Anda di halaman 1dari 41

NAMA : ELVIANA AGUSTIN

(1807026092) 6C

RESUME PERTEMUAN 2

“PENGANTAR PSIKOLOGI KESEHATAN”

Psikologi Kesehatan ada sejak zaman kuno yang mempercayai bahwa pikiran dan raga
berkaitan sangat erat. Psikologi kesehatan merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari dan memahami tentang bagaimana faktor psikologis dalam menjaga kondisi sehat,
mengapa orang terkena sakit, dan bagaimana respon individu saat sakit. Kondisi sehat atau sakit
merupakan suatu keadaan kontinum, yang artinya kondisi sehat yang dialami individu dapat
mencapai kondisi sehat optimal ataupun bisa juga dalam keadaan sakit bias menjadi buruk
bahkan sampai kekematian.

Terdapat kaitannya antara mind dan body. Mind dan body saling terkait untuk
mewujudkan suatu kontinu yang sehat. Dalam pandangan psikoanalisa yang mengkaji terkait
manusia, terdapat adanya gejala yang muncul secara fisik akibat dari konflik-konflik yang
sedang terjadi. Dalam pengantar psikologi juga membahas mengenai kesakitan, kesehatan, dan
perilaku kesehatan. Kesakitan adalah respon subjektif dari pasien serta keadaan luar yang tidak
sehat. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi individu untuk hidup
sehat, antara lain factor demografi, usia, nilai yang dianut, pengaruh sosial, control pribadi,
factor kognitif, dan pelayanan kesehatan. Sedangkan perilaku kesehatan adalah respon seseorang
terhadap stimulus sehat, sakit, penyakit, serta faktor yang mempengaruhinya.

Pada konsep biopsikososial dan kaitannya dengan psikologi kesehatan, melibatkan 3


faktor didalamnya yaitu factor biologis, factor psikologis, dan factor sosial. Dengan adanya
ketiga factor tersebut konsep biopsikososial sangat erat kaitannya dengan psikologi kesehatan,
dimana membahas tentang kondisi sehat maupun sakit yang berhubungan dengan aspek
fisiologis, psikologis, dan sosial. Selain itu, ada juga keterkaitan antara system tubuh dan fungsi
psikologisnya. Adapun contoh kasusnya yaitu system endokrin merangsang perubahan tubuh
seacara psikologis, dan hubungan system kekebalan tubuh dengan stress.
Adapun istilah Health beliefs yang memiliki arti, perilakui ndividu yang dipengaruhi oleh
persepsi dan kepercayaan individu itu sendiri yang memandang sesuatu sesuai atau tidak sesuai
dengan realitas. Sedangkan istilah cognition illness yaitu kognisi penyakit sebagai keyakinan
akal sehat pada pasien terkait penyakit yang dirasakan. Ada lima kognitif yaitu; identitas,
penyebab penyakit, garis waktu, konsekuensi, dan dapat disembuhkan serta dikendalikan.

RESUME PERTEMUAN 3 (Kel 2&3)

Perilaku sehat-Kelompok 2

 Perilaku sehat: perilaku-perilaku individu untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan


individu yang bersangkutan. Contoh perilaku sehat: tidak merokok, sarapan setiap
pagi, olah raga rutin dan teratur, makan makanan sehat.
 Faktor-faktor yang dapat memengaruhi individu untuk hidup sehat: demografi, usia,
gejala penyakit yang dialami, control pribadi, pengaruh social, nilai-nilai yang dianut
individu serta tujuan pribadi
 Perubahan Perilaku sehat
a. attitude change and health behavior : Individu akan mengubah perilakunya apabila
mendapat informasi yang benar (Educational Appeals). Individu merasa takut
bahwa perilaku dirinya mengganggu kesehatan, maka yang bersangkutan akan
mengubah perilaku untuk mengurangi ketakutan (Fear appeals). Individu dalam
menyikapi pesan pesan kesehatan (Message framing).
b. The Health Belief Model : Individu yang mempraktekan perilaku sehat bergantung
pada 2 factor, yaitu : menghadapi ancaman pada kesehatannya atau percaya hidup
sehat akan mengurangi ancaman yang ada
c. The Theory Of Planned Behavior : perilaku sehat adalah hasil langsung dari
behavioral intention yang meliputi attitude, subjective norms, perceived
behavioral control
 Terapi kognitif dalam perubahan perilaku sehat : self monitoring, Pengkondisian
klasikal, Pengkondisian operan, modeling, Stimulasi kontrol, The Self Control
Behavior
 Modifikasi perilaku: upaya atau tindakan untuk mengubah perilaku tidak adaptif
menjadi perilaku adaptif menggunakan prinsip dan teknik empiris. Strategi modifikasi
perilaku sehat penting dilakukan untuk proses pencegahan, pengobatan dan pemulihan.
Sehingga dapat mencapai perilaku kesehatan.
 Cirri-ciri modifikasi perilaku: Fokus pada perilaku, Menekankan pengaruh belajar dan
lingkungan, Menggunakan metode-metode aktif dan pragmatik untuk mengubah
perilaku, Mengikuti pendekatan ilmiah.
 Kekambuhan: Kekambuhan dialami ketika individu mengalami kondisi penuh
tekanan, motivasi atau tujuan menjaga perilaku sehat tidak lagi kuat, serta kurang atau
rendahnya dukungan social dan berlangsung selama tiga bulan
 Cara menurunkan resiko kekambuhan: Booster session, Terapi relaksasi atau training
asertivitas dan Mempertimbangkan efek jangka panjang pelanggaran proses tritmen
 Pencegahan kekambuhan: program olahraga, manajemen stres oleh individu yang
mengalami kekambuhan dan meningkatkan dukungan sosial.

Perilaku spesifik terkalit perilaku kesehatan- kelompok 3

 Tingkahlaku sehat: Perilaku sehat adalah segala aktivitas yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesehatan. Perilaku ini meliputi beberapa aspek yaitu aspek pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit bila mengalami sakit dan pemulihan kesehatan
apabila telah sembuh dari sakit.
 Perspektif Interisipliner dalam Mencegah Penyakit -> melakukan tindakan atau
perilaku-perilaku positif yang dapat meningkatkan kesehatan seseorang. Peran
masyarakat penting.
 Kreativitas Kognitif : kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru, asosiasi
baru berdasarkan bahan, informasi, data atau elemen-elemen yang sudah ada
sebelumnya menjadi hal-hal yang bermakna dan bermanfaat
 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Kognitif : Kecerdasan (intelegensi),
Sikap, motivasi, nilai dan ciri kepribadian lain, factor lain: (Jenis kelamin, Status
sosial-ekonomi, Urutan kelahiran, Ukuran keluarga, Lingkungan)
 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku sehat antara lain :Variabel
Demografis, Usia, Values, Personal control, Pengaruh sosial, Personal goals,
Perceived symptoms, Akses yankes, Faktor kognitif.
 Faktor Pengembangan: Biologis, psikologis, fisik, social dan emosional
 Faktor Jenis Kelamin: Reaksifisiologis, hormone, dan kebiasan
 Faktor Sosiokultural: Keluarga, lingkungan, budaya, sangat menentukan kualitas
kesehatan mental emosional seseorang dalam menghadapi setiap permasalahan yang
ada
 Program Untuk Meningkatkan Kesehatan: Menyediakan Informasi, Wawancara
Motivasional, Metode Behavioral Dan Kognitif.
 Mempertahankan Perilaku Sehat: Meningkatkan Kesehatan di Sekolah dan Organisasi
Keagamaan, Intervensi Elektronik untuk Meningkatkan Kesehatan
 Contoh: Perilaku gaya hidup Members Fitness Center GOR FIK UNY dalam upaya
memelihara dan meningkatkan kesehatan pribadi dengan menerapkan perilaku hidup
sehat

RESUME PERTEMUAN 4

PENGGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN MEROKOK, ALKOHOL DAN OBAT-


OBATAN TERLARANG
Kecanduanberasal dari kata candu yang berarti sesuatu yang menjadi kegemaran dan membuat
orang ketagihan, maka kecanduan adalah ketagihan, ketergantungan atau kejangkitan pada suatu
kegemaran sehingga melupakan hal-hal yang lain.Kecanduan merupakan suatu kondisi dimana
seseorang secara berulang mengkonsumsi zat psikoaktif yang bersifat alami maupun sintetik.
Tindakan tersebut selanjutnya menyebabkan seseorang tergantung secara fisik maupun
psikologis terhadap zat tersebut.
Faktor-faktor Penyebab Ketergantungan
1. Reinforcement
2. Menghindarikeadaanwithdrawl
3. Isyarat yang berkaitandenganzat (classical conditioning)
4. Harapan
5. Genetik
Merokok dan Kesehatan
Kebiasaaan merokok telah membunuh hamper lebih dari 7 juta manusia setiap tahunnya, 6 juta
akibat rokok aktif dan 900.000 akibat rokok pasif. Kebiasaan merokok dapat mempengaruhi
kesehatan, hal ini disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang terdapat di dalam rokok. Merokok
dapat menyebabkan kanker, penyakit kardiovaskular, dan COPD (Chronic Obstructive
Pulmonary Disease)
Penyalahgunaan Alkohol
Tanda-tandafisik penyalahgunaan alkohol :
- Kemampuan bicara dengan jelas menurun
- Mudah sakit perut
- Penurunan BB
- Mati rasa di tangan dan kaki
- Kegoyangan sementara saat mabuk
Tanda-tanda mental penyalahgunaan alkohol:
- Mudah tersinggung
- Mudah marah
- Gelisah
- Emosional
- Oversleeping
- Kesulitan mengambil keputusan
- Menghindar dari kegiatan yang positif (kegiatan yang tidak memberikan kesempatan
untuk minum)
Tahapansesorangmenjadipecandualkohol (Emattahapalkoholisme)
1. Minumsebagaipelarian
2. Minummejadikebutuhan
3. Minumtanpakedali
4. Minumkarenaketergantungan
PenyalahgunaanObat-Obatan
Berdasarkan UU No.35 Th. 2009 tentang Narkoba, Penyalahguna Narkoba diartikan sebagai
orang yang menggunakan narkoba tanpa hak atau melawan fungsi obat-obatan yang
sesungguhnya.
Ketergantungan narkoba adalah pengkonsumsian narkoba secara terus menerus dengan takaran
yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaanya
dikurangi/dihentikan akan menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Faktor penyebab penyalahgunaan narkoba:
- Faktor Internal
1. Kepribadian
2. Keluarga
3. Ekonomi
- Faktor Eksternal
1. Pergaulan
2. Sosial/Masyarakat
Upaya pencegahan penyalahgunaan penggunaan narkoba
1. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
2. Pendidikan kecakapan hidup (life skill)
3. Tindakan promotive (pencegahan)
4. Tindakan preventif

RESUME PERTEMUAN 5 (kel.5)


