Anda di halaman 1dari 76

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI PENGAWAS MENELAN

OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA


PASIEN TBC DI RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S1)

Oleh
SETIYONO
NIM : E 320153128

Pembimbing:
1. Noor Hidayah, A. Kep. M. Kes
2. Yulisetyaningrum, S. Kep. Ners. M. Si. Med

JURUSAN S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2017

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul : “HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI PENGAWAS


MENELAN OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA
PASIEN TBC DI RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS” ini telah disetujui dan
di periksa oleh pembimbing skripsi untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
skripsi Jurusan S1 Keperawatan Stikes Muhammadiyah Kudus, pada :

Hari : ..................................
Tanggal : ..................................

Nama : Setiyono

NIM : E 320153128

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Noor Hidayah, A. Kep., M. Kes Yulisetyaningrum, S. Kep. Ners, M. Si. Med


NIDN. 0612077501 NIDN. 0618048103

Mengetahui,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus
Ketua

Rusnoto, SKM., M.Kes. (Epid)


NIDN. 0621087401

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul :“HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI PENGAWAS


MENELAN OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA
PASIEN TBC DI RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS” ini telah disetujui dan
di sahkan oleh Tim Penguji skripsi Jurusan S1 Keperawatan Stikes
Muhammadiyah Kudus, pada :

Hari : ..................................
Tanggal : ..................................

Nama : Setiyono

NIM : E 320153128

Penguji Utama Penguji Anggota

Anny Rosiana, M.M.Kep.Ns.Sp.Kep,J Yulisetyaningrum, S. Kep. Ners, M. Si.


Med
NIDN.0616087801 NIDN. 0618048103

Mengetahui,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudustua

Rusnoto, SKM., M.Kes. (Epid)


NIDN. 0621087401

iii
iv
v
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Setiyono
NIM : E 320153128

Menyatakan bahwa skripsi judul :HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI PENGAWAS


MENELAN OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN
TBC DI RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS merupakan:
1. Hasil Karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri
2. Belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar sarjana.

Oleh karena itu dipertanggungjawabkan skripsi ini sepenuhnyan beradan pada diri
saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Kudus, Juli 2017


Penyusun,

Setiyono
NIM : E 320153128

vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Setiyono

Tpt/tgl Lahir : Wonosobo, 21 Februari 1973

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Tanjungkarang, RT ¾ Jati Kudus

Pendidikan :

1. SDN Sempol Laksono Wonosobo lulus tahun 1986

2. SMPN 2 Banjarnegara lulus tahun 1989

3. SMU Cokro Aminoto Banjarnegara lulus tahun 1992

4. Akper Muhammadiyah Semarang lulus tahun 1996

Pekerjaan :

- Perawat RSU PKU MUhammadiyah Yogyakarta tahun 1995 s/d 1999

- Staff perawatan Rumah Sakit Islam Sunan Kudus mulai tahun 2000
sampai sekarang.

Organisasi :

- Seksi Kesejahteraan PPNI Kab. Kudus tahun 2011-2016

- Seksi Organisasi PPNI Kab. Kudus tahun 2016-2021

vii
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala


limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi keperawatan dengan judul
“HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) DENGAN
KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN TBC DI RUMAH SAKIT ISLAM
SUNAN KUDUS”.
Tujuan penulis menyusun skripsi keperawatan ini untuk memenuhi sebagian
persyaratan mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhamamdiyah Kudus.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga atas bantuan, bimbingan, serta petunjuk yang telah diberikan selama
proses penyusunan skripsi keperawatan ini. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada :
1. Rusnoto, S.KM, M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Muhammadiyah Kudus
yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penyusunan
skripsi keperawatan ini.
2. Noor Hidayah, A. Kep., M.Kep selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan petunjuk kepada penulis selama penyusunan skripsi
keperawatan.
3. Yulisetyaningrum, S. Kep. Ners, M. Si. Med, selaku pembimbing II dan
penguji anggota yang telah memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk
kepada penulis selama penyusunan skripsi keperawatan.
4. Dosen dan staf akademik program studi S1 Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Kudus yang telah membantu dalam saran dan ilmu serta
masukan bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, sehingga memerlukan
saran dan masukan yang bermanfaat dalam menyusun skripsi keperawatan
agar menjadi lebih baik.

Kudus, Juli 2017

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN ii
PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
PERNYATAAN .............................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vi
KATA vii
PENGANTAR ...................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xiv
ABSTRAK ....................................................................................................
. 1
ABSTRACK .................................................................................................. 1
5
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 5
A. Latar Belakang ............................................................. 5
B. Perumusan Masalah .................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ......................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ...................................................... 7
E. Keaslian Penelitian ..................................................... 7
F. Ruang Lingkup Penelitian ........................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 16
A. TBC ............................................................................ 18
B. Kepatuhan Minum Obat ............................................. 24
C. PMO ........................................................................... 25
D. Motivasi ....................................................................... 25
E. Kerangka Teori ……………………………………….….. 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………….. 25
A. Variabel Penelitian……………………………………….. 26

ix
B. Hipotesis Penelitian ……………………………………... 26
C. Kerangka Konsep Penelitian……………………………. 26
D. Rancangan Penelitian …………………………………... 26
1. Jenis Penelitian……………………………………. 27
2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data………… 27
3. Metode Pengumpulan Data ………………………
4. Populasi Penelitian ……………………………….. 28
5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian……….
6. Definisi Operasional, Variabel Penelitian, Dan 28
Skala Pengukuran ……………………………… 29
7. Instrument Penelitian Dan Cara Penilain Data 32
Penelitian …………………………………………..
8. Teknik Pengolahan Data Dan Analisa ………….. 33
E. Jadwal Penelitian ………………………………………... 34
BAB IV Hasil Penelitian 35
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……………………
B. Karakteristik ……………………………………………… 37
C. Hasil Penelitian …………………………………………… 38
BAB V Pembahasan
A. Motivasi PMO ……………………………………………. 39
B. Kepatuhan Minum Obat ………………………………… 40
C. Hubungan Antara Motivasi PMO Dengan Kepatuhan
Minum Obat DiRumah sakit Islam Sunan Kudus…….. 41
D. Keterbatasan Penelitian ………………………………… 41
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………
B. Saran ……………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...
LAMPIRAN ………………………………………………………………………..

x
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian 6


Tabel 3.1 Definisi Operasional 24
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden Di Rumah Sakit
Islam Sunan Kudus Kabupaten Kudus Tahun 2017 34
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Di Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus Kabupaten Kudus Tahun
2017 34
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden Di Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus Kabupaten Kudus Tahun
2017 34
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Motivasi PMO Di Rumah Sakit
Islam Sunan Kudus Kabupaten Kudus Tahun 2017 35
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Minum Obat Di Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus Kabupaten Kudus Tahun
2017 35
Tabel 4.6 Hubungan Antara Motivasi PMO Dengan Kepatuhan
Minum Obat Di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus
Kabupaten Kudus Tahun 2017 35

xi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Teori 25


Gambar 3.1. Kerangka Konsep 28

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian

Lampiran 2 : Surat Balasan dari tempat penelitian

Lampiran 3 : Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 4 : Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 : Jadwal Penelitian

Lampiran 7 : Lembar Konsultasi Skripsi

xiii
DAFTAR SINGKATAN

TB : Tuberkulosis
CDR : Case Detection Rate
DO : Drop Out
MDR : Multi Drugs Resistence
OAT : Obat Anti Tuberkulosa
FDC : Fix Dose Combination

xiv
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus
Program Studi s-1 Keperawatan
Skripsi Keperawatan, Juli 2017

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) DENGAN


KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN TBC DI RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN
KUDUS

Setiyono1, Noor Hidayah2, YuliSetyaningrum3


setiyono@yahoo.co.id
xv+35 Halaman+6 Tabel+2Gambar+Lampiran

Latar Belakang: Penyakit Tuberkulosis di Indonesia merupakan masalah utama


kesehatan masyarakat. Peran PMO memiliki efek positif mempengaruhi kepatuhan
penderita TB dalam minum obat. Semakin tinggi peran PMO keluarga, semakin tinggi
perilaku pencegahan penderita TB. Meskipun kepatuhan mengkonsumsi OAT merupakan
kunci kesembuhan penyakit TB, masih banyak penderita TB yang tidak patuh. Peran
PMO dalam mengawasi penderita TBC untuk selalu patuh dalam melaksanakan
pengobatan sangat dibutuhkan.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan antara motivasi Pengawas Menelan
Obat (PMO) dengan kepatuhan minum obat pasien TBC.
Metodologi: Rancangan studi korelasi (Correlation study). cara pengambilan sampel
adalah dengan teknik probability sampling dan jumlah responden sebanyak 57
responden.
Hasil penelitian: Sebagian besar responden memiliki motivasi PMO baik sebanyak 45
responden (78.9%). Sebagian besar responden patuh minum obat sebanyak 45
responden (78.9%).
Kesimpulan: Ada hubungan motivasi PMO dengan kepatuhan minum obat pasien TBC
di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dengan X 2-tabel 45.602 dan nilai p-value sebesar
0.000.

Kata Kunci : PMO, Kepatuhan Minum Obat TBC


Pustaka : 23 (2007-2015)

1
Mahasiswa STIKES Muhammadiyah Kudus
2
Pembimbing Utama STIKES Muhammadiyah Kudus
3
Pembimbing Anggota STIKES Muhammadiyah Kudus

xv
Collage Of Health Science Muhammadiyah Kudus
Nursing Program Studi s-1
Nursing Thesis, July 2017

ABSTRACT

RELATION AMONG MOTIVATION PMO WITH COMPLIANCE TAKE MEDICINE AT


PATIENT TUBERCULOSIS IN RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS

Setiyono1, Noor Hidayah2, YuliSetyaningrum3


setiyono@yahoo.co.id
xv+35 Page+6 Table+2Picture+Enclosure

Background: Disease of Tuberkulosis in Indonesia represent main problem health of


society. Role of PMO have positive effect influence compliance of patient of TB in taking
medicine. Excelsior role of PMO family, behavioral excelsior of prevention of patient of
TB. Though compliance consume OAT represent recovering key disease of TB, still many
patient of TB which is not obedient. Role of PMO in observing patient of TUBERCULOSIS
to be obedient always in executing medication very is required.
Target of this Research: to know relation among motivation of PMO with compliance
take medicine tuberculosis patient.
Metodologi: Device Study correlation. way of intake of sampel with technique of
probability responder amount and sampling counted 57 responder.
Result of research: shown that most responder have motivation of PMO good counted
45 responder ( 78.9%). Most obedient responder take medicine counted 45 responder
(78.9%).
Conclusion: There is relation motivate PMO with compliance take medicine Tuberculosis
patient at Rumah Sakit Islam Sunan Kudus with C 2-Tabel 45.602 and value of p-value equal
to 0.000.

