Anda di halaman 1dari 80

GAMBARAN TINGKAT PENGENDALIAN KEPADATAN LALAT DI

PELABUHAN CIREBON WILAYAH KERJA KANTOR KESEHATAN


PELABUHAN KELAS II BANDUNG TAHUN 2020

LAPORAN MAGANG

Oleh :
ROBBY RIDWAN RAMDAN
CMR0160024

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN MAGANG

Judul : GAMBARAN TINGKAT PENGENDALIAN KEPADATAN


LALAT DI PELABUHAN CIREBON WILAYAH KERJA
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS II BANDUNG
TAHUN 2020

Penyusun : ROBBY RIDWAN RAMDAN

NIM : CMR0160024

Kuningan, Juni 2020

Menyetujui,

Pembimbing Akademik, Pembimbing Lapangan,

Bibit Nasrokhatun D., SKM., M.Kes Agus Sutomo., SKM


NIK.910720201902124 NIK.

i
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : GAMBARAN TINGKAT PENGENDALIAN KEPADATAN

LALAT DI PELABUHAN CIREBON WILAYAH KERJA

KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS II BANDUNG

TAHUN 2020

Penyusun : ROBBY RIDWAN RAMDAN

NIM : CMR0160024

Kuningan, Juni 2020

Mengesahkan,

Penguji I, Penguji II,

,. S.KM Bibit Nasrokhatun D., SKM., M.Kes


NIK. NIK.910720201902124

Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

STIKes Kuningan

Fitri Kurnia Rahim, M.P.H.M

ii
NIK. 890125.201209.078.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN MAGANG, JUNI 2020

GAMBARAN TINGKAT PENGENDALIAN KEPADATAN LALAT DI


PELABUHAN CIREBON WILAYAH KERJA KANTOR KESEHATAN
PELABUHAN KELAS II BANDUNG TAHUN 2020

VI Bab + Halaman + 3 Tabel + Lampiran

ABSTRAK

Latar Belakang: Kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan


atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial.
Sedangkan menurut WHO, kesehatan lingkungan meliputi seluruh faktor fisik,
kimia, dan biologi dari luar tubuh manusia dan segala faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku manusia. Kondisi dan kontrol dari kesehatan
(PERMENKES, 2014). Lalat sering manusia jumpai pada tempat-tempat yang
kering, lembab, kotor dan banyak terdapat makanan. Perkembangbiakan dan
perilaku lalat sangat di pengaruhi oleh factor lingkungan fisik seperti suhu,
kelembaban, dan pencahayaan. Di daerah tropika lembab.

Metode: Metode yang digunakan pada kegiatan ini dalah dengan mengukur
kepadatan lalat menggunakan flygril di 3 TPS sekitar Pelabuhan Cirebon.

Hasil: Berdasarkan hasil pengukuran kepadatan lalat di TPS, TPS Muarajati 1


yang memiliki kepadatan lalat dengan rata-rata 21,8 ekor atau kategori sangat
padat. Hasil identifikasi masalah didapat bahwa kurang pemilahan sampah
organik dan anorganik adalah yang paling utama. Setelah dianalisa akar penyebab
dari masalah tersebut adalah perilaku pegawai pelaku industri dan instansi
pemerintah

Kesimpulan: Perilaku yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungan


merupakan masalah yang harus di tanggulangi yaitu dengan cara penyuluhan
mengenai pemilahan sampah.

iii
Kata Kunci: Pelabuhan Cirebon, Magang, Kepadatan lalat

HIGH SCHOOL OF HEALTH SCIENCES KUNINGAN


PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

REPORT INTERNSHIP, JUNE 2020

OVERVIEW OF THE DENSITY OF FLIES IN CIREBON PORT OF THE


WORK AREA HEALTH OFFICE CLASS II BANDUNG YEAR 2020

VI Chapter + Pages + 3 Tabels + Attachments

ABSTRACT

Background : Environmental Health is an effort to prevent disease and or health


disorders from environmental risk factors to realize the quality of healthy
environment both from physical, chemical, biological, and social aspects.
Meanwhile, according to WHO, environmental health encompasses all physical,
chemical, and biological factors from the human body and all factors that can
affect human behaviour. Health condition and Control (PERMENKES, 2014).
Frequent flies of humans come to dry, humid, dirty and plenty of food. Breeding
and fly behaviour are heavily influenced by physical environmental factors such
as temperature, humidity, and lighting. In humid tropical areas.

Method: The method used in this activity is by measuring the density of flies using
Flygril at 3 TPS around the port of Cirebon.

Result: based on the results of the density of flies in the TPS, the TPS Muarajati 1
which has a density of flies with an average of 21.8 tails or very dense categories.
The result of problem identification was obtained that the lack of sorting of
organic and inorganic waste is the main one. After analysed the root cause of the
problem is the behavior of industrial personnel and government agencies

Conclusion: A behavior that is less concerned with environmental hygiene is a


problem that should be repeated by means of counseling about garbage sorting.

Keywords: Cirebon Harbor, internships, flies density

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmatnya telah

memberikan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Magang

Kesehatan Masyarakat ini. Laporan Magang Kesehatan Masyarakat ini merupakan

penerapan ilmu penulis yang telah dipelajari selama perkuliahan dan

mengintegrasikan pengetahuan yang di dapat.

Magang kesehatan masyarakat ini bertujuan agar penulis dapat melakukan

diagnosis masalah kesehatan di lingkungan kerja serta merencanakan alternatif

pemecahan masalah di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Bandung

Wilayah Kerja Cirebon. Maka laporan magang ini disusun sebagai bukti tertulis

dari hasil kegiatan yang nantinya akan digunakan sebagai bentuk

pertanggungjawaban terhadap semua pihak yang bersangkutan.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu, baik secara moril maupun materil selama

kegiatan magang dan penyusunan laporan ini. Terutama ucapan terima kasih

penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Dewi Laelatul Badriah M.Kes, AIFO selaku Ketua Yayasan

Pendidikan Bakti Husada Kuningan (YPBHK) beserta jajarannya.

2. Bapak H. Abdal Rohim S.Kp., M.H selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Kuningan (STIKKU) beserta jajarannya.

3. Ibu Fitri Kurnia Rahim, M.P.H.M selaku Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat

STIKes Kuningan beserta jajarannya

v
4. Ibu Bibit Nasrokhatun D., SKM., M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingannya

dalam penyusunan laporan magang ini.

5. Bapak Wartoni, SKM., MPH selaku Koordinator Kantor Kesehatan Pelabuhan

(KKP) Kelas II Bandung Wilayah Kerja Cirebon, yang telah memberikan izin

serta bimbingan untuk penulis dalam pelaksanaan Magang Kesehatan

Masyarakat di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Bandung Wilayah

Kerja Cirebon.

6. Bapak Agus Sutomo, SKM sebagai pemegang Program Unit Pengendalian

Risiko Lingkungan (PRL) dan pembimbing lapang yang telah membimbing

selama magang di Kesehatan Masyarakat di Kantor Kesehatan Pelabuhan

(KKP) Kelas II Bandung Wilayah Kerja Cirebon.

7. Bapak Sulaeman, AMKL, sebagai pemegang Program Unit Pengendalian

Risiko Lingkungan (PRL) yang telah membimbing dan membantu selama

proses Magang Kesehatan Masyarakat di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

Kelas II Bandung Wilayah Kerja Cirebon.

8. Seluruh staf dan tenaga kerja di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II

Bandung Wilayah Kerja Cirebon, serta semua pihak yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu atas bimbingan dan arahan selam kegiatan Magang

Kesehatan Maayarakat di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II

Bandung Wilayah Kerja Cirebon.

Penulis berharap semoga ilmu, pengetahuan dan bimbingan dari semua

pihak semoga menjadi manfaat bagi penulis dan menjadi ladang amal dihadapan

vi
Allah SWT. Penulis telah bersungguh-sungguh dalam menjalankan kegiatan

Magang Kesehatan Masyarakat dan menyusun Laporan Magang Kesehatan

Masyarakat di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung Wilayah Kerja

Cirebon. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan telah terjadi kesalahan dalam

menjalankan magang ataupun dalam penulisan laporan. Untuk itu segala kritik,

saran dan masukan sangat diperlukan untuk perbaikan kedepannya. Penulis

berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan, amin.

Kuningan,

Penulis

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN MAGANG..............................................i

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii

ABSTRAK..............................................................................................................iii

ABSTRACT..............................................................................................................iv

KATA PENGANTAR.............................................................................................v

DAFTAR ISI........................................................................................................viii

DAFTAR TABEL...................................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Tujuan............................................................................................................5

1.2.1 Tujuan Umum........................................................................................5

1.2.2 Tujuan Khusus.......................................................................................5

1.3 Manfaat..........................................................................................................5

1.3.1 Bagi Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung Wilayah Kerja


Cirebon...........................................................................................................5

1.3.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat..........................................6

1.3.3 Bagi Mahasiswa.....................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7

2.1 Lalat...............................................................................................................7

2.1.2 Jenis Lalat..............................................................................................7

2.1.3 Siklus Hidup Lalat..............................................................................10

viii
2.1.4 Bionomik Lalat...................................................................................11

2.1.5 Penyakit yang Disebabkan Oleh Lalat.................................................14

2.1.6 Pengukuran Kepadatan Lalat ..................................................................15

2.1.7 Pengendalian Lalat ..................................................................................15

2.1. 8 Indeks Populasi Lalat..............................................................................16

2.2 Pelabuhan..................................................................................................17

2.2.1 Definisi Pelabuhan...............................................................................17

2.2.2 Fungsi Pelabuhan................................................................................18

2.3 Kesehatan Pelabuhan (Port Health).......................................................19

BAB III GAMBARAN UMUM INSTANSI....................................................31

3.1 Nama Instansi dan Badan Umum................................................................21

3.2 Sejarah Berdiri.............................................................................................22

3.2.1 Gambaran Umum.....................................................................................22

3.2.2 Wilayah Kerja......................................................................................22

3.3 Visi, Misi dan Tujuan................................................................................25

3.3.1 Visi.......................................................................................................25

3.3.2 Misi......................................................................................................25

3.3.3 Tujuan..................................................................................................26

3.4 Struktur Organisasi......................................................................................27

3.5 Sarana dan Prasarana...................................................................................28

BAB IV RUANG LINGKUP BIDANG KERJA DAN PERMASALAHANNYA


................................................................................................................................31

4.1 Ruang Lingkup Bidang Kerja.....................................................................31

4.2 Standar Operasional Produksi.....................................................................32

4.2.1 Sarana dan Prasarana...........................................................................32

ix
4.2.2 Langkah-langkah Pelaksaan................................................................33

4.3 Identifikasi Masalah....................................................................................37

BAB V LAPORAN KERJA DAN ANALISIS PERMASALAHANNYA...........39

5.1 Laporan Kerja..............................................................................................39

5.2 Analisis Permasalahan.................................................................................46

5.2.1 Analisis Prioritas Masalah...................................................................46

5.3 Analisis Alternatif Pemecahan Masalah.....................................................52

5.3.1Penyusunan Planning, Organizing, Actuating dan Controlling.............56

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................58

6.1 Kesimpulan..................................................................................................58

6.2 Saran............................................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................61

LAMPIRAN...........................................................................................................63

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indek Populasi Lalat..............................................................................17

Tabel 3.1 Jenis dan Jumlah Barang Bergerak di KKP Bandung Per 31 Oktober
2017........................................................................................................................28

Tabel 3.2 Kuantitas Luas Tanah dan Bangunan berdasarkanlokasi di KKP


Bandung Per 31 Desember 2017............................................................................29

Tabel 4.1 Indeks Populasi Lalat............................................................................34

Tabel 5.1 Prioritas Masalah Metode USG.............................................................47

Tabel 5.2 Alternatif Pemecahan Masalah..............................................................55

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Siklus Hidup Lalat.............................................................................11

Gambar 3.1 Wilayah kerja Pelabuhan Cirebon......................................................23

Gambar 3.2 Struktur Organisai Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung.....


