A. Pengertian Kesehatan
Berbicara mengenai kesehatan, tentunya kita tidak terlepas dari definisi klasik WHO
tentang kesehatan yaitu “Keadaan sempurna baik fisik, mental, sosial, dan tidak sedang
menderita sakit atau kelemahan. Menurut WHO (1947), definisi kesehatan secara luas tidak
hanya meliputi aspek medis, tetapi juga aspek mental, dan sosial, dan bukan hanya suatu
keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 memberikan batasan: kesehatan adalah
keadaan sehat sakit secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan
sestiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini berrati kesehatan
seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial saja, tetapi juga
diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara
ekonomi.
Tinjauan individual tentang kesehatan bervariasi pada berbagai kelompok usia, jenis
kelamin, ras, dan budaya. Untuk membantu klien mengidentifikasi dan mencapai tujuan
kesehatannya, perawat harus mencari tahu tentang konsep kesehatan menurut klien.
1. Indikator sehat
Indikator adalah variabel yang digunakan untuk membantu kita dalam mengukur
perubahan-perubahan yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. (WHO,
1981). Wujud atau indikator dari masing-masing aspek dalam kesehatan individu antara
lain:
a. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit dan memang secara
klinis tidak sakit. Semua organ tubuh normal dan berfungsi normal atau tidak ada
gangguan fungsi tubuh.
b. Kesehatan mental (jiwa) mencakup dua komponen, yakni Pikiran yang sehat
tercermin dari cara berpikir seseorang, yakni mampu berikir logis (masuk akal) atau
berpikir secara runtut.
c. Emosional yang sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, khawatir, sedih, dan
sebagainya.
d. Kesehatan spiritual tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa
syukur, pujian, atau penyembahan terhadap sang pencipta alam (Tuhan YME).
e. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang
lain secara baik, atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa
membeda-bedakan ras, suku, agama, atau kepercayaan, status sosial, ekonomi,
politik, dan sebagainya; saling menghargai dan toleransi.
f. Kesehatan dan aspek ekonomi terlihat dari produktivitas seseorang (dewasa) dalam
arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong
hidupnya atau keluarganya secara finansial.
WHO mengemukakan beberapa indikator kesehatan yang berhubungan dengan status
kesehatan masyarakat, yaitu indikator komprehensif dan indikator spesifik.
a. Indikator komprehensif terdiri dari angka kematian kasar menurun, rasio angka
mortalitas proporsional rendah, umur harapan hidup meningkat.
b. Indikator spesifik terdiri dari angka kematian ibu dan anak menurun, angka
kematian karena penyakit menular menurun, angka kelahiran menurun.
Indikator kesehatan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan yaitu pelayanan
kesehatan dan jumlah penduduk seimbang, distribusi tenaga kesehatan merata,
informasi lengkap tentang fasilitas kesehatan, informasi tentang sarana pelayanan di
rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain.
2. Karakteristik Perilaku Kesehatan
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar.
Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme
tersebut merespon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua.
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (over behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik
(practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut maka perilaku kesehatan adalah
suatu respon seseorang atau organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, system pelayanan, makanan, dan minuman, serta
lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok.
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha seseorang untuk menjaga kesehatan agar tidak sakit
dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, terdapat 3 aspek
yang mendasari perilaku pemeliharaan kesehatan, yaitu:
1) Perilaku pencegahaan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit
2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Oleh
karena kesehatan itu sangat dinamis dan relative, maka dari itu orang yang
sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal
mungkin.
3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Oleh karena makanan dan minuman
dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan, namun sekaligus juga
menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang. Hal ini sangat tergantung
pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tesebut.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau
sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)
Perilaku ini merupakan upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan ini dimulai dari mengobati diri sendiri
(self-treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan sekitarnya, sehingga lingkungan
tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan kata lain, bagaimana seseorang
mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri,
keluarga, dan masyarakatnya.
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku
keehatan ini.
1) Perilaku kesehatan sehat (Healthy life style)
Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan atau pola gaya
hidupnya.
Perilaku ini mencakup antara lain:
a) Makanan dengan menu seimbang. Dimana kualitas (mengandung zat gizi
yag diperlukan tubuh) dan kuantitas (jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan)
b) Olahraga teratur, juga mencakup kualotas (gerakan) dan kualitas (frekuensi
dan waktu yang digunakan untuk olahhraga atau aktivitas fisik selain
olahraga).
c) Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang dapat
mengakibatkan berbagai penyakit.
d) Tidak minum-minuman keras dan narkoba
e) Istirahat yang cukup. Beraktivitas secara berlebih tanpa istirahat pun dapat
menimbulkan masalah kesehatan.
f) Mengendalikan stress. Stress akan terjadi pada siapa saja dan akibatnya
bermacam-macam bagi kesehatan. Meski stress tidak dapat dihindari maka
penting menjaga agar stress tidak menyebabkan gangguan kesehatan, kita
harus dapat mengendalikan atau mengelola stress dengan kegiatan-
kegiatan yang positif.
g) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan. Misalnya tidak
berganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita dengan
lingkungan, dan sebagainya, dan seterusnya.
B. Kesehatan Komunitas
1. Pengertian Komunitas
Menurut WHO kelompok sosial yang ditentukan oleh batas – batas wilayah nilai
keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling berinteraksi antara anggota
masyarakat yang satu dengan yang lain.
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai
persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan
batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga
(Sumijatun dkk, 2006). Misalnya di dalam kesehatan di kenal kelompok ibu hamil,
kelompok ibu menyusui, kelompok anak balita, kelompok lansia, kelompok masyarakat
dalam suatu wilayah desa binaan dan lain sebagainya. Sedangkan dalam kelompok
masyarakat ada masyarakat petani, masyarakat pedagang, masyarakat pekerja,
masyarakat terasing dan sebagainya (Mubarak, 2006).
Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang merupakan
perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public health) dengan
dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan pelayanan promotif
dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan
rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing
process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga
mampu mandiri dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2006). Proses keperawatan
komunitas merupakan metode asuhan keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis,
dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan
klien, keluarga, kelompok serta masyarakat melalui langkah-langkah seperti pengkajian,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan (Wahyudi, 2010).
2. Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas :
a. Tujuan keperawatan komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk pencegahan dan
peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya sebagai berikut.
1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu,
keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health general
community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat mempunyai kemampuan untuk: a) Mengidentifikasi masalah
kesehatan yang dialami; b) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan
masalah tersebut; c) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan; d)
Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi; e) Mengevaluasi sejauh
mana pemecahan masalah yang mereka hadapi, yang akhirnya dapat
meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara mandiri (self
care).
b. Fungsi keperawatan komunitas
1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi kesehatan
masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan
keperawatan.
2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhannya dibidang kesehatan.
3) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah,
komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat.
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan permasalahan
atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat
dan pada akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan (Mubarak, 2006).
3. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Strategi intervensi keperawatan komunitas
adalah sebagai berikut:
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya setelah belajar dari
pengalaman sebelumnya, selain faktor pendidikan/pengetahuan individu, media
masa, Televisi, penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan sebagainya.
Begitu juga dengan masalah kesehatan di lingkungan sekitar masyarakat, tentunya
gambaran penyakit yang paling sering mereka temukan sebelumnya sangat
mempengaruhi upaya penangan atau pencegahan penyakit yang mereka lakukan. Jika
masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat individual tidak akan mampu
mencegah, apalagi memberantas penyakit tertentu, maka mereka telah melakukan
pemecahan-pemecahan masalah kesehatan melalui proses kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion) Pendidikan kesehatan adalah proses
perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar
proses transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat
prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari dalam diri
individu, kelompok atau masyarakat sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan
kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun WHO
yaitu ”meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan; baik fisik, mental dan sosialnya; sehingga produktif secara
ekonomi maupun secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership) Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam
lingkungan masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman bagi
lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat dibutuhkan dalam
upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan komunitas melalui upaya ini berbagai
persoalan di dalam lingkungan masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih cepat.
(Kelompok 2)
A. Definisi Epidemiologi
Epidemiologi secara terminology berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari 3 kata yaitu
epi (di atas/di antara/ yang di antara), demos (populasi, orang, masyarakat), dan logos (ilmu).
Berdasarkan arti secara harfiah tersebut, dapat dikatakan epidemiologi merupakan ilmu yang
mempelajari suatu penyakit yang ada di antara masyarakat/populasi.
Epidemiologi merupakan salah satu ilmu yang digunakan dalam mencari penyebab
penyakit. Epideimologi selain sebagai ilmu dalam mencari penyebab suatu penyakit, juga
digunakan dalam pemilihan upaya pencegahan penyakit. Sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi dan determinan
penyakit atau masalah kesehatan pada kelompok manusia, serta mempelajari bagaimana
suatu penyakit terjadi dan meneliti upaya preventif maupun upaya mengatasi masalah
tersebut. Masalah kesehatan atau penyakit yang terjadi pada manusia memiliki faktor
penyebab dan faktor pencegahan yang dapat di identifikasi melalui suatu pengamatan yang
sistematik berdasarkan pada 1) frekuensi masalah kesehatan, 2) distribusi masalah
kesehatan, dan 3) determinan masalah kesehatan.
Distribusi adalah penyebaran masalah kesehatan dalam populasi. Distribusi atau
penyebaran penyakit dalam epidemiologi digambarkan ke dalam 3 unsur yaitu berdasarkan
orang, tempat dan waktu. Determinan adalah faktor penyebab suatu masalah kesehatan.
Untuk menentukan besaran masalah kesehatan dengan tepat ada beberapa langkah yang
harus dilakukan diantaranya merumuskan hipotesis tentang penyebab masalah penyakit yang
dimaksud, melakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya, dan
menarik kesimpulan terkait hasil pengujian/pengamatan. Selain distribusi dan determinan
penyakit. Frekuensi adalah factor penting dalam mendefinisikan epidemiologi. Frekuensi
adalah besarnya masalah kesehatan yang ada pada sekelompok manusia.
B. Sejarah Epidemiologi
Dalam sejarahnya, epidemiologi dikembangkan dengan menggunakan epidemi penyakit
menular sebagai suatu model studi. Landasan epidemiologi masih berpegang pada model
penyakit, metode, dan pendekatannya. Epidemiologi sudah terbukti efektif dalam
mengembangkan hubungan sebab-akibat pada kondisi-kondisi non-infeksius seperti
penyalahgunaan obat, bunuh diri, kecelakaan lalu lintas, keracunan zat kimia, kanker, dan
penyakit jantung.
Epidemiologi digunakan untuk menentukan kebutuhan akan program-program
pengendalian penyakit, mengembangkan program pencegahan dan layanan kesehatan, serta
menetapkan pola penyakit endemi, epidemi, hiperendemi dan pandemi.
Secara umum sejarah epidemiologi dibagi ke dalam empat periode, sebagai berikut.
1. Periode Kuno
Periode ini dimulai pada saat zaman Hippocrates yang di kenal sebagai bapak
kedokteran yang berkembang semasa 460-375 sebelum masehi.