Keyword : Motivate PMO, Compliance Take Medicine


Bibliografi : 26 (2007-2015)

1
Student of STIKES Muhammadiyah Kudus
2
The main advisor of STIKES Muhammadiyah Kudus
3
The member advisor of STIKES Muhammadiyah Kudus

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan masyarakat yang masih menjadi perhatian di
Indonesia adalah penyakit menular dan penyakit akibat lingkungan tidak
sehat. Salah satu penyakit menular yang sering menjadi masalah adalah
penyakit Tuberkulosis . Penyakit Tuberkulosis atau yang sering disebut TB
adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini merupakan bakteri basil tahan
asam yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu yang lama untuk
mengobatinya (Kemenkes RI, 2011).
Penyakit Tuberkulosis di Indonesia merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat. Jumlah Penderita TB di Indonesia adalah negara
ke 5 (lima) terbanyak di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan
Nigeria (WHO, 2010).
Angka insidens semua tipe TB tahun 2011 dan 2012 sebesar 189 per
100.000 penduduk mengalami penurunan dibanding tahun 1990 (343 per
100.000 penduduk), angka prevalensi berhasil diturunkan hampir
setengahnya pada tahun 2011 (214 per 100.000 penduduk) dan 213 per
100.000 penduduk pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 1990 (423
per 100.000 penduduk). Sama halnya dengan angka mortalitas yang
berhasil diturunkan lebih dari separuhnya pada tahun 2012 (27 per 100.000
penduduk) dibandingkan tahun 1990 (51 per 100.000 penduduk). Hal
tersebut membuktikan bahwa program pengendalian TB berhasil
menurunkan insidens, prevalensi dan mortalitas akibat penyakit TB (Dirjen
PPPL, 2013).
WHO telah merekomendasikan Directly Observed Treatment Short
Course (DOTS) sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun
1995. Salah satu strategi DOTS yaitu pengobatan TB dengan pengawasan
langsung untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan penderita TB.
Pengawasan ini dilakukan dalam rangka memastikan kepatuhan penderita
TB tetap terjaga hingga jadwal pengobatannya selesai dengan harapan
menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,

1
2

memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman


terhadap OAT (Kemenkes, 2011).
Di Jawa Tengah angka penemuan penderita TB paru dengan BTA
positif tahun 2005 sebanyak 14.227 penderita, dengan rata-rata kasus atau
case detection rate (CDR) sebesar 40,09% meningkat menjadi 17.318
penderita dengan CDR 49,82% tahun 2006. Berdasarkan data terbaru di
provinsi Jawa Tengah sebesar 107/100.000 penduduk yang terdeteksi atau
case detection rate (CDR) per kabupaten capainnya dibawah rata-rata
sebanyak 18 Kabupaten dengan angka terendah berada di Kabupaten
Boyolali (Riskesdas, 2013).
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus menyebutkan terjadi
peningkatan kasus TB paru di Kabupaten Kudus pada tahun 2013. Angka
kejadian TB paru pada tahun 2013 sebesar 130/100.000 penduduk,
dengan tambahan kasus baru sebesar 53,72% dan persentase kasus
tuberculosis yang dapat disembuhkan sebesar 89,3%. Puskesmas Jekulo
adalah salah satu puskesmas di Kabupaten Kudus mengalami peningkatan
penderita TB paru pada tahun 2012 angka CDR sebesar 55,1%, menjadi
60,9% pada tahun 2013 dan tahun 2014 meningkat menjadi 72,94%
(Dinkes Kudus, 2013).
Salah satu komponen DOTS adalah panduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Sehingga untuk menjamin kepatuhan
penderita TB dalam minum OAT diperlukan seorang PMO, keluarga dapat
dijadikan sebagai PMO, karena dikenal, dipercaya, disetujui baik petugas
kesehatan maupun penderita, selain itu disegani, dihormati dan tinggal
dekat dengan penderita, serta bersedia membantu penderita dengan
sukarela (Kemenkes RI, 2011).
Tuberkulosis (TB) banyak permasalahan dalam pengobatannya, hal
ini disebabkan karena penyembuhan tuberkulosis memerlukan waktu yang
lama sehingga kemungkinan pengobatan yang putus ditengah jalan (Drop
Out) merupakan sesuatu yang mungkin terjadi. Putus pengobatan ini
disebabkan oleh banyak faktor misalnya ketidakpatuhan pasien terhadap
pola pengobatan yang bersifat terus-menerus ketidaktahuan bahwa
tuberkulosis perlu pengobatan jangka panjang, kehabisan uang untuk
berobat, atau bisa juga oleh karena tidak mengetahui jika obat diminum
dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang lama. Putus berobat ini
3

merupakan penyebab timbulnya MDR (Multi Drugs Resistence) yaitu


adanya resistensi dari kuman yang disebabkan oleh obat. Ketidakpatuhan
untuk berobat secara teratur bagi penderita tuberkulosis paru tetap menjadi
hambatan untuk mencapai angka kesembuhan yang tinggi (Linda, 2012)
Kepatuhan merupakan hal yang sangat penting dalam perilaku hidup
sehat. Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu
dengan nasehat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan
obat sesuai dengan petunjuk pada resep serta mencakup penggunaannya
pada waktu yang benar (Siregar, 2006). Kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis adalah mengkonsumsi obat-obatan sesuai yang diresepkan
dan yang sudah ditentukan dokter (Gendhis dkk, 2011). Meskipun
kepatuhan mengkonsumsi OAT merupakan kunci kesembuhan penyakit
TB, masih banyak penderita TB yang tidak patuh.
Hasil penelitian lainnya, Rizkiyani (2008), menunjukkan bahwa faktor
motivasi pasien TB Paru pengaruh yang kuat dalam menentukan
kesembuhan dan kepatuhan penderita TB paru di Jakarta Barat. Penelitian
Tanjung (2008), di kecamatan Kotanopan, Tapanuli Selatan menunjukkan
bahwa tingginya angka kesakitan, kekambuhan dan kematian pada
penderita TB Paru disebabkan karena beberapa faktor, antara lain
rendahnya penghasilan, pendidikan dan pengetahuan yang kurang,
rendahnya kepatuhan berobat, tidak cocoknya paduan obat, resistensi
obat, supervisi dan penyuluhan yang kurang dari petugas.
Peran PMO memiliki efek positif mempengaruhi kepatuhan penderita
TB dalam minum obat (Istiawan, 2006). Hasil penelitian yang diperoleh,
hubungan peran PMO oleh keluarga dengan perilaku pencegahan klien TB
menunjukkan hubungan yang kuat (r=0,656) dan berpola positif. Semakin
tinggi peran PMO keluarga, semakin tinggi perilaku pencegahan penderita
TB. Penelitian yang dilakukan oleh Istiawan (2006) juga menunjukkan bila
yang diambil keluarga sebaiknya harus dilatih terlebih dahulu secara
tentang peran PMO dan dibekali dengan buku modul tentang PMO.
Sebaiknya tetap harus ada petugas kesehatan khususnya perawat
komunitas untuk supervisi dengan kunjungan rumah.
Hapsari (2010) dalam penelitiannya menggunakan variabel bebas
yang diteliti adalah kinerja PMO, variabel terikat berupa keteraturan
berobat. Sedangkan hasil penelitian yang diperoleh, kinerja PMO
4

berhubungan dengan cara berobat penderita TB dengan menggunakan


strategi DOTS, dan disarankan untuk meningkatkan kinerja PMO, yaitu
dengan cara mengusahakan PMO dengan karakteristik baik.
Diharapkan, PMO dengan karakteristik baik mampu melakukan
tugasnya dengan baik sehingga mampu meningkatkan keberhasilan
pengobatan TB dengan strategi DOTS. Selain tugas yang harus dijalankan
oleh seorang PMO, ada beberapa informasi yang harus disampaikan PMO
kepada penderita dan keluarga meliputi antara lain penyebaran TB dan
penyebabnya, cara penularan, cara pengobatan, dan lain-lain (Kemenkes
RI, 2011).
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus sebagai salah satu rumah sakit tipe
C di Kabupaten Kudus merupakan salah satu rumah sakit yang menjadi
rujukan bagi penderita TBC. Pasien tuberculosis yang menjalani tahap
pengobatan di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus pada bulan Juni 2016
sebanyak 39 orang. Selama pengobatan terdapat pasien yang gagal
sebanyak 16,6% yang artinya dari 39 orang penderita TB paru, lima
diantara penderita tersebut, kembali berobat setelah lost to follow up atau
berhenti berobat paling sedikit 2 bulan dengan pengobatan kategori 2
(kasus kambuh atau gagal dengan BTA positif) serta hasil pemeriksaan
dahak menunjukkan BTA positif. Di Poliklinik Rumah Sakit Islam Sunan
Kudus, penunjukan PMO sering diarahkan kepada anggota keluarga
penderita yang tinggal serumah.
Berdasarkan hasil observasi dan survei awal penelitian pada hari
Senin tanggal 24 Juli 2016, terhadap 5 orang PMO keluarga ternyata masih
banyak ditemukan masalah yaitu PMO yang berasal dari keluarga tidak
menyadari bahwa dirinya ditunjuk sebagai PMO keluarga oleh petugas
kesehatan sehingga pada akhirnya yang bersangkutan tidak mempunyai
keinginan atau kurang mengetahui tentang perannya sebagai PMO
keluarga. Hal ini berdampak juga dengan tidak terawasinya penderita TB
dalam minum obat secara teratur. PMO keluarga yang mengawasi
penderita dengan benar sebanyak 3 (tiga) orang PMO keluarga. Seluruh
anggota keluarga merupakan pekerja harian lepas yang tidak selalu ada di
rumah sehingga peran sebagai PMO sering terabaikan sedangkan petugas
kesehatan tidak bisa datang berkunjung setiap hari di rumah penderita TBC
untuk mengawasi penderita TBC dalam menelan obat.
5

B. Rumusan Masalah
Pengawas Menelan Obat (PMO) sangat berperan dalam mengawasi
dan memotivasi penderita dalam menyelesaikan pengobatan TBC. Setia
penderita TBC harus memiliki PMO sehingga resiko DropOut (DO) minum
obat bisa dihindari.
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu
bagaimana hubungan antara motivasi Pengawas Menelan Obat (PMO)
dengan kepatuhan minum obat pada kejadian pasien TBC di Rumah Sakit
Islam Sunan Kudus?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara motivasi Pengawas Menelan
Obat (PMO) dengan kepatuhan minum obat pasien TBC di Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran motivasi Pengawas Menelan Obat
(PMO) pasien Tuberkulosis (TBC).
b. Mengetahui gambaran kepatuhan minum obat pada pasien
Tuberkulosis (TBC).