................................................................................................................................27

xii
xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern saat ini sangat

disadari bahwa ilmu kesehatan juga sangatlah penting dan perlu diperhatikan yang

menjadi prioritas utama dalam upaya memperhatikan kesehatan masyarakat.

Program pembangunan kesehatan masyarakat yang dilaksanakan telah berhasil

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, namun

masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang akan mempengaruhi

pelaksanaan pembangunan kesehatan. Salah satu fenomena utama yang

berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan adalah perubahan lingkungan.

Kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan atau

gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas

lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial.

Sedangkan menurut WHO, kesehatan lingkungan meliputi seluruh faktor fisik,

kimia, dan biologi dari luar tubuh manusia dan segala faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku manusia. Kondisi dan kontrol dari kesehatan (Permenkes,

2014)

Pelabuhan laut dan udara merupakan pintu gerbang lalu-lintas barang, orang

dan alat transportasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Seiring dengan

meningkatnya arus pariwisata, perdagangan, migrasi dan teknologi maka

1
2

kemungkinan terjadinya penularan penyakit melalui alat transportasi semakin

besar dan beragam. Hal ini merupakan ancaman global terhadap kesehatan

masyarakat karena adanya penyakit karantina, penyakit menular baru (new

emerging diseases), maupun penyakit menular lama yang timbul kembali (re-

emerging disease) sesuai dengan penjelasan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

424/Menkes/SK/IV/2007. (Litbangkes & Depkes, 2010)

Pada keterangan di atas disebutkan bahwa lingkungan darat, laut dan udara

merupakan lingkungan yang harus diperhatikan dalam kesehatan matra seputar

transportasi. Sebagaimana kita ketahui sektor transportasi merupakan sector yang

dapat meningkatkan pendapatan nasional disertai dengan distribusi yang merata

antara penduduk, meningkatkan jenis dan jumlah barang jadi dan jasa yang dapat

dihasilkan pada konsumen, industri, dan pemerintah, mengembangkan industri

nasional yang dapat menghasilkan devisa serta mensuplai pasaran dalam negeri,

menciptakan dan memelihara tingkatan kesempatan kerja bagi masyarakat

(Andriansyah & Si, 2015)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

2348/Menkes/Per/IX/2011 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 356/Menkes/Per/IV/2008 tentang Organisasi dan tata kerja Kantor

Kesehatan Pelabuhan menyatakan Kantor Kesehatan Pelabuhan yang disebut

KKP adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang

berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. KKP dipimpin oleh seorang kepala dan

dalam melaksanakan tugas secara administratif dibina oleh Sekretaris Direktorat


3

Jenderal dan secara fungsional dibina oleh Direktorat di lingkungan Direktorat

Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (Permenkes, 2011)

Dengan diberlakukannya International Health Regulation (IHR) tahun 2005

maka semakin memeperkuat posisi KKP sebagai salah satu instansi yang

mempunyai kewenangan terhadap berbagai upaya kesehatan di pelabuhan dalam

rangka pencegahan penyakit karantina dan penyakit menular potensi wabah yang

masuk dan keluar dari pelabuhan. (KKP kelas II Bandung, 2019).

Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan, memindahkah dan atau

menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia. Pengendalian vektor adalah

semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor

serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya

penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak

masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah

(Permenkes, 2017)

Menurut Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung tingkat

pengendalian lalat yang memenuhi syarat 100% didapatkan di wilayah kerja

Balongan dan BIJB Kertajati pada tahun 2019. Wilker Balongan merupakan

wilayah Pertamina dimana pengolahan sanitasi lingkungan sudah baik, sedangkan

BIJB Kertajati pengolahan sampah dikelola secara baik dengan adanya

Pengolahan Sampah Terpadu. Terbukti pada tahun 2019 wilker Balongan dan

BIJB Kertajati sudah mencapai 12% di banding dengan wilker-wilker lainnya.

Sedangkan yang belum memenuhi syarat paling banyak di wilker Indramyu dan

Cirebon. hal ini di karenakan sanitasi yang belum sesuai persyaratan seperti
4

sampah belum terolah sesuai standar sehingga menjadi tempat perindukan lalat.

(KKP kelas II Bandung).

Berdasarkan laporan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung Wilker

Cirebon pada bulan September 2019 di lakukan pengamatan kepadatan lalat yaitu

sebesar 7,8 ekor. Kemudian pada bulan maret 2020 mengalami peningkatan yaitu

sebesar 21,6 ekor. Pengamatan ini dilakukan di 3 TPS sekitar pelabuhan Cirebon

yaitu TPS Muarajati 1, Muarajati 2, dan TPS Samadikun. Lalat yang ditemukan

yaitu jenis Musca Domestica. (Kantor Kesehatan Kelas II Bandung, 2019).

Lalat sering manusia jumpai pada tempat-tempat yang kering, lembab, kotor

dan banyak terdapat makanan. Perkembangbiakan dan perilaku lalat sangat di

pengaruhi oleh factor lingkungan fisik seperti suhu, kelembaban, dan

pencahayaan. Di daerah tropika lembab, perkembangan serangga pembawa

penyakit manusia berlangsung dalam waktu yang singkat. Dalam satu siklus

hidup, perkembangan lalat berlangsung selama 10 hari (30ºC), 21 hari (21ºC) dan

45 hari (16 ºC) (Burgess, 2013).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengambil

permasalahan yang ada di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Wilayah Kerja

Pelabuhan Cirebon mengenai tentang “Gambaran Tingkat Pengendalian

Kepadatan Lalat di Kawasan Pelabuhan Cirebon tahun 2020”.


5

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kegiatan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II

Bandung Wilker Cirebon khususnya kegiatan pengendalian kepadatan lalat di

kawasan Pelabuhan Cirebon tahun 2020.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat kepadatan lalat di Pelabuhan Cirebon tahun 2020.

2. Mengidentifikasi faktor (masalah) yang mempengaruhi tingkat kepadatan lalat

di Pelabuhan Cirebon tahun 2020.

3. Menganalisis dan menentukan prioritas masalah yang signifikan

mempengaruhi tingkat kepadatan lalat di Pelabuhan Cirebon tahun 2020.

4. Menganalisis akar penyebab masalah dari faktor yang signifikan terhadap

peningkatan kepadatan lalat di Pelabuhan Cirebon tahun 2020.

5. Menentukan alternatif solusi untuk permasalahan tingkat lalat di Pelabuhan

Cirebon tahun 2020.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung Wilayah Kerja

Cirebon

a. Menjadi bahan masukan dan evaluasi di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas

II Bandung Wilayah Kerja Cirebon


6

b. Sebagai dasar atau acuan dalam membuat program untuk mengatasi masalah

kesehatan lingkungan di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung

Wilayah Kerja Cirebon

1.3.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

a. Sebagai bahan referensi untuk kampus Stikes Kuningan khususnya Program

Studi S1 Kesehatan Masyarakat.

b. Mendapatkan informasi yang berguna untuk penyempurnaan kurikulum yang

sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.

1.3.3 Bagi Mahasiswa

a. Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan pengelolaan limbah dan

pengendalian vektor yang dilakukan di perusahaan.

b. Dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama kuliah ke dalam kinerja

magang.

c. Mendapatkan pengetahuan baru menggunakan metode analisis masalah yang

tepat terhadap pemecahan masalah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lalat

2.1.1 Definisi Lalat

Keberadaan lalat sebagai vektor penyebaran berbagai penyakit berbasis

lingkungan, saat ini sudah sedemikian dikenal di dunia kesehatan masyarakat.

Berbagai macam genus lalat yang penting antara lain adalah Musca (berbagaijenis

lalat rumah), Chrysomya (berbagai jenis lalat hijau) dan Sarcophaga (berbagai

jenis lalat daging). Lalat rumah atau Musca domestic abanyak dijumpai di

Indonesia, terutama di tempat-tempat jorok dan daerah yang berdekatan dengan

tempat pembuangan sampah. Lalat tergolong ke phylum Arthropoda, subphylum

Mandibulata, kelas Insekta, ordo Dipthera, subordo Cyclorrhapa, yang anggotanya

lebih dari 116.000 spesies di seluruh dunia . (Budiman, 2010)

2.1.2 Jenis Lalat

Berikut adalah jenis-jenis lalat menurut (Putri, 2015):

A. Genus Musca

Ciri-ciri morfologi lalat ini yaitu warna tubuh abu-abu kehitaman, pada

bagian abdomen atau perut berwarna kuning sampai orange dan ujungnya coklat

kehitaman, bagian dorsal dari toraks mempunyai 4 garis hitam. dengan panjang

ukuran tubuh 7 mm dan venasi sayap 5 mm. Ciri- ciri yang ditemukan sesuai

dengan pendapat Sigit dan Hadi (2006) yaitu lalat ini berukuran sedang 6-8 mm,

7
8

warna tubuh berwarna hitam keabu-abuan dengan empat garis memanjang gelap

pada bagian dorsal toraks.

B. Genus Chrysomya

Ciri-ciri morfologi lalat ini didapatkan adalah warna tubuh hijau metalik,

mata menonjol, torak berwarna hijau metalik kecokelatan, abdomen berwarna

hijau metalik, panjang ukuran tubuh 10 mm dan venasi sayap 7 mm. Ciri-ciri

sama yang ditemukan Putri (2015), yaitu warna tubuh hijau kebiruan metalik,

torak berwarna hijau metalik kecokelatan dan abdomen berwarna hijau metalik.

Genus Chrysomya juga banyak ditemukan di penjualan ayam diduga Chrysomya

menyukai daging ayam karena daging ayam memiliki daya dukung bagi

kelangsungan hidup lalat tersebut, sehingga menarik lalat untuk berkunjung.

Menurut Kartikasari (2008) dalam Puti (2015). Genus Chrysomya meletakkan

telur dalam daging busuk, ikan, tempat sampah, dan bangkai.

C. Genus Chalipora

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi tubuh Calliphora memiliki kepala

dan dada bewarna abu-abu yang kusam, dan perut bewarna biru metalik cerah

dengan tanda hitam dan ukuran tubuh 8 mm dan venasi sayap 7 mm. Genus

Calliphora merupakan genus lalat yang paling sedikit ditemukan dengan jumlah

individu 17 ekor, karena pada lokasi penelitian tidak tersedia media tempat

peletakkan telur, media yang dimaksud adalah daging yang membusuk atau

bangkai, melainkan pada saat penelitian hanya ditemukan darah ayam, kotoran

ayam dan sampah pemotongan ayam. Menurut (Nadeak, Rwanda, & Iskandar,

2017) lalat ini biasanya membiak di bahan hewan yang membusuk, tetapi lalat ini
9

juga biasa bertelur di tumbuhan-tumbuhan yang segar dan membusuk dan siklus

hidupnya sangat menyerupai siklus hidup dari genus Musca

D. Genus Lucilia

Panjang tubuh Lucilia 8 mm, panjang venasi sayap 5 mm, toraks dan

abdomen bewarna hijau metalik dan kaki berwarna hitam. Genus Lucilia termsuk

lalat yang bnayak ditemukan karena Lucillia diduga menyukai daging ayam dan

tempat yang kurang bersih. Menurut Puti (2015) genus Lucillia hanya ditemukan

tempat penjualan ikan segar dan daging,. Ini dikarenakan ikan segar dan daging

mendukung untuk hidup dan berkembangbiak lalat, disekitar lokasi penjualan ikan

segar juga terdapat genangan air, tumpukan limbah ikan, kondisi demikian dapat

menyebabkan lokasi penjualan ikan segar menjadi kotor dan lembab, yang

akhirnya juga mendukung perkembangan hidup lalat.

E Genus Sarcophaga

Panjang ukuran tubuh 9 mm dan venasi sayap 7 mm dan morfologi yang

nampak lalat ini memiliki tubuh berwarna abu-abu, sering kali dengan bercak-

bercak hitam atau dengan garis-garis hitam memanjang pada torak, dan memiliki

abdomen seperti papan catur. Sarcophaga berwarna abu-abu tua, berukuran

sedang sampai besar, kira-kira 614 mm panjangnya. Lalat ini mempunyai tiga

garis gelap pada bagian toraks, dan perutnya corak seperti papan catur (Hadi,

2012) Genus Sarcophaga tergolong lalat yang banyak ditemukan di lokasi

penelitian diduga Sarcophaga juga menyukai kondisi lingkungan yang seperti itu..

Menurut (Wahyu, 2009) Genus Sarcophaga sangat menyukai adanya darah

dalam makanan, karena akan mempengaruhi produksi telur dan mempercepat


10

maturasi eksual. Sarcophaga menyukai daging atau bangkai untuk kelangsungan

hidupnyadan Sarcophaga menyukai hampir semua situasi, terpapar ataupun

terlindung dari matahari, lingkungan basah ataupun kering, di dalam ataupun luar

ruangan.

2.1.3 Siklus Hidup Lalat

Menurut (Susilowati, 2017) lalat memiliki 4 tahap siklus kehidupan, yaitu

mulai dari telur, larva, kepompong, dan dewasa. Dengan rata-raeta waktu

perkembang biakan 7-22 hari tergantung factor dari lingkungan. Berikut siklus

kehidupan lalat:

1. Telur

Telur diletakkan pada bahan-bahan organic yang lembab (kotoran binatang,

sampah dan lain-lain) pada tempat yang secara langsung tidak terkena sinar

matahari. Ciri-cirinya telur berwarna putih dan biasanya menetas setelah 8-30

jam, tergantung dari temperature sekitar.

2. Larva

Larva berkembang biak pada suhu 30-35⁰C dengan tempat yang berpindah

pindah, contohnya pada sampah organic. Stadium larva mempunyai 3 tingkatan,

yaitu larva instar 1, larva instar 2, dan larva instar 3. Tingkat 1 berukuran 2 mm

berwarna putih dan membutuhkan waktu 1-4 hari untuk menjadi larva instar 2.

Setelah menjadi larva instar 2, berukuran 2 kali dari larva instar 1 dan setelah

satusampai beberapa hari menjadi larva instar 3. Pada tingkat yang terakhir ini

berukuran 12 mm atau lebih dengan waktu 3-9 hari untuk menjadi pupa.

Temperature yang disukai adalah 30-35⁰C.


11

3. Pupa

Pada stadium ini perkembang biakan pada suhu kurang lebih 35⁰C dengan

waktu 3-9 hari

4. Lalat Dewasa

Proses pematangan menjadi lalat dewasa membutuhkan waktu kurang lebih

15 jam, setelah itu siap untuk mengadakan perkawinan. Seluruh waktu yang

diperlukan 7-22 hari, tergantung pada kondisi temperature setempat, kelembaban

dan makanan yang tersedia. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2-4 minggu.

Gambar 2.1. Siklus Hidup Lalat

2.1.4 Bionomik Lalat

Adapun bionomik lalat sebagai berikut (Susilowati, 2017) :

1. Tempat perindukan
12

Lalat menyenangi tempat-tempat yang basah seperti tumbuh-tumbuhan yang

busuk, sampah basah, kotoran binatang, benda-benda organic dan kotoran yang

menumpuk secara kumulatif (dikandang hewan) sangat disenangi oleh larva lalat.

Tempat secara umum perindukan lalat adalah ditempat kotor dan basah.

2. Kebiasaan Makan

Lalat memeiliki kebiasaan memakan makan yang didiamkan oleh manusia

dalam sehari contohnya gula serta makanan lainnya. Bentuk makan cair ataupun

makanan yang basah, sedangkan makanan yang kering dibasahi oleh ludahnya

terlebih dahulu, baru dihisap. Kondisi makanan yang temperatur tingg lebih

disukai lalat dari pada lingkungnan yanhg ada disekitarnya.

3. Kebiasaan Hidup

Lalat rumah (M. domestica) bersifat tidak menggigit, tetapi mempunyai tipe

mulut menjilat. Lalat rumah sering ditemukan di tempat timbunan sampah dan

kandang ternak. Kebanyakan lalat hijau (C. Megacephala dan Lucilia sp)

memakan zat-zat organic yang baunya membusuk dan lalat berkembangbiak

didalam bangkai meletakkan telur pada tubuh hewan yang mati dan larva makan

dari jaringan-jaringan yang membusuk.

4. Jarak Terbang

Jarak terbang dipengaruhi dengan ketersediaan makanan yang ada, rata-rata

6 9 km kadang-kadang mencapai 19-20 km dari tempat berbiak atau 7-12 mil dari

tempat perkembangbiakannya. Lalat mampu terbang 4 mil/jam.

5. Tempat Istirahat
13

Lalat memilih tempat istirahat yang kondisi sejuk/lembab, lalat juga lebih

menyukai tempat yang tidak berangun tetapi sejuk, dan kalau malam hari sering

hinggap di semak-semak diluar tempat tinggal. Lalat beristirahat pada lantai.

Dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik dan lain

lain serta sangat disukai tempat-tempat dengan tepi tajam yang permukaannya

vertikal. Tempat istirahat tersebut biasanya dekat dengan tempat makannya dan

tidak lebih dari 4,5 meter diatas permukaan tanah. Lalat istirahat di tempat dimana

ia hinggap dan/atau tempat yang dekat dari tempat hinggapnya.

6. Lama Hidup

Lama hidup lalat dipengaruhi adanya makanan, air serta temperature yang

mendukung. Saat musim panas lalat dapat hidup panas lalat dapat hidup berkisar

antara 2-4 minggu, sedangkan pada musim dingin lalat dapat hidup biasanya

mencapai 70 hari.

7. Temperatur dan Kelembaban

Lalat mulai terbang pada temperature 15⁰C dan aktifitas optimumnya pada

temperature 21⁰C. Pada tenperatur dibawah 7,5⁰C tidak aktif dan diatas 45⁰C

terjadi kematian pada lalat, sedangkan kelembaban erat hubungannya dengan

temperature setempat.

8. Sinar

Lalat adalah serangga yang memiliki sifat fototropik, dimana lalat menyukai

sinar. Saat malam hari lalat tidak aktif, tetapi dengan adanya bantuan sinar lalat

bisa aktif kembali, efek adanya sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada

kondisi temperature dan kelembaban disekitar. Melihat pola hidupnya, lalat tipe
14

makhluk hidup yang kompleks dan dapat berkembangbiak dengan pesat serta

mampu bertahan hidup dengan relatif lama pada temperature dan keadaan

tertentu.

2.1.5 Penyakit yang Disebabkan Oleh Lalat

Menurut (Sucipto, 2011) menjelaskan beberapa penyakit yang disebebkan

oleh lalat yaitu:

1. Disentri , dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas karena terhambat

peredaran darah dan pada kotoran terdapat mucus dan push

2. Diare, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan

terganggu. Disentri dan diare termasuk penyakit karena Shigella spp atau

diare bias juga karena Eschericia coli.

3. Kolera, gejala muntah-muntah, demam, dehidrasi, penyebabnya adalah vibrio

cholera

4. Thypoid, gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan terganggu,

penyebabnya adalah Salmonella spp.

5. Pada beberapa kasus, sebagai vektor penyakit lepra dan yaws (Frambusia

atau Patek).

6. Kasus kecacingan pada manusia dan hewan juga banyak ditularkan oleh lalat

rumah, lalat hijau dan Sarcophaga spp. Misalnya seperti cacing jarum atau

cacing kremi (Enterobius vermin cularis), cacing giling (Ascaris

lumbricoides), cacing kait (Anclyostoma sp., Necator), cacing pita (Taenia,

Dypilidium caninum), cacing cambuk (Trichuris trichiura)


15

7. Belatung lalat Musca domestica, Chrysomya dan Sarchopaga dapat juga

menyerang jaringan luka pada manusia dan hewan. Infestasi ini disebut

myasis atau belatungan.

2.1.6 Pengukuran Kepadatan lalat

Pengukuran kepadatan lalat dapat digunakan dengan cara:

1. Flytrap

Flytrap adalah alat yang digunakan untuk menangkap lalat dalam jumalah

besar. Tempat menarik lalat untuk berkembang biak dan mncari makanan adalah

container yang gelap. Bila lalat mencoba makana dan terbang akan tertangkap

yang diletakan pada mulut container. Flytrap ini cocok digunakan diluar rumah

dan diletakan pada udara terbuka, dan tempat yang terang. (HAKLI, 2010)

2. Flrgril

Flygril adalah alat untuk mengukur kepadatan lalat yang terbuat dari

potongan kayu yang disusun secara rapih dan dibentuk berjajar yang berjarak 1-2

cm serta dicat menggunakan warna putih. (DEPKES RI, 2011)

2.1.7 Pengendalian Lalat

Pengendalian lalat bervariasi sesuai dengan jenis lalat dan penyakit yang

ditimbulkannya. Namun pada umumnya pengendalian lalat dilakukan untuk lalat

rumah yang mana banyak mengganggu ketenteraman masyarakat, terutama di

Indonesia. Menurut (Sembel, 2010) bentuk pengendalian tersebut antara lain :

1. Sanitasi yang baik merupakan bagian yang sangat penting dalam program

pengendalian dan pengelolaan lalat rumah dan lalat sejenis. Sisa-sisa makanan
16

dan bahan-bahan lainnya di mana lalat dapat meletakkan telurnya harus

dikeluarkan, dihancurkan, dipendam dalam tanah, atau dibakar, sehingga

bahan-bahan ini tidak menjadi tempat peletakkan telur lalat. Sampah

seharusnya dikeluarkan setiap dua atau tiga hari untuk memutus siklus hidup

lalat.

2. Penggunaan kawat kasa pada pintu dan jendela rumah mengurangi masuknya

lalat ke dalam rumah. Pengendalian secara mekanik, yaitu membunuh lalat

dengan alat pembunuh lalat seperti sapu lidi kecil atau alat lainnya yang dapat

dengan mudah dipakai untuk membunuh lalat yang ada dalam rumah.

3. Penggunaan zat penarik lalat juga dapat mengurangi populasi lalat. Perangkap

lampu ultraviolet dapat dipergunakan dalam rumah untuk menarik lalat rumah

dan kemudian mereka jatuh ke bawah dan tertampung dalam suatu cairan yang

mengandung insektisida. Demikian juga dengan penggunaan insektisida, yaitu

aerosol seperti “Baygon”, “Mortin”, dan penyemprotan dengan permethrin. Di

tempat-tempat pembuangan sampah dapat menggunakan asam borat.

2.1.8 Indeks Populasi Lalat

Indeks populasi lalat adalah angka rata-rata populasi lalat pada

suatu lokasi yang diukur dengan menggunakan flygrill. Dihitung dengan

cara melakukan pengamatan selama 30 detik dan pengulangan sebanyak

10 kali pada setiap titik pengamatan. Dari 10 kali pengamatan diambil 5

(lima) nilai tertinggi, lalu kelima nilai tersebut dirata-ratakan. Pengukuran

indeks populasi lalat dapat menggunakan lebih dari satu fly grill.
17

Tabel 2.1 Indek Populasi Lalat

No Jumlah Individu lalat Kualitas Lingkungan


1 1 – 2 ekor Tidak menjadi masalah (rendah)
2 3 – 5 ekor Pengmanan terhadap perkembang
biakan (sedang)
3 6 – 20 ekor Populasi padat sehingga perlu adanya
pengamanan terhadap tempat
perkembangbiakan lalat dan tindakan
pengendalia (padat)
4 > 20 ekor Populasi sangat padat dan perlu
diadakan pengamanan (sangat padat)
Sumber : Permenkes RI No. 50 2017

Adapun contoh, pengamatan lalat pada suatu tempat:

1. Flygrill diletakkan di salah satu titik yang berada di dapur.

2. Pada 30 detik pertama, kedua, hingga kesepuluh didapatkan data

sebagai berikut: 2, 2, 4, 3, 2, 0, 1, 1, 2, 1.

3. Lima angka tertinggi adalah 4, 3, 2, 2, 2, yang dirata- ratakan

sehingga mendapatkan indeks populasi lalat sebesar 2,6.

2.2 Pelabuhan

2.2.1 Definisi Pelabuhan

Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2009 Tentang kepelabuhanan

menyebutkan pengertian Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan


18

dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan

pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal

bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal

dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan

keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat

perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

2.2.2 Fungsi Pelabuhan

Fungsi Pelabuhan Menurut Suyono (2001), fungsi sebuah pelabuhan ada

empat adalah sebagai berikut:

1. Tempat Pertemuan

Pelabuhan merupakan tempat pertemuan dua moda transportasi utama, yaitu

darat dan laut serta berbagai kepentingan yang saling terkait. Barang-barang yang

diangkut dengan kapal laut akan dibongkar dan dipindahkan ke angkutan darat

seperti truk dan kereta api. Dan sebaliknya barang-barang yang diangkut dengan

truk dan kereta api di pelabuhan dibongkar dan dimuat kedalam kapal.

2. Gapura Pelabuhan

Gapura Pelabuhan berfungsi sebagai gapura atau pintu gerbang suatu

negara. Warga negara dan barang-barang dari negara asing yang memiliki

pertalian ekonomi masuk ke suatu negara dan melewati pelabuhan tersebut.

Sebagi pintu gerbang negara, citra negara sangat ditentukan oleh baiknya

pelayanan, kelancaran dan kebersihan dipelabuhan tersebut.

3. Entitas Industri
19

Dengan berkembangnya industri yang berorientasi ekspor maka fungsi

pelabuhan menjadi sangat penting. Dengan adanya pelabuhan, hal itu akan

memudahkan industri mengirim produknya dan mendatangkan bahan baku.

Dengan demikian pelabuhan menjadi satu jenis industri sendiri yang menjadi

ajang bisnis berbagi usaha, mulai dari transportasi, perbankan, perusahaan leasing

peralatan dan sebagainya.

4. Mata Rantai

Transportasi Pelabuhan merupakan bagian dari rantai transportasi.

Dipelabuhan berbagai moda transportasi bertemu dan bekerja. Pelabuhan laut

merupakan salah satu titik dari mata rantai angkutan darat dan angkutan laut.

Orang dan barang yang diangkut dengan kereta api bisa diangkut mengikuti rantai

transportasi dengan menggunakan kapal laut.

2.3 Kesehatan Pelabuhan (Port Health)

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), KKP merupakan UPT di lingkungan

kementrian kesehatan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Hal ini

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 2348/Menkes/IV/2011 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan yang menyatakan bahwa

petugas pengendalian risiko lingkungan dan kesehatan lintas wilayah mempunyai

tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pemantuan, evaluasi, penyusunan

laporan, dan koordinasi pengendalian vektor dan binatang penular penyakit.

1. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)


20

a. Pecegahan masuk atau keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular

potensi wabah

b. Kekarantinaan, pelayanan kesehatan terbatas di lingkunga kerja pelabuhan

dan lintas batas

c. Pengendalian dampak kesehatan lingkungan

2. Tujuan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

Menurut (Sasono, 2012) tujuan kkp mempunyai dua tujuan yaitu tujuan

umum dan tujuan khusus, yaitu:

a. Tujuan Umum

1). Memberikan kepuasan pelayan kepada masyarakat dengan efektif dan

efisien dibidang kekarantinaan, sanitasi lingkungan dan pengendalian

vektor, kesehatan kerja dan matra.

2). Mendapat dukungan dari stake holder yang ada di pelabuhan atau bandara

untuk melaksanakan pembangunan kesehatan melalui program kemitraan

b. Tujuan Khusus

1). Menekan Pubic Health Risk of Internasional Concern

2). Melindungi produk OMKA yang keluar masuk pelabuhan laut dan dampak

negatif yang menimbulkan gangguan kesehatan

3). Melindungi masyarakat pelabuhan atau bandara dari risiko penularan

penyakit
BAB III

GAMBARAN UMUM INSTANSI

3.1 Nama Instansi dan Badan Umum

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), KKP merupakan UPT di

lingkungan kementrian kesehatan yang berada di bawah dan

bertanggungjawab kepada Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan

Penyehatan Lingkungan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 2348/Menkes/IV/2011 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kantor Keehatan Pelabuhan yang menyatakan bahwa petugas

pengendalian risiko lingkungan dan kesehatan lintas wilayah mempunyai

tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pemantuan, evaluasi,

penyusunan laporan, dan koordinasi pengendalian vektor dan binatang

penular penyakit .

Dengan diberlakukannya International Health Regulations (IHR)

tahun 2005 maka semakin memperkuat posisi KKP sebagai salah satu

instansi yang memepunyai kewenangan terhadap berbagai upaya

kesehatan dipelabuhan dalam rangka pencegahan penyakit karantina dan

penyakit menular potensi wabah yang masuk dan keluar dari pelabuhan,

melaksanakan kekarantinaan dsn pelayanan kesehatan terbatas diwilayah

kerja pelabuhan atau bandara dan lintas batas dan pengendalian terhadap

dampak kesetan lingkungan. Sehingga tujuan dan sasaran Kantor

Kesehatan Pelabuhan dapat dilaksanakan dengan semaksimal mungkin,

21
22

dengan mengadakan pemngamatan epidemiologi, survei entomologi, dan

melakukan jejaring kerja baik secara horizontal maupun vertical serta

membina hubungan yang baik dengan Pemerintah Daerah setempat.

Sehingga apa yang telah diprogramkan dapat tercakup dengan

memperoleh hasil yang memuaskan.

3.2 Sejarah Berdiri

3.2.1 Gambaran Umum

Sejak diubahnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

356/Menkes/Per/XI/2011, tanggal 23 November 2011 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Kantor Pusat KKP yang semula berada di

Cirebon dialihkan ke Bandung Sehingga nomenklaturnya berubah menjadi KKP

Kelas II Bandung. Sedangkan Cirebon yang awalnya merupakan Kantor Pusat

KKP menjadi Wilker. Secara resmi pada tanggal 09 April 2012, semua aktifitas

pelaksanaan kegiatan induk terlaksana di Bandung, tepatnya di Bandara Husein

Sastranegara Bandung.

KKP Kelas II Bandung mempunyai jangkauan pelayanan di beberapa

pelabuhan dan bandara yang ada di provinsi Jawa Barat yaitu meliputi Pelabuhan

Balongan dan Pelabuhan Indramayu Kabupaten Indramayu, Pelabuhan

Pamanukan Kabupaten Subang, Pelabuhan Kejawanan Kota Cirebon, Pelabuhan

Ratu Kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Cirebon Kota Cirebon dan Pelabuhan

Brebes.

3.2.2 Wilayah Kerja


23

1. Letak Geografis Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung Wilker

Cirebon

Kantor KKP Kelas II Bandung Wilker Pelabuhan Cirebon menempati tanah

dengan luas bangunan sekitar 298 m2 yang merupakan bangunan milik

Kementrian Kesehatan RI. Sedangkan untuk Pelabuhan Cirebon menepati tanah

dengan luas 597 m2 merupakan tanah milik PT. Pelindo II.

KKP Kelas II Bandung Wilker Cirebon terletak di Pantai Utara Pulau Jawa

bagian timur laut dengan jarak antara timur sampai barat ± 8 Km, utara sampai

selatan ± 11 Km, dengan ketinggian 5 meter di atas permukaan laut. Pelabuhan

Cirebon berada di pusat Kota Cirebon yang terletak pada 6,42° - 55,6° lintang

selatan dan 10,34° - 13,9° bujur timur, dengan batas wilayah sebagai berikut :

:
1. Sebelah Utara Laut Jawa
:
2. Sebelah Selatan Jalan Sisingamangaraja
:
3. Sebelah Barat Kelurahan Panjunan
:
4. Sebelah Timur Taman Ade Irma
24

Gambar 3.1 Wilayah kerja Pelabuhan Cirebon

2. Program Kerja KKP Kelas II Bandung Wilker Pelabuhan Cirebon

1. Unit Tata Usaha (TU)

a. Penyusunan program

b. Pengolahan informasi, evaluasi dan laporan

c. Ketatausahaan dan umum

2. Unit Pengendalian Kekarantinaan dan Surveilans Epidemiologi (PKSE)

a. Pengamatan faktor risiko

b. Peningkatan surveilans epidemiologi dan pengendalian wabah

3. Unit Pengendalian Risiko Lingkungan (PRL)

Ada pun cakupan kegiatan–kegiatan bidang pengendalian risiko

lingkungan yaitu diantaranya :

a. Pengendalian tikus dan pinjal


25

b. Pengendalian vektor

c. Pengawasan makanan dan minuman

d. Pengawasan sarana air bersih dan kualitas air bersih

e. Pemerikasaan sampel air bersih secara bakteriologis

f. Pemeriksaan sampel air bersih secara kimiawi

g. Pemeriksaan fisik dan kimia sederhana sampel air bersih di kapal

h. Pangawasan dan pemeriksaan sanitasi kapal

i. Pangawasan derratisasi dan disinseksi di kapal

j. Pangawasan hygiene sanitasi bangunan umum

4. Unit Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah (UKLW)

Kegiatan yang menjadi tugas bidang upaya kesehatan dan lintas

wilayah adalah sebagai berikut.

a. Pelayanan kesehatan dasar

b. Pelayanan vaksinasi atau vaksinasi internasional

c. Kesehatan matra

d. Embarkasi dan debarkasi haji

e. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

3.3 Visi, Misi dan Tujuan

3.3.1 Visi

Tangguh dan prima dalam segala faktor risiko untuk mewujudkan

masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan dipintu gerbang negara.

3.3.2 Misi
26

Sejalan dengan Misi Kementrian Kesehatan, maka untuk

mewujudkan visi Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung ditempuh

sebagai berikut:

1. Melaksanakan Kegiatan Kekarantinaan dan Surveilanss Epidemiologi di

Wilayah Kerja KKP Kelas II Bandung.

2. Melaksanakan Kajian Terhadapa Pengendalian Dampak Faktor Risiko

Lingkungan di Wilayah Kerja KKP Kelas II Bandung.

3. Melaksanakan Tindakan Cepat dan Tepat dalam Penanggulangan Kejadian

Luar Biasa (KLB) dan Bencana.

4. Menciptakan Kemandirian Masyarakat atau Pengguna Jasa di Wilayah

Kerja KKP Kelas II Bandung untuk Hidup Sehat..

5. Menjalin dan Meningkatkan Koordinasi Lintas Sektor dan Lintas Program.

3.3.2 Tujuan

1. Tujuan Umum

Meningkatkan pengawasan yang optimal terhadap orang, barang, alat

angkut, dan lingkungan melalui upaya Karantina dan Surveilans Epidemiologi,

Pengendalian Risiko Lingkungan, dan Upaya Kesehatan Pelabuhan serta

mewujudkan organisasi KKP Kelas II Bandung yang optimal dalam menjalankan

tugas pokok dan fungsi.

2. Tujuan Khusus

A. Tersajinya gambaran, informasi dan data Pengendalian Karantina dan

Surveilans Epidemiologi.
27

B. Tersajinya gambaran, informasi dan data Pengendalian Risiko

Lingkungan.

C. Tersajinya gambaran, informasi dan data Upaya Kesehatan dan Lintas

Wilayah.

D. Tersajinya gambaran tentang ketatausahaan di Kantor Kesehatan

Pelabuhan Kelas II Bandung.

3.4 Struktur Organisasi

STRUKTUR ORGANISASI

KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS II BANDUNG

PERMENKES RI NOMER: 2348/MENKES/PER/XI/2011


28

Gambar 3.2 Struktur Organisai Kantor Kesehatan Pelabuhan

Kelas II Bandung

3.5 Sarana dan Prasarana

Berikut ini merupakan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh

KKP Kelas II Bandung yang terdiri dari barang bergerak dan tidak

bergerak serta berbagai peralatan penunjang sampai dengan bulan

Oktober 2017

1. Barang Bergerak

Sarana prasarana berupa barang bergerak di Kantor Kesehatan Pelabuhan

Kelas II Bandung per 31 Desember 2017 sebanyak 46 unit yang terdiri dari 24

unit roda 4 dan 22 unit roda


29

Tabel 3.1 Jenis dan Jumlah Barang Bergerak di KKP Bandung Per 31

Oktober 2017

KUANTITAS PER
31 DES EMBER
NO URAIAN 2016 KET

1 oda 4 (Empat)
Minibus 10 unit
Pick up 4 unit
Ambulance 9 unit
Mobil Rontgen 1 unit

2 oda 2 (Dua)
Sepeda Motor 22 unit

2. Barang Tidak Bergerak


Aset tidak bergerak di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II
Bandung per 31 Oktober 2017 berupa Bangunan Kantor, Rumah Dinas,
Luas Tanah, Alat Kesehatan Besar, dan Alat Perlengkapan Kantor.

