Anda di halaman 1dari 64

1

PENGARUH PAPARAN ASAP ROKOK PADA IBU HAMIL


TERHADAP KEJADIAN BBLR DI WILAYAH KERJA
UPTD PUSKESMAS WINDUSENGKAHAN TAHUN 2020

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Program Studi Kesehatan Masyarakat

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Oleh

Nama : Sarah Putri Utami

NIM : CMR0160025

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2020

BAB I
2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah perokok di Indonesia setiap tahun terus meningkat. Menurut

World Health Organization (WHO), Indonesia berada pada urutan ketiga tertinggi

setelah Cina dan India dalam jumlah perokok usia dewasa (WHO, 2012). Rata-

rata proporsi perokok saat ini di Indonesia adalah 24,3%. Proporsi perokok setiap

hari pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok perempuan, yaitu sebesar

47,3% untuk perokok laki-laki, dan 1,2% untuk perokok perempuan. Jawa Barat

memiliki jumlah perokok aktif yang merokok setiap hari sebesar 27,1 dan 4,9%

merokok kadang-kadang. Asap rokok yang dihasilkan oleh perokok aktif dapat

terhirup oleh orang lain yang disebut dengan perokok pasif. Jumlah perokok pasif

di Provinsi Jawa Barat sebesar 62,8% (Riskesdas, 2018).

Paparan asap rokok lingkungan secara umum menimbulkan efek yang

sama seperti yang dihirup langsung oleh perokok aktif, walaupun dengan

konsentrasi dan pola waktu yang berbeda. Dengan demikian dampak asap rokok

tidak hanya dirasakan perokok sendiri (perokok aktif), tetapi juga orang yang

berada di lingkungan asap rokok (Environmental Tobacco Smoke) atau disebut

dengan perokok pasif (Jouni et al, 2001). Apabila ibu hamil merupakan seorang

perokok pasif, hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus, solusio

plasenta, plasenta previa, insufisiensi plasenta, kelahiran prematur, kecacatan pada

janin, dan bayi berat lahir rendah (Sarwono Prawirohardjo & Wiknosastro, 2009).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
3
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang

ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (IDAI, 2004). Prevalensi bayi dengan

BBLR di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 6,2% (Riskesdas, 2018). Adapun

presentasi Berat Badan Lahir Rendah di Provinsi Jawa Barat tahun 2017 sebesar

2,4%. Untuk Kabupaten Kota yang tertinggi Berat Badan Lahir Rendah adalah

terdapat di Kota Bandung (7,52%) dan Kabupaten Kuningan (5,7%) sedangkan

presentasi terendah yaitu di Kabupaten Sukabumi sebesar 0,36% (Profil Jabar,

2017).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan Tahun 2018,

selama satu tahun terakhir, BBLR terbanyak berada di UPTD Puskesmas

Windusengkahan. Pada tahun 2018 jumlah bayi dengan kasus BBLR di

Puskesmas Windusengkahan sebesar 16,1%, Puskesmas Darma sebesar 13,6%,

Puskesmas Pasawahan sebesar 13,2%, dan jumlah bayi dengan kasus BBLR

terkecil berada di Puskesmas Ciwaru sebesar 1,6%. Jika dilihat dari tahun

sebelumnya UPTD Puskesmas Windusengkahan mengalami kenaikan jumlah

kejadian BBLR, maka dari itu hal ini perlu diteliti apakah ada pengaruh paparan

asap rokok pada ibu hamil terhadap kejadian BBLR (Dinkes Kuningan, 2018).

Dampak buruk BBLR terhadap tumbuh kembang anak terdiri dari

dampak psikis dan fisik. Dampak psikis menyebabkan masa perkembangan dan

pertumbuhan anak menjadi terganggu, sulit berkomunikasi, hiperaktif dan tidak

mampu beraktivitas seperti anak-anak normal lainnya. Sedangkan dampak

fisiknya bayi mengalami penyakit paru kronis, gangguan pengelihatan, gangguan

pendengaran, kelainan kongenital, sindroma down, anemia, pendarahan, gangguan


4
jantung, gangguan pada otak, kejang, dan bahkan menyebabkan bayi mengalami

kematian (Proverawati & Ismawati, 2010).

BBLR sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

di banyak negara, karena dianggap menjadi salah satu faktor penyebab kematian

bayi. Dari kematian bayi sebesar 3,4 per 1.000 kelahiran hidup, terdapat angka

kematian neonatal (bayi berumur 0-28 hari) sebesa 3,1 per 1.000 kelahiran hidup

atau 84,63% kematian bayi berasal dari bayi usia 0-28 hari, dengan demikian

disarankan alam penanganan AKB lebih difokuskan pada Bayi Baru Lahir (Jabar,

2017). Di Provinsi Jawa Barat proporsi kematian bayi sebesar 2,4%.,

kabupaten/kota dengan proporsi kematian bayi tertinggi terdapat di Kota Banjar

sebanyak 13.07 per 1.000 KH, Kabupaten Pangandaran 7.91 per 1.000 KH,,

Kabupaten Sumedang, 7.37 per 1.00 KH dan Kabupaten Indramayu 7.36 per

1.000 KH, dan Kabupaten Kuningan 4.61 per 1.000 KH (Profil Jabar, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sutrisno pada tahun 2013,

Sebanyak 95,3% bayi BBLR di RSD Kalisat Kabupaten Jember dilahirkan oleh

ibu hamil sebagai perokok pasif (Sutrisno & AM, 2013). Penelitian lain

menunjukkan bahwa pada ibu hamil dengan lingkungan perokok berat

mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR sebesar 21 kali dibandingkan ibu hamil

dengan lingkungan perokok ringan. Sedangkan ibu hamil dengan lingkungan

perokok sedang mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR sebesar 3 kali

dibandingkan ibu hamil dengan lingkungan perokok ringan (Zulardi, 2014).

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan


5
Kabupaten Kuningan Tahun 2018 bahwa angka kejadian BBLR di Kabupaten

Kuningan tertinggi terdapat di UPTD Puskesmas Windusengkahan, maka penulis

tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh paparan asap rokok

pada ibu hamil terhadap kejadian BBLR Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Windusengkahan Tahun 2020.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah Ada Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil Terhadap

Kejadian BBLR Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Windusengkahan Tahun

2020?.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

paparan asap rokok pada ibu hamil terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja

UPTD Puskesmas Windusengkahan Tahun 2020.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi gambaran kejadian BBLR di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Windusengkahan Tahun 2020?

2. Mengidentifikasi gambaran paparan asap rokok yang terhirup ibu hamil

di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Windusengkahan Tahun 2020?

3. Menganalisis pengaruh sumber paparan asap rokok terhadap kejadian

BBLR di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Windusengkahan Tahun

2020?

4. Menganalisis pengaruh durasi atau lama pajanan asap rokok pada ibu
6
hamil terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Windusengkahan Tahun 2020?

5. Menganalisis pengaruh jumlah rokok yang dikonsumsi suami atau

anggota keluarga terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Windusengkahan Tahun 2020?

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat umum dan meningkatkan

pemahaman terutama kepada ibu hamil dan para suami mengenai bahaya

asap rokok terhadap kesehatan terutama kesehatan dan perkembangan

janin yang dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Windusengkahan Tahun 2020.

2. Bagi Pihak UPTD Puskesmas Windusengkahan

Dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam peningkatan kualitas

pelayanan pada ibu hamil sebagai upaya pengendalian risiko BBLR secara

optimal.

3. Bagi STIKKU

Sebagai sumber bacaan dan referensi di Perpustakaan untuk menambah

wawasan mahasiswa Progam S1 Kesehatan Masyarakat.

4. Bagi Peneliti
7
Dapat diketahui dengan jelas tingkat hubungan antara pengaruh paparan

asap rokok pada ibu hamil dengan berat bayi lahir rendah dan menambah

pengetahuan dan wawasan serta sebagai penerapan ilmu dan bahan

informasi serta acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih

lanjut.

1.5 Keaslian Penelitian

No Penulis dan Metode Hasil Perbedaan

Judul dengan Studi

Penelitian Ini

1 Nurlaeli, R. Desain : Dari hasil uji Terdapat

2012. Hubungan Analitik Statistik, Chi – perbedaan

Ibu Hamil dengan square diperoleh dalam desain

Perokok Pasif pendekatan nilai kemaknaan p penelitian.