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit Islam Sunan Kudus
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
masukan untuk menyusun SPO berhubungan dengan penetapan
kebijakan rumah sakit dalam menangani pasien TBC.
2. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu keperawatan
keluarga dalam menangani pasien Tuberkulosis (TBC).
3. Bagi Peneliti Secara Umum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi
mengenai kajian pada pasien Tuberkulosis, serta dijadikan informasi
untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.
6

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


Desain
No Peneliti Judul Variabel Hasil
Penelitian
1. Hapsari Hubungan desain Variabel bebas kinerja PMO
(2010) kinerja PMO case yang diteliti berhubungan
dengan control adalah kinerja dengan cara
keteraturan PMO berobat penderita
berobat pada TB dengan
pasien TBC Variabel terikat menggunakan
keteraturan strategi DOTS
berobat.

2. Istiawan, Hubungan Case Variabel Menunjukkan


2006 peran PMO Control Bebas: hubungan yang
oleh keluarga peran PMO kuat (r=0,656) dan
dengan oleh keluarga berpola positif.
perilaku Semakin tinggi
pencegahan Variabel peran PMO
klien TB Terikat: keluarga, semakin
perilaku tinggi perilaku
pencegahan pencegahan
klien TB penderita TB.
pengobatan TB
paru (OR:3.1)

F. Ruang Lingkup
Guna menghindari penafsiran yang berbeda dan lebih terarahnya
penelitian ini, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada
penderita TBC saja yang dilaksanakan antara bulan Januari sampai
februari 2017.
1. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian akan dilaksanakan antara bulan Januari sampai
Februari 2017.
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian akan dilaksanakan di Ruang Poliklinik Penyakit Dalam,
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus.
3.. Ruang Lingkup Materi
Penelitian ini berada pada lingkup materi Ilmu Penyakit Dalam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis
1. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) merupakan airborne infection yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, pada umumnya
menyerang bagian paru dengan cara penularannya secara
inhalasi/droplet (yaitu pada saat orang yang terinfeksi batuk, bersin,
berbicara, bernyanyi atau bernafas) serta ditandai oleh beberapa
gejala saat fase aktif (Centers of Disease Control’s Noon Conference,
Javis dalam McLafferty, 2013; Gough, 2011; Gordon dan
Mwandumba dalam Mc Lafferty, 2013; WHO, 2013).
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis.
Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga
dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2008).
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai
organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang,
persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut
dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).
2. Faktor-Faktor Terjadinya Tuberkulosis
Hiswani dalam Sahat (2010) mengatakan pada penelitiannya
bahwa keterpaparan penyakit TB pada seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti: status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis
kelamin dan faktor sosial lainnya.
a. Faktor Sosial Ekonomi
Faktor ini sangat erat kaitannya dengan keadaan rumah,
kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan
sanitasi tempat kerja yang buruk dapat memudahkan penularan
TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan
TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak
dapat layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

7
8

b. Status Gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein,
vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan
tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk
TB paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa
maupun anak-anak.
c. Umur
Penyakit TB paling sering ditemukan pada usia muda
atau usia produktif 15-50 tahun. Terjadinya transisi demografi
saat ini menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih
tinggi. Usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis
seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit, termasuk penyakit TB.
Penyebab penyakit pada lanjut usia (lansia) pada
umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan
pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini
disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi
dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel
karena proses menua, sehingaa prodeksi hormon, enzim, dan
zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi
berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena
infeksi. Sering pula, penyakit dari satu jenis (multipalogi),
dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling
berkaitan dan memperberat (Maryam, 2008).
d. Jenis Kelamin
Penderita TB cenderung lebih, tinggi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit
ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol
sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh,
sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB
paru.
Public Health Agency of Canada (2010) menyatakan
bahwa selain faktor diatas, gaya hidup merokok juga dapat
9

memperparah penyakit TB dikarenakan asap rokok dapat


menyerang paru-paru dalam 3 cara:
1) Asap rokok merusak paru-paru dan dapat membuat
perokok lebih rentan terhadap infeksi TB.
2) Asap rokok merusak sistem imun tubuh, yang berarti
perokok kurang mampu melawan infeksi TB.
3) Asap rokok mengurangi efektifitas pengobatan TB yang
dapat memperlama periode infeksi atau memperparah
infeksi.
Curry (2007), menyebutkan bahwa dalam mengendalikan
infeksi TB diperlukan pula pengendalian lingkungan, dengan
beberapa anjuran yaitu: (a) Menggunakan ventilasi untuk
mengurangi risiko penyebaran TB. (b) Ventilasi alami dan kipas
angin. (c) Menggunakan aliran udara mengarah keluar untuk
mengurangi risiko penyebaran TB. (d) Sistem ventilasi pusat.
(e) Menggunakan tekanan negatif untuk mengurangi risiko
penyebaran TB. (f) Menggunakan Ultraviolet Germicidal
Irradiation (UVGI) untuk mengurangi risiko penyebaran TB; dan
(g) Upper Air UVGI And High-effi ciency Particulate Air (HEPA)
Filter Units.
3. Patofisiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh sekelompok bakteri yang
disebut Mycobacterium. Mikobakteria yang menyebabkan TB pada
manusia adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis
dan Mycobacterium africanum. TB dapat menyerang bagian tubuh
manapun. Jika menyerang sisi tubuh, termasuk paru-paru, maka
disebut TB milier (Ormerod dalam Gough, 2011). Sedangkan TB
yang menyerang selain paru disebut TB extra-pulmonal.
TB pulmonal ditemukan hampir 60% dari kasus penyakit
(Departement of Health dalam Gough, 2011) dan penularannya
karena transmisi infeksi (Gordon and Mwandumba dalam Gough,
2011).
Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria kecil tidak
berspora, bentuk batang (agak cembung) yang disebut basil,
organisme gram positif asam, yang memiliki dinding sel kaya lipid
10

(Grange dalam Gough, 2011). Merupakan organisme aerob,


sehingga lebih suka menyerang paru-paru (Pratt 2003 dalam Gough,
2011).
Selain mikobakteria di atas, ada mikobakteria yang tidak dapat
menyebabkan TB. Mikobakteria ini terdapat di tanah, air, debu, dan
binatang. Namun dapat menyebabkan keparahan jika ada kerusakan
paru sebelumnya karena mengalami immunocompremise seperti HIV
(Banks and Campbell dalam Gough, 2011).
Ketika basil masuk kedalam alveoli akan ada reaksi inflamasi
lokal dan fokus primer infeksi. Perpaduan keduanya ini disebut Ghon,
dimana selanjutnya akan berkembang menjadi granuloma dan isi
penuh dengan mikobakteria (Schwander and Ellner dalam Gough,
2011). Peradangan ini jika terus-menerus terjadi maka akan terjadi
pneumonia akut yang selanjutnya akan berkembang menjadi infeksi
tuberkulosis yang ditandai gejala umum pada TB (Sylvia, 2005).
Selama infeksi primer beberapa bakteri melewati nodus limfe regional
pada hilum, yang merupakan tempat pembuluh darah dan syaraf
menuju paru-paru. Dari sinilah yang nantinya akan menjadi asal
terjadinya TB sekunder atau TB ekstra paru-paru.
Secara kolektif, nodus limfe yang membesar dan Ghon disebut
kompleks primer (Pratt dalam Gough, 2011). Pembentukan
granuloma merupakan mekanisme pertahanan alami dari tubuh yang
bertujuan untuk mengisolasi infeksi. Sehingga lingkungan seperti ini
diharapkan akan menghambat replikasi basilus dan menghentikan
infeksi (Lucas dalam Gough, 2011).
Infeksi primer pada penderita dewasa imunokompeten yaitu
penderita dengan imunitas host yang tinggi, mikobakteria terbunuh
atau tidak dapat bereplikasi (Gordon and Mwandumba dalam Gough,
2011). Sehingga mayoritas orang yang terserang TB tidak akan
mengalami tanda dan gejala, 70% orang yang imunokompeten dapat
membasmi basil keseluruhan. Sedangkan sisa bakteri yang masih
ada disebut sebagai infeksi TB laten dimana bakteri tidak terbunuh,
tetapi mengalami dormansi. Namun, 5-10% penderita dengan TB
laten dapat menjadi aktif kembali (Health Protection Agency dalam
Gough, 2011). Individu dengan infeksi TB laten tidak terlihat sakit dan
11

terinfeksi. Namun jika bakteri mulai mengganda selama beberapa


bulan atau tahun kemudian, maka dapat menjadi aktif dan gejala
sakit serta infeksi mulai terlihat (National Institute for Health and
Clinical Excellence dalam Gough, 2011).
4. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan TB berupa pemberian obat antimikroba dalam
jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk
mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah
terjangkit infeksi. Menurut ATS (Connolly 2007), tiga prinsip dalam
pengobatan TB yang berdasarkan pada: (a) Regimen harus termasuk
obat-obat multipel yang sensitif terhadap mikroorganisme. (b) Obat-
obatan harus diminum secara teratur; dan (c) Terapi obat harus
dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup untuk
menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman dalam waktu
yang paling singkat. Dan faktor penting untuk keberhasilan
pengobatan adalah ketaatan penderita dalam meminum regimen
obat.
Menurut Connolly et al. (2007), penggunaan obat dengan
jangka waktu yang lama ini didasarkan pada sifat bakteri, dimana
Mycobacterium Tuberculosis memiliki: antibiotic indifference, biofilms,
dormancy, latency, persisters, dan phenotypic antibiotic resistance.
Masing-masing sifat ini dijelaskan dibawah ini:
a. Antibiotic indifference adalah sub tipe resistensi bersifat fenotip
terhadap antibiotik, yang dikarenakan terjadi penurunan atau
tidak adanya pertumbuhan bakteri pada koloni bakteri.
Umumnya merupakan respon terhadap kondisi lingkungan
yang merugikan, seperti adanya reaksi pertahanan host
terhadap antibiotik.
b. Biofilms adalah pembungkus bakteri yang berbentuk
multiseluler yang bertujuan untuk mencegah antibiotik merusak
gen bakteri.
c. Dormancy adalah kata lain dari saat tidak bereplikasi
(nonreplicating). Tujuannya untuk bisa menetap di dalam host,
sehingga tidak dapat dikenali baik oleh sistem imun maupun
antibiotik. Karena pada saat tidak bereplikasi antibiotik tidak
12

akan bereaksi, dengan kata lain antibiotik dapat berfungsi


ketika ada replikasi atau pergerakan dari bakteri.
d. Latency adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis tanpa
adanya gejala secara klinis.
e. Persisters adalah kejadian dimana bakteri dapat meningkat
dalam jumlah banyak dan menurun atau bahkan tidak
berkembang.
f. Phenotypic antibiotic resistance merupakan istilah umum untuk
fenomena dimana bakteri memiliki gen yang homogen dengan
antibiotik sehingga antibiotik tidak sensitif terhadap bakteri.
Pada dasarnya standar yang digunakan untuk pengobatan TB
aktif membutuhkan waktu selama 6 atau 9 bulan (CDC, 2012;
Gough, 2011; WHO, 2013) dengan beberapa macam
farmakoterapi.
Selama pengobatan, terdapat 2 fase pengobatan; pertama
yaitu pengobatan dengan menggunakan isoniazid, rifampicin,
pyrazinamid dan etambutol selama 2 bulan. Kedua ialah pengobatan
hanya menggunakan isoniazid dan rifampicin selama 4 bulan (British
National Formulary dalam McLafferty, 2013). Hal ini dilakukan secara
kontinu diharapkan baik bakteri yang aktif maupun yang dorman
dapat musnah (McLafferty, 2013).
5. Hasil Pengobatan Penderita TB
a. Sembuh: Penderita telah menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up)
hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up
sebelumnya
b. Pengobatan Lengkap: Adalah penderita yang telah
menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak
memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
c. Meninggal: Adalah penderita yang meninggal dalam masa
pengobatan karena sebab apapun.
d. Pindah: Adalah penderita yang pindah berobat ke unit dengan
register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak
diketahui.
13

e. Default (Putus Berobat): Adalah penderita yang tidak berobat 2


bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai.
f. Gagal: Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan.

B. Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TBC


1. Pengertian Kepatuhan Penderita
Menurut Niven dalam Khoiriyah (2012), mendefinisikan
kepatuhan penderita yaitu sejauh mana perilaku penderita sesuai
dengan ketentuan yang diberikan profesional kesehatan.
Kepatuhan minum obat adalah tingkah laku penderita dalam
mengambil suatu tindakan atau upaya untuk secara teratur menjalani
Khoiriyah (2012). Penderita yang patuh minum obat adalah yang
menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa
terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 8 bulan, sedangkan
penderita yang tidak patuh datang berobat dan minum obat bila
frekuensi minum obat tidak dilaksanakan sesuai rencana yang telah
ditetapkan (Kemenkes RI, 2011).
Seorang penderita dikatakan patuh menjalani pengobatan
apabila minum obat sesuai aturan paket obat dan ketepatan waktu
mengambil obat sampai selesai masa pengobatan.
Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih 3 hari – 2 bulan
dari tanggal perjanjian dan dikatakan drop out jika lebih dari 2 bulan
berturut-turut tidak datang berobat setelah dikunjungi petugas
kesehatan (Kemenkes RI, 2011).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Penderita
Menurut teori Green dikutip Nukman dalam Khoiriyah (2012),
perilaku kepatuhan minum obat dipengaruhi oleh:
a. Faktor yang mendasar atau faktor yang ada dalam diri individu
yang mempengaruhi perilaku kepatuhan (predisposing factors)
antara lain:
1) Pengetahuan mengenai penyakitnya, sikap dan tekad
untuk sembuh dari penderita.
14

2) Tingkat pendidikan penderita.


Makin rendahnya pengetahuan dan pendidikan penderita
TB tentang bahaya penyakitnya, dan pentingnya minum
obat secara tuntas untuk dirinya, makin besar pula bahaya
penderita menjadi sumber penularan baik di rumah
maupun di lingkungan sekitar.
b. Faktor yang memperkuat atau faktor yang mendorong
(reinforcing factors) antara lain adanya dukungan atau motivasi
dari keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar.
Dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil yang
besar dalam meningkatkan kepatuhan minum obat penderita TB.
Program pengendalian penderita (case holding) berupa
usaha pengobatan secara teratur sampai mencapai
kesembuhan, salah satu upayanya adalah menentukan seorang
pengawas bagi tiap penderita, dipilih dari anggota keluarganya
yang berwibawa atau seseorang yang tinggal dekat rumah yang
bertugas untuk memantau dan memotivasi penderita.
c. Faktor yang mendukung (enabling factors) antara lain :
1) Tersedianya fasilitas kesehatan.
2) Kemudahan untuk menjangkau sarana kesehatan.
3) Keadaan sosial ekonomi atau budaya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan
penderita TB dalam minum OAT digolongkan menjadi 4
bagian, yaitu:
1) Pemahaman penderita terhadap instruksi.
Jika penderita tidak paham terhadap instruksi yang
diberikan maka penderita tidak dapat mematuhi
instruksi dengan baik. Terkadang hal ini dapat
disebabkan oleh petugas kesehatan dalam
memberikan informasi yang lengkap, banyak
menggunakan istilah medis dan banyak memberikan
instruksi yang harus diingat oleh penderita.
15

2) Kualitas interaksi.
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan
penderita merupakan bagian yang penting dalam
menentukan derajat kepatuhan.
3) Keluarga.
Keluarga dapat menjadikan faktor yang sangat
berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai
kesehatan individu serta dapat juga menentukan
tentang program kepatuhan minum obat yang dapat
mereka terima. Keluarga juga memberikan dukungan
dan membuat keputusan mengenai perawatan dari
anggota yang sakit, serta menentukan keputusan
untuk mencari dan mematuhi anjuran minum obat.
4) Keyakinan, Sikap dan Kepribadian.
Penderita yang tidak patuh adalah orang-orang yang
mengalami depresi, ansietas, memiliki kekuatan ego
lebih lemah dan kehidupan sosialnya lebih
memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri.
3. Mengurangi Ketidak Patuhan Penderita
Menurut Dinicola dan DiMatteo dikutip Niven dalam Khoiriyah
(2012), mengemukakan 5 rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan
Penderita:
a. Menumbuhkan kepatuhan dengan mengembangkan tujuan
kepatuhan.
Penderita akan dengan senang hati mengungkapkan
tujuan kepatuhannya, jika penderita memiliki keyakinan dan
sikap positif terhadap tujuan tersebut serta adanya dukungan
dari keluarga dan teman terhadap keyakinannya tersebut.
b. Mengembangkan strategi untuk merubah perilaku dan
mempertahankannya.
Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan
terhadap dirinya, evaluasi diri dan penghargaan terhadap
perilaku yang baru tersebut.
16

c. Mengembangkan kognitif.
Pengembangan kognitif tentang masalah kesehatan yang
dialami, dapat membuat penderita menyadari masalahnya dan
dapat menolong mereka berperilaku positif terhadap
kepatuhan.
d. Dukungan sosial.
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari
anggota keluarga lain merupakan faktor yang penting dalam
kepatuhan terhadap program medis. Keluarga dapat
mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu
dan dapat mengurangi godaan terhadap ketidakpatuhan.
Kepatuhan dalam perawatan kesehatan adalah sejauh
mana perilaku individu yang berhubungan dengan pengobatan,
diet, atau perubahan gaya hidup sehari-hari sesuai dengan
saran kesehatan.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya ketidakpatuhan
dalam perawatan kesehatan diantaranya adalah menunda
minum obat, tidak berpartisipasi dalam program kesehatan,
tidak datang saat janji temu dengan tenaga kesehatan, dan
gagal mengikuti instruksi medis yang dianjurkan.

C. PMO (Pengawas Menelan Obat)


1. Definisi PMO (Pengawas Menelan Obat)
Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah orang yang
mengawasi secara langsung terhadap penderita tuberkulosis paru
pada saat minum obat setiap harinya dengan menggunakan panduan
obat jangka pendek (Depkes, 2007). Untuk menjamin keteraturan
pengobatan diperlukan seorang PMO.
Tujuan penggunaan Pengawas Menelan Obat (PMO) pada
penderita tuberkulosis paru adalah untuk menjamin ketekunan dan
keteraturan pengobatan sesuai jadwal yang ditentukan pada awal
pengobatan, untuk menghindari penderita dari putus berobat sebelum
waktunya, dan untuk mengurangi kemungkinan pengaobatan dan
kekebalan terhadap OAT.
17

2. Persyaratan PMO
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh
petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani
dan dihormati oleh pasien.
b. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan pasien.
3. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di
desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila
tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat
berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, tokoh
masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
4. Tugas seorang PMO
a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatan.
b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
c. Mengingkatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu
yang telah ditentukan.
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan. Tugas
seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
5. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan
kepada pasien dan keluarganya:
a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.
b. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya.
d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan
lanjutan).
e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
18

f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya


segera meminta pertolongan ke UPK. (Depkes, 2007).

D. Motivasi
Motiv atau motivasi merupakan salah satu mekanisme bagaimana
perilaku terbentuknya dan mengalami proses perubahan atau bagaimana
bisa dirubah. Motiv juga sering diartikan sebagai dorongan yang timbul dari
dalam diri seseorang yang secara sadar atau tidak sadar membuat orang
berperilaku untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan kebutuhannya
(Budioro, 2012).
Motivasi atau upaya untuk memenuhi kebutuhan pada seseorang
dapat dipakai sebagai alat untuk menggairahkan seseorang untuk giat
melakukan tugas kewajibannya tanpa harus diperintah atau diawasi
(Budioro, 2012).
Menurut Smeltzer dan Bare (2012), yang menjadi alasan utama
gagalnya pengobatan adalah pasien tidak mau minum obatnya secara
teratur dalam waktu yang diharuskan. Pasien biasanya bosan harus minum
banyak obat setiap hari selama beberapa bulan, karena itu pada pasien
cenderung menghentikan pengobatan secara sepihak. Ketaatan pasien
dalam melakukan pengobatan merupakan salah satu faktor penentu dalam
keberhasilan pengobatan, di samping faktor-faktor lain, yaitu ketepatan
diagnosis, ketepatan pemilihan obat, ketepatan aturan dosis dan cara
pemberian dan faktor sugestif/kepercayaan penderita terhadap dokter
maupun terhadap obat yang diberikan.
Namun ironis sekali kenyataan, bahwa di satu pihak ketelitian
pemeriksaan dan diagnosis semakin modern, namun di lain pihak ketaatan
untuk melakukan pengobatan dari pihak pasien seringkali rendah sekali
(Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
2008).
1. Jenis – Jenis Motivasi
Menutur Widayatun (2009), motivasi seseorang dapat timbul
dan tumbuh berkembang melalui dirinya sendiri, intrinsik dan dari
lingkungan, ekstrinsik :
a.    Motivasi intrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri-sendiri
untuk bertindak tanpa adanya ransangan dari luar.
19

b.    Motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang datang


dari luar individu yang tidak dapat dikendalikan oleh individu
tersebut.
2. Klasifikasi Motivasi (Irwanto, 2008).
a.    Motivasi Kuat
Motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri seseorang dalam
kegiatan-kegiatan sehari-hari memiliki harapan yang positif,
mempunyai harapan yang tinggi, dan memiliki keyakinan yang
tinggi bahwa penderita akan menyelesaikan pengobatannya
tepat pada waktu yang telah ditentukan.
b.    Motivasi Sedang
Motivasi dilakukan sedang apabila dalam diri manusia memiliki
keinginan yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, namun
memiliki keyakinan yang rendah bahwa dirinya dapat
bersosialisasi dan mampu menyelesaikan persoalan yang
dihadapi.
c.    Motivasi Lemah
Motivasi dikatakan lemah apabila di dalam diri manusia
memiliki harapan dan keyakinan yang rendah, bahwa dirinya
dapat berprestasi. Misalnya bagi seseorang dorongan dan
keinginan mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru
merupakan mutu kehidupannya maupun mengisi waktu
luangnya agar lebih produktif dan berguna.
3. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Widayatun (2009), ada dua faktor yang
mempengaruhi motivasi yaitu faktor internal dan eksternal.
a.         Faktor internal
Faktor internal adalah motivasi yang berasal dari dalam
diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat
memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas. Faktor internal
meliputi:
1)   Faktor fisik
Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan kondisi fisik misal status kesehatan pasien. Fisik
yang kurang sehat dan cacat yang tidak dapat
20