STRES DAN KESEHATAN
Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan
yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan
sumber daya dalam sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.
 STRESSOR  Stimulus dari ligkungan yang menentang secara fisik dan psikologis
 STRAIN  REAKSI INDIVIDU TERHADAP STRES
 TRANSACTION proses yang mencakup stressor, strain dan kaitan antara individu dan
lingkungan
 .kondisi stres eustres dan distress
 Stresssor yang berbeda akan mempengaruhi dampak stress tiap orang .
 Peran individu dalam menghadapi stres fight (menghadapi stressor) ,
flight( menghindar dari strss)
 Teori Stress
1. Fight atau flight
Adanya perubahan reaksi fisiologis ketika menghadapi suatu ancaman,
mendorong individu untuk menyerang atau melarikan diri dari ancaman atau
stressor
2. General adaptation Syndrome
 Alarm  fase segera munculnya reaksi individu ketika menghadapi
ancaman atau tuntutan
 Stages of resistance  fase adaptasi
 Stage of exhaustion fase terjadinya kondisi stres
3. Tend and be friend
4. Penyesuaian psikologi dan pengalaman terhadap stres
5. Kondisi Fisiologi terhadap stres
 - Aktivasi saraf simpatis, yaitu cortex menuju hypothalamus untuk
merespon kondisi stres, saraf simpatetik menuju kelenjar adrenal dan
sekresi catecholamines, epinephrine dan norephinephrine
 - Aktivasi HPA yaitu: kelenjar pituitary mensekresi hormon dan prolaktin,
untuk merespon stres hingga akhirnya dapat berfungsi dengan baik
 Skema Stres dan munculnya penyakit
Stres mempengaruhi imun tubuh lipid , TD, aktivitas hormonal meningkat, imunitas
menurun, perilaku merokok, minum-minuman keras, obat-obatan terlarang meningkat,
nutrsisi dan jam tidur menurun.
 Pengukuran terhadap kondisi stres yang dialami individu, dapat diukur melalui beberapa
cara seperti self-report, perubahan hidup yang dialami, emotional distress, perilaku, serta
pengukuran secara fisiologis
 Adaptasi Individu terhadap stres
1. Adaptasi psikologis  inividu mampu menunjukkan ketegangan jangka panjang
atau stres dengan kondisi penuh tekanan shg menjadi terbiasa
2. Adaptasi fisiologis  Habituasi menstimulasi sekresi HPA, ketika mengalami
stres
 Antisipasi terhjadap stres
1. Sebisa mungkin menghindari stressor sebelum ,menjadi stress full
2. Efek pasca stres akan cenderung menolak ketika bertemu dengan kondisi
stressful yang baru
 Sumber-sumber stres Kronis
1. Post Traumatics Stress Disoders (PTSD)
 Pelecehan seksual masa kanak-kanak, pemerkosaan, kerusuhan, dan hal
serupa lainnya.
 Meski tidak berdampak pada PTSD jangka panjang, stressful tetap dapat
berdampak buruk pada keberfungsian fisik dan psikologis.
2. Efek Jangka Panjang Pengalaman Kehidupan
 Keluarga berisiko
 Buruknya sistem regulasi stres, poor health habits.
3. Kondisi Stressful Kronis
 Hidup melarat, hubungan buruk, pekerjaan tingkat stres tinggi.
 Kontribusi dalam sakit secara fisiologis dan psychological distress.
4. Stress Kronis dan Kesehatan
 Kemiskinan, mengalami kejahatan, status sosial ekonomi rendah.
 .Risiko tinggi terhadap kesehatan, berbagai gangguan psikologis.
5. Stress di Tempat Kerja
 .Bekerja dengan posisi duduk dalam durasi yang lama, overload, kondisi
ambigu dan konflik peran, hubungan sosial.
 Kontrol, pengangguran, hasil atau dampak lain dalam pekerjaan.
6. Dualisme Peran
 Peran pekerja dan keluarga, perempuan dengan berbagai peran, sikap
protektif akibat dari ‘’banyak peran’’
 Laki-laki dengan banyak peran, yang berdampak pada kondisi stress yang
dialami remaja

RESUME Stres dan Coping (materi bu dewi)

 Stres suatu kondisi disebabkan oleh faktor individu, lingkungan, yang menimbulkan
kesenjangan tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi , sumber daya sistem biologis,
psikologis, dan sosial dari seseorang
 Stres suatu situasi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan
yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi
dengan sumber daya sistem biologis, psikologis, dan sosial dari seseorang (Sarafino)
 3 Pendekatan untuk mengonseptualisasikan stres
1. Respon Reaksi seseorang terhadap stresor
2. Stressor Keadaan dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau
membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang
3. Proses Hubungan antara manusia dan lingkungan à penyesuaian diri à perasaan
dan bagaimana merasakan
 3 Kategori Stressor :peristiwa katasporik, peristiwa hidup penting, keadaan kronis
 2 komponen respon  psikologis dan fisiologis
 Prosese: stressor individu reaksi A, Reaksi B, Reaksi C
 Penggolongan Stres
1. Stres fizik Stres akibat suhu yang terlalu tinggi /rendah, suara yang sangat
bising, sinar yang terlalu terang, sengatan listrik
2. Stres kimiawi  Stres akibat obat-obatan, zat beracun, hormon, gas, asam-basa
3. Stres mikrobiologi  Stres akibat virus, bakteri, parasit yang menimbulkan
penyakit
4. Stres fisiologik  Stres akibat gangguan struktur, fungsi jaringan, organ yang
menimbulkan fungsi tubuh yang tidak normal
5. Stres proses pertumbuhan  Stres akibat gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada masa bayi-tua
6. Stres psikis  Stres akibat gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya,
keagamaan, dll.
 Penggolongan stres  makro (menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan Cth:
kematian, perceraian, pensiun, kebangkrutan ) dan mikro (Menyangkut peristiwa kecil
sehari-hari Cth: pertengkaran kakak-adik, beban pekerjaan, antri )
 Sumber stres psikologis.  frustasi, konflik, tekanan dan krisis
 3 Fase GAS (General Adaptation Syndrome ) tahap reaksi alarm/ peringatan , tahap
adaptasi, tahap kelelahan
 Penanganan profesional psikoterapi dan pemberian obat

RESUME PERTEMUAN 6 (Kel.6 &7)


COPING STRES—kel.6
Copping stres adalah suatu upaya yang dilakukan setiap orang untuk menyurutkan,
mentoleransi, dan juga melewati stress yang timbul dari berbagai factor yang ada.
Proses koping bukan merupakan suatu tindakan tunggal. Melainkan bersifat dinamis.
Cakupan koping bersifat luas. Koping bersifat variatif. Koping yang benar terhadap suatu
perkara, belum pasti benar bagi perkara lainnya. Menurut lazarus dan folkman tersedia dua
skema coping stress yaitu coping yang berfokus pada perkara dan coping yang berfokus pada
emosi
Untuk menyurutkan rasa stres yaitu dengan adanya sokongan sosial dan mengerjakan
coping stress. Salah satu kebiasaan untuk melewati stres yaitu memperkuatkan sokongan sosial
yang diberikan dan diterima dalam lingkungan sosial, agama, ataupun kelompok.
Mindfullness training, Disclosure dan coping, Manajemen stress, Teknik-teknik pokok
manajemen stress, Program manajemen stress, Training, relaksasi dan manajemen stress,
keterampilan pelengkap lainnya.

Resume kelompok 7
Beberapa macam pelayanan kesehatan yaitu tenaga kesehatan profesional yang praktek,
penuntasan pasien di rumah sakit, peraturan penuntasan kesehatan universal (serupa yang
diterapkan oleh Negara Australia, Kanada, Jerman, Italia, Belanda, Swedia, dan Inggris), dan
peraturan preservasi kesehatan yang tidak universal.
Merasakan indikasi ditentukan oleh banyak unsur antara lain perbedaan individual,
stimulus daerah yang sangat kuat, dampak psikososial, dan perbedaan macam kelamin dan
sosiokultural. Terdapat empat bagian dasar tentang bagaimana individu berpikir tentang sakit
yang dirasakan yaitu pemahaman penyakit, sebab dan bagian yang mendasari patologi, gagasan
prognosis, dan konsekuensi.
Penggunaan layanan kesehatan ditinjau dari golongan usia, jenis kelamin, dan
sosiokultural. Hal-hal yang mendasari seseorang menggunakan, tidak menggunakan, dan telat
menggunakan pelayanan kesehatan yaitu gagasan dan kepercayaan, model kepercayaan
kesehatan, unsur sosial dan emosional, dan penangguhan mencari pelayanan kesehatan.
Adapun perkara-perkara dalam menggunakan pelayanan kesehatan yaitu pengkotakan dalam
pelayanan kesehatan dan sifat pelayanan kesehatan yang berganti seperti hubungan antara dokter
dan pasien, serta makin mahalnya pengeluaran kesehatan.
RESUME PERTEMUAN 7 (kel 8&9)
“Sifat Alami Rasa Sakit”—kel.8

Pain atau rasa nyeri adalah pengalaman ketidaknyamanan secara sensori dan emosional,
yang biasa dikaitkan dengan kerusakan jaringan atau luka yang aktual atau mengancam. Ketika
suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang
dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin,
prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri.

Semua orang baik tua maupun muda pernah mengalami nyeri, seperti sakit perut, sakit
gigi pada bayi, luka atau sakit pada anak-anak. Beberapa nyeri kronik, seperti arthritis (radang
persendian), nyeri tulang punggung bagian bawah, migraine, atau kanker.

Beberapa orang lebih menyukai mencari pengobatan medis tanpa menunda jika
merasakan nyeri. Nyeri yang sangat dan lama dapat mendominasi kehidupan korbannya,
melemahkan fungsi umumnya, kemampuan bekerja, hubungan sosial, dan penyesuaian
emosional. Nyeri memiliki efek sosial dan ekonomi sangat besar pada semua masyarakat di
dunia.
Sebagai mana diketahui bahwa nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat
kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh
genetik, latar belakang kultural, umur dan jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai faktor
kompleks nyeri dan hanya bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes laboratorium
mengarahkan kita pada kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri, terutama
pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orang tua, anak-anak dan pasien dengan
gangguan komunikasi.

Dimensi danr Fisiologi Rasa Sakit


Jenis Rasa Sakit
Tahapan nyeri tergantung pada macam luka/ kerusakan yang terjadi, lokasi, dan lamanya.
Kondisi menyakitkan seseorang juga berbeda tergantung bagaimana rasa sakit berasal dan berapa
lama berlangsung. Terdapat dua dimensi perbedaan nyeri, tergantung dari mana asal rasa sakit
yang menentukan kerusakan jaringan, yaitu:
Pertama, Organic versus Psychogenic Pain. Organic versus Psychogenic Pain, meliputi
luka fisik, seperti luka bakar serius, kerusakan jaringan, sensasi nyata. Jenis luka lain tidak
terdapat kerusakan jaringan dan gagal mendapatkan dasar organik. Luka ini dihasilkan dari
proses psikologis, yang memiliki sensasi tidak nyata Contoh ekstrim: Schizophrenia.
Campuran Nyeri Organik dan Psikogenik. Dimensi nyeri organik dan psikogenik bersifat
kontinum, bukan dikhotomi. Campuran nyeri organik dan psikogenik terjadi bila luka jaringan
sedikit atau tidak nyeri, tidak ada kerusakan jaringan dengan nyeri berat, dan peran faktor
psikologis pada nyeri bertambah ketika kondisi berlangsung lama. Bila pengalaman nyeri kronik
tanpa dasar fisik, kondisi ini didiagnosa sebagai Pain Disorder (diklasifikasi dalam Somatoform
Disorders). “The pain isn’t just in my head, Doc”.
Kedua, Acute versus Chronic Pain. Acute versus Chronic Pain adalah pengalaman nyeri
secara kontinu atau beberapa bulan atau tahun dibedakan dari sesekali atau temporer. Acute Pain
menunjukkan pengalaman ketidaknyamanan dengan kondisi nyeri secara temporer yang
berlangsung kurang dari 6 bulan atau lebih. Jika kondisi yang menyakitkan berlangsung selama
lebih dari 6 bulan, disebut Chronic Pain.
Orang dengan Chronic Pain, memiliki anxiety tinggi dan cenderung mengembangkan
perasaan putus asa dan ketidakberdayaan karena pengobatan medis tidak membantu. Rasa nyeri
bercampur dengan aktivitas kesehariannya, tujuan hidupnya, dan tidurnya. Hal itu dapat
mendominasi kehidupannya. Rasa nyeri itu sendiri dapat mengganggu tidur, dan pikiran.
Problem lain adalah meninggalkan pekerjaan, berkurangnya penghasilan, dan bertambahnya
tagihan pengobatan.
Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik :
Nyeri nosiseptif
Nosiseptif berasal dari kata “noxsious/harmful nature” dan dalam hal ini ujung saraf
nosiseptif, menerima informasi tentang stimulus yang mampu merusak jaringan. Nyeri nosiseptif
berdifat tajam, dan berdenyut.

