Anda di halaman 1dari 19

Tugas Makalah Mata Kuliah Pengantar Epidemiologi

“ SURVEILANS PENYAKIT DBD (Demam Berdarah Dengue)”

        DISUSUN OLEH :


Kelompok 1 :
1. Nurelna 
NPM : 20170409020
2. Andi Karina Melani
NPM : 20170409011
3. Sri Krisdayanti
NPM : 20170409004
4. Ambar Puspitawati 
NPM : 20170409007
5. Agung Yusam 
NPM : 20170409003

Dosen : Wahdaniyah, SKM,. M.KES

UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR


POLEWALI MANDAR

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah “SURVEILANS
PENYAKIT DBD (Demam Berdarah Dengue)”Makalah ini di susun untuk memenuhi
salah satu tugas Mata Kuliah PENGANTAR EPIDEMIOLOGI. Pada kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada dosen mata kuliah yang
bersangkutan yang telah memberikan tugas terhadap penyusun.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai
pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ssemua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik dari pembaca sangat kami harapkan untuk menyempurnakan
makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Polewali,26 Juni 2020

Penulis, Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL....................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1   Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2.    Rumusan Masalah......................................................................................................2
1.3    Tujuan.........................................................................................................................2
1.4    Manfaat.......................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................4
2.1     Definisi.........................................................................................................................4
2.2     Model Penularan DBD...............................................................................................4
2.3 Ciri-Ciri  Nyamuk DBD.............................................................................................5
2.4     Gejala dan Tanda.......................................................................................................6
BAB III PEMBAHASAN.........................................................................................................8
3.1    Surveilans DBD...........................................................................................................8
3.2    Riwayat Alamiah Penyakit........................................................................................8
3.3    Diagnosis......................................................................................................................9
3.4     Pencegahan..................................................................................................................9
3.5    Pengobatan................................................................................................................11
BAB IV PENUTUP................................................................................................................13
4.1 Kesimpulan...............................................................................................................13
4.2 Saran..........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Surveilans epidemiologi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam


mendukung pengendalian dan penanggulangan penyakit menular dan penyakit tidak menular,
tanpa terkecuali pada kegiatan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD).

Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan DBD merupakan salah satu
jenis penyakit akut. Penderita DBD jika tidak segera mendapatkan pertolongan akan dapat
menyebabkan kematian. Kasus DBD di Indonesia masih menjadi perhatian utama mengingat
angka penderita penyakit ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selain itu,
masih banyak masyarakat yang menganggap DBD merupakan penyakit sepele sehingga
sering dianggap remeh.
Virus Dengue ditemukan di daerah tropik dan sub tropik kebanyakan di wilayah
perkotaan dan pinggiran kota di dunia ini (Kemenkes RI, 2018).  Penyakit DBD pertama kali
dikenal di Filipina pada tahun 1953. Sindromnya secara etiologis berhubungan dengan virus
dengue ketika serotipe 2, 3, dan 4 diisolasi dari pasien di Filipina pada tahun 1956, 2 tahun
kemudian virus dengue dari berbagai tipe diisolasi dari pasien selama epidemik di Bangkok,
Thailand. Selama tiga dekade berikutnya, demam berdarah ditemukan di Kamboja, Cian,
India, Indonesia, Masyarakat Republik Demokratis Lao, Malaysia, Maldives, Myanmar,
Singapura, Sri Lanka, Vietnam, dan beberapa kelompok kepulauan Pasifik (WHO, 1999).
Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD
menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika,
Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya
kasus DBD. Kasus di seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat melebihi 1,2 juta
pada 2008 dan lebih dari 3,2 juta pada 2015 (berdasarkan data resmi yang disampaikan oleh
Negara Anggota WHO).
Baru-baru ini jumlah kasus yang dilaporkan terus meningkat. Pada 2015, 2,35 juta
kasus demam berdarah dilaporkan di Amerika, di mana 10.200 kasus didiagnosis menderita
demam berdarah parah yang menyebabkan 1.181 kematian. Pada tahun 2018, demam
berdarah juga dilaporkan dari Bangladesh, Kamboja, India, Myanmar, Malaysia, Pakistan,
Filipina, Thailand, dan Yaman. Diperkirakan 500.000 orang terkena demam berdarah berat
1
memerlukan rawat inap setiap tahun, dengan perkiraan 2,5% kasus kematian setiap tahunnya.
Secara umum, terjadi penurunan kasus kematian sebesar 28% yang tercatat antara 2010 dan
2016 dengan peningkatan yang signifikan dalam manajemen kasus melalui peningkatan
kapasitas di negara tersebut (WHO, 2018).
Sedangkan kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun
1968 dengan jumlah kasus sebanyak 58 penduduk. Hingga pada tahun 2009 terjadi
peningkatan jumlah provinsi dan kota yang endemis DBD, dari dua provinsi dan dua kota
menjadi 32 provinsi dan 382 kota dengan jumlah kasus 158.912 penduduk (Kemenkes RI
dalam Divy dkk, 2018). Indonesia tahun 2013 mencatat Angka Insiden (AI) sebesar 45,85 per
100.000 penduduk atau 112.511 kasus, dan tahun 2014 bulan Januari-April tercatat AI
sebesar 5,17 per 100.000 penduduk atau 13.031 kasus. Hingga tahun 2010, Indonesia masih
menduduki peringkat atas untuk jumlah kasus DBD di ASEAN yaitu 150.000 kasus (WHO
dalam Divy dkk, 2018).  
Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34 provinsi di
Indonesia, dan 1.229 orang di antaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907
penderita meninggal dunia pada tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim dan
rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan (Kemenkes RI, 2016).
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus
68.407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak 204.171
kasus. Sedangkan perbandingan kasus kematian pada tahun 2017  berjumlah 493 kasus jika
dibandingkan tahun 2016 berjumlah 1.598 kasus, kasus ini mengalami penurunan hampir 3
kali lipat. Fakta menarik lainnya, provinsi dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di 3 (tiga)
provinsi di Pulau Jawa, masing-masing Jawa Barat dengan total kasus sebanyak 10.167
kasus, Jawa Timur sebesar 7.838 kasus dan Jawa Tengah 7.400 kasus. Data tersebut tidak
sebanding dengan jumlah kasus kematiannya karena kasus kematian tertinggi terjadi di
Provinsi Jawa Timur sebanyak 105 kasus dan diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah sebanyak 92
kasus. Sedangkan untuk jumlah kasus terendah terjadi di Provinsi Maluku Utara dengan
jumlah 37 kasus (Kemenkes RI, 2018).

2
1.2.     Rumusan Masalah
1.    Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.    Bagaimana model penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)
3. Apa Saja Ciri-Ciri dari Demam Berdarah Dengue (DBD)
4.    Bagaimana gejala dan tanda timbulnya Demam Berdarah Dengue (DBD)
5. Bagaimana pelaksanaan surveilans penyakit DBD berdasarkan komponen-komponen
surveilans?
6.    Bagaimana riwayat alamiah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
7. Bagaimana diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)
8.    Bagaimana pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
9. Bagaimana pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD)
1.3    Tujuan
1.    Mengetahui definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.    Mengetahui model penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)
3. Mengetahui Ciri-Ciri dari Demam Berdarah Dengue (DBD)
4.    Mengetahui gejala dan tanda timbulnya Demam Berdarah Dengue (DBD)
5. Mengetahui pelaksanaan surveilans penyakit DBD berdasarkan komponen-komponen
surveilans?
6.    Mengetahui riwayat alamiah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
7.    Mengetahui diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)
8.    Mengetahui pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
9.    Mengetahui pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD)
1.4    Manfaat
1.4.1 Bagi Pembaca
Agar pembaca dapat mengetahui bagaimana konsep penyakit demam berdarah dengan
pemberantasanya, dan bagaimana ukuran frekuensi terjadinya penyakit demam berdarah,
serta bagaimana public health surveillance terhadap penyakit demam berdarah dengue
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam memahami konsep penyakit demam
berdarah dengue