Dengan Restrospektif. = 0,004 (p ≤ 0,05),

Kejadian Bayi Populasi : maka dapat di

Berat Lahir Semua ibu simpulkan bahwa

Rendah Di yang terdapat hubungan

Badan Layanan melahirkan di yang

Umum Daerah Badan bermakna antara

RSU Meuraxa Layanan ibu hamil perokok

Banda Aceh Umum Daer pasif dengan

ah Rumah kejadian Berat

Sakit Umum Badan Lahir


8
Meuraxa Rendah

Kota Banda (BBLR).

Aceh Tahun

2011.

2 Nadia, Ulfa. Desain : Nilai Odds Ratio Tidak ada

2014-2016 Penelitian ini sebesar 7,06 perbedaan sama-

Hubungan merupakan artinya ibu hamil sama

antara Ibu Hamil observasional perokok pasif menggunakan

Perokok Pasif analitik mempunyai desain penelitian

dengan dengan kemungkinan 7,06 analitik dengan

Kelahiran Bayi rancangan kali melahirkan pendekatan

Berat Lahir case control bayi dengan berat observasional.

Rendah di Kota study lahir rendah

Cirebon tahun dibandingkan


Populasi :
2014-2016 dengan ibu hamil
Kelompok
yang bukan
kasus adalah
perokok pasif. (OR
ibu dengan
= 7.06; CI 95%
bayi yang
3.73, 13.36; p =
lahir dengan
0,000).
berat kurang

2500 gr, dan

kelompok

kontrol
9
adalah bayi

dengan berat

≥ 2500 gr.

3 Christiana Sri Desain Jenis Berdasarkan Terdapat

Wahyuningsih, penelitian ini analisis bivariat perbedaan

Heni Trisnowati, merupakan menunjukkan ada variabel

Ayu Fitriani, penelitian hubungan antara independen.

2016. Hubungan analitik paparan asap rokok

Paparan Asap observasional dengan berat bayi

Rokok Dalam dengan lahir (p-

Rumah dan Usia rancangan value=0,007),

Ibu Bersalin penelitian dan tidak ada

Dengan Berat Cross hubungan antara

Bayi Lahir Di sectional. usia ibu bersalin

RSUD Teknik dengan berat bayi

Wonosari sampling lahir (p-

Kabupaten dalam value=0,595).

Gunungkidul. penelitian

ini

meggunakan

accidental

sampling.

Sampel : ibu
10
yang

melahirkan

pada bulan

Mei 2016 di

RSUD

Wonosari

Kabupaten

Gunungkidul

yang

memenuhi

kriteria

inklusi dan

eksklusi

sebanyak 52

responden.

4 Serilaila, Susilo Desain : Tidak terdapat

Damarini, Penelitian perbedaan sama-

Mariati. 2017. observasiona sama penelitian

Pengaruh l analitik observasional.

Perokok Pasif dengan

Dengan pendekatan

Kejadian Berat Case

Badan Lahir Control.


11
Rendah Di Populasi :

RSUD M Yunus Dalam

Bengkulu. penelitian ini

adalah bayi

yang dirawat

diruang

Perinatologi

di RSUD

Dr.M.Yunus

Bengkulu

Tahun 2014.

Sampel : 82

responden

yang terdiri

dari

kelompok

kasus dan

kontrol.

5 Kartika Setia Desain : Berdasarkan hasil Terdapat

Rini, Istikomah. Desain uji statistik perbedaan

2018. Hubungan penelitian menggunakan uji pendekatan

Ibu Hamil yang Chi Square(×2) penelitian.

Perokok Pasif digunakan dengan Confidence


adalah
12
Dengan Berat analitik Interval 95%

Bayi Lahir dengan diperoleh nilaiρ-

Rendah (BBLR) pendekatan value <0.05. Dapat

Pada Bayi Baru case control . disimpulkan bahwa

Lahir Di populasi tidak ada hubungan

Kabupaten penelitian ini antara ibu hamil

Pringsewu adalah perokok pasif

Lampung. seluruh bayi dengan kejadian

baru lahir bayi BBLR.

yang ada di

BPM

Margiati

tahun 2011-

2014 dengan

jumlah 310

bayi. Jumlah

sampel yang

digunakan

yaitu 44 bayi.

6 K. Susiana Dwi Desain : Analisis bivariat Terdapat

Lestari, I.W.G. Rancangan menunjukkan perbedaan

Artawan Eka penelitian bahwa OR paparan pendekatan

Putra, Mangku adalah kasus asap rokok suami penelitian.


13
Karmaya. 2015. kontrol, sebesar 6,370

Paparan Asap dimana kasus (95%CI: 2,836-

Rokok pada Ibu adalah BBLR 14,309) dan

Hamil di Rumah sedangkan OR paparan asap

Tangga kontrol rokok anggota

terhadap Risiko adalah tidak keluarga sebesar

Peningkatan BBLR. 6,577 (95%CI:

Kejadian Bayi Sampel : 2,894-14,948).

Berat Lahir Sebanyak Hasil analisis

Rendah di 116, terdiri multivariat

Kabupaten dari 58 kasus menunjukkan

Gianyar. dan 58 bahwa OR paparan

kontrol. asap rokok suami

sebesar 7,479

(95%CI: 2,058-

27,175) dan OR

paparan asap rokok

anggota

keluarga sebesar

9,002 (95%CI:

9,002-33,286).

Analisis paparan

asap rokok dari


14
suami dan anggota

keluarga lain

diperoleh OR

sebesar 9,333

(95%CI: 3,417-

26,201).

7 Sentha Kusuma Desain : Data dianalisis Terdapat

PJ, Martha Irene Penelitian ini dengan uji chi perbedaan

Kartasurya, adalah square. Itu variabel

Apoina Kartini. observasional hasil penelitian ini independen

2015. Status analitik menyimpulkan dalam penelitian

Gizi Pada Ibu desain case- bahwa anemia (OR ini.

Hamil Sebagai control = 4,4 95% CI 1,36-

Faktor Risiko menggunaka 14,28),

Kejadian Berat n pendekatan lingkar lengan atas

Bayi Lahir retrospektif. <23,5 cm (OR =

Rendah (Studi Subjek 4,2 95% CI 1,38-

Di Kecamatan penelitian 12,55), asupan zat

Bandung adalah 39 besi

Kabupaten kasus (OR = 3,5: 95% CI

Tulungagung). ibu yang 1,51 hingga 7,99),

melahirkan tingkat kecukupan

bayi BBLR protein (OR = 3,4


15
dan 78 ibu 95% CI 1,45

kontrol yang hingga 7,83),

melahirkan tingkat kecukupan

BBN energi (OR = 3,2

bayi. 95% CI 1,31

hingga 7,64), dan

kepatuhan

konsumsi tablet zat

besi (OR = 3,0:

1,09 hingga 8,49),

merupakan faktor

risiko

untuk kejadian

berat lahir rendah

(BBLR). Dan dari

hasil, rata-rata

untuk

pertengahan

lingkar lengan atas

23,7 cm ± 0,81,

sedangkan kadar

hemoglobin rata-

rata
16
dari 11, 7 g / dl ±

1.115. Disimpulkan

bahwa lingkar

lengan <23,5 cm

dan

anemia pada

trimester tiga faktor

risiko terkuat

BBLR.

8 Ali Maksum, Desain : Jenis Data Terdapat

S.Kep, Arina penelitian ini dianalisis dengan perbedaan

Maliya, A.Kep, adalah cross analisis Rank variabel

M.Si.Med. sectional. Spearman. independen

Hubungan Teknik Berdasarkan hasil dalam penelitian

Kadar pengambilan uji korelasi ini

Hemoglobin Ibu sampel menggunakan

Hamil Dengan adalah Rank Spearman,

KEjadian Berat accicental diketahui bahwa

Bayi Lahir contoh. raccount = 0,238

Rendah (BBLR) Jumlah dan dengan nilai 

Di RSUD sampel = 0,007 signifikan

DR.Moewardi adalah 128 level 5%, karena ρ


17
Surakarta. pasien di <0,05 sehingga H0

Rumah Sakit ditolak dan Ha

Moewardi diterima. Bisa

Surakarta. dikatakan di sana

ada hubungan yang

bermakna antara

kadar hemoglobin

ibu hamil dan berat

lahir rendah

kejadian di Rumah

Sakit Moewardi

Surakarta.

9 Corinne Ward, Penelitian 13% bayi di Inggris Terdapat

Sarah Lewis1 retrospektif terpapar ETS dan perbedaan

and Tim menggunaka 36% pada ibu yang desain

Coleman. 2007. n data merokok sebelum penelitian.