Resume Kelompok 9
(Manajemen dan Kontrol Rasa Sakit)
Rasa sakit adalah sensori & pengalaman emosional mengenai ketidak nyamanan, yang
umumnya terkait dengan adanya kerusakan jaringan & iritasi secara nyata. Rasa
sakitdipengaruhi oleh konteks bagaimana rasa sakit itu dialami, budaya, jenis kelamin. Stres
dan distress psikologis memperburuk pengalaman rasa sakit. Pengukuran rasa sakit meliputi
laporan verbal dan perilaku rasa sakit. Rasa sakit klinis adalah rasa sakit yang membutuhkan
perawatan khusus dari professional. Rasa sakit klinis dibedakan menjadi dua yaitu rasa sakit
akut dan rasa sakit kronis. Perbedaan antara rasa sakit akut dan kronis adalah durasi waktu
dan efeknya terhadap penderita serta penanganan yang berbeda pula. Perbedaan antara rasa
sakit akut dan kronis adalah terletak pada perbedaan waktu mengalami sakit tersebut dan
efeknya terhadap penderita, atas dasar hal tersebut maka diperlukan penanganan yang
berbeda.
Beberapa metode yang diterapkan oleh para medis atau dokter untuk menangani rasa
sakit diantaranya adalah:
1. Pembedahan
Dengan cara memutus hubungan system saraf tepis sehingga mencegah signal sakit
mencapai otak dan dengan mengambil (menghilangkan) membran yang menyebabkan
peradangan pada persendian arthritis.
2. Penggunaan Obat Kimia
Penggunaan obat-obatan untuk mengatasi sakit akut, mis: epidural block
(menginjeksikan narkotika atau anastesi local).Menggunakan obat-obatan untuk rasa
sakitkronik, misalnya dengan menggunakan opium dengan monitoring secarahati-
hati. Penggunaan obat pereda nyeri merupakan metode yang paling umum untuk
mengontrol rasa sakit. Obat-obatan pereda nyeri ada yang dapat dibeli secara bebas
dan ada pula yang harus menggunakan resep dokter.
3. Kolaborasi dengan Profesional Lain
Oleh karena rasa sakit akut maupun kronis dapat menyebabkan cemas dan depresi
maka dalam penanganannya dokter perlu bekerjasama dengan ahli-ahli lain, seperti
psikolog, pekerja social, fisioterapi. Fisioterapi. Terapi ini dapat berupa terapi panas,
terapi dingin, pijat, atau latihan fisik.
4. Rest, ice, compression, and elevation (RICE)
Merupakan metode untuk meredakan nyeri secara sederhana, dan dapat dilakukan
sendiri oleh pasien di rumah. Dokter akan merekomendasikan pasien untuk
beristirahat, mengompres daerah yang terasa sakit, dan memposisikan bagian tubuh
tersebut lebih tinggi, untuk meredakan nyeri yang sifatnya sementara. Metode RICE
sering digunakan untuk meredakan nyeri pada otot dan sendi, serta sering
dikombinasikan dengan pemberian obat pereda nyeri
5. Akupuntur
Dilakukan dengan menusukkan jarum kedaerah tertentu pada tubuh untuk meredakan
nyeri. Meskipun masih kontroversial, akupunktur cukup popular sebagai metode
pengobatan untuk meredakan nyeri.

Metode lain dalam mengatasi rasa sakit diantaranya adalah metode behavioral dan
metode kognitif. Metode kognitif dan behavioral, pada dasarnya bukan merupakan isu
baru yang digunakan oleh praktisi psikologi. Praktisi mengungkapkan bahwa rasa sakit
dapat dikendalikan tidak hanya dengan metode biochemical atau obat-obatan (drugs),
melainkan dengan memodifikasi aspek motivasi dan proses kognisi. Metode kognitif dan
behavioral yang digunakan untuk mengelola stres dan nyeri karena cedera merupakan
sebuah tantangan yang akan coba diteliti penggunaannya dalam aplikasi nyata. Beberapa
keunggulan dan metode yang melibatkan proses behavioral-kognitif dianggap mampu
memberikan penanganan yang berbeda terhadap stres dan rasa sakit yang seringkali
hanya ditangani dengan biochemical atau obat-obatansaja.

Terapi kognitif stimulasi atau Cognitive stimulation therapy adalah sebuah


program yang melibatkan pesertanya untuk berdiskusi mengenai kegiatan sehari-hari
sebagai usaha untuk menstimulasi aktivitas mental.

RESUME PERTEMUAN 8(kel.10)


Kelompok 10. Manajemen Penyakit Kronis

A. Respon-Respon Emosional
Akibat sakit kronis ada 3 yaitu pengingkaran, depresi, dan kesemasan. Pada awal-
awal mengalami sakit, subjek mengingkari bahwa diri mereka sakit berat. Penyangkalan
tersebut berkaitan dengan aspek ketidaktahuan mengenai penyakit yang sesungguhnya
mereka alami, disamping itu pengalaman sakit sebelumnya turut membangun opini
mereka mengenai sakit yang dialami sebagai suatu hal yang biasa saja. Lalu mengalami
depresi yang umum terjadi pada pasien dengan nyeri kronis. Depresi pada pasien dengan
nyeri kronis dikaitkan dengan fungsi yang menurun, respon pengobatan yang lebih buruk
dan peningkatan biaya perawatan. Lalu menimbulkan rasa kecemasan, merupakan
perasaan takut atau khawatir yang disebabkan oleh berbagai peristiwa yang bersifat
subjektif.
B. Isu-isu Personal
Dalam Penyakit Kronis sebagai pertimbangan dalam manajemen individu yang
mengalami sakit kronis ada 4 yaitu The Physical Self, The Achieving Self, The Social
Self, dan The Private Self. The Physical self adalah proses biologis dan fisiologis yang
membentuk aspek fisik pengembangan dan fungsi seseorang. The Achieving Self atau
diri yang berprestasi akan tercapai apabila fungsi tubuh secara keseluruhan berjalan
denga baik. The Social Self diartikan bagaimana lingkungan sosial memandang diri kita.
Dengan dukungan sosial yang baik akan meningkatkan motivasi individu untuk
sembuh.The Private Self persepsi seseorang tentang diri pribadinya. Pada orang yang
sakit, biasanya mereka tidak langsung percaya atau cenderung menyangkal bahwa dirinya
sedang sakit. Sehingga akan mempengaruhi perilaku orang tersebut dalam mencari dan
melakukan tindakan pengobatan.
C. Coping Pada Penyakit Kronis
Menurut teori Richard Lazarus terdapat dua bentuk coping, yaitu yang
berorientasi pada permasalahan (problem-focused coping) dan yang berorientasi pada
emosi (emotion-focused coping). Menurut Individu dengan penyakit kronis cenderung
menggunakan strategi coping pasif, seperti pengalihan dan menghindar. Pasien dengan
strategi coping cenderung aktif menggunakan fight terhadap stres, memiliki kontrol
internal & keyakinan yang cenderung tinggi diri dalam kontrol penyakit, memiliki
penyesuaian diri yang baik terhadap sakit kronis yang dialami.
D. Komanajemen Penyakit Kronis
Individu-individu dengan penyakit kronis berdampak atau mengubah kondisi
fisik, yang berujung pada perubahan bahkan masalah-masalah terkait aktivitas
(pekerjaan). Individu dengan penyakit kronis berdampak pula pada interaksi sosial,
termasuk berdampak pula pada keluarga yang bersangkutan. Anak-anak dengan penyakit
kronis memiliki masalah tersendiri, oleh karna belum memahami secara penuh terkait
penyakit yang diidap dan keterlibatan dalam program intervensi tidak semata-mata dari
kemauan sendiri. Pentingnya peran positif ortu terhadap anak-anak dengan penyakit
kronis. Berikut komanajemen yang bisa dilakukan pada pengidap penyakit kronis
yaituterapi medis, terapi perilaku, pendekatan operant, terapi kognitif, terapi
interpersonal, terapi fisik, dan plasebo.
E. Intervensi Psikologis Dan Penyakit Kronis
Berikut beberapa penyakit kronis dan intervensi psikologisnya yaitu penyakit
asmadengan aturan medis penyakit asma yaitu: Avoid known triggers,Medications (asma
akut): Bronchodilators (membuka aliran pernafasan) &Antiinflammatories (mencegah
serangan asma), dan Exercise. Faktor psikososial penyakit asma yaitu stres serta emosi
negatif berkontribusi terhadap kemunculan & buruknya penyebab asma. Strategi coping
seperti : penerimaan, reappraisal, cenderung meningkatkan fungsi paru-paru. Penyait
epilepsi dengan aturan Pengobatan anticolvusant secara terus-menerus untuk
mengendalikan kejang-kejang dan metode lain dengan penanaman alat utk menstimulasi
vagal nerve (bila ditemukan kerusakan neurologi secara jelas). Penyakit hipertensi dapat
diberikan intervensi untuk mengonsumsi obat hipertensi secara teratur, menerapkan diet
rendah garam, juga mengikuti pola hidup sehat. Penyakit Diabetes Mellitus dengan
intervensi melalui pengobatan medis, diet, olahraga, pemeriksaan rutin, dan manajemen
berat badan. Pada penyakit stroke dengan ntervensi melalui rehabilitatif seperti
psikoterapi : treatment untuk depresi akibat stroke, cognitive remedial training : restore
intellectual functioning, movement therapy : latihan keterampilan motorik kasar & halus
dan group therapy.

