Anda di halaman 1dari 133

PENGANTAR PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

KELOMPOK 4 :

Adhe Fadilla 1806268843

Dina Fikriyah 1806268976

Dinda Tasya Nabila 1806268982

Rifa Fauziyyah 1806269360

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2019
Kasus 1
Kota Riau Baru merupakan kota yang berkembang dengan pesat. Hal ini mudah
dipahami karena sejak diketemukannya tambang minyak yang disedot Perusahaan Asing
sangat menarik bagi pendatang. Sepertinya kota yang tumbuh dengan pesat ini dikelola
secara tidak terencana dengan baik. Ada Master Plan RTRW namun kurang diikuti oleh
pelaksana maupun warga sebagai dampaknya kemacetan dimana mana.

Kota ini juga dikelilingi oleh hutan yang setiap tahun disulap jadi kebun kelapa sawit, dan
pemukiman baru. Sebelum alih fungsi perlu land clearing dengan cara dibakar, dan
memang itu legal dibolehkan karena alasan hal tersebut merupakan kearifan lokal yang
terjadi secara turun temurun.

Sebagai dampaknya terjadi pencemaran udara yang pada akhirnya menimbulkan berbagai
penyakit akibat pencemaran udara.

1. Parameter setiap simpul dalam Teori Simpul


a. Simpul 1 (Sumber Agen Penyakit)
Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent
penyakit. Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan
gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara
(yang juga komponen lingkungan). Dalam kasus ini, agen utama merupakan zat-
zat kimia berbahaya yang diemisikan oleh kendaraan bermotor, cerobong asap
industri, serta emisi dari kebakaran hutan dan lahan.
Kota Riau yang semakin berkembang menyebabkan tingginya angka
penggunaan kendaraan bermotor dan tentunya semakin meningkat pula polusi
udara. Emisi gas buang, berupa asap knalpot, adalah akibat terjadinya proses
pembakaran yang tidak sempurna, dan mengandung timbal/timah hitam (Pb),
suspended particulate matter (SPM), nitrogen oksida (NO), oksida nitrogen
(NOx), oksida sulfur (SO2), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan
particulate matter (PM10) (BPLH DKI Jakarta, 2013).
Selain itu, adanya pertambangan minyak juga menyumbang emisi ke udara.
Sumber emisi karbon pada industri minyak dan gas adalah:(1) CO2 yang
dihasilkan dari pengeboran minyak dan gas alam; (2) kilang pemerosesan gas alam
yang melepaskan sekitar 2-3% CO2 sebelum dikirim melalui saluran pipa gas; CO2
ini terlepas ke udara bebas; (3) api bakaran gas yang dihasilkan oleh stasiun
pengumpul atau kilang penyulingan; (4) CO2 yang dihasilkan dari pembakaran
bahan bakar di stasiun pembangkit litrik, tungku pembakar, dan boiler; serta (5)
fasilitas pembakan pada stasiun pembangkit listrik yang dipakai pada fasilitas
produksi hulu(PENConsulting, 2015).
Deforestasi dan degradasi hutan yang dilakukan untuk land clearing
berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Terutama di Riau, daerah
dengan lahan gambut yang luas. Ketika hutan ditebang atau digunduli, biomassa
yang tersimpan di dalam pohonakan membusuk atau terurai dan menghasilkan
gas karbon dioksida (CO2), sehinggamenyebabkan peningkatan konsentrasi GRK
di atmosfer yang memerangkap panasyang dipancarkan permukaan bumi.ketika
hutandi lahan gambut dibakar atau dikeringkan, maka emisi karbon yang
dikeluarkan tidakhanya terbatas dari vegetasi yang tumbuh di permukaan tanah;
bahan organik yang adadi dalam tanah juga akan terurai dan mengeluarkan
CO2(CIFOR, 2010).
b. Simpul 2 (Media Transmisi Penyakit)
Pada kasus ini, media transmisi utama merupakan udara. Partikel pencemar
yang ada di udara masuk ke dalam tubuh melalu sistem pernapasan. Media
transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit apabiladidalamnya tidak
mengandung bibit penyakit atau agen penyakit.Kualitas udara yang masih bersih
menurut Sastrawijaya (2000) terdiri dari susunan komposisi gas-gas seperti pada
Gambar 1. Status mutu udara ambien adalah keadaan mutu udara di suatu
tempatpada saat dilakukannya inventarisasi. Status mutu udara ambien ini bisa
dinyatakan “cemar” atau “baik”(tidak cemar).Bila mutuudara ambien berada di
atas baku mutu udara nasional, maka statusnya cemar. Sebaliknya, bila
hasilinventarisasi menunjukkan mutu udara ambien berada di bawah baku mutu
udara nasional, maka statusmutu udara ambien daerah tersebut baik (tidak
cemar).Baku mutu udara ambien secara sederhana dapat diartikan sebagai batas
maksimum bahan pencemar (zat, senyawa) yang diperbolehkanada di udara
(EroudanFadhilah, 2019).Gambar 2 menunjukkanbakumutuudaranasional.
Gambar 1 Komposisi Udara Bersih dan Kering