disembuhkan berbahaya bagi penyesuaian pribadi dan


sosial. Pasien yang mempunyai hambatan fisik karena
kesehatannya buruk sebagai akibat mereka selalu frustasi
terhadap kesehatannya.
2)   Faktor proses mental
Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi
begitu saja, tapi ada kebutuhan yang mendasari
munculnya motivasi tersebut. Pasien dengan fungsi
mental yang normal akan menyebabkan bias yang positif
terhadap diri. Seperti halnya adanya kemampuan untuk
mengontrol kejadian-kejadian dalam hidup yang harus
dihadapi, keadaan pemikiran dan pandangan hidup yang
positif dari diri pasien dalam reaksi terhadap perawatan
akan meningkatkan penerimaan diri serta keyakinan diri
sehingga mampu mengatasi kecemasan dan selalu
berpikir optimis untuk kesembuhannya.
3)   Faktor herediter
Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai
macam tipe kepribadian yang secara herediter dibawa
sejak lahir. Ada tipe kepribadian tertentu yang mudah
termotivasi atau sebaliknya. Orang yang mudah sekali
tergerak perasaannya, setiap kejadian menimbulkan
reaksi perasaan padanya. Sebaliknya ada yang hanya
bereaksi apabila menghadapi kejadia-kejadian yang
memang sungguh penting.
4)   Keinginan dalam diri sendiri
Misalnya keinginan untuk lepas dari keadaan sakit
yang mengganggu aktivitasnya sehari-hari, masih ingin
menikmati prestasi yang masih dipuncak karir, merasa
belum sepenuhnya mengembangkan potensi-potensi
yang dimiliki.
5)   Kematangan usia
Kematangan usia akan mempengaruhi pada proses
berfikir dan pengambilan keputusan dalam melakukan
pengobatan yang menunjang kesembuhan pasien.
21

b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor motivasi yang berasal dari
luar diri seseorang yang merupakan pengaruh dari orang lain
atau lingkungan (Sugiono, 2009). Faktor eksternal ini meluputi:
1)   Faktor lingkungan
Lingkungan adalah suatu yang berada disekitar
pasien baik fisik, psikologis, maupun sosial (Notoatmodjo,
2010). Lingkungan sangat berpengaruh terhadap motivasi
pasien TB untuk melakukan pengobatan.
2)   Dukungan sosial
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional
dari anggota keluarga yang lain, teman, waktu dan uang
merupakan faktor – faktor penting dalam kepatuhan
terhadap program medis.
3)   Fasilitas (sarana dan prasarana)
Ketersediaan fasilitas yang menunjang kesembuhan
pasien tersedia, mudah terjangkau menjadi motivasi
pasien untuk sembuh. Termasuk dalam fasilitas adanya
pembebasan biaya berobat untuk pasien TB.
4)   Media
Media merupakan sarana untuk menyampaikan
pesan atau info kesehatan dengan adanya media ini
pasien TB akan menjadi lebih tahu tentang penyakit TB
dan pada akhirnya akan menjadi motivasi untuk
melakukan pengobatan.
4. Cara Meningkatkan Motivasi
Menurut Sunaryo (2011), cara meningkatkan motivasi adalah:
a. Memotivasi dengan kekerasan (motivating by force,yaitu cara
memotivasi dengan ancaman hukuman atau kekerasan dasar
yang dimotivasi dapat melakukan apa yang harus dilakukan.
b. Memotivasi dengan bujukan (motivating by enticement,yaitu
cara memotivasi dengan bujukan atau memberi hadiah agar
melakukan sesuatu harapan yang memberikan motivasi.
22

c. Memotivasi dengan identifikasi (motivating by identification on


egoinvoiremen), yaitu cara memotivasi dengan menanamkan
kesadaran.
5. Pengukuran Motivasi
Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun harus
diukur. Pada umumnya, yang banyak diukur adalah motivasi sosial
dan motivasi biologis. Ada beberapa cara untuk mengukur motivasi
yaitu dengan 1) tes proyektif, 2) kuesioner, dan 3) perilaku
(Notoadmodjo, 2010).
a.    Tes Proyektif
Apa yang kita katakan merupakan cerminan dari apa
yang ada dalam diri kita. Dengan demikian untuk memahami
apa yang dipikirkan orang, maka kita beri stimulus yang harus
diinterprestasikan. Salah satu teknik proyektif yang banyak
dikenal adalah Thematic Apperception Test (TAT). Dalam test
tersebut klien diberikan gambar dan klien diminta untuk
membuat cerita dari gambar tersebut. Dalam teori Mc Leland
dikatakan, bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu
kebutuhan untuk berprestasi (n-ach), kebutuhan untuk power
(n-power), kebutuhan untuk berafiliasi (n-aff). Dari isi cerita
tersebut kita dapat menelaah motivasi yang mendasari diri klien
berdasarkan konsep kebutuhan diatas. (Notoatmodjo, 2010)
b.    Kuesioner
Salah satu cara untuk mengukur motivasi melalui
kuesioner adalah dengan meminta klien untuk mengisi
kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dapat
memancing motivasi klien. Sebagi contoh adalah EPPS
(Edward’s Personal Preference Schedule). Kuesioner tersebut
terdiri dari 210 nomer dimana pada masing-masing nomor
terdiri dari dua pertanyaan.
Klien diminta memilih salah satu dari dua pertanyaan
tersebut yang lebih mencerminkan dirinya. Dari pengisian
kuesioner tersebut kita dapat melihat dari ke-15 jenis
kebutuhan yang dalam tes tersebut, kebutuhan mana yang
paling dominan dari dalam diri kita. Contohnya antara lain,
23

kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan akan keteraturan,


kebutuhan untuk berafiliasi dengan orang lain, kebutuhan untuk
membina hubungan dengan lawan jenis, bahkan kebutuhan
untuk bertindak agresif (Notoatmodjo, 2010).
c.    Observasi Perilaku
Cara lain untuk mengukur motivasi adalah dengan
membuat situasi sehingga klien dapat memunculkan perilaku
yang mencerminkan motivasinya. Misalnya, untuk mengukur
keinginan untuk berprestasi, klien diminta untuk memproduksi
origami dengan batas waktu tertentu. Perilaku yang diobservasi
adalah, apakah klien menggunakan umpan balik yang
diberikan, mengambil keputusan yang berisiko dan
mementingkan kualitas dari pada kuantitas kerja (Notoatmodjo,
2010).
Pengukuran motivasi menggunakan kuesioner dengan
skala Likert yang berisi pernyataan-pernyataan terpilih dan
telah diuji validitas dan realibilitas.
Kriteria motivasi dikategorikan menjadi (Hidayat, 2009).:
1.    Motivasi Kuat : 37 – 50%
2.    Motivasi Sedang : 24 – 36%
3.    Motivasi Lemah : 10 – 23%
24

D. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Faktor yang
mempengaruhi TBC:
Faktor Sosial Ekonomi,
Status Gizi,
Umur,
Jenis Kelamin

Kepatuhan Minum
Obat
TBC

Predisposing Factors:
Pengetahuan
Pendidikan Penderita
Sembuh, Motivasi
Pengobatan Lengkap,
Meninggal, Reinforcing Factors
Pindah,
Default (Putus Berobat),
Gagal Enabling Factors:
- Tersedianya fasilitas
kesehatan.
- Kemudahan untuk
menjangkau sarana
kesehatan.
- Keadaan sosial ekonomi
atau budaya.

Sumber : Centers of Disease Control’s Noon Conference, Javis dalam


McLafferty, 2013; Gough, 2011; Gordon dan Mwandumba dalam Mc Lafferty,
2013; WHO, 2013

: Diteliti

: Tidak diteliti
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Variable penelitian
Variabel dalam penelitian ini dibedakan dalam dua kategori utama,
yaitu variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). Variabel
bebas adalah variabel perlakuan atau sengaja dimanipulasi untuk diketahui
intensitas dan atau pengaruhnya terhadap variabel terikat. Variabel terikat
adalah variabel yang timbul akibat variabel bebas. Oleh sebab itu variabel
terikat menjadi indikator keberhasilan variabel bebas (Sugiyono, 2008).
1. Variabel Independent (Variabel Bebas)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah motivasi Pengawas
Menelan Obat (PMO).
2. Variabel Dependent (Variabel Terikat)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan minum obat
pasien TBC.

B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2008).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha : Ada hubungan antara motivasi Pengawas Menelan Obat (PMO)
dengan kepatuhan minum obat pasien TBC di Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus.
Ho : Tidak Ada hubungan antara motivasi Pengawas Menelan Obat
(PMO) dengan kepatuhan minum obat pasien TBC di Rumah Sakit
Islam Sunan Kudus.

C. Kerangka konsep
Dari hasil tinjauan dan kerangka teori yang telah dibahas serta
masalah penelitian yang telah dirumuskan, maka dikembangkan kerangka
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi
Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan kepatuhan minum obat pasien
TBC di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus.

25
26

Kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan dalam skema


berikut :
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variable bebas Variabel terikat

Motivasi Pengawas Menelan Kepatuhan Minum Obat TBC


Obat (PMO)

D. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan
penelitian berupa case control dengan pendekatan retrospektif.
Penelitian case control merupakan suatu penelitian (survei) analitik
yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari.
Pada studi kasus-kontrol, observasi atau pengukuran terhadap
variabel bebas dan tergantung tidak dilakukan dalam satu waktu,
melainkan variabel tergantung (efek) dilakukan pengukuran terlebih
dahulu, baru meruntut kebelakang untuk mengukur variabel bebas.
Studi kasus-kontrol sering disebut studi retrospektif karena faktor
risiko diukur dengan melihat kejadian masa lampau untuk
mengetahui ada tidaknya faktor risiko yang dialami (Saryono, 2010).
2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data
Sasaran penelitian adalah pasien yang sedang berobat di
Poliklinik Rumah Sakit Islam Sunan Kudus yang akan dilaksanakan
pada bulan Januari sampai dengan Februari 2017. Sedangkan study
retrospekstif akan dilaksanakan dengan membuka data responden di
bagian rekam medis sampai bulan Agustus 2016.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Data primer
Data primer diambil dengan melakukan wawancara
langsung dengan kepada responden dengan cara mengisi
angket atau kuesioner yang dijawab oleh responden (Saryono,
2008). Pada penelitian ini data primer yang didapatkan hasil
wawancara dengan responden adalah data kepatuhan berobat
27

dan minum obat dan bagaimana motivasi responden selama


ini.
b. Data Sekunder
Merupakan data pendukung yang berhubungan dengan
penelitian, meliputi data yang diperoleh dari bagian administrasi
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Data sekunder yang
didapatkan berupa data rekam medis kepatuhan pasien dalam
melaksanakan kontrol dan pemeriksaan dokter terkait penyakit
TBC yang diderita selama 6 bulan kebelakang yaitu sampai
bulan Agustus 2016.
4. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek yang diteliti (Notoatmodjo,
2005). Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang
diperlukan dalam suatu penelitian (Saryono, 2008).
Populasi pada penelitian ini adalah pasien TBC yang sedang
berobat di Poliklinik RSI Sunan Kudus mulai bulan September-
November tahun 2016 dengan jumlah 172 orang dengan perhitungan
setiap bulan terdapat 57 penderita datang berobat.
5. Prosedur Sampel Dan Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu
populasi. (Saryono, 2008).
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien TBC yang sedang
berobat di Poliklinik penyakit Dalam RSI Sunan Kudus mulai tanggal
1 Januari sampai dengan 1 Februari 2017.
Pengambilan sampel untuk menurut Arikunto (2010), jika
subjeknya kurang dari 100 orang diambil semuanya.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien TBC yang sedang
berobat di Poliklinik penyakit Dalam Rumah Sakit Islam Sunan Kudus
mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 1 Februari 2017 sebesar 57
responden.
Kriteria inklusi adalah adalah karakteristik umum dari sampel
yang diteliti (Nursalam, 2008).
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien terdaftar dalam register pasien rawat jalan di RSI
Sunan Kudus.
28