Prevalence of wawancara waktunya.

maternal dari orang tua Dibandingkan

smoking and dari 18.297 dengan tidak ada

environmental anak yang paparan asap

tobacco smoke lahir pada tembakau ante

exposure during tahun 2000 / natal, ETS

pregnancy and 2001 dan domestik


18
impact on birth tinggal di menurunkan rata-

weight: Inggris 9 rata penyesuaian

retrospective bulan bayi

study using kemudian berat lahir sebesar

Millennium (Survei 36 g (95% CI, 5 g

Cohort. Milenium hingga 67 g) dan

Cohort). efek ini

menunjukkan

hubungan dosis-

respons. ETS

pajanan juga

menyebabkan

peningkatan yang

tidak signifikan

pada risiko yang

disesuaikan dari

Berat Lahir Rendah

(<2,5 Kg)

[OR 1,23 (95% CI,

0,96 hingga 1,58)

dan kelahiran

prematur [OR 1,21

(95% CI, 0,96


19
hingga 1,51)],

sedangkan

dampak merokok

ibu lebih besar dan

signifikan secara

statistik.

10 Brenda Desain : Satu minggu Terdapat

Eskenazi, Amy Menggunaka setelah 11 perbedaan

R. Marks, Ralph n data akta September di NYC, variabel

Catalano, Tim kelahiran kami mengamati independen dan

Bruckner and untuk peluang yang desain

Paolo G. penduduk disesuaikan sebesar penelitian.

Toniolo. 2007. NY 1,44 untuk

Low birthweight (n 5 1660.401 kelahiran <1500 g

in New York kelahiran), (P 5 0,07) dan 1,67

city and upstate kami untuk

New York memperkirak melahirkan 1500–

following the an risiko 1999 g (P 5 0,01),

events of berat lahir tetapi kemungkinan

September 11th rendah menurun 2000–

(BBLR: 2499 g. Kami tidak

<2500 g) dan menemukan

kelahiran perubahan
20
prematur langsung dalam

(<37 minggu) BBLR

satu bagian utara atau

minggu prematur di kedua

setelah 11 lokasi. Dalam

September analisis yang

versus tiga diperluas, kami

minggu menemukan, di

sebelumnya, kedua lokasi,

dan untuk 10 peningkatan

interval peluang <1500-g

empat kelahiran sekitar

minggu pasca Tahun Baru dan

bencana 33-36 minggu

versus pascabencana dan

interval ini penurunan

dalam dua kemungkinan

tahun prematur moderat

sebelumnya. untuk beberapa

Untuk orang

menguatkan minggu

hasil regresi, pascabencana.

kami Analisis deret


21
menggunaka waktu

n analisis menghasilkan

deret waktu. temuan serupa.

Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya :

a. Variabel independen pada penelitian ini adalah mengenai pengaruh

paparan asap rokok , sedangkan pada penelitian sebelumnya mengenai

faktor usia ibu hamil, kadar hemoglobin, dan status gizi ibu hamil.

b. Variabel dependen pada penelitian ini adalah kejadian Berat Bayi Lahir

Rendah (BBLR) sedangkan pada penelitian sebelumnya mengenai

kelahiran prematur.

c. Subjek pada penelitian ini adalah ibu hamil yang terpapar asap rokok,

sedangkan pada penelitian sebelumnya yaitu ibu hamil perokok.

d. Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode

penelitian survey analitik yaitu survei atau penelitian yang mencoba

menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.

Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau

antara faktor risiko dengan faktor efek. Adapun pendekatan menurut

waktu yang digunakan adalah case control, sedangkan pada penelitian

sebelumnya menggunakan pendekatan cross-sectional. Teknik

pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan Consecutive

sampling sedangkan penelitian sebelumnya dengan accidental.


22
Pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil terhadap kejadian BBLR

sudah pernah diteliti sebelumnya.

Novelty/kebaruan dari penelitian ini adalah dilengkapi lembar kuesioner

perokok pasif bagi ibu hamil untuk mengetahui gambaran besar atau kecilnya

paparan asap rokok terhadap ibu hamil.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
23
2.1 Perokok

2.1.1 Pengertian Perokok

Menurut (Sitepoe, 1997) rokok adalah silinder dari kertas berukuran

panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter

sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok

dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat

dihirup lewat mulut pada ujung lainnya. Merokok adalah suatu kata kerja yang

berarti melakukan kegiatan atau aktifitas menghisap, sedangkan perokok adalah

orang yang suka merokok (Pendidikan & Kebudayaan, 2002).

Setiap anggota keluarga tidak diboleh merokok. Rokok ibarat pabrik

bahan kimia. Dalam satu batang rokok yang dihisap akan dikeluarkan sekitar

4.000 bahan kimia berbahaya, diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin,

Tar, dan Carbon monoksida (CO). Nikotin menyebabkan berkurangnya

kemampuan darah membawa oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati.

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), yang menjadi kebutuhan

dasar derajat kesehatan masyarakat, salah satu aspeknya adalah “tidak ada

anggota keluarga yang merokok”. Sedangkan PHBS harus menjadi kewajiban dan

para kader kesehatan untuk mensosialisasikannya. Setiap kali menghirup asap

rokok, baik sengaja mapun tidak sengaja, berarti juga menghisap lebih dari 4.000

racun. Karena itulah merokok sama dengan memasukkan racun-racun ke dalam

rongga mulut dan tentunya paru-paru. Merokok mengganggu kesehatan,

kenyataan ini tidak dapat dipungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi

akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.


24
Kebiasaan merokok bukan saja merugikan siperokok, tetapi juga bagi orang yang

berada di sekitarnya. Bahkan organisasi kesehatan sedunia telah memberikan

peringatan bahwa dalam dekade 2020-2030 tembakau akan membunuh 10 juta

orang per tahun, 70% diantaranya terjdi di negara-negara berkembang

(Proverawati & Rahmawati, 2012).

2.1.2 Komponen Racun dalam rokok

Komponen Racun dalam rokok yaitu :

a. Zat Kimia

Pembuatan rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan bakunya adalah

tembakau. Di Indonesia, tembakau ditambah cengkeh dan bahan-bahan lain

dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek, tembakau juga dapat

digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa, dan tembakau

tanpa asap (chewing tobacco atau tembakau kunyah). Komponen gas asap rokok

diantaranya adalah karbon monoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen

oksida, dan formaldehid. Fartikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol, dan

kresol. Zat-zat yang terkandung dalam rokok tersebut beracun, mengiritasi, dan

menimbulkan kanker (karsinogen). Asap yang diembuskan para perokok dapat

dibagi atas asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream

smoke).

Asap utama merupakan asap tembakau yang dihirup langsung oleh

perokok, sedangkan asap samping merupakan asap tembakau yang disebarkan ke

udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain atau perokok pasif. Telah

ditemukan 4.000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis di antaranya
25
bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), di mana bahan racun ini lebih

banyak di dapatkan pada asap samping, misalnya karbon monoksida (CO) 5 kali

lipat lebih banyak ditemukan pada asap samping daripada asap utama, benzopiren

3 kali, dan amoniak 50 kali. Bahan- bahan ini dapat bertahan sampai beberapa jam

lamanya dalam ruang setelah rokok berhenti. Umumnya fokus penelitian

ditunjukan pada peranan nikotin dan CO. Kedua bahan ini, selain meningkatkan

kebutuhan oksigen, juga mengganggu suplai oksigen ke otot jantung (miokard)

sehingga merugikan kerja miokard.

b. Nikotin

Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf

tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah

tepi, dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainnya. Kadar

nikotin 4-6 mg yang diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat

seseorang ketagihan. Di Amerika Serikat, rokok putih beredar di pasaran memiliki

kadar 8-10 mg nikotin per batang, sementara di Indonesia berkadar nikotin 17 mg

per batang.

Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat

meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan

merokok, nikotin juga meransang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi

denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan

gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak

bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit (pengumpulan) ke dinding

pembuluh darah.
26
c. Timah Hitam (Pb)

Timah hitam yang dihasilkan oleh batang rokok sebanyak 0,5 ug.

Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis di isap dalam satu hari akan

menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke

dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayangkan, bila seorang perokok berat

menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini

masuk ke dalam tubuh.

d. Gas Karbonmonoksida

Karbon monoksida memiliki kecenderungan yang kuat untuk

berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya, hemoglobin

dalam sel-sel darah merah.Seharusnya, hemoglobin ini berikatan dengan

oksigen yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO

lebih kuat daripada oksigen, maka gas CO ini merebutnya “di sisi” hemoglobin.