Sumber: Sastrawijaya, 2000

Gambar 2 Baku Mutu Udara Nasional

Sumber: Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999


c. Simpul 3 (PerilakuPemajanan)
Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan
komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit. Agen
penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk
ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal sebagai proses
”hubungan interaktif”. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan
dengan penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang
disebut sebagai perilaku pemajanan atau “behavioral exposure”.Perilaku
pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen
lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit. Agent penyakit
dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk ke dalam
tubuh melalui satu proses yang kita kenal sebagai proses ”hubungan
interaktif”. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk
berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku
pemajanan atau “behavioral exposure” (Ikhtiar, 2017).
Penduduk dimanifestasikan dengan perilaku atau kebiasaan hidup sehari‐hari
dalam arti yang luas. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan
penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut perilaku
pemajanan. Penduduk yang memiliki risiko tinggi untuk mengidap penyakit
pernapasan dalam kasus ini adalah penduduk di sekitar pabrik atau tambang
minyak. Selain itu, kebiasaan penduduk seperti tidak memakai masker saat
beraktifitas di luar ruangan juga merupakan perilaku pemajanan, disamping
pekerjaan yang berisiko tinggi seperti pegawai industri pabrik atau pegawai
pertambangan, pekerjaan yang memiliki konsekuensi untuk menghirup polisi
seperti driver, polisi lalu lintas, dan lainnya. Parameter sakit dalam simpul ini
yaitu dengan melakukan pemeriksaan terhadap populasi terpajan, diataranya untuk
mengukur kadar Pb dalam darah, kadar CO dalam darah, atau partikel PM10
dalam paru-paru
d. Simpul 4 (Kejadian Penyakit)
Simpul keempat adalah studi gejala penyakit, atau bila komponen lingkungan
telah menimbulkan dampak. Tahap ini ditandai dengan pengukuran gejala sakit,
baik secara klinis atau subklinis. Angka prevalensi, insidensi dan mortality
merupakan ukuran-ukuran studi epidemiologi simpul 4 (Achmadi dan Wulandari,
2014). Pengumpulan data kejadian penyakit dapat dilakukan secara primer dengan
melakukan community based survey, yaitu pengumpulan prevalensi dan insidensi
penyakit pernapasan di sekitar pabrik / tambang atau engumpulan prevalensi dan
insidensi penyakit pernapasan ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Pengumpulan data secara sekunder dilakukan denganpengambilan data prevalensi
dan insidensi penyakit pernapasan dari fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas
kesehatan setempat. Data sekunder berupa rekam medis, data kesakitan &
kematian, pencatatan kanker, statistik kelahiran, dan data surveilans (Ikhtiar,
2017).

2. Mahasiswa mampu menjelaskan variabel yang berperan dalam dinamika


kinetika media+agents seperti ukuran partikel, teori hidrolisis bahan toksik,
proses terjadinya pencemar sekunder, arah dan kecepatan angin, ketinggian,
teori spasial lainnya.
Variabel yang berperan dalam dinamika kinetika media: udara
Variabel yang berperan dalam dinamika kinetika agen: asap dari pembakaran hutan
Ukuran partikel:

Komposisi asap kebakaran hutan terdiri dari gas seperti karbon monoksida, karbon
dioksida, nitrogen oksida, ozon, sulfur oksida. Partikel yang timbul akibat kebakaran
hutan disebut particulate matter (PM). Ukuran lebih dari 10 μm biasanya tidak masuk
paru tetapi dapat mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan. Namun partikel yang
berukuran kurang dari 10 μmdapat terinhalasi sampai ke paru. Dalam jangka pendek
(akut) asap kebakaran hutan dapat mengakibatkan iritasi selaput lendir mata, hidung,
tenggorokan, sehingga bisa menimbulkan gejala mata perih dan berair, hidung berair
dan rasa tidak nyaman di tenggorokan, sakit kepala, mual dan mudah terjadi
ISPA(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

a. Teori hidrolisis bahan toksik

Hidrolisis: air dengan kombinasi dengan energi cahaya dan panas umumnya dapat
memutuskan ikatan kimia.
Tipe dan komposisi:

