Anda di halaman 1dari 44

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS ARSO TIMUR

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk melakukan penelitian

Oleh

KARLA ANNA MARIA KELABORA


NIM : 20160711014036

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN


JURUSAN/PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS CENDERAWSIH
JAYAPURA
2021

Daftar Isi
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................3
B. Rumusan Masalah.....................................................................................5
C. Tujuan penelitian.......................................................................................5
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................6
E. Keaslian Penelitian....................................................................................8
BAB II....................................................................................................................10
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................10
2.1 PENGERTIAN ISPA...................................................................................10
2.3. Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Ispa...................................................24
2.4 Kerangka Teori............................................................................................32
2.5 Kerangka Konsep.........................................................................................33
2.6 Hipotesis Penelitian.................................................................................34
BAB III..................................................................................................................35
METODE PENELITIAN.......................................................................................35
A. Jenis dan rancangan penelitian.......................................................................35
B. Waktu dan Lokasi Penelitian...................................................................35
C. Populasi dan Sampel Penelitian..............................................................35
D. Definisi Operasional................................................................................37
E. Pengumpulan Data..................................................................................39
F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data................................................39
G. Analisis Data...........................................................................................40
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini mencangkup 2 macam
analisis yaitu :.....................................................................................................40
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) merupakan penyakit yang

sering didapatkan pada anak-anak. ISPA merupakan penyakit yang

mematikan tertinggi pada anak-anak di negara berkembang. Adapun faktor

yang dapat menyebabkan penyakit ISPA adalah Lingkungan dan perilaku

pengatahuan ibu dalam penyakit ISPA. Balita merupakan kelompok umur

yang sangat rentan terhadap kejadian penyakit ispa.

Pemeliharaan kesehatan pada anak merupakan tanggung jawab setiap

orang tua. Sebab kesehatan adalah modal utama dalam proses tumbuh

kembang anak. Untuk itu tugas kesehatan keluarga adalah untuk

memberikan perawatan bagi anggota keluarga. Salah satunya adalah

meningkatan derajat kesehatan pada anak usia balita dengan sebaik-baik

mungkin agar terhindar dari penyakit ISPA .

Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit ini cukuplah tinggi

terutama pada anak-anak dan balita (Solomon et al., 2018). Kematian anak

balita merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Sebanyak 15.000

anak balita di dunia meninggal setiap harinya. Pada tahun 2017 jumlah

total kematian anak balita mencapai 5,4 juta anak (UNIGME, 2018). ISPA

menyumbang 16% dari seluruh jumlah kematian anak dibawah umur 5


tahun didunia, yaitu sebesar 920.136 balita meninggal atau lebih dari

2.500 balita per hari (WHO, 2017).

ISPA merupakan penyakit yang di sebabkan oleh virus dan bakteri

yang menempati urutan pertama penyebab kematian bayi. Prevalensi ISPA

di Indonesia pada tahun 2007 yaitu 25,5% dan pada tahun 2013 prevalensi

ISPA yaitu 25,0% jumlah kasus hanya menurun sebesar 0,5%. Saat ini

terdapat lima provinsi dengan jumlah ISPA tertinggi yaitu Nusa Tenggara

Timur dengan persentase sebesar 41,7%, Papua yaitu 31,1%, Aceh yaitu

30,0%, Nusa Tenggara Barat yaitu 28,3%, dan Jawa Timur yaitu 28,3%.

Penderita ISPA lebih banyak diderita oleh kelompok masyarakat dengan

kondisi ekonomi menengah kebawah (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan data Riskesdas 2018, kasus ISPA di tahun 2018

mengalami peningkatan, pada tahun 2013 persentase kasus ISPA sebanyak

1,6%, sedangkan tahun 2018 meningkat menjadi 2,0% (Kemenkes RI,

2018). Dari data profil kesehatan provinsi papua tahun 2017 jumlah kasus

ISPA yang di temukan dan di tangani di provinsi papua mengalami

penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yaitu tahun 2015,

sebanyak 4,30% dan 2016 8,0% kemudian terjadi penurunan di tahun 2017

yakni sebanyak 0,16% . hal ini berarti ada pencapaian untuk penurunan

angka penyakit ispa dengan baik. (Dinkes papua, 2017)

Kabupaten Keerom selama tiga tahun terakhir jumlah prevalensi

penyakit ISPA meningkat yakni di tahun 2015 penyakit ISPA di kabupaten

Keerom berjumlah 26.926 kasus atau 24,40% kemudian di tahun 2016

jumlah kasusnya naik menjadi 28.722 kasus atau 26% dan pada tahun
2017 kasus ISPA naik menjadi 31,613 kasus atau 29,40% dari data yang

ada maka setiap tahunnya prevalensi penyakit ISPA di kabupaten Keerom

selama tiga tahun terakhir meningkat 2% (Dinkes, Keerom 2017).

Jumlah penderita ISPA pada balita juga meningkat di wilayah kerja

puskesmas Arso Timur dari data sepuluh besar penyakit tahun 2019

sebanyak 1014 kasus yang di temukan dan ini menempati posisi pertama

di daftar sepuluh besar penyakit di puskesmas Arso Timur untuk

mempercepat penurunan kasus ISPA di wilayah kerja PKM Arso Timur

maka ada program-program yang dilakukan oleh petugas kesehatan PKM

Arso untuk menurunkan angka penyakit ISPA (Laporan PKM Arso

Timur,2019).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah

sebagai berikut: apa sja faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas arso timur?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apa sja faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Arso Timur .

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

a. Mendeskrispikan umur, status imunisasi, pengetahuan ibu,

kepadatan hunian, dan jenis lantai serta anggota keluarga merokok


pada balita dengan kejadian penyakit ISPA di Wilayah Kerja

Puskesmas Arso Timur.

b. Menganalisa pengaruh umur dengan kejadian penyakit ISPA pada

balita

c. Menganalisa pengaruh status imunisasi dengan kejadian ISPA pada

balita

d. Menganalisa pengaruh kepadatan hunian dengan kejadian ISPA

pada balita

e. Menganalisa pengaruh pengetahuan ibu dengan kejadian penyakit

ISPA pada balita.

f. Menganalisa pengaruh anggota keluarga yang nerokok dengan

penyakit ISPA pada balita

g. Menganalisa jenis lantai dengan kejadian penyakit ISPA pada

balita

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan bagi pembaca khususnya bagi peneliti mengenai “ faktor-


faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja

Puskesemas Arso Timur”

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber

informasi untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada balita .

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan belajar mengajar di

semua jenjang pendidikan terutama pendidikan menyangkut kesehatan.

c. Bagi mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan penelitian

selanjutnya terkait dengan penyakit ISPA.


E. Keaslian Penelitian

No Nama Peneliti Judul Penelitian Tahun Metode Hasil Penelitian


Penelitian

1 Betty Adelina Hubungan Status Imunisasi Dengan 2014 Cross Sectional Ada hubungan imunisasi
Simare-mare Infeksi Saluran Pernapasan Akut dengan ISPA pada Balita Sakit
(ISPA) Pada Balita Sakit (1-5 tahun) (1-5 thun )

2 Ardhin yuul Hubungan kesehatan lingkungan 2018 Survei analitik Kepadatan hunian kamar
hamida rumah dengan kejadian ISPA pada sebagian besar 51,7%. Tidak
balita di desa pulung merdiko memenuhi syarat.jenis dinding
ponorogo 57,7% tidak memenuhi
syarat .pencahayaan sebagian
kecil 48,3% tidak memenuhi
syarat serta anggota keluarga
merokok sebanyak 53,3%. Dari
hasil yang ada maka ada
semuanya berkaitan erat dengan
kejadian ISPA pada balita
ketika semua nya tidak
memenuhi standar
3 Rahmayatul.Fil Hubungan Lingkungan 2013 Survei analtik Tidak terdapat hubungan antara faktor

acanno Dalam Rumah Terhadap individu balita : status gizi, pemberian ASI,

ISPA pada Balita di (nilai p> 0,05 terhadap kejadian ISPA pada

Kelurahan Ciputat Kota balita di kelurahan ciputat tahun 2013.

Tanggerang Terdapat hubungan antara faktor sosial :

pendidikan orang tua (nilai p<0,05 terhadap

ISPA pada balita di kelurahan ciputat tahun

2013.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN ISPA

A. Defenisi ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah infeksi saluran yang terjadi

pada pernapasan bagian atas yang meliputi mulut, hidung, tenggorokan,laring

(kotak suara) dan trakea (batang tenggorokan). Gejala dari penyakit ini antara

lain: sakit tenggorokan, beringus (rinorea), batuk, pilek, sakit kepala, mata

merah, suhu tubuh meningkat 4-7 hari lamanya (Mumpuni, 2016). ISPA juga

merupakan penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari

saluran pernapasan mulai dari hidung hingga alveoli termaksud jaringan

adneksanya seperti sinus rongga telinga dan pleura (nelson, 2013).

B. Etiologi ISPA

ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA

Aantar lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus,

pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. (Suhandayani, 2010)


C. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan-5

tahun (mutaqqin, 2008).

1. Golongan umur kurang 2 bulan

a. Pneumonia berat

Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian

bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur

kurang 2 bulan yaitu 6x per menit.

b. Bukan Pneumonia (Batuk pilek biasa)

Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah

atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan

yaitu :

1) Kurang bisa minum (Kemampuan minumnya menurun sampai

kurang dari ½ volume yang biasa diminum).

2) Kejang

3) Kesadaran menrun

4) Stridor

5) Wheezing

6) Demam/dingin
c. Golongan umur 2 bulan-5 Tahun

1) Pneumonia Berat

Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada

bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat

diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau

meronta)

2) Pneumonia sedang

Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah :

 Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali permenit atau lebih

 Untuk usia 1-4 Tahun = 40 kali permenit atau lebih

3) Bukan Pneumenia

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak

ada naps cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan- 5

Tahun yaitu :

 Tidak bisa minum

 Kejang

 Kesadaran menurun

 Stridor

 Gizi buruk
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2012) :

a. ISPA ringan

Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek

dan sesak

b. ISPA sedang

ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 c dan

bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok .

c. ISPA berat

Gejala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan

menurun, bibir dan ujung nadi membiru (Sianosis) dan gelisah.

ISPA diklasifikasikan menjadi infeksi saluran pernapasan atas dan bawah :

a. Infeksi saluran pernapasan atas

1) Batuk Pilek

Batuk pilek (common cold) adalah infeksi primer nesofaring dan hidung

yang sering mengenai bayi dan anak. Penyakit ini cenderung berlangsung

lebih berat karena infeksi mencangkup daerah sinus paranasal, telinga

tengah, dan nesofaring disertai demam yang tinggi . faktor predisposisinya

antara lain : kelelahan, gizi buruk, anemia dan kedinginan pada umumnya

penyakit terjadi pada waktu pergantian musim (Ngastiyah, 2005)

2) Sinusitis

Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung, dapat berupa

sinusitis maksilaris atau sinulitis frontalis. Biasanya paling sering terjadi

adalah sinusitis maksilaris disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan


napas bagian atas, dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Penyakit ini

dapat disebabkan oleh kuman tunggal namun dapat juga disebabkan oleh

campuran kuman seperti streptokokus, pneumokokus, hemophilus

influenza, dan klebsiella, pneumonia, jamur dapat juga menyebakan

sinusitis (Ngastiyah, 2005)

3) Tonsilitis

Tonsillitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau

Amandel. Organisme penyebabnya yang utama meliputi streotokokus atau

staphilokokus. Infeksi terjadi pada hidung menyebar melalui sistem limpa

ke tonsil membengkak sehingga bisa menghambar keluar masuknya udara.

Manifestasi klinis yang ditimbulkan meliputi pembengkakan tonsil yang

mengalami edema dan berwarna merah, sakit tenggorokan, sakit ketika

menelan, demam tinggi dan eksudat berwarna putih keabuaan pada tonsil,

selain itu juga muncul abses pada tonsil.

4) Faringitis

Faringitis adalah proses peradangan pada tenggorokan. Penyakit ini juga

sering dilihat sebagai inflamasi virus. Namun juga bisa disebabkan oleh

bakteri, seperti haemolityc,stretococcy, staphylococci atau bakteri lainnya

tanda dan gejala faringngitis antara lain membran mukosa dan tonsil

merah, demam, malaise, sakit tenggorokan, anoreksia, serak dan batuk.

(Behram, 2009).
5) Larimggitis

Laringgitis adalah proses peradangan dari membran mukosa yang

membentuk laring.penyebab laringitis umumnya adalah streptococcus,

viridans, pneumokokus, staphyloccus hemolyticus dan haemhopylus

influenza. Tanda dan gejalanya antara lain, demam, batuk, pilek, nyeri

menelan dan pada waktu bicara suara serak, sesak napas, stridor, bila

penyakit berlanjut akan terdapat tanda obstruksi pernapasan berupa

gelisah, napas tersengal-sengal, sesak dan napas bertambah berat.

(Ngastiyah, 2005)

a. Infeksi saluran pernapasan bawah

1) Bronkitis

Bronchitis merupakan infeksi saluran pernapasan akut(ISPA)

terjadi peradangan di daerah laring, trachea dan bronkus

disebabkan oleh virus yaitu : rhinovirus, respiratori, syncytial

virus, (RSV virus influnzae, virus para influenza, dan coxsackie

virus. Dengan faktor predisposisi berupa alergi, perubahan cuaca,

dan polusi udara, dengan tanda dan gejala batuk kering, suhu

badan renah atau tidak ada demam, kejang, kehilangan nafsu

makan, stridor, napas berbunyi, dan sakit di tengah depan dada

(Ngastiyah, 2005).
b) Bronkiolitis

Bronkiolitis akut merupakan penyakit saluran pernapasan yang

lazim, akibat dari obstruksi radan saluran pernapasan kecil

disebabkan olejh virus sisisium respiratorik (VSR), virus para

influenza, mikroplasma, dan adenovirus. Penyakit ini terjdi selama

umur 2 tahun pertama, dengan insiden puncak umur sekitar 6

bulan (Behrman, 2009). Yang di dahukui oleh infeksi saluran

bagian atas disertai dengan batuk pilek beberapa har, tanpa disertai

kenaikan suhu, sesak napas, pernapasan dangkal dan cepat, batuk

dan gelisah(Ngastiyah, 2005).

c) Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian

bawah yang mengenai parenhim paru. Penyakit ini disebabkan

oleh bakteri yaitu: streptococcus pneumonia dan haemophillus

influenza. Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus

aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat dan sangat

progresif dengan mortalitas tinggi. Gejala pneumonia bervariasi,

tergantung umur penderita dan penyebab infeksinya. Gejala-gejala

yang sering dii dapatkan pada anak adalah nafas cepat dan sulit

bernapas, mengi, batuk, demam, menggigil dan nafsu makan

hilang. (Syair, 2009).


d) Tuberkulosis

Merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium bovis. Penyakit

tuberculosis pada bayi dan anak disebut tuberculosis primer

merupakan suatu penyakit sistematik dan berlangsung secara

perlahan-lahan ditandai dengan gejala batuk, demam, berkeringat

malam, penurunan aktifitas, kehilangan berat badan, dan sukar

bernapas (Ngastiyah, 2005)

e) Komplikasi

Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disase yang

sembuh sendiri 5 sampai 6 hari, jika tidak terjadi invasi kuman

lain. Tetapi penyakit ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan

dan perawatan yang yang baik dapat menimbulkan komplikasi

seperti : sinusitis paranasal,penutupan tuba eustachi, empyema,

meningitis dan bronkopneumonia serta berlanjut pada kematian

karena adanya sepsis yag menular (Ngastiyah,2005).


D. Penyebab penyakit ISPA

ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas.

Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan kayu

bakar yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini

banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-

ibu rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan

bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa

disadari telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat

mengeluh batuk, sesak nafas, dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar

kayu tersebut mengandung zaat-zat sperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen,

Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes

RI, 2012).

E. Tanda dan Gejala ISPA

ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran

pernapasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema

mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan

struktur fungsi siliare (muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak

bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas) anoreksia (tidak nafsu

makan). Vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya) gelisah, batuk, keluar

sektet, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi

suprasternal (adanya tarikan dada) hipoksia (kurang oksigen), dan dapat

berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan


mengakibatkan kematian (Nelson, 2010) sedangkan tanda gejala ISPA

menurut (Depkes RI, 2012).

a. Gejala dari ISPA ringan

1) Batuk

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara

(misal pada waktu berbicara atau menangis).

3) Pilek yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari dari 37c atau jika dahi anak

diraba.

b. Gejala dari ISPA sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari

ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

1) Pernafasan lebih 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang

dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang

berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah

dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk

menghitung dapat digunakan arloji

2) Suhu lebih dari 390 c

3) Tenggorokan berwarna merah

4) Timbul tanda bercak-bercak

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok

7) Pernapasan berbunyi menciut-ciut


c. Gejala ISPA berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika di jumpai gejala-

gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala

sebagai berikut :

1) Bibir atau kulit membiru

2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu

bernafas.

3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

4) Pernapasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah

5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas

6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

7) Tenggorokan berwarna merah .

F. Penularan ISPA

Kuman penyakit penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain

melalui udara pernapasan atau percikan ludah penderita. Pada prinsipnya

kuman ISPA yang ada diudara terisap oleh penjamu baru dan masuk ke

seluruh saluran pernafasan. Dari saluran prnafasan kuman menyebar ke

seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi ini rentan, maka ia akan terkena

ISPA ( Ike Suhandayani, 2010).


G. Pencegahan penyakit ISPA

Secara umum imfeksi saluran pernapasan akut pada balita dapat dicegah

dengan cara sebagai berikut (Ardinasari, 2016) :

1) Melakukan imunisasi sesuai usia anak yang disarankan, sehingga bayi,

balita dan anak memiliki kekebalan terhadap berbagai serangan penyakit

2) Menjaga asupan makanan dan nutrisi

3) Menjaga kebersihan lingkungan sekitar

4) Menjauhkan bayi, balita dan anak dari asap rokok, tembakau, dan polusi

udara lain

5) Menghindarkan bayi, balita, dan anak dari sesorang yang tengah

menderita ISPA

H. Pengobatan ISPA

Pengobatan ISPA pada balita dan anak secara umum bisa di lakukan

dirumah. Berikut ini beberapa cara: dengan memberikan obat yang sifatnya

aman dan alami pada balita,sedangkan bayi sebaiknya segera di bawa ke

dokter. Jika demam bayi, yang berusia 2 bln -5 bulan dapat di obati dengan

paracetamol juga dapat di kompres , sedangkan untuk bayi dibawa usia 2

bulan seger di periksakan ke dokter.

Penderita ISPA memerlukan banyak asupan makanan yang bergizi, balita

perlu diberikan makanan sedikit demi sedikit, tetapi rutin dan berulang,

sedangkan untuk bayi yang masih menyususi di butuhkan ASI eksklusif dari

ibu. Agar penderita ISPA tidak kekurangan cairan, berilah air yang lebih

banyak dari yang biasanya baik air putih maupun sari buah. Asupan minuman
yang banyak akan membantu mencegah dehidrasi dan mengencerkan dahak.

(Ardinasari, 2016). Kemudian untuk penanganan ISPA bisa ditentukan

berdasarkan penyebab dari ISPA tersebut antara lain (Khrisna,2013) :

a. ISPA yang disebabkan oleh alergi : cara yang paling tepat dengan

menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi: cara yang paling tepat

dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi tersebut. Tablet

anti alergi biasanya diresepkan oleh dokter untuk menghentikan reaksi

alergi tersebut.

b. ISPA disebabkan oleh virus biasanya ISPA yang disebabkan oleh virus ini

tidak memerlukan pengobatan. Yang diperlukan hanya istirahat, minum

yang banyak dan makan-makanan yang sehat. Dengan istirahat yang

secukupnya, biasa gejala mulai berkurang setelah 2-3 hari berlalu.

c. ISPA disebabkan oleh bakteri dan jamur: ISPA jenis ini memerlukan

antibiotik atau anti jamur untuk membunuh kuman tersebut penggunaan

obat-obat tersebut harus menggunakan resep dokter untuk mendapatkan

hasil yang maksimal dan mengurangi resiko munculnya efek yang tidak

diinginkan .
2.2 Balita

Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik

pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5 bulan

BB naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4x pada umur

2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra sekolah kenaikan BB kurang

lebih 2kg/ tahun, kemudian pertumbuhan konstan mulai berakhir. (Soetjiningsih,

2001 dalam Suparyanto, 2011).

Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah lima

tahun. Istilah ini cukup popular dalam program kesehatan. Balita merupakan

kelompok usia tersendiri yang menjadi sasaran program KIA(Kesehatan Ibu dan

Anak) di lingkup Dinas Kesehatan. Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan

otak yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh

kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang

akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan kemampuan berbahasa,

kreatifitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia Berjalan sangat cepat dan

merupakan landasan perkembangan berikutnya. (Supartini, 2004 dalam Suparyanto,

2011).

Salah satu faktor penyebab kematian maupun yang berperan dalam proses

tumbuh kembang balita yaitu ISPA, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Untuk itu kegiatan yang di lakukan terhadap balita antara pemeriksaan

perkembangan dan pertumbuhan fisiknya, pemeriksaan perkembangan kecerdasan,

pemeriksaan penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan gizi dan pendidikan kesehatan

pada orang tua. (Lamusa, 2006 dalam Abdul Syair, 2009)


2.3. Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Ispa

Faktor- faktor penyebab ISPA terbagi dalam dua kelompok faktor internal dan

faktor eksternal (Depkes, 2009). Faktor internal merupakan suatu keadaan di

dalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit

penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis kelamin, umur, berat badan lahir,

status gizi, dan status imunisasi.

1. Faktor Internal

a. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor resiko terhadap kejadian ISPA yaitu

laki- laki lebih beresiko dibanding perempuan, hal ini disebabkan aktivitas

anak laki-laki lebih banyak dari anak perempuan sehingga peluang untuk

terpapar oleh agent lebih banyak . penelitian yang di lakukan oleh Yusuf

dan lilis (2011), didapatkan hasil bahwa proporsi kasus ISPA menurut

jenis kelamin tidak sama, yaitu laki-laki 59% dan perempuan 41%

terutama pada anak usia muda.

b. Umur

Umur mempunyai pengaruh cukup besar untuk terjadinya ISPA.

Anak dengan umur <2 tahun merupakan faktor resiko terjadinya ISPA.

Hal ini disebabkan karena anak dibawa dua tahun imunitasnya belum

sempurna dan saluran napas lebih sempit. Kejadian ISPA pada bayi dan

balita agar memberikan gambaran klinik yang lebih besar dan jelek, hal ini
disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita merupakan kejadian infeksi

pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara

alamiah .

c. Status Gizi Balita

Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup

kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika

keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun

yang berarti kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap

serangan infeksi menjadi menurun. Oleh karena itu setiap bentuk

gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan merupakan

pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhapad penyakit.

Penelitian yang di lakukan di berbagai negara menunjukkan bahwa

infeksi protozoa pada anak- anak yang tingkat gizinya buruk akan jauh

lebih parah dibandingkan dengan anak- anak yang gizinya baik.

(Notoadmodjo, 2013).

d. Status Imunisasi

Imunisasi berarti memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit

tertentu. Salah satu strategi untuk mengurangi kesakitan dan kematian

akibat ISPA pada anak adalah dengan pemberian imunisasi. Pemberian

imunisasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada balita

terutama penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Setiap anak

harus mendapatkan imunisasi dasar terhadap tujuh penyakit utama

sebelum bisa satu tahun yaitu imunisasi BCG, DPT, hepatitis B, polio,
campak. Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit

infeksi seperti campak, polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis

B. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat

penyakit-penyakit tersebut. Sebagian besar kasus ISPA merupakan

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang tergolong

ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah difter, dan batuk

rejan.

2. Faktor Eksternal

a. Kepadatan Hunian

Kepadatan dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor

829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu

orang minimal menempati luas rumah 8 m 2. Dengan kriteria tersebut

diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan

aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang dapat meningkatkan faktor polusi

dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan adanya hubungan

bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada

bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan

pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini (Prabu, 2009).
b. Ventilasi kurang memadai

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau

dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari

ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar

oksigen yang optimum bagi pernapasan.

2) Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan asap ataupun debu

dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara

3) Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang

4) Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan

5) Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi

tubuh, kondisi, evaporosi ataupun keadaan eksternal.

Mendisfungsikan suhu udara secara merata (Prabu, 2009).

c. Asap Dalam Ruangan

Pencemaran udara dalam rumah terjadi terutama karena aktivitas

penghuhuninya, antara lain : penggunaan bahan bakar biomasa untuk

memasak maupun memanaskan ruangan, asap dari sumber penerangan

yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya, asap rokok,

penggunaan insekstisida semprot maupun bakar. Disamping itu ditentukan

juga oleh ventilasi, penggunaan bahan bangunan sintesis berupa cat dan

asbes (Anwar, A., 2012). Penggunaan bahan bakar biomasa seperti kayu

bakar untuk memasak, arang dan minyak tanah muncul sebagai faktor
resiko terhadap terjadinya infeksi saluran pernapasan. Saat ini sebagian

masyarakat pedesaan masih menggunakan bahan bakar biomasa untuk

memasak. Ditambah lagi dengan kebiasaan ibu yang membawa bayi/anak

balitanya di dapur yang penuh asap sambil memasak akan mempunyai

resiko yang lebih besar untuk terkena ISPA dibandingkan dengan ibu tidak

membawa bayi/anak balitanya di dapur.

d. Tingkat Pengetahuan Ibu

Keterbatasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan merupakan

faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan, serta upaya

pencegahan penyakit. Pada kelompok masyarakat dengan tingkat

pendidikan yang rendah pada umumnya status ekonominya rendah pula.

Mereka sulit untuk menyerap informasi mengenai kesehatan dalam hal

penularan dan cara pencegahannya. Pendidikan yang rendah menyebabkan

masyarakat tidak tahu cara untuk memilih makanan yang bergizi dan

pengadaan sarana sanitasi yang diperlukan. (Soewasti dkk., 2007). Tingkat

pendidikan ibu yang rendah merupakan faktor resiko yang meningkatkan

kematian ISPA terutama pneumonia. Kekurangpahaman orang tua

terhadap pneumonia juga menyebabkan keterlambatan mereka membawa

anak mereka yang sakit pada tenaga kesehatan. Mereka beranggapan

bahwa bayi/anak balita mereka hanya menderita batuk-batuk biasa yang

sebenarnya merupakan tanda awal pneumonia. Orang tua hanya

memberikan obat batuk tradisional yang tidak memecahkan masalah.

(Tuminah, S., 2009).


3. Jenis Lantai

Beberapa ketentuan jenis lantai diantaranya bahan bangunan tidak boleh

terbuat dari bahan-bahan yang mudah terlepas zat-zat yang membahayakan

kesehatan serta serta tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat

tumbuh kembangnya mikroorganisme pathogen serta lantai harus kedap air

dan mudah dibersihkan dan bersifat permanen (plester) (Afandi, 2012).

Rumah yang memiliki jenis lantai keramik atau ubin cenderung lebih banyak

karena mudah dibersihkan dan tidak lembab, sebaliknya lantai yang hanya di

cor, cenderung lembab, tidak kedap air dan bisa menjadi tempat berkembang

biaknya bakteri atau virus penyebab ISPA (Pangemanan dkk, 2016).

Lantai yang berdebu dan basah dapat menjadi sarang penyakit serta

menyebabkan gangguan kesehatan. Debu yang dihasilkan dari lantai bisa

terhirup dan menempel pada saluran pernapasan yang apabila terakumulasi

dapat menyebabkan elastisitas paru menurun dan kesulitan dalam bernapas.

Selain itu lntai tanah, diketahui dapat menyebabkan kelembaban udara dalam

rumah menjadi meningkat dan dapat mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme pathogen (Halim, 2012).


4. Penggunaan Obat Nyamuk

Obat nyamuk terdiri dari berbagai macam jenis, yaitu bakar, semprot,

elektrik dan oles . adapun obat nyamuk yang dapat menimbulkan risiko

terbesar terhadap saluran pernapasan adalah obat nyamuk bakar. Untuk obat

nyamuk semprot, cairan inseksida tersebut berubah menjadi gas setelah di

lepaskan sehingga tidak menimbulkan asap yang berlebihan yang dapat

menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan (Halim, 2012). Sedangkan,

obat nyamuk elektrik lebih kecil lagi menimbulkan asap, karena bekerja

dengan cara mengeluarkan asap tapi dengan daya elektrik. Sehingga makin

kecil dosis bahan zat aktif, makin kecil pula bau yang ditimbulkan dan makin

minim pula kemungkinan mengganggu kenyamanan manusia (Sinaga, 2012)

5. Anggota Keluarga yang merokok

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang 70 hingga 120

mm (bervariasi) dengan diameter sekitar 10 mm, di dalamnya berisi tembakau

yang telah dicacah (Andriyani, 2011). Rokok mengandung zat berbahaya

bernama nikotin, yaitu zat yang berasal dari daun tembakau. Nikotin

merupakan zat yang dapat membuat seseorang perokok kecanduan. Di dalam

tubuh nikiton dengan dosis rendah berdampak pada gangguan saluran

pernapasan (Sukmana, 2009). Tidak hanya nikotin, di dalam rokok juga

terkandung berbagai jenis racun lain yang berdampak pada kesehatan seperti

tar dan karbon monooksida. Tar dapat mengiritasi saluran pernapasan. Karbon

monoksida dapat menempel pada sel darah merah sehingga mengurangi


kemampuan darah dalam membawa oksigen (Ayudhitya dan Tjuatja, 2014).

Akibat merokok yang parah adalah flek hitam di paru-paru (Sukmana, 2009).

Selain itu, merokok memiliki efek samping besar pada sistem kekebalan

tubuh, baik lokal (seperti di saluran pernapasan dan jaringan lunak di paru-

paru) dan di seluruh tubuh (Bellew dkk., 2015).

Perokok aktif adalah orang yang merokok, sedangkan perokok pasif

adalah sebutan bagi orang yang menghirup asap rokok atau tembakau dari

orang lain. Perokok aktif maupun pasif yang terpapar asap rokok akan

meningkatkan risiko terjadinya infeksi (Arcavi dan Benowits, 2017). Asap

rokok yang dihirup oleh perokok pasif, sama bahayanya dengan rokok dan

asap yang dihirup oleh perokok aktif, sama bahayanya dengan rokok dan asap

yang dihirup oleh perokok aktif. Di rumah, risiko perokok pasif seperti anak-

anak dan wanita hamil juga besar. Penyakit perokok pasif hampir sama

dengan penyakit yang di derita oleh perokok aktif. Di rumah, risiko perokok

pasif yang mungkin dapat terjadi pada mereka adalah infeksi telinga dan

gangguan pernapasan (Asma, bronchitis, dan pneumonia pada anak),

gangguan kehamilan dan janin (lahir prematur, cacat fisik, serta gangguan

fungsi jantung dan sistem pernapasan bayi), serta ancaman penyakit

jantung coroner (Thayyarah dan semesta, 2013).


2.4 Kerangka Teori
Kerangka teori faktor-faktor penyebab terjadinya ISPA dalam penelitian ini

dapat dilihat pada gambar dibawah ini .

Jenis Kelamin

Umur

Faktor Internal Status Gizi Balita

Status Imunisasi
Kejadian ISPA

Ventilasi Kurang

Asap Dalam Ruangan

Kepadatan Hunian

Faktor Eksternal Jenis Lantai

Pengetahuan Ibu

Anggota Keluarga
Yang Merokok

Sumber : Modifikasi Notoadmodjo (2013), Prabu (2009), Tuminah, S (2009)

Keterangan :
: Diteliti

: Tidak diteliti

: Berpengaruh

2.5 Kerangka Konsep

Faktor Internall
 Umur

 Status imunisasi
Kejadian
Faktor Eksternal
ISPA
 Kepadatan hunian
 Jenis lantai
 Pengetahuan ibu
 Anggota keluarga
yang merokok
2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Ada pengaruh umur terhadap terjadinya penyakit ISPA pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Arso Timur

2. Ada pengaruh status imunisasi terhadap terjadinya penyakit ISPA pada Balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Arso Timur

3. Ada pengaruh kepadatan hunian terhadap terjadinya penyakit ISPA pada

Balita di wilayah kerja Puskesmas Arso Timur

4. Ada pengaruh jenis lantai terhadap terjadinya penyakit ISPA pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Arso Timur

5. Ada pengaruh pengetahuan ibu terhadap terjadinya penyakit ISPA pada balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Arso Timur

6. Ada pengaruh Asap rokok terhadap terjadinya penyakit ISPA pada balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Arso Timur


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan rancangan penelitian

Metode dalam penelitian ini adalah metode Kuantitatif. Dengan Jenis

rancangan penelitian Analitik yaitu untuk melihat faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Arso

Timur.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukam di Wilayah Kerja Puskesmas Arso Timur bulan

November tahun 2020

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah balita yang berusia 12-60 bulan

dengan jumlah 100 Balita.di Wilayah Kerja Puskesmas Arso Timur .

2. Sampel

Teknik penarikan sampel pada penelitian ini di lakukan secara teknik

sampling , dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu

pengambilan sampel secara random atau acak . Rumus yang digunakan

untuk menentukan besar sampel sebagai berikut (Notoatmodjo, 2002) :


N
n=
1+ N ( d 2)

Keterangan :

N = Besar populasi

n = Besar Sampel

d = Tingkat Kepercayaan/ ketetapan yang di inginkan (0,1)

100
n=
1+100 ( 0,12 )

100
n=
1+100(0,01)

100
n=
1+1

100
n=
2

n=50
D. Definisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala Hasil

Kejadian ISPA Kejadian penyakit Laporan Melihat data laporan Nominal Tidak ISPA= 1
ISPA yang ditandai bulanan ISPA = 0
dengan dengan gejala puskesmas
batuk, pilek disertai Arso Timur
dengan demam yang
diagnosa oleh dokter
Umur Usia balita pada saat Kuesioner 12-60 bln Nominal Umur ≤ 2Th = 1
penelitian yang di (Data Umum) Umur ≥2Th = 0
nyatakan dalam bulan
Status Imunisai Kelengkapan Kuesioner 1. Vaksin BCG Nominal Imunisasi dasar lengkap (skor ≥5) =
imunisasi dasar yang 2. Vaksin DPT 1imunisasi dasar tidak lengkap (skor ≤5)
harus diberikan pada =0
balita sesuai dengan
3. Vaksin difteri
usia nya Tetanus.
4. Vaksin
Tetanus
5. Vaksin
Polimelitis
6. Vaksin
Hepatitis B
7. Vaksin
Campak
Kepadatan Kepadatan penghuni Hasil bagi Wawancara observasi Dokumen observasi Sehat apabila luas lantai dengan jumlah
hunian kamar yang antara luas dan pengukuran penghuni . ≥10 m 2 /orang = 1 tidak sehat
memenuhi syarat lantai dengan dengan roll meter luass lantai dengan jumlah penghuni ≤ 10
kesehatan jumlah
penghuni ≥ 10 m 2/ orang
m2/ org =0
Jenis lantai Bagian alas atau dasar Observasi Kuesioner Nominal 0 = tidak memenuhi syarat jika sebagian/
lantainya suatu seluruh lantai terbuat dari tanah
ruangan atau 1 = memenuhi syarat, jika lantai terbuat
bangunan. Lantai dari ubin/masker/keramir
terbuat dari
ubin/master/keramik

Pengetahuan ibu Kemampuan ibu Kuesioner Menjawab pertanyaan Nominal Pengetahuan baik (mean ≥5 = 1
dalam menjawab dengan benar . Pengetahuan buruk (mean ≤5) = 0
pertanyaan peneliti.

Anggota keluarga Ada tidaknya anggota Kuesioner Wawancara Ordinal O ada


yang merokok keluarga yang 1 tidak ada
merokok
E. Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer

dan data sekunder. Sumber data primer di dapat dari lembatran kuesioner

sedangkan data sekunder didapat dari Laporan Bulanan Puskesmas Arso

Timur mengenai data penyakit ISPA

2. Metode pengumpulan Data

Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah metode metode

kuesioner, observasi dan telaah dokumen.

F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data

Setelah jawaban kuisioner dikumpulkan, penulis melakukan pengolahan data

melalui beberapa tahap yaiutu :

a) Editing

Penulis melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner sudah

lengkap, jelas, relevan, dan konsisten

b) Coding

Penulis merubah data yang berbentuk huruf menjadi data yang berbentuk

angka yang berguna untuk mempermudah analisis data dan mempercepat

entry data.
c) Entry data

Penulis mengentry data dari kuesioner dengan program komputer tertentu

d) Cleaning Data

Penulis mengecek kembali data yang sudah dientry apakah terdapat

kesalahan atau tidak.

G. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini mencangkup 2 macam

analisis yaitu :

1) Analisis Univariat

Analisis Univariat ini bertujuan untuk mendeskrispikan karakteristik setiap

variabel dalam penelitian ini. Analisis dilakukan terhadap masing-masing

dari setiap variabel secara manual dan hasil analisis ini menunjukkan

frekuensi dan presentase dari setiap variabel.

2) Analisis Bivariat

Analisis Bivarat pada penelitian ini menggunakan uji chi square untuk

menguji hipotesis penelitian antara variabel independen dan dependen. Untuk

menguji apakah ada pengaruh antara faktor-faktor internal maupun eksternal

mengenai kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Arso Timur.


DAFTAR PUSTAKA

Andriyani , R. (2011) Bahaya Merokok: 1st edn. Edited by B. Wijanarko. Jakarta: PT.

Sarana Bangun Pustaka. Avaible at: htttp://books.google.co.id/books?

id=HYY2DwAAQBAJ.

Arcavi, L and Benowitz, N. L. (2017) ‘Cigarette Smoking and Infection’, Arch Intern

Med, 164, pp. 2206-2216

Ardinasari, eyita. 2016 . Buku Pintar Mencegah Dan Mengobati Penyakit Bayi Dan

Anak. Jakarta: Bestari

Ayudhitya, D. and Tjuatja , I. (2014) Health is Easy . Jakarta: Avaible at:

https://books.google.co.id/books?id=215hCAAAQBAJ

Bellew, B., Greenhalgh, E and Winstanley, M. (2015) 3.9 Increased susceptibility to


infection in smokers , Melbourne: Cancer Council Victoria. Avaible at:

Behram, dkk. 2009 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Indeks

Depkes RI.2012 Profil Kesehatan Indonesia . Jakarta.

Depkes. RI, 2009 Sistem Kesehatan Nasional . Jakarta

(Dinkes papua, 2017) profil dinas kesehatan provinsi papua tahun 2017

Hidayat, Anwar. Aziz Alimul, 2012, Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Salemba

Medika

Halim F . (2012) Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada Pekerja Industri Mebel Dukuh Tukrejo, Desa
Bondo, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, Provinsijawa Tengah 2012,

Universitas Indonesia

Khrisna, A. 2013 Mengenali Keluhan Anda. Jakarta : Informasi Medika

Kemenkes RI, 2013 Laporan riset dasar kesehatan (Riskesdas) tahun 2013 .

Kementrian Kesehatan RI . Jakarta .

Kemenkes RI, 2018. Laporan riset dasar kesehatan (Riskesdas) tahun 2018 .

Kementrian Kesehatan RI . Jakarta .

Laporan Puskesmas Arso Timur, 2019

Mutaqin 2008 Infeksi Saluran Pernapasan Akut. EGC . Jakarta

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, EGC, Jakarta. Dinkes,

Notoadmodjo, Soekidjo. 2013 . Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : PT


Rineka Cipta
Nelson, 2013 pengertian defenisi operasional info. Jakarta: PT Obor.

Pangemanan, J. I., Sumampouw, O.J and Akili, R. H (2016) Hubungan Antara

Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud jurnal IKMAS , 8(3)

Rahajeng Tumina, S (2009) Prevalensi Determinannya ISPA di Indonesia. Jakarta:

Pusat Penelitian Blomedis dan Farmasi Badan Penelitian Kesehatan. Departemen

Kesehatan RI, Jakarta

Sukmana, T. (2009) MENGENAL ROKOK DAN BAHAYANYA: Jakarta: Be

Champion Avaible at: http://books.google.co.id/books?id=9AdrCwAAQBAJ


Sinaga, E. R. K. (2012) Kualitas Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok . Universitas Indonesia.

Soewasti, dk., 2007 . Pedoman Nasional. Penanggulangan ISPA. Cetakan ke 8.

Jakarta: Depkes

Syair, Abdul. 2009 . Faktor Resiko Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) pada Balita. Jurnal. Di download dari http://www.wordpress.com di akses

tanggal 1 oktober 2020

Suparyono, 2011. Konsep Balita. Di download dari http://www.dr-

suparyanto.blogspot.com di akses tanggal 25 spetember 2020

Suhandayani, 2010 . Infeksi Saluran Pernapasan Akut dan Penanggulangannya.

Medan:

Syair, Umar. 2009. Transformasi Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja di

Indonesia , Jakarta: UI Press.

Suhandayani, 2010. Infeksi saluran pernapasan akut dan penanggulangannya.

Medan: Universitas Sumatera Utara.

Solomon, O. O., Odu, O. O., Amu, E. O., Solomon, O. A., Bamidele, J. O .,

Emmanuel , E., … Parakoyi, B. D. (2018) Prevalence and risk factors of acute

respiratory infection among under fives in rural communities of Ekiti State, Nigeria

Global Journal of Medicine and Public Health. 7(1). 1-12.


Thayyarah, N. and Semesta, S. I. (2013) Buku Pintar Sains dalam Al-Quran : Avaible

at: https: // books.gogle.co.id/books?id=5wC7yXCwndgC

UNIGME, 2018. The United Nations Interagency Group for Child Mortality

Estimation UNIGME. 2018. Levels & Trends in Child Mortality. UNICEF

WHO, 2017 World Health Organization. 2017. 10 Facts on Children's Environmental

healt healt online avaible

https://www.who.int/features/factfiles/children_environmental_health/en/.

Anda mungkin juga menyukai