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Definisi
Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus Dengue
yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, seperti
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) yang paling banyak ditemukan. Nyamuk dapat membawa virus dengue
setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi
virus di dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat
mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitannya (Najmah, 2016).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat
fatal dalam waktu yang relatif singkat dan menyerang semua umur baik anak-anak maupun
orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengue (Hastuti, 2008).
Demam berdarah (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh
virus dengue  yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler  dan sistem
pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan yang dapat menimbulkan kematian
(Misnadiarly,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae.
DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau
Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh
kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat
(Kemenkes RI, 2016).

2.2     Model Penularan DBD


Penyakit DBD dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian
terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. Penyakit ini
ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue. Orang ini bisa menunjukkan
gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap
virus dengue. Jika orang digigit nyamuk Aedes aegypti maka virus dengue masuk bersama
darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak
dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar
virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk.

4
Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu
sehingga siap untuk ditularkan/dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu
nyamuk itu menggigit orang lain, maka alat tusuk nyamuk (probosis) menemukan kapiler
darah, sebelum darah itu diisap, terlebih dulu dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar
darah yang diisap tidak membeku.
Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain.
Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue itu,
akan terserang penyakit demam berdarah. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup
terhadap virus dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat
virus itu. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus
dengue, dia akan sakit demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai
perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya
(Tjokronegoro, 1999).
Ada 2 faktor tentang terjadinya manifestasi yang lebih berat itu yang dikemukakan oleh
pakar demam berdarah dunia.
1.      Teori infeksi primer/teori virulensi : yaitu munculnya manifestasi itu disebabkan
karena adanya mutasi dari virus dengue menjadi lebih virulen.
2.     Teori infeksi sekunder : yaitu munculnya manifestasi berat bila terjadi infeksi
ulangan oleh virus dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi sebelumnya
(Tjokronegoro, 1999).
2.3 Ciri-Ciri  Nyamuk DBD
       Ciri-ciri nyamuk demam berdarah Aedes aegypti ini adalah sebagai berikut:

 Memiliki tubuh berwarna hitam dengan loreng-loreng putih (belang-belang warna


putih) di sekujur tubuh nyamuk.
 Memiliki kemampuan terbang hingga radius 100 meter dari tempat nyamuk menetas.
 Memerlukan darah setiap dua hari sekali.
 Menghisap darah sebanyak dua kali yaitu pada pagi hari dan sore hari.
 Memiliki kemampuan bertahan hidup selama 2-3 bulan dengan rata-rata selama 2
minggu.
 Ketika menggigit posisi tubuh nyamuk rata dengan permukaan kulit
 Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan di
air keruh (ada tananhnya) seperti got/comberan, contohnya pada bak mandi,
tampayan, vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain.

5
Nyamuk Aedes aegypti ini kemungkinan juga lebih menyukai menetap dan
berkembang biak dengan cepat di daerah yang mempunyai iklim panas dan lembap, seperti di
Indonesia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, nyamuk Aedes aegypti betina
menyukai lingkungan rumah, bangunan, gedung dan sekitarnya, terutama pada tempat-tempat
gelap dan benda-benda yang tergantung di dalamnya. Nyamuk dewasa juga bisa terbang rata-
rata hingga sejauh 400 meter.

Nyamuk Aedes aegypti paling aktif mencari mangsa sekitar dua jam setelah matahari
terbit dan beberapa jam sebelum matahari terbenam. Infeksi virus Dengue dari nyamuk
Aedes aegypti biasanya lebih tinggi pada korban yang aktif berada di luar ruangan pada siang
hari. Namun, bukan berarti nyamuk Aedes aegypti tidak bisa menggigit di malam hari, karena
bekas gigitan nyamuk demam berdarah juga bisa muncul pada malam hari di lokasi yang
berpenerangan baik. Selain manusia, nyamuk Aedes aegypti ini juga menggigit anjing dan
hewan mamalia peliharaan lainnya.