2. Masa Pertengahan
Masa pertengahan dimulai sejak awal tahun 1348 yang dikenal dengan zaman
“Kematian Hitam”. Pada saat itu, dikenal penyakit wabah dengan korban jiwa yang tidak
sedikit.
3. Abad ke-18
Pada abad ke-18, mulai terjadi peningkatan derajat kesehatan yang didukung dengan
berkembangnya penelitian-penelitian ke arah penyakit-penyakit menular. Dalam dunia
keperawatan, pada tahun 1820-1910 lahir tokoh yang dikenal sebagai simbol
keperawatan dunia, Florence Nightingale. Florence Nightingale mengemukakan konsep
keperawatan dengan memperhatikan lingkungan sekitar klien. Florence berkeyakinan
jika lingkungan diperbaiki maka masa perawatan dapat dipersingkat.
4. Abad ke-19 : epidemiologi modern
Dalam epidemiologi modern, telah dipandang determinan penyakit secara holistik,
oleh sebab itu telah digunakan beberapa pendekatan, di antaranya:
a. Statistik yang berhubungan dengan keadaan yang memengaruhi hygine dan
kesehatan;
b. Epidemiologi penyakit infeksius;
c. Epidemiologi penyakit kronis;
d. Eko-epidemiologi.
C. Pola-pola Penyakit
Pola suatu penyakit juga dapat ditentukan melalui studi epidemiologi. Pola-pola penyakit
yaitu:
1. Endemi adalah berlangsungnya suatu penyakit pada tingkatan yang sama atau
keberadaan suatu penyakit yang terus-menerus di dalam populasi atau wilayah tertentu.
Contohnya : Endemi Malarian di Irian Jaya
2. Hiperendemi merupakan istilah yang menyatakan aktivitas yang terus-menerus melebihi
prevelensi yang diperkirakan, sering dihubungkan populasi tertentu, populasi yang kecil
atau populasi yang jarang seperti yang ditemukan di rumah sakit, klinik, bidan, atau
institusi lain. Istilah ini juga menunjukkan keberadaan penyakit menular dengan tingkat
insidensi yang tinggi dan terus-menerus melebihi angka privelensi normal dalam
populasi dan menyebar merata pada semua usia dan kelompok.
3. Holoendemi menggambarkan suatu penyakit yang kejadiannya dalam populasi sangat
banyak dan umumnya terdapat di awal kehidupan pada sebagian besar anak dalam
populasi. Contohnya: cacar (chicken pox).
4. Epidemi adalah wabah atau munculnya penyakit tertentu yang berasal dari sumber
tunggal dalam satu kelompok, populasi, masyarakat, atau wilayah yang melebihi
tingkatan kebiasaan yang diperkirakan. Kejadian luar biasa atau peningkatan secara
tajam dari kasus baru yang memengaruhi kelompok tertentu biasanya juga disebut
sebagai epidemi. Contohnya: wabah difteri di Indonesia.
5. Pandemi adalah epidemi yang menyebar luas melintasi batas negara, benua, atau
populasi yang besar dan bahkan kemungkinan seluruh dunia. Contohnya: Pandemi Flu
Burung yang melanda hamper seluruh Negara di dunia.
Model konseptual keperawatan menguraikan situasi yang terjadi dalam suatu lingkungan
atau stressor yang mengakibatkan seseorang individu berupa menciptakan perubahan yang
adaptif dengan menggunakan sumber yang tersedia. Model konseptual keperawatan
mencerminkan upaya menolong orang tersebut mempertahankan keseimbangan melalui
pengembangan mekanisme koping yang positif untuk mengatasi stressor ini. Melalui penjelasan
tentang fenomena ini dan ketertarikan antara istilah umum dan abstrak maka model konseptual
mencerminkan langkah pertama mengembangkan formulasi teoritis yang diperlukan untuk
kegiatan ilmiah.
Model keperawatan pada hakikatnya mengatur hubungan antara perawat komunitas
dengan klien, yaitu keluarga, kelompok, dan komunitas. Klien telah memberikan kepercayaan
dan kewenangannya untuk membantunya meningkatkan kesehatan melalui asuhan keperawatan
komunitas yang berkualitas. Pada topik ini hanya dibatasi tiga model yang sering digunakan di
komunitas, berikut uraiannya.
Peran perawat adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang
lain,dalam hal ini peran perawat untuk memberikan asuhan keperawatan,melakukan pembelaan
kepada klien,sebagai pendidik tenaga perawat dan masyarakat,coordinator dalam pelayanan.
Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu sehat maupun sakit dimana
segala aktivitas yang dilakukan berguna untuk pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki, aktivitas ini dilakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian
pasien secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian,
identifikasi masalah (diagnose keperawatan) perencanaan, implementasi dan evaluasi.
D. Macam-Macam Etika
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia
serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai.
Artinya etika deskriptif ini berbicara mengenai fakta dan apa adanya.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan
apa yang bernilai dalam hidupnya. Jadi etika ini merupakan norma-norma yang dapat
menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindari hal-hal buruk, sesuai
kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku dimasyarakat.
(Kelompok 6)
A. Pengkajian
Pengkajian dan diagnosis keperawatan merupakan tahap awal dalam proses keperawatan
komunitas. Pada tahap ini, setelah perawat mengkaji data kesehatan komunitas, selanjutnya
menetapkan diagnosis keperawatan. Pada tahap pengkajian keperawatan untuk memahami
aspek yang dikaji, perawat harus memiliki pemahaman tentang epidemiologi. Keberhasilan
dalam pengkajian akan memengaruhi tahap-tahap selanjutnya dalam proses keperawatan,
yaitu diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi
keperawatan komunitas.
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan yang sistematis dalam menentukan status
kesehatan klien, mengisolasi perhatian dan masalah kesehatan, mengembangkan rencana
untuk memulihkan mereka, memulai tindakan untuk melaksanakan rencana tersebut, dan
akhirnya mengevaluasi keadekuatan dari rencana dalam meningkatkan kesehatan dan
pemecahan masalah. Proses keperawatan mendefinisikan interaksi dan intervensi dengan
sistem klien, apakah sistem sebagai suatu individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.
Tahap-tahap proses keperawatan komunitas sama dengan tahap-tahap proses keperawatan
pada umumnya, yaitu dimulai dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Perawat berupaya untuk merespon dan memenuhi kebutuhan
komunitas. Komunitas adalah klien.
1. Komunitas Sebagai Klien
Untuk perawat kesehatan komunitas, bekerja dengan komunitas memiliki dua
misi penting, yaitu komunitas secara langsung akan memengaruhi kesehatan individu,
keluarga, kelompok, populasi yang mungkin bagian dari itu, dan penyediaan layanan
kesehatan yang paling penting di tingkat komunitas.
2. Dimensi Komunitas Sebagai Klien
Sebuah komunitas memiliki tiga fitur, yaitu tempat, populasi, dan sistem sosial.
Hal ini berguna untuk memikirkan dimensi-dimensi setiap masyarakat sebagai peta
kasar untuk mengikuti pengkajian kebutuhan atau perencanaan penyediaan layanan.
a. Tempat
Setiap komunitas secara fisik melakukan kehidupan sehari-hari dalam lokasi
geografis tertentu. Kesehatan komunitas dipengaruhi oleh lokasi tempat tinggal
termasuk penempatan layanan kesehatan, kondisi geografis, tanaman, hewan atau
binatang, dan lingkungan buatan manusia.
b. Populasi
Populasi tidak hanya terdiri atas agregat khusus, tetapi juga semua orang yang
beraneka ragam, yang hidup dalam batas-batas Komunitas. Kesehatan komunitas
sangat dipengaruhi oleh penduduk yang tinggal di dalamnya. Fitur yang berbeda
dari populasi menunjukkan kebutuhan kesehatan dan memberikan dasar untuk
perencanaan kesehatan.
c. Sistem Sosial
Selain lokasi dan populasi, setiap komunitas memiliki dimensi ketiga, yaitu sistem
sosial. Berbagai bagian dari sistem sosial masyarakat yang berinteraksi dan
memengaruhi sistem disebut variabel sistem sosial. Variabel ini meliputi kesehatan,
keluarga, ekonomi, pendidikan, agama, kesejahteraan, hukum, komunikasi,
rekreasi, dan sistem politik. Meskipun perawat kesehatan komunitas harus
memeriksa semua sistem dalam komunitas dan bagaimana mereka berinteraksi.
Sistem kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kesehatan komunitas.
3. Pengkajian
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan tahap pertama dalam proses
keperawatan komunitas. Perawat berupaya untuk mendapatkan informasi atau data
tentang kondisi kesehatan komunitas dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kesehatan komunitas. Dalam tahap pengkajian ini, ada empat kegiatan yang dilakukan,
yaitu pengumpulan data, pengorganisasian data, validasi data, dan pendokumentasian
data.
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses mendapat informasi tentang kondisi
kesehatan dari klien. Dalam hal ini kesehatan komunitas. Proses pengumpulan data
harus dilakukan secara sistematik dan terus menerus untuk mendapatkan data atau
informasi yang signifikan yang menggambarkan kondisi kesehatan komunitas.
Metode pengumpulan data keperawatan komunitas
1) Wawancara
2) Angket
3) Observasi
4) Pemeriksaan
b. Pengorganisasian Data
Dalam pengkajian komunitas ada beberapa data yang perlu dikumpulkan, yaitu
data inti komunitas, subsistem komunitas, dan persepsi.
1) Data inti komunitas
Data komunitas ini merupakan data yang dikumpulkan dalam inti
komunitas yang meliputi,
a) sejarah atau riwayat (riwayat daerah dan perubahan daerah);
b) demografi (usia, karakteristik jenis kelamin, distribusi ras dan distribusi
etnis);
c) tipe keluarga (keluarga/bukan keluarga, kelompok);
d) status perkawinan (kawin, janda/duda, single);
e) statistik vital (kelahiran, kematian kelompok usia, dan penyebab
kematian);
f) nilai-nilai dan keyakinan;
g) agama.