RESUME PERTEMUAN 10
Kelompok 1 dan 2
Kelompok 1. PengertianKesakitan, Kesehatan, dan Perilaku Kesehatan
Terminologi
Kesehatan (health) merupakan salah satukonsep yang menjelaskankondisikesejahteraanfisik,
mental, dan sosial yang lengkap dan bukansekadartidakadanyapenyakitataukelemahan. Faktor
yang berbedamenyebabkansukarmendefinisikankesehatan, kesakitan, dan
penyakitkebanyakansumberilmiahsetujubahwadefinisikesehatanadapunharusmengandung paling
tidakkomponenbiomedis, personal dan sosio-kultural( Gochman, 1988; De Clerq, 1993).'Word
Health Organization' (WHO) menjelaskankesehatansecaraluastidakhanyameliputi (ketidak-
adanya) aspekmedistetapi juga aspek mental dan sosial 'kesehatan' diartikansebagai :kedaan
status sehatutuhsecarafisikmentak (rohani) dan sosial, dan bukanhanyasatukeadaan yang
bebasdaripenyakit, cacat dan kelemahan.
PenyakitKesakitan
Penyakit (disease) dan kesakitan (illness), menurut Cassel "kesakitanadalahapa yang
dirasakanpasiensaatdiapergikedokter, sedangpenyakitadalahapa yang
didapatnyasetelahpulangdaridokter.Menurut (Helman 1990) penyakitadalahsesuatu yang
dimilikisuatu organ, sedang "illness" adalahsesuatu yang dimilikiseseorang.Kleinman
menggambarkanpenyakitsebagaigangguanfungsiatauadaptasidari proses-proses biologis dan
psikofisiologis pada seseorang, kesakitanadalahreaksi personal, interpersonal
sertakulturalterhadappenyakitatauperasaankurangnyaman (Salan,
1988).Kesakitanadalahresponsubjektifdaripasien, sertarespondisekitarnya,
terhadapkeadaantidaksehat. Tidakhanyamemasukkanpengalamantidaksehatnyasaja, tapi juga arti
pengalamantersebutbagidia (Helman, 1990).
Perilaku Kesehatan dan Status Kesehatan
Perilakukesehatanadalahhal yang berkaitankepercayaan, ekspektasi, motif, nilai, persepsi, dan
elemenkognitiflainnya, karakteristik personality, termasukperasaan dan emosional, dan
polakebiasaan, perbuatan dan kebiasaan yang berkaitandengankesehatan dan
peningkatankualitaskesehatan. Di Indonesia perilakukesehatansudah lama dikenaldalam 15
tahunterakhirinikonsep-konsepbidangperilaku yang
berkaitandengankesehataninisedangberkembangdenganpesatnya.khususnya,
dibidangantropologimedis dan kesehatanmasyarakat.Status kesehatan (health status)
adalahkeadaankesehatan pada waktutertentu. Status
kesehatantidaksamadenganperilakukesehatan. MenurutGochman (1988),
persepsiseseorangterhadap status ataupersepsipeningkatan, kesembuhanatauperubahan lain pada
status kesehatanadalahperilakukesehatan.
Factor Risiko
Konsepfaktorresikomerupakankonsepkuncidalampenelitian, peningkatanteorisertapencegahan
dan promosikesehatan. Penggunaankonsepresikomerupakanbiomedis yang
menunjukkanperhatianakanhasilnegatif yang berhubungandenganmorbiditas dan mortalitas.
Sebagaicontoh, hipertensi dan
kolesterolberserumtinggimerupakanfaktorresikobagipenyakitkardiovaskular.
Faktorresikoadalahciri-cirikelompok individual yang menunjukmerekasebagai at-high-risk
terhadappenyakittertentu. Contohnya, kelompok orang yang makanmakanandenganasam lemak
tinggibiasanyameningkatderajatkolesterol serum, faktorresikobagipenyakitjantungkoroner.
Merokokdianggapsebagaifaktorresikoutamabaikbagipenyakitjantungkoronermaupunkankerparu.
Karena kemungkinanmendapatkanpenyakitinilebihbesardari pada orang yang tidakmerokok.
Model-model Kesehatan dan Penyakit
Kesehatan dipengaruhi oleh berbagaimacamfaktor. Banyak model-model yang
mencobamenerangkanbagaimanafaktor-faktortersebutdapatmempengaruhikesehatan. Schmidt
dkk. 1990 memberikantinjauan model kesehatan yang digunakandalampsikologikesehatan.
a. Model linear (model medis) : model inimerupakan model
analogidarietiologisuatupenyakit. Sebagaicontohnyayaitu( demamberdarah dengue
adalahsuatupenyakit yang disebabkan oleh satupatogen virus yang
ditularkanmelaluinyamuk Aides aegypti).
b. Model multifactorial :menjelaskanbahwakesehatandipengaruhi oleh komponen-
komponen yang berbeda dan kompleks. Kelemahandari model
iniadalahkurangmemperhatikanhubunganantarakomponen-komponennya.
Hubungan Kesehatan dan Perilaku
Epidemiologidapatdimanfaatkanuntukberbagaitujuan (SoeharyoHadisaputro, 1992) :
a. Memberigambarantentangpenyebaran dan besar/luasnyamasalahtertentu pada
masyarakat.
b. Menjelaskanfaktoretiologik, pejamu, dan lingkungan.
c. Menguraikankelompok-kelompokpenduduk yang
mempunyairisikotinggiuntukterjangkitnyasuatupenyakittertentu di masyarakat.
d. Mengevaluasiefektivitas program kesehatan yang sedangdilaksanakan.
Risetepidemiologisbertujuanuntukmengetahuihubunganantarakesehatan/penyakit dan faktor-
faktorresiko.
Perilaku Kesehatan di Negara-Negara Industri
Di bawahiniakandiberikaninformasitentang 5 penyebabkematian yang utama di Amerika
Serikat :
a. Penyakitjantung :merokok, kolesteroltinggi, kurangberolahraga, tekanandarahtinggi, dan
stress.
b. Kanker :merokok, penyalahgunaanminum-minumankeras, cara diet yang salah.
c. Stroke :merokok, kolesteroltinggi, tekanandarahtinggi, dan stress.
d. Kecelakaan :penggunaanalkohol, penyalahgunaanobat,
mengendaraikendaraanterlalukencang, tidakmenggunakansabukpengaman.
e. Influenza dan pneumonia :merokok dan tidakmendapatvaksinasi.
KebutuhanakanRisetPerilaku Kesehatan.
Dalam program kesehatan, risetperilakukesehatanmenjadihal yang penting.
Risetdasardalamperilakukesehatanakanmeningkatkanefektifitas dan rancanganintervensiserta
program untukmembawaperubahanperilaku.
Sekaranginikebanyakanpromosikesehatandidasarkanatasrisetperilakukesehatan.
Kelompok 2. Perkembangan di DalamSistemPerawatan Kesehatan.
Sebelum1987 :Krisis Kesehatan
Setelah Perang Dunia II, profesionalisasi yang tumbuh
(baikdisektormedismaupundisektorpsikologis), mengarah pada suatuspesialisasi yang ‘lebih’ dan
dipusatkan pada sistemperawatankesehatan. Berkaitandenganevolusiini, Tapp& Warner (1985)
menyebutkanmedikalisasimasalah. Sebagaicontohdahuluhampirsemuaperilakumenyimpangdicap
‘sakit’ atau ‘jelek’. Denganpendefinisiankembaliperilakumenyimpangsebgai ‘sakit’,
banyakpermasalahan-permasalahan yang
berkaitandengankontrolsosialsekarangdimasukkankedalamsistemperawatanmedisuntukpemecaha
nnya. Penggolongankembalitersebut juga mempromosikanpenggunaan model
biomedisuntukmencaridasar-dasarbiologisuntukperilaku yang menyimpang.
Fokusnyalebihkepadaperawatanpenyembuhandaripadapencegahan; dengan kata lain hanya
orang-orang yang sudahsakit yang mendapatpertolonganmedis.
Konsekuensidarikeadaantersebutyaituhanyasebagiankecilpenduduk yang
dapatmemanfaatkanpertolonganini,
sementarasebagianbesarlainnyasangatterlambatuntukmendapatkanpertolongan (bisaterjadi pada
penyakitkronis).
Jadi walaupunteknologikesehatansemakinmaju, semakinbanyak orang meninggal dunia
oleh penyakitkronis yang berkaitandengangayahidup, kebiasaan, kecelakaan dan lainnya.
Akhirnya orang mulaimenyadaribahwa rasa yakinberlebihan pada
perawatanmedisternyatatidakmemecahkanmasalah. Hal
tersebutmengakibatkanadanyakrisiskesehatan di tahun 1970 dan 1980-an.
2. Setelah 1987 :SuartuPerubahanRadikal di DalamPerawatan Kesehatan
Pada tahun 1977, WHO membuatkeputusanpenting yang berisibahwasasaran yang
utamadaripemerintah dan WHO dalamdekade yang akandatangsebaiknyahasil yang dicapai oleh
semua orang di dunia pada tahun 2000, tingkatkesehatan yang
akanmemperbolehkanmerekauntukmenyelenggarakankehidupan yang
produktifsecarasosialmaupunekonomis.
3. Pelayanan Kesehatan Dasar di Indonesia
Pendekatanpelayanankesehatandasar (primary health care) di Indonesia membuatsasaran pada
problem-problem pelayanankesehatan, khususnyaadanya (availability), haldapatdicapai
(accessibility) dan ketepatan (appropriateness). PHC
mengubahperhatiantradisionaldariinstitusipusat yang jumlahnyasedikitmenjadi wilayah
kebutuhan yang paling luas, yaitumasyarakat local.
Konsepdasarnyamenunjukkanbahwasumberterbesardarikesehatanadalahpotensi orang-orang
untukmerawatdirisendiri. Pelayanan-pelayanan dan program-program
pokokberikutinimerupakankerangkadasardaripendekatan PHC (government of Indonesia-
UNICEF, 1989) :
a. Memperluas program imunisasi
b. Kesehatan ibu dan anaksertakeluargaberencana (KB)
c. Mengendalikanpenyakitdiare
d. Infeksisaluranpernafasanakut (ISPA)
e. Kebersihanlingkungan dan sumber air
Usaha-usahakesehatanpokok yang dilaksanakan di puskesmpas, paling
sedikitharusmeliputipelayanandasar (the basic seven) seperti yang dianjurkan WHO yaitu :
a) Pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan
b) Kesejahteraanibu dan anak dan keluargaberencana
c) Pencegahan dan pemberantasanpenyakitmenular
d) Hygiene dan sanitasilingkungan
e) Pendidikan kesehatankepadamasyarakat
f) Perawatankesehatanmasyarakat
g) Pengumpulan data-data untukpenilaian dan perencanaan

RESUME PERTEMUAN 11
Evolusi-Evolusi di Dalam Disiplin Ilmu yang Berhubungan dengan Kesehatan
Sekitar permulaan abad ke-20, hubungan antara ilmu kedokteran dengan psikologi untuk
pertama kalinya diresmikan dalam karya psikoanalisis Freud. Freud menegaskan bahwa banyak
gejala fisik yang dapat diterangkan dalam konflik-konflik yang tidak disadari.
Gagasan psikoanalisis mempengaruhi pemikiran medis yang menghasilkan
Psychosomatic Medicine (Ilmu Kedokteran dan Psikomatis). Sedangkan Psychosomatic
medicine mulai memfokuskan diri pada pendekatan-pendekatan dan teori-teori baru yang
menyangkut hubungan antara faktor psikologis dan sosial, fungsi-fungsi biologis, dan
perkembangan masalah penyakit.
Dari pandangan medis ini, di temukanlah “Behavioral Medicine”. Istilah ini pertama
kali digunakan oleh Birk, pada tahun 1973, yang mendefinisikan ‘biofeedback’ sebagai
pendekatan didasarkan atas teori belajar untuk pengobatan gangguan medis. Adapun topik pada
behavoiral medicine yaitu; mekanisme penyakit, ketaatan, kesabaran dalam mengambil
keputusan, dll. Biofeedback membuktikan adanya suatu hubungan yang berlangsung dan
mendalami antara pikiran manusia dan tubuhnya dari yang pernah dipikirkan sebelumnya.
Selanjutnya terdapat Evolusi dalam Ilmu Sosial dan Psikologi (Terapan). “Independen
Commission on Health Research for Development” internasional yang mempromosikan
“Essential National Health Research” (ENHR) dalam setiap negara. Tujuan ENHR yaitu
menyatukan penelitian, kebijaksanaan dan perilaku.
Psikologi kesehatan diakui oleh ‘American Psychological Association’ pada tahun 1978.
Kemudian lima tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1982, ‘The Interamerican Congress of
Psychology’ di Quito, Ecuador, mencurahkan banyak perhatian pada psikologi kesehatan guna
memperbaharui nama kegiatannya. Sejak saat itu banyak perhatian dunia yang tertuju pada
konsep dan penerapan kemampuan psikolog untuk masalah-masalah sistem kesehatan. Tujuan
umum psikologi kesehatan adalah perubahan gaya hidup yang merusak kesehatan. Sedangkan
tujuan khusus nya meliputi perubahan perilaku dalam pelayanan kesehatan preventif,
perlindungan kesehatan dan promosi kesehatan
Perbedaan utama antara behavorial medicine dengan psikologi kesehatan adalah bahwa
behavorial medicine adalah bidang indisipliner, sedangkan psikologi kesehatan adalah sub-
bagian dari psikologi. Disiplin kesehatan yang terkait dengan psikologi kesehatan lainnya adalah
sosiologi medis, antropologi medis, behavorial pediatrics dan lainnya.