Jadilah, hemoglobin bergandengan dengan gas CO. Kadar gas CO dalam darah

bukan perokok kurang dari 1 persen, sementara dalam darah mencapai 4-1 persen.

Karbon monoksida menimbulkan desaturasasi hemoglobin, menurunkan lansung

persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO

menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen,

dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah).

Dengan demikian,CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkatkan

viskositas darah, sehingga mempermudah pengumpulan darah. Nikotin, CO, dan

bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak endotel (dinding dalam

pembuluh darah), dan mempermudah timbunya pengumpulan darah. Di samping


27
itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Di bandingkan dengan bukan

perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida darah perokok

lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah.

e. Tar

Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen

padat asap rokok, dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk

kedalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin, akan menjadi padat dan

membentuk endapan berwarna cokelat pada permukaan gigi, saluran pernapasan,

dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3- 40 mg per batang rokok,

sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg. (Proverawati & Rahmawati,

2012).

2.2 Bahaya Perokok Aktif dan Perokok Pasif

Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan

dibuktikan oleh banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun

sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan bahwa kebiasaan

merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit. Seperti penyakit

jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut,

kanker laring, kanker esofagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi, serta

gangguan kehamilan dan cacat pada janin. Penelitian terbaru juga menunjukkan

adanya bahaya dari secondhand-smoke, yaitu asap rokok yang menghirup oleh

orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok. Ini sering disebut

juga dengan perokok pasif (Proverawati & Rahmawati, 2012)

Merokok baik secara aktif maupun secara pasif membahayakan tubuh,


28
diantaranya seperti menyebabkan kemandulan dan impotensi, kanker rahim dan

keguguran, kerontokan rambut, gangguan pada mata seperti katarak, kehilangan

pendengaran lebih awal dibanding bukan perokok, menyebabkan paru-paru

kronis, merusak gigi dan menyebabkan bau mulut yang tidak sedap, menyebabkan

stroke dan serangan jantung, tulang lebih mudah patah, dan menyebabkan kanker

kulit. Merokok sangat berbahaya bagi wanita hamil, baik perokok pasif yang

terpapar asap rokok. Ini karena ada zat kimia yang berbahaya masuk ke dalam

jaringan, dan meresap kepada janin yang sedang berkembang di dalam rahim

(Sitorus, 2010).

Merokok memiliki banyak efek negatif yang dapat mengancam

kehidupan janin. Terdapat hampir lima puluh juta remaja putri Amerika ada dalam

usia mengandungnya beresiko tinggi untuk mengalami keguguran, kematian janin,

gangguan plasenta (ari-ari), dan keahiran prematur. Sebagaimana anak-anak yang

dilahirkan oleh ibu yang merokok, akan lebih rendah mengalami kekurangan berat

badan dan terserang penyakit alat pernapasan yang berbahaya, bisa berakibat

kematian (Charles, 2012).

2.3 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

2.3.1 Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat

badannya saat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan.

Berat lahir adalah berat bayi yang di timbang selama 1 jam setelah lahir.

Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bblr dibedakan dalam:

1. Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram.


29
2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram

3. Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram BBLR

mungkin kurang bulan (prematur), mungkin juga cukup bulan (dismatur). (S

Prawirohardjo, 2014); (Proverawati & Ismawati, 2010).

Beberapa istilah yang berhubungan dengan BBLR:

1) Prematuritas murni

Adalah bayi lahir pada kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan

yang sesuai dengan umur kehamilan

2) Small for date (SFD) atau Light for date atau Kecil untuk Masa Kehamilan

(KMK)

Adalah bayi yang berat badannya tidak sesuai dengan umur kehamilan atau

lebih rendah dari berat seharusnya.

3) Retardasi pertumbuhan janin intrauterin

Adalah bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan

umur kehamilan.

4) Dismaturitas

Adalah suatu sindroma klinik dimana terjadi ketidak-seimbangan antara

pertumbuhan janin dengan lanjutan kehamilan. Atau bayi- bayi yang lahir

dengan berat badan tidak sesuai dengan tuanya kehamilan. Atau bayi dengan

gejala intrauterine malnutrition or wasting (Mochtar, 2012).

Beberapa penyakit yang berhubungan dengan BBLR dan prematuritas:

1) Sindrom gangguan pernafasan idiopatik (penyakit membran hialin)


30
2) Pneumonia aspirasi, karena refleks menelan dan batuk belum sempurna

3) Perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral, akibat anoksia otak (erat

kaitannya dengan gangguan pernafasan)

4) Hiperbilirubinemia, karena fungsi hati belum matang

5) Hipotermia

Beberapa penyakit yang berhubungan dengan BBLR dan dismaturitas:

1) Sindrom aspirasi mekonium

2) Hipoglikemia

3) Hiperbilirubinemia

4) Hipotermia

Oleh itu BBLR mempunyai risiko kematian tinggi

(S Prawirohardjo, 2014).

2.3.2 Pengaruh Paparan Asap Rokok terhadap BBLR

Penelitian tentang pengaruh paparan asap rokok selama kehamilan

terhadap kejadian BBLR belum banyak dilakukan. Fakta ilmiah membuktikan

rorok menyebabkan kanker paru, risiko penyakit kardiovaskular, aterosklerosis,

penyakit jantung koroner. Transmisi unsur karsigonik jantung koroner. Transmisi

unsur karsinogenik dapat menyebabkan kelahiran prematur, gangguan

perkembangan postnatal dan Fetal hypoxemia melalui reduksi darah dari plasenta

((Shiono, Klebanoff, & Rhoads, 1986) dalam (Malka, Amiruddin, & Sirajuddin,

2013)).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan Berat

Lahir kurang dari 2500 gram yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir tanpa
31
memandang masa gestasi. Prevalensi BBLR di dunia diperkirakan 15% dari

seluruh kelahiran. Lebih dari 97% terjadi di negara berkembang atau sosial

ekonomi rendah. Di Indonesia prevalensi BBLR berkisar 7.5%. Penyebab BBLR

sebelumnya, faktor janin dan plasenta, usia BBLR sebelumnya, faktor janin dan

plasenta, usia ibu, paritas, pekerjaan ibu seperti malaria, anemia, sipilis, TORCH

(toxoplasma, rubella, Cyto Megalo Virus/CMV, herpes), dan komplikasi pada

kehamilan (perdaraha antepartum, pre-eklamsia), penyebab lain yaitu faktor

lingkungan tempat tinggal serta paparan zat-zat racun.

BBLR 40 kali beresiko mengalami kematian. Komplikasi yang

ditimbukan antara lain: hipotermia, hipoglikemia, gangguan cairan dan elektrolit,

paten duktus arteriosus, infeksi, perdarahan intraventrikuler, dan opnoe.

Selanjutnya akan mengalami gangguan perkembangan dan pertumbuhan,

gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, penyakit paru kronis yang

berakibat pada peningkatan mortalitas, serta tingginya biaya perawatan yang di

butuhkan (Proverawati & Rahmawati, 2012)

Kelahiran BBLR pada hamil perokok pasif yang mempunyai riwayat

BBLR terdahulu beresiko untuk kelahiran BBLR. Ibu yang mempunyai riwayat

pernah melahirkan BBLR cenderung lebih sering untuk melahirkan kembali

BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak pernah melahirkan. Faktor medis dan

non medis pada kehamilan sebelumnya diduga menjadi penyebabnya. Faktor-

faktor tersebut kembali berperan dalam kehamilan selanjutnya. Faktor medis dan

non medis ini kadang-kadang tidak dapat diperbaiki, sehingga dibutuhkan

perhatian khusus pada kelompok bagi ibu perokok pasif yang dapat memperbaiki
32
risiko kelahiran BBLR.

Kekurangan gizi selama kehamilan yang di sertai dengan adanya

paparan asap rokok selama kehamilan dapat memperberat penyebab gangguan

pertumbuhan janin dalam kandungan. Meningkatkan gizi ibu selama ibu hamil

merupakan cara potensial untuk membantu prtumbuhan janin di dalam

kandungan. Status gizi ibu yang baik selama kehamilan akan memperlancar suplai

oksigen ke janin, sehingga janin menerima cukup oksigen untuk pertumbuhannya.

Namun demikian ketercukupan zat-zat gizi janin selama di dalam kandungan juga

tergantung dari banyak faktor ini seperti paparan dari asap rokok tembakau.

Paparan asap tembakau yang terus-menerus dapat menurunkan kadar asam folat

dalam tubuh ibu. Akibatnya janin juga mengalami kekurangan asam folat.

