Anda di halaman 1dari 73

(Kelompok 1)

PENGANTAR KESEHATAN KOMUNITAS DAN KONSEP DASAR KEPERAWATAN


KOMUNITAS

A. Pengertian Kesehatan
Berbicara mengenai kesehatan, tentunya kita tidak terlepas dari definisi klasik WHO
tentang kesehatan yaitu “Keadaan sempurna baik fisik, mental, sosial, dan tidak sedang
menderita sakit atau kelemahan. Menurut WHO (1947), definisi kesehatan secara luas tidak
hanya meliputi aspek medis, tetapi juga aspek mental, dan sosial, dan bukan hanya suatu
keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 memberikan batasan: kesehatan adalah
keadaan sehat sakit secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan
sestiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini berrati kesehatan
seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial saja, tetapi juga
diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara
ekonomi.
Tinjauan individual tentang kesehatan bervariasi pada berbagai kelompok usia, jenis
kelamin, ras, dan budaya. Untuk membantu klien mengidentifikasi dan mencapai tujuan
kesehatannya, perawat harus mencari tahu tentang konsep kesehatan menurut klien.
1. Indikator sehat
Indikator adalah variabel yang digunakan untuk membantu kita dalam mengukur
perubahan-perubahan yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. (WHO,
1981). Wujud atau indikator dari masing-masing aspek dalam kesehatan individu antara
lain:
a. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit dan memang secara
klinis tidak sakit. Semua organ tubuh normal dan berfungsi normal atau tidak ada
gangguan fungsi tubuh.
b. Kesehatan mental (jiwa) mencakup dua komponen, yakni Pikiran yang sehat
tercermin dari cara berpikir seseorang, yakni mampu berikir logis (masuk akal) atau
berpikir secara runtut.
c. Emosional yang sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, khawatir, sedih, dan
sebagainya.
d. Kesehatan spiritual tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa
syukur, pujian, atau penyembahan terhadap sang pencipta alam (Tuhan YME).
e. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang
lain secara baik, atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa
membeda-bedakan ras, suku, agama, atau kepercayaan, status sosial, ekonomi,
politik, dan sebagainya; saling menghargai dan toleransi.
f. Kesehatan dan aspek ekonomi terlihat dari produktivitas seseorang (dewasa) dalam
arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong
hidupnya atau keluarganya secara finansial.
WHO mengemukakan beberapa indikator kesehatan yang berhubungan dengan status
kesehatan masyarakat, yaitu indikator komprehensif dan indikator spesifik.
a. Indikator komprehensif terdiri dari angka kematian kasar menurun, rasio angka
mortalitas proporsional rendah, umur harapan hidup meningkat.
b. Indikator spesifik terdiri dari angka kematian ibu dan anak menurun, angka
kematian karena penyakit menular menurun, angka kelahiran menurun.
Indikator kesehatan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan yaitu pelayanan
kesehatan dan jumlah penduduk seimbang, distribusi tenaga kesehatan merata,
informasi lengkap tentang fasilitas kesehatan, informasi tentang sarana pelayanan di
rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain.
2. Karakteristik Perilaku Kesehatan
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar.
Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme
tersebut merespon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua.
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (over behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik
(practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut maka perilaku kesehatan adalah
suatu respon seseorang atau organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, system pelayanan, makanan, dan minuman, serta
lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok.
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha seseorang untuk menjaga kesehatan agar tidak sakit
dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, terdapat 3 aspek
yang mendasari perilaku pemeliharaan kesehatan, yaitu:
1) Perilaku pencegahaan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit
2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Oleh
karena kesehatan itu sangat dinamis dan relative, maka dari itu orang yang
sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal
mungkin.
3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Oleh karena makanan dan minuman
dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan, namun sekaligus juga
menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang. Hal ini sangat tergantung
pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tesebut.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau
sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)
Perilaku ini merupakan upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan ini dimulai dari mengobati diri sendiri
(self-treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan sekitarnya, sehingga lingkungan
tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan kata lain, bagaimana seseorang
mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri,
keluarga, dan masyarakatnya.
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku
keehatan ini.
1) Perilaku kesehatan sehat (Healthy life style)
Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan atau pola gaya
hidupnya.
Perilaku ini mencakup antara lain:
a) Makanan dengan menu seimbang. Dimana kualitas (mengandung zat gizi
yag diperlukan tubuh) dan kuantitas (jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan)
b) Olahraga teratur, juga mencakup kualotas (gerakan) dan kualitas (frekuensi
dan waktu yang digunakan untuk olahhraga atau aktivitas fisik selain
olahraga).
c) Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang dapat
mengakibatkan berbagai penyakit.
d) Tidak minum-minuman keras dan narkoba
e) Istirahat yang cukup. Beraktivitas secara berlebih tanpa istirahat pun dapat
menimbulkan masalah kesehatan.
f) Mengendalikan stress. Stress akan terjadi pada siapa saja dan akibatnya
bermacam-macam bagi kesehatan. Meski stress tidak dapat dihindari maka
penting menjaga agar stress tidak menyebabkan gangguan kesehatan, kita
harus dapat mengendalikan atau mengelola stress dengan kegiatan-
kegiatan yang positif.
g) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan. Misalnya tidak
berganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita dengan
lingkungan, dan sebagainya, dan seterusnya.

B. Kesehatan Komunitas
1. Pengertian Komunitas
Menurut WHO kelompok sosial yang ditentukan oleh batas – batas wilayah nilai
keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling berinteraksi antara anggota
masyarakat yang satu dengan yang lain.
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai
persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan
batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga
(Sumijatun dkk, 2006). Misalnya di dalam kesehatan di kenal kelompok ibu hamil,
kelompok ibu menyusui, kelompok anak balita, kelompok lansia, kelompok masyarakat
dalam suatu wilayah desa binaan dan lain sebagainya. Sedangkan dalam kelompok
masyarakat ada masyarakat petani, masyarakat pedagang, masyarakat pekerja,
masyarakat terasing dan sebagainya (Mubarak, 2006).
Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang merupakan
perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public health) dengan
dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan pelayanan promotif
dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan
rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing
process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga
mampu mandiri dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2006). Proses keperawatan
komunitas merupakan metode asuhan keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis,
dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan
klien, keluarga, kelompok serta masyarakat melalui langkah-langkah seperti pengkajian,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan (Wahyudi, 2010).
2. Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas :
a. Tujuan keperawatan komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk pencegahan dan
peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya sebagai berikut.
1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu,
keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health general
community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat mempunyai kemampuan untuk: a) Mengidentifikasi masalah
kesehatan yang dialami; b) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan
masalah tersebut; c) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan; d)
Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi; e) Mengevaluasi sejauh
mana pemecahan masalah yang mereka hadapi, yang akhirnya dapat
meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara mandiri (self
care).
b. Fungsi keperawatan komunitas
1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi kesehatan
masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan
keperawatan.
2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhannya dibidang kesehatan.
3) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah,
komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat.
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan permasalahan
atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat
dan pada akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan (Mubarak, 2006).
3. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Strategi intervensi keperawatan komunitas
adalah sebagai berikut:
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya setelah belajar dari
pengalaman sebelumnya, selain faktor pendidikan/pengetahuan individu, media
masa, Televisi, penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan sebagainya.
Begitu juga dengan masalah kesehatan di lingkungan sekitar masyarakat, tentunya
gambaran penyakit yang paling sering mereka temukan sebelumnya sangat
mempengaruhi upaya penangan atau pencegahan penyakit yang mereka lakukan. Jika
masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat individual tidak akan mampu
mencegah, apalagi memberantas penyakit tertentu, maka mereka telah melakukan
pemecahan-pemecahan masalah kesehatan melalui proses kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion) Pendidikan kesehatan adalah proses
perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar
proses transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat
prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari dalam diri
individu, kelompok atau masyarakat sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan
kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun WHO
yaitu ”meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan; baik fisik, mental dan sosialnya; sehingga produktif secara
ekonomi maupun secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership) Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam
lingkungan masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman bagi
lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat dibutuhkan dalam
upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan komunitas melalui upaya ini berbagai
persoalan di dalam lingkungan masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih cepat.
(Kelompok 2)

EPIDEMIOLOGI Dan KEPENDUDUKAN

A. Definisi Epidemiologi
Epidemiologi secara terminology berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari 3 kata yaitu
epi (di atas/di antara/ yang di antara), demos (populasi, orang, masyarakat), dan logos (ilmu).
Berdasarkan arti secara harfiah tersebut, dapat dikatakan epidemiologi merupakan ilmu yang
mempelajari suatu penyakit yang ada di antara masyarakat/populasi.
Epidemiologi merupakan salah satu ilmu yang digunakan dalam mencari penyebab
penyakit. Epideimologi selain sebagai ilmu dalam mencari penyebab suatu penyakit, juga
digunakan dalam pemilihan upaya pencegahan penyakit. Sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi dan determinan
penyakit atau masalah kesehatan pada kelompok manusia, serta mempelajari bagaimana
suatu penyakit terjadi dan meneliti upaya preventif maupun upaya mengatasi masalah
tersebut. Masalah kesehatan atau penyakit yang terjadi pada manusia memiliki faktor
penyebab dan faktor pencegahan yang dapat di identifikasi melalui suatu pengamatan yang
sistematik berdasarkan pada 1) frekuensi masalah kesehatan, 2) distribusi masalah
kesehatan, dan 3) determinan masalah kesehatan.
Distribusi adalah penyebaran masalah kesehatan dalam populasi. Distribusi atau
penyebaran penyakit dalam epidemiologi digambarkan ke dalam 3 unsur yaitu berdasarkan
orang, tempat dan waktu. Determinan adalah faktor penyebab suatu masalah kesehatan.
Untuk menentukan besaran masalah kesehatan dengan tepat ada beberapa langkah yang
harus dilakukan diantaranya merumuskan hipotesis tentang penyebab masalah penyakit yang
dimaksud, melakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya, dan
menarik kesimpulan terkait hasil pengujian/pengamatan. Selain distribusi dan determinan
penyakit. Frekuensi adalah factor penting dalam mendefinisikan epidemiologi. Frekuensi
adalah besarnya masalah kesehatan yang ada pada sekelompok manusia.

B. Sejarah Epidemiologi
Dalam sejarahnya, epidemiologi dikembangkan dengan menggunakan epidemi penyakit
menular sebagai suatu model studi. Landasan epidemiologi masih berpegang pada model
penyakit, metode, dan pendekatannya. Epidemiologi sudah terbukti efektif dalam
mengembangkan hubungan sebab-akibat pada kondisi-kondisi non-infeksius seperti
penyalahgunaan obat, bunuh diri, kecelakaan lalu lintas, keracunan zat kimia, kanker, dan
penyakit jantung.
Epidemiologi digunakan untuk menentukan kebutuhan akan program-program
pengendalian penyakit, mengembangkan program pencegahan dan layanan kesehatan, serta
menetapkan pola penyakit endemi, epidemi, hiperendemi dan pandemi.
Secara umum sejarah epidemiologi dibagi ke dalam empat periode, sebagai berikut.
1. Periode Kuno
Periode ini dimulai pada saat zaman Hippocrates yang di kenal sebagai bapak
kedokteran yang berkembang semasa 460-375 sebelum masehi.
2. Masa Pertengahan
Masa pertengahan dimulai sejak awal tahun 1348 yang dikenal dengan zaman
“Kematian Hitam”. Pada saat itu, dikenal penyakit wabah dengan korban jiwa yang tidak
sedikit.
3. Abad ke-18
Pada abad ke-18, mulai terjadi peningkatan derajat kesehatan yang didukung dengan
berkembangnya penelitian-penelitian ke arah penyakit-penyakit menular. Dalam dunia
keperawatan, pada tahun 1820-1910 lahir tokoh yang dikenal sebagai simbol
keperawatan dunia, Florence Nightingale. Florence Nightingale mengemukakan konsep
keperawatan dengan memperhatikan lingkungan sekitar klien. Florence berkeyakinan
jika lingkungan diperbaiki maka masa perawatan dapat dipersingkat.
4. Abad ke-19 : epidemiologi modern
Dalam epidemiologi modern, telah dipandang determinan penyakit secara holistik,
oleh sebab itu telah digunakan beberapa pendekatan, di antaranya:
a. Statistik yang berhubungan dengan keadaan yang memengaruhi hygine dan
kesehatan;
b. Epidemiologi penyakit infeksius;
c. Epidemiologi penyakit kronis;
d. Eko-epidemiologi.

C. Pola-pola Penyakit
Pola suatu penyakit juga dapat ditentukan melalui studi epidemiologi. Pola-pola penyakit
yaitu:
1. Endemi adalah berlangsungnya suatu penyakit pada tingkatan yang sama atau
keberadaan suatu penyakit yang terus-menerus di dalam populasi atau wilayah tertentu.
Contohnya : Endemi Malarian di Irian Jaya
2. Hiperendemi merupakan istilah yang menyatakan aktivitas yang terus-menerus melebihi
prevelensi yang diperkirakan, sering dihubungkan populasi tertentu, populasi yang kecil
atau populasi yang jarang seperti yang ditemukan di rumah sakit, klinik, bidan, atau
institusi lain. Istilah ini juga menunjukkan keberadaan penyakit menular dengan tingkat
insidensi yang tinggi dan terus-menerus melebihi angka privelensi normal dalam
populasi dan menyebar merata pada semua usia dan kelompok.
3. Holoendemi menggambarkan suatu penyakit yang kejadiannya dalam populasi sangat
banyak dan umumnya terdapat di awal kehidupan pada sebagian besar anak dalam
populasi. Contohnya: cacar (chicken pox).
4. Epidemi adalah wabah atau munculnya penyakit tertentu yang berasal dari sumber
tunggal dalam satu kelompok, populasi, masyarakat, atau wilayah yang melebihi
tingkatan kebiasaan yang diperkirakan. Kejadian luar biasa atau peningkatan secara
tajam dari kasus baru yang memengaruhi kelompok tertentu biasanya juga disebut
sebagai epidemi. Contohnya: wabah difteri di Indonesia.
5. Pandemi adalah epidemi yang menyebar luas melintasi batas negara, benua, atau
populasi yang besar dan bahkan kemungkinan seluruh dunia. Contohnya: Pandemi Flu
Burung yang melanda hamper seluruh Negara di dunia.

D. Konsep Dasar Epidemiologi


1. Agent, Host and environment model
Berbeda dengan pendekatan medik yang memfokuskan pada satu individu, maka
konsep epidimologi mempelajari satu kelompok penduduk dan berupaya memberikan
informasi yang mewakili kelompk penduduk tersebut. Terdapat 3(tiga) komponen yang
selalu menjadi pokok pembahasan dalam pendekatan epdemiologi untuk mempelajari
terjadinya suatu penyakit atau masalah kesehatan pada sekelompok penduduk yaitu:
a. Faktor Penyebab (Agent)
Penyebab (agent) suatu penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup maupun
tak hidup yang kehadirannya atau ketidak hadirannya, bila diikuti dengan kontak
yang efektif terhadap manusia yang rentan dalam keadaan yang memungkinkan,
akan menjadi stimuli untuk menginisiasi atau memudahkan terjadinya suatu proses
penyakit biologis, kimia, nutrisi, mekanik dan agent fisik.
b. Faktor Penjamu
Faktor penjamu mempunyai karakteristik yang luas antara lain: usia, jenis
kelamin, ras, sosial ekonomi, status perkawinan, riwayat penyakit, cara hidup,
hereditas, nutrisi dan imunitas. Faktor- faktor tersebut dapat mempengaruhi kondisi
host terhadap pertama: risiko terpapar sumber infeksi dan kedua: kerentanan dan
resistensi dari manusia terhadap suatu infeksi atau penyakit.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan diklasifikasi dalam 4 komponen yaitu: lingkungan fisik,
biologi, sosial, dan ekonomi.
2. Causality
Causality (Hubungan sebab dan akibat). Kausalitas mengacu pada hubungan antara
penyebab dan akibat. Tujuan dari studi epidemiologi adalah untuk memahami kondisi
pengembangkan dan menawarkan pencegahan dan perlindungan yang efektif.
a. Immunity
Imunitas merupakan jawaban reaksi tubuh terhadap bahan asing secara molekuler
maupun seluler. Immunitas berasal dari kata latin yaitu immunitas. Secara umum
sistem kekebalan tubuh atau sistem imun adalah sistem perlindungan dari pengaruh
luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme
sehingga tidak mudah terkena penyakit.
b. Risk
Risk (Risiko) untuk menentukan kemungkinan bahwa suatu penyakit atau
masalah kesehatan akan terjadi, ahli epidemiologi prihatin dengan risiko, atau
kemungkinan bahwa suatu penyakit atau kondisi kesehatan yang tidak baik akan
berkembang. Untuk setiap kelompok orang tertentu, risiko berkembang masalah
kesehatan secara langsung dipengaruhi oleh biologi, lingkungan, gaya hidup, dan
sistem perawatan kesehatan.
c. Natural History of a disease or Health Condition (Riwayat Penyakit Alami atau
Kondisi kesehatan)
Proses ini melibatkan interaksi antara tuan rumah (host), agen penyebab (agent),
dan lingkungan (environment). Perkembangan alami penyakit terjadi pada empat
tahapan karena mempengaruhi populasi — dua tahap yang disebut sebagai
prepathogenesis (sebelum deteksi penyakit atau kondisi) dan dua disebut sebagai
patogenesis (sementara penyakit atau kondisi hadir). Empat tahap adalah
kerentanan, adaptasi, atogenesis awal, dan klinis penyakit.
3. Tujuan dan Manfaat Epidemiologi
Seorang tenaga kesehatan masyarakat sangat memerlukan pemahaman tentang tujuan
dan manfaat epidemiologi. Tujuan dan manfaat epidemiologi antara lain:
a. Menerangkan besarnya masalah kesehatan (penyakit) dan penyebarannya yakni
memberikan gambaran (deskripsi) tentang penyebaran (distribusi), besarnya &
luasnya masalah kesehatan dan lainnya.
b. Identifikasi factor masalah kesehatan
c. Menyiapkan data dan informasi terkait masalah kesehatan
d. Menjelaskan interaksi factor-faktor kausa-etio;ogi (agent), host dan environment
yang menggambarkan riwayat alamiah penyakit.
e. Menguraikan kelompok penduduk yang dalam risiko dan yang berisiko tinggi
terhadap kelompok penduduk yang tidak memiliki resiko.
f. Mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta keberhasilan kegiatan
g. Membantu pekerjaan administrasi kesehatan yakni pada planning, monitoring, dan
evaluation
h. Menerapkan keadaan masalah kesehatan apakah termasuk dalam Endemi,
hiperendemi, holoendemi, epidemi dan pandemi.
(Kelompok 3)

PENGERTIAN, SEJARAH DAN PRINSIP KESEHATAN KOMUNITAS

A. Pengertian Keperawatan Komunitas


1. Kemenkes RI
Keperawatan komunitas atau community health nursing merupakan praktik untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat dengan menggunakan
pengetahuan dari ilmu keperawatan, ilmu sosial dan ilmu kesehatan masyarakat.
Pengertian lain dari keperawatan komunitas adalah suatu bentuk pelayanan
profesional berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan terutama pada
kelompok risiko tinggi untuk meningkatkan status kesehatan komunitas dengan
menekankan upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta tidak
mengabaikan kuratif dan rehabilitatif.
2. WHO
Keperawatan komunitas mencakup perawatan kesehatan keluarga (nurse health
family) juga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat luas, membantu masyarakat
mengidentifikasi masalah kesehatannya sendiri, serta memecahkan masalah kesehatan
tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka sebelum mereka meminta
bantuan kepada orang lain.
3. Ruth B. Freeman
Kesatuan yang unik dari praktik keperawatan dan kesehatan masyarakat yang
ditujukan pada pengembangan serta peningkatan kemampuan kesehatan, baik diri
sendiri secara perorangan maupun secara kolektif sebagai keluarga, kelompok khusus
atau masyarakat.
4. Pradley
Pelayanan perawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan
penekanan pada kelompok risiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan
yang optimal melalui pencegahan yang penyakit dan peningkatan kesehatan, dengan
menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

B. Sejarah perkembangan keperawatan komunitas


Perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai pada abad ke-16, yaitu
dimulai dengan adanya upaya pembatasan penyakit cacar dan kolera yang sangat ditakuti oleh
masyarakat saat itu. Penyakit kolera masuk ke Indonesia tahun 1927, dan pada pada tahun
1937 terjadi wabah kolera eltor. Selanjutnya tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui
Singapura dan mulai berkembang di Indonesia, sehingga berawal dari wabah kolera tersebut
pemerintah Belanda (pada waktu itu indonesia dalam penjajahan Belanda) melakukan upaya-
upaya kesehatan masyarakat. Gubernur Jendral Deandles pada tahun 1807 telah melakukan
upaya pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka
menurunkan angka kematian bayi dalam praktik persalinan.
Upaya ini dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian bayi (infan mortality
rate) yang tinggi. Namun, upaya ini tidak bertahan lama, akibat langkanya tenaga pelatih
kebidanan. Baru kemudian di tahun 1930, program ini dimulai lagi dengan didaftarkannya
para dukun bayi sebagai penolong dan perawat persalinan. Pada tahun 1851 berdiri sekolah
dokter jawa oleh dr. Bosch dan dr. Blekker-kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer di
indonesia. Sekolah ini dikenal dengan nama STOVIA (SCHOOL Tot Oplelding van Indiche
Arsten) atau sekolah pendidikan dokter pribumi.
Pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang ke-2 di Surabaya dengan nama NIAS
(Nederland Indische Artsen School). Pada tahun 1927 STOVIA berubah menjadi sekolah
kedokteran dan sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947, STOVIA berubah menjadi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Selain itu, perkembangan kesehatan masyarakat di indonesia juga ditandai dengan
berdirinya pusat laboratorium Kedokteran di Bandung tahun 1888- tahun 1938 pusat
laboratorium ini berubah menjadi lembaga Eykman. Selanjutnya, laboratorium-laboratorium
lain juga didirikan di kota-kota seperti Medan, Semarang, Makassar, Surabaya, dan
Yokyakarta dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit malaria, lepra, cacar serta
penyakit lainnya. Bahkan lembaga gizi dan sanitasi juga didirikan.
Pada tahun 1922, penyakit pes masuk ke Indonesia dan tahun 1933-1935 penyakit ini
menjadi epidemis di beberapa tempat, terutama dipulau jawa. Pada tahun 1935 dilakukan
program pemberantasan penyakit pes dengan cara melakukan penyemprotan DDT terhadap
rumah-rumah penduduk dan vaksinasi masal. Tercatat sampai pada tahun 1941, 15 juta orang
telah di vaksinasi. Pada tahun 1945, hydrich- seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda-
melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di
Banyumas purwokerto. Dari hasil pengamatan dan analisisnya, disimpulkan bahwa tingginya
angka kesakitan dan kematian dikedua daerah tersebut dikarenakan buruknya kondisi sanitasi
lingkungan, masyarakat buang air besar di sembarangan tempat, dan pengguna air minum dari
sungai yang telah tercemar. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa rendahnya sanitasi
lingkungan dikarenakan perilaku penduduk yang kurang baik, sehingga Hydrich memulai
upaya kesehatan masyarakat dengan mengembangkan daerah percontohan, yaitu dengan cara
melakukan promosi mengenai pendidikan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini
dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia. Memasuki zaman kemerdekaan,
salah satu tonggak perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah saat
diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung plane) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena
dan dr.Patah-yang selanjutnya dikenalkan dengan nama Patah-Leimena. Dalam konsep ini,
diperkenalkan bahwa dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat, aspek preventif dan
kuratif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan
kesehatan, kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik dirumah sakit maupun dipuskesmas.
Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat oleh dr.
Y. Susanti dengan berdirinya proyek Bekasi (lemah abang) sebagai proyek percontohan/
model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di indonesia dan
sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan. Proyek ini juga menekankan pada pendekatan tim
dalam pengelolaan program kesehatan. Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan
terpadu ini, terpilih delapan desa wilayah pengembangan masyarakat.
1. Sumatra Utara : Indrapura
2. Lampung
3. Jawa Barat : Bojong Loa
4. Jawa Tengah : Sleman
5. Yokyakarta : Godean
6. Jawa Timur : Mojosari
7. Bali : Kesiman
8. Kalimantan Selatan : Barabai
Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini. Pada
bulan november 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program
kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat indonesia, yaitu
mengenai konsep puskesmas- yang dipaparkan oleh dr. Achmad Dipodilogo- yang mengacu
pada konsep Bandung dan proyek Bekasi. Dalam seminar ini telah disimpulakan dan
disepakati mengenai sistem puskesmas yang terdiri atas tipe A, B, dan C. Akhirnya pada
pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas
merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh
pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat
(puskesmas).
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit yang memberikan pelayanan kuratif dan
preventif secara terpadu, menyeluruh, dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan
atau sebagian kecamatan di kotamadya atau kabupaten. Sebagai lini terdepan pembangunan
kesehatan, puskesmas diharapkan selalu tegar. Untuk itu, diperkenalkanlah program untuk
selalu menguatkan puskesmas (strengthening puskesmas). Di negara berkembang seperti
Indonesia, fasilitas kesehatan berlandaskan masyarakat disarankan lebih efektif dan penting.
Departemen kesehatan telah membuat usaha intensif untuk membangun puskesmas yang
kemudian dimasukkan ke dalam master plan untuk operasi penguatan pelayanan kesehatan
Nasional. Kegiatan pokok dalam program dasar dan utama puskesmas mencakup 18
kegiatan, yaitu:
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2. Keluarga berencana (KB)
3. Gizi
4. Kesehatan Lingkungan
5. Pencegahan dan Pemberantasan penyakit menular serta imunisasi,
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9. Perawatan kesehatan masyarakat
10. Kesehatan gigi dan mulit
11. Usaha kesehatan jiwa
12. Optometri
13. Kesehatan geriatric
14. Latuhan dan olahraga
15. Pengembangan obat-obatan tradisional
16. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
17. Laboratorium dasar
18. Pengumpulan informasi dan pelaporan untuk sistem informasi kesehatan.
Pada tahun1969, sistem puskesmas hanya disepakati dua saja, yaitu puskesmas tipe A
yang dikelola oleh dokter dan puskesmas tipe B yang dikelola oleh seorang paramedis.
Dengan adanya perkembangan tenaga medis, maka pada tahun 1979 tidak diadakan
perbedaan puskesmas tipe A atau tipe B- hanya ada satu puskesmas saja, yang dikepalai oleh
seorang dokter. Namun, kebijakan tentang pimpinan puskesmas mulai mengalami perubahan
tahun 2000, yaitu puskesmas tidak harus dipimpin oleh seorang dokter, tapi dapat juga
dipimpin oleh Sarjana Kesehatan Masyarakat. Hal ini tentunya diharapkan dapat membawa
perubahan yang positif, dimana tenaga medis lebih diarahkan pada pelayanan langsung pada
klien dan tidak disibukkan dengan urusan: administratif/manajerial, sehingga mutu pelayanan
dapat ditingkatkan. Di provinsi Jawa Timur misalnya, sudah dijumpai kepala puskesmas dari
lulusan sarjana kesehatan Masyarakat seperti di kabupaten Gresik, Bojonegoro, dan lain
sebagainya. Pada tahun 1979 dikembangkan satu peranti manajerial guna penilaian
puskesmas, yaitu stratifikasi puskesmas, sehingga dibedakan adanya: (1) Strata 1, puskesmas
dengan prestasi sangat baik (2) Strata 2, puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar (3)
Strata 3, puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata.
Peranti manajerial puskesmas yang lain berupa microplanning untuk perencanaan dan
Lokakrya mini untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim. Pada
tahun 1984, tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan berkembangnya program
paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana (posyandu) yang mencakup kesehatan ibu
dan anak, keluarga berencana, gizi, penanggulangan penyakit diare, dan imunisasi.
Sampai dengan tahun 2002, jumlah puskesmas di Indonesia mencapai 7.309. Hal ini
berarti 3,6 puskesmas per 100.000 penduduk atau satu puskesmas melayani sekitar 28.144
penduduk. Sementara itu, jumlah desa di Indonesia mencapai 70.921 pada tahun 2003, yang
berarti setidaknya satu puskesmas untuk tiap sepuluh desa-dibandingkan dengan rumah sakit
yang harus melayani 28.000 penduduk. Jumlah puskesmas masih teus dikembangkan dan
diatur lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang prima. Jumlah puskesmas
masih jauh dari memadai, terutama di daerah tepencil. Diluar Jawa dan Sumatra, puskesmas
harus menangani wilayah yang luas, (terkadang beberapa kali lebih luas dari satu kabupaten
di Jawa) dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit. Sebuah puskesmas terkadang hanya
melayani 10.000 penduduk. Selain itu, bagi sebagian penduduk Puskesmas terlalu jauh untuk
dicapai.

C. Prinsip Keperawatan Komunitas


1. Kemanfaatan
Intervensi yang yang dilakukan harus memberikan manfaat sebesar besarnya bagi
komunitas artinya ada keseimbangan antara manfaat dan kerugian.
2. Autonomi
Diberikan kebebasaan untuk melakukan/memilih alternative yang terbaik yang
disediakan untuk komunitas.
3. Keadilan
Melakukan upaya/tindakan sesuai dengan kemampuan/kapasitas komunitas.

D. Keperawatan Kesehatan Komunitas


ANA (dalam Allexander et al., 2014) mengemukakan delapan prinsip kesehatan
komunitas (the eight priciples of public helath nursing). Prinsip tersebut hendaknya
dipegang dan dilaksanakan oleh perawat kesehatan komunitas selama menjalankan tugasnya
melayani masyarakat.
1. Focus On The Community
Prinsip dari keperawatan kesehatan komunitas adalah berfokus pada komunitas.
Komunitasdijadikan sebagai klien atau sebagai unit pelayanan perawatan kesehatan
komunitas.
2. Give Priority To Community Needs
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemberi asuhan keperawatan kesehatan
komunitas, perawat komunitas memberikan prioritas terhadap kebutuhan-kebutuhan
komunitas.
3. Work In Partnership With The People
Dalam hal ini perawat kesehatan komunitas bekerja bersama-sama dengan
masyarakat sebagai klien, dan masyarakat tersebut sebagai an equal partner (bermitra
dengan masyarakat dengan kedudukan yang sama).
4. Focus On Primary Prevention
Pencegahan primer merupakan fokus atau diutamakan dalam menentukan
aktivitas atau intervensi yang tepat sebagai komunitas. Pencegahan primer menyangkut
tindakan-tindakan pencegahan bagi orang yang masih dalam kondisi sehat, sedangkan
pencegahan sekunder ditujukan bagi orang sakit, dan tersier ditujukan bagi orang yang
sedang dalam masa pemulihan atau kegiatan rehabilitasi.
5. Promote A Healthful Environment
Perawat kesehatan masyarakat berfokus kepada strategi yang menciptakan
lingkungan sosial dan kondisi ekonomi yang sehat dimana masyarakat perlu didorong
untuk hal tersebut.
6. Target All Who Might Benefit
Perawat kesehatan masyarakat diwajibkan mengidentifikasi secara aktif dan
meingkatkan benefit atas pelayanan atau aktivitas yang dilakukan untuk semua orang.
7. Promote Optimum Allocation Of Resources
Mengoptimalkan penggunaan sumber-sumber yang ada untuk memastikan
peningkatan secara menyeluruh dalam kesehatan masyarakat adalah elemen kunci dari
praktik kesehatan masyarakat.
8. Collaborate With Others In The Community
Perawat kesehatan komunitas bekerja sama dengan berbagai pihak di komunitas,
termasuk dengan profesi yang lain, organisasi, dan sekelompok stakeholder adalah cara
paling efektif untuk mempromosikan dan melindungi kesehatan masyarakat.
(Kelompok 4)
KOMUNITAS SEBAGAI KLIEN TEORI DAN MODEL KONSEPTUAL DALAM
KEPERAWATAN KOMUNITAS

Model konseptual keperawatan menguraikan situasi yang terjadi dalam suatu lingkungan
atau stressor yang mengakibatkan seseorang individu berupa menciptakan perubahan yang
adaptif dengan menggunakan sumber yang tersedia. Model konseptual keperawatan
mencerminkan upaya menolong orang tersebut mempertahankan keseimbangan melalui
pengembangan mekanisme koping yang positif untuk mengatasi stressor ini. Melalui penjelasan
tentang fenomena ini dan ketertarikan antara istilah umum dan abstrak maka model konseptual
mencerminkan langkah pertama mengembangkan formulasi teoritis yang diperlukan untuk
kegiatan ilmiah.
Model keperawatan pada hakikatnya mengatur hubungan antara perawat komunitas
dengan klien, yaitu keluarga, kelompok, dan komunitas. Klien telah memberikan kepercayaan
dan kewenangannya untuk membantunya meningkatkan kesehatan melalui asuhan keperawatan
komunitas yang berkualitas. Pada topik ini hanya dibatasi tiga model yang sering digunakan di
komunitas, berikut uraiannya.

A. Model Self Care Menurut Dorothy Orem


Kata self care (mandiri), kemandirian komunitas adalah tujuan akhir dari pelayanan
keperawatan komunitas. Model ini lebih menekankan kepada self care (mandiri) untuk
mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan komunitas dalam keadaan, baik
sehat maupun sakit (Orem, 1971, dalam Marriner, 2001).

B. Model Health Care System Menurut Betty Neuman


Model kedua yang akan dibahas adalah model health care system (Neuman, 1972, dalam
Anderson & McFarlane, 2000). Model ini dikembangkan berdasarkan philosophy primary
health care (pelayanan kesehatan utama) yang memandang komunitas sebagai klien.
Kliennya bisa meliputi individu, kelompok, keluarga, komunitas atau kumpulan agregat
lainnya yang dipandang sebagai suatu sistem terbuka yang memiliki siklus input, proses,
output dan feedback sebagai suatu pola yang dinamis.

C. Model Keperawatan Komunitas Sebagai Mitra (Community As Partner) Menurut


Anderson & Mc Farlan
Model selanjutnya yang akan kita bahas adalah model keperawatan komunitas sebagai
mitra. Model komunitas sebagai mitra (community as partner) yang dikembangkan
berdasarkan model Neuman dengan pendekatan totalitas manusia untuk menggambarkan
masalah kesehatan yang ada. Model ini sekaligus menekankan bahwa primary health care
(PHC) sebagai filosofi yang mendasari komunitas untuk turut aktif meningkatkan kesehatan,
mencegah, dan mengatasi masalah melalui upaya pemberdayaan komunitas dan kemitraan.
Ada tiga pendekatan utama primary health care (PHC), yaitu memberikan pelayanan
kesehatan dasar dengan teknologi tepat guna, menjalin kerja sama lintas sektoral, dan
meningkatkan peran serta masyarakat. Oleh karenanya, model ini sangat menitikberatkan
pada kemitraan, melalui kemitraan komunitas akan merasa masalah kesehatannya juga
menjadi tanggung jawabnya. Pada pembahasan sebelumnya tentang model health care
system menurut Neuman sudah dijelaskan, bahwa klien adalah sebagai sistem terbuka. Klien
dan lingkungannya berada dalam interaksi yang dinamis dan memiliki tiga garis pertahanan,
yaitu fleksible line of defense, normal line of defense, dan resistance defense. Intinya ada
dua komponen penting dalam model ini, yaitu roda pengkajian komunitas dan proses
keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri atas dua bagian utama, yaitu inti (core)
sebagai intrasistem yang terdiri atas, demografi, riwayat, nilai dan keyakinan komunitas.
Ekstrasistemnya terdiri atas delapan subsistem yang mengelilingi inti, yaitu lingkungan fisik,
pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, pelayanan kesehatan dan
sosial, komunikasi, ekonomi, dan rekreasi. Proses keperawatan yang dimaksud mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Hitchcock, Schubert,
Thomas, 1999; Anderson & McFarlane, 2000; Ervin, 2002).
(Kelompok 5)

PERAN, FUNGSI Dan ETIKA KEPERAWATAN KOMUNITAS

Peran perawat adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang
lain,dalam hal ini peran perawat untuk memberikan asuhan keperawatan,melakukan pembelaan
kepada klien,sebagai pendidik tenaga perawat dan masyarakat,coordinator dalam pelayanan.

Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu sehat maupun sakit dimana
segala aktivitas yang dilakukan berguna untuk pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki, aktivitas ini dilakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian
pasien secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian,
identifikasi masalah (diagnose keperawatan) perencanaan, implementasi dan evaluasi.

A. Peran Perawat di Komunitas


Menurut pendapat Dohey dkk (1982) ada beberapa elemen peran perawat profesuional
(element rool) antara lain: care giver, client advocate, counselor, educator, collabolator,
coordinator, change agent, consultant dan interpersonal proses. Hal ini seperti dijelaskan
dibawah ini:
1. Care Giver
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pembela klien memiliki peran sebagai
berikut:
a. Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi
b. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien
c. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis
keperawatan
2. Client Advocate
Tugas perawat sebagai pembela klien memiliki peran sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan
informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain
yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepadanya.
b. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang
sakit dan dirawat dirumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan,
perawat adalah anggota kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien,
sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak pasien.
Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk
di dalamnya pengingkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan
klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien.
3. Conselelor
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan
psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan
untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan
emosional dan intelektual, Maka dari itu perawat berperan.
4. Collabolator
Peran sebagai kolabolator perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui
tim kesehatan yang terdiri dari dokter fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan
berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi
atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya dalam kaitannya
membantu mempercepat penyembuhan klien.
5. Coordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat
terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
Tujuan perawat sebagai coordinator adalah:
a. Untuk memenuhi asuhan kesehatan secara efektif, efisien dan menguntungkan
klien.
b. Pengaturan waktu dan seluruh aktifitas atau penanganan pada klien
c. Menggunakan keterampilan perawat untuk merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan, dan mengontrol
6. Change Agent
Pembawa perubahan adalah seseorang yang berinisiatif membantu membuat
perubahan pada dirinya atau pada sistem. Mengidentifikasi masalah, mengkaji motivasi
pasien dan membantu klien untuk berubah, menunjukkan alternative, menggali
kemungkinan hasil dari alternative, mengkaji sumber daya menunjukkan peran
membantu, membina dan mempertahankan hubungan membantu, membantu selama
fase dari proses perubahan dan membimbing klien melalui fase ini.

B. Fungsi Perawat Komunitas


Fungsi suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan perannya. Dalam
melaksanakan tugasnya perawat memiliki fungsi yaitu perawat independen, fungsi
dependen, dan fungsi interdependen.
1. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat
dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam
melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti
pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas, dan lain-lain,
pemenuhan kebutuhan cinta mencintai,pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi
diri.
2. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau
instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan.
Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat primer ke perawat pelaksana.
3. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan
diantara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan
membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan
asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini
tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya,
seperti dokter dalam memberikan tanda pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam
pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.

C. Etika Keperawatan Komunitas


Etika keperawatan kesehatan komunitas adalah etika pengambilan keputusan moral,
pengetahuan tentang hak klien, dan tanggung jawab profesi, Hak klien atas kesehatan
merupakan hak yang bersifat alami, dimana tiap masyarakat berhak memperoleh derajat
kesehatan seoptimal mungkin.
Prinsip etika dalam keperawatan kesehatan komunitas:
1. Prinsip kebaikan, yaitu mempertimbangkan bahaya dengan keuntungan dan analisis
kebutuhan biaya dalam penentuan dampak terhadap populasi.
2. Prinsip otonomi, yaitu menghormati setiap orang, karena tiap individu mempunyai hak
untuk menentukan rencana hidupnya.
3. Kejujuran yaitu prinsip dalam pengertian dalam memberikan asuhan keperawatan
tindakan yang dilakukan harus sesuai dengan kemampuan dan kapasitas komunitas.

D. Macam-Macam Etika
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia
serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai.
Artinya etika deskriptif ini berbicara mengenai fakta dan apa adanya.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan
apa yang bernilai dalam hidupnya. Jadi etika ini merupakan norma-norma yang dapat
menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindari hal-hal buruk, sesuai
kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku dimasyarakat.
(Kelompok 6)

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS Dalam RENTANG SEHAT SAKIT

A. Pengkajian
Pengkajian dan diagnosis keperawatan merupakan tahap awal dalam proses keperawatan
komunitas. Pada tahap ini, setelah perawat mengkaji data kesehatan komunitas, selanjutnya
menetapkan diagnosis keperawatan. Pada tahap pengkajian keperawatan untuk memahami
aspek yang dikaji, perawat harus memiliki pemahaman tentang epidemiologi. Keberhasilan
dalam pengkajian akan memengaruhi tahap-tahap selanjutnya dalam proses keperawatan,
yaitu diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi
keperawatan komunitas.
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan yang sistematis dalam menentukan status
kesehatan klien, mengisolasi perhatian dan masalah kesehatan, mengembangkan rencana
untuk memulihkan mereka, memulai tindakan untuk melaksanakan rencana tersebut, dan
akhirnya mengevaluasi keadekuatan dari rencana dalam meningkatkan kesehatan dan
pemecahan masalah. Proses keperawatan mendefinisikan interaksi dan intervensi dengan
sistem klien, apakah sistem sebagai suatu individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.
Tahap-tahap proses keperawatan komunitas sama dengan tahap-tahap proses keperawatan
pada umumnya, yaitu dimulai dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Perawat berupaya untuk merespon dan memenuhi kebutuhan
komunitas. Komunitas adalah klien.
1. Komunitas Sebagai Klien
Untuk perawat kesehatan komunitas, bekerja dengan komunitas memiliki dua
misi penting, yaitu komunitas secara langsung akan memengaruhi kesehatan individu,
keluarga, kelompok, populasi yang mungkin bagian dari itu, dan penyediaan layanan
kesehatan yang paling penting di tingkat komunitas.
2. Dimensi Komunitas Sebagai Klien
Sebuah komunitas memiliki tiga fitur, yaitu tempat, populasi, dan sistem sosial.
Hal ini berguna untuk memikirkan dimensi-dimensi setiap masyarakat sebagai peta
kasar untuk mengikuti pengkajian kebutuhan atau perencanaan penyediaan layanan.
a. Tempat
Setiap komunitas secara fisik melakukan kehidupan sehari-hari dalam lokasi
geografis tertentu. Kesehatan komunitas dipengaruhi oleh lokasi tempat tinggal
termasuk penempatan layanan kesehatan, kondisi geografis, tanaman, hewan atau
binatang, dan lingkungan buatan manusia.
b. Populasi
Populasi tidak hanya terdiri atas agregat khusus, tetapi juga semua orang yang
beraneka ragam, yang hidup dalam batas-batas Komunitas. Kesehatan komunitas
sangat dipengaruhi oleh penduduk yang tinggal di dalamnya. Fitur yang berbeda
dari populasi menunjukkan kebutuhan kesehatan dan memberikan dasar untuk
perencanaan kesehatan.
c. Sistem Sosial
Selain lokasi dan populasi, setiap komunitas memiliki dimensi ketiga, yaitu sistem
sosial. Berbagai bagian dari sistem sosial masyarakat yang berinteraksi dan
memengaruhi sistem disebut variabel sistem sosial. Variabel ini meliputi kesehatan,
keluarga, ekonomi, pendidikan, agama, kesejahteraan, hukum, komunikasi,
rekreasi, dan sistem politik. Meskipun perawat kesehatan komunitas harus
memeriksa semua sistem dalam komunitas dan bagaimana mereka berinteraksi.
Sistem kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kesehatan komunitas.
3. Pengkajian
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan tahap pertama dalam proses
keperawatan komunitas. Perawat berupaya untuk mendapatkan informasi atau data
tentang kondisi kesehatan komunitas dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kesehatan komunitas. Dalam tahap pengkajian ini, ada empat kegiatan yang dilakukan,
yaitu pengumpulan data, pengorganisasian data, validasi data, dan pendokumentasian
data.
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses mendapat informasi tentang kondisi
kesehatan dari klien. Dalam hal ini kesehatan komunitas. Proses pengumpulan data
harus dilakukan secara sistematik dan terus menerus untuk mendapatkan data atau
informasi yang signifikan yang menggambarkan kondisi kesehatan komunitas.
Metode pengumpulan data keperawatan komunitas
1) Wawancara
2) Angket
3) Observasi
4) Pemeriksaan
b. Pengorganisasian Data
Dalam pengkajian komunitas ada beberapa data yang perlu dikumpulkan, yaitu
data inti komunitas, subsistem komunitas, dan persepsi.
1) Data inti komunitas
Data komunitas ini merupakan data yang dikumpulkan dalam inti
komunitas yang meliputi,
a) sejarah atau riwayat (riwayat daerah dan perubahan daerah);
b) demografi (usia, karakteristik jenis kelamin, distribusi ras dan distribusi
etnis);
c) tipe keluarga (keluarga/bukan keluarga, kelompok);
d) status perkawinan (kawin, janda/duda, single);
e) statistik vital (kelahiran, kematian kelompok usia, dan penyebab
kematian);
f) nilai-nilai dan keyakinan;
g) agama.
2) Data subsistem komunitas
Data subsistem komunitas yang perlu dikumpulkan dalam pengkajian
komunitas sebagai berikut.
a) Lingkungan fisik
Sama seperti pemeriksaan fisik klien individu, di komunitas juga
dilakukan pemeriksaan fisik lingkungan komunitas. Panca indera yang
digunakan dalam pengkajian fisik adalah inspeksi, auskultasi, tanda-tanda
vital, review sistem, dan pemeriksaan laboratorium.
b) Pelayanan kesehatan dan social
Pelayanan kesehatan dan sosial perlu dikaji di komunitas, yaitu
Puskesmas, klinik, rumah sakit, pengobatan tradisional, agen pelayanan
kesehatan di rumah, pusat emergensi, rumah perawatan, fasilitas pelayanan
sosial, pelayanan kesehatan mental, apakah ada yang mengalami sakit akut
atau kronis.
c) Ekonomi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan ekonomi adalah, karakteristik
keuangan keluarga dan individu, status pekerja, kategori pekerjaan dan
jumlah penduduk yang tidak bekerja, lokasi industri, pasar, dan pusat
bisnis.
d) Transportasi dan keamanan
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan transportasi dan keamanan
adalah: alat transportasi penduduk datang dan ke luar wilayah, transportasi
umum (bus, taksi, angkot, dan sebagainya serta transportasi privat (sumber
transportasi atau transpor untuk penyandang cacat). Layanan perlindungan
kebakaran, polisi, sanitasi, dan kualitas udara.
e) Politik dan pemerintahan
Data yang perlu dikumpulkan meliputi data pemerintahan (RT, RW,
desa/kelurahan, kecamatan, dan sebagainya), kelompok pelayanan
masyarakat (posyandu, PKK, karang taruna, posbindu, poskesdes, panti,
dan sebagainya) serta data politik, yaitu kegiatan politik yang ada di
wilayah tersebut serta peran peserta partai politik dalam pelayanan
kesehatan.
f) Komunikasi
Data yang dikumpulkan terkait dengan komunikasi dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu komunikasi formal yang meliputi surat kabar, radio dan
televisi, telepon, internet, dan hotline, serta komunikasi informal yang
meliputi papan pengumuman, poster, brosur, halo-halo, dan sebagainya.
g) Pendidikan
Data yang terkait dengan pendidikan meliputi, sekolah yang ada di
komunitas, tipe pendidikan, perpustakaan, pendidikan khusus, pelayanan
kesehatan di sekolah, program makan siang di sekolah, dan akses
pendidikan yang lebih tinggi.
h) Rekreasi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan rekreasi yang meliputi,
taman, area bermain, perpustakaan, rekreasi umum dan privat, serta
fasilitas khusus.
3) Data persepsi
a) Tempat tinggal yang meliputi bagaimana perasaan masyarakat tentang
komunitasnya, apa yang menjadi kekuatan mereka, permasalahan, tanyakan
pada masyarakat dalam kelompok yang berbeda (misalnya, lansia, remaja,
pekerja, profesional, ibu rumah tangga, dan sebagainya).
b) Persepsi umum yang meliputi pernyataan umum tentang kesehatan dari
komunitas, apa yang menjadi kekuatan, apa masalahnya atau potensial
masalah yang dapat diidentifikasi.
c. Validasi Data
Informasi yang dikumpulkan selama tahap pengkajian harus lengkap, faktual dan
akurat, sebab diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan didasarkan
informasi ini. Validasi merupakan verifikasi data untuk mengkonfirmasi bahwa
data tersebut akurat dan faktual. Validasi data sangat membantu perawat dalam
melaksanakan tugas, meyakinkan bahwa informasi pengkajian sudah lengkap, serta
data subjektif dan objektif dapat diterima.
d. Analisis komunitas
Dalam melakukan analisis komunitas ada beberapa tahap yang perlu dilakukan,
yaitu kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan.
1) Kategorisasi
Data dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Pengkategorian data
pengkajian komunitas secara tradisional adalah sebagai berikut.
a) Karakteristik demografi (ukuran keluarga, usia, jenis kelamin, etnis, dan
kelompok ras)
b) Karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan besarnya kepala
keluarga, ruang publik, serta jalan)
c) Karakteristik sosialekonomi (pekerjaan dan kategori pekerjaan, tingkat
pendidikan, dan sewa atau pola kepemilikan rumah)
d) Sumber dan pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Pusat
Kesehatan Mental, dan sebagainya)
2) Ringkasan
Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah
meringkas data dalam setiap kategori. Pernyataan ringkasan disajikan dalam
bentuk ukuran, seperti jumlah, bagan, dan grafik.
3) Perbandingan
Tugas berikut adalah analisis data yang meliputi identifikasi kesenjangan
data, dan ketidaksesuaian. Data pembanding sangat diperlukan untuk
menetapkan pola atau kecenderungan yang ada atau jika tidak benar dan perlu
revalidasi yang membutuhkan data asli. Perbedaan data dapat saja terjadi,
karena kesalahan pencatatan data.
4) Membuat kesimpulan
Setelah data yang dikumpulkan dibuat kategori, ringkasan, dan
dibandingkan, maka tahap akhir adalah membuat kesimpulan secara logika dari
peristiwa, yang kemudian dibuatkan pernyataan diagnosa keperawatan
komunitas.
e. Pendokumentasian Data
Untuk melengkapi tahap pengkajian, perawat perlu mencatat data klien.
Dokumentasi secara akurat sangat penting dan dapat meliputi semua data yang
dikumpulkan tentang status kesehatan klien (komunitas). Data yang dikumpulkan
merupakan kondisi yang benar benar yang faktual bukan interpretasi dari perawat.

B. Diagnosa Keperawatan Dalam Keperawatan Komunitas


Domain 1 : Promosi Kesehatan
1. Kelas 1 : Kesadaran Kesehatan
00168 Gaya hidup kurang gerak
Definisi : suatu kebiasaan hidup yang dicirikan oleh tingkat aktivitas fisik yang rendah.
Batasan Karakteristik :
a. Rata-rata aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan menurut gender dan
usia
b. Deconditioning fisik
c. Pilihan aktivitas yang rendah gerak fisik
Faktor yang berhubungan :
a. Kurang minat pada aktivitas fisik
b. Kurang pengetahuan tentang keuntungan olahraga bagi kesehatan
c. Kurang motivasi terhadap aktivitas fisik
d. Kurang sumber daya untuk aktivitas fisik
e. Kurang latihan untuk olahraga
2. Kelas 2 : Manajemen Kesehatan
00257 Sindrom Lansia Lemah
Definisi : suatu dinamik dari ekuilibrium yang tidak stabil yang mempengaruh individu
lansia dalam mengalami penyimpangan pada satu atau lebih domain kesehatan (fisik,
fungsi, psikologis, atau sosial) dan menimbulkan peningkatan kerentanan untuk
mengalami efek penyimpangan kesehatan, terutama disabilitas.
Batasan Karakteristik :
a. Intoleran aktivitas
b. Defisit perawatan diri : mandi
c. Penurunan curah jantung
d. Keletihan
e. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
f. Hambatan memori
g. Hambatan mobilitas fisik
Faktor yang berhubungan :
a. Intoleran aktivitas
b. Ansietas
c. Penurunan kekuatan otot
d. Depresi
e. Kelelahan
f. Gangguan keseimbangan
g. Hambatan mobilitas
h. Malnutrisi
i. Kurang dukungan social
Populasi beresiko :
a. Usia >70 tahun
b. Ruang hidup sempit
c. Kesulitan ekonomi
d. Tingkat pendidikan rendah
e. Kerentanan social
00215 Defisiensi Kesehatan Komunitas
Definisi : adanya satu atau lebih masalah kesehatan atau faktor yang mengganggu
kesejahteraan atau meningkatkan risiko masalah kesehatan yang dialami oleh suatu
populasi.
Batasan Karakteristik :
a. Masalah kesehatan yang dialami oleh suatu populasi
b. Tidak tersedia program untuk menghilangkan satu atau lebih masalah kesehatan
bagi suatu populasi
c. Tidak tersedia program untuk meningkatkan kesejahteraan bagi suatu populasi
d. Risiko status fisiologis yang dialami oleh suatu populasi
e. Risiko status psikologis yang dialami oleh suatu populasi
Faktor yang berhubungan :
a. Ketidakpuasan konsumen terhadap program
b. Ketidakcukupan biaya program
c. Ketidaktepatan rencana evaluasi program
d. Kurang dukungan sosial untuk program
e. Ketidakcukupan akses pada pemberian layanan kesehatan
f. Ketidakcukupan ahli dalam komunitas
g. Ketidakcukupan sumber daya (mis. Finansial, sosial, pengetahuan)
00188 Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko
Definisi : hambatan kemampuan untuk mengubah gaya hidup/perilaku dalam cara yang
memperbaiki tingkat kesejahteraan.
Batasan karakteristik :
a. Gagal mencapai pengendalian optimal
b. Gagal melakukan tindakan mencegah masalah kesehatan
c. Mengurangi perubahan status kesehatan
d. Merokok
e. Penyalahgunaan zat
Faktor yang berhubungan :
a. Kurang pemahaman
b. Kurang dukungan social
c. Pencapaian diri yang rendah
d. Ansietas social
e. Stresor
Populasi beresiko :
a. Riwayat keluarga alkoholisme
b. Kesulitan ekonomi
00099 Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
Definisi : ketidakmampuan mengidentifikasi, mengelola, dan/atau mencari bantuan
untuk mempertahankan kesejahteraan
Batasan karakteristik :
a. Tidak menunjukkan perilaku adaptif terhadap perubahan lingkungan
b. Tidak menunjukkan minat pada perbaikan perilaku kesehatan
c. Kurang pengetahuan tentang praktik kesehatan dasar
d. Kurang dukungan social
e. Pola perilaku kurang mencari bantuan kesehatan
Faktor yang berhubungan :
a. Hambatan pengambilan keputusan
b. Keterampilan komunikasi tidak efektif
c. Strategi koping tidak efektif
d. Sumber daya tidak cukup
e. Distres spiritual
Populasi beresiko :
Perkembangan terlambat
00078 Ketidakefektifan manajemen kesehatan
Definisi : pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam kebiasaan terapeutik hidup
sehari-hari untuk tindakan terapeutik terhadap penyakit dan sekuelnya yang tidak
memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan spesifik.
Batasan karakteristik :
a. Kesulitan dengan regimen yang diprogramkan
b. Kegagalan melakukan tindakan untuk mengurangi faktor resiko
c. Pilihan yang tidak efektif dalam hidup sehari-hari untuk memenuhi tujuan
kesehatan
Faktor yang berhubungan :
a. Konflik pengambilan keputusan
b. Kesulitan mengarahkan sistem pelayanan kesehatan yang kompleks
c. Tuntutan berlebihan
d. Konflik keluarga
e. Pola pelayanan kesehatan keluarga
f. Kurang pengetahuan tentang program terapeutik
g. Kurang dukungan social
h. Ketidakberdayaan
Populasi beresiko :
Kesulitan ekonomi
00162 Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan
Definisi : pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam kehidupan sehari-hari suatu
regimen terapeutik untuk pengobatan penyakit dan sekuelnya, yang dapat ditingkatkan.
Batasan karakteristik :
a. Mengungkapkan keinginan untuk meningkatkan pilihan hidup sehari-hari untuk
memenuhi kebutuhan
b. Mengungkapkan keinginan untuk memenuhi status imunisasi/vaksinasi
c. Mengungkapkan keinginan untuk menangani penyakit
d. Mengungkapkan keinginan untuk melakukan penanganan terhadap faktor risiko
e. Mengungkapkan keinginan untuk melakukan penanganan terhadap gejala.
00080 Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga
Definisi : pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam proses keluarga, suatu program
untuk pengobatan penyakit dan sekuelnya yang tidak memuaskan untuk memenuhi
tujuan kesehatan tertentu dari unit keluarga.
Batasan karakteristik :
a. Akselerasi gejala penyuakit seorang anggota keluarga
b. Kurang perhatian terhadap penyakit
c. Kesulitan dengan regimen yang ditetapkan
d. Kegagalan melakukan tindakan mengurangi faktor resiko
e. Ketidaktepatan aktivitas keluarga untuk memenuhi tujuan kesehatan
Faktor yang berhubungan :
a. Konflik pengambilan keputusan
b. Kesulitan mengatasi kerumitan program pengobatan
c. Kesulitan mengarahkan sistem pelayanan kesehatan yang rumit
d. Konflik keluarga
Populasi beresiko :
Kesulitan ekonomi
C. Intervensi
Tahap intervensi merupakan tahap yang paling menyenangkan bagi perawat dan klien.
Pengkajian awal dan perencanaan dapat membantu perawat dalam memastikan respons
positif agregat terhadap intervensi. Meskipun implementasi harus mengikuti rencana awal,
perawat harus mempersiapkan kondisi atau masalah yang tidak terduga (mis., cuaca buruk,
masalah transportasi, kehadiran yang buruk, atau kejadian yang bersaing). Jika perawat tidak
dapat menyelesaikan intervensi, penyebab kegagalannya harus dianalisis. Intervensi harus
dilakukan dengan berbagai strategi, termasuk media massa (pengumuman layanan
masyarakat, radio, televisi, papan reklame), penyebaran informasi umum (misalnya pamflet,
DVD, CD, poster), penyebaran informasi elektronik (misalnya situs web, blog, tweets, video
stream), dan forum publik (misalnya, rapat kota, kelompok fokus, kelompok diskusi).
Intervensi keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien. Jadi perencanaan asuhan
keperawatan kesehatan masyarakat disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah
ditetapkan dan rencana keperawatan.
Bentuk intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas terdiri dari:
1. Observasi
Observasi diperlukan dalam pelaksanaan keperawatan. Observasi dilakukan sejak
pengkajian awal dilakukan dan merupakan proses yang terus menerus selama
melakukan kunjungan. Lingkungan yang perlu diobservasi yaitu keadaan, kondisi
rumah, interaksi antar keluarga, tetangga dan komunitas. Observasi diperlukan untuk
menyusun dan mengidentifikasi permasalahan yang terjadi.
2. Terapi modalitas
Terapi modalitas adalah suatu sarana penyembuhan yang diterapkan pada dengan
tanpa disadari dapat menimbulkan respons tubuh berupa energi sehingga mendapatkan
efek penyembuhan. Terapi modalitas yang diterapkan pada, yaitu: manajemen nyeri,
perawatan gangren, perawatan luka baru, perawatan luka kronis, latihan peregangan,
range of motion, dan terapi hiperbarik.
3. Terapi komplementer (complementary and alternative medicine/CAM)
Terapi komplementer adalah penyembuhan alternatif untuk melengkapi atau
memperkuat pengobatan konvensional maupun biomedis agar bisa mempercepat proses
penyembuhan. Pengobatan konvensional (kedokteran) lebih mengutamakan penanganan
gejala penyakit, sedangkan pengobatan alami (komplementer) menangani penyebab
penyakit serta memacu tubuh sendiri untuk menyembuhkan penyakit yang diderita.
Ranah terapi komplementer dan bentuk-bentuk terapi komplementer:
a. Pengobatan alternative : Terapi herbal, akupuntur, pengobatan herbal cina
b. Intervensi tubuh an pikiran : Meditasi, hipnosis, terapi perilaku, relaksasi
Benson, relaksasi progresif, guided imagery, pengobatan mental dan spiritual
c. Terapi bersumber bahan organik : Terapi diet, terapi jus, pengobatan
othomolekuler (terapi megavitamin), bee pollen, terapi lintah, terapi larva
d. Terapi pijat, terapi gerakan somatis, dan fungsi kerja tubuh : Pijat refleksi,
akupresur, perawatan kaki, latihan kaki, senam
e. Terapi energi : Qigong, reiki, terapi sentuh, latihan seni
pernafasan tenaga dalam, Tai Chi
f. Bioelektromagnetik : Terapi magnet Bentuk intervensi terapi modalitas
dan komplementer memerlukan kajian dan pengembangan yang disesuaikan dengan
peran dan fungsi perawat, terutama pada agregat.

D. Implementasi
Implementasi merupakan selanjutan tahap kegiatan selanjutnya setelah perencanaan
kegiatan keperawatan komunitas dalam proses keperawatan komunitas. Focus pada tahap
implementasi adalah bagaimana mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Akan tetapi, hal yang sangat penting dalam implementasi keperawatan
kesehatan komunitas adalah melakukan tindakan-tindakan yang berupa promosi kesehatan,
memelihara kesehatan/mengatasi kondisi tidak sehat, mencegah penyakit dan dampat
pemulihan. Pada tahap implementasi ini perawat tetap fokus pada program kesehatan
masyarakat yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan. Tahap implementasi keperawatan
komunitas memiliki beberapa strategi implementasi diantaranya pendidikan kesehatan,
proses kelompok, promosi kesehatan dan kemitraan (partnership).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah komponen penting untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan
sebuah proyek dan memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau
kegagalannya. Evaluasi harus mencakup umpan balik lisan atau tertulis peserta dan analisis
terperinci perawat. Evaluasi mencakup menganalisis setiap tahap sebelumnya untuk
menentukan kekuatan dan kelemahan rencana (evaluasi proses). Evaluasi proses juga
disebut sebagai evaluasi formatif. Hal ini memungkinkan seseorang untuk mengevaluasi
aspek positif dan negatif dari setiap pengalaman secara komprehensif dan apakah hasil yang
diinginkan tercapai (evaluasi hasil). Evaluasi hasil bersifat sumatif dan dapat terdiri dari
survey akhir dan alat lainnya yang mengukur apakah tujuan telah dipenuhi. Evaluasi sumatif
adalah istilah lain untuk evaluasi hasil.
F. Standar Praktik Keperawatan Komunitas
Standar praktik keperawatan merupakan norma atau penegasan tentang mutu pekerjaan
perawat yang dianggap baik, tepat dan benar yang dirumuskan dan digunakan sebagai
pedoman pemberian pelayanan keperawatan, serta merupakan tolak ukur penilaian
penampilan kerja perawat. Standar merupakan pernyataan yang sah, suatu model yang
disusun berdasarkan wewenang kebiasaan atau kesepakatan mengenai apa yang memadai
dan dan sesuai, dapat diterima, dan layak dalam praktik keperawatan. Keperawatan telah
meningkat kemandirianya sebagai suatu profesi. Sejumlah standar praktik keperawatan telah
ditetapkan. Standar untuk praktik sangat penting sebagai petunjuk yang objektif untuk
perawat memberikan perawatan dan sebagai kriteria untuk melakukan evaluasi asuhan,
termasuk agar klien mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas. (Perry & Potter,
2010).
Sejak tahun 1986, standar praktik keperawatan kesehatan komunitas ditulis dalam suatu
keragka kerja proses keperawatan. Keperawatan kesehatan komunitas diintepretasikan
secara luas untuk mencakup sub-bidang keahlian tentang kesehatan masyarakat, kesehatan
rumah, kesehatan kerja, sekolah keperawatan, dan praktisi perawat dalam bidang asuhan
primer. Proses keperawatan digunakan untuk mengkaji, merencanakan, mendiagnosa,
mengintervensi, dan mengevakuasi individu, keluarga dan komunitas. Kolaborasi dnegan
keluarga sangat ditekankan. Oleh karena itu, praktik keperawatan kesehatan komunitas
mengarahkan pelayanannya kepada individual, keluaga, dan kelompok meski tanggung
jawab dominannya tetap kepada populasi secara keseluruhan. Steven (1983) menjelaskan
tentang dua pengertian standar praktik keperawatan komunitas :
 Kriteria keberhasilan
 Sebagai dasar untuk mengukur peristiwa
 Sedangkan standar praktik keperawatan komunitas menurut ANA (1974)
 Pengumpulan data status kesehatan klien sistematik dan terus-menerus
 Menegakkan diagnosa dari data
 Perencanaan penentuan tujuan
 Perencanaan diprioritaskan pada pemberian keperawatan
 Pemeberian tindakan keperawatan (promosi, mempertahankan, dan perbaikan)
 Tindakan keperawatan dalam membantu klien meningkatakan kesehatan
 Kemajuan klien terhadap pencapaian tujuan
 Tindakan keperawatan memerlukan pengkajian secara kontinu
1. Kriteria Standar Praktik Keperawatan Komunitas
Menurut ANA (2004), standar praktik keperawatan dapat dibagi dalam beberapa
standar dengan membagi dalam kompetensi perawat komunitas generalis dan spesialis.
(Ahmad, 2015)
a. Standar 1: Pengkajian
Perawat kesehatan kornunitas mengkaji status komunitas menggunakan data,
idcntifikasi sumber surnber yang ada di komunitas, masukan dari komunitas dan
pemangku kepentingan (stakeholder) lain, serta penilaian professional.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mengumpulkan data dari berbagai surnber yang berhubungan dengan
masyarakat skala luas atau komunitas khusus.
2) Menggunakan model dan prinsip-prinsip epiderniologi, dernografi, biometri,
sosial, perilaku, dan pemeriksaan fisik untuk mengolab data yang telah
dikumpulkan.
3) Menentukan prioritas pengkajian berdasarkan kepentingan kebutuhan atau
risiko pada area geografisatau kornunitas.
4) Melakukan pengkajian berdasarkan kriteria yang ditentukan untuk memenuhi
kebutuhan komunitas, nilai dan kepercayaan, sumber-sumber, dan faktor
lingkungan yang relevan.
5) Menganalisis data menggunakan teknik pemecahan masaJahdan model
keperawatan, kesehatan masyarakat, dan disiplin lain.
6) Menggunakan data untuk meugldentifikasi kecenderungan dan penyimpangan
dari pola kesehatan yang diharapkan di komunitas.
7) Melakukan pengkajian data dokumen yang tidak dimengerti yang terlibat
dalam proses.
8) Menerapkan etik, hukum, dan menghormati privasi klien dalam
mengumpulkan, mengolah, serta menyampaikan data dan informasi.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Mengumpulkan data dari berbagai sumber antardisiplin dengan menggunakan
metode yang sesuai untuk mendapatkan atau memverifikasi data yang berfokus
pada komunitas.
2) Bekerja sarna dengan kornunitas, tenaga profesional kesehatan, dan pemangku
kepentingan lain dalam pengumpulan data.
3) Menginterpretasikan data dari berbagai sumber yang didapat selama proses
pengkajian secara kompleks.
4) Konsultasi dengan perawat kesehatan komunitas, komunitas, tim antardisiplin,
dan pemangku kepentingan lain dalam mefencanakan, mengatur, dan
mengevaluasi sistem data yang berfokus pada kebutuhan dan keperluan
komunitas.
b. Standar 2 : Prioritas dan Diagnosis Komunitas
Perawat kesehatan komunitas menganalisis pengkajian data untuk menentukan
prioritas atau diagnosis komunitas.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mendapatkan prioritas atau diagnosis komunitas berdasarkan pengkajian data
seperti input dari komunitas.
2) Menganalisis data yang berhubungan dengan akses dan penggunaan pelayanan
kesehatan.
3) Faktor yang berhubungan dengan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
4) Paparan yang ada dan berpotensi membahayakan.
5) Keperawatan dasar dan ilmu kesehatan masyarakat yang terkait.
6) Validasi diagnosis atau kebutuhan dari komunitas, dinas kesehatan dan
organisasi masyarakat setempat, lokal, wilayah, dan statistik kesehatan yang
ada dan dapat diaplikasikan.
7) Diagnosis dokumen atau kebutuhan dengan cara memfasilitasi komunitas yang
terlibat dalam menentukan reneana dan hasil yang diharapkan.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Mengorganisasikan data dan informasi kompleks yang didapat selama proses
diagnosis kesehatan komunitas (sosial, budaya, demografi, status kesehatan,
risiko kesehatan, geografi, Iingkungan) untuk mengidentifikasi kebutuhan dan
risiko kesehatan komunitas.
2) Secara sistematis, membandingkan dan menilai data komunitas yang relevan
serta berprinsip pada ilmu dan kejadian di lingkungan dalam mernformulasikan
diagnosis banding dan menentukan prioritas.
3) Berfungsi sebagai penghubung dalam komunitas, tenaga profesional kesehatan,
dan pemangku kepentingan lain
c. Standar 3 : Identifikasi Hasil
Perawat kesehatan komunitas mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk
merencanakan berdasarkan prioritas atau diagnosis komunitas.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Melibatkan komunitas, profesional lain, organisasi, dan pemangku kepentingan
dalam merumuskan hasil yang diharapkan.
2) Memperoleh kompetensi budaya yang diharapkan dari diagnosis.
3) Mempertimbangkan kepercayaan dan nilai komunitas, risiko, keuntungan,
biaya. Bukti i1miah terkini, dan keahlian ketika merumuskan prioritas dan hasil
yang diharapkan.
4) Memasukkan pengetahuan fakror lingkungan dan kejadian, sumber yang
tersedia, waktu yang diperkirakan, etik, hukum, dan pertimbangan privasi
dalam mencntukan hasil yang diharapkan.
5) Mengembangkan hasil yang diharapkan serta menyediakan kelanjutan proses
dari identifikasi kebutuhan dan perhatian komunitas.
6) Memodifikasi hasil yang diharapkan berdasarkan perubahan status kebutuhan
dan perhatian komunitas serta ketersediaan sumber daya.
7) Dokumen hasil yang diharapkan sebagai tujuan yang bisa diukur rnenggunakan
bahasa yang dapat dimcngerti untuk melibatkan semua komponen.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialls Kesehatan Komunitas
1) Menjamin bahwa mitra profesional terlibat dalam mengidenlifikasi harapan
yang diinginkan yang dilakukan dengan bukti i1miah dan dapat diaplikasikan
rnelalui implementasi praktik berbasis bukti (evidence-based practice).
2) Struktur hasil yang diharapkan dapat diukur untuk melaporkan seperti faktor
efektivitas biaya dalam menentukan kebutuhan kcsehatan, komunitas,
organisasi, dan kepuasan pemangku kepentingan lain serta keberlanjutan dan
konsistensi di antara perawat dan tenaga professional lainnya dalam
memberikan layanan kesehatan yang bcrhubungan dengan program dan
layanan, resolusi, atau mengurangi kebutuhan kesehatan.
3) Menerapkan kompetensi kesehatan masyarakat dan keperawatan ketika
mengukur efektivitas praktik dalam komunitas atau populasi.
d. Standar 4 : Perencanaan
Perawat kesehatan komunitas mengembangkan perencanaan untuk
mengidentifikasi strategi, rencana tindakan, dan alternatif untuk mencapai hasil
yang diharapkan.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mengembangkan komunitas yang berfokus pada perencanaan untuk pelayanan
yang berhubungan dengan kesehatan berdasarkan pengkajian prioritas
kebutuhan dan risiko kesehatan.
2) Memasukkan pendekatan promosi dan pemulihan kesehatan; pencegahan
penyakit, kecelakaan, atau penyakit; serta respons dan persiapan keadaan gawat
darurat yang menjadi perhatian atau kebutuhan komunitas.
3) Mempertahankan kontinuitas di dalam dan lintas program.
4) Menetapkan perencanaan yang menggambarkan kompetensi budaya,
pendidikan dan prinsip pembelajaran, serta prioritas yang mewakili kebutuhan
komunitas dalam waktu yang berbeda.
5) Mempertahankan partisipasi dari komunitas yang diidentifikasi, tenaga
kesehatan profesional, organisasi, dan pemangku kepentingan lain dalam
menentukan peranan dalam perencanaan, implernentasi, dan proses evaluasi.
6) Menerapkan standar yang ada, hukurn, peraturan, dan kebijakan dalam proses
perencallaan.
7) Mengintegrasikan kecenderungan penelitian keperawatan terkini dan kesehatan
masyarakat yang berhubungan dengan proses perencanaan.
8) Mempertimbangkan dampak ekonomi dari perencanaan komunitas dan
organisasi.
9) Mendokumentasikan perencanaan menggunakan bahasa yang menghormati
kultur masyarakat dan dapat dipahami oleh seluruh partisipan.
10) Menggunakan istilah-istilah standar dalam mendokumentasikan perencanaan.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Menerapkan pengkajian dan strategi implementasi dalam perencanaan yang
menggambarkan bukti yang ada, meliputi data, penelitian, literatur, dan
pengetahuan kesehatan masyarakat.
2) Merencanakan strategi dan alternatifyang sesuai dengan komunitas dan mitra
profesional lalnnya untuk mernecahkan kebutuhan kompleks pada komunitas
yang berlsiko.
3) Menyintesis nilai dan kepercayaan dalam kornunitas dengan mitra profesional
dalam merencanakan proses.
4) Memimpin perawat kesehatan komunitas dan tim rnulti-sektor lain dalam
menggunakan prinsipprinsip perencanaan pada komunitas yang berfokus
pelayanan dan program.
5) Berpartisipasi pada pengembangan dan perbaikan berkelanjutan dari sistem
organisasi yang mendukung proses perencanaan.
6) Berpartisipasi dalam integrasi kernanusiaan, fiskal, materi, llmu pengetahuan,
dan sumbersurnber dalam komunitas untuk meningkatkan dan melengkapl
proses perencanaan untuk program atau pelayanan.
7) Menjamin pengge1olaan standar yang ada, hukurn, peraturan, dan kebijakan
yang dipergunakan dalam proses perencanaan.
e. Standar 4 : Implementasi
Perawat kesehatan komunitas mengimplementasikan rencana yang telah
dlidentifikasi bersama tim kesehatan lain.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mengimplementasikan rencana yang diidentifikasi secara arnan, sesuai jadwal,
dan berkolaborasi dengan tim multi-sektor,
2) Menerapkan strategi berbasis bukti dan rencana tindakan, terrnasuk
kesempatan untuk membangun jaringan (network) dan advokasi yang spesifik
serta menjadi perhatian dan kebutuhan komunitas.
3) Menggunakan sistem dan surnber-sumber dalam komunitas ketika
mengimplemetasikan reneana.
4) Memantau irnplementasi dari pereneanaan dan pengukuran surveilans untuk
status kesehatan komunitas.
5) Mendokumentasikan implemetasi dari pereneanaan termasuk modifikasi.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Menginterpretasikandata surveilans yangberhubungan dengan pereneanaan dan
status kesehatan komunitas,
2) Menyertakan pengetahuan dan strategi baru dalam aksi pereneanaan untuk
meningkatkan irnplementasi.
3) Mernodifikasi reneana berdasarkan pengetahuan baru, respons kornunitas, atau
faktor relevan lain untuk meneapai hasil yang diharapkan.
4) Mengadvokasi surnber-sumber yang dibutuhkan komunitas untuk
mengimplementasikan rencana.
5) Menjembatani hubungan kolaborasi baru dengan teman sejawat, profesional
lain, wakil komunitas atau populasi, dan pemangku kepentingan lain untuk
mengimplementasikan perencanaan rnelalui strategi seperti membangun
kemitraan.
6) Mempromosikan organisasi, kemitraan komunitas, dan sistem yang
mendukung perencanaan.
g. Standar 5A : Koordinasi
Perawat kesehatan komunitas mengoordinasikan program, pelayanan, dan
aktivitas lain dalam mengimplementasikan reneana yang teridentifikasi,
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mempromosikan kebijakan, program, dan pelayanan untuk meneapai hasil
yang diharapkan.
2) Melakukan surveilans, penemuan kasus, dan pelaporan dengan tenaga
profesional dan pemangku kepentingan lain.
3) Mendokumentasikan koordinasi dan laporan yang diperlukan.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Menjadi pemimpin dalam memberikan program yang terintegrasi, program
surveilans dan pelayanan, serta implemetasi kebijakan publik.
2) Menyintesis data dan informasi untuk memulai sistem, kornunitas, dan alokasi
sumber lingkungan yang mendukung pe1aksanaan program dan pelayanan.
h. Standar 5 B : Pendidikan dan Promosi Kesehatan
Perawat kesehatan komunitas bekerja dengan mengembangkan strategi
pendidikan untuk promosi kesehatan, mencegah penyakit, dan meyakinkan
lingkungan yang nyaman pada komunitas untuk merekomendasikan perubahan.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Termasuk pendidikan kesehatan yang sesuai dalam implementasi program dan
pelayanan untuk komunitas.
2) Menentukan pengajaran dan metode belajar yang sesuai dengan komunitas dan
identifikasi sasaran hasil komunitas.
3) Menawarkan budaya yang sesuai promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan
informasi keamanan lingkungan, serta bahan pendidikan pada komunitas.
4) Mengumpulkan umpan balik (feedback) dari partisipan untuk menentukan
efektivitas program dan pelayanan serta merekomendasikan perubahan.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Menerapkan kepemimpinan dalam keperawatan dan tenaga profesionallain
dalam merencanakan program pelayanan dan pendidikan berdasarkan
pengkajian dan perencanaan.
2) Merancang informasi kesehatan dan program berdasarkan perilaku kesehatan
serta prinsip dan teori belajar.
3) Memodifikasi program yang telah ada berdasarkan umpan balik partisipan,
penyedia layanan, tenaga profesional, dan pemangku kepentingan lain.
4) Mengembangkan surnber-sumber informasi kesehatan yang secara kultural
sesuai dengan komunitas.
i. Standar 5C : Konsultasi
Perawat kesehatan komunitas menyediakan konsultasi pada berbagai kelompok
komunitas dan pemerintah untuk memfasilitasi implementasi program dan
pelayanan.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mengonsultasikan dengan organisasi masyarakat dan kelompok untuk
memfasilitasi partisipasi dalam pelayanan dan program.
2) Menyediakan testimoni dan pendapat profesional dalam mendukung aktivitas
program khusus.
3) Berkomunikasi secara efektif menggunakan berbagai media dengan kelompok
pemilih selama konsultasi.
4) Mendokumentasikan lingkup dan efektivitas dari konsultasi yang diberikan
komunitas.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Sintesis data dari pemerintah pusat, provinsi, daerah, serta sumber lain dengan
kerangka kerja teoretis dan bukti untuk menyediakan konsultasi ahli dalam
implementasi program dan pelayanan.
2) Menyediakan testimoni ahli pada pemerintah tingkat pusat, daerah, dan
setempat dalam mendukung program dan pelayanan yang diberikan pada
komunitas yang berisiko.
3) Mengomunikasikan informasi selama konsultasi yang memiliki pengaruh
positif pada ketetapan program dan pelayanan pada komunitas.
4) Membuat proposal dan laporan yang mendukung kebutuhan program dan
pelayanan.
j. Standar 6 : Evaluasi
Perawat kesehatan komunitas melakukan evaluasi status kesehatan komunitas.
1) Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
2) Mengoordinasikan secara sistematis, berke1anjutan, dan evaluasi berdasarkan
kriteria hasil pelayanan dalam komunitas dan pemangku kepentingan lain.
3) Mengumpulkan data secara sistematis, menerapkan epidemiologi dan metode
ilmiah untuk menentukan efektivitas intervensi keperawatan kesehatan
komunitas dalam kebijakan, program, dan pelayanan.
4) Berpartisipasi dalam proses dan evaluasi hasil dengan aktivitaspemantauan
(monitoring) program dan pelayanan.
5) Mengaplikasikan pengkajian data yang berkelanjutan untuk merevisi reneana,
intervensi, dan aktivitas yang sesuai.
6) Mendokumentasikan hasil dari evaluasi termasuk perubahan atau rekomendasi
untuk meningkatkan efektivitas intervensi.
7) Menyampaikan evaluasi proses dan hasil yang dihasilkan kepada komunitas
dan pemangku kepentingan lain berdasarkan hukum dan peraturan negara.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Merancang evaluasl rencana dengan ahli dan perwakilan komunitas serta para
pernangku kepentingan.
2) Memodifikasi evaluasi perencanaan untuk kebijakan, program, atau pelayanan
yang sesuai.
3) MengevaJuasi efektivitas dari pereneanaan dalam hubungannya dengan hasil
yang diharapkan dan tidak diharapkan.
4) Menyintesis hasil dari analisis evaluasi untuk menentukan akibat dari reneana
yang berpengaruh pada komunitas, organisasi, atau kelompok lain.
5) Menerapkan hasil dari analisis evaluasi untuk rnembuat atau
rnerekomendasikan proses atau perubahan hasil dalam kebijakan, program dan
pelayanan yang sesuai.
k. Standar 7 : Kualitas Praktik
Perawat kesehatan komunitas secara sistematis mcnirrgkatkan kualitas dan
efektivitas praktik keperawatan.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mendemonstrasikan kualitas melalui pencrapan proses keperawatan dengan
cara tanggung jawab, tanggung gugat, dan etik,
2) Mengimplemetasikan pengetahuan baru dan peningkatan kinerja untuk
mengawali perubahan dalam praktik keperawatan kesehatan komunitas dan
pembcrian layanan keperawatan pada komunitas.
3) Menyertakan kreativitas dan inovasi dalam aktivitas untuk rnemperbaiki
kualitas praktik keperawatan.
4) Mengembangkan implementasi serta prosedur evaluasi dan prosedur untuk
meningkatkan kualitas praktik.
5) Berpartisipasi dalam lingkup kegiatan peningkatan kinerja yang sesuai dengan
posisi perawat, pendidikan, dan praktik lingkungan.
6) Identifikasi aspek dad pentingnya praktik untuk rnemantau kualitas.
7) Bekerja berdasarkan bukti indikator untuk memantau kualitas dan efektivitas
praktik keperawatan.
8) Mengumpulkan data untuk rnemantau praktik keperawatan kesehatan
komunitas, termasuk ketersediaan, aksesibilitas, dapat diterima, kualitas, dan
efektivitas dari kebijakan, program, dan peJayanan.
9) Menganalisis data guna mengidentifikasi kesempatan untuk memperbaiki
praktik keperawatan.
10) Memformulasikan rekomendasi untuk memperbaiki hasil atau praktik
keperawatan.
11) Mengimplementasikan aktivitas untuk meningkatkan kualitas praktik
keperawatan.
12) Berpartisipasi dengan komunitas dan mitra profesional serta pemangku
kepentingan lain dalem mengevaluasi kebijakan, program dan pelayanan.
13) Mengkaji faktor-faktor kiaerja profesional yang berhubungan dengan-
keamanan komunitas, aksesibilitas dengan pelayanan, efektivitas proglam, dan
pilihan keuntungan atau biaya.
14) Menganalisis sistem organisasi untuk menghilangkan atau mengurangi
hambatan dan meningkatkan aset.
15) Mendokumentasikan pelaksanaan program dan pelayanan dengan cara
merefleksikan pengukuran kualitas.
16) Mendapatkan dan mempertahankan sertifikasl profesional jika ada dalam area
keahlian,
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Membuat inisiatif peningkatan kualitas yang berhubungan dengan kebijakan,
program, dan pelayanan berdasarkan bukti yang ada.
2) Mengimplementasikan inisiatif untuk mengevaluasi kebutuhan berubah,
3) Mengevaluasi lingkungan praktik dan kualitas layanan keperawatan yang
diberikan berhubungan dengan informasi berdasarkan bukti yang ada.
l. Standar 8 : Pendidikan
Perawat kesehatan komunitas memperoleh pengetahuan dan kompetensi yang
menggambarkan praktik keperawatan kesehatan komunitas terkini.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan berkelanjutan untuk
mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan guna meningkatkan kesehatan komunitas.
2) Mencari pengalaman untuk mengembangkan dan mempertahankan kompetensi
sesuai keterampilan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan kebijakan,
program, dan pelayanan untuk komunitas.
3) Identifikasi kebutuhan belajar berdasarkan ilmu keperawatan dan pengetahuan
kesehatan masyarakat.
4) Identifikasi perubahan yang disyaratkan oleh undang-undang untuk praktik
keperawatan dan kesehatan masyarakat.
5) Mempertahankan catatan profesional yang mendukung bukti kompetensi dan
pembelajaran seumur hidup.
6) Mencari pengalaman formal dan aktivitas belajar mandiri untuk
mempertahankan dan mengembangkan keterarnpilan dan pengetahuan klinis
professional.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
Menggunakan penelitian terkini guna mencari dan menemukan bukti lain untuk
mengembangkan pengetahuan kesehatan masyarakat serta meningkatkan peran dan
pengetahuan dati isu-isu profesional.
m. Standar 9 : Kolaborasi
Perawat kesehatan komunitas berkolaborasi dengan perwakilan kornunitas,
organisasi, dan tenaga professional lain dalam menyediakan dan melakukan
promosi kesehatan pada komunitas.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Melakukan komunikasi dengan berbagai institusi dalam komunitas untuk
mengumpulkan inforrnasi dan mengembangkan kemitraan serta koalisi untuk
identifikasi komunitas yang berfokus pada masalah kesehatan.
2) Melakukan koordinasi dengan individu, kelompok, dan organisasi berbasis
komunitas dalarn pengkajian, perencanaan, implernentasi, dan evaluasi
komunitas yang berfokus pada kebijakan, program, dan pelayanan.
3) Mengaplikasikan pengetahuan keperawatan dan kesehatan kornunitas ke tim
interdisiplin, adrninistrasi, pembuat kebijakan, organisasi komunitas,
masyarakat, dan mitra multi sektor.
4) Melakukan kerja sama dengan disiplin i1mu lain dalam pengajaran,
pengembangan program, implementasi, penelitian, serta advokasi kcbijakan
masyarakat.
5) Memberi kontribusi dengan tim multi-sektor lain dalam mengirnplementasikan
kebijakan kesehatan masyarakat yang dibutuhkan seperti identifikasi kasus,
manajemen program, dan laporan pendelegasian.
6) Melakukan kerja sama dengan individu, kelompok, koalisi, dan organisasi
untuk berubah yang akan berefek pada kebijakan kesehatan, program, dan
layanan untuk memberikan hasil yang positif.
7) Mendokumentasikan interaksi kolaboratif dan proses terkait kebijakan,
program, dan pelayanan.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Mengembangkan kerja sama dan koalisi dengan organisasi kemasyarakatan
untuk mengidentifikasi kebijakan kesehatan masyarakat, program, dan
pelayanan.
2) Menggagas usaha kolaborasi lintas institusi dalam komunitas.
3) Merencanakan pendidikan, administratif, penelitian, dan program kebijakan
masyarakat untuk meningkatkan kesehatan komunitas.
4) Mengembangkan sistem untuk dokumentasi dan akuntabilitas dalam
keperawatan dan praktik kesehatan masyarakat termasuk kebutuhan regulasi.
n. Standar 10 : Etik
Perawat kesehatan komunitas harus mengintegrasikan nilai-nilai etik dalam semua
area praktik.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mengaplikasikan kode etik untuk perawat dengan pernyataan yang diuraikan
(ANA, 2001) dan prinsip-prinsip etik praktik kesehatan komunitas (Public
Health Leadership Society, 2002) untuk panduan praktik keperawatan
kesehatan komunitas.
2) Memberikan program dan pelayanan dengan cara rnelindungi dan
rnenghormati autonorni, harga diri, dan hak populasi atau kornunitas juga
individu.
3) Menerapkan standar etika dalarn advokasi kesehatan dan kebijakan sosial.
4) Mempertahankan kerahasiaan individu dalam ukuran legal dan sesuai regulasi.
5) Membantu individu, kelompok, dan komunitas dalam mengembangkan
keterampilan untuk advokasi diri.
6) Mempertahankan hubungan profesional dan batas dengan individu dan
kelompok dalam komunitas ketika memberikan program dan pelayanan
kesehatan masyarakat.
7) Mendemonstrasikan komitmen untuk mengembangkan Iingkungan dan kondisi
di mana gaya hidup sehat kemungkinan dipraktikkan oleh individu, ternan, dan
komunitas dalam bermitra.
8) Mengklarifikasi isu-isu sosial serta penghambat untuk hidup dengan kondisi
sehat.
9) Berperan dalarn memecahkan isu-isu etik yang melibatkan ternan, kelompok
komunitas, sistem, dan pemangku kepentingan lain.
10) Melaporkan aktivitas ilegal, tidak sesuai dengan standar praktik yang ada, atau
menggambarkan praktik yang tidak sesuai.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Memberikan informasi dan kornunitas mengenai risiko, keuntungan, dan hasil
dari kebijakan, program, dan pelayanan.
2) Memberikan informasi pada pemerintah atau yang lain mengenai risiko,
keuntungan, dan hasil kebijakan, program, serta pelayanan berkaitan dengan
keputusan yang memengaruhi pemberian layanan kesehatan.
3) Bermitra dengan tim rnulti-sektor untuk mengidentifikasi risiko etik,
keuntungan, dan hasil dari kebijakan, program, dan pe1ayanan.
4) Mencermati isu-isu lingkungan dan sosial serta harnbatan untuk mencapai
hidup sehat.
o. Standar 11 : Penelitian
Perawat kesehatan komunitas mengintegrasikan hasil penelitian ke dalarn praktik
keperawatan komunitas.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Menggunakan bukti terbaik yang ada, termasuk hasil penelitian untuk panduan
dalarn praktik, kebijakan, dan keputusan pemberian layanan.
2) Secara aktif berperan dalam aktivitas penelitian pada berbagai tingkat yang
sesuai dengan tingkat pendidikan dan posisi sese orang.
3) Identifikasi komunitas dan kesempatan profesional yang ada untuk
keperawatan dan penelitian kesehatan masyarakat.
4) Berpartisipasi dalam pengumpulan data.
5) Berpartisipasi dalam lembaga, organisasi, atau komite penelitian yang berfokus
komunitas.
6) Berbagi aktivitas dan hasil penelitian dengan kelompok dan lainnya.
7) Mengimplementasikan protokol penelitian.
8) Menganalisis dan menginterpretasi penelitian untuk aplikasi bagi praktik yang
berfokus pada komunitas secara kritis.
9) Menerapkan hasil penelitian keperawatan dan kesehatan masyarakat dalam
pengembangan kebijakan, program, dan pelayanan bagi komunitas.
10) Menerapkan penelitian sebagai basis pernbelajaran.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Berkontribusi pada ilrnu keperawatan dengan melakukan atau menyintesis
penelitian yang ditemukan serta memeriksa dan mengevaluasi pengetahuan,
teori, model, kriteria, dan pendekatan kreatif untuk meningkatkan praktik dan
hasil perawatan kesehatan.
2) Secara formal, menyebarkan hasil penelitian melalui aktivitas seperti
presentasi, publikasi, konsultasi, dan media lain.
p. Standar 12 : Advokasi
Perawat kesehatan kornunitas melakukan advokasi dan usaha keras untuk
melindungi kesehatan, keamanan, dan hak-hak komunitas.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Menyatukan identifikasi kebutuhan komunitas dalam pengembangan
kebijakan, program, atau rencana peJayanan.
2) Mengintegrasikan advokasi ke dalam implementasi kebijakan, program, dan
pelayanan komunitas.
3) Mengukur efektivitas untuk advokasi komunitas ketika mengkaji hasil yang
diharapkan.
4) Menerapkan kerahasiaan, etik, hukurn, privasi, dan panduan profesional dalam
pengembangan kebijakan dan isu-isu lainnya.
5) Mendernonstrasikan keterampllan dalarn advokasi dihadapan penyedia layanan
dan pernangku kepentingan atas nama komunitas.
6) Berusaha keras memecahkan konflik yang berasal dari kornunitas, peayedia
layanan, pemangku kepentingan untuk memastikan kearnanan serta menjaga
rninat baik komunitas dan integritas perawat profesional.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Mendemonstrasikan keterampilan dalam advokasi dihadapan wakil masyarakat
dan pernbuat kebijakan atas nama kornunitas, program, dan pelayanan
kesehatan.
2) Membuat bahan-bahan untuk proses advokasi berdasarkan kebutuhan
komunitas, program, dan pelayanan.
3) Menunjukkan tanggung jawab dan integritas dana publik untuk proses
pengembangan kebijakan.
4) Melayani sebagai ahli untuk kelompok, kornunitas, penyedia layanan, dan
pemangku kepentingan lainnya dalam meningkatkan dan
mengimplementasikan kebijakan kesehatan komunitas.

G. Program Evaluasi
1. Definisi
Evaluasi merupakan serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan
memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil, dan
dampak serta biayanya. Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang
sistematis dari dampak program. Dengan demikian, evaluasi merupakan suatu usaha
untuk mengukur suatu pencapaian tujuan atau keadaan tertentu dengan membandingkan
dengan standar nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Juga merupakan suatu usaha
untuk mencari kesenjangan antara yang ditetapkan dengan kenyataan hasil pelaksanaan.
Jadi evaluasi tidak sekadar menentukan keberhasilan atau kegagalan, tetapi juga
mengetahui mengapa keberhasilan atau kegagalan itu terjadi dan apa yang bisa
dilakukan terhadap hasil-hasil tersebut.
2. Tujuan Evaluasi
Tujuan dari evaluasi program kesehatan adalah untuk memperbaiki program-
program kesehatan dan pelayanannya untuk mengantarkan dan mengarahkan alokasi
tenaga serta dana untuk program dan pelayanan yang sedang berjalan dan yang akan
datang. Evaluasi harus digunakan secara konstruktif dan bukan untuk membenarkan
tindakan yang telah lalu atau sekadar mencari kekurangan-kekurangan saja.
3. Manfaat Evaluasi
Program kesehatan dan pelayanan berjalan dengan lancer, program dapat
dihentikan, direvisi, dilanjutkan dan menyebarkan program.
4. Tahapan Evaluasi
Proses evaluasi dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang akan
dievaluasi terhadap program yang dievaluasi.
b. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan program
yang akan dievaluasi.
c. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan.
d. Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil pelaksanaan
evaluasi tersebut.
e. Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasan.
f. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap program
berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
5. Metode/Alat
Metode yang digunakan dalam evaluasi dapat berupa metode kuantitatif maupun
metode kualitatif. Metode kuantitatif terutama diperlukan untuk mengukur dampak
suatu program. Metode kualitatif terutama untuk mencari penjelasan dari pelaksanaan
program yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, evaluasi yang lengkap biasanya
menggunakan kombinasi metode kuantitatif dan kualitatif. Data yang digunakan dalam
evaluasi dapat berupa data primer ataupun data sekunder. Data primer adalah data yang
dikumpulkan sendiri oleh pelaku evaluasi. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan
oleh pihak lain, baik yang masih berupa data mentah maupun data yang sudah diolah.
a. Contoh data primer
1) Data hasil survey
2) Data hasil pengamatan
3) Data hasil wawancara mendalam
4) Data yang diperoleh dari diskusi kelompok terarah (FGD) dengan berbagai
pemangku kepentingan.
b. Contoh data sekunder
1) Data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang dikumpulkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS).
2) Data Sakernas (Survei Tenaga Kerja Nasional) yang dikumpulkan oleh BPS.
(Kelompok 7)

PROSES BELAJAR MENGAJAR Di KOMUNITAS

A. Jenis Kegiatan Belajar Megajar di Komunitas


1. Weekly Meeting adalah kegiatan rutin dua kali seminggu bagi para anggota komunitas.
Kegiatan diskusi antara anggota komunitas, mempelajari mata pelajaran sesuai tema dan
tingkatan level pendidikan dan membangun jaringan antar sesame komunitas.
2. Home Visit, di luar weekly meeting, anggota komunitas di harapkan mampu belajar
mandiiri di rumah dengan fasilitator utama orang tua.
3. I AM EO adalah kegiatan yang melatih para anggota komunitas yang sudah menduduki
kelas 4 SD ke atas untuk berlatih menjadi Event Organizer (EO). Mereka akan berlatih
menyelengggarakan kegiatan yang sifatnya edukatif di tujukan baik sesame anggota
komunitas, orang tua anggota komunitas dan masyarakat di luar komunitas.
4. Work With You adalah kegiatan menarik untuk mengetahui tingkat pemahaman anggota
komunias terhadap materi pelajaran yang telah didapatkan sesuai temabulan itu. Kegiatan
ini meliputi presentasi atau pemaparan hasil projet belajar di hadapan para fasilitator bak
orang tua maupun fasilitator komunitas cantrik
5. Boutique Class adalah program pembelajaran yang kurikulumnya dirancang khusus dan
disesuaikan dengan anggota komunitas.

B. Promosi Kesehatan dalam Proses Belajar Mengajar di Komunitas


Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan
meningkatkan kesehatan. Proses pemberdayaan dilakukan dengan pembelajaran yaitu upaya
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam bidang kesehatan.
1. Need Assessment (Pengkajian kebutuhan belajar)
Pengkajian yang dilakukan untuk mengidentifisikan kebutuhan komunitas akan promosi
kesehatan (individu, kelompok, masyarakat) akan memengaruhi kesiapan, motivasi
belajar di komunitas.
a. Pengkajian faktor predisposisi
b. Pengkajian faktor kemungkinan
c. Pengkajian faktor penguat
Adapun urgensi dari need assessment adalah untuk memvalidasi target komunitas,
mengalokasikan sumber daya yang ada sehingga promosi kesehatan yang dilakukan lebih
efektif. Untuk metode yang bisa digunakan yakni:
a. Individu
1) Single step survey : surat, telepon, tatap muka
2) multy step survey : kuisioner
3) interview : formal, informal, moderately
b. Kelompok
1) FGD (Focus grup discussion)
2) forum observasi
3) konferensi pers
4) seminar
2. Media promosi kesehatan di komunitas
a. Media cetak
1) Booklet : media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk
buku, baik berupa tulisan ataupun gambar.
2) Leaflet : bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui
lembaran yang di lipat. Isi informasi dapat berupa kalimat, gambar, atau
kombinasi keduanya.
3) Flyer (selembaran) : bentuk seperti leaflet, tetapi tidak di lipat
4) Flipchart : biasanya dalam bentuk buku, yang setiap lembar atau halaman
berisikan gambar yang diinformasikan dan lembar belakangnya berisi kalimat
sebagai pesan atau informasi yanh berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik atau tulisan – tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas suatu
masalah kesehatan, atau hal – hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6) Poster : bentuk media yang berisi pesan – pesan atau informasi kesehatan yang
biasanya ditempel di dinding, tempat – tempat umum atau kendaraan umum.
7) Foto yang mengungkap informasi kesehatan
b. Media elektronik
1) Televisi : penyampaian pesan kesehatan melalui media televisi dapat berbentuk
sandiwara, sinetron, forum diakusi, pidato atau ceramah, tv spot, dan kuis atau
cerdas cermat.
2) Radio : bentuk penyampaian informasi di radio dapet berupa obrolan atau tanya
jawab, konsultasi kesehatan, sandiwara radio, dan radio spot.
3) Video : penyampaian informasi kesehatan melalui video
4) Slide : slide dapat kuga digunakan untuk menyampaikan informaai kesehatan
5) Film Strip.
c. Media papan (Billboard)
Media papan yang dipasang di tempat – tempat umum dapat diisi pesan – pesan
atau informasi kesehatan. Media ini juga mencakup pesan – pesan yang ditulis pada
lembaran seng dan ditempel di kendaraan umum.
d. Media hiburan
Penyampaian informasi kesehatan dapat dilakukan melalui media hiburan, baik
diluar gedung maupun dalam gedung. Biasanya dalam bentuk dongeng, sosiodrama,
kesenian tradisional, dan pameran.
e. Metode promosi kesehatan di komunitas
Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar
atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung
pada besarnyasasaran pendidikan.
1) Kelompok besar
 Ceramah; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi
maupun rendah.
 Seminar; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan
menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli
atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya
dianggap hangat di masyarakat.
2) Kelompok kecil
 Diskusi kelompok
 Curah pendapat (Brain Storming); Merupakan modifikasi diskusi kelompok,
dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan
jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis
dalam flipchart/papan tulis.Bola salju (Snow Balling) Tiap orang dibagi
menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) Kemudian dilontarkan suatu
pertanyaan atau masalah, setelah lebihkurang 5 menit tiap 2 pasang
bergabung menjadi satu.
 Kelompok kecil-kecil (Buzz group) Kelompok langsung dibagi menjadi
kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak
sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan
masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan
dicari kesimpulannya.
 Memainkan peranan (Role Play) Beberappa anggota kelompok ditunjuk
sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan tertentu,
misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dl,
sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat.
 Permainan simulasi (Simulation Game) Merupakan gambaran role play dan
diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti
permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli
dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main.
Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai nara
sumber.
3) Kelompok Massa (Publik)
 Ceramah umum ( public speaking)
Pada acara-acara tertentu, misalnya pada Hari Kesehatan Nasional,
Menteri Kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya berpidato di hadapan
massa rakyat untuk menyampaikan pesan pesan kesehatan. Safari KB juga
merupakan salah satu bentuk pendekatan massa.
 Pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik TV maupun
radio, pada hakikatnya merupakan bentuk promosi kesehatan massa.
 Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan adalah juga merupakan
pendekatan pendidikan kesehatan massa
 Tulisan, di majalah atau koran, baik dalam bentuk artikel maupun Tanya
jawab atau konsultasi tentang kesehatan dan penyakit adalah merupakan
bentuk pendekatan promosi kesehatan massa.
 Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster, dan sebagainya
juga meupakan bentuk promosi kesehatan massa. Contoh: billboard

C. Perilaku Kesehatan di Komunitas


Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (Organisme) terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan serta
lingkungan.
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespons,
baik pasif (mengetahui, mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya
maupun di luar dirinya), maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan
penvakit dan sakit tersebut.
2. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan tradisional maupun
modern. Perilaku ini mencakup respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan,
petugas kesehatan, dan obat obatan, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap
dan pengguanaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap
makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi, sikap
dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat
gizi, pengelolaan makanan, dan lain lain.
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons
seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.

Sumber: 

Kholifah, S. N. 2016. Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Jakarta:Kementrian Kesehatan RI

Agustini, Aan. 2014. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Deepublish Publisher

Kairupan, Tiara. 2009. Metode dan Media Promosi Kesehatan. Makalah, hal 2-7
(Kelompok 8)

TERAPI TRADISIONAL (MODALITAS & KOMPLEMENTER) DI KOMUNITAS

A. Pengertian Terapi Tradisional


Pengobatan tradisional merupakan pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan
pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, ketrampilan turun temurun, dan/atau
pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
(Kepmenkes 1076/Menkes/SK/VII/2003).

B. Jenis Terapi Tradisional


1. Terapi Modalitas
a. Pengertian
Terapi modalitas berasal dari bahasa modality yaitu yang berati modal, kekuatan
atau potensi. Terapi modalitas menurut Perko dan kreigh (1998) merupakan suatu
tindakan terapi dimana memiliki pendekatan tertentu baik secara langsung dan
fasilitatif sesuai dengan teori dan kiat terapis dengan menjadikan kekuatan klien
sebagai modal utama untuk berubah (Susana S.A et al., 2007). Terapi modalitas ini
juga dikenal sebagai upaya alternative terapi yang digunakan untuk menyembuhkan
klien dengan gangguan jiwa.
Terapi modalitas adalah salah satu terapi alternative yang dapat menangani
permasalahan secara holistik baik permasalahan fisik, psikologis maupun sosial.
Terapi modalitas saat ini yang berkembang mencakup terapi psikofarmakologi,
terapi perubahan perilaku dan kognitif, terapi manajemen agresi, terapi somatik,
terapi komplementer dan alternatif, terapi kelompok terapeutik, dan terapi keluarga
(Videbeck S.L, 2008; Fontaine K.L, 2009; Stuart, 2013; Halter M.J, Pollard C.L,
Ray S.L., Haase M, 2014; Stuart G.W., Keliat B.A & Pasaribu J., 2016).
b. Macam-macam
1) Terapi lingkungan (milliu therapy)
Terapi ligkungan adalah suatu tindakan penyembuhan pasien melalui
manipulasi dan modifikasi unsur-unsur yang ada pda lingkungan dan
berpengaruh positif terhadap fisik dan psikis individu serta mendukung proses
penyembuhan (Kusumawati & Yudi, 2011).
Tujuan terapi lingkungan menurut Stuart (2007) adalah:
a) Meningkatkan pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami
gangguan mental, dengan cara membantu individu dalam mengembangkan
harga diri
b) Meningkatkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain
c) Menumbuhkan sikap percaya pada orang lain
d) Mempersiapkan diri kembali ke masyarakat,
Nightingale (dalam Yosep. 2011) terapi lingkungan harus memiliki karakteristik:
a) Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadi pada individu dan
kelompok selama 24 jam.
b) Adanya proses pertukaran infomasi.
c) Pasien merasakan keakraban dengan lingkungan.
d) Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan tidak merasa takut baik dari
ancaman psikologis maupun ancaman fisik.
e) Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan focus
komunikasi terapeutik.
f) Staf membagi tanggung jawab bersama pasien. Personal dari lingkungan
manghargai pasien sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan, dan
tanggung jawab.
g) Kebutuhan fisik pasien mudah terpenuhi.
Terapi lingkungan terdiri dari terapi kteasi seni, rekreasi, Pet therapy IP dan
terapi berkebun. Terapi kreasi seni, dalam terapi kreasi seni terbagi menjadi
empat bagian yaitu terapi menari, atau dance, terapi musik, terapi menggambar
atau melukis dan terapi literature atau biblio.
Terapi kreasi seni menggambar, dapat dijadikan salah satu terapi modulate
untuk pasien harga diri rendah dalam melakukan kegiatan. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui pengaruh terapi kreasi seni menggambar terhadap kemampuan
melakukan kegiatan pada pasien harga diri rendah.
Bermain merupakan suatu proses yang tidak terpisahkan dalam sepanjang
kehidupan anak. Bagi anak, bermain merupakan cara anak untuk mengenal
dunia. Bermain merupakan kebutuhan anak, seperti halnya makanan yang
dibutuhkan oleh anak untuk kesehatan fisik, mental, dan perkembangan
emosinya.
Bermain memiliki beberapa fungsi penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan. Beberapa fungsi bermain bagi anak adalah sebagai berikut:
a) Perkembangan sensorimotor, meliputi: memperbaiki keterampilan motorik
kasar dan halus serta koordinasi; meningkatkan perkembangan semua indra;
mendorong eksplorasi pada lingkungan sekitar; dan memberikan
pelampiasan kelebihan energi.
b) Perkembangan intelektual, yaitu dengan memberikan sumber-sumber yang
beraneka ragam untuk mempelajari: eksplorasi dan menipulasi bentuk,
ukuran, tekstur, dan warna; pengalaman dengan angka dan konsep abstrak;
kesempatan untuk mempraktekkan dan memperluas kemampuan berbahasa;
memberikan kesempatan untuk melatih pengalaman masa lalu dalam upaya
mengasimilasinya ke dalam persepsi dan hubungan baru; mambantu anak
memahami dunia di mana mereka hidup dan membedakan antara fantasi dan
realita.
c) Kreatifitas, yaitu berupa: memberikan saluran ekspresif untuk ide dan minat
yang kreatif; memungkinkan fantasi dan imajinasi; meningkatkan
perkembangan dan minat khusus.

Tekhnik terapi bermain yang dapat diberikan oleh tenaga kesehatan kepada
anak prasekolah untuk menurunkan stres akibat ketakutan dan kecemasan saat
menjalani hospitalisasi, antara lain:

a) Bercerita
Pengkajian meliputi: apa yang dapat disusun anak tentang sebuah gambar;
menganalisis isi dan petunjuk emosi yang ada dalam cerita; apa yang dapat
diceritakan anak tentang pengalaman pentingdi dalam kelompok anak-anak
lain. Intervensi meliputi: membaca atau menyusun cerita untuk menjelaskan
penyakit, hospitalisasi, atau aspek spesifik lain tentang perawatan kesehatan,
termasuk di dalamnya emosi seperti ketakutan.
b) Menggambar
Pengkajian meliputi: lakukan test Goodenough Draw-A-Person untuk
mengevaluasi tingkat kognitif; pertimbangkan fokus utama, ukuran dan
penempatan item dalam gambar, warna yang digunakan, ada atau tidak
adanya hambatan fisik, dan perasaan emosi secara umum; lakukan Gellert
Index untuk mempelajari pengetahuan anak tentang tubuh dan fungsinya
sebelum perencanaan pengajaran. Intervensi meliputi: gunakan gambar anak
atau outline dari tubuh untuk menjelaskan keperawatan, prosedur atau
kondisi; menyediakan kesempatan untuk anak menggambar gambarnya atau
pilihannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori dari Nursalam dkk (2008) dimana
bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan. Dengan bermain
anak dapat mengekspresikan emosi dan ketidakpuasan akan sesuatu atas situasi
sosial serta rasa takutnya yang tidak dapat diekspresikan di dunia nyata.
Sedangkan teori dari Tedjasaputra (2001) bermain dapat dikatakan sebagai
terapi dikarenakan selama proses bermain perilaku seorang anak akan tampil
lebih bebas yaitu anakmengeluarkan segala bentuk ekspresi yang ada pada
dirinya dan melupakan masalah yang terjadi pada dirinya. Bermain juga
merupakan sesuatu yang secara alamiah sudah ada pada seseorang anak.
2. Terapi Komplementer
a. Pengertian
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam
pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam
pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terapi komplementer juga ada yang
menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi
yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan
individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi
(Smith et al., 2004).
b. Macam-macam
1) Musik
Musik telah digunakan selama ini sebagai treatment modalitas (Haas &
Brandes, 2009). Pelopor keperawatan, Florence Nightingle mengakui kekuatan
pemulihan/penyembuhan (healing power) dari music (1969). Pada saat ini
perawat dapat menggunakan media music dalam berbagai macam untuk
memberikan manfaat kepada pasiennya dan kliennya.
Terapi musik berpengalaman dalam menggunakan dan
mengimplementasikan unsur-unsur penyembuhan dari musik untuk menemukan
secara spesifik kebutuhan induvidualis dari pasien. Di United States, terapi
musik digunakan dalam berbagai macam pengaturan dan fasilitas pelayanan
kesehatan. Walaupun terapi musik secara spesifik mengajarkan untuk
menggunakan musik dalam berbagai cara terapeutik, banyak situasi dimana
perawat dapat mengimplementasikan musik ke rencana perawatan pasien.
Musik adalah stimulus pendengaran yang kompleks yang mempengaruhi
dimensi fisiologis, psikologis dan spiritual manusia. Respon individu terhadap
musik dapat mempengaruhi preferensi personal, pengalaman, karakteristik
demografi, lingkungan, edukasi, dan faktor budaya. Musik dan proses fisiologis
(mis. detak jantung, tekanan darah, gelombang otak, suhu tubuh, pencernaan,
dan hormone adrenal) meningkatkan ritme dan vibrasi yang terjadi secara
regular, berkala dan terdiri dari isolasi (Crowe, 2004). Ritme dan tempo dari
musik dapat digunakan untuk mensinkronisasi ritme tubuh (mis. denyut nadi,
dan pola napas) dengan perubahan yang dihasilkan dalam keadaan fisiologis.
Kategori music tertentu (kurang dari 80 beats permenit dengan ritme regular)
dapat digunakan untuk merelaksasikan tubuh dengan menyebabkan ritme tubuh
melambat (Robb, Nicholas, rutan, Bishop, & Parker, 1995).
Demikian juga, musik dapat mengurangi ansietas dengan merangsang
pendengaran yang bermakna dan dapat mengalihkan perasaan ansietas
(Bauldoff, Hoffman, Zzullo, & Sciurba, 2002). Efek paling kuat dari musik yaitu
mengurangi ansietas/kecemasan berlebih (Palletier, 2004). Musik dapat
memberikan pengalihan dan mengurangi dampak suara yang berpotensi
mengganggu pasien anak (Barrera, Rykov, & Doyle, 2002), dan juga untuk
pasien yang mengalami prosedur pembedahan (Ebneshidi & Mohseni, 2008).
Selain itu, efek pemberian terapi musik dalam hal repon stress telah dibuktikan
saat pasien operasi jantung (Yung, Chui-Kam, French, & Chan, 2002), dan pada
pasien yang berada di ICU (Wong, Lopez-Nahas, & Molassiotis, 2001). Musik
dapat digunakan sebagai distraksi dan efisien untuk diintervensikan agar
mengurangi stress (Kemper, Martin, Block, Shoaf & Woods, 2004) dengan
perbaikan seperti oksigenasi yang baik selama suctioning (Chou, Wang, Chen, &
Pay, 2003) dan juga meningkatkan tingkat pemberian makanan (Standley, 2003).
Musik adalah intervensi efektif dalam pemberian terapi tambahan untuk
membuat pengalihan, terutama untuk prosedur yang mendorong gejala dan
tekanan yang tidak diinginkan seperti rasa nyeri/sakit dan ansietas dengan
hemodialysis (Lin, Lu, Chen, & Chang, 2012; Pothoulaki et al, 2008).
2) Yoga
Perawat mempraktikkan yoga untuk dirinya dan juga menggunakannnya
sebagai teori komplementer dan primer. Di dunia ini, sekitar jutaan orang
melakukan yoga sebagai yang utama untuk kesehatan fisik dan juga sebagai
relaksasi (Sibbritt, Adams, & van der Riet, 2011). Para praktisi yoga melepaskan
ego, yang mana yang diajarkan yoga mendasari penderitaan, mereka menyadari
bahwa mereka terkait dengan setiap makhluk, lingkungan, dan kekuatan yang
lebih besardi alaam semesta. Bersyukur atas keterkaitan yang luas ini, mereka
menjangkau untuk meringankan penderitaannya pada makhluk lainnya. Mereka
memilah yang tidak nyata dari yang asli dan membuiarkan sifat sejati mereka
bersinar. Inner wisdoms mereka mengalir secara spontan melalui selurul sel
didalam tubuhnya, mempromosika kesehatan, kebebasan batin, kreativtas,
kedamaian, dan rasa syukur (Cameron, 2002).
Yoga adalah seni dan pengetahuan kuno yang berasal dari India, yang
berarti integritas dunia, tubuh dan pikiran. Dua ribu tahun yang lalu, seorang
Indian bernama Patanjali mensistematiskan yoga menjadi Yoga Sutra.
Pengetahuan teoritis dan aplikasi praktisi bercampur dalam Yoga yang unik ini.
Pada yoga ini, Patanjali menganalisi bagaimana kita mengetahui apa yang kita
ketahui dan kenapa kita menderita. Patanjali menjelaskan kalau tujuan primer
dari ‘kesadaran; adalah untuk melihat hal-hal sebagaimana adanya dan untuk
mencapai kebebasan dari rasa penderitaan. Melalui Yoga, kita dapat
mengendalikan hasrat kita untuk mencari kebahagiaan melalui fenomena
eksternal. Hanya dengan menggali diri lebih dalam, dan menjadi sadar akan sifat
sejati seseorang, Patanjali menuliskan, kita dapat memahami untuk
mengembangkan kebahagiaan dan kebijaksanaan (White, 2012).
Pada Yoga Sutra, Patanjali mendeskripsikan yoga terdisi dari 8 anggota
badan/aspek yang saling berhubungan secara keseluruhan. Mempraktikkan
aspek ini secara serempak akan mengarah ke tahapan yang lebih tinggi dalam
hal etika, spiritual, dan penyembuhan. 5 aspek pertama tetap pada tubuh dan
pikiran yang dipersiapkan untuk 3 aspek terakhir. 8 aspek ini disebut Sanskrit
(Ravindra, 2009), diantaranya:
a) Perilaku etis (yama) : tidak melukai, kejujuran, tidak mencuri,
seksualitas yang bertanggung jawab, dan non akuisisi.
b) Perilaku individu (niyama) : kemurnian, komitmen, mempelajari diri,
dan mnyerah pada seluruhnya; niyama termasuk sattvic (murni) pikiran,
makanan, minuan, udara, dan lingkungan hidup.
c) Postur (asana) : pose tubuh yang merenggang, kondisi, dan pesan tubuh.
d) Pengaturan nafas (pranayama) : pengaturan dan peraikan napas untuk
memperluas prana (semangat hidup) dan menyingkirkan racun.
e) Penghambatan sensorik (pratyahara) : menarik diri dari lingkungan
eksternal ke diri batin, contohnya menutup mata dan melihat dalam diri.
f) Konsentrasi (dharana) : memfokuskan perhatian ke sebuah objek atau
pemandangan, contohnya seperti bernapas, mantra, gambar.
g) Meditation (dhyana) : perhatian yang semakin berkelanjutan,
mengarahkan ke keadaan dama dan berhati-hati yang lebih dalam.
h) Integrase (samadhi) : keadaan trabsenden keutuhan, kebijaksanaan,
perasaan suka cita

Yoga sangat sesuai/cocok dengan keperawatan karena keduanya secara


disiplin mengobati keseluruhan aspek individual, bukan hanya penyakitnya
(Okonta, 2012). Perawat dapat menggunakan yoga sebagi terapi terpisah atau
terapi bagian dari rencana kesehatan terintegrasi. Yoga dapat membantu
perawat menjadi lebih sehat untuk dirinya dan menjadi hadirat yang
menyembuhkan. Dengan melakukan yoga dan menggunakannya sebagai
intervensi keperawatan, perawat dapat mempromosikan nonreaktifitas dari
pikiran dan ketenangan batin yang mencakup keadaan sulit dalam cara
penyembuhan (Cameron, 2002). Diseluruh bagian dunia, orang-orang
mengadaptasikan yoga ke budaya dan nilai-nilai mereka (Dalai Lama, 2011).
Yoga adalah sistem penyembuhan tradisional berintegritas seperti pengobatan
Tibetandan Ayurveda dari India. Kedua pengobatan ini mengajarkan
pentinngnya menciptakan kesehatan tubuh dan pikiran dalam hal menjalani
kehidupan Yoga (Cameron et al., 201; Ninivaggi, 2008).

Yoga didasarkan pada observasi kuno, prinsip, dan teori hubungan pikiran
dan tubuh. Selama ribuan tahun, para praktisi yoga telah melewati pengetahuan
yang tepat dari 1 generasi ke generasi lainnya. Sebuah studi mendapatkan kalau
Yoga aman untuk dilakukan, merupakan intervensi terapeutik yang mencegah
timbulnya gejala dan kekambuhan.setelah mereview beberapa studi,
berdasarkan dua penelitian yang berbeda menghasilkan kalau yoga
menghasilkan banyak manfaat kesehatan (Boehm, Ostermann, Milazzo &
Bussing, 2012); yoga meningkatkan kognisi, repirasi, imunitas, gangguan sendi,
sebaik mengurangi risiko kardiovaskular, indeks massa tubuh, tekanan darag,
dan diabetes (Balaji, Varne, & Ali, 2012). Di beberapa studi, terapi yoga efektif
untuk individu dengan depresi, ansietas dan skizofrenia (Bangalore &
Varambally, 2012).

3) Akupresur
Menurut Gach (1990) akupresur adalah “seni penyembuhan kuna yang
menggunakan jari untuk menekan beberapa titik tertentu dari tubuh untuk
menstimulir kemampuan tubuh untuk mengobati dirinya sendiri”. Akupuntur
adalah prosedur yang digunakan atau diadaptasi dari pengobatan medikasi
China, yang secara spesifik pada area tubuh ditusuknya dengan jarum halus
untutk tujuan terapeutik atau untuk memprodusi anastesi regional
(FreeDictionary, 2009). Akupuntur auricular atau yang biasa disebut akuountur
telinga, menggunakan prinsip akupuntur yang secara sesifik titiknya ditelinga
(First Health of Andover, 2009).
Jin Shin Jyutsu, adalah dari shiatsu yang bukan tergolong pijitan—
menggunakan titik-titk tekanan untuk menyelaraskan aliran energi melalui tubuh
(Health Education Alliance for Life and Longevity [HEALL], 2006). Meridians
adalah garis longitudinal atau jalur pada tubuh dimana titik akupuntur
didistribusikan (Answer.com, 2013). Moxibustion adalah Moxa atau bahan yang
dikulit lainnya yang dibakar untuk mengobati atau untuk memproduksi
analgesik (FreeDictionary, 2009). Qi (disebutkan chee) yaitu kekuatan vital yang
dipercayai di Taoism dan pemikiran China lainnya untuk melekat dalam segala
hal. Sirkulasi yang tidak ada hambatannya dari Chi (Qi) dan juga keseimbangan
bentuk negatif dan positif dari tubuh akan dianggap menjadi hal yang penting
dalam pengobatan tradisional China (FreeDictionary, 2009). Shiatsu adalaah
pijatan terapeutik dimana tekanan diaplikasikan denga jempol dan telapak
tangaan ke area tubuh yang sedang diakupunutur, biasa disebut juga sebagai
akupresur (FreeDictionary, 2009).
Pengobatan tradisional China adalah sistem kuno yang telah digunakan
lebih dari 3000 tahun yang lalu di Asia. Sistem ini didasarkan pada konsep Qi
yang mengalir diseluruh tubuh dan keseimbangan yin dan yang dianggap sebagai
keseimbangan kessehatan. Fokus perawatan sistem ini adalah mengembalikan
keseimbangan ditubuh, untuk itu, yin dan yang harus seimbang. Yin berkaitan
dengan aspek dingin, ketidakpedulian, interioritas dan pengurangan. Sedangkan
Yang berkaitan dengan aspek kehangatan, aktivitas, kekuatan berasal dari luar
tubuh, dan peningkatan. Yin dan Yang akan selalu berhubungan satu sama lain
(Kaptchuk, 1983).
Titik akupuntur juga digunakan untuk akupresur. Titik-titik ini tidak
memiliki struktur anatomi yang sesuai tetapi dijelaskan oleh lokasi mereka
relative terhadap landmark anatomi lainnya. Di China, nama dari titiknya itu
menandakan fungsi atau lokasi ada 365 (Kaptchuk, 1938) hingga 700 (Yang,
2006) poin utama pada meridian. Yang Jwing-Ming menyatakan bahwa 108
poin bisa diransang menggunakan jari. Dalam rencana perawatan pengobatan
tradisional China yang diformulasikan secara tradisional, apaakah modalitasnya
adalah jarum atau tekanan, poin-poin tersebut digabungkan untuk mencapai
manfaat yang maksimal bagi pasien.
Beberapa mekanisme telah disarankan dalam penelitian medis di Barat
(National center for Complementary and Alternative Medicines [NCCAM],
2000). Efek terapeutik yang dihasilkan oleh stimulasi titik-titik dengan jarum
atau dengan tekanan mungkin disebabkan oleh:
a) Konduksi sinyal elektromagnetik yang dapat memicu aliran biokimia
penghilang rasa sakit seperti endorphin
b) Aktivasi sistem opioid, yang juga mengurangi rasa sakit
c) Perubahan kimia, sensasi, dan respons di otak dengan mengubah pelepasan
neurotransmitter dan neurohormone.

Penelitian mengenai manfaat dari strategi akupresur dapat diajukan pada


bidang keperawatan, termasuk penggunaannya untuk perawatan paliatif,
keperawatan rehabilitasi, sebagai dukungan wanita dalam persalinan, dan
program promosi pencegahan penyakit. Akupresur digunakan oleh jutaan orang
diseluruh dunia. Memasukkan teknik ini ke dalam rencana keperawatan akan
meringankan penderitaan manusia.
(Kelompok 9)

PROGRAM-PROGRAM KESEHATAN KEBIJAKAN DALAM MENANGGULAGI


MASALAH KESEHATAN UTAMANYA DI INDONESIA
A. Konsep Pembangunan Kesehatan Di Indonesia
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian perlu menyusun Rencana
Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN). Dengan telah ditetapkannya RPJMN 2015-2019 maka Kementerian Kesehatan
menyusun Renstra Tahun 2015-2019. Renstra Kementerian Kesehatan merupakan dokumen
perencanaan yang bersifat indikatif memuat program-program pembangunan kesehatan yang
akan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan menjadi acuan dalam penyusunan
perencanaan tahunan.
Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu
dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan
perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu
Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan
tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Tujuan indikator Kementerian Kesehatan bersifat dampak (impact atau outcome). dalam
peningkatan status kesehatan masyarakat, indikator yang akan dicapai adalah:
1. Menurunnya angka kematian ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010), 346
menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012).
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.
3. Menurunnya persentase BBLR dari 10,2% menjadi 8%.
4. Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat,
serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif.
5. Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.
Sedangkan dalam rangka meningkatkan daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan
masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan, maka ukuran yang akan
dicapai adalah:
1. Menurunnya beban rumah tangga untuk membiayai pelayanan kesehatan setelah
memiliki jaminan kesehatan, dari 37% menjadi 10%
2. Meningkatnya indeks responsiveness terhadap pelayanan kesehatan dari 6,80 menjadi
8,00.
B. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Dalam Kerangka Otonomi Khusus Di Provinsi Aceh
1. Pelaksanaan pelayanan kesehatan di puskesmas pokelma Darusalam
Adapun prosedural pelayanan kesehatan di Puskesmas Kopelma Darussalam yaitu
Setiap masyarakat yang wilayah kedudukannya di Kecamatan Syiah Kuala dapat
berobat ke Puskesmas Kopelma Darussalam dengan membawa Kartu tanda penduduk
dan kartu BPJS kesehatan. Selanjutnya pihak administrasi akan membuat Kartu peserta
Puskesmas yang dapat digunakan apabila ingin berobat di Puskesmas tersebut, yang
jangka waktu pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan.
2. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa
Ada dua bentuk pelayanan kesehatan di Rumah sakit umum daerah Meuraxa yaitu
Pelayanan medik dan pelayanan keperawatan. Pelayanan medik merupakan pelayanan
yang diterima seseorang dalam hubungannya dengan pencegahan, diagnosis, dan
pengobatan suatu gangguan kesehatan tertentu. Sedangkan pelayanan keperawatan
merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat professional dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi bio, psiko, sosio, kultural, dan spiritual
yang dapat ditunjuk pada individu dan masyarakat dalam rentang sehat. Ada beberapa
kekhususan di bidang pelayanan kesehatan medik yang diterapkan di Rumah sakit
umum daerah Meuraxa yaitu mengenai formalium pemberian obat kepada pasien,
meskipun ada formalium pemberian obat secara nasional (fornas), dirumah sakit umum
daerah meuraxa juga terdapat formalium pemberian obat sendiri, tetapi dalam membuat
formalium tersebut tidak boleh bertentangan dengan formalium nasional serta tidak
merugikan pasien, yang bersifat untuk dua hal yaitu efektif dan efisiensi. Efektif
merupakan obat yang diberikan sesuai yang dibutuhkan oleh pasien, dan efisiensi
merupakan dari segi obat yang diberikan kepada pasien haruslah memiliki harga yang
murah namun kualitas yang bagus.

C. Bentuk Pendekatan Dan Partisipasi Masyarakat (Phc)


PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran, pengalaman dalam pembangunan kesehatan
dibanyak negara yang diawali dengan kampanye masal pada tahun 1950-an dalam
pemberantasan penyakit menular, karena pada waktu itu banyak negara tidak mampu
mengatasi dan menaggulangi wabah penyakit TBC, Campak, Diare dan sebagainya.
Primary Health Care (PHC) adalah pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan kepada
metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum baik oleh
individu maupun keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi mereka sepenuhnya, serta
dengan biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk memelihara setiap
tingkat perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri (self reliance) dan
menentukan nasib sendiri (self determination).
Berbagai pendekatan pelayanan kesehatan primer yang dilakukan berfokus pada: upaya
deteksi dini; memandirikan keluarga dalam melakukan perawatan secara holistik dan
komprehensif melalui strategi: pendidikan kesehatan, proses kelompok, family
empowerment dan partnership lintas program dan lintas sektoral terkait; serta menggunakan
manajemen pembiayaan yang efektif. Model pelayanan kesehatan primer lebih menekankan
pada upaya promosi kesehatan, pembentukan kebijakan kesehatan, dan pencegahan penyakit
dalam masyarakat.
Melalui pendekatan pelayanan kesehatan primer dapat meningkatkan self care dan self
management dalam kesehatan dan kehidupan sosial sehari-hari. Kegiatan promosi
kesehatan, penting menggunakan pendekatan kreatif untuk menyertakan aktifitas promosi
kesehatan pada semua lingkungan pelayanan kesehatan, termasuk lingkungan keluarga, dan
masyarakat. Hal ini merupakan upaya preventif dari berbagai penyakit dengan
meningkatkan gaya hidup sehat.
Adapun bentuk implementasi dari PHC yaitu sosialisasi mengenai masalah kesehatan
serta pencegahannya, program imunisasi, pengadaan kegiatan aktivitas fisik seperti
olahraga/senam bersama. Untuk kegiatan penyuluhan ke masyarakat akan lebih efektif
dilakukan dengan metode komunikasi kesehatan. Komunikasi kesehatan pada kenyataannya
sangat efektif karena diselenggarakan berdasarkan orientasi pada consumer kesehatan
sebagai focus (customer oriented). Langkah yang penting dilakukan adalah sebelum
program komunikasi dilakukan misalnya harus dilakukan riset awal atau dikenal dengan
formative research serta uji coba produk dan perilaku dilapangan. seperti pada masyarakat
yang hidup di daerah pedalaman proses pemberdayaan dilakukan di posyandu dengan
komunikasi personal. Tujuan dari komunikasi kesehatan dalam penyuluhan di posyandu
adalah perubahan perilaku kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. selain
itu untuk lebih meningkatkan partisipasi masyarakat, dengan melibatkan instansi yang ada
didaerah setempat seperti LSM lembaga keagamaan yang juga memberikan bantuan
pelayanan kesehatan dan pembinaan mental kesehatan.
(Kelompok 10)
PROGRAM-PROGRAM KESEHATAN/KEBIJAKAN Dalam MENANGGULANGI
MASALAH KESEHATAN UTAMA Di INDONESIA
A. Program Pemberantasan Penyakit Menular (Tropis) Dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman (TB, AIDS, ISPA, Dll)
Dalam menentukan apakah suatu penyakit perlu ditanggulangi dengan suatu program
oleh Departemen Kesehatan ditetapkan beberapa pertimbangan antara lain angka morbiditas
dan moralitas tinggi kemungkinan menimbulkan wabah, menyerang kelompok anak dan usia
produktif menyerang penduduk pedesaan atau penduduk berpenghasilan rendah di
perkotaan, menyerang daerah-daerah pembangunan ekonomi adanya ikatan internasional
dan adanya teknologi yang efektif untuk pemberantasan penyakit.
KebIjakan yang ditempuh untuk memberantas penyakit menurut rencana Pokok Program
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RP3JPK) ialah:
Meningkatkan peranan dan tanggung jawab masyarakat dalam pengamatan penyakit
tertentu dengan mengutamakan aspek pelaporan dini.
Setiap pembangunan di sector lain harus memperhitungkan dampak yang merugikan
kesehatan masyarakat. Pencegahan dan pemberantasan penyakit berlandaskan kepercayaan
akan kemampuan dan kekuatan sendiri meskipun demikian ikatan kerjasama regional
maupun internasional tetap dibutuhkan.
Salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit menular
adalah dengan pemberian imunisasi. Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I) diantaranya adalah Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberkulosis, Campak,
Poliomielitis, Hepatitis B, dan Hemofilus Influenza Tipe b (Hib). Keberhasilan Program
imunisasi adalah hilangnya (eradikasi) penyakit cacar dari muka dunia; hilangnya penyakit
polio di sebagian besar negara-negara di dunia dan diharapkan pada tahun 2020 penyakit
polio telah berhasil dihapus dari seluruh dunia; serta menurunnya angka kesakitan dan
kematian akibat PD3I. Beberapa penyakit tersebut telah menjadi perhatian dunia dan
merupakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua negara, yaitu Eradikasi Polio
(ERAPO), Eliminasi Campak – Pengendalian Rubella (EC-PR) dan Maternal Neonatal
Tetanus Elimination (MNTE). Salah satu upaya untuk mencapai hal tersebut adalah
mempertahankan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di seluruh wilayah dan
penguatan surveilans PD3I. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan terjadinya daerah
kantong yang akan mempermudah terjadinya kejadian luar biasa (KLB).
Gambaran kondisi saat ini adalah masih terdapat daerah kantong yang cakupan
imunisasinya belum memenuhi target selama beberapa tahun untuk beberapa antigen,
kinerja surveilans yang mengalami penurunan, serta adanya disparitas capaian antar
provinsi. Hal ini memerlukan perhatian upaya khusus mempertahankan Erapo dan mencapai
target eliminasi penyakit tertentu. Keadaan tersebut di atas menimbulkan daerah risiko tinggi
terhadap PD3I.
Pelaksanaan Upaya Kesehatan Masyarakat di puskesmas untuk mendukung pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan dilakukan melalui strategi sebagai berikut :
1. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia di Puskesmas untuk tenaga kesehatan
masyarakat dan kesehatan lingkungan termasuk tenaga fungsional sanitarian, entomolog
kesehatan, dan epidemiolog kesehatan yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan
SDM petugas provinsi dan kabupaten/kota. Peningkatan kemampuan SDM puskesmas
tidak bisa dilakukan secara langsung oleh Ditjen PP dan PL Hal mengingat pembagian
kewewenangan pusat dan daerah serta Standar Pelanayan Minimal di Kabupaten/Kota.
2. Penguatan menu pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dalam menu
pembiayaan Puskesmas melalui BOK/DAK.
Strategi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam Rencana Aksi Program
PP dan PL dilakukan melalui :
1. Untuk mengendalikan penyakit menular strategi yang dilakukan adalah:
a. Perluasan cakupan akses masyarakat (termasuk skrining cepat bila ada dugaan
potensi meningkatnya kejadian penyakit menular seperti Mass Blood Survey untuk
malaria) dalam memperoleh pelayanan kesehatan terkait penyakit menular terutama
di daerah-daerah yang berada di perbatasan, kepulauan dan terpencil untuk
menjamin upaya memutus mata rantai penularan.
b. Perluasan skrining AIDS. Dalam 5 tahun akan dilakukan test pada 15.000.000
sasaran, dengan target tahun 2015 sebanyak 7.000.000 tes dengan sasaran populasi
sasaran (ibu hamil, pasangan ODHA, masyarakat infeksi TB dan hepatitis) dan
populasi kunci yaitu pengguna napza suntik, Wanita Pekerja Seks (WPS) langsung
maupun tidak langsung, pelanggan/pasangan seks WPS, gay, waria, LSL dan warga
binaan lapas/rutan. Target tahun 2016 hingga 2019 akan dilakukan secara bertahap
untuk memenuhi targret 15.000.000 test
c. Deteksi Dini Hepatitis B dan C; sampai dengan tahun 2019 akan diharapkan paling
tidak 90% Ibu hamil telah ditawarkan untuk mengikuti Deteksi Dini Hepatitis B,
paling tidak 90% Tenaga Kesehatan dilakukan Deteksi Dini Hepatitis B dan C;
demikian halnya dengan kelompok masyarakat berisiko tinggi lainnya seperti
keluarga orang dengan Hepatitis B dan C; Pelajar/mahasiswa Kesehatan; Orang
orang dengan riwayat pernah menjalani cuci darah, Orang dengan HIV/AIDS,
pasien klinik Penyakit Menular Seksual, Pengguna Napsa Suntik, WPS, LSL,
Waria, dll paling tidak 90% diantara mereka melakukan Deteksi Dini Hepatitis B
dan C. Secara absolut jumlah yang akan dideteksi dini sampai dengan tahun 2019
paling tidak sebesar 20 juta orang.
d. Intensifikasi penemuan kasus kusta di 14 provinsi dan147 kab/kota
e. Pemberian Obat Pencegahan Massal frambusia di 74 kabupaten endemis
f. Survey serologi frambusia dalam rangka pembuktian bebas frambusia
g. Skrining di pelabuhan/bandara/PLBDN yang meliputi: skrining AIDS , skrining
hepatitis, melakukan mass blood survey malaria di pelabuhan, pada masyarakat
pelabuhan dan skrining penyakit bersumber binatang di pelabuhan.
h. Memberikan otoritas pada petugas kesehatan masyarakat (Public Health Officers),
di pelabuhan/bandara/PLBD terutama hak akses pengamatan faktor risiko dan
penyakit dan penentuan langkah penanggulangannya. Untuk mendukung strategi ini
dilakukan upaya :
1) Standarisasi nasional SOP yang digunakan oleh seluruh Kantor Kesehatan
Pelabuhan sesuai perkembangan kondisi terkini.
2) Penyediaan sarana dan peralatan pengamatan faktor risiko dan penyakit sesuai
dengan perkembangan teknologi.
3) Peningkatan kapasitas petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan dalam pengamatan
faktor risiko dan penanggulangan penyakit sesuai Prosedur yang ditentukan
4) Melakukan peningkatan jejaring dengan lintas sektor dan pengguna jasa.
5) Melaksanakan Surveilans Epidemiologi penyakit menular berbasis laboratorium
6) Melaksanakan advokasi dan fasilitasi kejadian luar biasa, wabah dan bencana di
wilayah layanan
7) Melaksanakan kajian dan diseminasi informasi pengendalian penyakit menular
8) Pengembangan laboratorium pengendalian penyakit menular
9) Meningkatkan dan mengembangkan model dan teknologi tepat guna
i. Meningkatkan peran B/BTKLPP dalam upaya pengendalian faktor risiko dan
penyakit menular melalui:
1) Surveilans faktor risiko penyakit
2) Melaksanakan advokasi dan fasilitasi kejadian luar biasa, wabah dan bencana di
wilayah layanan
3) Melaksanakan kajian dan diseminasi informasi pengendalian penyakit menular
4) Pengembangan laboratorium pengendalian penyakit menular
5) Meningkatkan dan mengembangkan model dan teknologi tepat guna
j. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam membantu upaya pengendalian penyakit
melalui surveilans berbasis masyarakat untuk melakukan pengamatan terhadap hal-
hal yang dapat menyebabkan masalah kesehatan dan melaporkannnya kepada
petugas kesehatan agar dapat dilakukan respon dini sehingga permasalahan
kesehatan tidak terjadi. Peningkatan peran daerah khususnya kabupaten/kota yang
menjadi daerah pintu masuk negara dalam mendukung implementasi pelaksanaan
International Health Regulation (IHR) untuk upaya cegah tangkal terhadap masuk
dan keluarnya penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan
masyarakat.
k. Pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) dengan
memberikan imunisasi terbukti cost effective serta dapat mengurangi kematian,
kesakitan, dan kecacatan secara signifikan. Imunisasi dapat memberikan
perlindungan kepada sasaran yang mendapatkan imunisasi dan juga kepada
masyarakat di sekitarnya (herd immunity). Untuk dapat mencapai hal tersebut maka
kebijakan dalam program imunisasi meliputi:
1) Penyelenggaraan dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat, dengan
prinsip keterpaduan
2) Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program
dan anggaran terpadu (APBN, APBD, Hibah, LSM dan masyarakat)
3) Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB)
dan daerah-daerah sulit secara geografis
4) Melaksanakan kesepakatan global: Eradikasi Polio, Eliminasi Tetanus Maternal
dan Neonatal, Eliminasi Campak dan Pengendalian Rubella, Mutu Pelayanan
Sesuai Standar, dan lain-lain.
Kebijakan ini dilaksanakan dengan pendekatan strategi:
1) Peningkatan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata serta terjangkau melalui:
a) Tersedianya pelayanan imunisasi “stasioner” yang terjangkau masyarakat
b) Tersedianya pelayanan imunisasi yang menjangkau masyarakat di daerah
sulit
2) Peningkatan kualitas pelayanan imunisasi melalui;
a) Petugas yang terampil
b) Coldchain dan vaksin yang berkualitas
c) Pemberian imunisasi yang benar
3) Penggerakan Masyarakat untuk mau dan mampu menjangkau pelayanan
imunisasi (Aksi & Pp, 2019)
2. Program pemberantasan TB :
Indonesia telah mengembangkan dan mulai menerapkan rencana pembangunan 5
tahun untuk pemberantasan TB (2002-2006). telah ada peningkatan marginal dalam
kasus tingkat deteksi selama 2 tahun terakhir hanya karena pusat kesehatan yang telah
melaksanakan DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Untuk memperbaiki
hal ini badan swasta dan tempat kesehatan masyarakat lainnya harus terlibat dalam
pelaksanaan DOTS. Kulaitas pelaksanaan DOTS terutama sistem pencatatan dan
pelaporan pada saat ini mengalami beberapa kekurangan yang perlu diatasi dengan
memperkuat dan meluruskan kegiatan DOTS ditingkat pusat, propinsi, daerah agar
dapat menyediakan dukungan teknis yang berkesinambungan untuk mengatasi hal ini,
maka penting untuk memperkuat dukungan teknis dalam negeri dengan menambah staff
di tingkat nasional dan lapangan.
Sasaran :
memperbaiki pelaksanaan pelayanan DOTS diseluruh negeri dengan bentuk
kemitraan yang efektif dengan provider kesehatan disektor lain dan penyediaan
dukungan teknis yang berkesinambungan.
3. Program Pemberantasan AIDS
Upaya Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS
Penanggulangan HIV/AIDS
a. Upaya peningkatan pemahaman masyarakat
b. Pengendalian penyakit menular seksual
c. Pengurangan dampak buruk
d. Layanan konseling dan testing HIV
e. Pengamanan donor darah dan produk darah
f. Kolaborasi Tuberculosis-HIV
g. Pencegahan Infeksi HIV/AIDS dari ibu ke anak. Selain itu dilakukan upaya
kewaspadaan universal, perawatan atau pengobatan HIV/AIDS, pelayanan farmasi,
diagnostic penunjang, dukungan gizi ODHA, pencegahan penyakit gigi dan mulut
terkait HIV/AIDS informasi strategis, pengembangan SDM kesehatan, juga di
susun rencana dan anggaran informasi dasar HIV/AIDS, metode penularan dan
pencegahan mengurangi stikma dan diskriminasi.
Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia mengadopsi strategi UNAIDS dan WHO
yang bertanggungjawab menanggulangi HIV/AIDS di dunia dengan beberapa area
prioritas. Strategi nasional penanggulangan HIV/AIDS meliputi kondomisasi, supstitusi
methadone, dan pembangian jarum suntik yang steril. Upaya tersebut menjadi kebijakan
nasional dibawah koordinasi komisi penanggulangan AIDS nasional. Untuk
mempercepat pencapaian ditetapkan inpres nomor 1 tahun 2010 dan inpres nomor 3
tahun 2010. Kemajuan di pantau ketat oleh UKP4 secara perkala setiap bulan.
Pengendalian HIV/AIDS di tuntut mencapai kondisi Universal Acces dalam berbagai
intervensi pencegahan, pengobatan dan dukungan menyeluruh. Semua program
tersediah, terjangkau dan di manfaatkan oleh individu, keluarga dan masyarakat yang
membutuhkan sektor pemerintah dan masyarakat yang terlibat meliputi SWASTA dan
LSM generai mudah dan perempuan.
Metode pencegahan hiv/aids
Masuk dalam disosialisasikan melalui sekolah, pendidikan agama, karang taruna,
organisasi pemuda, pramuka dan kelompok sebayah, metode pencegahan HIV/AIDS
masuk dalam kurikulum nasional atau muatan local. Pembinaan dilakukan kementrian
terkait dengan koordinasi komite penanggulangan AIDS Nasional. Peningkatan
pemahaman masyarakat dilakukan melalui upaya promosi intensif, terintegrasi dengan
peran serta berbagai pihak. Program pencegahan transmisi dari ibu ke anak di mulai di 9
provinsi dengan alokasi 10 ibu hamil perprovinsi oleh sebab itu maka PMTCT perlu
dilakukan disetiap provinsi mengingat kasus ibu hamil HIV (+) cenderung meningkat
setelah PMTCT melakukan pencegahan dengan memberikan obat anti retropiral sampai
terbukti baik tidak tertular. Di RSCM, jumlah kasus HIV anak mencapa 400 kasus,
sebagian telah meniggal dunia dan terbanyak berusia kurang dari 5 tahun tetapi ada
yang bersekolah di TK, SD, dan SMP. Rumah sakit yang mampu melayani anak dengan
HIV tergolong langkah pengalaman terbatas dan fasilitas diagnosis memerlukan
viraload yang mahal. Obat anti retropirus untuk anak yang sudah tersediah antara lain
adalah stavudin, lamivudine, dan Nevirapin
4. Program Pemberantasan ISPA
ISPA merupakan infeksi yang menyerang saluran pernafasan baik saluran
pernafasan atas mulai dari mulut hingga tenggorokan dan saluran pernafasana bawah
yaitu paru-paru.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi, yakni :
a. Reduksi dan Eliminasi pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen
dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus dikurangi atau di hilangkan
b. Pengendalian administrative harus menjamin sumber daya yang diperlukan untuk
pelaksanaan langkah pengendalian infeksi
c. Pengndalian lingkungan dan tekhnis
d. Alat pelindung diri
e. Membawah ke pelayanan fasilitas kesehatan guna untuk mengetahui status gizi dan
pemberian imunisasi pada balita, serta perhatikan lingkungan yang tinggal di
antaranya kebersihan dan ventilasi rumah.
Program Pemberantasan Penyakit Menular:
a. Menyusun perencanaan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Misalnya, dari
penyakit Tuberkulosa yang cukup tinggi atau ditemukannya prevalensi infeksi
saluran pernafasan bagia atas (ISPA) yang tinggi pada anak-anak. Informasi
tersebut dapat digunakan untuk membuat usulan dalam perencanaan pelayanan
kesehatan.
b. Mengadakan evaluasi program pelayanan kesehatan yag telah dilakukan. Misalnya,
setelah dilaksanakan program pelayanan kesehatan terhadap ISPA pada anak-anak
dan kita ingin mengetahui hasil program tersebut seperti apakah telah terjadi
penurunan revalensi ISPA didaerah tersebut.
c. Memperkirakan adanya hubungan sebab-akibat melalui penyajian dalam bentuk
table silang.
d. Membandingka praverensi penyakit tertentu antardaerah atau satu daerah dalam
waktu yang berbeda.

B. Program Pembinaan Kesehatan Komunitas (Gizi Masyarakat, Program Dan Pengembangan


Kota Sehat)
1. Gizi masyarakat
Proses perencanaan program gizi di masyarakat dapat menggunakan langkah sebagai
berikut:
a. Analisis situasi
1) Pengkajian gizi
a) Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dapat berupah sumber data:
Data dasar, program atau profil, riset kesehatan terbaru, pemantauan status
gizi, pencatatan dan pelaporan berbasis elektronik dan sumber data
lainnya. Selain sumber data dalam pengkajian gizi juga memperhatikan
data pencapaian indikator program gizi, data cakupan lintas terkait
program gizi, data kesehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan
sehat, data tentang sumber daya program gizi (sarana, prasarana, alat, sdm,
anggaran dari berbagai sumber) data kondisi sosial ekonomi masyarakat,
data kebutuhan sarana dan prasarana pendukung program gizi dan data
kebutuhan obat program gizi seperti kapsul vitamin A dan tablet tambah
darah.
b) Pengolahan
Berdasarkan data kinerja program gizi dan program kesehatan lainnya
yang terkait, maka akan dapat dijadikan sebagai data dasar yang dijadikan
informasi untuk mengetahui masalah (problem) dan besaran masalah gizi
di wilayah kerja suatu puskesmas. Besaran masalah gizi dapat menjadi
tanda/gejala (sign/mymptom) dari masalah yang ada.
c) Analisis data untuk penegakan diagnosis
Proses analisis data masallah gizi dilaksanakan dalam upaya
mengidentifikasi penyebab dan latar belakang penyebab masalah. Etiologi
dalam asuhan gizi terstandar komunitas dapat ditinjau dari tiga aspek :
 Pelayanan program gizi dan kesehatan
 Perulaku dan kemandirian gizi
 Kondisi lingkungan terkaait masalah gizi pada sasaran
2) Diagnosis program gizi
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data maka dapat dirumuskan
diagnosa masalah gizi dengan rumusan P-E-S (Problem-Etiologi-
Sign/symptom) dengan sasagan program.
b. Rencana intervensi program gizi
1) Strategi dan langkah kegiatan
Salah satu cara yang digunakan unguk menentukaan prioritas masalah gizi
masyarakat :
a) Tingkat besaran masalah gizi masyarakat atau dasar indikator masalah gizi
masyarakat dalm rencana pembangunan menengah nasional.
b) Tingkat keberhasilan pencapaian target pembinaan pelayanan gizi di
masyarakat selama kurun eaktu pelaksanan
c) Tingginya temuan khasus balita bawah garis merah, BBRL, ibu hamil
dengan risiko KEK, ibu hamil anemia.
2. Program kota sehat
Progam kota sehat yaitu kondisi kota atau kabupaten yang bersih, indah, aman, dan
nyaman serta sehat untuk dihuni oleh masyarakat. Program pengembangan perbaikan
lingkungan melalui forum kota sehat yang berfungsi melalui pemberdayaan forum kota
sehat dalam upaya pembentukan peningkatan pemukiman kota.
Gerakan kota sehat diluncurkan pada tahun 1987 oleh WHO (Lawrence dan
Fudge, 2009). Kota sehat melakukan pendekatan yang fokus pada inisiasi kesehatan
berbasis masyarakat melalui multisektoral dengan pendekatan setting area. Gerakan
kota sehat telah berkembang menjadi gerakan yang menolak pendekatan “top-down”
(Rekayasa fisik dan Solusi masalah sosial) tetapi dengan persfektif “bothom-up” yang
berbasis masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat (Hall Davies dan
Shertiff, 2009)
Gerakan kota sehat fokus pada tindakan ubtuk ptomosi kesehatan di tingkat kota
yang bertujuan untuk menempatkan masalah kesehatan dalam agenda politik dan
mempengaruhi stakeholder kunci dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat di
kota dengan menfasilitasi kolaborasi dalam pelaksanaan kebijakan lintas sektoral.
Program kota sehat mempunyai sasaran sebai berikut:
Terlaksananya program kesehatan dan sektor terkait yang sinkron dengan
kebutuhan masyarakat, melalui pemberdayaan forum yang disepakati masyarakat.
a. Terbentuknya forum masyarakat yang mempu menjalin kerjasama akar masyarakat,
pemerintah daerah, pihak swasta serta dapat menampung aspirasi masyarakat dan
kebijakan pemerintah secara seimbang dan berkelanjutan dalam mewujudkan
pembangunan yang baik.
b. Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial, dan budaya, serta
perilaku dan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan secara adil, merata, dan
terjangkau dengan memaksimalkan seluruh potensi sumberdata dikabupaten/kota
tersebut secara mandiri.
c. Terwujudnya kondisi yang kondusif bagi masyarakat untuk meningkatkan
produktifitas dan ekonomi wilaya dan masyarakatnya sehingga mampu
menigkatkan kehidupan penghidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan kota sehat, yakni:
a. Membentuk forum kota sehat
b. Menyusun rencana gerakan kota sehat berdasarkan data tentang profil kota dan
wilayah serta masalah dan rencana program kota sehat diwilayah tersebut.
c. Menyebarkan informasi rencana gerakan kota sehat dan pertemuan pada berbagai
forum masyarakat untuk mendiskusikan rencana gerakan.
d. Memasyarakatkan rencana gerakan kota yag sudah di setujui.
e. Melaksanakan gerakan kota segahat oleh berbagai unsur masyarakat, LSM,
Perguruan tinggi, wasta dan pemerintah, sesuai dengan rencana yang disetujui.
f. Membahas upaya dan hasil yang sudah dicapai, serta mengkaji rencana apa yang
tidak dapat dilksanakan, serta faktor pendukung dan penghambatnya.
g. Menyusun rencana penigkatan gerakan kota sehat dibagian lain kota itu serta
penigkatannya di wilayah yang sudah ada.
Ciri – ciri kota sehat :
a. Pendekatan tergantung permasalah yang dihadapi
b. Berasal dari kebutuhan masyarakat, dikelolah oleh masyarakat, sedangkan
pemerintah sebagai fasilitator
c. Mengutamakan pendekatan proses dari pada target
d. Kegiatan didasarkan kesepakatan dari masyarakat
e. Pendekatanya juga merupkan master plan kota
f. Kegiatan dicapai melalui proses dan komitmen pemimpin daerah
g. Harus terintegrasi kondisi fisik, ekonomi, dan budaya setempat
(Kelompok 11)
VAKSIN Dan PENJAGAANNYA

A. Pengertian Vaksin
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah
mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin
mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang
ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan
kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
Jenis vaksin secara umum terdiri dari :
1. Vaksin regular
a. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan salah satu penyakit infeksi hati berbahaya yang
disebabkan oleh virus melalui cairan tubuh dan darah. Pemberian vaksin hepatitis B
bisa dilakukan pertama kali pada anak setelah kelahirannya. Selanjutnya vaksin ini
bisa kembali diberikan pada saat anak berusia satu  bulan dan pemberian ketiga di
kisaran usia 3-6 bulan. Imunisasi hepatitis B merupakan tindakan memasukkan
vaksin hepatitis B sejumlah 0,5 cc yaitu ke dalam jaringan intramuskular pasien
menggunakan spuit. Lokasi yang sering atau lazim pada intramuskular adalah
vastus lateralis (paha  bagian kiri atau kanan) atau deltoid. Efek samping vaksin
hepatitis B yang tergolong umum adalah demam dan rasa lelah pada anak.
Sedangkan efek samping yang jarang terjadi adalah gatal-gatal, kulit menjadi
kemerahan, dan pembengkakan pada wajah.
b. BCG
Vaksin BCG diberikan untuk mencegah penyakit tuberkulosis atau yang lebih
dikenal sebagai TBC. Penyakit ini merupakan penyakit serius yang dapat ditularkan
melalui hubungan dekat dengan orang yang terinfeksi TB, seperti hidup di rumah
yang sama. Pemberian vaksin BCG hanya dilakukan satu kali, yaitu pada saat anak
baru dilahirkan hingga berusia dua bulan. Pemberian BCG pada Umur 0 – 11 bln
dengan dosis 0,05 cc Cara Intrakutan, lengan kanan Jumlah suntikan Satu kali. Efek
samping vaksin BCG yang paling umum adalah munculnya benjolan  bekas suntik
pada kulit, sedangkan efek samping yang sangat jarang terjadi adalah reaksi alergi.
c. bOPV (bivalent Oral Polio Vaccin)
Polio merupakan penyakit virus yang dapat menyebabkan kelumpuhan, sesak
napas, dan terkadang kematian. Pemberian vaksin polio harus dilakukan dalam satu
rangkaian, yaitu pada saat anak baru dilahirkan dan  pada saat anak berusia dua,
empat, serta enam bulan. Vaksin ini selanjutnya bisa diberikan kembali di usia satu
setengah tahun, dan yang terakhir di usia lima tahun. Polion di berikan pada Umur
0 –  11 bln dengan Dosis 2 tetes Cara pemberian Meneteskan ke dalam mulut dan
Selang waktu Berikan 4 x dengan jarak minimal 4 minggu.
d. DTP
Vaksin DTP merupakan jenis vaksin gabungan. Vaksin ini diberikan untuk
mencegah penyakit difteri, tetanus, dan pertusis. Pertusis lebih dikenal dengan
sebutan batuk rejan. Difteri merupakan penyakit berbahaya yang dapat
menyebabkan sesak napas, radang paru-paru, hingga masalah pada jantung dan
kematian. Sedangkan tetanus merupakan penyakit kejang dan kaku otot yang sama
mematikannya. Dan yang terakhir adalah batuk rejan atau pertusis, yaitu  penyakit
batuk parah yang dapat mengganggu pernapasan. Sama seperti difteri, batuk rejan
juga dapat menyebabkan radang paru-paru, kerusakan otak, bahkan kematian.
Pemberian vaksin DTP harus dilakukan lima kali, yaitu pada saat anak berusia: 
Dua bulan  Tiga bulan  Empat bulan  Satu setengah tahun  Lima tahun
Vaksin DTP tidak dilisensikan untuk anak-anak usia di atas tujuh tahun, remaja,
atau dewasa. DTP diberikan pada Umur 2 –  11 bln dengan dosis : 0,5 cc Cara
pemberian IM / SC, jumlah suntikan 3 x Selang pemberian Minimal 4 minggu.
Efek samping vaksin DTP yang tergolong umum adalah rasa nyeri, demam, dan
mual. Efek samping yang jarang terjadi adalah kejangkejang.
e. Campak
Campak adalah penyakit virus yang menyebabkan demam, pilek, batuk, sakit
tenggorokan, radang mata, dan ruam. Vaksin campak diberikan tiga kali yaitu pada
saat anak berusia sembilan bulan, dua tahun, dan enam tahun. Dosis : 0, 5 cc Cara
pemberian Suntikan secara IM di lengan kiri atas Jumlah suntikan : 1 x dapat
diberikan bersamaan dengan pemberian vaksin lain tapi tidak dicampur dalam 1
sempri. Efek samping vaksin campak panas dan kemerahan. Anak-anak mungkin
panas selama 1 –  3 hari setelah 1 minggu penyuntikan, kadang disertai kemerahan
seperti penderita campak ringan.
f. HPV
Vaksin HPV (Human Papiloma Virus) yang telah beredar di Indonesia dibuat
dengan teknologi rekombinan. Vaksin HPV berpotensi untuk mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan infeksi HPV. Terdapat dua
jenis vaksin HPV yaitu:
1) Vaksin bivalen (tipe 16 dan 18)
2) Vaksin quadrivalen (tipe 6, 11, 16 dan 18)
3) Vaksin HPV mempunyai efikasi 96–98% untuk mencegah kanker leher rahim
yang disebabkan oleh HPV tipe 16/18.
Rekomendasi:
Imunisasi vaksin HPV diperuntukkan pada anak perempuan sejak usia > 10 tahun
Dosis dan Jadwal:
1) Dosis 0,5 ml, diberikan secara intra muskular pada daerah deltoid
2) Vaksin HPV bivalen, jadwal 0,1 dan 6 bulan pada anak usia lebih dari 10 tahun
3) Vaksin HPV quadrivalen, jadwal 0,2 dan 6 bulan pada anak usia lebih dari 10
tahun
2. Vaksin influenza
Satu dosis vaksin flu dianjurkan setiap musim flu. Anak-anak usia 6 bulan sampai 8
tahun mungkin perlu dua dosis selama musim flu yang sama. Orang lain hanya
memerlukan satu dosis setiap musim flu. Beberapa vaksin flu yang dinonaktifkan
mengandung jumlah pengawet berbasis merkuri sangat kecil yang disebut thimerosal.
Penelitian tidak menunjukkan thimerosal pada vaksin berbahaya, tapi vaksin flu yang
tidak mengandung thimerosal tersedia. Vaksin flu tidak dapat mencegah: • flu yang
disebabkan oleh virus yang tidak termasuk oleh vaksin, atau • penyakit yang terlihat
seperti flu tetapi bukan flu. Perlu waktu 2 minggu sebelum perlindungan ini
berkembang setelah mendapat suntikan, dan perlindungannya bertahan sampai musim
flu.
Adapun yang tidak boleh menerima vaksin flu, yaitu :
a. Riwayat alergi yang mengancam nyawa
b. Penderita Guillain-Barré Syndrome (GBS/ kelumpuhan yang parah)
c. Sedang tidak enak badan
Biasanya tidak apa-apa mendapat vaksin flu saat sedang menderita sakit ringan, namun
sebaiknya menunggu sampai merasa baikan.
3. Vaksin yellow fever
Vaksinas yellow fever merupakan salah satu vaksin yang direkomendasikan WHO dan
Kementerian Kesehatan RI dalam perjalanan Internasional.
Yellow fever (demam kuning) adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh flavivirus yang
ditularkan oleh nyamuk yang terinfeksi virus (terutama nyamuk aedes aegypti, tetapi dapat pula oleh
spesies lain) ke inang atau host dalam hal ini adalah manusia dan primata (monyet) yang menyebabkan
kerusakan pada saluran hati, ginjal, jantung dan sistem pencernaan. Penyakit ini dapat menyebabkan
berbagai gejala klinis seperti demam, mual, nyeri dan dapat berlanjut ke fase beracun/toksik yang terjadi
setelah itu, ditandai dengan kerusakan hati dengan jaundis/ikterik atau kulit menjadi berwarna kuning,
gagal ginjal, meningitis dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian.
Pencegahan terhadap yellow fever yang dapat dilakukan antara lain dengan pengontrolan
vektor, mencegah gigitan nyamuk seperti tidur memakai kelambu, ataupun
penggunaan repelents (penolak nyamuk) pada kulit.  Selain itu juga mengantisipasi tempat
perkembangbiakan nyamuk dan memberantas nyamuk di dalam rumah maupun di lingkungan sekitar.
Hal yang perlu dilakukan antara lain secara rutin menguras air di bak mandi maupun tempat-tempat
penampungan air lainnya yang memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak. Vaksinasi
merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah yellow fever. Vaksin ini tersedia untuk orang
dewasa dan anak-anak yang berusia lebih dari 9 bulan. Vaksinasi dengan virus yang dilemahkan sangat
efektif memberikan kekebalan selama 10 tahun. WHO merekomendasikan kepada pelancong, crew
kapal, maupun pesawat untuk divaksinasi yellow fever sebelum berkunjung ke daerah endemis dan
revaksinasi dianjurkan setiap 10 tahun. Dan sebagian besar negara-negara didunia mewajibkan semua
pengunjung yang datang dari daerah endemis demam kuning untuk menunjukkan ICV (International
Certificate of Vaccination) sebagai bukti bahwa mereka telah memperoleh vaksinasiyellow fever.
4. Vaksin haji dan umroh
a. Vaksin meningitis
Vaksin ini diwajibkan oleh Kementrian Kesehatan Arab Saudi
1) Meningitis adalah penyakit yang disebabkan bakteri kelompok A, C, W, dan Y.
Maka, semua jamaah wajib menerima satu dosis vaksin kuadrivalen
polisakarida atau vaksin ACWY135.
2) Pemberian vaksin ini disarankan dilakukan 2-4 minggu sebelum
keberangkatan, dan tidak kurang dari 14 hari sebelumnya. Jika sebelumnya
pernah mendapat vaksin yang sama, pastikan bahwa waktu pemberiannya tidak
lebih dari dua tahun sebelumnya.
3) Jika diberikan pada orang dewasa dan anak-anak berusia lebih dari lima tahun,
vaksin ini akan memberikan perlindungan dari meningitis selama 2 tahun.
4) Untuk anak di bawah usia lima tahun, vaksinasi akan memberikan
perlindungan selama 2-3 tahun. Namun pemberian pada balita usia dua bulan
hingga tiga tahun harus diikuti dengan pemberian vaksin kedua pada tiga bulan
setelahnya (khusus vaksin conjugate).
5) Vaksin jenis ini tidak dibolehkan untuk diberikan kepada bayi < 2
bulan dan ibu hamil
6) Pasien wajib membawa paspor / fotokopi paspor yang legal dan valid.
b. Vaksin influenza
c. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit menyerang paru – paru. Penyakit yang umumnya
disebabkan infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae ini dapat dicegah dengan
pemberian vaksin. Vaksin pneumonia disarankan bagi calon jamaah haji dengan
kondisi sebagai berikut :
1) Disarankan bagi berusia 50 tahun ke atas
2) Sangat disarankan bagi orang dewasa berusia 65 tahun ke atas.
3) Anak-anak dan orang dewasa pengidap penyakit kronis, seperti diabetes, asma,
gangguan ginjal atau penyakit jantung.

Anda mungkin juga menyukai