2) Keluarga pasien yang mengantar berobat


3) Laki-laki dan perempuan
4) Bersedia menjadi responden.
5) Umur minimal 17 tahun
b. Kriteria Eksklusi
1) Tidak bersedia menjadi responden.
2) Pasien yang baru pertama kali mengantar pemeriksaan
6. Definisi Operasional Variabel Penelitian Dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1
Definisi Operasional

Definisi
Variabel Alat Ukur Kategori Skala
Operasional
Motivasi Dorongan yang Kuesioner 1.    Motivasi Baik Nominal
Pengawas diberikan orang jika nilai 70%
Menelan terdekat kepada 2.    Motivasi tidak
Obat (PMO) pasien untuk baik jika nilai
menyelesaikan kurang 70%
pengobatan TBC

Kepatuhan Penderita yang Kuesioner 1. Patuh Nominal


Minum Obat menyelesaikan dengan 8 Jika skor 70%
minum obat TBC pertanyaan jawaban
secara teratur dan dengan 2. Tidak Patuh
lengkap tanpa jawaban ya Jika skor < 70 %
terputus selama dan tidak jawaban
minimal 6 bulan
7. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat – alat yang akan digunakan
untuk pengumpulan data (Notoadmodjo, 2005). Dalam penelitian ini
menggunakan kuesioner yang diberikan kepada responden.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk
kuesioner tertutup (Nursalam, 2008).
a. Motivasi PMO
Instrumen motivasi terdiri kuesioner dengan pertanyaan
favaourable sebanyak 10 butir pertanyaan dengan pilihan
jawaban ya dan tidak.
Jika jawaban ya nilai 2, jika tidak nilai 1.
b. Kepatuhan Minum Obat
Instrumen kepatuhan terdiri dari 8 pertanyaan dengan
piihan jawaban ya dan tidak. Jika jawaban ya nilai 2 dan jika
jawaban tidak nilai 1.
29

Responden patuh jika skor 100 % jawaban, dan tidak patuh


jika skor < 100 % jawaban.
c. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur
data. Uji validitas dilakukan dengan melihat apakah alat ukur
telah memuat pernyataan atau pernyataan yang relevan
dengan materi yang akan diteliti (Sugiyono, 2013).
Uji validitas terhadap 10 item instrument a dan 10
instrumen b akan dinyatakan valid jika koefisien validitas atau r
hitung lebih dari atau sama dengan r tabel yaitu pada taraf
signifikansi 5% (0,05).
d. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan kemampuan data untuk
memberikan hasil yang sama sekalipun dilakukan pengukuran
secara berulang. Reliabilitas merupakan alat ukur yang penting
untuk menjamin pengumpulan data yang akurat (Assaf, 2013).
Uji reliabilitas terhadap 10 item instrument a dan 10
instrumen b akan dinyatakan reliable jika hasil r hitung > r tabel
maka item dikatakan signifikan dan sebaliknya, jika r hitung < r
tabel maka item dikatakan tidak signifikan. Jika nilai koefisien >
0,7 maka instrumen dikatakan reliabel (Sugiyono, 2013).
Uji validitas dan reliabilitas rencananya akan dilakukan di
RSUD Sunan Kalijaga Demak pada tanggal 23 Januari 2017.
RSUD Sunan Kalijaga Demak dipilih menjadi tempat
pelaksanaan uji validitas dan reliabilitas karena setipe dengan
RSI Sunan Kudus yaitu rumah sakit tipe C.
8. Teknik Pengolahan dan Cara Penelitian
a. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer
dengan langkah – langkah sebagai berikut (Saryono, 2010):
1) Editing
Menata dan menyusun semua lembar jawaban
skala yang terkumpul berdasarkan nomor skala yang
telah ditentukan. Kemudian memeriksa kembali jawaban
30

responden satu persatu secara urut dengan maksud


untuk memastikan bahwa jawaban yang diberikan sesuai
dengan perintah dan petunjuk pelaksanaan.
Jawaban skala yang memenuhi persyaratan
dipersiapkan untuk dilakukan pemrosesan data pada
langkah berikutnya, sementara data yang tidak memenuhi
persyaratan dimusnahkan untuk kerahasiaan.
2) Koding
Pengkodingan data dilakukan dengan maksud
untuk memudahkan proses pengolahan data.
Pengkodingan ini adalah mengklasifikasikan jawaban
responden menurut macamnya dengan cara menandai
masing-masing jawaban dengan tanda kode tertentu
yaitu:
Motivasi PMO :
1. Motivasi baik jika melakukan minimal 5 dari 7 tugas
PMO (70%)
2. Motivasi tidak baik jika melakukan < 70% tugas
PMO
Kepatuhan Minum Obat:
Patuh Jika skor 70% jawaban Kode 1
Tidak Patuh Jika skor < 70% jawaban Kode 2
3) Processing
Pemrosesan data atau pengolahan data pada
penelitian ini dimulai dengan tabulating skor atau
melakukan entry data kasar dalam bentuk tabulasi pada
lembar kertas data. Tujuannya adalah memastikan
kesiapan data dengan tepat sebelum di entry data
kedalam program computer.
Jika data sudah siap langkah selanjutnya adalah
menlakukan input ke dalam format tabulasi data yang
sudah disiapkan di dalam program Microsoft exel.
4) Cleaning data
Cleaning dilakukan pengecekan kembali data yang
sudah di entry pada program komputer dengan maksud
31

untuk mengevaluasi apakah masih ada kesalahan atau


tidak.
Cleaning dilakukan dengan melakukan pengecekan
jenis data, pengelompokan data dan koding yang
dilakukan terhadap data penelitian sehingga ketika
dimasukan kedalam program olah statistic tidak eror.
Tahap selanjutnya adalah dilakukan analisis data,
analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
b. Analisis Data
Analisis data suatu penelitian meliputi prosedur bertahap antara
lain:
1) Analisi Univariate
Analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteritik setiap variabel penelitian.
Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variable
(Notoadmodjo, 2012).
Rumus yang digunakan adalah:

Keterangan :
x = hasil presentase
f = frekuensi hasil penelitian
n = total seluruh observasi
2) Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi
(Notoadmodjo, 2010).
Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
Chi square. Apabila tidak memenuhi syarat uji Chi square
maka digunakan uji alternatifnya yaitu uji Fisher’s Exact,
dengan menggunakan α =0,05 dan Confidence Interval
(CI) sebesar 95 %. Dalam penelitian ini, uji chi square
32

digunakan sebagai uji dependensi untuk menguji


hipotesis, mengenai ada atau tidaknya hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat.dengan rumus:

Keterangan :
X2 : chi kuadrat
fo : frekuensi yang di observasi
fe : frekuensi yang diharapkan
Untuk mengetahui taraf signifikan observasi digunakan
nilai p, bila p <0,05 maka hipotesa penelitian diterima.
Pengambilan keputusan berdasarkan kriteria penelitian
sebagai berikut :
Apabila p value ≤ 0.05 maka Ha diterima, dan Ho di tolak
berarti Ada hubungan antara kedua variabel penelitian.
Uji x2 (chi-square) dipilih karena :
1. Data berbentuk data kuantitatif
2. Data berjenis nominal-nominal
3. Distribusi data normal
4. Populasi terdiri atas dua atau lebih kelas dimana
datanya berbentuk kategorik.

E. Jadwal Penelitian
Terlampir
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus, Kabupaten


Kudus, Propinsi Jawa Tengah mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 1
Februari 2017. Dengan menempati wilayah seluas kurang lebih 4 Ha
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus, Kabupaten Kudus memiliki total
karyawan sebanyak 348 orang terbagi dalam beberapa bagian diantaranya
dokter spesialis, dokter umum, perawat, gizi, apotek, dan berbagai bagian
pendukung lainya. Sedangkan jumlah perawat sebanyak 152.
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus merupakan rumah sakit tipe C yang
ada di Kota Kudus yang merupakan salah satu rumah sakit rujukan bagi
semua kasus di Kabupaten Kudus.
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus terletak di wilayah Kabupaten
Kudus sebelah barat yaitu di Desa Garung Lor, Kecamatan Kaliwungu,
Kabupaten Kudus. Berada di bagian barat wilayah Kabupaten Kudus,
Rumah Sakit Islam Sunan Kudus berada di pintu masuk Kabupaten Kudus
dari arah Jepara sehingga pasien yang dirawat sebagian besar adalah
warga Jepara. Namun demikian masyarakat Kabupaten Kudus sendiri juga
banyak yang memanfaatkan untuk melakukan pemeriksaan sampai
pegobatan.
Kunjungan rata rata harian di poliklinik penyakit dalam adalah 928
pasien per bulan diampu oleh 3 orang dokter spesialis penyakit dalam.
Sedangkan pasien dengan penyakit paru-paru khususnya TBC sebanyak
57 pasien setiap bulan dengan ditangani oleh dokter spesialis peyakit
dalam karena belum terdapat dokter spesialis paru yang praktek di RSI
Sunan Kudus.
Ketika melakukan control ke RSI Sunan Kudus, pasien ditemani oleh
keluarganya yang ternyata sebagian besar adalah PMO. Mereka dipilih
menjadi PMO karena kedekatan domisili sehingga mudah melakukan
pengawasan kepatuhan pasien dalam menelan obat.