Tempat-tempat yang banyak airnya atau bisa dijadikan tempat penampungan air yang
ada di rumah atau sekitar teras rumah merupakan sarang bagi nyamuk betina untuk bertelur
dan berkembang biak hingga menjadi nyamuk dewasa, seperti bak mandi, penampungan air,
lubang wc, talang air, vas bunga, kaleng bekas, pecahan botol, pohon dengan lubang pada
batangnya, ban kendaraan yang sudah tidak terpakai, tempat minum hewan peliharaan,
mainan, kolam renang dan lain sebagainya.

2.4     Gejala dan Tanda


Pada kasus DBD terjadi demam tinggi berlangsung selama 3 hingga 14 hari. Gejala lain
dari demam berdarah adalah: Nyeri retro-orbital (pada bagian belakang mata), sakit kepala
pada bagian depan , nyeri otot, Rash (bintik merah pada kulit), sel darah putih rendah,
pendarahan, dan dehidrasi (Kesehatan dan Layanan dalam Jaweria, 2016). Dalam sebagian
besar kasus, infeksi dengue tidak menunjukkan gejala, terlebih pada pasien yang sebelumnya
tidak memiliki riwayat penyakit. Jika pasien tidak mendapatkan perawatan tepat waktu maka
penyakit dapat bertambah parah. Tanda-tanda yang muncul pada kondisi ini meliputi: muntah
yang persisten, sakit perut akut, perubahan suhu tubuh, dan iritabilitas (Hyattsville dalam
Jaweria, 2016). Demam berdarah dengue dapat berubah menjadi dengue shock syndrome
(DSS) dengan gejala seperti: kulit yang dingin, gelisah, denyut nadi cepat, sempit dan lemah
(Jaweria, 2016).

6
Menurut Widoyono (2011), tanda dan gejala DBD meliputi:
1.      Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
2.      Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie (+) sampai
perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau buang air besar darah-hitam
3.      Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal : 150.000-300.000 µL), hematokrit
meningkat (normal : pria < 45, wanita < 40)
4.      Akral dingin, gelisah, tidak sadar (DSS, dengue shock syndrome).

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 SURVEILANS DBD

A. TAHAP PERSIAPAN

Identifikasi factor resikoDBD untuk menggambarkan tingkat resiko suatu wilayah,


yang telah diambil sebelum musim penularan DBD hingga mulai terjadinya kasus melalui
kegiatan survey cepat. Materi factor resiko dibatasi oleh factor perilaku dan lingkungan,
sedangkan factor vector (nyamuk) misalknya jarak terbang nyamuk, jenis nyamuk dan
kepadatan nyamuk tidak dimasukkan sebagai variable mengingat tingginya tingkat mobilitas
penduduk memungkinkan seseorang menderita DBD dari penularan nyamuk didaerah lain.

B. TAHAP PENGUMPULAN DATA

Berdasarkan Ditjen PPM & PL Depkes RI (2005) dalam Leviana Erdiati (2009) bahwa
pengumpulan dan pencatatan data dapat dilakukan:

1. Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada laporan tersangka DBD
dan penderita DD, DBD, SSD. Data tersebut yang diterima puskesmas dapat berasal
dari rumah sakit atau dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas sendiri atau
puskesmas lain dan puskesmas pembantu, unit pelayanan kesehatan lain (balai
pengobatan, poliklinik, dokter praktik swasta, dan lain-lain), dan hasil penyelidikan
epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada konfirmasi dari rumah sakit / unit
pelayanan kesehatan lainnya.
2. Untuk pencatatan menggunakan ‘Buku Catatan Harian Penderita DBD’. Berdasarkan
penelitian sitepu dkk (2010) Pengumpulan data yang dilakukan dalam pelaksanaan
system surveilans DBD, yaitu petugas di DKK mengumpulkan data kasus dari rumah
sakit dengan cara dijemput langsung. Laporan dari rumah sakit akan ditabulasi untuk
diteruskan kepada masing-masing petugas di tingkas Puskesmas agar segera
dilakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE).

