itu secara langsung maupun tidak langsung. International Labour
Organization (ILO) menyelenggarakan simposium internasional mengenai
penyakit akibat kerja di Linz, Austria didapatkan hasil definisi mengenai PAK
yaitu:

3
1) Penyakit Akibat Kerja – Occupational Diseases ialah penyakit yang
umumnya dari satu penyebab yang telah di akui dan penyakit yang
penyebabnya spesifik ataupun memiliki kesatuan yang kuat dengan
pekerjaan tersebut.
2) Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related
Disease merupakan penyakit terdiri lebih ari satu agen penyebab,
yang mana faktor pekerjaan sangat berperan bersama faktor risiko
untuk mengembangkan penyakit yang memiliki etiologi kompleks.
3) Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting
Working Population yakni penyakit yang berada di populasi pekerja
tanpa terdeteksi adanya agen penyebab pada tempat kerja. Akan
tetapi dapat memburuk karena ondisi pekerjaan yang tidak aman atau
buruk bagi kesehatan.
2.3 Faktor Fisik PAK
Faktor fisik merupakan komponen yang terdapat di lingkungan kerja
seperti kebisingan, penerangan, temperatur, getaran, dan radiasi, yang
biasanya mempengaruhi tenaga kerja.
1) Kebisingan
a. Pengertian kebisingan
Bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki bagi manusia.
Sedangkan bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan
pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis.
Terdapat dua hal yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu
frekuensi dan intensitasnya.
Biasanya suatu kebisingan terdiri atas campuran sejumlah
gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Telinga manusia
mampu mendengar frekuensi antara 16 – 20.000 Hz. Sedangkan
intensitas kebisingan yang dianjurkan bedasarkan Keputusan

4
Menteri No. 51 tahun 1999 adalah 85 dB untuk 8 jam kerja.
Adapun tingkat paparan kebisingan maksimal selama satu hari
pada ruang proses produksi dapat dilihat pada tabel 1:
Tabel 1. Tingkat Paparan Kebisingan
Tingkat Kebisingan Pemaparan Harian
No
(NAB:dB) (Lama kerja/hari)
1 85 8 Jam
2 88 4 Jam
3 91 2 Jam
4 94 1 Jam
5 97 30 Menit
6 100 15 Menit
Sumber: KepMenKes RI No 261/MenKes/SK/II/1998
Ket:
NAB : Nilai Ambang Batas
dB : Desibel
b. Jenis Kebisingan
Menurut Suma’mur P.K. jenis–jenis kebisingan yang
sering ditemukan adalah sebagai berikut:
1) Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi luas,
misalnya mesin-mesin,kipas angin, dan dapur pijar.
2) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit,
misalnya gergaji sirkuler, dan katup gas.
3) Kebisingan terputus-putus (intermittent) misalnya bising
lalu lintas, suara kapal terbang di lapangan udara.
4) Kebisingan impulsif, misalnya pukulan tukul, tembakan
bedil, dan ledakan.
5) Kebisingan impulsif berulang seperti mesin tempa di

5
perusahaan
c. Pengaruh Kebisingan
Setiap tenaga kerja memiliki kepekaan sendiri-sendiri
terhadap kebisingan, terutama nada yang tinggi, karena
dimungkinkan adanya reaksi psikologis seperti stres,
kelelahan, hilang efisiensi, dan ketidaktenangan.
Lebih dari itu Mike Wardhani, dkk., menyatakan bahwa
pengaruh utama dari kebisingan terhadap kesehatan (efek
fisiologis) adalah kerusakan pada indra pendengar yang
mengakibatkan ketulian.
Selain itu, sumber kebisingan yang tinggi memiliki
pengaruh terhadap tenaga kerja, yaitu:
1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja;
2) Mengganggu komunikasi atau percakapan antarpekerja;
3) Mengurangi konsentrasi;
4) Menurunkan daya dengar, baik yang bersifat sementara
maupun permanen; serta
5) Tuli akibat kebisingan
Pernyataan di atas diperkuat dengan penelitian Laird
yang dikutip oleh Rizeddin Rasjid, dkk. ditemukan adanya
pengaruh kebisingan terhadap penurunan prestasi kerja pada
tingkat kebisingan 50-60 dB.
Rizeddin Rasjid, dkk. juga menyatakan adanya pengaruh
berbagai faktor terhadap pelaksanaan tugas seseorang yang
bekerja di tempat kerja yang bising, seperti :
1) Frekuensi kebisingan, nada tinggi lebih mengganggu
daripada nada rendah.
2) Jenis kebisingan, kebisingan terputus-putus lebih