1) Polutan udara primer: suatu bahan kimia ditambahkan langsung ke udara


menyebabkan konsentrasinya meningkat meningkat atau membahayakan: (CO2,
SO, NO atau Pb)
2) Polutan sekunder sekunder: senyawa kimia berbahaya yang terbentuk di atmosfir
atmosfir melalui melalui reaksi kimia diantara komponen di udara.

Komposisi Udara di atmosfir:


a) 78% Nitrogen
b) 21 % Oksigen
c) Argon
d) Karbonmoniksida
e) Uap air
f) Gas-gas lain
b. Proses terjadinya pencemar sekunder
Ozon termasuk ke dalam pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari
reaksi fotokimia NOx dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran
oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan
manusia.
Emisi gas buang berupa NOx adalah senyawa-senyawa pemicu (precursor)
pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer bawah (troposfer bawah, pada
ketinggian 0 - 2000m) terbentuk akibat adanya reaksi fotokimia pada senyawa oksida
nitrogen (NOx) dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu potensi produksi ozon
troposfer di daerah beriklim tropis seperti Indonesia sangat tinggi (Bappenas, 2008).
c. Arah dan kecepatan angin

Penyinaran matahari, selain memanaskan permukaan bumi juga memanaskanlapisan udara


di bawahnya. Pemanasan udara menimbulkan perbedaan tekanan udara yang
menyebabkan terbentuknya pola pergerakan angin sehingga angin akan bergerak
daridaerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah (Fuller, 1991).
Menurut Chandler et.al.(1983), angin merupakan salah satu faktor penting
darifaktor- faktor cuaca yang mempengaruhi kebakaran hutan. Angin bisa
menyebabkankebakaran hutan melalui beberapa cara. Angin membantu pengeringan
bahan bakar yaitu sebagai pembawa air yang sudah diuapkan dari bahan bakar. Angin juga
mendorong danmeningkatkan pembakaran dengan mensuplay udara secara terus menerus
danpeningkatan penjalaran melalui kemiringan nyala api yang terus merembet pada
bagianbahan bakar yang belum terbakar.
Sedangkan menurut Suratmo (1985), angin menentukan arah dan menjalarnya
apidan mempunyai korelasi positif dengan kecepatan menjalarnya api, tetapi besar
kecilnya api ditentukan oleh kadar air bahan bakar.
d. Ketinggian
1) Dataran rendah
Di daerah dataran rendah, angin cenderung membawa polutan terbang jauh ke
seluruh penjuru dan dapat melewati batas negara dan mencemari udara negara
lain.
2) Pegunungan
Di daerah dataran tinggi sering terjadi temperatur inversi dan udara dingin
yang terperangkap akan menahan polutan tetap di lapisan permukaan bumi.
3) Lembah
Di daerah lembah, aliran angin sedikit sekali dan tidak bertiup ke segala
penjuru. Keadaan ini cenderung menahan polutan yang terdapat di permukaan
bumi.
e. Kelembaban Udara

Kelembaban nisbi atau kelembaban udara di dalam hutan sangat mempengaruhipada


mudah tidaknya bahan bakar yang ada untuk mengering, yang berarti mudahtidaknya
terjadi kebakaran (Dirjen PHPA, 1994).
Menurut Suratmo (1985), cuaca atau iklim merupakan faktor yang
sangatmenentukan kadar air bahan bakar hutan, terutama peranan air hujan. Di dalam
musimkering kelembaban udara sangat menentukan kadar air bahan bakar.
Menurut Saharjo (1997), kelembaban relatif yang tinggi di pagi hari yaitu sekitar
90 – 95 % ditambah dengan rendahnya kecepatan angin membuat api tidak
berkembangsehingga terkonsentrasi pada satu titik. Sementara siang hari dengan
kelembaban relatif 70 – 80 % dan kadar air bahan bakar cukup rendah (< 30%) membuat
proses pembakaran berlangsung cepat dan bentuk kebakarannya pun tidak satu titik,
tapi berubah- ubah karena pengaruh angin (Saharjo, 1997).
f. Suhu Udara

