(ISPA)
DISUSUN OLEH :
Rivaldi Rizki
71210891004
Pembimbing :
Pembimbing
i
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat ini
guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu
Kesehatan Masyarakat Medan dengan judul “Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) ”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar –
besarnya kepada dr., yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat
Medan dalam membantu menyusun refarat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak
kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Harapan penulis semoga refarat ini dapat memberi manfaat dan
menambah pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan
ilmu kedokteran dalam praktek di masyarakat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Tujuan................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................2
2.1 Pengertian ..........................................................................................................7
2.2 Epidemiologi......................................................................................................7
2.3 Patofisiologi.......................................................................................................8
2.4 Klasifikasi..........................................................................................................9
2.5 Etiologi.............................................................................................................10
2.6 Tanda dan Gejala .............................................................................................11
2.7 Diagnosa...........................................................................................................13
2.8 Komplikasi.......................................................................................................14
2.9 Pengobatan.......................................................................................................14
2.10 Pencegahan.......................................................................................................15
BAB III PENUTUP........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Ditinjau dari prevalensinya, infeksi ini menempati urutan pertama
padatahun 1999 dan menjadi yang kedua pada tahun 2000 dari 10 penyakit
terbanyak rawat jalan. Sedangkan berdasarkan hasil Survei Kesehatan Nasional
tahun 2001 diketahui bahwa Infeksi Pernapasan (pneumonia) menjadi penyebab
kematian balita tertinggi (22,8%) dan penyebab kematian bayi kedua setelah
gangguan perinatal. Prevalensi tertinggi dijumpai pada bayi usia 6-11 bulan.Tidak
hanya pada balita, infeksi pernapasan menjadi penyebab kematian umum
terbanyak kedua dengan proporsi 12,7%. Tingginya prevalensi infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) serta dampak yang ditimbulkannya membawa akibat
tingginya konsumsi obat bebas (seperti anti influenza,obat batuk,multivitamin)
dan antibiotika. Dalam kenyataan banyak antibiotika diresepkan untuk mengatasi
infeksi ini. Persepan antibiotika yang berlebihan tersebut terdapat pada infeksi
saluran napas khususnya infeksi saluran napas atas akut, meskipun sebagian besar
penyebab penyakit ini adalah virus. Salah satu penyebabnya adalah ekspektasi
yang berlebihan para klinisi terhadap antibiotika terutama untuk mencegah infeksi
sekunder yang disebabkan oleh bakteri, yang sebenarnya tidak bisa dicegah.
Dampak dari semua ini adalah peningkatan resistensi bakteri maupun peningkatan
efek samping yang tidak diinginkan. Permasalahan-permasalahan di atas
membutuhkan keterpaduan semua profesi kesehatan untuk mengatasinya.
Apoteker dengan pelayanan kefarmasiannya dapat berperan serta mengatasi
permasalahan tersebut antara lain dengan pengidentifikasian, pemecahanProblem
Terapi Obat (PTO), memberikan konseling obat, promosi penggunaan obat yang
rasional baik tentang obat bebas maupunantibiotika. Dengan memahami lebih
baik tentang patofisiologi, farmako terapi infeksi saluran napas, diharapkan peran
apoteker dapat dilaksanakan lebih baik lagi 4.
1.2 Tujuan
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan
pembaca mengenai Ifeksi Saluran Pernapasan Akut sehingga dapat lebih
mengetahui tentang gangguan ini serta mendiagnosisnya. Pemahaman yang lebih
baik tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut diharapkan dapat memudahkan
5
dalam diagnosis sehingga jika diketahui lebih dini, pasien dapat memiliki
prognosis yang lebih baik, sehingga mencegah terjadi kesalahan pengobatan dan
mencegah gangguan ini terjadi berlarut-larut.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
menderita ISPA sebanyak 3 kali di daerah pedesaan dan kira-kira 6 kali di daerah
perkotaan per tahun. Di perkotaan kemungkinan kejadian ISPA lebih tinggi
dibanding daerah pedesaan karena berkaitan dengan perbedaan kebersihan udara
di kedua daerah tersebut. Demikian pula anak-anak dengan status gizi yang jelek
(kurang gizi) akan lebih mudah menderita ISPA atau ISPA nya menjadi lebih
berat dibandingkan anak dengan status gizi yang baik 7.