Paparan karbonmonoksida dan nikotin yang terus menerus dan penurunan asam

folat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin di dalam kandungan. Karena

ibu dengan status gizi dan terpapar asap rokok selama kehamilan lebih beresiko

untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar.

Ibu hamil diharapkan dapat menghindari asap rokok selama

kehamilan, terutama ibu dengan riwayat BBLR pada persalinan sebelumnya dan

ibu hamil dengan status gizi buruk. Bila para prokok aktif yang tingga serumah

dengan ibu hamil tidak dapat menghentikan kebiasaan merokok, disarankan agar

tidak merokok selama berada di dekat ibu hamil terutama di dalam rumah

(Proverawati & Rahmawati, 2012).

Gambar 2.1 di bawah ini adalah alur mekanisme efek paparan asap rokok

terhadap risiko terjadinya kelahiran BBLR (Yuliana, 2009).


33

Gambar 2.1. Alur Mekanisme Efek Paparan Asap Rokok terhadap Risiko

Terjadinya Kelahiran BBLR

2.3.3 Faktor Risiko

Menurut (Proverawati & Ismawati, 2010), BBLR dapat disebabkan

oleh beberapa faktor yaitu:

1) Faktor Ibu

a. Pendidikan

Ibu yang memiliki pendidikan yang tinggi semakin mudah memahami

cara menjaga kesehatan selama kehamilan. Begitu pula sebaliknya. Ibu

yang memiliki pendidikan rendah menyebabkan kurangnya pemahaman

akan kesehatan saat kehamilan.

b. Pekerjaan

Ibu yang memiliki pekerjaan berat dan melelahkan dapat mengganggu

kondisi kesehatan dirinya dan kandungannya. Hal ini dapat menyebabkan

kelelahan yang berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya gangguan

perkembangan janin.

c. Umur

Umur reproduksi optimal pada wanita berada di antara 20 – 35 tahun.

Karena pada umur tersebut, rahim sudah siap untuk menerima kehamilan

(Manuaba). Sedangkan saat umur kurang dari 20 tahun, organ-organ


34
reproduksi wanita belum dapat berfungsi dengan sempurna. Demikian

pula dengan wanita yang berusia lebih dari 35 tahun. Organ reproduksi

wanita mulai mengalami penurunan kesehatan yang disebabkan oleh

proses degeneratif. Kedua hal ini merupakan faktor risiko terjadinya

BBLR (S Prawirohardjo, 2014).

d. Status Gizi

Status gizi ibu pada masa kehamilan dapat mempengaruhi perkembangan

janin dalam kandungan. Kekurangan gizi pada masa kehamilan dapat

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin yang dapat

menyebabkan BBLR (Manuaba, 2012).

e. Paritas

Jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh ibu berpengaruh pada

pertumbuhan janin. Seorang ibu yang sering melakukan persalinan

memiliki kondisi rahim yang semakin melemah karena adanya jaringan

parut di uterus yang disebabkan oleh kehamilan yang berulang-ulang.

Hal ini dapat menyebabkan tidak adekuatnya aliran darah ke plasenta

yang menyebabkan kurangnya nutrisi ke janin sehingga pertumbuhan

janin terganggu.

f. Riwayat BBLR sebelumnya

g. Interval kelahiran

Jarak kelahiran anak dibawah dua tahun dapat mengakibatkan

pertumbuhan janin yang kurang baik (Manuaba, 2012).

h. Penyakit
35
Komplikasi kehamilan seperti anemia sel berat, perdarahan antepartum,

hipertensi, preeklampsia berat, eklampsia, infeksi selama kehamilan,

dapat menyebabkan BBLR.

i. Tingkat sosial ekonomi

Kejadian bayi berat lahir rendah sering terjadi pada ibu dengan tingkat

sosial ekonomi rendah.

j. Sebab lain: ibu perokok, peminum alkohol, pecandu obat narkotik, atau

menggunakan obat antimetabolik.

2) Faktor janin

Faktor janin terdiri dari kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi

sitomegali, rubella bawaan), disautonomia familial, gawat janin, dan

kehamilan ganda.

Faktor plasenta

3) Faktor plasenta yang dapat menyebabkan BBLR yaitu hidramnion, luas

permukaan plasenta yang berkurang, tumor, plasenta previa, solutio plasenta,

sindrom transfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), dan ketuban pecah dini.

4) Faktor lingkungan

Lingkungan yang berpengaruh antara lain tempat tinggal yang berada di

dataran tinggi, paparan radiasi, dan paparan zat beracun seperti yang

terkandung dalam asap rokok.

2.3.4 Tanda Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Tanda klinis atau penampilan yang tampak sangat bervariasi,

tergantung pada usia kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin prematur atau makin
36
kecil umur kehamilan saat bayi dilahirkan makin besar pula perbedaannya dengan

bayi yang lahir cukup bulan. Tanda dan gejala bayi prematur diantaranya adalah

umur kehamilan atau sama dengan atau kurang dari 37 minggu, berat badan sama

dengan atau kurang dari 2500 gram, Panjang badan sama dengan atau kurang dari

46 cm, kuku panjang belum melewati ujung jari, Batas dahi dan rambut kepala

tidak jelas, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, Lingkar dada

sama dengan atau sama dengan atau kurang dari 30 cm, Rambut lanugo masih

banyak, Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang, Tulang rawan daun telinga

belum sempurna pertumbuhannya, sehingga tidak teraba tulang rawan daun

telinga, Tumit mengkilap, alat kelamin pada laki-laki pigmentasi dan rugae pada

skrotum kurang, testis belum turun kedalam skrotum, untuk bayi perempuan

klitoris menonjol, labia minora belum tertutup oleh labia mayora, tonus otot

lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah, fungsi saraf yang

belum atau kurang matang mengakibatkan refleks hisap, menelan dan batuk masih

lemah, jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan

jaringan lemak masih kurang (Pantiawati, 2010).

2.3.5 Gambaran Klinis

Banyak masalah klinis yang di hadapi bayi BBLR baik prematur

dikarenakan belum maturnya fungsi-fungsi tubuh untuk hidup di luar uterus.

Masalah-masalah tersebut, antara lain :

a. Masalah pernafasan, antara lain: sindrom kegawatan pernapasan, dispasia

bronkopulmonal, pneumotoraks, pneumomediastinum, emfisema, pneumonia

kongenital, hipoplasia paru, perdarahan paru dan apneu.


37
b. Masalah saluran pencernaan, antara lain : mortalitas jelek, entrokolitis

nekrotikans, anomali kongenital yang mennghasikan polihidramnion.

c. Masalah metabolik endokrin, antara lain : hipokalsemia, hipoglikemi,

hiperglikemi, asidosis metabolik lanjut, hipotermia serta eutiroid T4 rendah.

Masalah pada ginjal, antara lain : hiponatremia, hipernatremia, hiperkalemia,

asidosis tubular ginjal, glikosuri ginjal, edema.

d. Masalah kardiovaskular, antara lain : duktus arterius paten, hipotensi,

hipertensi, breadikardia dengan apneu, malformasi kongenital.

e. Masalah hematologis, antara lain : anemia,hiperbillirubinemia, subkutan

dan organ, koagulati intravaskular tersebar, defisiensi Vitamin K, hidropisum

atau non imun.

f. Masalah pasa susunan saraf pusat, antara lain : perdarahan intraventrikuer,

leukomalasia, periventrikular, enselopati kejang retinopati, ketulian,

hipotonia, masalah lain, antara lain : infeksi (kongenital, perinatal,

nosokomial) (Purnamaningrum, 2010).

2.3.6 Penatalaksanaan

Berbagai masalah klinis yang dihadapi BBLR disebabkan karena

belum maturnya organ-organ, untuk itu diperlukan perhatian dan perawatan

khusus untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Menurut Shann dan

Vince tahun 2003 ada empat prinsip dalam perawatan BBLR, yaitu menjaga bayi

tetap berwarna merah muda, menjaga bayi tetap hangat, memenuhi kebutuhan

makan dan minum, serta pencegahan infeksi. (Kholifah, 2006 dalam

Purnamaningrum,2010).
38
1. Jaga bayi tetap berwarna muda

1. Pemberian oksigen

Ekspansi paru-paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi

preterm sebagai akibat jaringan paru-paru yang kurang berkembangan

yaitu tidak adanya aveoli dan surfaktan.