KESEHATAN DAN KESAKITAN SEMASA KANAK-KANAK DAN REMAJA


Menurut Eiser (1990), semua anak perlu untuk mengembangkan sikap-sikap positif
terhadap perawatan diri sendiri dan perilaku kesehatan mereka saat itu. Contohnya diet lemak
dimana hal ini tidak hanya berkaitan dengan obesitas dimasa kanak-kanak, tetapi juga terkai pada
penambahan resiko terkena penyakit kardiovaskuler. Keadaan sakit pada anak yang akut dan
diopname di rumah sakit akan memberikan dampak stress dan kadang-kadang menimbulkan
akibat yang merugikan dalam waktu yang lama.
Menurut Burbach dan Peterson (1986), Pengetahuan tentang tenaga kesehatan mengenai
konsep kesakitan anak memperbaiki komunikasi antara pakar kesehatan anak dengan anak
mengenai pencegahan dan pengobatan kesakitan. Mereka percaya bahwa konsep anak tentang
kesakitan mempengaruhi serangan, jalan, prognosis bagi kesakitan anak-anak.
Gambaran perubahan kognitif pada anak dalam proses memahami badan, pengetahuan
dan sikap-sikap menurut Glaun, Rosenthal 1987, dan Eiser 1985 yaitu; pendidikan kesehatan
yang efektif tergantung pada pengetahuan anatomi dan fisiologi secara tepat. Dan komunikasi
dengan anak-anak yang menderita penyakit kronis. Komunikasi tersebut antara lain mengenai
keterangan terhadap penyakit, pengobatan dan frekuensi dimana dijelaskan dengan bahasa yang
dimengerti oleh kognitif anak-anak.
Menurut Glaun, Rosenthal 1987 “tidak mengherankan bahwa pengetahuan tentang badan
bertambah bersama umur, tetapi tantangan yang sesungguhnya ialah menerangkan mengapa
pengetahuan anak itu maju dengan urutan yang dapat diramalkan dan atau bagaimana
pegetahuan semacam itu diperoleh (Eiser 1985). Sedangkan menurut Cridder pada tahun 1981
beranggapan bahwa pengetahuan anak tentang badan itu bertambah lewat urutan-urutan
sistematis dan dapat diramalkan, mengikuti tahap-tahap piaget
Konsep penyakit dan kesakitan Menurut Burbach dan Peterson (1986) Pada waktu silam,
perhatian lebih banyak difokuskan pada segi psikodinamis kesakitan anak-anak. Penelitian
psikodinamis memusatkan pada pengaruh intrapsikis kesakitan. Contohnya hubungan antara
opname dirumah sakit dengan kecemasan akan perpisahan. Pendekatan sosiologis memusatkan
pada faktor-faktor sosial dan budaya dan menekankan kuatnya pengaruh proses sosialisasi umum
tehadap keyakinan kesehatan anak dan perilaku sakit anak. Campbell 1978, yang mendukung
pendekatan ini menekankan hubungan penting antara ciri status sosial orang tua dengan orientasi
kesehatan anak dengan perilaku selanjutnya.
Terdapat kelemahan metodologis tentang konsep anak terhadap penyakit antara lain; Deskripsi
yang tidak baik tentang sample, Alat-alat penilaian dan prosedur yang digunakan, Kurangnya
kontrol dalam pengamatan observasi, Efek-efek dari harapan, dan Variabel lainnya yang
mengganggu penelitian , Sedikitnya perhatian pada masalah reabilitas da validitas.
Pendekatan alternatif Menurut sigelman dkk (1993), berpendapat bahwa bibace & walsh
menggolongkan anak dalam 1 tingkat perkembaangan yang umum dan kurang memperhatikan
adanya kemungkinan perkembangan pada bidang khusus. Schmidt & weishaupt (1990),
menunjukan konsep kesakitan tidak hanya dipengaruhi perkembangan kognitif saja tetapi juga
oleh ciri-ciri atau sifat khusus dari penyakit, khususnya aspek konkret dari penyakitnya.
Misalnya, flu merupakan penyakit yang mudah diketahhui karena lebih sering dilihat dalam
keluarga atau dalam pengalaman anak sendiri.
Konsep kesehatan diantara anak-anak di Indonesia. Penelitian yang dilakukan mahasiswa
psikologi kesehatan menunjukan bahwa sebagian besar (53,2%) anak-anak sudah memahami arti
dari sehat adalah “tidak sakit”; 14,8% menjawab sebagai ‘kekuatan” tubuh; 8,3% menjawab
“gangguan aktivitas sehari-hari”; kombinasi dari “tidak sakit-kekuatan tubuh” sebanyak 7,7%;
dan sebanyak 6,2% mengacu pada “kesejahteraan fisik dan psikologi”.
STRESS DAN KESEHATAN
Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan
lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi
dengan sumber daya dalam sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stressor
merupakan suatu stimulus. Dapat juga diartikan sebagai peristiwa yang berasal dari lingkungan,
yang menantang secara fisik dan psikologis.
Strain merupakan reaksi individu terhadap stres atau reaksi yang berupa reaksi secara
psikologis dan fisiologis.Transaction merupakan proses yang mencakup stressor, strain dan
kaitan antara individu dan lingkungan. Transaction sifatnya berkelanjutan dan mengalami proses
penyesuaian. Kondisi stres dibagi atas dua jenis yaitu kondisi stres yang baik yaitu eustress, dan
kondisi stres yang cenderung berdampak pada performa atau kondisi buruk pada diri individu
yaitu distress.
Berikut macam-macam teori stress antara lain; Fight atau flight, General Adaptation
Syndrome ada (3 fase berdasarkan teori oleh Selye yaitu Alarm, Stages of resistence, Stages of
exhaustion), Tend and be Friend, Penyesuaian Psikologis dan pengalaman terhadap Stres,
Kondisi Fisiologis terhadap Stres
Stres dapat mempengaruhi sistem imun tubuh karena lipids, tekanan darah, aktivitas
hormonal meningkat, imunitas menurun, perilaku merokok, minum-minuman keras, obat-obatan
terlarang meningkat, nutrisi dan jam tidur menurun. Terdapat 2 adaptasi pada stress yaitu
adaptasi psikologis, dan adaptasi fisologis. Selain adaptasi terdapat juga sumber-sumber data
stress kronis yang meliputi; Post Traumatics Stress Disoders (PTSD), Efek Jangka Panjang
Pengalaman Kehidupan, Kondisi Stressful Kronis, Stress Kronis dan Kesehatan, stress di Tempat
Kerja, Dualisme Peran
RESUME PERTEMUAN 12
PENGERTIAN STRESS
- Teori Cannon, 1932 tentangrespon “Fight-or-Flight” →
Ketikaorganismemerasakanadanyasuatuancaman, makasecaracepattubuhakanterangsang dan
termotivasimelaluisistemsyarafsimpatetik dan endoktrin.
Responfisiologisinimendorongoranismeuntukmenyerangancamantersebutataumelarikandiri.
- Teori Hans Seyle, 1936 tentang “General Adaptation Syndrome (GAS)” →
Ketikaorganismeberhadapandengan stressor,
diaakanmendorongdirinyasendiriuntukmelakukantindakan. Usaha inidiatur oleh kelenjar
adrenal yang menaikkansistemsyarafsimpatetik.
Tanpamemperhatikanpenyebabdariancaman,individuakanmerespondenganpolareaksi yang
fisiologis yang sama (non-specific response). Selebihnya, apabila stress
terjadisecaraperulangatauberkepanjanganmakaakanmelicinkan dan mematahkansistem (wear
and tear of the system)

1. Pendekatan-Pendekatan Stress
- Stress Sebagai Stimulus
Stres model stimulus merupakanmodel stress yang
menjelaskanbahwastresituadalahvaribelbebas (independent) atausituasilingkungan yang
seseorangrasakanbegitumenekan dan
individutersebuthanyamenerimasecaralangsungrangsanganstrestanpaada proses penilaian.
- Stress SebagaiRespon
Merupakanpendekatan yang memfokuskan pada reaksisesorangterhadap stressor
dan menggambrkansetresssebagaisebuahrespon.
Respontersebutmerupakanreaksitubuhterhadapsumberstressebagai variable
terikatatauhasil. Hasil stresitubersumberdaridalamdiriindividu.
- Stress SebagaiInteraksi Antara IndividudenganLingkungan
Pendekataninimenggambarkan stress sebagaisuatu proses yang meliputi stressor
dan strain denganmenambahkandimensihubunganantaraindividudenganlingkungan
(hubungantransaksional). Disini stress tidakhanyasebagai stimulus atausebuahresponsaja,
tetapi juga proses dimanaseseorangmenjadipenganara (agen) yang aktif yang
dapatmempengaruhi stressor melaluistrategi-strategiprilaku, kognitif, dan emosional.
- PenilaianPsikologisTerhadap Stress
Sekarangini model stress tidakhanyamemfokuskan pada faktorbiomedissaja,
tetapi juga faktorpsikologis. Salah satufaktorpsikologisiniadalah ‘representasi’ atau
‘penilaian’ terhadapancaman.
2. Sumber-Sumber Stress
- Sumber-Sumber Stress di dalamDiriSeseorang
Sumber stress dapatberasaldaridalamdiriseseorang, salah
satunyamelaluikesakitan. Tingkat stress yang muncultergantung pada keadaan rasa sakit
dan umurindividu. Stress juga
akanmunculdalamdiriseseorangmelaluipenilaiandarikekutanmotivasional yang melawan,
apabilaseseorangmengalamikonflik dan konflikinimerupakansumberutama stress.
- Sumber-Sumber Stress di dalamKeluarga
Stress inidapatbersumberdariinteraksiantara para anggotakelurga.
Contohnyadapatberupaperselisihandalammasalahkeuangan, perasaansalingacuhtakacuh,
tujuan-tujuan yang berbedaatautaksearah, dll.
- Sumber-Sumber Stress di dalamKumunitas dan Lingkungan
Merupakansumber stress yang
disebabkankarenaadanyainteraksisubjekdiluarlingkungankeluarga.
- Pekerjaan dan Stress
Stress
karenapekerjaanbisaterjadikarenabeberapafaktordiantaranyaberasallangsungdaripekerjaan
, dan dariinteraksiantarlingkungansosialdenganpekerja.
- Stress yang BerasaldariLingkungan
Lingkungan yang dimaksuddisiniadalahlingkunganfisik, sepertikebisingan, suhu
yang panasataudingin, bencanaalamseperti: anginbadai, banjir dan bencana non alam
(radiasinuklir, kecelakaan).

3. Tingkat Keseriusan Stressor


Padamulanya pendekatanterhadap stress menekankan pada kejadianhidupsebagaisumber
stress. Pendekatan yang cukupbarulagiadalahperhatianuntukkejadiankejadiantraumatis yang
ekstrim, baikbuatanmanusia (contohperang) maupunbencanaalam (tornado).
Orang yang menderita PTSD 'Post-Traumatic Stress Disorder"
mempunyaicirikhasyaitumengalami Stressor yang sangatekstrim. Salah
satureaksiterhadapkejadian yang penuh stress adalahtidakresponsif,
sepertikurangnyaminatuntukmelakukanaktivitas, melepaskandiridariteman-teman,
ataupenyempitanemosi. Dia juga Seringmengalamilagiaspek-aspek trauma:
- Kewaspadaan yang berlebihan
- Sulittidur
- Merasabersalah
- Ingatan dan konsentrasiterganggu
- Penolakanterhadappengalaman
- Penggiatansimptom yang merugikan yang berhubungandengankejadian lain yang penuh
stress.
Gejalalainnyaadalahtakutberpisah dan kehilangan, takutakankematian, disorientasi, dan
depresi.
4. Pendekatan Stress Perkembangan
Hurrelman& Lose (1990) menjelaskan stress
sebagaiSuatukeadaantegangsecarabiopsikososialkarenabanyaknyatugas-tugasperkembangan
yang dihadapi orang sehari-hari, baikdalamkelompokSebayanya, keluarga, sekolah,
maupunpekerjaan. Oleh karenaitu, merekamencobauntukmenentukanjenis Stressor yang
paling pentingsebagaifaktorberesiko yang potensial - di dalamtigatahapkehidupan yang
utamayaitu masa kanak-kanak, remaja dan dewasa.

KESEHATANDAN COPING TERHADAP STRES


1. Faktor pengubah pengalaman stres
- Variabel dalamkondisi Individu
 Umur
 Tahap kehidupan
 Jenis kelamin
 Faktor genetik
 Status ekonomi
 Kondisi fisik
 Dll
- Karakteristik pribadi
 Pribadi introvert – ekstrovert
 Stabilitas emosi secara umum
- Variabel sosial-kognitif
 Dukungan sosial
 Jaringan sosial
 Kontrol pribadi yang dirasakan
- Strategi copping
Pengelolaan stres setiap individu
2. DukunganSosialSebagai Salah Satu 'Perubah Stress'
DukunganSosialsebagai fakta sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal
atau non verbal , bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau
didapat karena kehadiran mereka yang mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku
bagi pihak penerima.
Jenis Dukungan Sosial
- Dukungan Informatif
- Dukungan Emosional
- Dukungan Instrumental
- Dukungan Penghargaan
Dukungansosial mempengaruhikesehatan
- Hipotesis Penyangga
Menurut teori ini, dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dengan melindungi
orang itu terhadap efek negatif stres berat( Efek protektif )
- Hipotesis Efek Langsung
Menurut hipotesis ini, efek dukungan sosial yang positif sebanding di bawah
intensitas-intensitas stres tinggi dan rendah. Contohnya, orang-orang dengan
dukungan sosial tinggi, dapat memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi yang
membuat mereka tidak begitu mudah stres. ( Efek langsung dari individu )

Model-Model Stres Kesehatan


1. The Direct Route
Stress menghasilkan perubahan fisiologis dan psikologis yang mengakibatkan
berkembangnya suatu penyakit.
2. The Personality Route
Predisposisi kepribadian mempengaruhi individu untuk mengalami stress, yang
kemudian akan mempengaruhi kesakitan.
3. The Interactive Route
Pendekatan ini menekankan pentingnya ketidak-kekebalan yang ada sebelumnya baik
psikologis maupun fisik dalam hubungan stress dan kesakitan.
4. The Health Behaviour Route
Stress dapat secara tidak langsung mempengaruhi kesakitan dengan cara merubah
pola perilaku individu.
5. The Illness Behaviour Route
Stress dapat mempengaruhi perilaku kesakitan tanpa menyebabkan penyakit.

Pengelolaan Stress(Coping Stress)


1. Emotion –focused coping
Digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stress. Pengaturan ini
melalui perilaku individu, seperti penggunaan alkohol, bagaimana meniadakan fakta-
fakta yang tidak menyenangkan melalui strategi kognitif. Bila individu tidak mampu
mengubah kondisi yang 'stressful', individu akan cenderung untuk mengatur
emosinya.
2. Problem –focused coping
Digunakan untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi dengan
mempelajari cara-cara atau ketrampilan-ketrampilan yang baru.Individu akan
cenderung menggunakan strategi ini, bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi.
Metode atau fungsi masalah ini lebih sering digunakan oleh para dewasa
3. Reduksi Potensi Untuk stres dan pengelolaan stress
Manajemen stress memfokuskan pada pengurangan reaksi stress. Teknik-teknik
dalam pendekatan 'cognitive- behavioral' diantaranya, adalah relaksasi dan
disensitisasi sistematis, biofeedback, modeling, restrukturisasi kognitif (Ellis), 'stress-
inoculation training' (Meichenbaum), terapi multi-modal, meditasi, dan hipnose.
Individu dapat belajar juga bagaimana menggunakan gaya coping yang lebih
memadai sesuai dengan situasi yang dihadapinya
4. Coping terhadap stres anak dan remaja
Coping terhadap stress pada masa kanak-kanak dan remaja belum banyak
mendapat perhatian. Karena tidak adanya model perkembangan tentang coping
semasa kanak-kanak dan remaja, maka banyak digunakan model coping pada orang
dewasa.