33
34

B. Karakteristik
1. Responden
a. Umur responden
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Umur Responden di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus,
Kabupaten Kudus Tahun 2017 (n=57)
Variabel Mean SD Min - Maks
Umur 48.65 12.45 24 - 72
Total 57
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata (mean) umur
responden adalah 48.65 tahun, umur paling muda adalah 24 tahun
dan paling tua adalah 72 tahun dengan standar deviasi 12.45.
b. Pendidikan
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus, Kabupaten Kudus Tahun 2017 (n=57)
Frekuensi
Pendidikan Persentase (%)
(Orang)
SD 17 29.8
SMP 30 52.6
SMU 10 17.5
Total 57 100.0
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden paling banyak
berpendidikan SMP yaitu sebanyak 30 responden (52.6%).
c. Pekerjaan
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden di Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus, Kabupaten Kudus Tahun 2017 (n=57)
Frekuensi
Pekerjaan Persentase (%)
(Orang)
Tani 20 35.1
Swasta 29 50.9
IRT 8 14.0
Total 57 100.0
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden paling banyak
bekerja dibidang swasta yaitu sebanyak 29 responden (50.9%).
35

2. Pengawas Menelan Obat (PMO)


a. Umur
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Umur Responden di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus,
Kabupaten Kudus Tahun 2017 (n=57)
Variabel Mean SD Min - Maks
Umur 52.5 14.45 34 - 52
Total 57
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa rata-rata (mean) umur
responden adalah 52.5 tahun, umur paling muda adalah 34 tahun
dan paling tua adalah 52 tahun dengan standar deviasi 14.45.
b. Pendidikan
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus, Kabupaten Kudus Tahun 2017 (n=57)
Frekuensi
Pendidikan Persentase (%)
(Orang)
SMP 30 52.6
SMU 27 47.4
Total 57 100.0
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa responden paling banyak
berpendidikan SMP yaitu sebanyak 30 responden (52.6%).
c. Pekerjaan
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden di Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus, Kabupaten Kudus Tahun 2017 (n=57)
Frekuensi
Pekerjaan Persentase (%)
(Orang)
Tani 20 35.1
Swasta 29 50.9
IRT 8 14.0
Total 57 100.0
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa responden paling banyak
bekerja dibidang swasta yaitu sebanyak 29 responden (50.9%).
36

C. Hasil Penelitian
1. Analisa Univariat
a. Motivasi Pengawas Menelan Obat (PMO)
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Motivasi PMO di Rumah Sakit Islam Sunan
Kudus, Kabupaten Kudus Tahun 2017
(n=57)
Motivasi PMO Frekuensi Persentase (%)
Tidak Baik 12 21.1
Baik 45 78.9
Total 57 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki motivasi PMO baik sebanyak 45 responden
(78.9%).

b. Kepatuhan Minum Obat


Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Kepatuhan Minum Obat di Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus, Kabupaten Kudus Tahun 2017
(n=57)
Kepatuhan Minum Obat Frekuensi Persentase (%)
Patuh 45 78.9
Tidak Patuh 12 21.1
Total 57 100.0
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden patuh minum obat sebanyak 45 responden (78.9%).

2. Analisa Bivariat
Tabel 4.9
Hubungan Antara Motivasi PMO Dengan Kepatuhan Minum Obat di Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus
(n=57)
Kepatuhan P
Variabel N X2
Patuh % Tidak % Total % Value
Tidak Baik 1 8.4 11 91.6 12 100
Motivasi
Baik 44 97.7 1 2.3 45 100 57 45.602 0.000
PMO
Total 45 78.9 12 21.1 57 100

Berdasarkan table 4.9 dijelaskan bahwa 12 responden yang motivasi


PMO nya tidak baik kepatuhan minum obatnya lebih banyak yang
37

tidak patuh 11 responden (91.6%) daripada yang patuh 1 (8.4%).


Sedangkan 45 responden yang motivasinya baik lebih banyak yang
patuh minum obat sebanyak 44 responden (97.7%) dari pada yang
tidak patuh sebanyak 1 responden (2.3%).

Hasil uji statistic yang dilakukan menggunakan Chi Square Test


menunjukan hasil nilai p-value sebesar 0.000. Karena hasil uji
penelitian mendapatkan nilai signifikansi 0.000 < 0,05, maka Ho
ditolak. Sedangkan nilai hitung>C2-tabel (45.602>3.841) maka Ho
ditolak sehingga didapat kesimpulan ada hubungan motivasi PMO
dengan kepatuhan minum obat pasien TBC di Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Motivasi PMO (Pengawas Menelan Obat)


Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden
memiliki motivasi PMO baik sebanyak 45 responden (78.9%) sesuai
dengan table 4.4.
Motivasi atau upaya untuk memenuhi kebutuhan pada seseorang
dapat dipakai sebagai alat untuk menggairahkan seseorang untuk giat
melakukan tugas kewajibannya tanpa harus diperintah atau diawasi
(Budioro, 2012).
Seorang PMO harus dapat menjadi motivator bagi penderita TBC.
Dengan adanya motivasi yang diberikan oleh seorang motivator yang
dalam hal ini adalah PMO maka kesadaran untuk sembuh akan tinggi.
Peran motivator mempunyai dampak yang positif terhadap kepatuhan,
walaupun dalam pengamatan yang dilakukan di lapangan belum semua
motivator dapat berperan dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa sebagian besar
pendidikan responden adalah SMP sebanyak 30 responden (52.6%).
Pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam
mencerna masalah. Semakin tinggi pendidikan seseorang seharusnya
semakin baik pula dalam menerima informasi yang masuk. Dengan
pendidikan sebagian besar responden adalah SMP maka kemampuan
menerima informasi dan motivasi dari PMO juga akan semakin baik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 12 motivasi PMO yang
kurang baik sebagian besar yaitu 6 responden adalah bekerja sebagai
petani dan ibu rumah tangga. Ketika dilakukan wawancara pengetahuan
PMO yang berlatar belakang petani memang kurang maksimal. Sedangkan
ketika motivasi PMO kurang baik data penelitian menunjukan responden
menjadi tidak patuh dalam pengobatan.
Masalah yang ditemukan di responden dalam motivasi PMO ini
adalah pada pertanyaan nomor 9 yaitu PMO pernah meninggalkan rumah
lebih dari sehari. Hal ini menunjukan bahwa PMO tidak setiap hari
mengawasi penderita TBC dalam menelan obat sehingga akan dapat

38
39

menyebabkan penderita lupa minum obat yang pada akhirnya akan dapat
menyebabkan drop out.
Menurut Sugiono (2009), faktor eksternal yang mempengaruhi
motivasi penderita TB untuk patuh berobat adalah:
1) Faktor lingkungan
Lingkungan adalah suatu yang berada disekitar pasien baik fisik,
psikologis, maupun sosial (Notoatmodjo, 2010). Lingkungan sangat
berpengaruh terhadap motivasi pasien TB untuk melakukan
pengobatan.
2) Dukungan sosial
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota
keluarga yang lain, teman, waktu dan uang merupakan faktor – faktor
penting dalam kepatuhan terhadap program medis.
3) Fasilitas (sarana dan prasarana)
Ketersediaan fasilitas yang menunjang kesembuhan pasien tersedia,
mudah terjangkau menjadi motivasi pasien untuk sembuh. Termasuk
dalam fasilitas adanya pembebasan biaya berobat untuk pasien TB.
4) Media
Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau info
kesehatan dengan adanya media ini pasien TB akan menjadi lebih
tahu tentang penyakit TB dan pada akhirnya akan menjadi motivasi
untuk melakukan pengobatan.

B. Kepatuhan Minum Obat


Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden patuh
minum obat sebanyak 45 responden (78.9%) sesuai dengan table 4.5.
Hasil tersebut menunjukan bahwa responden sudah bagus dalam
mengikuti instruksi dokter yaitu patuh dalam melaksanakan pengobatan
TB.
Walaupun obat yang digunakan adalah yang paling baik, tetapi bila
tidak diikuti dengan keteraturan berobat dari penderita atau penderita
berobat tidak memenuhi jangka waktu pengobatan, maka hasil pengobatan
akan mengecewakan. Keteraturan berobat, penderita dapat dicapai dengan
penyuluhan kesehatan atau pengawasan penuh selama jangka waktu
pengobatan.
40

Ketika wawancara dilakukan responden mengatakan bahwa mereka


masih belum mengerti tentang TBC sehingga mereka menjadi malas untuk
mengkonsumsi obat TBC yang waktunya sampai berbulan-bulan. Tabulasi
penelitian menunjukan bahwa 11 responden dari 12 responden yang tidak
patuh melakukan pengobatan adalah memiliki motivasi PMO yang kurang
baik. Hal ini menunjukan bahwa motivasi PMO sangat berpengaruh
terhadap kepatuhan pasien dalam menyelesaikan pengobatanya.
Ketidakpatuhan berobat mengakibatkan penderita TB dapat kambuh
dengan kuman yang resisten terhadap OAT, sehingga menjadi sumber
penularan kuman resisten dan gagal pengobatan. Hal itu mengakibatkan
pengobatan ulang TB lebih sulit, waktu pengobatan lebih lama dan dana
yang dikeluarkan lebih besar. Kepatuhan penderita TB untuk berobat
teratur sulit diprediksi dan dipertahankan dengan bertambahnya waktu
(Amril, 2013).
Hasil pengamatan peneliti selama pengumpuan data menunjukan
bahwa baik responden maupun PMO sangat kooperatif dalam memberikan
data yang dibutuhkan saat penelitian. Hal ini menunjukan bahwa
responden mempunyai keinginan kuat untuk sembuh.
Menurut Khoiriyah (2012), factor yang mempengaruhi kepatuhan
penderita minum obat TBC adalah faktor yang mendasar atau faktor yang
ada dalam diri individu yang mempengaruhi perilaku kepatuhan
(predisposing factors), faktor yang memperkuat atau faktor yang
mendorong (reinforcing factors) antara lain adanya dukungan atau motivasi
dari keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar dan faktor yang
mendukung (enabling factors).
Berdasarkan rekapitulasi jawaban responden (lampiran) ditemukan
bahwa pada pertanyaan nomor 8 sebagian besar 68% responden
menjawab pernah telat memeriksakan dahak ulang sesuai dengan waktu
yang dijadwalkan.