8
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama
dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari
mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA
memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas
bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam
mempertahankan integritasmukosa saluran nafas. Dari uraian di atas, perjalanan
kliniscpenyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:9
a.Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
c.Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul
gejala demam dan batuk.
d.Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia9.
9
3. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah 10.
2) Usia
10
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit
ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknya ibu rumah tangga yang
memasak sambil menggendong anaknya.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan
serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang
kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena
kurang mengerti bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah
terserang penyakit ISPA 11.
11
4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak
diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala
dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur
kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak
yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan
ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit.
Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
2. Suhu lebih dari 39º C (diukur dengan termometer).
3. Tenggorokan berwarna merah.
4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7. Pernafasan berbunyi menciut-ciut 12.
c. Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-
gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-
gejala sebagai berikut:
1. Bibir atau kulit membiru.
2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernafas.
3. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak
gelisah.
5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7. Tenggorokan berwarna merah 12.
2.7 Diagnosis ISPA
12
Diagnosis ISPA umumnya ditegakkan melalui anamnesa (wawancara
seputar riwayat penyakit dan gejala), pemeriksaan fisik, dan apabila diperlukan,
pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, suara napas akan diperiksa
untuk mengetahui apakah ada penumpukan cairan atau terjadinya peradangan
pada paru-paru. Hidung dan tenggorokan juga akan diperiksa. Pemeriksaan
tambahan yang mungkin dilakukan adalah prosedur pulse oxymetry. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk memeriksa seberapa banyak oksigen yang masuk ke paru-
paru, dan biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami kesulitan bernafas 13.
Selain itu, dokter mungkin akan menyarankan untuk melakukan
pengambilan sampel dahak untuk diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk menentukan jenis virus atau bakteri penyebab ISPA. Apabila
infeksi dicurigai telah masuk sampai ke dalam paru-paru, maka pemeriksaan
dengan X-Ray atau CT scan mungkin akan direkomendasikan oleh dokter. Kedua
jenis pemeriksaan ini dilakukan untuk mengamati kondisi paru-paru 13.
Penentuan klasifikasi pneumonia berat dan pneumonia sekaligus
merupakan penegakan diagnosis, sedangkan penentuan klasifikasi bukan
pneumonia dianggap sebagai penegakan diagnosis. Jika seorang baliita keadaan
penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosis
penyakitnya adalah: batuk pilek biasa. Diagnosis pneumonia pada balita
didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai peningkatan
frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur, adanya nafas cepat iniditentukan
dengan cara menghitung frekuensi pernafasan. Batas nafas cepatadalah frekuensi
pernafasan sebanyak 50 kali permenit atau lebih pada anak usia 2 bulan kurang
dari 1 tahun dan 40 kali permenit atau lebih pada anakusia 1 tahun kurang dari 5
tahun. Pada anak usia kurang dari 2 bulan tidak dikenal dosis pneumonia 13.
Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau
kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah
bawah kedalam. pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk kelompok umur
kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas
cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau
adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Untuk
13
tatalaksana penderita di Rumah sakit atau sarana kesehatan rujukan bagi
kelompok umur 2 bulan sampai 5 tahun. Dikenal pada diagnosis pneumonia
sangat berat yaitu gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya
gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum 13.
14
demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya
harusdiberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya 15.
15
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi
disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan
pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
ISPA disebabkan oleh virus, bakteri maupun riketsia. Bakteri-bakteri yang
paling sering terlibat adalah Streptococcus grup A, Pneumococcus-
pneumococcus, H.influenza yang terutama dijumpai pada anak-anak kecil.
Penatalaksanaan infeksi saluran pernafasan akan berhasil dengan baik
apabiladiagnosis penyakit ditegakkan lebih dalam sehingga pengobatan dapat
diberikan sebelum penyakit berkembang lebih lanjut. Penyakit infeksi saluran
pernafasan akut perlu mendapat perhatian, demikian pula dengan penggunaan
antibiotika untuk pengobatannya, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa
antibiotik sering diberikan pada pasien. Pemberian antibiotik yang tidak
memenuhi dosis regimen dapat meningkatkan resistensi antibiotik. Jika resistensi
antibiotik tidak terdeteksi dan tetap bersifat patogen maka akan terjadi penyakit
yang merupakan ulangan dan menjadi sulit disembuhkan.