8
C. TAHAP ANALISIS DAN INTERPRETASI

1. Analisis Data

Data yang terkumpul dari kegiatan surveilans epidemiologi diolah dan disajikan dalam
bentuk tabel situasi demam berdarah tiap puskesmas, RS maupun daerah. serta tabel
endemisitas dan grafik kasus DBD per minggu/bulan/tahun. Analisis dilakukan dengan
melihat pola maksimal-minimal kasus DBD, dimana jumlah penderita tiap tahun ditampilkan
dalam bentuk grafik sehingga tampak tahun dimana terjadi terdapat jumlah kasus tertinggi
(maksimal) dan tahun dengan jumlah kasus terendah (minimal). Kasus tertinggi biasanya
akan berulang setiap kurun waktu 3–5 tahun, sehingga kapan akan terjadi Kejadian Luar
Biasa (KLB) dapat diperkirakan. Analisis juga dilakukan dengan membuat rata–rata jumlah
penderita tiap bulan selama 5 tahun, dimana bulan dengan rata–rata jumlah kasus terendah
merupakan bulan yang tepat untuk intervensi karena bulanberikutnya merupakan awal musim
penularan.

2. Interpretasi

Disamping menghasilkan informasi untuk pihak puskesmas dan DKK, informasi juga
harus disebarluaskan kepada stakeholder yang lain seperti Camat dan lurah,lembaga swadaya
masyarakat, Pokja/Pokjanal DBD dan lain-lain. Penyabarluasan informasi dapat berbentuk
laporan rutin mingguan wabah dan laporan insidentil bila terjadi KLB.

D.TAHAP DISEMINASI DAN ADVOKASI

Malakukan penyiapan bahan perencanaan, monitoring dan evaluasi, koordinasi kajian,


pengembangan dan diseminasi, serta pendidikan dan pelatihan bidang surveilans
epidemiologi (BBTKLPP, 2013). Yang mana hasil analisis dan intrepretasi didiseminasikan
kepada orang-orang yang berkepentingan dan sebagai umpan balik agar pengumpulan data di
masa yang akan datang menjadi lebih baik.

E. TAHAP EVALUASI

Suatu tahapan dalam surveilans yang dilakukan secara sistemastis untuk menilai
efektifitas program. Hasil evaluasi terhadap data system surveilas selanjutnya dapat
digunakan untuk kegiatan tindak lanjut, untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan
program dan pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil
kegiata.

9
3.2    Riwayat Alamiah Penyakit
3.2.1     Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini terjadi interaksi antara pejamu (Host) dan agen nyamuk Aedes aegypti
yang telah terinfeksi oleh virus dengue. Jika imunitas pejamu sedang lemah, seperti
mengalami kurang gizi dan keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan maka virus
dengue yang telah menginfeksi nyamuk Aedes aegypti akan melanjutkan riwayat alamiahnya
yakni ke tahap Patogenesis (Najmah, 2016).
3.2.2      Tahap Patogenesis
Masa inkubasi virus dengue berkisar selama 4-10 hari (biasanya 4-7 hari), nyamuk
yang terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa hidupnya. Manusia yang terinfeksi
adalah pembawa utama dan pengganda virus, melayani sebagai sumber virus nyamuk yang
tidak terinfeksi. Pasien yang sudah terinfeksi dengan virus dengue dapat menularkan infeksi
(selama 4-5 hari, maksimum 12 hari) melalui nyamuk Aedes setelah gejala pertama mereka
muncul (Najmah, 2016).
Klasifikasi WHO tradisional pada tahun 1997 diklarifikasikan sebagai berikut :
1)      Demam berdarah dengue adalah demam yang berlangsung dari 2-7 hari, bukti
hemoragik manifestasi atau tes tourniquet positif, trombositopenia (<100,000 sel per mm 3),
bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit
>20% di atas rata-rata untuk usia atau penurunan hematokrit >20% dari awal mengikuti terapi
pengganti cairan), atau efusi pleura, asites atau hypoproteinemia.
2)      Sindrom Dengue Lanjut pada tahap shock (Dengue Shock Sindrome (DSS)) adalah
penderita DHF yang lebih berat ditambah dengan adanya tanda-tanda renjatan: denyut nadi
lebih lemah dan cepat, tekanan nadi lemah (< 20 mmHg), hipotensi dibandingkan nilai
normal pada usia tersebut, gelisah, kulit berkeringat dan dingin.
3.      Tahap Pasca Patogenesis
Apabila pengobatan berhasil, maka penderita akan sembuh sempurna tetapi apabila penyakit
tidak ditangani dengan segera atau pengobatan yang dilakukan tidak berhasil maka akan
mengakibatkan kematian.

3.3    Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997
teridir dari kriteria klinis dan laboratorium

10
a.  Kriteria klinis
1.      Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus-menerus selama
2-7 hari
2.      Terdapat manifestasi perdarahan, jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan
kulit seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede = uji bendung) positif, petekie, purpura,
ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Petekie merupakan tanda perdarahan yang sering
ditemukan. Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena.
Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, sedangkan perdarahan gastrointestinal
biasanya terjadi menyertai syok. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan subkonjungtiva
atau hematuri. Uji tourniquet dinyatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih petekie dalam
diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) dan pada lipatan siku
(fossa cubiti).
3.      Pembesaran hati (hepatomegali)
4.      Syok (renjatan), ditandai denyut nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin kulit lembab, dan gelisah.  
b.  Kriteria laboratorium
1.     Trombositopenia (< 100.000/mm3),
2.      Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau lebih menurut
standar umum dan jenis kelamin.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi (atau
peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura
dan/atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan/atau
terjadi perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan adanya
trombositopenia mendukung diagnosis DBD (Tjokronegoro,1999).

3.4      Pencegahan
a. Pencegahan Primordial
Saat ini, cara untuk mengendalikan atau mencegah penularan virus demam berdarah
adalah dengan memberikan penyuluhan yang sangat penting untuk menginformasikan kepada
masyarakat mengenai bahaya nya DBD. Menurut Kemenkes RI (2018), di Indonesia dikenal
dengan istilah 3M Plus dalam pencegahan primer DBD yaitu :
a.   Menguras, tempat penampungan air dan membersihkan secara berkala, minimal
seminggu sekali karena proses pematangan telur nyamuk Aedes 3-4 hari dan menjadi larva di
hari ke 5-7. Seperti, di bak mandi dan kolam supaya mengurangi perkembangbiakan nyamuk.

11
b.   Menutup, Tempat-tempat penampungan air. Jika setelah melakukan aktivitas yang
berhubungan dengan tempat air sebaiknya anda menutupnya supaya nyamuk tidak bisa
meletakkan telurnya kedalam tempat penampungan air. Sebab nyamuk demam berdarah
sangat menyukai air yang bening.
c.   Mengubur, kuburlah barang-barang yang sudah tidak layak dipakai yang dapat
memungkinkan terjadinya genangan air.
d.     Plus yang bisa dilakukan tergantung kreativitas Anda, misalnya :
1)     Memelihara ikan cupang yang merupakan pemakan jentik nyamuk.
2)      Menaburkan bubuk abate pada kolam atau bak tempat penampungan air, setidaknya 2
bulan sekali.
Takaran pemberian bubuk abate yaitu 1 gram abate/ 10 liter air. Tidak hanya abate, kita
juga bisa menambahkan zat lainnya yaitu altosoid pada tempat penampungan air dengan
takara 2,5 gram/ 100 liter air. Abate dan altosoid bisa didapatkan di puskesmas, apotik atau
toko bahan kimia.
3)     Menggunakan obat nyamuk, baik obat nyamuk bakar, semprot atau elektrik.
4)     Menggunakan krim pencegah gigitan nyamuk.
5)      Melakukan pemasangan kawat kasa di lubang jendela/ventilasi untuk mengurangi akses
masuk nyamuk ke dalam rumah.
6)      Tidak membiasakan atau menghindari menggantung pakaian baik pakaian baru atau
bekas di dalam rumah yang bias menjadi tempat istirahat nyamuk.
7)      Sangat dianjurkan untuk memasang kelambu di tempat tidur.