C. Hubungan Antara Motivasi PMO Dengan Kepatuhan Minum Obat di


Rumah Sakit Islam Sunan Kudus
Hasil penelitian menunjukan ada hubungan motivasi PMO dengan
kepatuhan minum obat pasien TBC di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus
41

dengan X2-tabel 45.602 dan nilai p-value sebesar 0.000 sesuai dengan
table 4.6.
Tugas sebagai PMO kebanyakan dikerjakan berupa mengingatkan
untuk ambil obat dan mengawasi menelan obat, tetapi kurang melakukan
tugas untuk memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga yang lain.
Pengawas Minum Obat (PMO) dari responden hampir semuanya berasal
dari anggota keluarga. Pengawasan dan perhatian dari tenaga kesehatan
maupun dari pihak keluarga yang telah dipercaya merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien tuberkulosis dalam menjalani
pengobatan yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Walaupun
panduan obat yang digunakan baik tetapi bila penderita tidak berobat
dengan teratur maka umumnya hasil pengobatan mengecewakan.
Pengawas Minum Obat (PMO) dari anggota keluarga mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain dekat dengan penderita agar setiap saat
bisa memantau minum obat, memiliki ikatan emosional sehingga penderita
merasa mendapat perhatian dari keluarganya, lebih dekat dan dipercayai
oleh penderita. Peran keluarga yang baik sebagai PMO merupakan
motivasi atau dukungan yang ampuh dalam mendorong pasien untuk
berobat teratur sesuai anjurannya. Adanya dukungan atau motivasi yang
penuh ini dapat mempengaruhi perilaku minum obat pasien TB Paru
secara teratur. Sehingga keluarga perlu berperan aktif mendukung supaya
pasien menjalani pengobatan secara teratur sampai dinyatakan sembuh
oleh petugas kesehatan.
Pengamatan yang peneliti lakukan selama penelitian berlangsung
tampak bahwa PMO memberi dorongan, penjelasan, semangat kepada
pasien tentang TBC. Hal ini nampak sekali ketika peneliti melakukan
wawancara kepada responden. PMO berusaha menerangkan kembali
kepada responden apa yang peneliti ingin dapatkan. Sedangkan menurut
reponden motivasi yang diberikan oleh PMO sangat membantu dirinya
dalam membangun semangat diri untuk sembuh.
Murtiwi (2006) pada penelitiannya menemukan bahwa tidak semua
PMO menjalankan fungsinya dengan benar yaitu mengingatkan minum
obat pasien TBC paru setiap hari. Sebenarnya sesuai dengan DOTS harus
observasi langsung yaitu melihat dengan pasti bahwa obat telah diminum
pasien.
42

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Basuki


(2015) bahwa peran PMO sangat penting dalam mengawasi pasien
menkonsumsi obat anti TBC terutama PMO yang tidak tinggal serumah
dengan pasien harus selalu rutin memantau pengobatannya. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumarwanto (2008) bahwa
pengetahuan tentang TB Paru terutama pengobatannya harus dimiliki oleh
seorang PMO khususnya PMO yang berasal dari kader masyarakat. Hal ini
dimaksudkan supaya pasien lebih banyak mendapatkan informasi tentang
TB Paru dan pengobatannya dari PMO, karena PMO adalah orang yang
terdekat dengan pasien.

D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian dilakukan hanya dengan satu kali kunjungan saja sehingga
belum bisa mengamati secara komprehensif perilaku pasien dan PMO
karena data diambil hanya sekali saja pada satu kali kunjungan.
Selain itu pada penelitian hanya melakukan pengkajian pada PMO
saja dengan mengabaikan variabel yang lain sehingga belum bisa
didapatkan data yang akurat mengenai kepatuhan pasien TB.
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden
memiliki motivasi PMO baik sebanyak 45 responden (78.9%).
2. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden patuh
minum obat sebanyak 45 responden (78.9%).
3. Ada hubungan motivasi PMO dengan kepatuhan minum obat pasien
TBC di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus dengan X 2-tabel 45.602 dan
nilai p-value sebesar 0.000.

B. Saran
1. Rumah Sakit Islam Sunan Kudus
Mungkin perlu di buat SPO yang mengatur jadual kunjungan petugas
kepada penderita TBC yang berindikasi tidak patuh dalam
melaksanakan pengobatan. Hal ini penting untuk mengantisipasi
terjadinya Dropout.
Hendaknya PMO tidak meninggalkan rumah lebih dari sehari
sehingga tugas pengawasan kepatuhan menelan obat tidak
dilakukan. Hal ini bisa diatasi dengan melimpahkan tugas PMO
kepada kerabat atau saudara yang tidak pergi.
2. Pendidikan Ilmu Keperawatan
Hendaknya sebelum terjun ke lahan penelitian mahasiswa yang akan
penelitian dibekali dengan ilmu statistic yang lebih dalam tentang
teknik analisa data sehingga bisa menganalisa dengan tepat
terhadap kasus yang sedang ditangani. Hal ini perlu dilakukan karena
kesalahan dalam melakukan olah data akan menyebabkan hasil yang
berbeda dengan kenyataan penelitian.
3. Peneliti Secara Umum
Diharapkan peneliti selanjutnya mampu memperluas judul penelitian
yang berbeda seperti meneliti faktor-faktor serta sumber-sumber
yang dapat mempengaruhi munculnya kasus Drop Out ataupun TB
Paru Kambuh.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ainur Candra. 2012. Kejadian Putus Berobat Penderita Tuberkulosis Paru


dengan Pendekatan DOTS. www.litbang.depkes.go.id (29 Agustus
2009).

Arikunto, 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT.


Rineka Cipta

Arikunto. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka


Kemenkes RI, 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Cohen FL, Durham JD Gough. 2011. Tuberculosis a Sourcebook for Nursing


Practice. Springer Publishing Company. New York. p:37

Halim Tanjung. 208. Ilmu penyakit paru, Jakarta: Hipokrates

Juwita Resty Linda (2012), Hubungan kinerja Pengawas Minum Obat (PMO)
dengan keteraturan berobat pasien TB paru Strategi DOTs di RSUD
dr Moewardi Surakarta. Naskah Publikasi.

Jawetz, Melnick, and Adfcerg Mc.Lafferty. 2013. Mikrobiologi Kedokteran. 23nd


ed. Jakarta:Erlangga. p:325.

Khoiriyah A. 2012. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS.Bagian


Paru Fakultas Kedokteran USU. Medan.

Kemenkes RI 2011, Pedoman Nasional Penanggulangan TBC, buku-pedoman-


nasional-penanggulangan-tbc.pdf

Kemenkes RI. 2008. Pedoman penanggulangan tuberkulosis, Jakarta

Maryam. 2008. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Penderita TB


Paru di Kabupaten Tangerang. Jakarta.

Notoatmojdo, Soekidjo 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,


Jakarta.

Notoatmojdo, Soekidjo 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip


Dasar), PT Rineka Cipta, Jakarta

Puri Rizkiyani (208), Hubungan kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan
kesembuhan pasien TB paru kasus baru strategi DOTS. Naskah
Publikasi.

Permatasari, Suyono, Slamet Irwanto. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
II edisi ketiga. Jakarta: FKUI.

Permatasari, A Silvia. .2005. Pemberantasan penyakit TB paru dan strategi


DOTS. Bagian Paru Fakultas Kedokteran USU. Medan.
Riskesdas RI. 2013. Pedoman penemuan dan pengobatan penderita TB paru.
Jakarta

Sugiyono. 2007. Metode penelitian bisnis. Bandung: CV Alfabeta

Sugiyono. 2008. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung


Alfabeta.

Sembiring Siregar, 2006. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Sulianti, Asih, Niluh dan Effendy, Chistantie Gendis, 2011. Keperawatan Medikal
Bedah Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC.

Taufan W Sunaryo. 2011. Pengobatan Tuberkulosis Paru Masih Menjadi


Masalah. www.gizi.net (25 Februari 2008).

WHO. 2010. Tuberkulosis Kedaruratan Global. www.tbcindonesia.or.id. (31 Juli


2009)
Widayatun P. A. 2008. Hubungan antara Partisipasi Pengawas Menelan Obat
Keluarga dengan Sikap Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Banyuanyar Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.
Surakarta.

Widodo E Budioro. 2012. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat dan Tenaga


Kesehatan
SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada :

Yth. Calon responden

Dengan hormat,

Bersama ini saya beritahukan bahwa, saya mahasiswa Program S-1


Keperawatan Stikes Muhammadiyah Kudus :

Nama : Setiyono

NIM : E. 320153128

Saya bermaksud mengadakan penelitian dengan judul ”HUBUNGAN


ANTARA MOTIVASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) DENGAN
KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN TBC DI RUMAH SAKIT ISLAM
SUNAN KUDUS”.

Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi saudara


sebagai responden dan kerahasiaan informasi akan dijaga serta hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila saudara setuju, maka saudara
bersedia menandatangani persetujuan serta menjawab semua pertanyaan yang
ada dalam kuesioner ini.

Atas kerja samanya saya mengucapkan terima kasih dan semoga hasil
penelitian ini berguna bagi kita semua. Amin.....

Peneliti,

Setiyono
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : .....................................................

Alamat : .....................................................

Menyatakan bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan untuk

mahasiswa Program S-1 Keperawatan Stikes Muhammadiyah Kudus :

Nama : Setiyono

NIM : E. 320153128

Judul : ”HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI PENGAWAS MENELAN

OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA

PASIEN TBC DI RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS”.

Saya merasa penelitian ini tidak berakibat negatif bagi saya, oleh karena itu

saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Kudus, Januari 2017

Responden

( )
LEMBAR PENGKAJIAN
”HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO)
DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN TBC DI RUMAH SAKIT
ISLAM SUNAN KUDUS”

Tanggal Pengisian Data :

A. Identitas
Nomor Responden :
Umur :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat :
Pendidikan : a) Tidak Sekolah
b) SD / MI
c) SLTP / MTS
d) SLTA / MA
e) Perguruan Tinggi
A. PENGAWAS MINUM OBAT
Mohon diisi dengan memberikan tanda checklist (√) pada pertanyaan
yang sesuai dengan persepsi yang anda miliki. Dengan pilihan Ya dan
Tidak

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah PMO selalu memberikan dorongan kepada


Anda untuk berobat?

2. Apakah PMO tidak mengingatkan Anda untuk


mengambil obat dan memeriksakan dahak sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan?

3. Apakah PMO selalu mengawasi Anda dalam


menelan obat?

4. Apakah PMO tidak menegur Anda, bila Anda tidak


mau atau lalai minum obat?

5. Apakah PMO memberikan pendidikan kesehatan


tentang TBC?

6. Apakah PMO memberi hadiah/pujian atas


kepatuhan anda dalam minum obat

7. Apakah PMO memberi hukuman/sanksi jika


terlambat/lupa minum obat

8. Apakah PMO selalu mencatat setip kali anda minum


obat?

9. Apakah PMO pernah meninggalkan rumah lebih


dari sehari?

10. Apakah PMO selalu menemai anda ketika control ke


rumah sakit
B. Kepatuhan Minum Obat

Jawaban Responden
Pertanyaan
Ya (%) Tidak (%)
1. Saya pernah lupa untuk meminum obat

2. Saya pernah dengan sengaja tidak meminum obat

3. Saya pernah mengurangi atau melebihkan jumlah


butir obat
dari jumlah yang seharusnya saya minum.

4. Saya pernah tidak tepat waktu untuk meminum obat


atau
waktu untuk minum obat selalu berubah-ubah.

5. Saya pernah minum obat tidak sesuai dengan frekuensi


yang
dianjurkan.

6. Saya pernah membuang obat TB paru

7. Saya pernah telat untuk mengambil obat ke puskesmas


dari
waktu yang telah ditentukan.

8. Saya pernah telat untuk memeriksakan dahak ulang


dari
waktu yang telah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai