Status gizi merupakan keadaan atau kondisi tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan dari penggunaan zat gizi. Status gizi dibedakan menjadi status gizi
buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih (Almatsier, 2006). Pengertian lain status
gizi menurut Supariasa (2004) yaitu ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel
tertentu. Menurut Waryana (2010) status gizi adalah keadaan
keseimbangan dalam variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu. Gibson (1990) dalam Waryana (2010) menyatakan status gizi
adalah keadaan tubuh yang merupanan hasil akhir dari keseimbangan antara zat
gizi yang masuk ke dalam tubuh dan
utilisasinya.
Menurut Moehji, S (2003) gizi kurang adalah kekurangan bahan- bahan
nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh.
Menurut Green dan Kreuter dalam Notoatmodjo (2010), menganalisis bahwa faktor
perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama :
a. Faktor-faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor yang melatarbelakangi perubahan perilaku yang
menyediakan pemikiran rasional atau motivasi terhadap suatu perilaku. Faktor ini
meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai, dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung
Faktor pendukung adalah faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi
perilaku individu atau organisasi termasuk tindakan/ ketrampilan.. Faktor ini meliputi
ketersediaan, keterjangkauan sumber daya pelayanan kesehatan, prioritas dan
komitmen masyarakat dan pemerintah dan tindakan yang berkaitan dengan
kesehatan.
c. Faktor-faktor pendorong
Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku. Faktor ini memberikan penghargaan/ insentif untuk ketekunan atau
pengulangan perilaku. Faktor penguat ini terdiri dari tokoh masyarakat, petugas
kesehatan, guru, keluarga dan sebagainya.
Penyakit Kronis
2.1.1 Definisi Penyakit Kronis
Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang atau
bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan. Orang
yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan yang tinggi
dan cenderung mengembangkan perasaan hopelessness dan helplessness karena
berbagai macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis
(Sarafino, 2006). Rasa sakit yang diderita akan mengganggu aktivitasnya sehari-
hari, tujuan dalam hidup, dan kualitas tidurnya (Affleck et al. dalam Sarafino, 2006).
2.1.2 Etiologi Penyakit Kronis
Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat sosial ekonomi,
dan budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang bersifat
permanen yang memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya suatu
kemampuan untuk menjalankan berbagai fungsi, terutama muskuloskletal dan
organ-organ pengindraan. Ada banyak faktor yang menyebabkan penyakit kronis
dapat menjadi masalah kesehatan yang banyak ditemukan hampir di seluruh
negara, di antaranya kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang telah
mengarah pada menurunnya angka kematian dari penyakit infeksi dan kondisi serius
lainnya, nutrisi yang membaik dan peraturan yang mengatur keselamatan di tempat
kerja yang telah memungkinkan orang hidup lebih lama, dan gaya hidup yang
berkaitan dengan masyarakat modern yang telah meningkatkan insiden penyakit
kronis (Smeltzer & Bare, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/78b8ae893e64b1ef02093820eb4d429
7.pdf
https://www.scribd.com/document/332754478/Defisiensi-Gizi
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-srilestari-7541-3-babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/146/jtptunimus-gdl-heripraset-7275-3-babii.pdf