KKP Kelas II Bandung memiliki sarana prasarana barang tidak


bergerak berupa tanah seluas 5.194 m2 dan bangunan seluas 3.397 m2.
Kuantitas luas tanah dan bangunan berdasarkan lokasi dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Kuantitas Luas Tanah dan Bangunan berdasarkanlokasi di

KKP Bandung Per 31 Desember 2017

KUANTITAS PER
31 OKTOBER
NO URAIAN 2017 KET

1 nah

Tanah bangunan rumah negara gol II (Cirebon) 2


200 m
30

Tanah untuk Wilker Indramayu 2


528 m

Tanah untuk Wilker Cirebon 2


1000 m

Tanah untuk Wilker Majalengka 2


1626 m

Tanah untuk Wilker Pelabuhan Ratu 2


1060 m

Tanah Untuk Kantor Induk (Cikapayang) 2


780 m

2 dung dan Bangunan

Bangunan Gedung Kantor Permanen

1) Bangunan Gedung Kantor di Induk (Bandung) 2


231 m

2) Bangunan Gedung Kantor di Wilker Cirebon 2


212 m

Bangunan Gedung Garasi di Wilker Cirebon 2


80 m

Rumah Negara di Cirebon Gol II Tipe A Permanen 2


130 m

Bangunan Gedung Kantor Permanen Induk


ikapayang)
2
1.529 m

Bangunan Gedung Kantor Permanen wilker


rebon
2
615 m

Bangunan Gedung Kantor Permanen wilker


ndramayu
2
309 m
Bangunan Gedung Kantor Permanen wilker
labuhan Ratu
2
305 m
BAB IV

RUANG LINGKUP BIDANG KERJA DAN PERMASALAHANNYA

4.1 Ruang Lingkup Bidang Kerja

Secara operasional penyelenggaraan identifikasi faktor risiko penyakit

karantina dan penyakit menular potensial wabah meliputi :

1. Alat angkut (kapal laut, pesawat) dan muatannya (termasuk container)

2. Manusia (ABK/Crew, penumpang)

3. Lingkungan pelabuhan dan bandara

Terdapat 2 bidang yang sesuai dengan peminatan kesehatan lingkungan di

Kantor Kesehatan Pelabuh yaitu bidang Karantina, Surveilans Epidemiologi dan

Pengendalian Risiko lingkungan.

1. Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi, penyusunan

laporan, dan koordinasi pelaksanaan kekarantinaan dan surveilans

epidemiologi penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru, dan penyakit

yang muncul kembali, pengawasan alat angkut dan muatannya, lalu lintas

Obat, Makanan, Kosmetika, Alat Kesehatan, dan Bahan Adiktif (OMKABA),

jejaring kerja, dan kemitraan di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas

batas darat negara.

2. Pengendalian Risiko Lingkungan dan Kesehatan Lintas Wilayah mempunyai

tugas melakukan penyiapan bahan perencanaan, pemantauan, evaluasi,

31
32

penyusunan laporan, dan koordinasi pengendalian vektor dan binatang penular

penyakit, pembinaan sanitasi lingkungan, kesehatan terbatas, kesehatan kerja,

kesehatan matra, kesehatan haji, perpindahan penduduk, penanggulangan

bencana, vaksinasi internasional, jejaring kerja, kemitraan di wilayah kerja

bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.

Selama melaksanakan magang di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II

Bandung Wilker Cirebon, sudah beberapa kegiatan yang telah diikuti, diantaranya

pemasangan perangkap kecoa, pemasangan perangkap tikus, identifikasi pinjal,

dan menghitung kepadatan lalat.

1. Menghitung Jumlah kepadatan Lalat

Kegiatan ini dilakukan untuk meminimalisir jumlah kepadatan lalat yang

ada di tempat pembuangan sampah sekitar wilayah pelabuhan. Hasil perhitungan

ini akan menjadi data Kantor Kesehatan Pelabuhan Kleas II Bandung Wilker

Cirebon. data tersebut juga menjadi dasar pengambilan pengendalian kepadatan

lalat.

4.2 Standar Operasional Produksi

4.2.1 Sarana dan Prasarana

1. Sarana

A. Peralatan :

Flay grill

Counter

Hygrometer

Thermometer
33

Anemometer

Kendaraan

B. Bahan :

Formulir

Surat tugas

2. Prasarana

A. Peralatan

Mobil

Mist blower/spray can

Ember

pengaduk

Pakaian kerja

Alat Pelindung Diri (masker, hemet, kacamata, sarung tangan)

Lem lalat

B. Peralatan

Insektisida

Pelarut

4.2.2 LANGKAH – LANGKAH PELAKSANAAN

1. Pengamatan

A. Pelaksanaan Survey Kepadatan lalat di Pelabuhan

a. Buat pemetaan daerah pontensial lalat.

b. Siapkan kelengkapan sebelum melaksanakan kegiatan.

c. Lakukan pengukuran suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin.


34

d. Catat hasil pengukuruan pada formulir yang tersedia.

e. Letakan Fly grill di tempat potensial lalat seperti : TPS, kontainer

sampah, Tempat Penjualan Makanan.

f. Biarkan Fly grill di hinggapi lalat selama 30 menit.

g. Hitung lalat yang hinggap pada Fly grill dengan menggunakan counter.

h. Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali di setiap lokasi.

i. Catatan dalam formulir peemeriksan.

j. Lima nilai tertinggi dihitung rata-ratanya.

k. Cocokkan dengan indeks dan interpretasikan sbb :

Tabel 4.1 Indeks Populasi Lalat

No Rata - rata Indeks


1 1 – 2 ekor Rendah
2 3 – 5 ekor Sedang
3 6 – 20 ekor Padat
4 > 20 ekor Sangat Padat
Permenkes RI No. 50 2017

i. Setelah dilakukan survei kepadatan dilakukan analisis hasil serta

rekomendasi, apabila kepadatan tinggi atau sangat tinggi maka dilakukan

tindakan pengendalian.

B. Pelaksanaan Survey Lalat Di Kapal

a. Pengamatan/surveilans : yaitu untuk mengetahui keberadaan lalat di kapal

dilakukan dengan cara melihat secara visual adanya lalat hidup.

b. Pengamatan/pemeriksaan keberadaan lalat di kapal dilakukan bersamaan

dengan kegitatan pemeriksaan sanitasi kapal dan pemeriksaan kapal dalam

rangka penerbitan SSCC.


35

c. Apabila ditemukan kehidupan lalat di atas kapal/pesawat direkomondasikan

untuk dilakukan tindakan Disinfeksi.

2. Pemberantasan

A. Pemberantasan Dengan Peran Serta Masyarakat Melalui Perbaikan

Lingkungan

a. Petugas KKP melakukan pendekatan kepada pengelola Pelabuhan/Bandara

agar sampah ditangani secara saniter.

b. Masyarakat Pelabuhan/Bandara disarankan untuk menerapkan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

c. Apabila menemukan kondisi yang kurang sesuai (tempat sampah tidak

tertutup, banyak tumpukan sampah, sampah berserakan), petugas KKP

membuat surat teguran kepada pengelola Pelabuhan/Bandara dengan

tembusan kepada Administrator Pelabuhan/Bandara.

B. Pelaksanaan Penyemprotan Dengan Efek Knock Down

a. Temukan lokasi pemberantasan.

b. Petugas penyemprot memakai pakaian kerja dan APD (helmet, kacamata,

safety, sarung tangan dan sepatu safety).

c. Pemeriksaan mesin Mist blower/Spray can untuk memastikan dalam

keadaan baik.

d. Campurkan insektisida dengan pelarut didalam ember sesuai dosis aplikasi

(perhatikan petunjuk dalam label insektisida).

e. Masukan larutan ke dalam tangki.


36

f. Lakukan penyemprotan pada tempat-tempat potensial lalat (kontainer

sampah, Tempat Penjualan Makanan).

g. Bersihkan Tangki setiap selesai melakukan kegiatan

C. Larvasida

a. Persiapkan Mist blower dan pemeriksaan untuk memastikan berfungsi

dengan baik.

b. kenakan memakai pakaian kerja (helmet, kacamata, pakaian kerja, sepatu

boot, masker dan sarung tangan).

c. Larutkan Larvasida sesuai dengan dosis aplikasi (perhatikan petunjuk

penggunaan).

d. Tuangkan larvasida yang telah diaduk sempurna ke dalam tangki Mist

blower.

e. Lakukan penyemprotan pada tempat-tempat potensial perindukan lalat

seperti sampah, sisa makanan dan kotoran lain.

f. Selesai melakukan pemberantasan, alat dibersihkan.

D. Pelaksanaan Penyemprotan dengan Efek Knock Down di Kapal

Intervensi/kegiatan pemberantasan lalat di kapal dilakukan melalui kegiatan

disinseksi kapal (lihat SOP Disinseksi).

4.2.3 JEJARING KERJA

Jejaring kerja kegiatan pengendalian lalat adalah :

a. Administrator Pelabuhan/Administrator Bandara.


37

b. Pelindo/Angkasa Pura.

c. Instistusi Pemerintah yang ada dilingkungan Pelabuhan/Bandara.

d. Institusi Swasta yang ada di lingkungan Pelabuhan/Bandara.

e. Tempat Pengelolahan Makanan (restoran/rumah makan/jasa

boga/makanan jajanan).

f. Dinas kesehatan Kabupaten/Kota.

4.2.4 PELAPORAN

Selesai Melakukan kegiatan dibuat laporan dengan mengikuti kaidah

epidemiologi.

Bentuk laporan :

a. Laporan Kegiatan

b. Laporan Bulanan

c. Laporan Tahunan

4.3 Identifikasi Masalah

Masalah yang diambil pada laporan ini adalah Gambaran Tingkat

Pengendalian Kepadatan Lalat di Kawasan Pelabuhan Cirebon tahun 2020. Lalat

merupakan vektor pembawa penyakit.

Berikut masalah yang dapat meningkatkan kepadatan lalat:

1. Kurangnya pemilahan terhadap sampah

2. Kurangnya sarana pembuangan sampah sementara


38

3. Telatnya pengangkutan sampah yang tidak tepat waktu


BAB V

LAPORAN KERJA DAN ANALISIS PERMASALAHANNYA

5.1 Laporan Kerja

Waktu pelaksanaan magang dilaksanakan dari tanggal 17 Februari sampai

tanggal 23 Maret 2020. Kegiatan ini dimulai dengan acara pembukaan magang

atau penerimaan mahasiswa magang sekaligus melakukan perkenalan kepada

petugas di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung Wilker Cirebon.

Pada kegiatan pelayanan vaksinasi haji/umrah, mahasiswa ditugaskan di

bagian adiministrasi dan penginputan data calon haji/umrah ke sinkarkes.

Sinkarkes adalah aplikasi yang dibuat oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan yang

terintegrasi antara induk dan wilker untuk pelaporan dan akses informasi.

Vaksinasi untuk calon haji/umrah dikhususkan vaksin meningitis sehubungan

dengan Negara arab merupakan Negara yang memiliki epidemic penyakit

menginitis, maka dari itu vaksinasi meningitis merupakan tindakan preventif yang

telah dilakukan.

Bagi calon jama’ah haji/umrah yang akan melakukan vaksinasi meningitis,

diharuskan membawa persyaratan yang sudah ditetapkan. Persyaratan itu terdiri

dari foto copy KTP dan passport. Dimulai dari penyerahan persyaratan kepada

petugas, input data, tes kesehatan (tensi darah, berat badan dan tinggi badan)

sesuai dengan anjuran. Setelah membantu pelayanan vaksinasi meningitis,

mahasiswa diarahkan untuk membantu petugas KKP di kegiatan pengendalian

vektor kecoa.

39
40

Pada kegiatan tersebut, mahasiswa memasang perangkap kecoa di beberapa

tempat yang sudah ditentukan KKP. Kegiatan ini dimaksudkan untuk

meminimalisir jumlah kecoa dan akan menjadi data yang dikirim ke pusat untuk

pengambilan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan. Hari kedua, seperti biasa,

mahasiswa membantu di bagian vaksinasi meningitis untuk menghindari antrean

dari para calon jama’ah haji/umroh. Setelahnya, mem follow up perangkap kecoa

yang kemarin dipasang. Hasilnya, dari kelima kantin yang pasang perangkap

kecoa, ada 3 kantin yang terdapat kecoa.

Kantin 2 memiliki 1 kecoa, kantin 3 memiliki 10 kecoa dan kantin memiliki 4

kecoa. Kecoa tersebut dikumpulkan dan dikalkulasikan atau dihitung tingkat

kepadatannya berdasarkan standar yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan

Rebuplik Indonesia. Hasil penangkapan yang telah dilakukan, dilaporkan ke

Kantor Kesehatan Pelabuhan Induk Bandung untuk ditindak lanjuti sebagaimana

mestinya. Setelah melakukan pengendalian kecoa, mahasiswa dan KKP

melakukan penghitungan kepadatan lalat di 2 TPS yang berada di pelabuhan, TPS

Muara Jati 2 dan TPS Samadikun. Mekanisme penghitungan lalat dimulai dengan

meletakan fly grill di tumpukan sampah, perhatikan lalat yang hinggap di alat

tersebut.

Gunakan counter untuk menghitung lalat yang hinggap, penghitungan

dilakukan selama 30 detik secara terus menerus sebanyak 10 kali penghitungan.

Setelah mendapat 10 kali penghitungan, pilih 5 hitungan yang jumlah lalatnya

banyak dan dibagi 5, maka kita dapat mengetahui kepadatan lalat disesuaikan

dengan Peraturan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun


41

2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan

Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit Serta

Pengendaliannya.

Setelah selesai 2 kegiatan, dilanjut dengan pencidukan jentik nyamuk yang

dilakukan di selokan yang berada di pojok pelabuhan. Cukup dengan mengambil

air ke selokan menggunakan gayung, lalu mengecek air tersebut apakah terdapat

jentik atau tidak. Setelah melakukan pencidukan beberapa kali dengan bergantian,

didapatlah 1 jentik nyamuk di tempat tersebut. Jentik di masukan ke dalam botol

berisikan alcohol untuk diawetkan dan akan diteliti di kantor.

Pada hari ke 3 sampai hari ke 4 hanya membantu bagian vaksinasi untuk

menginput data ke sinkespel. Hari ke 5 tanggal 21 februari 2020, KKP bersama

Dinas Kesehatan Cirebon melakukan fogging sebagai tindak penanggulangan

vektor nyamuk. Terdapat 2 petugas fogging berasal dari Dinkes Cirebon,

sementara pihak KKP dan mahasiswa hanya melakukan koordinasi ke KSOP atau

Kantor Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan sebagai badan yang memiliki

wewenang/otoritas di wilayah pelabuhan. Pada hari pelaksanaan, KKP dan

mahasiswa memantau kegiatan tersebut agar berjalan dengan lancar.

Tanggal 22 sampai 23 Februari tanggal 2020 mahasiswa membantu di

pelayanan vaksinasi meningitis selama dua hari tersebut. Pada hari ke 8 tanggal 24

februari hingga tanggal 27 Februari kembali melakukan pengendalian vektor,

tetapi pada kegiatan ini yang menjadi sasaran adalah tikus. Kegiatan ini dibagi 2

hari untuk pemasangan dan sekaligus mengambil kembali perangkap untuk

mendapatkan hasilnya. Tanggal 24 sampai 23 Februari, pemasangan perangkap


42

tikus di 13 bangunan pelabuhan, 11 kantor industri dan 2 warung yang berada di

sekitar pelabuhan. Pemasangan dilaksanakan mulai pada siang hari dari pukul

13.00 hingga 15.00 karena seperti biasa, di pagi hari harus membantu pelayanan

vaksinasi meningitis terlebih dahulu.

Besok harinya, perangkap diambil untuk melihat hasilnya (success trap) dan

diperiksa pinjal yang ada di dalam tikus. Hasil dari tangkapan tersebut adalah

sebanyak 7 tikus, 4 tikus berasal dari kantor PT Jasa Transportasi, 1 tikus dari

warung yang dekat dengan polsek pelabuhan, 1 tikus dari kantor PT Pelni dan 1

tikus terahir dari kantor Dok Kodja I. Hasil tangkapan itu langsung di identifikasi

mulai dari jenis tikus, panjang badan, panjang kepala, panjang total (kepala dan

badan), panjang telinga dan panjang kaki. Tikus yang tertangkap di masukan ke

dalam wadah plastik, lalu dimasukan juga cairan chlorofoam agar tikus-tikus itu

mati.

Selanjutnya, dilakukan proses identifikasi oleh mahasiswa yang dipandu oleh

petugas KKP, diketahui bahwa jenis-jenis tikus dari hasil tangkapan semuanya

berjenis Rattus norveigcus dengan jumlah pinjal keseluruhan yang ditemukan

adalah 16 pinjal. Pinjal yang ditemukan akan dimasukkan ke dalam botol yang

berisi cairan alcohol untuk diawetkan dan tidak mudah busuk ketika akan diteliti

di kantor, kegiatan pengendalian vektor pun diakhiri dan semuanya kembali ke

kantor pada sore hari.

Masih di kegiatan pencegahan vektor tikus, pada tanggal 26, kegiatan

dilanjutkan di 7 instansi yang berada di pelabuhan, hanya terdiri dari 2 kantor

dinas dan 5 industri swasta. Pada kali ini pemasangan dilakukan pukul 10.00 dan
43

mahasiswa tidak semua diikut sertakan, 2 mahasiswa membantu pelayanan, 2

mahasiswa ke pelabuhan karena banyaknya calon jama’ah haji/umroh yang akan

melakukan vaksin mengingits. Hasil tangkapan yang diambil pada tanggal 27

adalah 1 tikus dari KSOP dan 1 curut dari PT Gamatara, tetapi ketika akan

mematikan tikus, tikus lepas karena plastic tidak tertutup dengan rapat, pada hari

itu tidak menghasilkan apapun karena curut tidak akan diperiksa.

Untuk mengevaluasi mahasiswa, pihak KKP meminta mahasiswa untuk

melaporkan hasil kegiatan dari awal yang disajikan dalam bentuk power point

(presentasi). Presentasi dilakukan pada tanggal 3 Maret 2020 di ruangan rapat,

mahasiswa menampilkan tujuan umum magang dan tujuan individu yang akan

dicapai selama magang, sesuai judul permasalahan yang diambil.

Pada tanggal 6 Maret, pinjal yang tertangkap dari hasil pengendalian vektor

(tanggal 24-27 februari). Langkah yang pertama, mengambil pinjal yang ada di

dalam botol berisikan alcohol, taruh pinjal tersebut di kaca tipis, beri sedikit air

dan taruh di mikroskop untuk dilihat, hasilnya, semua pinjal yang diperiksa

berjenis Xenopshylla cheopis. Setelah identifikasi pinjal, dilakukanlah

penghitungan indeks pinjal dengan cara menghitung jumlah pinjal yang didapat

dibagi tikus yang tertangkap, 16 pinjal dibagi 7 tikus, hasilnya 2,28.

Berdasarkan Peraturan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50

Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan

Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit Serta

Pengendaliannya, pada peraturan tersebut di atur tentang standar baku mutu

indeks pinjal. Indeks pinjal yang normal senilai kurang dari 1, sementara nilai
44

indeks pinjal yang didapat 2,28, maka dikatakan tidak memenuhi standar baku

mutu yang telah ditetapkan. Masih pada hari yang sama, setelah identifikasi pinjal

dilakukan, dilanjut dengan mengidentifikasi jentik nyamuk. Pada hasil

penangkapan jentik nyamuk di hari pertama, hanya mendapatkan satu ekor, tetapi

agar semua mahasiswa belajar untuk mengidentifikasi jentik, pihak KKP

memberikan persediaan sampel jentik yang mereka punya. Jentik hasil tangkapan

hari pertama berjenis Aedes aegipty.

Pada tanggal 13 Maret, pihak KKP menindak lanjuti dari data kepadatan lalat

yang telah dihimpun pada hari pertama, yaitu dengan melakukan spraying lalat.

Spraying lalat dilakukan untuk meminimalisir jumlah lalat yang ada di TPS

dengan menggunakan bahan insektisida agar lalat mati atau kabur. Penyemprot

dibekali APD berupa sarung tangan dan masker agar terhindar dari kontak

langsung dengan insektisida. Pada tindakan ini, mahasiswa langsung ikut andil

melakukan penyemprotan yang dipandu oleh orang lapangan dari KKP.

Pada tanggal 16 Maret, KKP memiliki agenda memeriksa sanitasi kapal

sebagai syarat kapal berlabuh dan menerbitkan sertifikat sanitasi. Mahasiswa

langsung diarahkan untuk langsung memeriksa sanitasi kapal dan untuk sasaran

yang pertama adalah jenis kapal motor pengangkut barang. Ketika masuk ke

dalam kapal, kami disambut oleh ABK yang sedang istirahat, tetapi kami pun

langsung dipertemukan dengan kapten dari kapal tersebut. Setelah mahasiswa

melakukan perkenalan, kapten kapal itu memberi akses untuk memeriksa seluruh

ruangan yang ada di kapal. Mahasiswa dibekali formulir sanitasi untuk mengukur

tingkat sanitasi yang ada pada kapal tersebut.


45

Ruangan yang diperiksa meliputi kamar ABK/kapten, kamar mandi, tempat

makan, dapur, anjungan, dan geladak kapal. Aspek fasilitas sanitasi meliputi,

insektisida, air bersih, tempat sampah dan pengamanan tikus. Ditemukannya

binatang seperti tikus, kecoa, lalat dan nyamuk. Di kapal tersebut, ditemukannya

lalat di tempat tempat tertentu seperti dapur dan tempat makan. Berdasarkan

kondisi tersebut, pihak KKP mengingatkan kepada pihak kapal untuk lebih

menjaga kebersihannya, supaya tidak menjadi tempat lalat hinggap. Ketika

sertifikat sanitasi kapal tersebut habis, tetapi di kapal itu masih terdapat lalat,

maka kapal itu tidak diizinkan untuk memperpanjang sertifikat sanitasi dan tidak

bisa untuk bersandar

Pada tanggal 17 Maret, kami kembali melanjutkan kegiatan pemeriksaan

sanitasi kapal, tetapi pada hari itu ditambah dengan kegiatan memeriksa sanitasi

tempat makan. Kegiatan yang pertama dilakukan adalah memeriksa sanitasi kapal,

masih sama yaitu kapal pengangkut barang yang mana kapal itu akan berangkat

pada sore hari. Di kapal tersebut, telah memenuhi aspek sanitasi, terbukti tidak

ditemukannya binatang, ruangan terlihat bersih dan terdapat persedian obat-obatan

untuk ABK dan kapten di kapal tersebut, artinya kapal itu lolos di pemeriksaan

sanitasi. Kegiatan selanjutnya adalah memeriksa sanitasi tempat makan, dimana

tempat makan di pelabuhan masuk ke dalam ruang lingkup KKP yang harus di

urusi. Ada 2 tempat makan yang menjadi perhatian KKP yaitu tempat makan yang

beratas namakan Admiral Yala Ghita dan warung makan ibu sri. Pada formulir

pemeriksaan ini, ada 17 aspek yang harus dinilai, masing-masing aspek itu diberi

nilai dari rentang 1-4.


46

Hasil kalkulasi atau total keseluruhan penilaian 17 aspek itu di jumlahkan

dan dilihat kriterianya, apakah memenuhi syarat sanitasi atau tidak. Untuk nilai

<18 sanitasinya kurang, 33-19 cukup, 48-34 sedang dan >49 baik. Setelah

melakukan pemeriksaan, diketahui nilai dari warung makan Admiral Yala Ghita

adalah 38 (sedang) dan Warung Ibu Sri mendapat nilai 47 dikatakan sedang,

kedua warung tersebut masih dalam kategori aman untuk aspek sanitasi. Setelah

melakukan 2 kegiatan itu, kami kembali ke kantor dan berpamitan kepada petugas

KKP dikarenakan kebijakan kampus untuk menarik semua mahasiwa magang

akibat pandemic covid 19 yang terjadi.

5.2 Analisis Permasalahan

5.2.1 Analisis Prioritas Masalah

Setelah mengetahui masalah yang ada di pelabuhan, maka langkah

selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah yang sudah ditemukan dengan

menggunakan metode USG. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas, Urgency,

Seriousness, Growth (USG) adalah salah satu alat untuk menyusun urutan

prioritas isu yang harus diselesaikan. Caranya dengan menentukan tingkat

urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dengan menentukan skala nilai 1 – 5

atau 1 – 10. Isu yang memiliki total skor tertinggi merupakan isu prioritas. Untuk

lebih jelasnya, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Urgency : Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan

waktu yang tersedia dan seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
47

memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi. Urgency dilihat dari

tersedianya waktu, mendesak atau tidak masalah tersebut diselesaikan.

2. Seriousness : Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan

akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang

menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-masalah

lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa

dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang dapat menimbulkan masalah

lain adalah lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah lain yang

berdiri sendiri. Seriousness dilihat dari dampak masalah tersebut terhadap

produktifitas kerja, pengaruh terhadap keberhasilan, dan membahayakan

sistem atau tidak.

3. Growth : Seberapa kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang

dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin memburuk kalau

dibiarkan.

Data atau informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan metode USG,

yakni sebagai berikut:

1. Hasil analisa situasi

2. Informasi tentang sumber daya yang dimiliki

3. Dokumen tentang perundang-undangan, peraturan, serta kebijakan

pemerintah yang berlaku.

Berikut prioritas dari masalah yang telah ditemukan

Tabel 5.1 Prioritas Masalah Metode USG

No. Masalah U S G Total


1. Tidak adanya pemilahan sampah 5 4 5 14
48

organik dan anorganik


Kurang memadainya tempat
2. 4 4 3 11
pembuangan sampah sementara
Tidak teraturnya jadwal untuk
3. 3 3 3 9
pengangkutan sampah

Keterangan:
1. 5: sangat tinggi
2. 4: Tinggi
3. 3: Cukup
4. 2: Kurang
5. 1: Sangat Kurang

Dari tabel 5.1 diatas menunjukan bahwa, kurangnya pemilahan terhadap

sampah merupakan masalah yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan

populasi lalat. Dari aspek urgency nya diberi nilai 5 karena dari 3 TPS di sekitar

Pelabuhan Cirebon banyak sekali timbunan sampah. Dan dapat dikatakan banyak

sampah akan menimbulkan populasi lalat yang semakin tinggi. Seriuosnes, pad

aspek ini diberi nilai 4 karena setiap TPS banyak sekali ditemukan lalat dan

masalah ini sangat serius untuk di atasi. Growth, pada aspek ini diberi nilai 5

pertumbuhan masalah ini begitu signifikan jika dibiarkan. Tikus akan berkembang

biak di tempat itu, terbukti pada TPS Muarajati 1 dengan kategori padat.

5.2.2 Analisis Penyebab Masalah

Diagram Fishbone (juga disebut diagram Ishikawa) adalah alat untuk

mengidentifikasi akar penyebab kualitas masalah. Itu dinamai oleh Kaoru

Ishikawa, seorang ahli statistik kontrol kualitas Jepang, pria yang merintis

penggunaan bagan ini di tahun 1960-an (Juran, 1999). Diagram Fishbone adalah
49

alat analisis yang menyediakan cara sistematis untuk melihat efek dan

penyebabnya yang membuat atau berkontribusi pada efek tersebut. Karena fungsi

diagram Fishbone, itu dapat disebut sebagai diagram sebab-akibat (Watson,

2004). Dari kedua teori yang telah disebutkan, diagram fishbone adalah alat untuk

menganalisis akar penyebab masalah bagaimana masalah itu terjadi. Berikut

uraian akar permasalahan pada kepadatan lalat di pelabuhan Cirebon.


50

Dana Sarana dan Prasarana Sumber Daya Manusia

Perilaku pegawai yang tidak


memperhatikan kebersihan
Pengetahuan
Alokasi dana untuk Tidak adanya sarana tentang lingkungan
fasilitas sanitasi untuk pemilahan dan vektor (lalat) Kesadaran pegawai
kurang sampah (organik dan terhadap kebersihan
non organik) lingkungan kerja kurang

Kurangnya pemilahan
terhadap sampah
Tidak ada sanksi
Aktivitas
bagi yang tidak
pelabuhan yang
menerapkan
mencemari
hygiene sanitasi
lingkungan

Kebijakan Lingkungan

5.1 Gambar Fishbone


51

Berdasarkan gambar 5.1 diatas setelah dianalisis pada masalah yang

menjadi prioritas, kurangnya pemilahan terhadap sampah, maka terdapat 5 faktor

yang dapat menyebabkan masalah tersebut diantaranya, sumber daya manusia,

lingkungan, uang, kebijakan, sarana dan prasarana. Berdasarkan faktor sumber

daya, ada 3 pemicu masalah dari faktor sumber daya manusia, perilaku,

pengetahuan dan kesadaran. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, tempat yang

ditemukannya lalat hal itu disebabkan salah satu oleh perilaku pegawai kantor di

sekitaran pelabuhan Cirebon yang tidak memeperhatikan kesehatan seperti,

membuang sampah bekas makanan. Hal ini dapat menimbulkan populasi lalat

meningkat.

Faktor yang kedua adalah sarana dan prasarana fasilitas yang terbatas atau

tidak adanya tempat pemisahan sampah organik dan non organik yang memicu

untuk membuang sampah dibiarkan menyatu antara sampah organik dan non

organik begitu saja.

Faktor yang ketiga adalah dana dari pihak PT Pelabuhan Indonesia kurang

untuk mengalokasikan penambahan TPS di pelabuhan Cirebon.

Faktor yang ke empat yaitu kebijakan berdasarkan Kepmenkes Nomor 431

Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Risiko Kesehatan Lingkungan

di Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas dalam Rangka Karantina Kesehatan

disebutkan bahwa tindakan yang dilakukan KKP hanya melapor ke atasan, tidak

ada tindakan refresentatif kepada pihak institusi itu. Seharusnya KKP dan KSOP

bekerja sama dalam menangani hal ini karena KSOP yang memiliki otoritas di

wilayah pelabuhan sedangkan KKP di bidang kesehatan pelabuhan. Untuk

57
52

melakukan penertibat itu, KKP dan KSOP harus berintegrasi membuat

punishment/ hukuman agar semua industry di pelabuhan mentaati aturan

khususnya sanitasi lingkungan.

Faktor yang kelima adalah lingkungan tempat pemantauan (dalam hal ini

TPS) sudah dibersihkan atau sampah yang terdapat di TPS sudah diangkat oleh

tim petugas kebersihan pada malam hari dikarenakan peraturan baru yang

mengharuskan pengangkatan sampah pada malam hari. Sedangkan pelaksanaan

kegiatan ini dilakukan siang hari pada saat suhu dan kelembapan dimana vektor

lalat aktif serta beristirahat di dekat tempat perkembang biakannya, sehingga

dapat melihat tingkat kepadatan lalat ditempat tersebut.

5.3 Analisis Alternatif Pemecahan Masalah

Keterampilan memecahkan masalah adalah bagian dari managerial skill

yang seharusnya dimiliki oleh para pelaku kesehatan (health providers). Dalam

menetapkan alternatif pemecahan masalah hal yang paling utama harus diketahui

adalah penyebab (risk faktor) timbulnya masalah. Menurut Blum, analisis masalah

digambarkan sebagai adanya masukan (input) terhadap masalah dan keluaran

(output) dari masalah. Masukan adalah gambaran terhadap penyebab timbulnya

masalah yang dapat berupa penyebab primer, sekunder dan tertier. Keluaran

adalah konsekuensi yang ditimbulkan oleh masalah yang juga dapat berupa

konsekuensi primer, sekunder dan tertier. Dari indentifikasi faktor penyebab

masalah, maka akan dapat ditetapkan (disusun) berbagai alternatif pemecahan

masalah dengan melihat sumber daya (tenaga, dana, waktu, teknologi,

peralatan/logistik dan kelompok sasaran). Dari beberapa alternatif yang sudah


53

diidentifikasi, maka dapat dipilih alternatif pemecahan yang terbaik dengan

mempertimbangkan faktor pendukung dan faktor penghambat (Darwata, 2017).

Terdapat berbagai macam metode pemecahan masalah, salah satunya metode

CARL.

Metode CARL merupakan sebuah teknik yang dilakukan untuk menentukan

prioritas masalah jika data yang tersedia adalah data kualitatif. Hal ini

dikarenakan tidak ada data pasti seberapa banyak kecacatan yang disebabkan oleh

sebuah masalah. Metode ini dilakukan dengan menentukan score dari kriteria

yang ada yaitu capability, accessibility, readiness, dan leverage. Capability

merupakan ketersediaan sumber daya yang ada, misalnya adalah dana.

Accessbility menunjukkan kemudahan bila prioritas tersebut dilakukan. Readiness

menunjukkan kesiapan dari tenaga kerja yang ada, seperti keahlian atau

kemampuan dan motivasi. Leverage menunjukkan dampak yang diberikan bila

prioritas permasalah ini dilakukan dan diatasi. Masalah yang ada lalu

diidentifikasi dan dibuat tabel kriteria CARL untuk diisi nilainya. Nilai yang diisi

memiliki angka minimum 1 hingga yang tertinggi adalah 10. Setelah seluruh

kriteria permasalahan diisi maka nilai akan dikalikan untuk menentukan prioritas

apa yang harus dilakukan terlebih dahulu. Semakin tinggi nilai yang didapatkan

menunjukkan prioritas yang harus dilakukan terlebih dahulu (Chang dan Oktavia,

2017).

Nilai total merupakan hasil perkalian C x A x R x L, urutan ranking atau

prioritas adalah nilai tertinggi sampai nilai terendah. Berdasarkan permasalahan di


54

atas, untuk menanggulangi masalah tersebut, ada beberapa alternative solusi yang

dapat digunakan, seperti :

1. Penyuluhan mengenai pemilahan sampah

Promosi Kesehatan (penyuluhan) adalah upaya yang dilakukan terhadap

masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Batasan promosi kesehatan ini mencakup

2 dimensi yaitu kemauan dan kemampuan. Sehingga tujuan dari Promosi

Kesehatan itu sendiri adalah memampukan masyarakat dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan mereka dan menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku

dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan (Susilawati, 2016). Dalam solusi

ini, pihak KKP melakukan penyuluhan ke instansi yang ada disekitar pelabuhan

sebagai tindakan preventif dalam mengendalikan lalat yaitu dengan cara

pemisahan sampah sebelum dibuang ke tps. Penyuluhan (promosi kesehatan)

untuk mempengaruhi atau menstimulus orang-orang yang bekerja di pelabuhan

untuk mempengaruhi perilaku mereka agar dapat menerapkan kebersihan dan

kesehatan.

2. Penyediaan tong sampah organik dan anorganik

Dalam hal ini semua instansi yang ada di sekitar pelabuhan mengalokasikan

dana khusus terkait penyedian tong sampah yang sudah di pisahkan antara organik

dan anorganik agar sampah yang di hasilkan oleh instansi tersebut tidak langsung

di buang ke TPS yang berada di area pelabuhan tetapi di angkut langusng ke TPA

oleh petugas kebersihan pelabuhan.


55

3. Pembuatan Program 3R (Reduce, Reause, Recycle)

Pembuatan program 3R (Reduce, Reause, Recycle) adalah pelaksanaan

kegiatan pengumpulan, pemilahan, pendaur ulangan sampah skala kawasan

(Peraturan Pemerintah RI No 81, 2012). Solusi ini pihak KKP bekerja sama

dengan DLH Kota Cirebon untuk memfasilitasi adanya TPS 3R di kawasan

Pelabuhan Cirebon.

Berikut ini adalah tabel CARL


Tabel 5.2 Alternatif Pemecahan Masalah

No Pemecahan Masalah C A R L Nilai Rank


1 Penyuluhan mengenai
8 8 8 8 4.096 1
pemilahan sampah
2 Penyediaan sampah
7 5 7 9 2.205 3
organik dan anorganik
3 Pembuatan Program 3R
8 7 7 7 2.722 2
(Reduce, Reause, Recycle)
Dalam hasil perhitungan tabel 5.2 bahwa Penyuluhan mengenai pemilahan

sampah menjadi pilihan yang pertama. Dari segi kesiapan diberi nilai 8 karena

sumber daya yang ada, bisa dikatakan siap. Berdasarkan hasil kegiatan selama

magang, bidang Pengendalian Risiko Lingkungan di KKP memiliki SDM yang

berkualitas, walaupun hanya satu orang yang berada dibagian tersebut, ketika

teknis sosialisasi bidang PRL dan KSOP bekerja sama memberitahukan

(penyuluhan) program ini di KSOP kepada pihak perwakilan dari setiap instansi

yang berada di pelabuhan.

Pada aspek Accesibility atau kemudahan pelaksanaan diberi nilai 8 karena

program ini hanya memerlukan koordinasi antara pihak kkp dan instansi yang

berada di kawasan pelabuhan dan membuat agenda untuk melakukan sosialisasi

program. Kemungkinan program ini mudah diterima karena yang menjadi


56

pelaksanan adalah institusi itu sendiri, sementara pihak KKP koordinator dan

pengawas.

Pada aspek Readiness diberi nilai 8 karena dari segi kesiapan, pihak KKP

dikatakan siap untuk melaksanakan kegiatan ini. Bidang PRL setiap harinya

melakukan clrearence sertifikat SSC kapal yang akan berlabuh atau berangkat,

jadi untuk melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan

lingkungan, bidang PRL siap. Sedangkan untuk menjaga otoritas pelabuhan pihak

KKP berkoordinasi dengan KSOP agar bisa membantu dengan program KKP.

Pada aspek Leverage atau dampak yang ditimbulkan, program ini diberi

nilai 8. Program ini mengarah atau menstimulus pengetahuan para pelaku industry

di pelabuhan. Setelah menstimulus pengetahuan dan di perkuat oleh sanksi atau

kebijakan yang dikeluarkan KKP dan KSOP untuk merubah perilaku pelaku

industry agar lebih berwawasan lingkungan.

5.3.1 Penyusunan Planning, Organizing, Actuating dan Controlling

Berikut gambaran analisis pemecahan masalah berdasarkan metode POAC

(Planning, Organizing, Actuating dan Controling).

1. Planning

Pada program penyuluhan mengenai pemilahan sampah ditahap perencaan

ada beberapa hal yang harus dilakukan seperti:

a. Memberikan edukasi kepada instansi dan pelaku industri dikawasan pelabuhan

tentang kepadatan lalat dan dampak lalat kepada kesehatan yaitu salah satunya

dengan memilah sampah organik dan anorganik sebelum dibuang ke tempat


57

pembuangan sampah sementara untuk mengurangi terhadap kepadatan lalat di

pelabuhan

b. Program akan dilaksanakan oleh bidang Pengendalian Risiko Lingkungan

(PRL) dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dengan melakukan koordinasi

dengan instansi dan pelaku industri dikawasan pelabuhan Cirebon.

c. Kegiatan persiapan meliputi membuat kebijakan program, membuat materi

untuk sosialisasi program, membentuk tim untuk sosialisasi dan tim monitoring

untuk mengawasi program.

2. Organizing

Yang terlibat dalam program ini adalah bidang Pengendalian Risiko

Lingkungan dengan ketua pelaksanya yaitu koordinator Kantor Kesehatan

Pelabuhan Kelas II Bandung Wilayah Kerja Cirebon

3. Actuating

a. Pelaksanaan program ini dilakukan oleh petugas Pengendalian Risiko

Linkungan Kantor Kesehatan Pelabuhan dan tim lapangan

b. Memberikan informasi kepada instansi dan pelaku industri oleh petugas

Pengendalian Risiko Lingkungan dari Kantor Kesehatan Pelabuhan untuk terus

meningkatkan pengetahuan khususnya pemilahan sampah organik dan

anorganik yang apabila tidak dilakukan dapat menimbulkan kepadatan lalat

dipelabuhan meningkat.

4. Controlling
58

Pengawasan yaitu dilakukan dengan cara melihat tong sampah yang berada

di kantor-kantor dikawasan pelabuhan apakah sudah dilakukannya pemilahan

sampah.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan, memindahkah dan atau

menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia. Pengendalian vektor adalah

semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor

serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya

penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak

masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat

dicegah.

Lalat dapat berperan sebagai vektor penyakit secara mekanis karena

memiliki bulu-bulu halus disekujur tubuhnya dan suka berpindah-pindah dari

suatu makanan (biasanya bahan organik yang membusuk ataupun kotoran) ke

makanan lain, untuk makan dan bertelur. Lalat dapat menyebarkan sejumlah

penyakit pada manusia melalui beberapa cara, yaitu melalui kaki, bulu-bulu halus

dan bagian mulut karena mempunyai kebiasaan regurgitasi (memuntahkan)

kembali makanan yang telah dimakan. Dapat disimpulkan bahwa penularan

penyakit oleh lalat dapat terjadi melalui setiap bagian tubuhnya.

Berdasarkan tujuan dan hasil kegiatan magang maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari 3 TPS yang berada dikawasan pelabuhan Cirebon TPS Muarajati 1

memiliki kepadatan lalat dengan rata-rata 21,8 ekor atau kategori sangat padat,

57
60

TPS Muarajati 2 memiliki kepadatan lalat dengan rata-rata 19,8 ekor atau

kategori padat, dan TPS Samadikun memiliki kepadatan lalat dengan rata-rata

12,8 ekor atau kategori padat. Maka dari ketiga TPS tersebut populasi lalat

yang paling tinggi yaitu TPS Muarajati 1 dan diketahui semua jenis yang ada di

TPS tersebut yaitu lalat Musca Domestica atau lalat rumah.

2. Terdapat 3 masalah yang memungkinkannya meningkatnya kepadatan lalat di

TPS tersebut yaitu tidak adanya pemilahan sampah organik dan anorganik,

kurang memadainya tempat pembuangan sampah sementara, dan tidak

teraturnya jadwal untuk pengangkutan sampah.

3. Menentukan prioritas msalah merupakan salah satu usaha untuk mrnrntukan

faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap timbulnya suatu masah.

Pada langkah ini menggunakan metode USG dimana setiap faktor dinilai dari 3

aspek yaitu Urgency, Seriousness, dan Growth yang diberi nilai 1 sampai 5.

Dari ketiga faktor penyebab masalah yang dapat menimbulkan padatnya

populasi lalat yaitu tidak adanya pemilahan sampah organik dan anorganik

merupakan prioritas masalah utama yang diberi nilai 14, kurang memadainya

tempat pembuangan sampah sementara di urutan kedua dengan diberi nilai 11,

sedangkan tidak teraturnya jadwal pengangkutan sampah di urutan ketiga

dengan diberi nilai 9.

4. Analisis akar penyebab masalah adlah usaha untuk menganalisa permasalahan

hingga ditemukannya penyebab yang paling utama atau akar permsalahan.

Pada langkah ini menggunakan metode fish bone atau tulang ikan. Setelah
61

dilakukan analisa akar penyebab masalah, ditemukan faktor perilaku yang

memang menjadi akar penyebab massalah kepadatan lalat .

5. Menetukan alternatif pemecahan masalah merupakan cara untuk memilih

alternatif solusi dengan menggunakan metode CARL. Metode ini menilai

solusi dari 4 aspek yaitu capability, accesbility, readiness, dan leverage.

Terdapat 3 solusi yang dijadikan opsi untuk menanggulangi masalah perilaku

kuranggnya pemilahan sampah yang dapat menimbulkan padatnya populasi

lalat yaitu dengan penyuluhan mengenai pemilahan sampah organik dan

anorganik, penyedian tong sampah oragnik dan anorganik, dan pembuatan

program 3R (Readuce, Reause, Recycle). Penyuluhan mengenai pemilahan

sampah dinilai dapat menjadi solusi dari permasalahan ini, opsi ini diberi nilai

4096 yang mana nilai tersebut lebih tinggi dari pada nilai opsi yang lain.

6.2 Saran

Diharapkan pihak KKP lebih berintergrasi dan berkoordinasi dengan piahk

instansi atau pelaku industri yang berada dikawasan Pelabuhan Cirebon supaya

program ini lebih optimal dan teralisasi.


62

DAFTAR PUSTAKA

Andriansyah, D., & Si, M. (2015). Manajemen Transportasi Dalam Kajian Dan
Teori. Jakarta Pus. Fak. Ilmu Sos. dan Ilmu Polit. Univ. Prof. Dr.
Moestopo Beragama.
Burgess P., (2013), The biology and lifecycles of common flies on livestock
operations. IPM Coordinator. Perennia.
Hadi, U. K. (2012). Serangga pengganggu kesehatan (nyamuk, lalat, kecoa,
semut, labah-labah): Diakses dari: http://upikke. staff. ipb. ac.
id/files/2012/11/Serangga ….
IHR 2005
Indonesia, R. (2009). Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan. no 4849. Sekretariat Negara, Jakarta.

Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung Tahun 2019. Profil Kantor


Kesehatan Pelabuhan Kelas II Bandung 2018

Litbangkes, B., & Depkes, R. (2010). Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010.
Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan. Jakarta.
Nadeak, E. S. M., Rwanda, T., & Iskandar, I. (2017). Efektifitas Variasi Umpan
Dalam Penggunaan Fly Trap Di Tempat Pembuangan Akhir Ganet Kota
Tanjungpinang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 82-86.
Permenkes 356 Tahun 2008 tentang Organisasi & Tata Kerja Kantor Kesehatan
Pelabuhan
Permenkes 2348 Tahun 2011 tentang sebagai penggati Permenkes 356 Tahun
2008 tentang Organisasi & Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan
Permenkes, R. (2014). No. 75 Tahun 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat.
Permenkes, R. (2017). No. 50 Tahun 2017. Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya.
63

Putri, Y. P. (2015). Keanekaragaman spesies lalat (diptera) dan bakteri pada tubuh
lalat di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) dan pasar. Jurnal
Dampak, 12(2), 79-89.
Sasono, H. B. (2012). Manajemen Pelabuhan dan Realisasi Ekspor Impor:
Penerbit Andi.
Sembel, D. T. (2010). Pengendalian Hayati Hama-Hama Serangga Tropis dan
Gulma. Andi. Yogyakarta, 281.
Sucipto, C. D. (2011). Vektor penyakit tropis. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Susilowati, A. (2017). HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN
TINGKAT KEPADATAN LALAT DI PASAR TRADISIONAL
KECAMATAN TEMBALANG (Studi di Pasar Mrican dan Pasar
Kedungmundu Kecamatan Tembalang). Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Suyono.R.P. “Shipping Pengangkutan Intermoda Export Import Melalui laut”,
PPM, Jakarta 2001

Wahyu, N. (2009). Perbedaan Genus Larva Lalat Pada Bangkai Tikus Wistar
Diletakan Di Darat, Air Tawar Dan Air Laut. Medical Faculty.
64

LAMPIRAN
65
66

Anda mungkin juga menyukai