oleh
NISA KHOIRULLISANI
G1B014100
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sampai saat ini masih sering menjangkit masyarakat, terutama di daerah tropis
dan subtropis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
DBD yang berada di peringkat kedua setelah Brazil dengan rata-rata jumlah
kasus DBD pada tahun 2004 – 2010 yaitu 129.435 kasus (WHO, 2012).
Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan jumlah kasus Tahun 2015 yaitu
Rate (IR) atau angka kesakitan DBD Tahun 2016 juga mengalami peningkatan
dari Tahun 2015, yaitu dari 50,75 menjadi 78,85 per 100.000 penduduk.
Namun, Case Fatality Rate (CFR) mengalami sedikit penurunan dari 0,83%
pada Tahun 2015 menjadi 0,78% pada Tahun 2016. (Kemenkes RI, 2017).
Jawa Tengah, dimana pada Tahun 2016 IR DBD sebesar 43,4 per 100.000
2015 yaitu 47,9 per 100.000 penduduk dengan CFR 1,6%, maka terjadi
3
penurunan pada tahun 2015. Namun, angka kematian tersebut masih melebihi
vektor DBD. Dalam hal pelaksanaan fogging focus, malathion adalah jenis
menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan resistensi nyamuk
karena serangga yang telah resisten akan bereproduksi dan akan terjadi
beberapa lokasi, seperti di French Guiana dan Columbia (Cox, 2003 dan Clara
2012).
keunggulan berupa biaya yang murah dan proses pelaksanaan yang relatif
Secara umum, resistensi terhadap insektisida pada serangga didasari oleh tiga
mekanisme yaitu (1) penurunan sensitivitas target site, (2) perubahan lapisan
(3) peningkatan enzim detoksifikasi (Kasai, et al., 2014 dalam Widiastuti, dkk.,
B. Perumusan Masalah
5
penelitian ini adalah “bagaimana metode uji resistensi nyamuk Aedes aegypti
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam uji resistensi nyamuk
D. Manfaat Penelitian
3. Bagi Peneliti
6
biokimia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti
yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa
penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan
menurun. Hal yang dianggap serius pada demam berdarah dengue adalah
disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN
disebarkan oleh arthropoda. Virus ini termasuk genus Flavivirus dari famili
mosquitoes atau tiger mosquitoes karena tubuhnya memiliki ciri yang khas
hari. Protein dari darah tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang
telurnya pada dinding bak mandi / WC, tempayan, drum, kaleng, ban bekas,
RI, 2007).
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Aedes
b. Morfologi
1) Telur
8
dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Telur di
tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan pada
suhu -2ºC sampai 42ºC. Bila tempat-tempat tersebut tergenang air atau
RI, 2010).
2) Larva
b) Larva instar II, kepala dan bagian terminal larva lebih besar
daripada larva instar I, ukuran 2,5 – 3,9 mm, tubuh dan kepala
semakin gelap dan lebih panjang serta silindris, spine belum jelas,
c) Larva instar III, tampak lebih besar dan panjang dari sebelumnya.
d) Larva instar IV, telah lengkap struktur anatominya dan tubuh telah
3) Pupa
(sex ratio) yang keluar dari kelompok telur yang sama, yaitu 1 : 1
4) Nyamuk
dan memiliki bercak dan garis-garis putih dan tampak sangat jelas
pada bagian kaki dari nyamuk Aedes aegypti. tubuh nyamuk dewasa
c. Siklus Hidup
larva (beberapa instar), pupa dan dewasa (James MT and Harwood RF,
1969). Stadium telur, larva dan pupa hidup di dalam air, sedangkan
satu per satu pada permukaan air, biasanya pada tepi air di tempat-tempat
Aedes aegypti betina dapat menghasilkan hingga 100 telur apabila telah
menghisap darah manusia. Telur yang berada pada tempat kering (tanpa
menetas menjadi larva setelah sekitar 1-2 hari terendam di air (Herms,
2006).
instar II, III dan IV. Proses larva instar I sampai ke instar IV
larva akan menjadi pupa. Fase ini membutuhkan waktu sekitar 2-5 hari
dan selama fase ini pupa tidak makan apapun. Kemudian selanjutnya
3. Pengendalian Vektor
penularan penyakit yang dibawa oleh vektor dapat di cegah (Kemenkes RI,
2010).
mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu adanya upaya pengendalian
a. Pengendalian Fisik
manusia.
b. Pengendalian Biologi
atau pemangsa. Beberapa jenis ikan pemangsa yang cocok untuk larva
(Gambusia affinis) dan ikan gupi lokal seperti ikan P.reticulata, ikan
c. Pengendalian Kimia
insektisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik, serta
2012).