6
mengganggu daripada kebisingan kontinyu.
3) Sifat pekerjaan, pada pekerjaan yang rumit atau kompleks
lebih banyak menganggu daripada pekerjaan yang
sederhana.
4) Variasi kebisingan, semakin sedikit variasinya maka
semakin sedikit pula gangguannya.
5) Sikap dan perilaku individu, karyawan yang tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri APD (ear plugh/ear
muff) akan lebih banyak terganggu daripada mereka yang
menggunakan APD.

d. Pengukuran Kebisingan

Pengukuran kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan


memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja,
sehingga dapat dianalisis dan dicari pengendaliannya.
Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas
kebisingan adalah:
 Sound level meter dengan satuan intensitas kebisingan
desibel (dB). Alat ini mampu mengukur kebisingan antara
30-130 dB dan frekuensi antara 20-20000 Hz. Alat
kebisingan yang lain adalah yang dilengkapi dengan
octave band analyzer dan noise dose meter.
 Audiogram
Alat untuk mengukur ambang pendengaran seseorang
pada frekuensi tertentu, dengan tingkat minimum suara
yang masih dapat didengar pada setiap frekuensi
dibandingkan dengan ambang rata-rata pendengaran
dewasa normal, dan perbedaaan dalam desibel di antara 2
ambang di setiap frekuensi dalam bentuk grafik

7
audiogram.
e. Cara mengurangi akibat kebisingan di tempat kerja
1. Mengurangi pajanan bising (perbaikan/perubahan secara
teknik).
2. Memeriksa pendengaran periodik.
3. Penggunaan APD.
2) Penerangan
a. Pengertian penerangan
Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan
seorang tenaga kerja melihat pekerjaannya dengan teliti, cepat, dan tanpa
upaya yang tidak perlu, serta membantu menciptakan lingkungan kerja
yang nyaman dan menyenangkan.
Sifat-sifat dari penerangan yang baik ditentukan oleh pembagian
luminensi dalam lapangan penglihatan, pencegahan kesilauan, arah sinar,
dan warna
b. Jenis penerangan
Penerangan diklasifikasikan berdasarkan cara pendistribusiannya
menjadi.
1) Penerangan langsung (direct lighting), hampir semua cahaya
didistribusikan ke bawah (90-100%), paling efisien digunakan
karena banyaknya cahaya yang mencapai permukaan kerja adalah
maksimum, namun sering menimbulkan bayangan dan kesilauan
(bila cahaya terlalu kuat).
2) Penerangan semi langsung (semi-direct lighting), distribusi cahaya
diarahkan ke bawah (60-90%)
3) General difuse, kurang lebih 40-60% cahaya diarahkan ke bawah
dan 40-60% diarahkan ke atas.
4) Semi-indirect lighting, 60-90% cahaya didistribusikan ke arah atas

8
dan 10- 40% ke arah bawah, untuk itu nilai pantulan dari langit-
langit harus tinggi agar cahaya lebih banyak yang dipantulkan ke
bawah.
5) Indirect lighting, distribusi cahaya ke atas 90- 100%, tidak
menimbulkan bayangan dan kesilauan, tetapi mengurangi efisiensi
cahaya.
Adapun tipe penerangan yang dapat digunakan di perusahaan adalah:
1) Penerangan umum (general lighting)
2) Penerangan lokal (localized general ligting)
c. Pengaruh penerangan
Penerangan yang baik dapat memberikan keuntungan pada
tenaga kerja, yaitu peningkatan produksi dan menekan biaya,
memperbesar kesempatan dengan hasil kualitas yang meningkat,
menurunkan tingkat kecelakaan kerja, memudahkan pengamatan dan
pengawasan, mengurangi ketegangan mata, mengurangi terjadinya
kerusakan barang-barang yang dikerjakan.
Penerangan yang buruk dapat berakibat kelelahan mata,
memperpanjang waktu kerja, keluhan pegal di daerah mata dan sakit
kepala, kerusakan indra mata, kelelahan mental, serta menimbulkan
terjadinya kecelakaan kerja.
d. Pengukuran penerangan
Pengukuran intensitas penerangan dilakukan dengan
menggunakan alat Luxmeter atau lighmeter. Alat ini bekerja
berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi energi listrik oleh
photo electric cell.
Intensitas penerangan diukur dengan dua cara, yaitu:
1) Penerangan umum, diukur setiap meter persegi luas lantai, dengan
tinggi pengukuran kurang lebih 85 cm dari lantai.

9
2) Penerangan lokal, diukur di tempat atau meja kerja pada obyek
yang dilihat oleh tenaga kerja.
Intensitas penerangan dinyatakan dalam Lux.
e. Upaya pengendalian masalah penerangan di tempat kerja
1) Pemilihan lampu yang tepat, untuk tujuan penyelenggaraan
penerangan yang baik.
2) Penempatan sumber cahaya terhadap meja dan mesin juga
diperhitungkan letak jendela terhadap kemungkinan timbulnya
kesilauan.
3) Penggunaan alat pelapis yang tidak mengkilat atau mengkilat untuk
hal-hal tertentu.
4) Penyaringan sinar matahari langsung.
Tabel 2. Standar Iluminasi (Penerangan)
Kerja Standar Penerangan
Pekerjaan kasar, rutin, detail besar,
100-200 lux
bahan kontras jelas
Pekerjaan sedang tanpa konsentrasi
200-500 lux
besar
Pekerjaan halus kontras kurang,
pekerjaan luas, menyangkut inspeksi, 500-1.000 lux
dan bahan baku mutu
Pekerjaan sangat halus, tepat, dan teliti 1.000-2.000 lux

3) Iklim Kerja
a. Pengertian iklim kerja
Menurut Suma’mur P.K. iklim kerja adalah kombinasi dari suhu
udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi.
Kombinasi keempat faktor tersebut bila dihubungkan dengan produksi

10
panas oleh tubuh dapat disebut dengan tekanan panas. Indeks tekanan
panas di suatu lingkungan kerja adalah perpaduan antara suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas metabolisme
sebagai hasil aktivitas seseorang.
Suhu tubuh manusia dapat dipertahankan secara menetap oleh
suatu sistem pengatur suhu (Thermoregulatory system). Suhu menetap
ini adalah akibat keseimbangan antara panas yang dihasilkan di dalam
tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas antara tubuh
dengan lingkungan sekitar.
Dari suatu penelitian diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja
manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur
sekitar 24 derajat Celsius sampai 27 derajat Celsius.
b. Macam iklim kerja

Kemajuan teknologi dan proses produksi dalam industri telah


menimbulkan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim atau cuaca
tertentu, yang dapat berupa iklim keja panas dan iklim kerja dingin.
1) Iklim kerja panas
Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja
yang dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu
udara, suhu radiasi, dan sinar matahari. Panas sebenarnya merupakan
energi kinetik gerak molekul yang secara terus-menerus dihasilkan
didalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme dan panas tubuh
yang dikeluarkan ke lingkungan sekitar. Agar tetap seimbang
antara pengeluaran dan pembentukan panas maka tubuh mengadakan
usaha pertukaran panas dari tubuh ke lingkungan sekitar melalui
kulit dengan cara konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi.
a) Konduksi, merupakan pertukaran di antara tubuh dan benda-
benda sekitar dengan melalui sentuhan atau kontak. Konduksi

11
akan menghilangkan panas daripada tubuh apabila benda-benda
sekitar lebih dingin suhunya, dan akan menambah panas kepada
tubuh apabila benda-benda sekitar lebih panas daripada tubuh
manusia.
b) Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan lingkungan
melalui kontak udara dengan tubuh. Pada proses ini pembuangan
panas terbawa oleh udara disekitar tubuh.
c) Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang yang lebih panjang dari sinar
matahari.
d) Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit akan cepat
menguap bila udara di luar badan kering dan terdapat aliran
angin sehingga terjadi pelepasan panas di permukan kulit, maka
cepat terjadi penguapan yang akhirnya suhu badan bisa
menurun.
Terhadap paparan cuaca kerja panas, secara fisiologis tubuh
akan berusaha menghadapinya dengan maksimal, dan bila usaha
tersebut tidak berhasil akan timbul efek yang membahayakan.
Karena kegagalan tubuh dalam menyesuaikan dengan lingkungan
panas maka timbul keluhan- keluhan sepert kelelahan, heat cramps,
heat exhaustion, dan heat stroke.
a) Kelelahan: Orang bekerja maksimal 40 jam/minggu atau 8 jam
sehari. Setelah 4 jam bekerja seseorang harus beristirahat, karena
terjadi penurunan kadar gula dalam darah.Tenaga kerja akan
merasa cepat lelah karena pengaruh lingkungan kerja yang tidak
nyaman akibat tekanan panas.
b) Heat cramps, dapat terjadi sebagai akibat bertambahnya
keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari

12
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang otot, lemah
dan pingsan
c) Heat exhaustion, biasanya terjadi karena cuaca yang sangat
panas terutama bagi mereka yang belum beradaptasi tehadap
udara panas. Penderita biasanya mengeluarkan keringat banyak
tetapi suhu badan normal atau subnormal, tekanan darah
menurun, denyut nadi lebih cepat.
d) Heat stroke, terjadi karena pengaruh suhu panas yang sangat
tinggi, sehingga suhu badan naik, kulit kering dan panas.
2) Iklim kerja dingin
Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi kerja dengan
keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Kondisi semacam ini
dapat meningkatkan tingkat kelelahan seseorang.
c. Pengukuran Iklim Kerja
Untuk mengetahui iklim kerja disuatu tempat kerja dilakukan
pengukuran besarnya tekanan panas salah satunya dengan mengukur ISBB
atau Indeks Suhu Basah dan Bola (Tim Hiperkes, 2004), macamnya
adalah:

1) Untuk pekerjaan diluar gedung


ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu kering
2) Untuk pekerjaan didalam gedung
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi Alat yang dapat
digunakan adalah Arsmann psychrometer untuk mengukur suhu
basah, temometer kata untuk menguku kecepatan udara dan
termometer bola untuk mengukur suhu radiasi. Selain itu
pengukuran iklim kerja dapat mengunakan questemt digital.
Adapun standar NAB iklim kerja adalah 280C (Kep.Men
no.51/Men/1999).

13
4) Getaran
a) Pengertian Getaran
Pada umumnya getaran yang berasal dari suatu mesin atau benda
bergerak merupakan suatu hal yang tidak disukai, tidak dikehendaki.

14
b) Jenis Getaran
 Getaran seluruh tubuh (whole body vibration) Mengakibatkan:
denyut jantung meningkat, uptake oksigen meningkat, pengaruh
pada hemodinamik aliran darah sentral maupun perifer
 Getaran tangan-lengan (tool-hand vibration) mengakibatkan: The
hand arm vibration syndrome (HAVS)
c) Efek Getaran
Efek getaran kepada tenaga kerja:
 Gangguan kenyamanan kerja; pengaruh getaran kepada tenaga
kerja hanya terbatas pada tidak dimungkinkannya bekerja secara
nyaman.
 Terganggunya tugas yang terjadi bersamaan dengan cepat
timbulnya kelelahan.
 Gangguan dan bahaya kesehatan.
d) Perlindungan
Dari fisika dapat diketahui, bahwa getaran suatu benda dapat
dihindari dengan meletakan peredam di bawah benda itu terhadap benda
yang bergetar asalkan frekuensi diri dari bahan jauh lebih rendah dari
frekwensi- frekuensi getaran.
5) Radiasi
a. Jenis Radiasi
Radiasi yang mungkin ditempat kerja dan dapat mempengaruhi
keadaaan kesehatan tenaga kerja serta mengganggu pelaksanaan
pekerjaannya terdiri dari
 Radiasi elektromagnetis, yaitu: gelombang mikro (microwaves),
radiasi laser, radiasi panas, sinar infra merah, sinar ultra violet,
sinar X (Ro) dan sinar Gama.
 Radiasi radioaktif, yaitu: radiasi atau sinar dari zat radioaktif

15
b. Efek Radiasi
 Radiasi gelombang mikro: problematika radiasi sehubungan
dengan penggunaan gelombang mikro pada tingkat yang
membahayakan kesehatan atau keselamatan sudah sewajarnya
mendapat perhatian yang memadai. Pandangan seperti itu
menjadi lebih penting lagi mengingat penggunaan gelombang
mikro semakin meningkat.
 Radiasi sinar laser kepada tenaga kerja adalah terhadap mata dan
kulit.
 Radiasi sinar infra merah dapat menyebabkan katarak pada mata.
 Radiasi sinar ultra ungu dapat menyebabkan konyungtivitis
fotoelektrika.
 Radiasi sinar radioaktif dapat menyebabkan penyakit kanker.
2.4 Risk Assessment
Risk Assessment atau dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia sebagai
penilaian risiko merupakan suatu aktivitas yang dilaksanakan untuk
memperkirakan suatu risiko dari situasi yang bisa didefinisikan dengan jelas
ataupun potensi dari suatu ancaman atau bahaya baik secara kuantitatif atau
kualitatif. Penilaian risiko juga bisa diartikan sebagai suatu proses pemeriksaan
keamanan dengan suatu struktur tertentu, pembuatan suatu rekomendasi khusus,
dan rekomendasi pengambilan keputusan dalam suatu proyek dengan
menggunakan analisis risiko, perkiraan risiko, dan informasi lain yang memiliki
potensi untuk mempengaruhi keputusan. Penilaian potensi bahaya yang
diidentifikasi bahaya risiko melalui analisa dan evaluasi bahaya risiko yang
dimaksudkan untuk menentukan besarnya risiko dengan mempertimbangkan
kemungkinan terjadi dan besar akibat yang ditimbulkan.
Menilai suatu risiko dengan cara membandingkannya terhadap tingkat
standar risiko yang telah dapat ditoleransi atau ditetapkan, penilaian tersebut

16
dilihat dari faktor kemungkinan dan keparahan yang dapat terjadi. Penelitian
resiko (risk assessment) mencakup dua tahap proses yaitu menganalisa risiko
(risk analysis) dan mengevaluasi risiko (risk evaluation). Kedua tahap ini
sangat penting karena akan menentukan langkah dan strategi pengendalian
risiko. Risk Assessment faktor fisik biasanya dengan menilai paparan suhu
tinggi ataupun rendah, kelembaban, radiasi, listrik, dan suara
Dalam hal ini, terdapat beberapa langkah dalam penilaian risiko
kesehatan, yaitu identifikasi bahaya, penilaian keterpaparan, penilaian peluang,
penilaian konsekuensi serta penilaian risiko untuk kemudian digunakan dalam
menetapkan upaya pengendalian guna mengurangi keterpaparan. Tingkat risiko
merupakan kombinasi dari tiga hal, yaitu konsekuensi (consequences) yang
dapat terjadi pada suatu aktivitas atau tingkat keparahan yang bisa ditimbulkan,
kemungkinan (probability) konsekuensi tersebut terjadi pada saat melakukan
aktivitas yang dilakukan para pekerja.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit akibat kerja karena faktor fisik mempunyai jumlah kejadian
yang cukup besar dalam suatu perusahaan. Hal ini dapat menyebabkan
penurunan produktivitas seorang pekerja yang pada akhirnya juga
mempengaruhi produktivitas perusahaan. Lebih lanjut perusahaan juga akan
mengalami penurunan pendapatan dikarenakan tidak efektifnya seorang
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya.
Jika perusahaan melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit
akibat kerja, maka perusahaan tersebut akan memperoleh keuntungan karena
para pekerja bisa melakukan pekerjaan mereka dengan nyaman dan aman
serta lancar berkomunikasi. Hasilnya perusahaan bisa meningkatkan
produktivitas serta terhindar dari kerugian karena bisa menekan pengeluaran
untuk biaya pengobatan karyawannya.
3.2 Saran
Gangguan kesehatan yang berujung pada penyakit akibat kerja sering
dijumpai di berbagai tempat kerja, diperlukan risk assessment yang baik serta
kerja sama dari pekerja itu sendiri, kedepannya seharusnya seluruh pihak bekerja
sama sebagai upaya untuk menghindari penyakit akibat kerja.

18
DAFTAR PUSTAKA

AM Sugeng Budiono. Bunga rampai hiperkes dan KK. Semarang: Badan


penerbit UNDIP. 2003.
Dankis NDV, Mulyono M. Risk Assessment Perusahaan Export Sepatu Pada Bagian
Line Upper Pt. X. Indones J Occup Saf Heal 2015;4(1):22.
Depnaker. Training material keselamatan dan kesehatan kerja bidang
keselamatan kerja. Jakarta: Depnaker. 2004
Emil Salim. Green company pedoman pengelolaan lingkungan, keselamatan &
kesehatan kerja. Jakarta: PT. Astra Internasional TBK. 2002
Imanda I. Penilaian Dan Pengendalian Resiko Hazard Fisik. OSF Prepr [Internet]
2020;1(1):1–7. Available from: https://osf.io/mejza/
KepMenaker. No.51 tahun 1999. Diunduh dari: http://www.iips-
online.com/kepMenaker1999.pdf, 05 Juli 2010
Manalu D. Upaya Mencegah Hazard Akibat Kerja Di Rumah Sakit. 2020;Available
from: http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/qft59
Patradhiani R, Yasmin Y, Prastiono A. Identifikasi dan Pengendalian Risiko
Penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK) Pada Industri Tahu Pong Goreng
Palembang. Integr  J Ilm Tek Ind 2020;4(2):41.
Peraturan Menteri Perburuhan no.7 th 1964.
Rasjid R, Haryati, Siswanto. Ergonomi dan bahaan kimia. Surabaya:
Balai Hiperkes & KK Jawa Timur. 1989.
Suma’mur PK, Msc.Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: CV.
Sagung Seto.2009; 118, 132-140, 141, 153
Suma’mur PK. PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung. 1967; 58
Sutaryono. Hubungan antara tekanan panas, kebisingan dan penerangan dengan
kelelahan pada tenaga kerja di PT. Aneka Adho Logam Karya Ceper
klaten, Skripsi. Semarang : UNDIP. 2002.
Wardhani M, Mahanani S, Eviyanti W. Editor Rurwanto W. Evaluasi
kebisingan, temperatur dan pencahayaan proceding seminar nasional
ergonomi 2. Yogyakarta. 2004.

19
Wignjosoebrata S. Ergonomi studi gerak dan waktu. Surabaya: Guna Widya.
2003.

20

Anda mungkin juga menyukai