b.      Pencegahan Primer


Beberapa bentuk pencegahan primer yaitu dengan pengendalian vektor dan
implementasi vaksin. Saat ini vaksin dengue sudah ditemukan, akan tetapi belum ditetapkan
sebagai imunisasi dasar lengkap oleh pemerintah sehingga harganya masih belum terjangkau
oleh masyarakat umum (Susanto dkk, 2018).

c.      Pencegahan Sekunder


Untuk demam berdarah yang parah, dilakukan pengobatan medik oleh dokter atau
perawat yang berpengalaman, pengobatan medik dapat menurunkan angka kematian lebih
dari 20% sampai 1%. Menjaga volume cairan tubuh pasien adalah hal yang sangat kritikal
untuk pasien dengan demam berdarah yang aparah. Diperlukan pengawasan penderita, kontak
dan lingkungan sekitar dengan melaporkan kejadian kepada instansi kesehatan setempat,

12
mengisolasi atau waspada dengan menghindari penderita demam dari gigitan nyamuk pada
siang hari dengan memasang kasa pada ruang perawatan penderita dengan menggunakan
kelambu yang telah direndam dalam insektisida, atau lakukan penyemprotan tempat
pemukiman dengan insektisida yang punya efek knock down terhadap nyamuk dewasa
ataupun dengan insektisida yang meninggalkan residu. Lakukan investigasi terhadap kontak
dan sumber infeksi : selidiki tempat tinggal penderita 2 minggu sebelum sakit.

d.      Pencegahan Tersier


Untuk penderita DBD yang telah sembuh, diharapkan menerapkan pencegahan primer
dengan sempurna. Melakukan stratifikasi daerah rawan wabah DBD diperlukan bagi dinas
kesehatan terkait.

3.5    Pengobatan
Demam berdarah biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya.
Tidak ada pengobatan antivirus khusus saat ini tersedia untuk demam berdarah demam.
Perawatan pendukung dengan cukup memberikan analgesik, penggantian cairan, dan istirahat
yang cukup. Saat ini belum ditemukan obat yang benar-benar bermanfaat untuk mengobati
demam berdarah dan hubungannya maupun komplikasi. Namun, Acetaminophen dapat
digunakan untuk mengobati demam dan meringankan gejala lainnya. Aspirin, obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan kortikosteroid seharusnya dihindari. Penatalaksanaan
demam berdarah yang parah membutuhkan perhatian pada pengaturan cairan dan perawatan
pendarahan. Metilprednisolon dosis tunggal menunjukkan tidak ada manfaat mortalitas dalam
pengobatan syok dengue sindrom pada calon, acak, double-blind, uji coba terkontrol placebo
(Pooja dkk, 2014).
Cara penanganan DBD menurut Depkes RI (2004) ada 2 macam, yaitu:
1.      Penanganan Simtomatis : mengatasi keadaan sesuai keluhan dan gejala klinis pasien.
Pada fase demam pasien dianjurkan untuk : tirah baring, selama masih demam, minum obat
antipiretika (penurun demam) atau kompres hangat apabila diperlukan, diberikan cairan dan
elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit
diberikan selama 2 (dua) hari.
2.      Pengobatan Suportif : mengatasi kehilangan cairan plasma dan kekurangan cairan.
Pada saat suhu turun bisa saja merupakan tanda penyembuhan, namun semua pasien harus
diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari, setelah suhu turun. Karena
pada kasus DBD bisa jadi hal ini merupakan tanda awal kegagalan sirkulasi (syok), sehingga

13
tetap perlu dimonitor suhu badan, jumlah trombosit dan kadar hematokrit, selama perawatan.
Penggantian volume plasma yang hilang, harus diberikan dengan bijaksana, apabila terus
muntah, demam tinggi, kondisi dehidrasi dan curiga terjadi syok (presyok). Jumlah cairan
yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5% didalam larutan NaCL 0,45%. Jenis cairan sesuai rekomendasi WHO, yakni:
larutan Ringer Laktat (RL), ringer asetat (RA), garam faali (GF), (golongan Kristaloid),
dekstran 40, plasma, albumin (golongan Koloid).

Beberapa tindakan menurut Pooja (2016) dapat diambil sebagai perawatan pendukung
demam berdarah. Mereka dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori:
1.     Untuk terduga (suspek) demam berdarah:
a.     Pasien dengan dehidrasi sedang yang disebabkan oleh demam tinggi dan muntah
direkomendasikan terapi rehidrasi oral.
b.      Harus memiliki jumlah trombosit dan hematokrit diukur setiap hari dari hari ketiga sakit
hingga 1-2 hari setelah suhu badan menjadi normal.
c.      Pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi dan peningkatan kadar hematokrit atau
penurunan jumlah trombosit telah mengganti defisit volume intravaskular di bawah tutup
observasi
2.      Untuk demam berdarah parah:
a.       Demam berdarah yang parah membutuhkan perhatian lebih terhadap pengaturan cairan
dan pengobatan perdarahan secara proaktif. Masuk ke unit perawatan intensif untuk pasien
yang terindikasi sindrom syok dengue.
b.      Pasien mungkin memerlukan jalur intravena sentral untuk volume penggantian dan
garis arteri untuk tekanan darah yang akurat pemantauan dan tes darah yang sering.
c.      Defisit volume intravaskular harus dikoreksi dengan cairan isotonik seperti larutan
Ringer lactat.

14
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue,
dengan agent Aedes aegypti dengan lingkungan banyak genangan atau penampungan air
memungkinkan untuk berkembangbiaknya nyamuk. Pencegahan DBD dapat dilakukan
dengan imunisasi vaksin demam berdarah, penyuluhan kesehatan, rutin melakukan “Gerakan
3 M” (Menguras, Menutup, Mengubur) dan fogging. Virus dengue membutuhkan waktu
berkisar selama 4-10 hari sampai timbulnya gejala, pasien yang sudah terinfeksi dengan virus
dengue dapat menularkan infeksi (selama 4-5 hari : maksimum 12 hari) melalui nyamuk
Aedes setelah gejala pertama mereka muncul. Oleh sebab itu, jagalah kesehatan dan
lingkungan dengan melakukan “Gerakan 3 M” supaya terhindar dari penyakit DBD.

4.2 Saran

Dengan diselesaikannya makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui konsep


penyakit demam berdarah dengue dan dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Pembaca sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD tersebut, sehingga
setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan mampu menjaga diri dan
lingkungannya dari kemungkinan terserangnya demam berdarah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2004. Tatalaksana DBD di Indonesia. Jakarta: Dirjen P2MPL.

Divy, Ni Putu Anindya, dkk., 2018. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD)
di RSUP Sanglah Bulan Juli-Desember Tahun 2014. E-Jurnal Medika, 7(7), pp. 1-7.

Hastuti, Oktri. 2008. Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta : Kanisius.

Jaweria, Anum, dkk., 2016. Dengue Fever: Causes, Prevention and Recent Advances.
Journal of Mosquito Research, 6(29), pp. 1-9.

Kemenkes RI. 2016. Situasi Demam Berdarah  Dengue di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2018. Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017. Jakarta :
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.

Misnadiarly, Ed.1. 2009. Demam Berdarah Dengue (DBD): Ekstrak Daun Jambu Biji Bisa
untuk Mengatasi DBD. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Trans Info Media.

http://eprints.undip.ac.id/18944/1/1OR02-M._Arie_Wuryanto-Surveilans_DBD.pdf

http://surveilansepidfkmunsri.blogspot.com/2013/11/surveilans-epidemiologi-demam-
berdarah.html

Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 1999. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue Edisi 2: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

WHO. 2018. Dengue and Severe Dengue.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

16

Anda mungkin juga menyukai