Pemberian oksigen pada bayi ini harus dikendalikan dengan seksama

karena konsentrasi yang tinggi dalam masa yang panjang akan

menyebabkan timbulnya kerusakan pada jaringan retina bayi sehingga

menimbulkan kebutuhan yang dikenal dengan istilah Fibroplasi

retrolental. Konsentrasi oksigen yang dianjurkan adalah sekitar 30-35%

dan untuk menjamin dipertahankannya maka harus dilakukan pengujian

secara teratur. Oksigen hanya diperlukan bila bayi mengalami sianosis dan

kesulitan bernafas. Oksigen diberikan dengan aliran rendah untuk

membuat bayi tetap berwarna merah muda ( kurang lebih 0.5% liter/menit

da tidak boleh lebih dari 10 liter/menit). (Vince.2003 dalam

Purnamaningrum, 2010).

2. Pencegahan terjadinya Apnoe

Apnoe umum terjadi pada bayi dengan umur gestasi kurang dari 32

minggu sehingga diperlukan aat untuk memonitor apnoe bila tersedia.

(Vince,2003 dala Purnamaningrum, 2010).

2. Jaga kesehatan tubuh bayi

Pemeliharaan suhu tubuh merupakan aspek yang paling penting dalam

manajemen BBLR. Seorang bayi akan berkembang secara memuaskan bila suhu
39
rektal dipertahankan antara 35,5 ºC-37ºC. Semakin kecil bayi maka lebih rendah

suhu rektalnya. Dengan bertambahnya berat badan dan membaiknya kondisi

umum maka akan ditemukan juga kestabilan yang lebih besar dari suhu tubuhnya

berat badan dan membaiknya kondisi umum maka akan ditemukan juga kestabilan

yang lebih besar bia mereka dirawat dalam atau dekat dengan lingkungan panas

netralnya. Mereka harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu normal

tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolik yang minimal. Tetapi juga tidak

diinginkan untuk meningkatkan suhu tubuh secara cepat karena dapat mengarah

pada timbulnya hiperpireksia yang berkaitan dengan adanya peningkatan

kecepatan metabolisme dan peningkatan kebutuhan akan oksigen. Untuk

pememeliharaan suhu tubuh BBLR dapat dimasukkan dalam incubator.


31
2.1 Kerangka Teori
Perokok Komponen racun dalam
rokok

Zat Kimia Nikotin Timah hitam Gas Tar


(Pb) CO

PPOK
Dampak rokok PJK 3
Pada
Kesehatan Stroke

Bronkhitis

Mata

Sistem reproduksi
Faktor Ibu

Faktor risiko Faktor janin


BBLR
Faktor plasenta

Faktor
lingkungan

Paparan asap rokok pada ibu hamil

Hipertensi Defisiensi asam folat PPOK Hipoksia janin

Gangguan pertumbuhan fetus

BBLR
Gambar 1. Kerangka Teori Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu Hamil
Terhadap Kejadian BBLR
(Modifikasi dari Lestari et al., 2015; Aditama, 1997)
32

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau

antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin

diteliti. Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan

suatu pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat diukur dan diamati secara

langsung. Agar dapat diamati dan dapat diukur maka konsep tersebut harus

dijabarkan ke dalam variabel-variabel (Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka

konsep dari penelitian yang berjudul “Pengaruh Paparan Asap Rokok Pada Ibu

Hamil Terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Jalaksana

Tahun 2020” sebagai berikut :

Paparan asap rokok BBLR

Variabel bebas Variabel terikat


Pendapatan
Pendidikan
: Diteliti Riwayat anemia

: Tidak diteliti Status gizi ibu


33

Gambar 2. Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan variabel-variabel yang akan diteliti

secara operasional dilapangan. Variabel penelitian agar dapat diukur harus

dijelaskan secara rinci dan konkrit melalui penetapan definisi opersional dan

paling tidak mengungkapkan pengertian, cara mengukur, hasil ukur, dan skala

ukur (Badriah, 2012).

Tabel 3.2 Definisi Operasional Penelitian

N Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Skala

o Operasiona Ukur Ukur

l
1 Bayi bayi dengan Melihat Lembar 1. Ya Nominal

berat berat badan hasil checklis 2. Tidak

lahir lahir lembar t

rendah kurang dari checklist

(BBLR) 2.500

gram tanpa

memandang

masa

Kehamilan
2 Paparan Paparan Melihat Kuesioner 1. Terpapar Nominal

asap asap hasil perokok ,asap

rokok rokok Pengisia pasif rokok


34

yang n terhirup

menyertai ibu kuesione ibu hamil

hamil r 2. Tidak

terpapar,

asap

rokok

tidak

terhirup

ibu hamil
3 Sumber Apabila Melihat Kuesioner 1. Didalam Nominal

paparan suami atau hasil perokok rumah

asap rokok anggota Pengisia pasif 2. Diluar

keluarga n rumah

responden kuesione 3. Didalam

yang tinggal r dan

serumah diluar

dengan rumah

responden

merupakan

seorang

perokok dan

pernah

merokok

disekitar
35

responden

pada saat

kehamilan

terakhir
4 Durasi/lam Rata-rata jam Melihat Kuesioner 1. ≥1 Nominal

anya per hari hasil perokok jam/hari:

paparan responden Pengisia pasif durasi

asap rokok terpapar asap n tinggi

rokok oleh kuesione 2. < 1

suami saat r jam/hari:

kehamilan Durasi

terakhir. sedang

3. T idak

ada:

apabila

tidak ada

anggota

keluarga

yang

merokok

dalam

rumah

selama
36

kehamila

n terakhir

5 Jumlah Banyaknya Melihat Kuesioner 1. > 20 Nominal

rokok batang rokok hasil perokok batang:

yang Pengisia pasif perokok

dikonsumsi n sangat

oleh suami kuesione berat

per hari r 2. 11 – 20

disekitar batang:

responden perokok

saat berat

kehamilan 3. <10

terakhir. batang :

perokok

agak

berat

3.3 Hipotesis Penelitian

3.3.1 Hipotesis Mayor


37

Ada pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil terhadap kejadian

BBLR di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Windusengkahan Tahun 2020.

3.3.2 Hipotesis Minor

1. Ada hubungan paparan asap rokok yang terhirup ibu hamil di Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Windusengkahan Tahun 2020?

2. Ada hubungan sumber paparan asap rokok terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Windusengkahan Tahun 2020?

3. Ada hubungan pengaruh durasi atau lama pajanan asap rokok pada ibu

hamil terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Windusengkahan Tahun 2020?

4. Apakah terdapat pengaruh jumlah rokok yang dikonsumsi suami atau

anggota keluarga terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Windusengkahan Tahun 2020?

BAB IV

METODE PENELITIAN
38

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasi analitik, dengan desain

case control. Case control adalah penelitian yang dilakukan dengan cara

membandingkan antara dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok

control (Notoatmodjo, 2010). Studi kasus kontrol dilakukan dengan

mengindentifikasi kelompok kasus dan kelompok kontrol, kemudian secara

retrospektif diteliti faktor-faktor resiko yang mungkin dapat menerangkan apakah

kasus dan kontrol dapat terkena paparan atau tidak. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui besar risiko pengaruh paparan asap rokok pada inu hamil terhadap

kejadian BBLR Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Windusengkahan Tahun

2020.

4.2 Variabel Penelitian

4.2.1 Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi

variabel lain. Variabel bebas dapat juga berarti variabel yang pengaruhnya

terhadap variabel lain ingin diketahui. Variabel ini sengaja dipilih dan

dimanipulasi oleh peneliti agar efeknya terhadap variabel lain dapat diamati, dan

diukur (Badriah, 2012). Adapun variabel independen dalam penelitian ini adalah

paparan asap rokok.

4.2.2 Variabel Dependen (Variabel Terikat)


39

Variabel terikat adalah variabel penelitian yang diukur untuk

mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain. Besarnya efek tersebut

diamati dan ada tidaknya, membesar-mengecilnya, atau berubahnya variasi yang

tampak sebagai akibat perubahan pada variabel lain termaksud (Badriah, 2012) .

Adapun variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian BBLR.

4.2.3 Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu adalah variabel yang mengganggu pengaruh

atau hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat (Notoatmodjo, 2012).

Adapun variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah pendapatan, pendidikan,

riwayat anemia, dan status gizi.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi didefinisikan sebagai kelompok subyek yang hendak dikenai

generalisasi hasil penelitian. Sebagai suatu populasi, kelompok subyek tersebut

harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik bersama yang membedakannya dari

kelompok subyek yang lain. Ciri tersebut dapat meliputi, ciri lokasi, ciri individu,

atau juga ciri karakter tertentu (Badriah, 2012). Yang akan menjadi populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di wilayah kerja UPTD

Puskesmas Windusengkahan sebanyak 366 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi, karena ia merupakan bagian

dari populasi tentulah ia memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya

(Badriah, 2012). Sampel dipilih dari kelompok populasi terjangkau, yaitu ibu yang
40

melahirkan dengan bayi berat lahir rendah di wilayah kerja UPTD Puskesmas

Windusengkahan sebanyak 16 orang.

4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode fixed - disease

sampling. Fixed - disease sampling (Murti, 2006) merupakan prosedur

pencuplikan berdasarkan status pengambilan subjek, sedang status paparan subjek

bervariasi mengikuti status pengambilan subjek yang sudah fixed. Pada

pengambilan sampel ini, kelompok kasus dan kelompok kontrol berasal dari satu

populasi sumber, sehingga peneliti dapat melakukan perbandingan yang valid

antara kedua kelompok studi.

4.4 Kriteria Penelitian

4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Anggota keluarga merokok (1 rumah 1 keluarga)

2. Ibu berumur 20 – 35 tahun

3. Bayi BBLR dan bayi non BBLR

4. Bayi lahir hidup

5. Janin tunggal

4.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Ibu mengonsumsi alkohol

2. Ibu perokok aktif

3. Kejadian ketuban pecah dini

4. Preeklamsia / eklamsia

4.5 Instrumen Penelitian


41

Instrumen penelitian adalah alat pengumpulan data yang telah baku

atau alat pengumpul data yang memiliki standar validitas dan reabilitas. Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan lembar checklist.

Kuesioner diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik,

sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban atau memberikan

tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Pada penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa

kuesioner yang diperoleh dari kuesioner perokok yang terdiri dari tujuh

pertanyaan, dan kuesioner yang berbentuk lembar observasi (lembar checklist).

4.5.1 Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang artinya sejauh mana ketepatan

atau kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur data. Untuk mengetahui

validitas suatu instrument (kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi

antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel

(pertanyaan) dinyatakan valid apabila skor variabel tersebut berkorelasi secara

signifikan dengan skor totalnya. Adapun teknik korelasi yang dimaksud

menggunakan Korelasi Pearson Momen (r) dengan rumus sebagai berikut

(Heriana, 2015).

N ( ∑ XY )−(∑ X ∑ Y )
r=
√ {N ∑ X ² }{ N ∑Y 2−(∑ Y )² }

Keterangan:

r : Korelasi Pearson Momen


42

N : banyak subjek

X : nilai rata-rata soal tes pertama perorangan

Y : nilai rata-rata soal tes kedua perorangan

∑ X : jumlah nilai X

∑ X : jumlah nilai Y

Setelah diketahui nilai r hasil, maka selanjutnya adalah

membandingkan dengan nilai r tabel. Adapun keterangan ujinya adalah r hasil >

r tabel maka H0 gagal ditolak, artinya variabel tidak valid (Heriana, 2015).

Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji validitas terhadap

alat ukur yang digunakan dalam proses penelitian. Hal ini karena peneliti

menggunakan instrumen berupa lembar kuesioner dari penelitian sebelumnya

yang artinya kuesioner tersebut sudah teruji validitasnya.

4.5.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu ukuran untuk menentukan sejauh mana

hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama degan alat ukur yang sama . Uji reliabilitas hanya dapat

dilakukan untuk pertanyaan yang sudah valid, sehingga apabila terdapat

pertanyaan tidak valid maka pertanyaan tersebut dibuang. Adapun untuk

mengetahui reliabilitas adalah dengan membandingkan nilai r tabel dengan r

Alpha (Heriana, 2015). Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat diketahui bahwa

peneliti tidak melakukan uji validitas sehingga peneliti tidak dapat melakukan uji

reliabilitas terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ada pada instrumen penelitian.

4.6 Teknik Pengumpulan Data


43

4.6.1 Sifat dan Sumber Data

Menurut sumbernya data penelitian dapat digolongkan sebagai data

primer dan data sekunder (Badriah, 2012) :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh subyek

penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data

langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari (Badriah, 2012).

Pada penelitian ini data primer adalah data yang diperoleh dari

responden melalui observasi langsung kepada responden dengan teknik

wawancara menggunakan kuesioner untuk mengetahui karakteristik, perilaku dan

keluhan kesehatan pemicu kejadian BBLR di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Windusengkahan.

b. Data Sekunder

Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang didapat

melalui pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti atau subyek

penelitiannya (Badriah, 2012).

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data pendukung penelitian

antara lain data jumlah penduduk/kk yang mengalami kejadian BBLR di Wilayah

Kerja UPTD Peskesmas Windusengkahan.

4.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

melakukan observasi untuk mendapatkan jenis kuantitatif. Alat pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar kuesioner dan lembar checklist.
44

Teknik Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu

tahap persiapan, pelaksanaan, dan pendokumentasian.

Langkah – langkah pengumpulan data :

a. Tahap persiapan

Dalam tahap ini peneliti melakukan persiapan seperti

menentukan masalah dan lokasi penelitian, melakukan studi

pendahuluan dan mempersiapkan keperluan sebelum proses

penelitian dilakukan, seperti membuat surat-surat untuk keperluan

izin penelitian di UPTD Puskesmas Windusengkahan. Kemudian

menyusun proposal penelitian dilanjutkan dengan mempersiapkan

seminar proposal. Studi kepustakaan dilakukan peneliti di

perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan dan dari

internet.

b. Tahap pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan peneliti melaksanakan penelitian di

UPTD Puskesmas Jalaksana. Sebelum memberikan lembar

observasi peneliti melakukan informed consent kepada responden,

yaitu menjelaskan kepada responden mengenai kualitas air sungai

dan keluhan penyakit kulit. Apabila responden setuju, maka

peneliti melakukan wawancara terhadap responden. Untuk lebih

jelasnya kegiatan yang dilakukan peneliti, yaitu:

1) Pengisian Lembar Informed Consent


45

a) Peneliti memberikan lembar informed consent dan

menjelaskan tentang cara mengisi lembar informed

consent.

b) Responden mengisi lembar informed consent.

c) Peneliti mengumpulkan lembar informed consent yang

telah diisi oleh responden.

2) Pengisian Kuesioner

Pengisian kuesioner dilakukan dengan cara didampingi

dan pertanyaan didalam kuesioner dibacakan oleh peneliti.

c. Tahap pendokumentasian

Pada tahap akhir penelitian, Setelah mendapatkan seluruh data

penelitian, data tersebut dimasukan kedalam komputer (input)

untuk diolah dan dibuat hasil penelitian dalam bentuk tabel dan

dilampirkan pada bab hasil penelitian dan disusun menjadi sebuah

laporan hasil penelitian yang digunakan dalam kegiatan sidang

skripsi.

4.7 Rancangan Pengolahan dan Analisis Data

4.7.1 Pengolahan Data


46

Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian penelitian

setelah kegiatan pengumpulan data. Untuk itu data yang masih mentah (raw data)

perlu diolah sedemikian rupa sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat

digunakan untuk menjawab tujuan penelitian (Heriana, 2015).

a. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir

atau kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah :

1. Lengkap : Semua pertanyaan sudah terisi jawabannya

2. Jelas : Jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas

terbaca

3. Relevan : Jawaban yang tertulis apakah relevan dengan

pertanyaannya.

4. Konsisten : Apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi

jawabannya konsisten.

Peneliti melakukan editing untuk menilai hasil pengisian kuesioner dan

lembar checklist. Seluruh data yang diterima diolah dengan baik, sehingga peneliti

mendapatkan output berupa gambaran terhadap hipotesis penelitian. Data yang

dikumpulkan telah diolah dengan bantuan computer, setelah itu diedit sehingga

memperoleh hasil yang menggambarkan penelitian yang sesuai dengan tujuan

penelitian.

b. Coding

Merupakan kegitan mengubah data berbentuk huruf atau kalimat

menjadi data berbentuk bilangan atau angka


47

c. Processing

Pemrosesan data dilakukan dengan cara memasukan data dari

kuesioner ke paket program komputer. Program yang akan digunakan

untuk entry data adalah program SPSS for Windows dengan melakukan

uji Chi-Square..

d. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

dimasukkan apakah ada kesalahan data atau tidak (pembersihan data).

4.7.2 Analisis Data

Teknik analisa data untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara

mendeskripsikan variabel yang digunakan dalam penelitian ini melalui distribusi

persentasi.

a. Analisis Univariat

Analisa data dilakukan secara univariat untuk melihat tiap

variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya hasil analisis ini

menghasilkan distribusi dari persentase dari tiap variabel. Analisis

dalam penelitian ini tujuannya untuk mendapatkan gambaran umum

dengan cara mendeskripsikan variabel yang digunakan dalam

penelitian melalui distribusi frekuensi (Badriah, 2012). Analisis

univariat menggambarkan frekuensi dari seluruh variabel yang di teliti

yaitu faktor individu (usia, lama kerja, kebiasaan olahraga, kebiasaan

merokok). Variabel yang ada dalam penelitian ini dianalisa secara

deskriftif untuk pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil. Untuk
48

menghitung distribusi frekuensi digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

P = Hasil yang dicari (persentase)

F = Frekuensi dari setiap kategori

N = Jumlah Responden

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan satu sama lain, dapat dalam dudukan yang sejajar (pada

pendekatan komprasi) dan kedudukan yang merupakan sebab akibat

atau eksperimentasi (Badriah, 2012). Dalam analisis bivariat ini akan

dianalisis pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil terhadap

kejadian BBLR Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Windusengkahan

Tahun 2020.

1) Uji Statistik

Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square,

dikarenakan skala variabel berbentuk kategorik. Uji Chi-

Square dilihat menurut frekuensi harapan dalam masing-

masing sel tidak boleh terlampau kecil. Jika frekuensi sangat

kecil penggunaan uji ini mungkin menjadi tidak tepat.

Adapun keterbatasan uji Chi-Square adalah:


49

a) Tidak boleh ada sel yang nilai expected < 1.

b) Tidak boleh ada sel yang nilai expected < 5, lebih dari 20

% dari jumlah keseluruhan sel.

Andai keterbatasan tersebut terjadi pada tabel 2 x 2 maka

dianjurkan menggunakan uji Fisher Exact (Heriana, 2015).

Pembuktian uji Chi-Square menurut Budiato dapat

mengguanakn rumus sebagai berikut:

X² = ∑ (0-E)2

Keterangan :

X² = Nilai Chi-Square

O = Nilai hasil pengamatan observasi

E = Nilai yang diharapkan/ekspetasi

Adapun interpetasinya adalah:

a) Jika nilai p ≤ 0,05, artinya terdapat perbedaan yang

bermakna (signifikan).

b) Jika nilai p > 0,05, artinya tidak terdapat perbedaan yang

bermakna (signifikan) (Heriana, 2015).

Adapun syarat uji Chi-Square diantaranya:


50

a) Data merupakan data kategorik berskala nominal atau

ordinal yang dapat dihitung fekuensinya.

b) Tidak boleh ada sel E<1 dan;

c) Tidak boleh ada sel E<5 dan >20% (Heriana, 2015).

Apabila tidak memenuhi syarat, maka digunakan uji alternative

lain yaitu Fisher Exact Test. Untuk mengetahui makna hasil

perhitungan statistik, maka ditetapkan batas kemaknaan dengan nilai

a=0,05. Hubungan kedua variabel dinyatakan bermakna apabila

diketahui nilai p<0,05. Sedangkan, apabila nilai p>0,05 maka

hubungan kedua variabel tidak bermakna (Heriana, 2015).

4.8 Etika Penelitian

Menurut (Moleong, 2007) yang dikutip oleh (Saryono & Kes, 2011) agar

studi alamiah benar – benar dapat terjadi dan peneliti tidak mendapat persoalan

masalah etika maka ada beberapa yang harus dipersiapkan oleh peneliti antara

lain:
51

a. Meminta izin pada penguasa setempat dimana penelitian akan

dilaksanakan sekaligus memberikan penjelasan tentang maksud dan

tujuan penelitian.

b. Menempatkan orang – orang yang teliti bukan sebagai objek melainkan

orang yang derajatnya sama dengan peneliti.

c. Menghargai, menghormati dan patuh semua peraturan, norma, nilai

masyarakat, kepercayaan, adat istiadat dan kebudayaan yang hidup di

dalam masyarakat tempat penelitian dilakukan.

d. Memegang segala rahasia yang berkaitan dengan informasi yang

diberikan.

e. Informasi tentang subjek tidak dipublikasikan bisa subjek tidak

menghendaki, termasuk nama subjek tidak akan dicantumkan dalam

laporan penelitian.

f. Peneliti dalam merekrut partisipan terlebih dahulu, memberikan

informed consent , yaitu memberitahu secara jujur maksud dan tujuan

penelitian pada sampel dengan sejelas – jelasnya.

g. Selama dan sesudah penelitian (privacy) tetap dijaga, semua partisipan

diperlakukan sama, nama partisipan diganti dengan nomor (anonimity),

peneliti akan menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan dan hanya

digunakan untuk kegiatan penelitian serta tidak akan dipublikasikan

tanpa izin partisipan.

h. Selama pengambilan data peneliti memberi kenyamanan pada

partisipan dengan mengambil tempat wawancara sesuai dengan


52

keinginan partisipan. Sehingga partisipan dapat leluasa tanpa ada

pengaruh lingkungan untuk mengungkapkan masalah yang dialami

Saryono (2011).

4.9 Waktu dan Lokasi Penelitian

a. Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan April - Mei tahun 2020.

b. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Wilayah UPTD Puskesmas

Windusengkahan.

4.10Jadwal Penelitian

Adapun jadwal penelitian ini terdapat dalam terlampir.

DAFTAR PUSTAKA

XBadriah, D. L. (2012). Metodologi penelitian ilmu-ilmu kesehatan. Bandung:

Multazam.

Barat, D. J. (2017). Profil Kesehatan Ibu dan Anak. UPT Puskesmas Jatinangor.
53

Heriana, C. (2015). Manajemen Pengolahan Data Kesehatan. Bandung: PT Refika

Aditama.

Indonesia, I. D. A. (2004). Bayi berat lahir rendah. Dalam: standar pelayanan

medis kesehatan anak. Ed I. Jakarta.

Malka, S., Amiruddin, R., & Sirajuddin, S. (2013). Analisis Faktor Risiko

Kejadian Kelahiran Prematur di BLUD RSU Tenriawaru Kelas B

Kabupaten Bone Tahun 2013.

Manuaba, I. &Manuaba IBGF (2012). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan,

Dan KB Untuk Pendidikan Bidan.

Moleong, L. J. (2007). Metodologi penelitian kualitatif edisi revisi. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 103.

Murti, B. (2006). Desain dan ukuran sampel untuk penelitian kuantitatif dan

kualitatif di bidang kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 67, 113-113.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta.

Indonesia.Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan

(Cetakan VI). Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta.

Pantiawati, I. (2010). Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).

Yogyakarta: Nuha Medika.

Pendidikan, D., & Kebudayaan, K. B. B. I. (2002). Jakarta: Balai Pustaka. In:

Edisi.
54

Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Pt.

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, S., & Wiknosastro, H. (2009). Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka.

Proverawati, A., & Ismawati, C. (2010). BBLR (berat badan lahir rendah).

Yogyakarta: Nuha Medika.

Proverawati, A., & Rahmawati, E. (2012). Perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika.

Purnamaningrum, Y. (2010). Penyakit pada Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta:

EGC.

RI, K. (2018). Hasil utama riskesdas 2018. Jakarta: Kemenkes RI.

Saryono, S., & Kes, M. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun

Praktis Bagi Pemula. In: Mitra Cendikia Press, Yogyakarta: Mira

Cendikia.

Shiono, P. H., Klebanoff, M. A., & Rhoads, G. G. (1986). Smoking and drinking

during pregnancy: their effects on preterm birth. Jama, 255(1), 82-84.

Sitepoe, M. (1997). Usaha Mencegah Bahaya Rokok. Cetakan I. Penerbit PT

Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Sutrisno, J., & AM, S. (2013). Hubungan ibu hamil sebagai perokok pasif dengan

berat badan bayi baru lahir di rsd. kalisat kabupaten jember tahun 2013.

Jurnal Kesehatan Dr. Soebandi, 2(1), 51-58.


55

World Health Organization. 2012. World Health Statistic 2012. [Diakses 10

Faebruari 2020].

Tersediadari:Http://Www.Who.Int/Gho/Publications/World_Health_S

tatistics/2012/En

Zulardi, A. R. (2014). Hubungan Lingkungan Perokok dengan Ibu Hamil

Terpapar Asap Rokok terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di

Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai