PENDAHULUAN
1
manusia, sedangkan penyebaran bakteri Coliform dari manusia ke manusia yang
lain terjadi secara peroral dengan cara manusia memakan atau meminum air yang
telah terkontaminasi (Andriani, 2008). Kontaminasi bakteri pada makanan dapat
terjadi pada bahan makanan, air, wadah makanan, tangan penyaji ataupun pada
makanan yang sudah siap disajikan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari food borne disease?
2. Apa saja penyebab food borne disease?
3. Bagaimana penularan food borne disease oleh makanan?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam
makanan?
5. Bagaimana cara mencegah food borne disease?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari food borne disease
2. Untuk mengetahui apa saja penyebab food borne disease
3. Untuk mengetahui bagaimana penularan food borne disease oleh makanan
4. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba dalam makanan
5. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah food borne disease
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
kematian selain yang disebabkan oleh Vibrio cholerae dan Clostridium botulinum.
Kejadian dan wabah paling sering disebabkan oleh Salmonella dibanding penyakit
foodborne disease lainnya. Mikroorganisme lainnya yang dapat menyebabkan
foodborne disease antara lain E. coli, Campylobacter, Yersinia, Clostridium dan
Listeria, virus serta parasit (Deptan RI, 2007).
Dari semua penyakit yang ditularkan melalui makanan, yang paling sering
terjadi adalah diare. Penyakit diare menjadi masalah kesehatan dunia terutama di
negara berkembang. Hal ini terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian
akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun
2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal. Sanitasi yang buruk dituding sebagai
penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi
masyarakat (Adisasmito, 2007).
Infeksi karena strain patogenik E.coli mungkin merupakan penyebab paling
umum diare di negara-negara berkembang. Kontaminasi E.coli dan patogen lain
dari tinja yang sering terjadi pada makanan, menunjukkan adanya kontaminasi
tinja pada makanan. Akibatnya, setiap patogen yang penularannya melalui fekal-
oral (missal rotavirus) dapat ditularkan melalui makanan (Motarjemi dkk, 2006).
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam
makanan
1. Faktor intrinsik, merupakan sifat fisik, kimia dan struktur yang dimiliki
oleh bahan pangan tersebut, seperti kandungan nutrisi dan pH bagi
mikroba.
2. Faktor ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan pada penanganan dan
penyimpanan bahan pangan seperti suhu, kelembaban, susunan gas di
atmosfer.
3. Faktor implisit, merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba itu
sendiri.
4. Faktor pengolahan, karena perubahan mikroba awal sebagai akibat
pengolahan bahan pangan, misalnya pemanasan, pendinginan, radiasi,
dan penambahan pengawet (Nurmaini, 2004).
4
2.3 Cara Pencegahan Terhadap Terjadinya Foodborne Disease
Cara Pencegahan Terhadap Terjadinya Foodborne Disease menurut Deptan
RI (2007) adalah:
1. Kebersihan
Sesudah ke WC, mengganti popok, sebelum makan atau menyiapkan
makanan, cucilah tangan dengan teliti memakai sabun dan kucuran air
setidaknya 15 detik, lalu keringkanlah dengan handuk bersih.
2. Pemantauan suhu
Menyimpan makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat membiaknya
kuman yang menyebabkan racun makanan, yang tumbuh di antara suhu 5° C
dan 60° C. Untuk berjaga-jaga:
a. suhu lemari es jangan lebih tinggi dari 5° C dan ada aliran udara di seputar
makanannya agar pembagian suhunya merata,
b. makanan panas sebaiknya disimpan di atas suhu 60° C,
c. makanan yang harus dipanaskan lagi harus segera dipanaskan sampai
semua bagiannya mencapai suhu 75° C,
d. makanan beku sebaiknya dicairkan di dalam lemari es atau microwave,
sebab makin lama makanan mentah dibiarkan pada suhu ruangan, makin
cepat pulalah kuman berbiak dan racun bisa terbentuk,
e. agar kuman di dalamnya mati, makanan harus dimasak matang sempurna.
3. Cara Menyimpan
Daging, ikan, unggas dan sayur yang mentah bisa mengandung banyak
kuman, dan juga mencemari makanan yang sudah siap jika tidak disimpan
atau ditangani dengan cermat. Untuk berjaga-jaga:
1. makanan mentah sebaiknya disimpan tertutup atau dalam tempat bertutup
di bawah makanan lain yang sudah siap agar bagian makanan atau cairan
daging tidak menumpahi atau menetesinya,
2. makanan sebaiknya ditutupi sebelum disimpan di dalam lemari es bawah
maupun atas atau di lemari agar terhindar dari pencemaran,
5
3. tangan harus segera dicuci sesudah menangani makanan mentah dan
sebelum menangani makanan yang sudah matang atau siap,
4. sebaiknya menggunakan talenan, sendok garpu dan piring lain untuk
makanan mentah dan yang sudah siap, dan jika talenan mesti dipakai
kembali basuhlah terlebih dahulu baik-baik dengan air panas bersabun,
5. mencuci sayur mentah sebelum menyiapkannya untuk dimakan,
6. bahan makanan harus disimpan baik-baik, jauh dari bahan beracun,
semprot serangga, bahan pembersih dll,
7. tidak memakai serbet pengering piring untuk menyeka tangan atau meja,
selain itu serbetnya harus sering dicuci dan dikeringkan,
8. serbet harus sering disucihamakan dan diganti.
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
3.2 Penyebab Food Borne Disease
3.2.1 Bakteri
a. Salmonella spp.
Infeksi Salmonella dapat bersifat fatal, terutama bagi bayi berumur kurang
dari satu tahun. Selain dipengaruhi umur, juga bergantung pada jumlah bakteri
yang masuk. Salmonella typhi dan S. paratyphi menyebabkan demam tifoid, lebih
dikenal dengan penyakit tifus. Masa inkubasinya 7 – 28 hari, rata-rata 14 hari
(FLOWERS, 2004a). Gejala klinis berupa pusing, diare, mual, muntah, konstipasi,
pusing,demam tifoid/demam tinggi terus-menerus (SOEWANDOJO et al., 1998).
b. Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli (E. coli) ini bersifat komensal yang terdapat pada
saluran pencernaan hewan dan manusia. Infeksi bakteri ini merupakan faktor
utama penyebab malnutrisi pada bayi dan anak-anak di negara berkembang.
Gejala umum infeksi E. coli diantaranya diare berdarah, muntah, nyeri abdomen,
dan kram perut.
8
c. Bacillus anthracis
Bakteri ini sensitif terhadap lingkungan, tidak tahan panas, dan mati dengan
perebusan selama 2 – 5 menit. Sporanya sangat tahan selama bertahun-tahun pada
suhu pembekuan, di dalam tanah dan kotoran hewan (SPENCER, 2003). Bahkan,
spora tersebut tahan 25 – 30 tahun di dalam tanah kering, sehingga dapat menjadi
sumber penularan penyakit baik bagi manusia maupun ternak (SOEJOEDONO,
2004).
Gejala yang dapat diamati pada tipe kutaneus adalah bentuk kulit bersifat
lokal, timbul bungkul merah pucat (karbungkel) yang berkembang menjadi
nekrotik dengan luka kehitaman. Luka dapat sembuh spontan dalam 2 – 3 minggu
(SPENCER, 2003).
Gejala klinis tipe pernafasan berupa sesak nafas di daerah dada, batuk, dan
demam. Penyakit antraks tipe ini umumnya ditemukan pada pekerja penyortir
bulu domba (wool sorter’s disease) dan penyamak kulit (SIEGMUND, 1979;
SPENCER, 2003).
d. Clostridium spp.
Bakteri Clostridium perfringens dan C. Botulinum umum terdapat di alam,
misalnya tanah, sampah, debu,kotoran hewan dan manusia, serta bahan makanan
yang berasal hewan.
Gejala botulisme biasanya timbul 12 jam sampai 1 minggu, dengan rata-rata
12 – 24 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung toksin botulinum.
9
Gejala tersebut dapat berupa perut mulas, muntah, diare, dan dilanjutkan dengan
serangan syaraf (neurologis). Masa inkubasi bisa lebih cepat antara 6 – 10 jam,
terutama pada makanan yang mengandung toksin tipe E. kadang-kadang timbul
gangguan badan seperti lemas, pusing, vertigo, dan penglihatan berkunang-
kunang (NANTEL, 1999).
Botulinum juga dapat menyebabkan kelumpuhan (paralisis) pada tenggorokan
sehingga tidak dapat menelan, selanjutnya diikuti oleh kelumpuhan otot yang
menyebabkan lidah dan leher tidak dapat digerakkan (SUPARDI dan
SUKAMTO, 1999).
e. Listeria monocytogenes
Infeksi L. monocytogenes pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun
1980-an, yaitu dengan adanya wabah listeriosis di Jerman yang dikaitkan dengan
konsumsi susu mentah. Masa inkubasi penyakit antara 2 – 6 minggu. Gejala yang
timbul pada listeriosis berupa mual, muntah, diare, demam, dan gejala influensa
(SCHUCHAT et al., 1991). Bakteri ini banyak dijumpai dalam susu, daging sapi,
daging unggas, ikan laut dan produknya, serta makanan siap saji (FDA, 2003).
f. Shigella spp.
Shigella spp. merupakan bakteri patogenik yang dapat mengakibatkan
shigellosis (disentri basiler) pada manusia dan hewan. Gejala shigellosis
bervariasi dari yang ringan sampai yang parah; seperti nyeri abdomen, muntah,
demam, diare dari yang cair (S. sonnei) sampai sindrom disentri yang disertai
dengan tinja yang mengandung darah, mukus, dan pus (TAPLIN, 1989). Pada
keadaan tertentu dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan elektrolit
dalam darah hingga terjadi dehidrasi (SUPARDI dan SUKAMTO, 1999).
3.2.2 Virus
Virus berkembang biak hanya pada inang yang sesuai dan tidak dapat tubih
diluar inang beberapa virus dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan ciri-
cirinya hampir sama dengan yang di timbulkan oleh bakteri. Sebagian virus juga
dapat menginfeksi tanpa adanya simpton sampai virus tersebut menyerang
jaringan sel yang lain,misanya jaringan saraf,melalui aliran darah. Transmisi virus
10
yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan dapat melalui aerosol atau kontak
langsung dengan orang yang terinfeksi.
3.2.3 Protzoa dan Parasit
Giardia, Cryptosporidium, Balantidium, Entamoeba dan protozoa lainnya
sertai parasit seperti cacing pita, dapat menginfeksi melalui air dan makanan.
Beberapa spesies dapat bertahan pada lingkungan untuk beberapa minggu dan
dapat klorinasi. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh bakteri dan penularan rute
fekal-oral.
3.2.4 Jamur
11
Clostridium botulinum. Kejadian dan wabah paling sering disebabkan oleh
salmonella dibanding penyakit foodborne disease lainnya.
12
b. Penyakit disebabkan oleh Salmonella
Sapi, babi, domba, kambing, ayam , kalkun, bebek, kucing dan anjing
dianggap sebagai pembawa kuman ini, tetapi yang paling sering adalah unggas.
Kejadian infeksi yang paling sering terjadi karena mengonsumsi makanan yang
tidak dimasak, termasuk minum susu mentah yang tidak dipasteurisasi.
13
mentah). Gejala yang ditimbulkan sepsis (infeksi yang meluas ke dalam saluran
darah), meningoencephalitis (infeksi di selaput otak dan di bagian otak), focal
infeksius (infeksi lokal, misalnya di kulit yg terkena,di sal.pencernaan yg
dilewati makanan tsb), pregnancy infectious (infeksi kehamilan), granuloma
infantiseptica ( sepsis pada infant yg berbentuk granuloma).
Cacing ini hidup dan berkembang biak dalam tubuh sapi. Kejadian
infeksi oleh cacing ini jarang tetapi sering terjadi di daerah dimana
penduduknya sering makan daging sapi mentah. Tindakan pencegahan
adalah pengontrolan yang ketat di rumah potong hewan, pembuangan
kotoran manusia yang aman (tidak di sembarang tempat). Pemasakan daging
yang baik atau jika daging dibekukan sebaiknya selama 5 hari pada suhu -10°C.
Cacing ini hidup dan berkembang biak didalam tubuh babi. Infeksi
dapat terjadi jika orang makan daging babi mentah atau yang dimasak
14
setengah matang. Cacing ini dalam bentuk cysticerci dapat menyerang organ
mata, jantung, otak , sumsum tulang belakang selain saluran pencernaan pada
babi dan manusia.
1. Faktor intrinsik, merupakan sifat fisik, kimia dan struktur yang dimiliki
oleh bahan pangan tersebut, seperti kandungan nutrisi dan pH bagi
mikroba.
2. Faktor ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan pada penanganan dan
penyimpanan bahan pangan seperti suhu, kelembaban, susunan gas di
atmosfer.
3. Faktor implisit, merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba itu
sendiri.
4. Faktor pengolahan, karena perubahan mikroba awal sebagai akibat
pengolahan bahan pangan, misalnya pemanasan, pendinginan, radiasi,
dan penambahan pengawet (Nurmaini, 2004).
3.5 Cara mencegah food borne disease
1. Kebersihan
Sesudah ke WC, mengganti popok, sebelum makan atau menyiapkan
makanan,cucilah tangan dengan teliti memakai sabun dan kucuran air
setidaknya 15 detik,lalu keringkanlah dengan handuk bersih. Orang yang
mendapat gejala penyakit ini tidak patut menyiapkan makanan bagi orang
lain.
2. Pemantauan suhu
Menyimpan makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat membiaknya
kuman yang menyebabkan racun makanan, yang tumbuh di antara suhu 5°
C dan 60° C. Untuk berjaga-jaga:
a) Suhu lemari es jangan lebih tinggi dari 5° C dan ada aliran udara di
seputar makanannya agar pembagian suhunya merata,
15
b) Makanan beku sebaiknya dicairkan di dalam lemari es atau
microwave,
c) Sebab makin lama makanan mentah dibiarkan pada suhu ruangan,
makin
d) Cepat pulalah kuman berbiak dan racun bisa terbentuk,
e) Agar kuman di dalamnya mampus, makanan harus dimasak matang
benar.
f) Makanan panas patut disimpan di atas suhu 60° C,
g) Makanan yang harus dipanaskan lagi ya cepat-cepat dipanaskan
sampai
h) Semua bagiannya mencapai suhu 75° C.
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
Andriani. 2008. Pendugaan Model Penilaian Aset Modal dengan Regresi Robust.
[Skripsi] Bogor: Institut Pertanian Bogor.
BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Suardana, I.W, dan I.B.N Swacita, 2009. Higiene Makanan. Kajian Teori dan
Prinsip Dasar. Udayana University Press. ISBN 978-979-8286-76-6.
18