RESUME PERTEMUAN 13
Kelompok 8 - Model Model Untuk Meramalkan Perilaku PREVENTIF

 Health Believe Model (HBM) : Sebagai usaha mencari cara untuk menjelaskan perílaku
yang berkaitan dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang-orang mengenai
kesehatan . fungsinya Untuk memprediksi peningkatan perilaku kesehatan. Fokusnya adalah
Perilaku pencegahan yang berkaitan dengan dunia medis, dan mencakup berbagai macam
perilaku
 HBM: model kognitif: dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Sumber informasi dapat
diperoleh dari: media masa, kampanye, nasehat orang lain, penyakit dari anggota keluarga
yang lain atau teman, artikel dari koran, dan sėbagainya
 Tindakan pencegahan individu tergantung dari penilaian kesehatan:
Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka: bila ancaman yang dirasakan meningkat maka
perilaku pencegahan juga meningkat. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini
berdasarkan pada: Ketidak-kekebalan (perceived vulnerability) dan Keseriusan yang
dirasakan (perceived severity).
Pertimbangan keuntungan dan kerugian : membandingan antara keuntungan dengan
kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau
tidak
 Faktor yang mempengaruhi: Variabel demografis (usia, jenis kelamin, latar belakang
budaya), sosiopsikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan social), variable structural
(pengetahuan dan pengalaman tentang masalah)
 Kelebihan HBM: tidak hanya sebagai model pencegahan dalam kesehatan, namun HBM
lebih dari pencegahan ketika adanya informasi yang disampaikan memiliki keterangan yang
lebih lengkap tentang keadaan sakit dan peran perilaku sakit. Seperti melakukan pencarian
perawatan medis untuk gejala-gejala dạn mentaati nasehat medis.
 Kekurangan HBM: HBM didasarkan atas beberapa asumsi yang dapat diragukan, seperti
pemikiran bahwa setiap pilihan perilaku selalu berdasarkan pertimbangan rasional. HBM
juga menganggap bahwa orang-orang mencoba untuk tetap sehat, dan secara otomatis
memperhatikan perilaku yang sehat. Ini tidak mencakup bahwa perilaku tidak sehat dapat
memiliki banyak 'keuntungan' seperti kepuasan sementara pada pecandu obat.
 Theory of Reasoned Action (TRA): Teori perilaku manusia secara umum: aslinya teori ini
dipergunakan di dalam berbagai macam perilaku manusia, khususnya yang berkaitan dengan
permasalahan sosial-psikologis, kemudian makin bertambah digunakan untuk menentukan
faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan. Teori ini menghubungkan
keyakinan (beliefs), sikap (atitude), kehendak/intensi (intention), dan perilaku.
 Perilaku. Intensi ditentukan oleh: sikap (Hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku
tersebut serta pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi individu) dan
norma subyektif (keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-
orang yang dianggapnya penting (referent-persons) dan motivasi seseorang untuk mengikuti
pikiran tersebut.)
 Keuntungan TRA: Teori ini memberi pegangan untuk menganalisa komponen perilaku,
karena sejumlah pencegahan harus dipertimbangkan supaya model ini dipergunakan dengan
tepat. Focus sasarannya adalah Prediksi dan pengertian perilaku yang diamati secara
langsung dan di bawah kendali seseorang. Hal yang dipertimbangkan: Tindakan (action),
Sasaran (target), Konteks (context) dan Waktu (time)
 Penerapan TRA: dalam berbagai jenis perilaku sehat yang berlainan, seperti pengaturan
penggunaan substansi tertentu (merokok, alkohol, narkotik, dsb), perilaku makan dan
pengaturan makan, pencegahan AIDS dan penggunaan kondom.

Kelompok 9- Model-Model Mengenai Kontrol dan Gaya Atribusi

 Atribusi : sebuah proses yang dilakukan untuk mencari sebuah jawaban atau pertanyaan
mengapa atau apa sebabnya atas perilaku orang lainataupun diri sendiri
 Teori Atribusi memandang individu sebagai psikolog amatir yang mencoba memahami
penyebab yang terjadi dalam berbagai peristiwa yang mereka alami. Teori atribusi mencoba
menemukan apa yang menyebab-kan apa, atau apa yang mendorong siapa melakukan apa.
Tanggapan yang kita berikan kedapa suatu peristiwa tergantung pada interpretasi kita
terhadap peristiwa tersebut
 Teori Weiner: Bernard Weinar: seorang psikolog pendidikan yang menghubungkan teori
atribusi terhadap pembelajaran sekolah. Menurut Weiner dalam Woolfolk, Sebagian besar
penyebab para siswa menghubungkan kesuksesan atau kegagalan mereka dapat digolongkan
menjadi tiga, atau secara psikologis tiga dimensi berbeda, yaitu : internal-eksternal (di dalam
atau di luar seseorang), stabil-tidak stabil (tetap atau dapat berubah), dan terkontrol-tidak
terkontrol.
 Hubungan atribusi dengan kesehatan : motivasi untuk melakukan perilaku pencegahan
(primary prefention), motivasi untuk berperilaku penyembuhan (secondary prefention),
proses-proses kognitif mencakup interpretasi gejala-gejala kesakitan .
 Locus of Control: kendali individu atas pekerjaan dan kepercayaan mereka terhadap
keberhasilan diri
 Locus of Control dengan Kesehatan: merupakan suatu derajat keyakinan yang dimiliki
individu dalam melihat sejauh mana individu mempercayai bahwa apakah kesehatan mereka
itu dapat dikendalikan oleh faktor dalam diri (internal), atau oleh faktor orang lain dan ling-
kungan (powerful others), atau sebagai intervensi kesehatan.
 Perceived control: keyakinan bahwa seseorang merasakan bahwa ia memiliki kendali atas
keadaan batin mereka, perilaku dan tempat, benda, orang, perasaan atau aktivitas di sekitar
seseorang.
 Control pribadi adalah keyakinan bahwa seseorang dapat mencapai hasil-hasil yang
diinginkan melalui Tindakan yang dilakukan sendiri. Seseorang merasa memiliki control
pribadi ketika:
1. Mampu mengenal apa yang dapat dan tidak dapat dipengaruhi lewat tindakan pribadi
dalam sebuah situasi.
2. Ketika mereka memfokuskakn pada bagian yang dapat dikontrol lewat tindakan pribadi
3. Ketika mereka yakin bahwa mereka memiliki kemampuan agar berperilaku dengan
sukses.
 Tipe control:
1. Behavioral control: Melibatkan kemampuan untuk mengambil Tindakan yang kongkrit
untuk mengurangi dampak stressor.
2. Informational control: Melibatkan kesempatan untuk memperoleh penge tahuan tentang
kejadian yang penuh tekanan
3. Cognitive control): kemampuan untuk menggunakan proses dan strategi ynagsudah
dipikikan untuk mengubah pengaruh stressor dan merupakan pemikiran tentang apa yang
pada akhirnya dilakukan semestinya.
4. Decision control: kesempatam untuk memilih diantara prosedur alternatif dan lainnya.
5. Retrospective control): keyakinan tentang apa dan siapa yang akan menyebabkan
peristiwa yang penuh dengan stress
 Self-Efficacy: keyakinan individu atas kemampuan untuk mengatur dan melaksanakan hal-
hal yang diperlakukan untuk melakukan Tindakan sehingga menghasilkan sebuah
pencapaian yang diinginkan.
 Gambaran Mental dari Kesakitan (Mental Representation of Illness): relevan untuk
meningkatkan pemahaman terhadapa perilaku kesehatan adalah dengan mempertimbangkan
cara bagaimana orang membuat model-model kesakitan mereka sendiri

Kelompok 10- Variabel-Variabel Kebribadian dan Pola-Pola Perilaku

 Hubungan antara kepribadian dengan penyakit:


1. Beberapa aspek kepribadian dihasilkan dari timbulnya penyakit
2. Kepribadian mungkin menyebabkan timbulnya penyakit, adanya perilaku tidak sehat
3. Kepribadian dapat mempengaruhi penyakit secara langsung melalui mekanisme
fisiologis
4. Kepribadian berhubungan dengan penyakit melalui variable ketiga yang mendasari
biologis (karena virus dan bakteri)
5. Berbagai macam faktor penyebab yang berbeda dan hubungannya timbal balik mungkin
bekerja dalam hubungan antara kepribadian dengan penyakit
 Perilaku Tipe –A : ciri sifat kepribadian yang pasti,pola kegiatan perilaku yang kuat dan
terus menerus yang biasanya dimulai dari diri sendiri. meliputi disposisis perilaku, perilaku
dan respon emosional yang khusus.
 Cirri-ciri Perilaku Tipe –A : Orientasi persaingan prestasi: ambisius, kritis terhadap diri
sendiri, Urgensi waktu: (berjuang melawan waktu, tidak sabaran, melakukan pekerjaan,
melakukan beberapa pekerjaan dalam waktu bersamaan)Permusuhan: (mudah marah,
kadang-kadang agresif)
 perilaku tipe B : rileks, tidak terburu-buru, sedikit terpancing untuk marah, berbicara dan
bersikap lebih tenang, dan lebih terbuka untuk memperluas pengalaman hidup.
 Kepribadian Ketabahan (Hardiness) : Konseptualisasinya tentang ‘hardiness’ sebagai tipe
kepribadian yang penting sekali pada perlawanan terhadap stress. Mulai dengan adanya
perbedaan-perbedaan interpersonal dalam kontrol pribadi dan mengkombinasikan variabel
ini dengan yang lain, agar dapat dihasilkan tipe kepribadian yang lebih komprehensif.
 Dasar Hardiness: Kontrol Pribadi (Individu mampu mempengaruhi kejadian-kejadian dalam
hidupnya) Komitmen (Tingkat keterlibatan dalam peristiwa-peristiwa, aktivitas-aktivitas,
dan orang-orang) Tantangan (Kecenderungan memandang adanya perubahan sebagai suatu
kesempatan untuk tumbuh dan bukan suatu ancaman keselamatan)
 Hardiness dianggap menjaga seseorang tetap sehat walaupun mengalami kejadian-kejadian
hidup yang penuh stress. Menurut Kobasa sendiri dan ahli lain menekankan bukti penelitian
yang kuat yang mendukung keadaan dan relevansi hardiness
 Optimisme: Kesembuhan lebih cepat dari berbagai jenis, lebih menggunakan “problem-
focused coping”, mencari dukungan social dan menekankan aspek positif dari situasi penuh
tekanan.
 Perasaan Pertalian : menjadi predictor penting dalam penyembuhan pembedahan.

RESUME PERTEMUAN 14
Resume Kelompok 11

Persepsi Dan Interpretasi Gejala-Gejala Kesakitan

A. Keyakinan Awam Dan Profesional Tentang Kesehatan Dan Kesakitan


Keyakinan awam dan profesional tentang kesehatan dan kesakitan mengenai
konsep kesehatan, pandangan orang terhadap pengertian kesehatan dan kesakitan dapat
dipengaruhi oleh bagaimana perbedaan dalam konteks (sosial). Dalam konteks seorang
dokter dan pasien akan mempengaruhi perbedaan bagaimana mendefinisikan tentang
kesehtan/kesakitan. Para profesional, khususnya dokter, tenaga kesehatan pada tingkat
tertentu juga para psikologi, telat belajar untuk mengkonseptualisasikan kesehatan dan
kesakitan didasarkan atas standar ilmiah. Pada pasien/orang awan mempunyai sudut
pandang yang berbeda-beda. Sudut pandang Ini mengacu pada respon subjektif si pasien
dan lingkungannya, bukan hanya pengalaman tentang kesehatan dan kesakitan tetapi juga
arti yang dia berikan kepada pengalaman tersebut, disebut juga keyakinan awam.

B. Persepsi Dan Pengenalan Mengenai Gejala-Gejala


Menurut Vander zanden 1988 Berpendapat bahwa, meskipun di antara 9 dari 10
orang menganggap dirinya ada dalam kondisi kesehatan yang baik, kenyataannya
terdapat satu dari 4 orang menderita penyakit kronis. Kemampuan orang untuk
melaporkan sensasi tubuh sangat kurang. orang-orang tidak mempunyai jalan masuk
langsung ke dalam kondisi internal mereka. Hal ini disebabkan adanya ruang bagi
sejumlah variabel yang berperan dalam mengenali, memberi nama, serta menafsirkan
gejala-gejala.

C. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Gejala Gejala

Perbedaan-perbedaan individu Perbedaan-perbedaan perhatian orang yang


memusatkan perhatian pada dirinya sendiri lebih cepat memperhatikan adanya gejala
daripada orang yang memusatkan perhatiannya pada lingkungan serta kegiatan mereka.
Faktor situasi Situasi yang membosankan menyebabkan orang lebih memperhatikan
adanya gejala, daripada Situasi yang menarik atau asik. Perbedaan budaya Studi
antarbudaya menekankan perbedaan-perbedaan kultural dalam pengalaman (serta
penafsiran) gejala-gejala .

D. Menafsirkan Gejala-Gejala
Pengalaman Sebelumnya dengan suatu gejala dapat membuat si penderita menjadi
waspada dengan Adanya kemungkinan bahaya. Menurut Leventhal, Jika orang
mengalami suatu perasaan yang berbeda pada tubuhnya atau gejala tertentu dia akan
mencari nama gejala tersebut dan didiagnosis . Dan jika orang didiagnosis atau diperiksa
mereka akan mencari dan menemukan gejalanya. Keseriusan gejala Gejala yang
mempengaruhi bagian tubuh yang sangat berharga misal mata wajah jantung mungkin
ditafsirkan sebagai gejala yang lebih serius serta membutuhkan perhatian lebih daripada
gejala yang menyerang organ yang kurang dihargai.
E. Gambaran Kognitif Dari Kesakitan
Sejumlah peneliti mengatakan bahwa banyak orang yang mempunyai gambaran
kognitif dan Terorganisir tentang kesehatan dan kesakitan yang sangat berpengaruh
terhadap cara mereka bereaksi terhadap gejala ” dan kesakitan. Laventhal mengatakan
bahwa manusia cenderung mendefinisikan atau menampakan kesakitan pada dua tingkat,
Tingkat konkrit mengenal pengalaman gejala dan tingkat abstrak mengenai nama-nama
kesakitan. Sebuah faktor penting dalam interpretasi gejala adalah etiologi kesakitan yang
dirasakan terutama yang terjadi pada 4 tingkat yang berbeda yaitu dalam diri seseorang
pasien, dalam dunia alam, dalam dunia sosial, dan dalam dunia supernatural.

F. Mendefinisikan Seseorang Sebagai Sakit


Untuk menyatakan bahwa seseorang sakit, ada persamaan persepsi antara orang
yang merasa tidak sehat dengan orang yang ada di sekitarnya. Jadi menjadi sakit
merupakan proses kognitif dan sosial yang melibatkan orang lain di sekitar si pasien atau
penderita .Dalam berbagai kebudayaan, Pengaruh keluarga memegang peranan yang
sangat penting, Menganggap seseorang itu sakit dan juga mengadopsi hak dan
keuntungan dari peran sakit untuk si sakit serta memutuskan Bagaimana pengobatannya
merupakan urusan keluarga. Peran sakit bisa berbeda tergantung pada situasi nya.
Sebagai contoh para pekerja yang mempunyai asuransi kesehatan lebih cepat akan
memutuskan untuk tidak bekerja Jika sakit . Berbeda dengan para pekerja yang mereka
harus membutuhkan surat dokter untuk tidak masuk bekerja dengan alasan sakit,
Mungkin dia tetap memilih untuk bekerja Dengan keadaan sakit yang belum parah.
G. Studi Kasus
1. Pada penelitian yang dilakukan oleh Damayantie, Heryani, dan Muazir (2018) dalam
jurnal yang berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penatalaksanaan
Hipertensi oleh penderita di Wilayah Kerja Puskesmas Sekernan Ilir Kabupaten Muaro
Jambi Tahun 2018” dilibatkan semua penderita hipertensi di wilayah Kerja Puskesmas
Sekernan Ilir tahun 2017 yaitu sebanyak 805 orang untuk mengisi kuesioner yang terdiri
dari pertanyaan tentang Penatalaksanaan hipertensi, Persepsi sakit, Dukungan keluarga
dan Akses pelayanan kesehatan Hasil analisis univariat menunjukan bahwa 48,5%
responden memiliki perilaku penatalalsanaan hipertensi yang kurang baik dan 51,5%
responden memiliki perilaku penatalalsanaan hipertensi yang baik. Kemudian sebanyak
47,1% responden memiliki persepsi sakit yang kurang baik dan 52,9% responden
persepsi sakit yang baik. Selain itu 41,2% responden miliki dukungan keluarga yang
kurang baik dan 58,8% responden miliki dukungan keluarga yang baik. Akses pelayanan
kesehatan yang kurang baik dimiliki oleh 44,1% responden dan sisanya yaitu 55,9%
memiliki akses pelayanan kesehatan yang baik. Dari data hasil penelitian tersebut terlihat
bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki persepsi sakit yang baik,
penatalaksanaan hipertensi yang baik, akses pelayanan kesehatan yang baik dan
dukungan keluarga yang baik.
Dari hasil penelitian di atas dapat dikaitkan dengan teori bahwa faktor yang
mempengaruhi perilaku sakit diantaranya faktor internal berupa persepsi individu
terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami dan asal atau jenis penyakit yang dialaminya.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku sakit adalah gejala yang dapat
dilihat, kelompok sosial, latar belakang budaya, ekonomi dan kemudahan akses
pelayanan kesehatan

2. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Meliza, Wanto, dan Asha (2020) dengan judul
“Persepsi Masyarakat Sukaraja, Rejang Lebong Terhadap Edaran Menteri Agama
Nomor: SE. 6. Tahun 2020 Mengenai Tata Cara beribadah Saat Pandemi” , diteliti
tanggapan masyarakat terhadap edaran Kemenag tentang ibadah di tempat umum selama
pandemi Covid-19 guna mencegah penyebaran virus yang lebih meluas. Hasil penelitian
menunjukkan persepsi masyarakat yang beragam namun mayoritas masyarakat di daerah
tersebut setuju akan himbauan tersebut. Sikap yang kurang baik yang ditunjukkan oleh
masyarakat tersebut yaitu hanya langsung menanggapi secara refleks tanpa pengetahuan,
sedangkan masyarakat yang mengindahkan edaran tersebut telah mencari informasi-
informasi tentang seberapa berbahayanya Covid-19 ini.
Pendapat lain: edaran tersebut bisa jadi sebagai himbauan bagi wilayah yang masuk
kategori zona merah. Sepanjang daerah kita masih bersih dari penderita covid-19 untuk
apa kita takut ibadah di masjid apa lagi Ramadhan ini menjadi momentum penting untuk
memakmurkan masjid. Saya kira sepanjang kita mampu menjaga kesehatan dan tidak
banyak berkomunikasi dengan jamaah lain yang tidak apa-apa shalat di masjid Dari
pendapat di atas terlihat bahwa seseorang yang memiliki persepsi bahwa virus corona itu
ada dan sangat mematikan maka akan setuju dan mendukung pencegahan dari penularan
virus serta akan menerapkan perilaku hidup yang sekiranya menghindarkan dirinya dari
paparan virus corona. Sebaliknya jika seseorang bahkan tidak percaya akan adanya virus
corona dan menganggap bahwa dirinya aman dari paparan virus maka ia tidak akan
menerapkan protocol kesehatan dan tidak akan melakukan bentuk pencegahan lainnya
sehingga justru akan memperluas rantai penularan.

Resume Kelompok 12

Proses Mencari Bantuan

(Health Seeking Behavior)

Debra Rickwood, 2012 menyatakan bahwa perilaku mencari bantuan merupakan sebuah
adaptasi dari proses dalam menangani masalah sebagai upaya mendapatkan pertolongan atau
bantuan dari luar yang berkiaitan dengan kesehatan

Sektor awan atau sektor popular didominasi oleh masyarakat biasa atau masyarakat tidak
professional. Sektor Awam sering memberikan nasehat yang bagus, akan tetapi orang awam
tentu memiliki pengetahuan dibawah kaum professional sehingga dapat memperburuk keadaan
atau menunda pengobatan yang diperlukan oleh orang tersebut.

Sektor Tradisional, sektor ini menempati posisi tengah antara sektor awam dan sektor
tradisional
Resume Kelompok 13

Kepuasan Dengan Konsultasi (Medis)

Faktor utama yang menentukan hasil konsultasi medis, seperti rasa puas pasien, ketaatan
aturan medis, dan hasil kesehatan ialah “interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan”.
Metode yang digunakan yaitu metode tradisional yaitu mendengarkan gejala-gejala pasien dan
bagaimana mereka mengembangkan, dan kemudian mencari tanda-tanda fisik yang
obyektif.Lalu metode modern yaitu identifikasi tes darah, radiografi, scanner dan macam-macam
penyelidikan lain di laboratorium/ klinik-klinik spesialis.

Kepuasan konsultasi mungkin tidak uni dimensional dan aspek-aspek yang berbeda dari
pertemuan antara dokter dengan pasien harus dibedakan. Contohnya
aspek kognitif (kepuasan terhadap jumlah dan kualitas informasi yang diberikan oleh dokter),
aspek afektif (perasaan pasien bahwa tenaga medis (tidak) mendengarkan memahami, dan
tertarik), dan aspek perilaku (penilaian pasien terhadap kemampuan dokter dalam konsultasi
tersebut)

Ley (1992) melakukan studi tentang tipe-tipe pasien yang berbeda, hasilnya didapatkan
angka antara 8 sampai 82% pasien yang tidak puas. Ley meringkas hasil penemuannya sebagai
berikut :

a. Kepuasan dengan aspek komunikasi dari konsultasi sangat berhubungan dengan


kepuasan dengan aspek yang lain dari interaksi antara tenaga klinis dengan pasien

b. Banyak pasien merasa tidak puas dengan aspek komunikasi dari pertemuan klinis mereka

c. Pemberian informasi saja pada pasien itu tidaklah cukup. Mereka harus diberitahu dalam
cara mereka dapat mengerti dan mengingatnya, karena kurangnya arus-balik dalam
bentuk pertanyaan dan komentar dari pasien, sukar bagi para tenaga kesehatan untuk
memperbaiki komunikasi.

Kebanyakan penjelasan tentang alasan ketidakpuasan menunjuk pada ciri-ciri dokter, ciri-
ciri pasien dan ciri-ciri interaksi di antara keduanya, yaitu pada dokter (tidak mendengarkan
pasien, penggunaan istilah teknis, dan tidak menanggapi pasien secara serius). Pada pasien
(kecemasan pasien, inteligensi, pengalaman terhadap penyakit, mengacuhkan/tidak
mendengarkan apa yang dikatakan dokter, mengkritik dokter, memberikan respon yang menjurus
ke arah seksual, representasi kesakitan). Pada interaksi antara keduanya (alasan-alasan untuk
(ketidak)puasan selalu berhubungan dengan interaksi antara tenaga-tenaga kesehatan dengan
pasiennya). Contohnya, para tenaga seharusnya memberikan informasi kepada pasien sesuaai
dengan tingkat pendidikannya.

Kleinman (1985) menganggap konsultasi medis merupakan akibat dari ketidaksesuaian


model-model eksplanatoris : keduanya mempunyai gagasan yang berbeda mengenai
kesakitan/penyakit, harapan yang berbeda mengenai pengobatan, menggunakan Bahasa yang
berbeda untuk menjelaskan sesuatu dan sebagainya. Penelitian tentang pengertian pasien tentang
apa yang telah dikatakan oleh tenaga medis menunjukkan bahwa :

a. Para pasien sering tidak tahu arti dari kata-kata yang digunakan oleh para tenaga medis

b. Para pasien mempunyai gagasan sendiri tentang kesakitan yang sering berbeda dengan
gagasan ortodoks yang biasa.apa yang ahli medis katakan akan ditafsirkan dengan
gagasan pasien itu sendiri.

c. Seperti yang diukur oleh laporan pasiennya sendiri atau oleh pendapat para tenaga, atau
oleh tes-tes perilaku, pasien sering gagal untuk mengerti apa yang diberitahukan kepada
mereka oleh tenaga kesehatan.

d. Para pasien sering enggan untuk bertanya keterngan yang lebih lanjut, bahkan Ketika
ingin sekali memperolehnya.

Variabel yang lain adalah memori pasien terhadap informasi medis yaitu Para pasien sering
lupa sebagian besar hal yang telah diberitahukan, Waktu yang telah berlalu antara pemberian
petunjuk dengan pengingatan tentang materi tidak dihubungkan dengan berapa banyak yang
diingat. Ini menunjukkan bahwa para pasien menahan dengan baik apa yang mereka bisa
mengingat segera setelah konsultasi, Jumlah dari pengumuman yang diberikan oleh ahli medis,
baik dalam studi rumah sakit maupun di tempat lain, dihubungkan secara linier dengan pesan
rata-rata yang diingat, dan Tidak ada hubungan yang konsisten antara usia pasien dengan jumlah
yang dapat diingat. Kecuali pasien dengan usia 65 tahun yang mungkin akan semakin sulit untuk
mengingat.

Contoh Artikel penelitian “Hubungan Komunikasi Dokter-Pasien Terhadap Kepuasan Pasien


Berobat Di Poliklinik RSUP DR.M.Djamil Padang” (Wahyuni, Tiara dkk, 2013) yang
menunjukkan terdapat hubungan antara komunikasi dokter-pasien dengan kepuasan pasien yang
berobat di poliklinik umum RSUP Dr. M. Djamil dam proporsi responden yang puas lebih
banyak terjadi pada responden dengan komunikasi antara dokter-pasien yang baik dan cukup
baik bila dibandingkan dengan responden yang komunikasinya kurang baik.

RESUME PERTEMUAN 15
Kelompok 14 (Perilaku Kepatuhan) &15 (Opname di Rumah Sakit)

Perilaku Kepatuhan
Sarafino (1990) mendefinisikan “kepatuhan” atau “ketaatan” (compliance atau adherence)
sebagai “ tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh
dokternya atau oleh yang lain”. Metode-metode untuk mengetahui sejauh mana para pasien
dalam mematuhi nasehat dokter dengan baik, meliputi laporan pasien, laporan dokter,
perhitungan pil dan botol, tes darah dan urine, alat-alat mekanis, observasi langsung, dan hasil
pengobatan. Taylor (1991) menyebut ketidaktaatan sebagai masalah medis yang berat. Dan La
Greca & Stone (1985) menyatakan bahwa menaati reomendasi pengobatan yang dianjurkan
dokter merupakan masalah yang sangat penting. Tingkat ketidaktaatan terbukti cukup tinggi
dalam seluruh populasi medis yang sangat kronis.Dalam studi yang dipublikasikan sebelum 1982
dilaporkan bahwa tingkat ketaatan berkisar antara 20-80%. Tingkat ketaatan tersebut bervariasi
pada studi-studi dan cara pengobatannya. Dunbar & Wazak (1990) menunjukkan bahwa ketaatan
terhadap aturan pengobatan pada anak-anak dan remaja merupakan persoalan yang sama dengan
ketaatan pasien dewasa.
Teori-teori yang lebih baru menekankam faktor situasional dan pasien sebagai peserta yang
aktif dalam proses pengobatannya. Perilaku ketaatan sering diartikan sebagai usaha pasien untuk
mengendalikan perilakunya, bahkan jika hal tersebut bisa menimbulkan resiko mengenai
kesehatannya. Faktor penting ini seringkali dilupakan. Banyak dokter begitu saja beranggapan
bahwa pasien akan mengikuti apa yang mereka nasehatkan, tanpa menyadari bahwa para pasien
tersebut pertama-tama harus memutuskan lebih dahulu apakah mereka akan melakukanya
(Taylor, 1991).Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan dokter mempengaruhi tingkat
ketidaktaatan: misalnya, informasi dengan pengawasan yang kurang, ketidakpuasan terhadap
aspek hubungan emosional dengan dokter, ketidakpuasai terhadap pengobatan yang diberikan.
Frekuensi pengawasan dukungan atau tindakan lanjutan juga cukup penting. Khususnya
hubungan antara kepuasan dengan ketaatan telah banyak diteliti. Variabel-variabel demografis,
umur, dan lingkungan juga digunakan untuk meramalkan ketidaktaatan.
Berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan ketaatan, antara lainmeningkatkan
ketrampilan komunikasi para dokter, memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyakit
yang dideritanya serta cara pengobatannya, keterlibatan lingkungan sosial (misalnya keluarga),
dan beberapa pendekatan perilaku. Selain itu perlu adanya modifikasi perilaku dari pasien
dengan pengelolaan diri (self-management), pengingat, penguatan (reinforcement), pengawasan
yang ditingkatkan (increased supervision), dan meningkatkan keterlibatan orang tua, intervensi
pendidikan, memonitor diri (self-monitoring).

Opname di Rumah Sakit


Cara pasien tinggal di RS amat tergantung pada kerangka yg lebih luas yg dimiliki oleh
rumah sakit yaitu organisasi dan fungsi RS mencerminkan kebijakan nasional mengenai sistem
perawatan kesehatan. Sebuah RS umum awalnya berfungsi sebagai tempat perawatan medis.
Baru-baru ini diadakan usaha utk membuat opname itu sbg pengalaman yg kurang menakutkan.
Pendekatan yg menekankan ‘kualitas hidup’ merupakan satu diantara alasan-alasan bagi
pergeseran ini. tidak hanya perawatan medis, tetapi perawatan yg lebih menyeluruh juga sangat
penting.Berbagai macam faktor amat penting dalam intervensi upaya meningkatkan kepuasaan
pasien, guna mengurangi tingkat kecemasan dan stress, yang disebut atribusi, kontrol,
komunikasi dan dukungan sosial.
Opname anak-anak 30% dari 180 anak antara 6-12 tahun, mempunyai pengalaman dengan
rumah sakit. Kebanyakan diantaranya untuk pembedahan rutin (contohnya, operasi amandel)
atau untuk pengobatan penyakit infeksi (demam berdarah dengue, gastro-enteritis, dll).Pada
tahun 1982, brewster mempelajari 50 orang anak yg sakit kronis dan dirawat di rumah sakit dan
berpendapat bahwa anak-anak itu memandang para dokter dan perawat berkaitan dengan 3 tahap
pemahaman progresif anak-anak tentang kesakitan yaitu anak yg berumur 7 tahun kebawah
berpendapat staf medis ingin melukai mereka, anak yg lebih tua menyadari bahwa staf medis itu
tdk ingin melukai, tetapi berpendapat staf medis tidak mempedulikan, anak diatas 11 tahun
menyadari bahwa staf medis tidak mempunyai maksud-maksud jahat, tetapi mungkin masih
berpendapat bahwa staf medis tidak menginsyafi berapa banyaknya nyeri yang ditimbulkan.
Intervensi untuk mengurangi pengalaman stres anakperawatan pasien secara langsung
denganpersiapan sebelum opname (informasi, modeling dg video, pre-exposure), reduksi
kecemasan (desensitisasi sistematis, relaksasi), dan teknik-teknik peningkatan kontrol (informasi,
dan instruksi diri). Perawatan pasien secara tidak langsung menyangkut unsur-unsur struktural,
seperti ruang-ruang bermain untuk anak-anak, kelanjutan pendidikan sekolah, dan penelitian.
Pada artikel jurnal yang berjudul ‘Terapi Kognitif Perilaku dan Kecemasan Menghadapi
Prosedur Medis Pada Anak Penderita Leukemia’ hasil penelitian menunjukkan bahwa Terapi
Kognitif Perilaku cenderung mampu mengurangi kecemasan ketika menghadapi prosedur medis
pada anak penderita leukemia. Anak menjadi lebih kooperatif dalam menjalani prosedur medis,
mampu menjalin interaksi dengan petugas medis (dokter dan perawat), lebih bersemangat dan
optimis, serta berkurangnya perilaku memberontak, menangis ataupun histeris sehingga anak
mampu melewati fase-fase pengobatan. (Mawandha & Ekowarni, 2009). Pada artikel jurnal yang
berjudul ‘Terapi Story Telling Dan Menonton Animasi Kartun Terhadap Ansietas’ hasil
penelitian menunjukan bahwa perlakuan dengan menggunakan story telling (bercerita) lebih
signifikan menurunkan ansietas pada anak usia pra sekolah di RS Raflesia Kota Bengkulu
dibandingkan dengan menonton animasi kartun. Sehingga sangat direkomendasikan bagi perawat
yang bekerja di ruang rawat inap anak untuk mengimplementasikan terapi story telling
(bercerita) dalam mengatasi masalah kecemasan (ansietas) pada anak usia pra sekolah. (Padila et
al., 2019).

Kelompok 16
PROMOSI KESEHATAN
A. Konseptualisasi
5 bidang pokok promosi kesehatan :
 Mencapai kesehatan masuarakat
 Perkembangan lingkungan yang berdampak pada kesehatan
 Menguatkan jaringan-jaringan sosial dan dukungan-dukungan sosial
 Promkes yang positif dan siasat-siasat penanggulangan yang tepat (kunci dalam
promosi kesehatan)
 Menambah pengetahuan dan menyebarkan informasi yang bertalian dengan
kesehatan.

dari titik pandang para psikolog dan para ahli kesehatan lainnya, promosi kesehatan
dan kesejahteraan mengacu pada usaha untuk mengurus orang sehat daripada orang
sakit, dengan maksud untuk meningkatkan derajat kesehatan.
B. Model –model promkes
1. Pendekatan profesional: Health Belief Model, Theory of Reasoned Action, dan
Health Field Concept.
2. Pendekatan praktis: model P.R.E.C.E.D.E (Predisposing, Reinforcing, and
Enabling Causes in Education Diagnosis and Evaluation).
C. Konsep promkes
1. Pencegahan  primari prevention (bagaimana mengenal dan mengobati kesakitan
secepat mungkin) & tertiary prevention (bagaimana memperkecil konsekuensi-
konsekuensi kerugian kesehatan dan cacat).
2.Pendidikan kesehatan  fungsi : membangkitkan perubahan pola hidup lebih
baik dalam masyarakat tentang aspek yang merugikan kesehatan lingkungan dan
sumber sosial penyakit
D. Hambatan pada promkes
Hambatan individu (persepsi sehat /sakit), perlunya jaringan koperas dan perencanaan
rumit, hambatan bidang psikologi, sikap medical establisment dimana masih mendorong
menyembuhkan drpd mencegah.
E. Kelompok sasaran
 Sekolah  contoh program pencegahan rokok pada siswa SMA
 Tempat kerja  sebagian besar masyarakat menghabiskan waktu di tempat kerja
 Masyarakat  mrpkn tokoh utama dalam promkes

F. Contoh intisar Promkes dari beberapa jurnal


Kegiatan promosi kesehatan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang mengenai
pencegahan terhadap penyakit ataupun perubahan pola hidup menjadi lebih sehat.
Sasaran promosi kesehatan yang paling efektif dapat dilakukan di sekolah, masyarakat,
dan tempat kerja.

Kelompok 17

Beberapa contoh Pencegahan dan promosi kesehatan


A. Merokok

Risiko kematian bertambah berhubungan dengan populasi perokok yang dimulai sejak
dini . determinan merokok  Faktor ligkungan ( teman sebaya, orang tua, saudara),
Variabel demografis (Umumr, jenis kelamin), Faktor sosio kultural (kebiasaan budaya,
kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan, gengsi pekerjaan.
Matrik promkes 4 langkah :
 Analisis problema
Merokok mengancam kesehatan seperti penyakit jantung dan kanker.
 Penyelidikan faktor-faktor penentu
Perlu mengetahui penyebab perilaku merokok
 Program pencegahan
membantu kaum muda untuk melawan tekanan sosial namun dalam kaitan
kesehatan
 Evaluasi
Berdasarkan penelitian terkait efek program pencegahan di kalangan muda.
Kelompok yang mengikuti program dapat mengurangi aktivitas merokok

B. Promkes di Tempat Kerja


 Tipe prevalensi program di tempat kerja  Penghentian kegiatan merokok ,
Kontrol BB, Latihan fisik , pengelolaan stres , pendidikan gizi, pencegahan
penyakit tertentu .
 Keefektifan promkes di tempat kerja  Sejumlah riset menyatakan bahwa adanya
perilaku peningkatan kesehatan akibat adanya promosi kesehatan. Hal ini sangat
efektif untuk merubah perilaku, ke arah lebih baik lagi.
C. Pencegahan AIDS
 AIDS menjadi salah satu penyakit kronis yang mengancam.
 AIDS dipertemukan pertama kali di Afrika, lalu menyebar ke Karibia dan
Amerika Serikat. Penyebarannya meluas hingga Eropa dan Asia Tenggara.
 Pencegahan aids  kebijakan kesehatan ( dg adanya dat aepdiemologi AID untuk
dapat menyelesaikan problem secara cepat dan optimal ), Ekonomi (menambah
pengeluaran masyarakat untuk mendapatkan perawatan kesehatan dan juga
mengakibatkan terbatasnya produktivitas masyarakat), Pelayanan dan disiplin
Kesehatan

Teori Psikologis pencegahan aids  health belief model , self eficacy, model atribusi, teori
reasoned action, teory planned behaviour , preceived vulnerability, health locus of control model

Anda mungkin juga menyukai