2) Data subsistem komunitas
Data subsistem komunitas yang perlu dikumpulkan dalam pengkajian
komunitas sebagai berikut.
a) Lingkungan fisik
Sama seperti pemeriksaan fisik klien individu, di komunitas juga
dilakukan pemeriksaan fisik lingkungan komunitas. Panca indera yang
digunakan dalam pengkajian fisik adalah inspeksi, auskultasi, tanda-tanda
vital, review sistem, dan pemeriksaan laboratorium.
b) Pelayanan kesehatan dan social
Pelayanan kesehatan dan sosial perlu dikaji di komunitas, yaitu
Puskesmas, klinik, rumah sakit, pengobatan tradisional, agen pelayanan
kesehatan di rumah, pusat emergensi, rumah perawatan, fasilitas pelayanan
sosial, pelayanan kesehatan mental, apakah ada yang mengalami sakit akut
atau kronis.
c) Ekonomi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan ekonomi adalah, karakteristik
keuangan keluarga dan individu, status pekerja, kategori pekerjaan dan
jumlah penduduk yang tidak bekerja, lokasi industri, pasar, dan pusat
bisnis.
d) Transportasi dan keamanan
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan transportasi dan keamanan
adalah: alat transportasi penduduk datang dan ke luar wilayah, transportasi
umum (bus, taksi, angkot, dan sebagainya serta transportasi privat (sumber
transportasi atau transpor untuk penyandang cacat). Layanan perlindungan
kebakaran, polisi, sanitasi, dan kualitas udara.
e) Politik dan pemerintahan
Data yang perlu dikumpulkan meliputi data pemerintahan (RT, RW,
desa/kelurahan, kecamatan, dan sebagainya), kelompok pelayanan
masyarakat (posyandu, PKK, karang taruna, posbindu, poskesdes, panti,
dan sebagainya) serta data politik, yaitu kegiatan politik yang ada di
wilayah tersebut serta peran peserta partai politik dalam pelayanan
kesehatan.
f) Komunikasi
Data yang dikumpulkan terkait dengan komunikasi dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu komunikasi formal yang meliputi surat kabar, radio dan
televisi, telepon, internet, dan hotline, serta komunikasi informal yang
meliputi papan pengumuman, poster, brosur, halo-halo, dan sebagainya.
g) Pendidikan
Data yang terkait dengan pendidikan meliputi, sekolah yang ada di
komunitas, tipe pendidikan, perpustakaan, pendidikan khusus, pelayanan
kesehatan di sekolah, program makan siang di sekolah, dan akses
pendidikan yang lebih tinggi.
h) Rekreasi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan rekreasi yang meliputi,
taman, area bermain, perpustakaan, rekreasi umum dan privat, serta
fasilitas khusus.
3) Data persepsi
a) Tempat tinggal yang meliputi bagaimana perasaan masyarakat tentang
komunitasnya, apa yang menjadi kekuatan mereka, permasalahan, tanyakan
pada masyarakat dalam kelompok yang berbeda (misalnya, lansia, remaja,
pekerja, profesional, ibu rumah tangga, dan sebagainya).
b) Persepsi umum yang meliputi pernyataan umum tentang kesehatan dari
komunitas, apa yang menjadi kekuatan, apa masalahnya atau potensial
masalah yang dapat diidentifikasi.
c. Validasi Data
Informasi yang dikumpulkan selama tahap pengkajian harus lengkap, faktual dan
akurat, sebab diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan didasarkan
informasi ini. Validasi merupakan verifikasi data untuk mengkonfirmasi bahwa
data tersebut akurat dan faktual. Validasi data sangat membantu perawat dalam
melaksanakan tugas, meyakinkan bahwa informasi pengkajian sudah lengkap, serta
data subjektif dan objektif dapat diterima.
d. Analisis komunitas
Dalam melakukan analisis komunitas ada beberapa tahap yang perlu dilakukan,
yaitu kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan.
1) Kategorisasi
Data dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Pengkategorian data
pengkajian komunitas secara tradisional adalah sebagai berikut.
a) Karakteristik demografi (ukuran keluarga, usia, jenis kelamin, etnis, dan
kelompok ras)
b) Karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan besarnya kepala
keluarga, ruang publik, serta jalan)
c) Karakteristik sosialekonomi (pekerjaan dan kategori pekerjaan, tingkat
pendidikan, dan sewa atau pola kepemilikan rumah)
d) Sumber dan pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Pusat
Kesehatan Mental, dan sebagainya)
2) Ringkasan
Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah
meringkas data dalam setiap kategori. Pernyataan ringkasan disajikan dalam
bentuk ukuran, seperti jumlah, bagan, dan grafik.
3) Perbandingan
Tugas berikut adalah analisis data yang meliputi identifikasi kesenjangan
data, dan ketidaksesuaian. Data pembanding sangat diperlukan untuk
menetapkan pola atau kecenderungan yang ada atau jika tidak benar dan perlu
revalidasi yang membutuhkan data asli. Perbedaan data dapat saja terjadi,
karena kesalahan pencatatan data.
4) Membuat kesimpulan
Setelah data yang dikumpulkan dibuat kategori, ringkasan, dan
dibandingkan, maka tahap akhir adalah membuat kesimpulan secara logika dari
peristiwa, yang kemudian dibuatkan pernyataan diagnosa keperawatan
komunitas.
e. Pendokumentasian Data
Untuk melengkapi tahap pengkajian, perawat perlu mencatat data klien.
Dokumentasi secara akurat sangat penting dan dapat meliputi semua data yang
dikumpulkan tentang status kesehatan klien (komunitas). Data yang dikumpulkan
merupakan kondisi yang benar benar yang faktual bukan interpretasi dari perawat.
D. Implementasi
Implementasi merupakan selanjutan tahap kegiatan selanjutnya setelah perencanaan
kegiatan keperawatan komunitas dalam proses keperawatan komunitas. Focus pada tahap
implementasi adalah bagaimana mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Akan tetapi, hal yang sangat penting dalam implementasi keperawatan
kesehatan komunitas adalah melakukan tindakan-tindakan yang berupa promosi kesehatan,
memelihara kesehatan/mengatasi kondisi tidak sehat, mencegah penyakit dan dampat
pemulihan. Pada tahap implementasi ini perawat tetap fokus pada program kesehatan
masyarakat yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan. Tahap implementasi keperawatan
komunitas memiliki beberapa strategi implementasi diantaranya pendidikan kesehatan,
proses kelompok, promosi kesehatan dan kemitraan (partnership).
E. Evaluasi
Evaluasi adalah komponen penting untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan
sebuah proyek dan memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau
kegagalannya. Evaluasi harus mencakup umpan balik lisan atau tertulis peserta dan analisis
terperinci perawat. Evaluasi mencakup menganalisis setiap tahap sebelumnya untuk
menentukan kekuatan dan kelemahan rencana (evaluasi proses). Evaluasi proses juga
disebut sebagai evaluasi formatif. Hal ini memungkinkan seseorang untuk mengevaluasi
aspek positif dan negatif dari setiap pengalaman secara komprehensif dan apakah hasil yang
diinginkan tercapai (evaluasi hasil). Evaluasi hasil bersifat sumatif dan dapat terdiri dari
survey akhir dan alat lainnya yang mengukur apakah tujuan telah dipenuhi. Evaluasi sumatif
adalah istilah lain untuk evaluasi hasil.
F. Standar Praktik Keperawatan Komunitas
Standar praktik keperawatan merupakan norma atau penegasan tentang mutu pekerjaan
perawat yang dianggap baik, tepat dan benar yang dirumuskan dan digunakan sebagai
pedoman pemberian pelayanan keperawatan, serta merupakan tolak ukur penilaian
penampilan kerja perawat. Standar merupakan pernyataan yang sah, suatu model yang
disusun berdasarkan wewenang kebiasaan atau kesepakatan mengenai apa yang memadai
dan dan sesuai, dapat diterima, dan layak dalam praktik keperawatan. Keperawatan telah
meningkat kemandirianya sebagai suatu profesi. Sejumlah standar praktik keperawatan telah
ditetapkan. Standar untuk praktik sangat penting sebagai petunjuk yang objektif untuk
perawat memberikan perawatan dan sebagai kriteria untuk melakukan evaluasi asuhan,
termasuk agar klien mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas. (Perry & Potter,
2010).
Sejak tahun 1986, standar praktik keperawatan kesehatan komunitas ditulis dalam suatu
keragka kerja proses keperawatan. Keperawatan kesehatan komunitas diintepretasikan
secara luas untuk mencakup sub-bidang keahlian tentang kesehatan masyarakat, kesehatan
rumah, kesehatan kerja, sekolah keperawatan, dan praktisi perawat dalam bidang asuhan
primer. Proses keperawatan digunakan untuk mengkaji, merencanakan, mendiagnosa,
mengintervensi, dan mengevakuasi individu, keluarga dan komunitas. Kolaborasi dnegan
keluarga sangat ditekankan. Oleh karena itu, praktik keperawatan kesehatan komunitas
mengarahkan pelayanannya kepada individual, keluaga, dan kelompok meski tanggung
jawab dominannya tetap kepada populasi secara keseluruhan. Steven (1983) menjelaskan
tentang dua pengertian standar praktik keperawatan komunitas :
Kriteria keberhasilan
Sebagai dasar untuk mengukur peristiwa
Sedangkan standar praktik keperawatan komunitas menurut ANA (1974)
Pengumpulan data status kesehatan klien sistematik dan terus-menerus
Menegakkan diagnosa dari data
Perencanaan penentuan tujuan
Perencanaan diprioritaskan pada pemberian keperawatan
Pemeberian tindakan keperawatan (promosi, mempertahankan, dan perbaikan)
Tindakan keperawatan dalam membantu klien meningkatakan kesehatan
Kemajuan klien terhadap pencapaian tujuan
Tindakan keperawatan memerlukan pengkajian secara kontinu
1. Kriteria Standar Praktik Keperawatan Komunitas
Menurut ANA (2004), standar praktik keperawatan dapat dibagi dalam beberapa
standar dengan membagi dalam kompetensi perawat komunitas generalis dan spesialis.
(Ahmad, 2015)
a. Standar 1: Pengkajian
Perawat kesehatan kornunitas mengkaji status komunitas menggunakan data,
idcntifikasi sumber surnber yang ada di komunitas, masukan dari komunitas dan
pemangku kepentingan (stakeholder) lain, serta penilaian professional.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mengumpulkan data dari berbagai surnber yang berhubungan dengan
masyarakat skala luas atau komunitas khusus.
2) Menggunakan model dan prinsip-prinsip epiderniologi, dernografi, biometri,
sosial, perilaku, dan pemeriksaan fisik untuk mengolab data yang telah
dikumpulkan.
3) Menentukan prioritas pengkajian berdasarkan kepentingan kebutuhan atau
risiko pada area geografisatau kornunitas.
4) Melakukan pengkajian berdasarkan kriteria yang ditentukan untuk memenuhi
kebutuhan komunitas, nilai dan kepercayaan, sumber-sumber, dan faktor
lingkungan yang relevan.
5) Menganalisis data menggunakan teknik pemecahan masaJahdan model
keperawatan, kesehatan masyarakat, dan disiplin lain.
6) Menggunakan data untuk meugldentifikasi kecenderungan dan penyimpangan
dari pola kesehatan yang diharapkan di komunitas.
7) Melakukan pengkajian data dokumen yang tidak dimengerti yang terlibat
dalam proses.
8) Menerapkan etik, hukum, dan menghormati privasi klien dalam
mengumpulkan, mengolah, serta menyampaikan data dan informasi.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Mengumpulkan data dari berbagai sumber antardisiplin dengan menggunakan
metode yang sesuai untuk mendapatkan atau memverifikasi data yang berfokus
pada komunitas.
2) Bekerja sarna dengan kornunitas, tenaga profesional kesehatan, dan pemangku
kepentingan lain dalam pengumpulan data.
3) Menginterpretasikan data dari berbagai sumber yang didapat selama proses
pengkajian secara kompleks.
4) Konsultasi dengan perawat kesehatan komunitas, komunitas, tim antardisiplin,
dan pemangku kepentingan lain dalam mefencanakan, mengatur, dan
mengevaluasi sistem data yang berfokus pada kebutuhan dan keperluan
komunitas.
b. Standar 2 : Prioritas dan Diagnosis Komunitas
Perawat kesehatan komunitas menganalisis pengkajian data untuk menentukan
prioritas atau diagnosis komunitas.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mendapatkan prioritas atau diagnosis komunitas berdasarkan pengkajian data
seperti input dari komunitas.
2) Menganalisis data yang berhubungan dengan akses dan penggunaan pelayanan
kesehatan.
3) Faktor yang berhubungan dengan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
4) Paparan yang ada dan berpotensi membahayakan.
5) Keperawatan dasar dan ilmu kesehatan masyarakat yang terkait.
6) Validasi diagnosis atau kebutuhan dari komunitas, dinas kesehatan dan
organisasi masyarakat setempat, lokal, wilayah, dan statistik kesehatan yang
ada dan dapat diaplikasikan.
7) Diagnosis dokumen atau kebutuhan dengan cara memfasilitasi komunitas yang
terlibat dalam menentukan reneana dan hasil yang diharapkan.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Mengorganisasikan data dan informasi kompleks yang didapat selama proses
diagnosis kesehatan komunitas (sosial, budaya, demografi, status kesehatan,
risiko kesehatan, geografi, Iingkungan) untuk mengidentifikasi kebutuhan dan
risiko kesehatan komunitas.
2) Secara sistematis, membandingkan dan menilai data komunitas yang relevan
serta berprinsip pada ilmu dan kejadian di lingkungan dalam mernformulasikan
diagnosis banding dan menentukan prioritas.
3) Berfungsi sebagai penghubung dalam komunitas, tenaga profesional kesehatan,
dan pemangku kepentingan lain
c. Standar 3 : Identifikasi Hasil
Perawat kesehatan komunitas mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk
merencanakan berdasarkan prioritas atau diagnosis komunitas.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Melibatkan komunitas, profesional lain, organisasi, dan pemangku kepentingan
dalam merumuskan hasil yang diharapkan.
2) Memperoleh kompetensi budaya yang diharapkan dari diagnosis.
3) Mempertimbangkan kepercayaan dan nilai komunitas, risiko, keuntungan,
biaya. Bukti i1miah terkini, dan keahlian ketika merumuskan prioritas dan hasil
yang diharapkan.
4) Memasukkan pengetahuan fakror lingkungan dan kejadian, sumber yang
tersedia, waktu yang diperkirakan, etik, hukum, dan pertimbangan privasi
dalam mencntukan hasil yang diharapkan.
5) Mengembangkan hasil yang diharapkan serta menyediakan kelanjutan proses
dari identifikasi kebutuhan dan perhatian komunitas.
6) Memodifikasi hasil yang diharapkan berdasarkan perubahan status kebutuhan
dan perhatian komunitas serta ketersediaan sumber daya.
7) Dokumen hasil yang diharapkan sebagai tujuan yang bisa diukur rnenggunakan
bahasa yang dapat dimcngerti untuk melibatkan semua komponen.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialls Kesehatan Komunitas
1) Menjamin bahwa mitra profesional terlibat dalam mengidenlifikasi harapan
yang diinginkan yang dilakukan dengan bukti i1miah dan dapat diaplikasikan
rnelalui implementasi praktik berbasis bukti (evidence-based practice).
2) Struktur hasil yang diharapkan dapat diukur untuk melaporkan seperti faktor
efektivitas biaya dalam menentukan kebutuhan kcsehatan, komunitas,
organisasi, dan kepuasan pemangku kepentingan lain serta keberlanjutan dan
konsistensi di antara perawat dan tenaga professional lainnya dalam
memberikan layanan kesehatan yang bcrhubungan dengan program dan
layanan, resolusi, atau mengurangi kebutuhan kesehatan.
3) Menerapkan kompetensi kesehatan masyarakat dan keperawatan ketika
mengukur efektivitas praktik dalam komunitas atau populasi.
d. Standar 4 : Perencanaan
Perawat kesehatan komunitas mengembangkan perencanaan untuk
mengidentifikasi strategi, rencana tindakan, dan alternatif untuk mencapai hasil
yang diharapkan.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mengembangkan komunitas yang berfokus pada perencanaan untuk pelayanan
yang berhubungan dengan kesehatan berdasarkan pengkajian prioritas
kebutuhan dan risiko kesehatan.
2) Memasukkan pendekatan promosi dan pemulihan kesehatan; pencegahan
penyakit, kecelakaan, atau penyakit; serta respons dan persiapan keadaan gawat
darurat yang menjadi perhatian atau kebutuhan komunitas.
3) Mempertahankan kontinuitas di dalam dan lintas program.
4) Menetapkan perencanaan yang menggambarkan kompetensi budaya,
pendidikan dan prinsip pembelajaran, serta prioritas yang mewakili kebutuhan
komunitas dalam waktu yang berbeda.
5) Mempertahankan partisipasi dari komunitas yang diidentifikasi, tenaga
kesehatan profesional, organisasi, dan pemangku kepentingan lain dalam
menentukan peranan dalam perencanaan, implernentasi, dan proses evaluasi.
6) Menerapkan standar yang ada, hukurn, peraturan, dan kebijakan dalam proses
perencallaan.
7) Mengintegrasikan kecenderungan penelitian keperawatan terkini dan kesehatan
masyarakat yang berhubungan dengan proses perencanaan.
8) Mempertimbangkan dampak ekonomi dari perencanaan komunitas dan
organisasi.
9) Mendokumentasikan perencanaan menggunakan bahasa yang menghormati
kultur masyarakat dan dapat dipahami oleh seluruh partisipan.
10) Menggunakan istilah-istilah standar dalam mendokumentasikan perencanaan.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Menerapkan pengkajian dan strategi implementasi dalam perencanaan yang
menggambarkan bukti yang ada, meliputi data, penelitian, literatur, dan
pengetahuan kesehatan masyarakat.
2) Merencanakan strategi dan alternatifyang sesuai dengan komunitas dan mitra
profesional lalnnya untuk mernecahkan kebutuhan kompleks pada komunitas
yang berlsiko.
3) Menyintesis nilai dan kepercayaan dalam kornunitas dengan mitra profesional
dalam merencanakan proses.
4) Memimpin perawat kesehatan komunitas dan tim rnulti-sektor lain dalam
menggunakan prinsipprinsip perencanaan pada komunitas yang berfokus
pelayanan dan program.
5) Berpartisipasi pada pengembangan dan perbaikan berkelanjutan dari sistem
organisasi yang mendukung proses perencanaan.
6) Berpartisipasi dalam integrasi kernanusiaan, fiskal, materi, llmu pengetahuan,
dan sumbersurnber dalam komunitas untuk meningkatkan dan melengkapl
proses perencanaan untuk program atau pelayanan.
7) Menjamin pengge1olaan standar yang ada, hukurn, peraturan, dan kebijakan
yang dipergunakan dalam proses perencanaan.
e. Standar 4 : Implementasi
Perawat kesehatan komunitas mengimplementasikan rencana yang telah
dlidentifikasi bersama tim kesehatan lain.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mengimplementasikan rencana yang diidentifikasi secara arnan, sesuai jadwal,
dan berkolaborasi dengan tim multi-sektor,
2) Menerapkan strategi berbasis bukti dan rencana tindakan, terrnasuk
kesempatan untuk membangun jaringan (network) dan advokasi yang spesifik
serta menjadi perhatian dan kebutuhan komunitas.
3) Menggunakan sistem dan surnber-sumber dalam komunitas ketika
mengimplemetasikan reneana.
4) Memantau irnplementasi dari pereneanaan dan pengukuran surveilans untuk
status kesehatan komunitas.
5) Mendokumentasikan implemetasi dari pereneanaan termasuk modifikasi.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Menginterpretasikandata surveilans yangberhubungan dengan pereneanaan dan
status kesehatan komunitas,
2) Menyertakan pengetahuan dan strategi baru dalam aksi pereneanaan untuk
meningkatkan irnplementasi.
3) Mernodifikasi reneana berdasarkan pengetahuan baru, respons kornunitas, atau
faktor relevan lain untuk meneapai hasil yang diharapkan.
4) Mengadvokasi surnber-sumber yang dibutuhkan komunitas untuk
mengimplementasikan rencana.
5) Menjembatani hubungan kolaborasi baru dengan teman sejawat, profesional
lain, wakil komunitas atau populasi, dan pemangku kepentingan lain untuk
mengimplementasikan perencanaan rnelalui strategi seperti membangun
kemitraan.
6) Mempromosikan organisasi, kemitraan komunitas, dan sistem yang
mendukung perencanaan.
g. Standar 5A : Koordinasi
Perawat kesehatan komunitas mengoordinasikan program, pelayanan, dan
aktivitas lain dalam mengimplementasikan reneana yang teridentifikasi,
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mempromosikan kebijakan, program, dan pelayanan untuk meneapai hasil
yang diharapkan.
2) Melakukan surveilans, penemuan kasus, dan pelaporan dengan tenaga
profesional dan pemangku kepentingan lain.
3) Mendokumentasikan koordinasi dan laporan yang diperlukan.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Menjadi pemimpin dalam memberikan program yang terintegrasi, program
surveilans dan pelayanan, serta implemetasi kebijakan publik.
2) Menyintesis data dan informasi untuk memulai sistem, kornunitas, dan alokasi
sumber lingkungan yang mendukung pe1aksanaan program dan pelayanan.
h. Standar 5 B : Pendidikan dan Promosi Kesehatan
Perawat kesehatan komunitas bekerja dengan mengembangkan strategi
pendidikan untuk promosi kesehatan, mencegah penyakit, dan meyakinkan
lingkungan yang nyaman pada komunitas untuk merekomendasikan perubahan.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Termasuk pendidikan kesehatan yang sesuai dalam implementasi program dan
pelayanan untuk komunitas.
2) Menentukan pengajaran dan metode belajar yang sesuai dengan komunitas dan
identifikasi sasaran hasil komunitas.
3) Menawarkan budaya yang sesuai promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan
informasi keamanan lingkungan, serta bahan pendidikan pada komunitas.
4) Mengumpulkan umpan balik (feedback) dari partisipan untuk menentukan
efektivitas program dan pelayanan serta merekomendasikan perubahan.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Menerapkan kepemimpinan dalam keperawatan dan tenaga profesionallain
dalam merencanakan program pelayanan dan pendidikan berdasarkan
pengkajian dan perencanaan.
2) Merancang informasi kesehatan dan program berdasarkan perilaku kesehatan
serta prinsip dan teori belajar.
3) Memodifikasi program yang telah ada berdasarkan umpan balik partisipan,
penyedia layanan, tenaga profesional, dan pemangku kepentingan lain.
4) Mengembangkan surnber-sumber informasi kesehatan yang secara kultural
sesuai dengan komunitas.
i. Standar 5C : Konsultasi
Perawat kesehatan komunitas menyediakan konsultasi pada berbagai kelompok
komunitas dan pemerintah untuk memfasilitasi implementasi program dan
pelayanan.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mengonsultasikan dengan organisasi masyarakat dan kelompok untuk
memfasilitasi partisipasi dalam pelayanan dan program.
2) Menyediakan testimoni dan pendapat profesional dalam mendukung aktivitas
program khusus.
3) Berkomunikasi secara efektif menggunakan berbagai media dengan kelompok
pemilih selama konsultasi.
4) Mendokumentasikan lingkup dan efektivitas dari konsultasi yang diberikan
komunitas.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Sintesis data dari pemerintah pusat, provinsi, daerah, serta sumber lain dengan
kerangka kerja teoretis dan bukti untuk menyediakan konsultasi ahli dalam
implementasi program dan pelayanan.
2) Menyediakan testimoni ahli pada pemerintah tingkat pusat, daerah, dan
setempat dalam mendukung program dan pelayanan yang diberikan pada
komunitas yang berisiko.
3) Mengomunikasikan informasi selama konsultasi yang memiliki pengaruh
positif pada ketetapan program dan pelayanan pada komunitas.
4) Membuat proposal dan laporan yang mendukung kebutuhan program dan
pelayanan.
j. Standar 6 : Evaluasi
Perawat kesehatan komunitas melakukan evaluasi status kesehatan komunitas.
1) Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
2) Mengoordinasikan secara sistematis, berke1anjutan, dan evaluasi berdasarkan
kriteria hasil pelayanan dalam komunitas dan pemangku kepentingan lain.
3) Mengumpulkan data secara sistematis, menerapkan epidemiologi dan metode
ilmiah untuk menentukan efektivitas intervensi keperawatan kesehatan
komunitas dalam kebijakan, program, dan pelayanan.
4) Berpartisipasi dalam proses dan evaluasi hasil dengan aktivitaspemantauan
(monitoring) program dan pelayanan.
5) Mengaplikasikan pengkajian data yang berkelanjutan untuk merevisi reneana,
intervensi, dan aktivitas yang sesuai.
6) Mendokumentasikan hasil dari evaluasi termasuk perubahan atau rekomendasi
untuk meningkatkan efektivitas intervensi.
7) Menyampaikan evaluasi proses dan hasil yang dihasilkan kepada komunitas
dan pemangku kepentingan lain berdasarkan hukum dan peraturan negara.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Merancang evaluasl rencana dengan ahli dan perwakilan komunitas serta para
pernangku kepentingan.
2) Memodifikasi evaluasi perencanaan untuk kebijakan, program, atau pelayanan
yang sesuai.
3) MengevaJuasi efektivitas dari pereneanaan dalam hubungannya dengan hasil
yang diharapkan dan tidak diharapkan.
4) Menyintesis hasil dari analisis evaluasi untuk menentukan akibat dari reneana
yang berpengaruh pada komunitas, organisasi, atau kelompok lain.
5) Menerapkan hasil dari analisis evaluasi untuk rnembuat atau
rnerekomendasikan proses atau perubahan hasil dalam kebijakan, program dan
pelayanan yang sesuai.
k. Standar 7 : Kualitas Praktik
Perawat kesehatan komunitas secara sistematis mcnirrgkatkan kualitas dan
efektivitas praktik keperawatan.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mendemonstrasikan kualitas melalui pencrapan proses keperawatan dengan
cara tanggung jawab, tanggung gugat, dan etik,
2) Mengimplemetasikan pengetahuan baru dan peningkatan kinerja untuk
mengawali perubahan dalam praktik keperawatan kesehatan komunitas dan
pembcrian layanan keperawatan pada komunitas.
3) Menyertakan kreativitas dan inovasi dalam aktivitas untuk rnemperbaiki
kualitas praktik keperawatan.
4) Mengembangkan implementasi serta prosedur evaluasi dan prosedur untuk
meningkatkan kualitas praktik.
5) Berpartisipasi dalam lingkup kegiatan peningkatan kinerja yang sesuai dengan
posisi perawat, pendidikan, dan praktik lingkungan.
6) Identifikasi aspek dad pentingnya praktik untuk rnemantau kualitas.
7) Bekerja berdasarkan bukti indikator untuk memantau kualitas dan efektivitas
praktik keperawatan.
8) Mengumpulkan data untuk rnemantau praktik keperawatan kesehatan
komunitas, termasuk ketersediaan, aksesibilitas, dapat diterima, kualitas, dan
efektivitas dari kebijakan, program, dan peJayanan.
9) Menganalisis data guna mengidentifikasi kesempatan untuk memperbaiki
praktik keperawatan.
10) Memformulasikan rekomendasi untuk memperbaiki hasil atau praktik
keperawatan.
11) Mengimplementasikan aktivitas untuk meningkatkan kualitas praktik
keperawatan.
12) Berpartisipasi dengan komunitas dan mitra profesional serta pemangku
kepentingan lain dalem mengevaluasi kebijakan, program dan pelayanan.
13) Mengkaji faktor-faktor kiaerja profesional yang berhubungan dengan-
keamanan komunitas, aksesibilitas dengan pelayanan, efektivitas proglam, dan
pilihan keuntungan atau biaya.
14) Menganalisis sistem organisasi untuk menghilangkan atau mengurangi
hambatan dan meningkatkan aset.
15) Mendokumentasikan pelaksanaan program dan pelayanan dengan cara
merefleksikan pengukuran kualitas.
16) Mendapatkan dan mempertahankan sertifikasl profesional jika ada dalam area
keahlian,
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Membuat inisiatif peningkatan kualitas yang berhubungan dengan kebijakan,
program, dan pelayanan berdasarkan bukti yang ada.
2) Mengimplementasikan inisiatif untuk mengevaluasi kebutuhan berubah,
3) Mengevaluasi lingkungan praktik dan kualitas layanan keperawatan yang
diberikan berhubungan dengan informasi berdasarkan bukti yang ada.
l. Standar 8 : Pendidikan
Perawat kesehatan komunitas memperoleh pengetahuan dan kompetensi yang
menggambarkan praktik keperawatan kesehatan komunitas terkini.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan berkelanjutan untuk
mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan guna meningkatkan kesehatan komunitas.
2) Mencari pengalaman untuk mengembangkan dan mempertahankan kompetensi
sesuai keterampilan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan kebijakan,
program, dan pelayanan untuk komunitas.
3) Identifikasi kebutuhan belajar berdasarkan ilmu keperawatan dan pengetahuan
kesehatan masyarakat.
4) Identifikasi perubahan yang disyaratkan oleh undang-undang untuk praktik
keperawatan dan kesehatan masyarakat.
5) Mempertahankan catatan profesional yang mendukung bukti kompetensi dan
pembelajaran seumur hidup.
6) Mencari pengalaman formal dan aktivitas belajar mandiri untuk
mempertahankan dan mengembangkan keterarnpilan dan pengetahuan klinis
professional.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
Menggunakan penelitian terkini guna mencari dan menemukan bukti lain untuk
mengembangkan pengetahuan kesehatan masyarakat serta meningkatkan peran dan
pengetahuan dati isu-isu profesional.
m. Standar 9 : Kolaborasi
Perawat kesehatan komunitas berkolaborasi dengan perwakilan kornunitas,
organisasi, dan tenaga professional lain dalam menyediakan dan melakukan
promosi kesehatan pada komunitas.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Melakukan komunikasi dengan berbagai institusi dalam komunitas untuk
mengumpulkan inforrnasi dan mengembangkan kemitraan serta koalisi untuk
identifikasi komunitas yang berfokus pada masalah kesehatan.
2) Melakukan koordinasi dengan individu, kelompok, dan organisasi berbasis
komunitas dalarn pengkajian, perencanaan, implernentasi, dan evaluasi
komunitas yang berfokus pada kebijakan, program, dan pelayanan.
3) Mengaplikasikan pengetahuan keperawatan dan kesehatan kornunitas ke tim
interdisiplin, adrninistrasi, pembuat kebijakan, organisasi komunitas,
masyarakat, dan mitra multi sektor.
4) Melakukan kerja sama dengan disiplin i1mu lain dalam pengajaran,
pengembangan program, implementasi, penelitian, serta advokasi kcbijakan
masyarakat.
5) Memberi kontribusi dengan tim multi-sektor lain dalam mengirnplementasikan
kebijakan kesehatan masyarakat yang dibutuhkan seperti identifikasi kasus,
manajemen program, dan laporan pendelegasian.
6) Melakukan kerja sama dengan individu, kelompok, koalisi, dan organisasi
untuk berubah yang akan berefek pada kebijakan kesehatan, program, dan
layanan untuk memberikan hasil yang positif.
7) Mendokumentasikan interaksi kolaboratif dan proses terkait kebijakan,
program, dan pelayanan.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Mengembangkan kerja sama dan koalisi dengan organisasi kemasyarakatan
untuk mengidentifikasi kebijakan kesehatan masyarakat, program, dan
pelayanan.
2) Menggagas usaha kolaborasi lintas institusi dalam komunitas.
3) Merencanakan pendidikan, administratif, penelitian, dan program kebijakan
masyarakat untuk meningkatkan kesehatan komunitas.
4) Mengembangkan sistem untuk dokumentasi dan akuntabilitas dalam
keperawatan dan praktik kesehatan masyarakat termasuk kebutuhan regulasi.
n. Standar 10 : Etik
Perawat kesehatan komunitas harus mengintegrasikan nilai-nilai etik dalam semua
area praktik.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Mengaplikasikan kode etik untuk perawat dengan pernyataan yang diuraikan
(ANA, 2001) dan prinsip-prinsip etik praktik kesehatan komunitas (Public
Health Leadership Society, 2002) untuk panduan praktik keperawatan
kesehatan komunitas.
2) Memberikan program dan pelayanan dengan cara rnelindungi dan
rnenghormati autonorni, harga diri, dan hak populasi atau kornunitas juga
individu.
3) Menerapkan standar etika dalarn advokasi kesehatan dan kebijakan sosial.
4) Mempertahankan kerahasiaan individu dalam ukuran legal dan sesuai regulasi.
5) Membantu individu, kelompok, dan komunitas dalam mengembangkan
keterampilan untuk advokasi diri.
6) Mempertahankan hubungan profesional dan batas dengan individu dan
kelompok dalam komunitas ketika memberikan program dan pelayanan
kesehatan masyarakat.
7) Mendemonstrasikan komitmen untuk mengembangkan Iingkungan dan kondisi
di mana gaya hidup sehat kemungkinan dipraktikkan oleh individu, ternan, dan
komunitas dalam bermitra.
8) Mengklarifikasi isu-isu sosial serta penghambat untuk hidup dengan kondisi
sehat.
9) Berperan dalarn memecahkan isu-isu etik yang melibatkan ternan, kelompok
komunitas, sistem, dan pemangku kepentingan lain.
10) Melaporkan aktivitas ilegal, tidak sesuai dengan standar praktik yang ada, atau
menggambarkan praktik yang tidak sesuai.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Memberikan informasi dan kornunitas mengenai risiko, keuntungan, dan hasil
dari kebijakan, program, dan pelayanan.
2) Memberikan informasi pada pemerintah atau yang lain mengenai risiko,
keuntungan, dan hasil kebijakan, program, serta pelayanan berkaitan dengan
keputusan yang memengaruhi pemberian layanan kesehatan.
3) Bermitra dengan tim rnulti-sektor untuk mengidentifikasi risiko etik,
keuntungan, dan hasil dari kebijakan, program, dan pe1ayanan.
4) Mencermati isu-isu lingkungan dan sosial serta harnbatan untuk mencapai
hidup sehat.
o. Standar 11 : Penelitian
Perawat kesehatan komunitas mengintegrasikan hasil penelitian ke dalarn praktik
keperawatan komunitas.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Menggunakan bukti terbaik yang ada, termasuk hasil penelitian untuk panduan
dalarn praktik, kebijakan, dan keputusan pemberian layanan.
2) Secara aktif berperan dalam aktivitas penelitian pada berbagai tingkat yang
sesuai dengan tingkat pendidikan dan posisi sese orang.
3) Identifikasi komunitas dan kesempatan profesional yang ada untuk
keperawatan dan penelitian kesehatan masyarakat.
4) Berpartisipasi dalam pengumpulan data.
5) Berpartisipasi dalam lembaga, organisasi, atau komite penelitian yang berfokus
komunitas.
6) Berbagi aktivitas dan hasil penelitian dengan kelompok dan lainnya.
7) Mengimplementasikan protokol penelitian.
8) Menganalisis dan menginterpretasi penelitian untuk aplikasi bagi praktik yang
berfokus pada komunitas secara kritis.
9) Menerapkan hasil penelitian keperawatan dan kesehatan masyarakat dalam
pengembangan kebijakan, program, dan pelayanan bagi komunitas.
10) Menerapkan penelitian sebagai basis pernbelajaran.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Berkontribusi pada ilrnu keperawatan dengan melakukan atau menyintesis
penelitian yang ditemukan serta memeriksa dan mengevaluasi pengetahuan,
teori, model, kriteria, dan pendekatan kreatif untuk meningkatkan praktik dan
hasil perawatan kesehatan.
2) Secara formal, menyebarkan hasil penelitian melalui aktivitas seperti
presentasi, publikasi, konsultasi, dan media lain.
p. Standar 12 : Advokasi
Perawat kesehatan kornunitas melakukan advokasi dan usaha keras untuk
melindungi kesehatan, keamanan, dan hak-hak komunitas.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1) Menyatukan identifikasi kebutuhan komunitas dalam pengembangan
kebijakan, program, atau rencana peJayanan.
2) Mengintegrasikan advokasi ke dalam implementasi kebijakan, program, dan
pelayanan komunitas.
3) Mengukur efektivitas untuk advokasi komunitas ketika mengkaji hasil yang
diharapkan.
4) Menerapkan kerahasiaan, etik, hukurn, privasi, dan panduan profesional dalam
pengembangan kebijakan dan isu-isu lainnya.
5) Mendernonstrasikan keterampllan dalarn advokasi dihadapan penyedia layanan
dan pernangku kepentingan atas nama komunitas.
6) Berusaha keras memecahkan konflik yang berasal dari kornunitas, peayedia
layanan, pemangku kepentingan untuk memastikan kearnanan serta menjaga
rninat baik komunitas dan integritas perawat profesional.
Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas
1) Mendemonstrasikan keterampilan dalam advokasi dihadapan wakil masyarakat
dan pernbuat kebijakan atas nama kornunitas, program, dan pelayanan
kesehatan.
2) Membuat bahan-bahan untuk proses advokasi berdasarkan kebutuhan
komunitas, program, dan pelayanan.
3) Menunjukkan tanggung jawab dan integritas dana publik untuk proses
pengembangan kebijakan.
4) Melayani sebagai ahli untuk kelompok, kornunitas, penyedia layanan, dan
pemangku kepentingan lainnya dalam meningkatkan dan
mengimplementasikan kebijakan kesehatan komunitas.
G. Program Evaluasi
1. Definisi
Evaluasi merupakan serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan
memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil, dan
dampak serta biayanya. Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang
sistematis dari dampak program. Dengan demikian, evaluasi merupakan suatu usaha
untuk mengukur suatu pencapaian tujuan atau keadaan tertentu dengan membandingkan
dengan standar nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Juga merupakan suatu usaha
untuk mencari kesenjangan antara yang ditetapkan dengan kenyataan hasil pelaksanaan.
Jadi evaluasi tidak sekadar menentukan keberhasilan atau kegagalan, tetapi juga
mengetahui mengapa keberhasilan atau kegagalan itu terjadi dan apa yang bisa
dilakukan terhadap hasil-hasil tersebut.
2. Tujuan Evaluasi
Tujuan dari evaluasi program kesehatan adalah untuk memperbaiki program-
program kesehatan dan pelayanannya untuk mengantarkan dan mengarahkan alokasi
tenaga serta dana untuk program dan pelayanan yang sedang berjalan dan yang akan
datang. Evaluasi harus digunakan secara konstruktif dan bukan untuk membenarkan
tindakan yang telah lalu atau sekadar mencari kekurangan-kekurangan saja.
3. Manfaat Evaluasi
Program kesehatan dan pelayanan berjalan dengan lancer, program dapat
dihentikan, direvisi, dilanjutkan dan menyebarkan program.
4. Tahapan Evaluasi
Proses evaluasi dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang akan
dievaluasi terhadap program yang dievaluasi.
b. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan program
yang akan dievaluasi.
c. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan.
d. Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil pelaksanaan
evaluasi tersebut.
e. Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasan.
f. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap program
berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
5. Metode/Alat
Metode yang digunakan dalam evaluasi dapat berupa metode kuantitatif maupun
metode kualitatif. Metode kuantitatif terutama diperlukan untuk mengukur dampak
suatu program. Metode kualitatif terutama untuk mencari penjelasan dari pelaksanaan
program yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, evaluasi yang lengkap biasanya
menggunakan kombinasi metode kuantitatif dan kualitatif. Data yang digunakan dalam
evaluasi dapat berupa data primer ataupun data sekunder. Data primer adalah data yang
dikumpulkan sendiri oleh pelaku evaluasi. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan
oleh pihak lain, baik yang masih berupa data mentah maupun data yang sudah diolah.
a. Contoh data primer
1) Data hasil survey
2) Data hasil pengamatan
3) Data hasil wawancara mendalam
4) Data yang diperoleh dari diskusi kelompok terarah (FGD) dengan berbagai
pemangku kepentingan.
b. Contoh data sekunder
1) Data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang dikumpulkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS).
2) Data Sakernas (Survei Tenaga Kerja Nasional) yang dikumpulkan oleh BPS.
(Kelompok 7)
Sumber:
Kairupan, Tiara. 2009. Metode dan Media Promosi Kesehatan. Makalah, hal 2-7
(Kelompok 8)
Tekhnik terapi bermain yang dapat diberikan oleh tenaga kesehatan kepada
anak prasekolah untuk menurunkan stres akibat ketakutan dan kecemasan saat
menjalani hospitalisasi, antara lain:
a) Bercerita
Pengkajian meliputi: apa yang dapat disusun anak tentang sebuah gambar;
menganalisis isi dan petunjuk emosi yang ada dalam cerita; apa yang dapat
diceritakan anak tentang pengalaman pentingdi dalam kelompok anak-anak
lain. Intervensi meliputi: membaca atau menyusun cerita untuk menjelaskan
penyakit, hospitalisasi, atau aspek spesifik lain tentang perawatan kesehatan,
termasuk di dalamnya emosi seperti ketakutan.
b) Menggambar
Pengkajian meliputi: lakukan test Goodenough Draw-A-Person untuk
mengevaluasi tingkat kognitif; pertimbangkan fokus utama, ukuran dan
penempatan item dalam gambar, warna yang digunakan, ada atau tidak
adanya hambatan fisik, dan perasaan emosi secara umum; lakukan Gellert
Index untuk mempelajari pengetahuan anak tentang tubuh dan fungsinya
sebelum perencanaan pengajaran. Intervensi meliputi: gunakan gambar anak
atau outline dari tubuh untuk menjelaskan keperawatan, prosedur atau
kondisi; menyediakan kesempatan untuk anak menggambar gambarnya atau
pilihannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori dari Nursalam dkk (2008) dimana
bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan. Dengan bermain
anak dapat mengekspresikan emosi dan ketidakpuasan akan sesuatu atas situasi
sosial serta rasa takutnya yang tidak dapat diekspresikan di dunia nyata.
Sedangkan teori dari Tedjasaputra (2001) bermain dapat dikatakan sebagai
terapi dikarenakan selama proses bermain perilaku seorang anak akan tampil
lebih bebas yaitu anakmengeluarkan segala bentuk ekspresi yang ada pada
dirinya dan melupakan masalah yang terjadi pada dirinya. Bermain juga
merupakan sesuatu yang secara alamiah sudah ada pada seseorang anak.
2. Terapi Komplementer
a. Pengertian
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam
pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam
pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terapi komplementer juga ada yang
menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi
yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan
individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi
(Smith et al., 2004).
b. Macam-macam
1) Musik
Musik telah digunakan selama ini sebagai treatment modalitas (Haas &
Brandes, 2009). Pelopor keperawatan, Florence Nightingle mengakui kekuatan
pemulihan/penyembuhan (healing power) dari music (1969). Pada saat ini
perawat dapat menggunakan media music dalam berbagai macam untuk
memberikan manfaat kepada pasiennya dan kliennya.
Terapi musik berpengalaman dalam menggunakan dan
mengimplementasikan unsur-unsur penyembuhan dari musik untuk menemukan
secara spesifik kebutuhan induvidualis dari pasien. Di United States, terapi
musik digunakan dalam berbagai macam pengaturan dan fasilitas pelayanan
kesehatan. Walaupun terapi musik secara spesifik mengajarkan untuk
menggunakan musik dalam berbagai cara terapeutik, banyak situasi dimana
perawat dapat mengimplementasikan musik ke rencana perawatan pasien.
Musik adalah stimulus pendengaran yang kompleks yang mempengaruhi
dimensi fisiologis, psikologis dan spiritual manusia. Respon individu terhadap
musik dapat mempengaruhi preferensi personal, pengalaman, karakteristik
demografi, lingkungan, edukasi, dan faktor budaya. Musik dan proses fisiologis
(mis. detak jantung, tekanan darah, gelombang otak, suhu tubuh, pencernaan,
dan hormone adrenal) meningkatkan ritme dan vibrasi yang terjadi secara
regular, berkala dan terdiri dari isolasi (Crowe, 2004). Ritme dan tempo dari
musik dapat digunakan untuk mensinkronisasi ritme tubuh (mis. denyut nadi,
dan pola napas) dengan perubahan yang dihasilkan dalam keadaan fisiologis.
Kategori music tertentu (kurang dari 80 beats permenit dengan ritme regular)
dapat digunakan untuk merelaksasikan tubuh dengan menyebabkan ritme tubuh
melambat (Robb, Nicholas, rutan, Bishop, & Parker, 1995).
Demikian juga, musik dapat mengurangi ansietas dengan merangsang
pendengaran yang bermakna dan dapat mengalihkan perasaan ansietas
(Bauldoff, Hoffman, Zzullo, & Sciurba, 2002). Efek paling kuat dari musik yaitu
mengurangi ansietas/kecemasan berlebih (Palletier, 2004). Musik dapat
memberikan pengalihan dan mengurangi dampak suara yang berpotensi
mengganggu pasien anak (Barrera, Rykov, & Doyle, 2002), dan juga untuk
pasien yang mengalami prosedur pembedahan (Ebneshidi & Mohseni, 2008).
Selain itu, efek pemberian terapi musik dalam hal repon stress telah dibuktikan
saat pasien operasi jantung (Yung, Chui-Kam, French, & Chan, 2002), dan pada
pasien yang berada di ICU (Wong, Lopez-Nahas, & Molassiotis, 2001). Musik
dapat digunakan sebagai distraksi dan efisien untuk diintervensikan agar
mengurangi stress (Kemper, Martin, Block, Shoaf & Woods, 2004) dengan
perbaikan seperti oksigenasi yang baik selama suctioning (Chou, Wang, Chen, &
Pay, 2003) dan juga meningkatkan tingkat pemberian makanan (Standley, 2003).
Musik adalah intervensi efektif dalam pemberian terapi tambahan untuk
membuat pengalihan, terutama untuk prosedur yang mendorong gejala dan
tekanan yang tidak diinginkan seperti rasa nyeri/sakit dan ansietas dengan
hemodialysis (Lin, Lu, Chen, & Chang, 2012; Pothoulaki et al, 2008).
2) Yoga
Perawat mempraktikkan yoga untuk dirinya dan juga menggunakannnya
sebagai teori komplementer dan primer. Di dunia ini, sekitar jutaan orang
melakukan yoga sebagai yang utama untuk kesehatan fisik dan juga sebagai
relaksasi (Sibbritt, Adams, & van der Riet, 2011). Para praktisi yoga melepaskan
ego, yang mana yang diajarkan yoga mendasari penderitaan, mereka menyadari
bahwa mereka terkait dengan setiap makhluk, lingkungan, dan kekuatan yang
lebih besardi alaam semesta. Bersyukur atas keterkaitan yang luas ini, mereka
menjangkau untuk meringankan penderitaannya pada makhluk lainnya. Mereka
memilah yang tidak nyata dari yang asli dan membuiarkan sifat sejati mereka
bersinar. Inner wisdoms mereka mengalir secara spontan melalui selurul sel
didalam tubuhnya, mempromosika kesehatan, kebebasan batin, kreativtas,
kedamaian, dan rasa syukur (Cameron, 2002).
Yoga adalah seni dan pengetahuan kuno yang berasal dari India, yang
berarti integritas dunia, tubuh dan pikiran. Dua ribu tahun yang lalu, seorang
Indian bernama Patanjali mensistematiskan yoga menjadi Yoga Sutra.
Pengetahuan teoritis dan aplikasi praktisi bercampur dalam Yoga yang unik ini.
Pada yoga ini, Patanjali menganalisi bagaimana kita mengetahui apa yang kita
ketahui dan kenapa kita menderita. Patanjali menjelaskan kalau tujuan primer
dari ‘kesadaran; adalah untuk melihat hal-hal sebagaimana adanya dan untuk
mencapai kebebasan dari rasa penderitaan. Melalui Yoga, kita dapat
mengendalikan hasrat kita untuk mencari kebahagiaan melalui fenomena
eksternal. Hanya dengan menggali diri lebih dalam, dan menjadi sadar akan sifat
sejati seseorang, Patanjali menuliskan, kita dapat memahami untuk
mengembangkan kebahagiaan dan kebijaksanaan (White, 2012).
Pada Yoga Sutra, Patanjali mendeskripsikan yoga terdisi dari 8 anggota
badan/aspek yang saling berhubungan secara keseluruhan. Mempraktikkan
aspek ini secara serempak akan mengarah ke tahapan yang lebih tinggi dalam
hal etika, spiritual, dan penyembuhan. 5 aspek pertama tetap pada tubuh dan
pikiran yang dipersiapkan untuk 3 aspek terakhir. 8 aspek ini disebut Sanskrit
(Ravindra, 2009), diantaranya:
a) Perilaku etis (yama) : tidak melukai, kejujuran, tidak mencuri,
seksualitas yang bertanggung jawab, dan non akuisisi.
b) Perilaku individu (niyama) : kemurnian, komitmen, mempelajari diri,
dan mnyerah pada seluruhnya; niyama termasuk sattvic (murni) pikiran,
makanan, minuan, udara, dan lingkungan hidup.
c) Postur (asana) : pose tubuh yang merenggang, kondisi, dan pesan tubuh.
d) Pengaturan nafas (pranayama) : pengaturan dan peraikan napas untuk
memperluas prana (semangat hidup) dan menyingkirkan racun.
e) Penghambatan sensorik (pratyahara) : menarik diri dari lingkungan
eksternal ke diri batin, contohnya menutup mata dan melihat dalam diri.
f) Konsentrasi (dharana) : memfokuskan perhatian ke sebuah objek atau
pemandangan, contohnya seperti bernapas, mantra, gambar.
g) Meditation (dhyana) : perhatian yang semakin berkelanjutan,
mengarahkan ke keadaan dama dan berhati-hati yang lebih dalam.
h) Integrase (samadhi) : keadaan trabsenden keutuhan, kebijaksanaan,
perasaan suka cita
Yoga didasarkan pada observasi kuno, prinsip, dan teori hubungan pikiran
dan tubuh. Selama ribuan tahun, para praktisi yoga telah melewati pengetahuan
yang tepat dari 1 generasi ke generasi lainnya. Sebuah studi mendapatkan kalau
Yoga aman untuk dilakukan, merupakan intervensi terapeutik yang mencegah
timbulnya gejala dan kekambuhan.setelah mereview beberapa studi,
berdasarkan dua penelitian yang berbeda menghasilkan kalau yoga
menghasilkan banyak manfaat kesehatan (Boehm, Ostermann, Milazzo &
Bussing, 2012); yoga meningkatkan kognisi, repirasi, imunitas, gangguan sendi,
sebaik mengurangi risiko kardiovaskular, indeks massa tubuh, tekanan darag,
dan diabetes (Balaji, Varne, & Ali, 2012). Di beberapa studi, terapi yoga efektif
untuk individu dengan depresi, ansietas dan skizofrenia (Bangalore &
Varambally, 2012).
3) Akupresur
Menurut Gach (1990) akupresur adalah “seni penyembuhan kuna yang
menggunakan jari untuk menekan beberapa titik tertentu dari tubuh untuk
menstimulir kemampuan tubuh untuk mengobati dirinya sendiri”. Akupuntur
adalah prosedur yang digunakan atau diadaptasi dari pengobatan medikasi
China, yang secara spesifik pada area tubuh ditusuknya dengan jarum halus
untutk tujuan terapeutik atau untuk memprodusi anastesi regional
(FreeDictionary, 2009). Akupuntur auricular atau yang biasa disebut akuountur
telinga, menggunakan prinsip akupuntur yang secara sesifik titiknya ditelinga
(First Health of Andover, 2009).
Jin Shin Jyutsu, adalah dari shiatsu yang bukan tergolong pijitan—
menggunakan titik-titk tekanan untuk menyelaraskan aliran energi melalui tubuh
(Health Education Alliance for Life and Longevity [HEALL], 2006). Meridians
adalah garis longitudinal atau jalur pada tubuh dimana titik akupuntur
didistribusikan (Answer.com, 2013). Moxibustion adalah Moxa atau bahan yang
dikulit lainnya yang dibakar untuk mengobati atau untuk memproduksi
analgesik (FreeDictionary, 2009). Qi (disebutkan chee) yaitu kekuatan vital yang
dipercayai di Taoism dan pemikiran China lainnya untuk melekat dalam segala
hal. Sirkulasi yang tidak ada hambatannya dari Chi (Qi) dan juga keseimbangan
bentuk negatif dan positif dari tubuh akan dianggap menjadi hal yang penting
dalam pengobatan tradisional China (FreeDictionary, 2009). Shiatsu adalaah
pijatan terapeutik dimana tekanan diaplikasikan denga jempol dan telapak
tangaan ke area tubuh yang sedang diakupunutur, biasa disebut juga sebagai
akupresur (FreeDictionary, 2009).
Pengobatan tradisional China adalah sistem kuno yang telah digunakan
lebih dari 3000 tahun yang lalu di Asia. Sistem ini didasarkan pada konsep Qi
yang mengalir diseluruh tubuh dan keseimbangan yin dan yang dianggap sebagai
keseimbangan kessehatan. Fokus perawatan sistem ini adalah mengembalikan
keseimbangan ditubuh, untuk itu, yin dan yang harus seimbang. Yin berkaitan
dengan aspek dingin, ketidakpedulian, interioritas dan pengurangan. Sedangkan
Yang berkaitan dengan aspek kehangatan, aktivitas, kekuatan berasal dari luar
tubuh, dan peningkatan. Yin dan Yang akan selalu berhubungan satu sama lain
(Kaptchuk, 1983).
Titik akupuntur juga digunakan untuk akupresur. Titik-titik ini tidak
memiliki struktur anatomi yang sesuai tetapi dijelaskan oleh lokasi mereka
relative terhadap landmark anatomi lainnya. Di China, nama dari titiknya itu
menandakan fungsi atau lokasi ada 365 (Kaptchuk, 1938) hingga 700 (Yang,
2006) poin utama pada meridian. Yang Jwing-Ming menyatakan bahwa 108
poin bisa diransang menggunakan jari. Dalam rencana perawatan pengobatan
tradisional China yang diformulasikan secara tradisional, apaakah modalitasnya
adalah jarum atau tekanan, poin-poin tersebut digabungkan untuk mencapai
manfaat yang maksimal bagi pasien.
Beberapa mekanisme telah disarankan dalam penelitian medis di Barat
(National center for Complementary and Alternative Medicines [NCCAM],
2000). Efek terapeutik yang dihasilkan oleh stimulasi titik-titik dengan jarum
atau dengan tekanan mungkin disebabkan oleh:
a) Konduksi sinyal elektromagnetik yang dapat memicu aliran biokimia
penghilang rasa sakit seperti endorphin
b) Aktivasi sistem opioid, yang juga mengurangi rasa sakit
c) Perubahan kimia, sensasi, dan respons di otak dengan mengubah pelepasan
neurotransmitter dan neurohormone.
A. Pengertian Vaksin
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah
mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin
mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang
ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan
kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
Jenis vaksin secara umum terdiri dari :
1. Vaksin regular
a. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan salah satu penyakit infeksi hati berbahaya yang
disebabkan oleh virus melalui cairan tubuh dan darah. Pemberian vaksin hepatitis B
bisa dilakukan pertama kali pada anak setelah kelahirannya. Selanjutnya vaksin ini
bisa kembali diberikan pada saat anak berusia satu bulan dan pemberian ketiga di
kisaran usia 3-6 bulan. Imunisasi hepatitis B merupakan tindakan memasukkan
vaksin hepatitis B sejumlah 0,5 cc yaitu ke dalam jaringan intramuskular pasien
menggunakan spuit. Lokasi yang sering atau lazim pada intramuskular adalah
vastus lateralis (paha bagian kiri atau kanan) atau deltoid. Efek samping vaksin
hepatitis B yang tergolong umum adalah demam dan rasa lelah pada anak.
Sedangkan efek samping yang jarang terjadi adalah gatal-gatal, kulit menjadi
kemerahan, dan pembengkakan pada wajah.
b. BCG
Vaksin BCG diberikan untuk mencegah penyakit tuberkulosis atau yang lebih
dikenal sebagai TBC. Penyakit ini merupakan penyakit serius yang dapat ditularkan
melalui hubungan dekat dengan orang yang terinfeksi TB, seperti hidup di rumah
yang sama. Pemberian vaksin BCG hanya dilakukan satu kali, yaitu pada saat anak
baru dilahirkan hingga berusia dua bulan. Pemberian BCG pada Umur 0 – 11 bln
dengan dosis 0,05 cc Cara Intrakutan, lengan kanan Jumlah suntikan Satu kali. Efek
samping vaksin BCG yang paling umum adalah munculnya benjolan bekas suntik
pada kulit, sedangkan efek samping yang sangat jarang terjadi adalah reaksi alergi.
c. bOPV (bivalent Oral Polio Vaccin)
Polio merupakan penyakit virus yang dapat menyebabkan kelumpuhan, sesak
napas, dan terkadang kematian. Pemberian vaksin polio harus dilakukan dalam satu
rangkaian, yaitu pada saat anak baru dilahirkan dan pada saat anak berusia dua,
empat, serta enam bulan. Vaksin ini selanjutnya bisa diberikan kembali di usia satu
setengah tahun, dan yang terakhir di usia lima tahun. Polion di berikan pada Umur
0 – 11 bln dengan Dosis 2 tetes Cara pemberian Meneteskan ke dalam mulut dan
Selang waktu Berikan 4 x dengan jarak minimal 4 minggu.
d. DTP
Vaksin DTP merupakan jenis vaksin gabungan. Vaksin ini diberikan untuk
mencegah penyakit difteri, tetanus, dan pertusis. Pertusis lebih dikenal dengan
sebutan batuk rejan. Difteri merupakan penyakit berbahaya yang dapat
menyebabkan sesak napas, radang paru-paru, hingga masalah pada jantung dan
kematian. Sedangkan tetanus merupakan penyakit kejang dan kaku otot yang sama
mematikannya. Dan yang terakhir adalah batuk rejan atau pertusis, yaitu penyakit
batuk parah yang dapat mengganggu pernapasan. Sama seperti difteri, batuk rejan
juga dapat menyebabkan radang paru-paru, kerusakan otak, bahkan kematian.
Pemberian vaksin DTP harus dilakukan lima kali, yaitu pada saat anak berusia:
Dua bulan Tiga bulan Empat bulan Satu setengah tahun Lima tahun
Vaksin DTP tidak dilisensikan untuk anak-anak usia di atas tujuh tahun, remaja,
atau dewasa. DTP diberikan pada Umur 2 – 11 bln dengan dosis : 0,5 cc Cara
pemberian IM / SC, jumlah suntikan 3 x Selang pemberian Minimal 4 minggu.
Efek samping vaksin DTP yang tergolong umum adalah rasa nyeri, demam, dan
mual. Efek samping yang jarang terjadi adalah kejangkejang.
e. Campak
Campak adalah penyakit virus yang menyebabkan demam, pilek, batuk, sakit
tenggorokan, radang mata, dan ruam. Vaksin campak diberikan tiga kali yaitu pada
saat anak berusia sembilan bulan, dua tahun, dan enam tahun. Dosis : 0, 5 cc Cara
pemberian Suntikan secara IM di lengan kiri atas Jumlah suntikan : 1 x dapat
diberikan bersamaan dengan pemberian vaksin lain tapi tidak dicampur dalam 1
sempri. Efek samping vaksin campak panas dan kemerahan. Anak-anak mungkin
panas selama 1 – 3 hari setelah 1 minggu penyuntikan, kadang disertai kemerahan
seperti penderita campak ringan.
f. HPV
Vaksin HPV (Human Papiloma Virus) yang telah beredar di Indonesia dibuat
dengan teknologi rekombinan. Vaksin HPV berpotensi untuk mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan infeksi HPV. Terdapat dua
jenis vaksin HPV yaitu:
1) Vaksin bivalen (tipe 16 dan 18)
2) Vaksin quadrivalen (tipe 6, 11, 16 dan 18)
3) Vaksin HPV mempunyai efikasi 96–98% untuk mencegah kanker leher rahim
yang disebabkan oleh HPV tipe 16/18.
Rekomendasi:
Imunisasi vaksin HPV diperuntukkan pada anak perempuan sejak usia > 10 tahun
Dosis dan Jadwal:
1) Dosis 0,5 ml, diberikan secara intra muskular pada daerah deltoid
2) Vaksin HPV bivalen, jadwal 0,1 dan 6 bulan pada anak usia lebih dari 10 tahun
3) Vaksin HPV quadrivalen, jadwal 0,2 dan 6 bulan pada anak usia lebih dari 10
tahun
2. Vaksin influenza
Satu dosis vaksin flu dianjurkan setiap musim flu. Anak-anak usia 6 bulan sampai 8
tahun mungkin perlu dua dosis selama musim flu yang sama. Orang lain hanya
memerlukan satu dosis setiap musim flu. Beberapa vaksin flu yang dinonaktifkan
mengandung jumlah pengawet berbasis merkuri sangat kecil yang disebut thimerosal.
Penelitian tidak menunjukkan thimerosal pada vaksin berbahaya, tapi vaksin flu yang
tidak mengandung thimerosal tersedia. Vaksin flu tidak dapat mencegah: • flu yang
disebabkan oleh virus yang tidak termasuk oleh vaksin, atau • penyakit yang terlihat
seperti flu tetapi bukan flu. Perlu waktu 2 minggu sebelum perlindungan ini
berkembang setelah mendapat suntikan, dan perlindungannya bertahan sampai musim
flu.
Adapun yang tidak boleh menerima vaksin flu, yaitu :
a. Riwayat alergi yang mengancam nyawa
b. Penderita Guillain-Barré Syndrome (GBS/ kelumpuhan yang parah)
c. Sedang tidak enak badan
Biasanya tidak apa-apa mendapat vaksin flu saat sedang menderita sakit ringan, namun
sebaiknya menunggu sampai merasa baikan.
3. Vaksin yellow fever
Vaksinas yellow fever merupakan salah satu vaksin yang direkomendasikan WHO dan
Kementerian Kesehatan RI dalam perjalanan Internasional.
Yellow fever (demam kuning) adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh flavivirus yang
ditularkan oleh nyamuk yang terinfeksi virus (terutama nyamuk aedes aegypti, tetapi dapat pula oleh
spesies lain) ke inang atau host dalam hal ini adalah manusia dan primata (monyet) yang menyebabkan
kerusakan pada saluran hati, ginjal, jantung dan sistem pencernaan. Penyakit ini dapat menyebabkan
berbagai gejala klinis seperti demam, mual, nyeri dan dapat berlanjut ke fase beracun/toksik yang terjadi
setelah itu, ditandai dengan kerusakan hati dengan jaundis/ikterik atau kulit menjadi berwarna kuning,
gagal ginjal, meningitis dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian.
Pencegahan terhadap yellow fever yang dapat dilakukan antara lain dengan pengontrolan
vektor, mencegah gigitan nyamuk seperti tidur memakai kelambu, ataupun
penggunaan repelents (penolak nyamuk) pada kulit.  Selain itu juga mengantisipasi tempat
perkembangbiakan nyamuk dan memberantas nyamuk di dalam rumah maupun di lingkungan sekitar.
Hal yang perlu dilakukan antara lain secara rutin menguras air di bak mandi maupun tempat-tempat
penampungan air lainnya yang memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak. Vaksinasi
merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah yellow fever. Vaksin ini tersedia untuk orang
dewasa dan anak-anak yang berusia lebih dari 9 bulan. Vaksinasi dengan virus yang dilemahkan sangat
efektif memberikan kekebalan selama 10 tahun. WHO merekomendasikan kepada pelancong, crew
kapal, maupun pesawat untuk divaksinasi yellow fever sebelum berkunjung ke daerah endemis dan
revaksinasi dianjurkan setiap 10 tahun. Dan sebagian besar negara-negara didunia mewajibkan semua
pengunjung yang datang dari daerah endemis demam kuning untuk menunjukkan ICV (International
Certificate of Vaccination) sebagai bukti bahwa mereka telah memperoleh vaksinasiyellow fever.
4. Vaksin haji dan umroh
a. Vaksin meningitis
Vaksin ini diwajibkan oleh Kementrian Kesehatan Arab Saudi
1) Meningitis adalah penyakit yang disebabkan bakteri kelompok A, C, W, dan Y.
Maka, semua jamaah wajib menerima satu dosis vaksin kuadrivalen
polisakarida atau vaksin ACWY135.
2) Pemberian vaksin ini disarankan dilakukan 2-4 minggu sebelum
keberangkatan, dan tidak kurang dari 14 hari sebelumnya. Jika sebelumnya
pernah mendapat vaksin yang sama, pastikan bahwa waktu pemberiannya tidak
lebih dari dua tahun sebelumnya.
3) Jika diberikan pada orang dewasa dan anak-anak berusia lebih dari lima tahun,
vaksin ini akan memberikan perlindungan dari meningitis selama 2 tahun.
4) Untuk anak di bawah usia lima tahun, vaksinasi akan memberikan
perlindungan selama 2-3 tahun. Namun pemberian pada balita usia dua bulan
hingga tiga tahun harus diikuti dengan pemberian vaksin kedua pada tiga bulan
setelahnya (khusus vaksin conjugate).
5) Vaksin jenis ini tidak dibolehkan untuk diberikan kepada bayi < 2
bulan dan ibu hamil
6) Pasien wajib membawa paspor / fotokopi paspor yang legal dan valid.
b. Vaksin influenza
c. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit menyerang paru – paru. Penyakit yang umumnya
disebabkan infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae ini dapat dicegah dengan
pemberian vaksin. Vaksin pneumonia disarankan bagi calon jamaah haji dengan
kondisi sebagai berikut :
1) Disarankan bagi berusia 50 tahun ke atas
2) Sangat disarankan bagi orang dewasa berusia 65 tahun ke atas.
3) Anak-anak dan orang dewasa pengidap penyakit kronis, seperti diabetes, asma,
gangguan ginjal atau penyakit jantung.