1) Insektisida sintesis
2) Insektisida nabati
13
4. Malathion
bentuk partikel yang sangat halus. Hal ini berhubungan dengan sifat nyamuk
Aedes aegypti yang lebih senang terbang di udara dan berada pada tempat-
dilarutkan dalam solar dengan konsentrasi 4-5% dan dosis rata-rata untuk
space spraying 438 gram a.i./ha. Malathion telah digunakan dalam program
transferase).
yang sama atau sejenis secara terus menerus, penggunaan bahan aktif atau
formulasi yang mempunyai aktifitas yang sama, efek residual lama, biologi
peta kerentanan spesies vektor terhadap insektisida yang telah dan akan
impregnated paper untuk setiap insektisida yang akan diuji. Metode uji
Kabupaten/Kota.
7. Uji Biokimia
bertanggung jawab pada proses resistensi (Lee et al., 1990 dalam Nusa,
dkk., 2008). Esterase merupakan salah satu kelompok besar enzim yang
kolin dan organophosphorus. Salah satu substrat yang dapat dipecah oleh
B. Kerangka Teori
Demam Berdarah
Dengue
Pengendalian Vektor
Nyamuk Aedes aegypti
Malathion
Resistensi terhadap
Insektisida
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data pimer yang didapatkan
D. Analisis Data
Analisis data secara kuantitatif uji biokimia aktivitas enzim esterase diukur
E. Jadwal Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
dan tip nya, vortex, shaker. Sedangkan bahan yang digunakan dalam
nafthyl asetat 0,03 M (working solution), larutan fast blue, larutan SDS 5%.
2. Cara Kerja
(pH 7,2).
b. Pengujian
shaker
20
3. Interpretasi Hasil
ELISA Reader dengan panjang gelombang 450 nm, dimana AV < 0,7 sangat
B 0,534 0,506 0,854 0,416 0,422 1,016 0,538 1,277 0,564 0,605 0,474 0,487 450
C 0,519 0,414 0,695 0,515 0,538 0,844 0,687 0,617 0,569 0,535 2,121 0,598 450
E 450
F 450
G 450
H 450
21
Berdasarkan Tabel 4.1 maka yang termasuk dalam resisten tinggi ialah
A11, B6, B8, C11, dan D11, resisten sedang yaitu A2, A4, B3 dan C6 dengan
B. Pembahasan
Penggunaan insektisida merupakan bagian yang tidak terlepas dari upaya
karena keterbatasan anggaran yang tersedia dari dana APBD, namun beberapa
Pengendalian Vektor DBD Ae.aegypti lebih dari 10 tahun yaitu dengan aplikasi
lama akan berdampak pada kerentanan Ae. aegypti terhadap insektisida tertentu
dengan reaksi enzimatik untuk melihat peningkatan enzim esterase yaitu enzim
yang menguraikan ester pada rantai samping organofosfat. Ada dua mekanisme
reaksi hidrolisa dari senyawa alifatik, ester aromatik, ester kolin dan
organophosphorus. Salah satu substrat yang dapat dipecah oleh enzim esterase
2013).
memiliki dua gugus ester carboxylic acid, sehingga senyawa ini dapat
fungsinya. Resistensi yang disebabkan karena aktivitas enzim terjadi pada saat
pada proses resistensi (Lee et al., 1990 dalam Nusa, dkk., 2008). Uji biokimia
dilakukan dengan langkah kerja yang mengacu pada WHO. Menurut WHO
dapat disimpan di dalam tube yang tertutup rapat pada suhu 4oC selama
yang dibuat dari 1 ml stock solution (α-NA) dalam 99 ml phosphate buffer 0,02
M pH 7,2. Larutan working solution harus dibuat baru (fresh) dan digunakan
Larutan α-naftil asetat merupakan salah satu substrat yang dapat berfungsi
berikatan dengan enzim esterase. α-naftil asetat akan dihidrolisis oleh enzim
esterase menjadi α-nafthol dan asam asetat. Hasilnya akan bereaksi positif dan
dapat diukur apabila diberikan larutan coupling agent sebagai indikator warna
Larutan coupling agent dibuat dari 150 mg garam Fast Blue yang
membuat larutan fast blue, terlebih dahulu membuat larutan SDS 5% karena
sifat nya yang lebih sukar larut sehingga akan memakan waktu lebih lama
untuk larut. Larutan SDS 5% dibuat dengan melarutkan 5 g SDS dalam 100 ml
aquades. Kemudian membuat larutan fast blue dan disimpan dalam microtube
yang dilapisi alumunium foil agar terhindar dari cahaya dan disimpan dalam
suhu dingin. Larutan SDS yang telah larut kemudian ditambahkan ke dalam
larutan fast blue sebanyak 35 ml (perbandingan volume fast blue dan SDS 5%
adalah 3 : 7). Larutan coupling agent harus dibuat baru (fresh) dan digunakan
Cara kerja yang pertama setelah reagen telah siap yaitu membuat
kecepatan 6000 rpm pada suhu 4oC. Langkah selanjutnya yaitu pengujian,
larutan coupling agent pada tiap sumuran microplate sebagai indikator warna
menjadi hijau-biru. Hasil akhir uji biokemis ini akan dinilai secara kuantitatif
pada panjang gelombang 450 nm. Kriteria penentuan status resistensi adalah
Absorbance value (AV) : < 0,700 = sangat rentan (SS), Absorbance value (AV)
: 0,700 – 0,900 = resisten sedang (RS), Absorbance value (AV) : > 0,900 =
dan toleransi) yang di ukur pada serangga secara individu (Widiarti, 2005).
oleh enzim esterase, mixed function oxidases atau glutathione transferase dan
(3) adanya modifikasi target (sasaran) insektisida. (Fournier et al., 1992 dalam
Widiarti, 2005).
26
BAB V
KESIMPULAN
1. Alat dan bahan yang digunakan dalam uji resistensi nyamuk Aedes aegypti
microplate, ELISA reader, micropippet berbagai ukuran dan tip nya, vortex,
shaker, nyamuk, phosphate buffer 0,02 M pH 7,2, substrat α-nafthyl asetat 0,03
dengan pengujian biokimia yaitu AV < 0,7 sangat rentan, 0,7 – 0,9 resisten
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Fardhiasih Dwi dan Indriyanti Hastuti. 2017. “Deteksi Resistensi pada
Aedes aegypti dengan Pengujian Enzim Esterase Non Spesifik”. The 5th
Urecol Proceeding. ISBN 978-979-3812-42-7. p388-391.
Brogdon WG, Mcallister JC, Control D. 1998. Insecticide Resistance and Vector
Control. 4(4):605–13.
Dinkes Provinsi Jateng. 2017. Buku Saku Kesehatan Tahun 2016. Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Herms, W., 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United States
of America.
Jackson CJ, Liu J-W, Carr PD. 2013. “Structure And Function Of An Insect Α-
Carboxylesterase (Αesterase7) Associated With Insecticide Resistance”. Proc
Natl Acad Sci U S A. 110(25):10177–82. doi:10.1073/pnas.1304097110.
Mubtadi, Rizki Alfiatun Nikmah. 2017. “Uji Resistensi Larva Aedes aegypti
terhadap Temephos di Desa Sidamulih Kecamatan Rawalo Kabupaten
Banyumas Tahun 2017”. Skripsi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
Nusa, Roy, Mara Ipa, Titin Delia, dan Marliah Santi. 2008. “Penentuan Status
Resistensi Aedes aegypti dari Daerah Endemis DBD di Kota Depok terhadap
Malathion”. Buletin Penelitian Kesehatan. 36(1) : 20 – 25.
Selvi,S, Nazni WA, Lee HL, Azahari AH. 2007. “Characterization on malathion
and permethrin resistanceby bioassays and the variation of esterase activity
withthe life stages of the mosquito Culex
quinquefasciatus”. Tropical Biomedicine 24(1): 63–75.
Widiastuti, Dyah dan Bina Ikawati. 2016 “Resistensi Malathion dan Aktivitas
Enzim Esterase Pada Populasi Nyamuk Aedes aegypti di Kabupaten
Pekalongan.”. BALABA. 12 (2) : 61-70.
Zulhasril dan Lesmana, Suri Duwi. 2010. “Resistensi Larva Aedes aegypti
terhadap Insektisida Organofosfat di Tanjung Priok dan Mampang Prapatan”.
XXVII(3):96-107.