DAFTAR ISI
16
1. Manggopa, Oktafin, Standy Soeliongan, and Herriyannis Homenta. "Pola
bakteri aerob pada sputum penderita infeksi saluran pernapasan akut di
Poliklinik Paru RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado." e-Biomedik 4.1
(2016).
2. Putra, I. Made Agus Sunadi, and I. Gusti Agung Ayu Kusuma Wardani.
"Profil penggunaan antibiotika untuk pengobatan ISPA nonpneumonia di
Puskesmas Kediri II tahun 2013 sampai dengan 2015." Jurnal Ilmiah
Medicamento 3.1 (2017).
3. Untari, Jati, et al. "Pemberian Edukasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Melalui Penyuluhan di Kalurahan Purwobinangun Kapanewon
Pakem." Jurnal Kesehatan Masyarakat 1.1 (2022): 1-8.
4. Widiastuti, Vinka Aennie, and Ari Yuniastuti. "Analisis Hubungan Sikap
Perilaku Pengelolaan Sampah dengan Gejala Penyakit pada Masyarakat di
TPI Kota Tegal." Public Health Perspective Journal 2.3 (2017).
5. Niki, Ike, and Trias Mahmudiono. "Hubungan Pengetahuan Ibu dan
Dukungan Keluarga Terhadap Upaya Pencegahan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut." J. Promkes Indones. J. Heal. Promot. Heal. Educ 7.2
(2019): 182-192.
6. Wahyuningsih, Sri, Sitti Raodhah, and Syahrul Basri. "Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Pesisir Desa Kore
Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima." HIGIENE: Jurnal Kesehatan
Lingkungan 3.2 (2017): 97-105.
7. Suryawati, Eko Prasetyo. GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
PADA ANAK PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS
(ISPA) DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD KABUPATEN
CILACAP PERIODE JANUARI–JUNI 2016. Diss. Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2018.
8. Padila, Padila, et al. "Perawatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa)
pada Balita." Jurnal Kesmas Asclepius 1.1 (2019): 25-34.
9. Sri Iriani, Penulis. FAKTOR- FAKTOR KELUARGA TN. H DENGAN
ANGGOTA KELUARGA AN. M MENGALAMI GANGGUAN SISTEM
17
PERNAPASAN (ISPA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASAR
WAJO KABUPATEN BUTON TAHUN, 2019.
10. Juce, Dobby Aldinatha, and Fatma Zulaikha. "Hubungan ASI Eksklusif dan
Status Imunisasi Terhadap Kejadian ISPA pada Balita: Literature Review."
(2021).
11. Hoki, Leony. "Perancangan Sistem Pakar Diagnosa Ispa Dengan Metode
Forward Chaining." Jurnal TIMES 8.1 (2019): 63-72.
12. Larasari, Ayu Cita, and Fatma Zulaikha. "Hubungan Status Imunisasi dan
Status Gizi terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita:
Literature Review." (2021).
13. Fatimah, Fatimah. ANALISIS EKSPRESI mRNA GEN NRAMP-1,
KADAR PROTEIN NRAMP-1 SERUM, PROTEIN sIgA DAN KADAR
LACTOFERIN PADA BALITA ISPA DENGAN RIWAYAT
PEMBERIAN ASI= ANALYSIS OF NRAMP-1 GENE mRNA
EXPRESSION, SERUM NRAMP-1 PROTEIN LEVELS, sIgA PROTEIN
AND LACTOFERIN LEVELS IN TOTAL ARI WITH HISTORY OF
BREAST MILK. Diss. Universitas Hasanuddin, 2022.
14. SIREGAR, ATIKA ARIF. Analisis Kemampuan Petugas ISPA dalam
Penemuan Kasus Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Medan Tahun
2018. (2019).
15. Musdalipah, Musdalipah, Muh Azdar Setiawan, and Eria Santi. "Analisis
Efektivitas Biaya Antibiotik Sefotaxime dan Gentamisin Penderita
Pneumonia pada Balita di RSUD Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi
Tenggara." Jurnal Ilmiah Ibnu Sina 3.1 (2018): 1-11.
16. HARTATI, NOVIA SRI. "HUBUNGAN STATUS GIZI DAN ASI
EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK USIA 1-3
TAHUN (TODDLER) DI UPT PUSKESMAS IBUN KECAMATAN
IBUN KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2018." (2018).
18