Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan esensial untuk berbagai kegiatan tubuh


manusia, oleh karena itu pangan harus terjamin bebas dari berbagai cemaran
biologis, kimiawi, fisik, dan bahan berbahaya lainnya yang dapat mengganggu
kesehatan.
Adanya berbagai cemaran berbahaya pada pangan dapat mengakibatkan
munculnya foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan lewat makanan,
dengan ciri berupa gangguan pada saluran pencernaan dengan gejala umum sakit
perut, diare dan atau muntah. Agen utama penyebab penyakit ini adalah bakteri
yang sebetulnya secara alami terdapat di lingkungan sekitar manusia, dan
ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).
Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan
permasalahan kesehatan masyarakat yang banyak dijumpai dan penyebab
signifikan menurunnya produktivitas ekonomi. Di seluruh dunia terdapat jutaan
orang, khususnya bayi dan anak-anak, yang menderita dan meninggal dunia setiap
tahunnya akibat penyakit yang ditularkan melalui makanan tersebut. Setiap tahun,
terdapat sekitar 1500 juta kejadian diare pada balita dan diperkirakan 70% kasus
penyakit diare terjadi karena makanan yang terkontaminasi. Patogen yang sudah
dikenal sebagai penyebab penyakit diare salah satunya adalah bakteri seperti
Escherichia coli (E. coli) yang merupakan bakteri tersering dan terpenting secara
klinis di golongan bakteri Coliform (Motarjemi dkk, 2006).
Bakteri Coliform seperti E.coli merupakan salah satu bakteri indikator
sanitasi air dan makanan, sehingga apabila dalam makanan terdapat bakteri E.coli
berarti air atau makanan tersebut telah tercemar oleh feses manusia (Hendri,
2007). Penyebaran bakteri Coliform yang berasal dari hewan ke manusia dapat
terjadi melalui daging yang telah terkontaminasi kemudian dikonsumsi oleh

1
manusia, sedangkan penyebaran bakteri Coliform dari manusia ke manusia yang
lain terjadi secara peroral dengan cara manusia memakan atau meminum air yang
telah terkontaminasi (Andriani, 2008). Kontaminasi bakteri pada makanan dapat
terjadi pada bahan makanan, air, wadah makanan, tangan penyaji ataupun pada
makanan yang sudah siap disajikan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari food borne disease?
2. Apa saja penyebab food borne disease?
3. Bagaimana penularan food borne disease oleh makanan?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam
makanan?
5. Bagaimana cara mencegah food borne disease?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari food borne disease
2. Untuk mengetahui apa saja penyebab food borne disease
3. Untuk mengetahui bagaimana penularan food borne disease oleh makanan
4. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba dalam makanan
5. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah food borne disease

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Food Borne Disease

Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi


makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang mengkontaminasi
makanan. Selain itu, zat kimia beracun, atau zat berbahaya lain dapat
menyebabkan foodborne disease jika zat-zat tersebut terdapat dalam makanan.
Makanan yang berasal baik dari hewan maupun tumbuhan dapat berperan sebagai
media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia (Deptan RI,
2007).
Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease), biasanya
bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agens penyakit yang masuk ke
dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Kadang-kadang
penyakit ini disebut “keracunan makanan” (food poisoning) walaupun istilah ini
tidak tepat. Penyakit yang ditularkan melalui makanan mencakup lingkup
penyakit yang etiologinya bersifat kimiawi maupun biologis, termasuk penyakit
kolera dan diare, sekaligus beberapa penyakit parasit (Motarjemi dkk, 2006).
Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) yang segera
terjadi setelah mengkonsumsi makanan, umumnya disebut dengan keracunan.
Makanan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen
yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan,
sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia
(BPOM RI, 2008).
Pada kasus foodborne disease mikroorganisme masuk bersama makanan yang
kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh manusia. Kasus foodborne disease dapat
terjadi dari tingkat yang tidak parah sampai tingkat kematian. Sebagai contoh
foodborne disease yang disebabkan oleh Salmonella dapat menyebabkan

3
kematian selain yang disebabkan oleh Vibrio cholerae dan Clostridium botulinum.
Kejadian dan wabah paling sering disebabkan oleh Salmonella dibanding penyakit
foodborne disease lainnya. Mikroorganisme lainnya yang dapat menyebabkan
foodborne disease antara lain E. coli, Campylobacter, Yersinia, Clostridium dan
Listeria, virus serta parasit (Deptan RI, 2007).
Dari semua penyakit yang ditularkan melalui makanan, yang paling sering
terjadi adalah diare. Penyakit diare menjadi masalah kesehatan dunia terutama di
negara berkembang. Hal ini terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian
akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun
2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal. Sanitasi yang buruk dituding sebagai
penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi
masyarakat (Adisasmito, 2007).
Infeksi karena strain patogenik E.coli mungkin merupakan penyebab paling
umum diare di negara-negara berkembang. Kontaminasi E.coli dan patogen lain
dari tinja yang sering terjadi pada makanan, menunjukkan adanya kontaminasi
tinja pada makanan. Akibatnya, setiap patogen yang penularannya melalui fekal-
oral (missal rotavirus) dapat ditularkan melalui makanan (Motarjemi dkk, 2006).
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam
makanan
1. Faktor intrinsik, merupakan sifat fisik, kimia dan struktur yang dimiliki
oleh bahan pangan tersebut, seperti kandungan nutrisi dan pH bagi
mikroba.
2. Faktor ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan pada penanganan dan
penyimpanan bahan pangan seperti suhu, kelembaban, susunan gas di
atmosfer.
3. Faktor implisit, merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba itu
sendiri.
4. Faktor pengolahan, karena perubahan mikroba awal sebagai akibat
pengolahan bahan pangan, misalnya pemanasan, pendinginan, radiasi,
dan penambahan pengawet (Nurmaini, 2004).

4
2.3 Cara Pencegahan Terhadap Terjadinya Foodborne Disease
Cara Pencegahan Terhadap Terjadinya Foodborne Disease menurut Deptan
RI (2007) adalah:
1. Kebersihan
Sesudah ke WC, mengganti popok, sebelum makan atau menyiapkan
makanan, cucilah tangan dengan teliti memakai sabun dan kucuran air
setidaknya 15 detik, lalu keringkanlah dengan handuk bersih.
2. Pemantauan suhu
Menyimpan makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat membiaknya
kuman yang menyebabkan racun makanan, yang tumbuh di antara suhu 5° C
dan 60° C. Untuk berjaga-jaga:
a. suhu lemari es jangan lebih tinggi dari 5° C dan ada aliran udara di seputar
makanannya agar pembagian suhunya merata,
b. makanan panas sebaiknya disimpan di atas suhu 60° C,
c. makanan yang harus dipanaskan lagi harus segera dipanaskan sampai
semua bagiannya mencapai suhu 75° C,
d. makanan beku sebaiknya dicairkan di dalam lemari es atau microwave,
sebab makin lama makanan mentah dibiarkan pada suhu ruangan, makin
cepat pulalah kuman berbiak dan racun bisa terbentuk,
e. agar kuman di dalamnya mati, makanan harus dimasak matang sempurna.

3. Cara Menyimpan
Daging, ikan, unggas dan sayur yang mentah bisa mengandung banyak
kuman, dan juga mencemari makanan yang sudah siap jika tidak disimpan
atau ditangani dengan cermat. Untuk berjaga-jaga:
1. makanan mentah sebaiknya disimpan tertutup atau dalam tempat bertutup
di bawah makanan lain yang sudah siap agar bagian makanan atau cairan
daging tidak menumpahi atau menetesinya,
2. makanan sebaiknya ditutupi sebelum disimpan di dalam lemari es bawah
maupun atas atau di lemari agar terhindar dari pencemaran,

5
3. tangan harus segera dicuci sesudah menangani makanan mentah dan
sebelum menangani makanan yang sudah matang atau siap,
4. sebaiknya menggunakan talenan, sendok garpu dan piring lain untuk
makanan mentah dan yang sudah siap, dan jika talenan mesti dipakai
kembali basuhlah terlebih dahulu baik-baik dengan air panas bersabun,
5. mencuci sayur mentah sebelum menyiapkannya untuk dimakan,
6. bahan makanan harus disimpan baik-baik, jauh dari bahan beracun,
semprot serangga, bahan pembersih dll,
7. tidak memakai serbet pengering piring untuk menyeka tangan atau meja,
selain itu serbetnya harus sering dicuci dan dikeringkan,
8. serbet harus sering disucihamakan dan diganti.

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian food borne disease bersifat keracunan

Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi


makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang mengkontaminasi
makanan. Selain itu, zat kimia beracun, atau zat berbahaya lain dapat
menyebabkan foodborne disease jika zat-zat tersebut terdapat dalam makanan.
Makanan baik dari hewan maupun tumbuhan dapat berperan sebagai
mediapembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia (Deptan RI,
2007).
Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease), biasanya
bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agens penyakit yang masuk ke
dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Kadang-kadang
penyakit ini disebut “keracunan makanan” (food poisoning) walaupun istilah ini
tidak tepat. Penyakit yang ditularkan melalui makanan mencakup lingkup
penyakit yang etiologinya bersifat kimiawi maupun biologis, termasuk penyakit
kolera dan diare, sekaligus beberapa penyakit parasit (Motarjemi dkk, 2006).
Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) yang segera
terjadi setelah mengkonsumsi makanan, umumnya disebut dengan keracunan.
Makanan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen
yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan,
sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia
(BPOM RI, 2008).

7
3.2 Penyebab Food Borne Disease
3.2.1 Bakteri

Cemaran bakteri hanya 30% dari kasus foodborne disease. Namun


demikian, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa wabah dan angka kematian
(mortalitas) tertinggi pada foodborne disease disebabkan oleh infeksi bakteri
(ALTEKRUSE et al., 2008). Penularan pada foodborne disease umumnya melalui
oral, jika tertelan dan masuk ke dalam saluran pencernaan akan menimbulkan
gejala klinis diantaranya mual, muntah dan diare. Apabila gejala diare dan muntah
terjadi dalam waktu lama, maka dapat mengakibatkan dehidrasi atau kehilangan
cairan tubuh. Masa inkubasi penyakitnya berkisar antara beberapa jam sampai
beberapa minggu, bergantung pada jenis bakteri yang menginfeksinya. Walaupun
demikian, tidak semua bakteri yang masuk ke dalam tubuh akan dapat
menimbulkan penyakit, tergantung dari virulensi bakteri serta respon sistem
kekebalan tubuh (SUPARDI dan SUKAMTO, 1999).

a. Salmonella spp.

Infeksi Salmonella dapat bersifat fatal, terutama bagi bayi berumur kurang
dari satu tahun. Selain dipengaruhi umur, juga bergantung pada jumlah bakteri
yang masuk. Salmonella typhi dan S. paratyphi menyebabkan demam tifoid, lebih
dikenal dengan penyakit tifus. Masa inkubasinya 7 – 28 hari, rata-rata 14 hari
(FLOWERS, 2004a). Gejala klinis berupa pusing, diare, mual, muntah, konstipasi,
pusing,demam tifoid/demam tinggi terus-menerus (SOEWANDOJO et al., 1998).

b. Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli (E. coli) ini bersifat komensal yang terdapat pada
saluran pencernaan hewan dan manusia. Infeksi bakteri ini merupakan faktor
utama penyebab malnutrisi pada bayi dan anak-anak di negara berkembang.
Gejala umum infeksi E. coli diantaranya diare berdarah, muntah, nyeri abdomen,
dan kram perut.

8
c. Bacillus anthracis
Bakteri ini sensitif terhadap lingkungan, tidak tahan panas, dan mati dengan
perebusan selama 2 – 5 menit. Sporanya sangat tahan selama bertahun-tahun pada
suhu pembekuan, di dalam tanah dan kotoran hewan (SPENCER, 2003). Bahkan,
spora tersebut tahan 25 – 30 tahun di dalam tanah kering, sehingga dapat menjadi
sumber penularan penyakit baik bagi manusia maupun ternak (SOEJOEDONO,
2004).

Penularan penyakit dapat diawali dari tanah yang mengandung spora B.


anthracis menginfeksi luka, terhirup pernafasan ataupun bersama makanan yang
tercemar masuk saluran pencernaan (ACHA dan SZYFRES, 1989). Gejala
penyakit antraks pada manusia dikenal 3 tipe/bentuk; yaitu tipe kulit (kutaneus),
pernafasan (respirasi), dan pencernaan (intestinal) (SIEGMUND, 1979).

Gejala yang dapat diamati pada tipe kutaneus adalah bentuk kulit bersifat
lokal, timbul bungkul merah pucat (karbungkel) yang berkembang menjadi
nekrotik dengan luka kehitaman. Luka dapat sembuh spontan dalam 2 – 3 minggu
(SPENCER, 2003).

Gejala klinis tipe pernafasan berupa sesak nafas di daerah dada, batuk, dan
demam. Penyakit antraks tipe ini umumnya ditemukan pada pekerja penyortir
bulu domba (wool sorter’s disease) dan penyamak kulit (SIEGMUND, 1979;
SPENCER, 2003).

Gejala bentuk pencernaan berupa nyeri di bagian perut, demam, mual,


muntah, nafsu makan menurun, diare berdarah karena inflamasi pada usus halus
(DEPTAN, 2003; SOEJOEDONO, 2004).

d. Clostridium spp.
Bakteri Clostridium perfringens dan C. Botulinum umum terdapat di alam,
misalnya tanah, sampah, debu,kotoran hewan dan manusia, serta bahan makanan
yang berasal hewan.
Gejala botulisme biasanya timbul 12 jam sampai 1 minggu, dengan rata-rata
12 – 24 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung toksin botulinum.

9
Gejala tersebut dapat berupa perut mulas, muntah, diare, dan dilanjutkan dengan
serangan syaraf (neurologis). Masa inkubasi bisa lebih cepat antara 6 – 10 jam,
terutama pada makanan yang mengandung toksin tipe E. kadang-kadang timbul
gangguan badan seperti lemas, pusing, vertigo, dan penglihatan berkunang-
kunang (NANTEL, 1999).
Botulinum juga dapat menyebabkan kelumpuhan (paralisis) pada tenggorokan
sehingga tidak dapat menelan, selanjutnya diikuti oleh kelumpuhan otot yang
menyebabkan lidah dan leher tidak dapat digerakkan (SUPARDI dan
SUKAMTO, 1999).
e. Listeria monocytogenes
Infeksi L. monocytogenes pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun
1980-an, yaitu dengan adanya wabah listeriosis di Jerman yang dikaitkan dengan
konsumsi susu mentah. Masa inkubasi penyakit antara 2 – 6 minggu. Gejala yang
timbul pada listeriosis berupa mual, muntah, diare, demam, dan gejala influensa
(SCHUCHAT et al., 1991). Bakteri ini banyak dijumpai dalam susu, daging sapi,
daging unggas, ikan laut dan produknya, serta makanan siap saji (FDA, 2003).
f. Shigella spp.
Shigella spp. merupakan bakteri patogenik yang dapat mengakibatkan
shigellosis (disentri basiler) pada manusia dan hewan. Gejala shigellosis
bervariasi dari yang ringan sampai yang parah; seperti nyeri abdomen, muntah,
demam, diare dari yang cair (S. sonnei) sampai sindrom disentri yang disertai
dengan tinja yang mengandung darah, mukus, dan pus (TAPLIN, 1989). Pada
keadaan tertentu dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan elektrolit
dalam darah hingga terjadi dehidrasi (SUPARDI dan SUKAMTO, 1999).
3.2.2 Virus
Virus berkembang biak hanya pada inang yang sesuai dan tidak dapat tubih
diluar inang beberapa virus dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan ciri-
cirinya hampir sama dengan yang di timbulkan oleh bakteri. Sebagian virus juga
dapat menginfeksi tanpa adanya simpton sampai virus tersebut menyerang
jaringan sel yang lain,misanya jaringan saraf,melalui aliran darah. Transmisi virus

10
yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan dapat melalui aerosol atau kontak
langsung dengan orang yang terinfeksi.
3.2.3 Protzoa dan Parasit
Giardia, Cryptosporidium, Balantidium, Entamoeba dan protozoa lainnya
sertai parasit seperti cacing pita, dapat menginfeksi melalui air dan makanan.
Beberapa spesies dapat bertahan pada lingkungan untuk beberapa minggu dan
dapat klorinasi. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh bakteri dan penularan rute
fekal-oral.
3.2.4 Jamur

Jamur merupakan mikroorganisme eukariotik, menghasilkan spora, tidak


punya klorofil, dan berkembang biak secara seksual dan aseksual. Jamur
tergolong menjadi 2 golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang adalah jamur
yang mempunyai filamen sedangkan khamir adalah jamur sel tunggal yang tidak
mempunyai filamen. Jamur dapat bersifat parasit yaitu memperoleh makanan dari
benda hidup atau bersifat saprofit yaitu memperoleh makanan dari benda mati.

Jamur merupakan salah satu penyebab foodborne disease karena dapat


mengkontaminasi makanan melalui mikotoksin. Penyakit yang diakibatkan karena
adanya mikotoksin disebut mikotoksikosis. Mikotoksin dapat mengkontaminasi
pangan bila bahan pangan yang umumnya tanpa pengawet disimpan lama dalam
kondisi lembab dan tidak disimpan dalam lemari pendingin, sehingga bahan
pangan ini mudah menjadi media bagi pertumbuhan jamur.
3.3 Penularan foodborne disease oleh makanan

Suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang hidup,


biasanya berkembangbiak pada tempat terjadinya peradangan. Pada kasus
foodborne disease mikroorganisme masuk bersama makanan yang
kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh manusia. Kasus foodborne
desease dapat terjadi dari tingkat yang tidak parah sampai tingkat kematian.
Sebagai contoh foodborne desease yang disebabkan oleh salmonella dapat
menyebabkan kematian selain yang disebabkan oleh Vibrio Cholerae dan

11
Clostridium botulinum. Kejadian dan wabah paling sering disebabkan oleh
salmonella dibanding penyakit foodborne disease lainnya.

Gejala foodborne disease yang umumnya terlihat adalah perut mual


diikuti muntah- muntah, diare, demam, kejang - kejang dan lain - lain.
Dalam artikel ini dibahas kejadian infeksi mikroorganisma yang berasal
dari makanan yang hanya berasal dari hewan. Antara lain E. coli,
Salmonella, Campylobacter, Yersinia, Clostridium dan Listeria, virus dan
parasit.

3.3.1 Penyakit yang disebabkan oleh bakteri

a. Penyakit foodborne yang disebabkan oleh E. coli

Escherichia coli merupakan bagian dari mikroflora yang secara normal


ada dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas. Penularan
dapat terjadi melalui kontak dari pekerja yang terinfeksi selama makanan
diproses berlangsung. Air juga dapat terkontaminasi kotoran manusia yang
terinfeksi. Makanan yang berperan sebagai media penularan adalah ikan
salmon, unggas, susu dan keju camembert (keju perancis). Oleh karena itu
pemanasan yang baik pada makanan seperti daging dan susu mentah
sangatlah penting. Gejala yang ditimbulkan pada manusia jika terinfeksi E. coli
adalah diare.

E. Coli merupakan bakteri patogen yang mempunyai reservoir pada


hewan ternak dan hewan lain yang sejenis, misalnya sapi. Manusia dapat
terkena bakteri ini jika mengkonsumsi makanan atau minuman yang telah
tercemar oleh feses dari ternak ini. Penyakit ini menyebabkan diare berdarah
dan kesakitan karena keram perut, tanpa disertai demam. Pada 3-5 % dari
kasus yang terjadi, beberapa minggu setelah gejala awal tampak, terdapat
komplikasi yang yang disebut hemolytic uremic syndrom (HUS).
Kompilasi ini menyebabkan anemia, perdarahan dan gagal ginjal.

12
b. Penyakit disebabkan oleh Salmonella

Salmonella juga merupakan bakteri yang terdapat pada usus


unggas, reptilia dan mamalia. Bakteri ini dapat menyebar ke manusia melalui
berbagai macam pangan asal hewan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini
disebut salmonellosis, menyebabkan demam, diare dan keram perut. Pada
orang yang kondisi kesehatannya buruk atau sistem kekebalan tubuhnya lemah,
bakteri ini dapat menembus sistem peredaran darah dan menyebabkan infeksi
yang serius terhadap tubuh.

c. Penyakit yang disebabkan oleh Campylobacter jejuni

Campylobacter adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan


demam, diare dan keram perut. Merupakan bakteri yang paling sering
menyebabkan sakit diare di dunia. Bakteri ini hidup di usus ayam sehat dan
pada permukaan karkas unggas. Sumber infeksi sebagian besar karena
memakan daging ayam yang masih mentah, atau belum matang atau
makanan lain yang telah bersentuhan dengan karkas ayam selama dalam
proses pengolahan sehingga tercemar oleh bakteri ini. Kuman ini
umumnya ada dalam saluran pencernaan hewan berdarah panas dan sering ada
pada makanan yang berasal dari hewan karena terkontaminasi dengan
kotoran hewan selama prosesing (pengolahan). Kuman ini menyebabkan
gastroenteritis akut (infeksi pada saluran pencernaan) pada manusia. Gejala
yang ditimbulkan antara lain diare, nyeri perut, demam, mual dan muntah.

Sapi, babi, domba, kambing, ayam , kalkun, bebek, kucing dan anjing
dianggap sebagai pembawa kuman ini, tetapi yang paling sering adalah unggas.
Kejadian infeksi yang paling sering terjadi karena mengonsumsi makanan yang
tidak dimasak, termasuk minum susu mentah yang tidak dipasteurisasi.

d. Penyakit yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes

Makanan sebagai media penularan kuman ini adalah sayuran coleslaw


(semacam salad yang diberi mayonaise), susu yang dipasteurisasi, keju
lunak, daging mentah, seafood, sayuran dan buah-buahan (makanan

13
mentah). Gejala yang ditimbulkan sepsis (infeksi yang meluas ke dalam saluran
darah), meningoencephalitis (infeksi di selaput otak dan di bagian otak), focal
infeksius (infeksi lokal, misalnya di kulit yg terkena,di sal.pencernaan yg
dilewati makanan tsb), pregnancy infectious (infeksi kehamilan), granuloma
infantiseptica ( sepsis pada infant yg berbentuk granuloma).

3.3.2 Penyakit yang disebabkan oleh virus

Biasanya penularan terjadi karena manusia mengkonsumsi makanan yang


berasal dari hewan seperti daging sapi, domba, ayam, kalkun dan susu, dimana
hewan sudah terinfeksi oleh virus tertentu. Virus yang dapat menyebabkan
Foodborne desease ini dikenal virus yang tahan panas yang dapat ditularkan
melalui susu sehingga tidakan pencegahannya adalah susu dipanaskan dengan
dipasteurisasi dalam waktu yang lama.

3.3.3 Penyakit yang disebabkan oleh parasit

Beberapa parasit ada dalam feses (kotoran) hewan dan dapat


menyebabkan infeksi jika makanan yang tercemar oleh kotoran yang mengandung
parasit termakan , dicerna dan diserap oleh tubuh. Sementara beberapa jenis
yang lain terdapat dalam otot/daging hewan. Parasit terbagi dua yaitu protozoa
dan cacing.

a. Foodborne desease oleh Taenia saginata

Cacing ini hidup dan berkembang biak dalam tubuh sapi. Kejadian
infeksi oleh cacing ini jarang tetapi sering terjadi di daerah dimana
penduduknya sering makan daging sapi mentah. Tindakan pencegahan
adalah pengontrolan yang ketat di rumah potong hewan, pembuangan
kotoran manusia yang aman (tidak di sembarang tempat). Pemasakan daging
yang baik atau jika daging dibekukan sebaiknya selama 5 hari pada suhu -10°C.

b. Cystiserkosis oleh Taenia solium

Cacing ini hidup dan berkembang biak didalam tubuh babi. Infeksi
dapat terjadi jika orang makan daging babi mentah atau yang dimasak

14
setengah matang. Cacing ini dalam bentuk cysticerci dapat menyerang organ
mata, jantung, otak , sumsum tulang belakang selain saluran pencernaan pada
babi dan manusia.

3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam


makanan

1. Faktor intrinsik, merupakan sifat fisik, kimia dan struktur yang dimiliki
oleh bahan pangan tersebut, seperti kandungan nutrisi dan pH bagi
mikroba.
2. Faktor ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan pada penanganan dan
penyimpanan bahan pangan seperti suhu, kelembaban, susunan gas di
atmosfer.
3. Faktor implisit, merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba itu
sendiri.
4. Faktor pengolahan, karena perubahan mikroba awal sebagai akibat
pengolahan bahan pangan, misalnya pemanasan, pendinginan, radiasi,
dan penambahan pengawet (Nurmaini, 2004).
3.5 Cara mencegah food borne disease
1. Kebersihan
Sesudah ke WC, mengganti popok, sebelum makan atau menyiapkan
makanan,cucilah tangan dengan teliti memakai sabun dan kucuran air
setidaknya 15 detik,lalu keringkanlah dengan handuk bersih. Orang yang
mendapat gejala penyakit ini tidak patut menyiapkan makanan bagi orang
lain.
2. Pemantauan suhu
Menyimpan makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat membiaknya
kuman yang menyebabkan racun makanan, yang tumbuh di antara suhu 5°
C dan 60° C. Untuk berjaga-jaga:
a) Suhu lemari es jangan lebih tinggi dari 5° C dan ada aliran udara di
seputar makanannya agar pembagian suhunya merata,

15
b) Makanan beku sebaiknya dicairkan di dalam lemari es atau
microwave,
c) Sebab makin lama makanan mentah dibiarkan pada suhu ruangan,
makin
d) Cepat pulalah kuman berbiak dan racun bisa terbentuk,
e) Agar kuman di dalamnya mampus, makanan harus dimasak matang
benar.
f) Makanan panas patut disimpan di atas suhu 60° C,
g) Makanan yang harus dipanaskan lagi ya cepat-cepat dipanaskan
sampai
h) Semua bagiannya mencapai suhu 75° C.

16
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi


makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang mengkontaminasi
makanan. Selain itu, zat kimia beracun, atau zat berbahaya lain dapat
menyebabkan foodborne disease jika zat-zat tersebut terdapat dalam makanan.
Makanan baik dari hewan maupun tumbuhan dapat berperan sebagai
mediapembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia (Deptan RI,
2007).
Penyebab Foodborne Desease adalah karena adanya bakteri seperti :
Salmonella spp, E.coli, Bacillus anthracis, Clostridium spp, Listeria
monocytogenes, dan Shigella spp. adapun karena virus, protozoa/parasit dan
jamur.
4.2 Saran
Lebih hati-hati dalam memilih dan mengelola bahan makanan yang akan
dikonsumsi, jaga kebersihan dan sanitasi lingkungan dalam pengelolaan makanan
dan memasak daging (sapi, ayam, kambing, dll) dengan benar-benar matang.

17
DAFTAR PUSTAKA

Adam, Marti, Motarjemi, Yasmine. 2004. Dasar-Dasar Keamanan Makanan


untuk Petugas Kesehatan. Jakarta : EGC.

Agustyaningrum, Hendri. 2007. “Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi


dengan Pemanfaatan Gambar Berseri di Kelas VIII SMP Ta’Mirul Islam
Surakarta”. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Andriani. 2008. Pendugaan Model Penilaian Aset Modal dengan Regresi Robust.
[Skripsi] Bogor: Institut Pertanian Bogor.

BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta

Departemen Pertanian RI. 2007. Foodborne Disease. (Diakses pada tanggal 16


Oktober)

Suardana, I.W, dan I.B.N Swacita, 2009. Higiene Makanan. Kajian Teori dan
Prinsip Dasar. Udayana University Press. ISBN 978-979-8286-76-6.

18

Anda mungkin juga menyukai