Suhu bahan bakar adalah salah satu faktor yang menentukan kemudahannya
untuk terbakar dan tingkat terbakarnya. Suhu dicapai dengan penyerapan radiasi
matahari secara langsung dan konduksi dari lingkungan termasuk udara yang
meliputinya. Suhu udaramerupakan faktor yang selalu berubah dan mempengaruhi suhu
bahan bakar sertakemudahannya untuk terbakar (Chandler et. al. 1983)
Menurut Saharjo (1997), pada pagi dengan suhu yang cukup rendah sekitar 20
derajat Celcius ditambah dengan rendahnya kecepatan angin membuat api tidak
berkembang sehinggaterkonsentrasi pada satu titik. Sementara siang hari dengan
suhu 30 – 35 derajat Celcius, sedangkan kadar air bahan bakar cukup rendah (< 30%)
membuat proses pembakaran berlangsungcepat dan bentuk kebakarannya pun tidak
satu titik, tapi berubah- ubah karena pengaruh angin.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan sifat dan karakteristik agents penyakit dalam


media dalam perjalannya (kinetika) sebelum kontak dengan population at risk.
Berikan contoh-contoh bahan kimia yang berubah menjadi lebih toksik seperti
SO2.
Sifat dan karakteristik terkait asap kebakaran hutan :

Kejadian kebakaran hutan dan lahan terjadi semakin intensif dan


meningkatkan kerusakan hutan dan lahan. Kebakaran hutan semula 7 dianggap
sebagai kejadian dan siklus alami, tetapi kemudian dipertimbangkan adanya
kemungkinan bahwa kebakaran lahan dan hutan dipicu oleh faktor kesengajaan,
seperti misalnya untuk berburu dan pembukaan lahan atau bisa disebut terjadi
pembakaran hutan.
Sejumlah besar bahan kimia asap kebakaran hutan akan menyebar ke udara
secara bebas yang meliputi partikel dan komponen gas seperti sulfur dioksida (SO2),
karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx) dan
ozon (O3).
Asap merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat yang
terdisfusi di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida dan
mineral. Ribuan komponen lainnya dapat ditemukan tersendiri dalam asap. Komposisi
asap tergantung dari banyak faktor, yaitu jenis bahan, kelembapan beban, temperatur
api, kondisi angin dan hal lain yang mempengaruhi cuaca. Jenis kayu dan tumbuhan
lain yang terdiri dari selulosa, lignin, tanin, polifenol, minyak, lemak, resin, lilin dan
tepung, akan membentuk campuran yang berbeda saat terbakar.
Materi partikulat atau Particulate Matter (PM) merupakan bagian penting
dalam asap kebakaran. Materi partikulat merupakan partikel tersuspensi, yang
merupakan campuran partikel solid dan droplet cair.
Partikel debu atau materi partikulat melayang merupakan campuran sangat
rumit berbagai senyawa organik dan anorganik di udara dengan diameter <1 µm
sampai maksimal 500 µm. Materi partikulat akan berada di udara dalam waktu relatif
lama dalam keadaan melayang. Partikel asap cenderung sangat kecil dengan ukuran
hampir sama dengan panjang gelombang cahaya yang terlihat atau 0,4 – 0,7 mm.
Terutama partikulat halus yang disebut PM10. Particulat Matter 10 (PM10) adalah
partikel debu yang berukuran ≤ 10 mikron.
Pencemar Udara Berbentuk Gas
Beberapa senyawa pencemar berbentuk gas anorganik yang ditambahkan
keatmosfer oleh aktivitas manusia dalam jumlah besar diantarnya adalah gas karbon
monoksida ( CO ), gas belerang dioksida (SO2),gas nitrogen oksida ( berupa NO dan
NO2), dll.
a. Gas karbon monoksida

Kadar karbon monoksida di atmosfer yang berasal dari faktor internal


diperkirakan ada sekitar 0,1 ppm. Sumber lain dari gas CO adalah berasal dari faktor
eksternal yaitu berupa buangan pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil dan
bahan bakar lainnya karena kendaraan bermotor dan industri menggunakan bahan
bakar minyak dan batubara.
Karbon monoksida mempunyai pengaruh toksik kepada makhluk hidup,
terutama kesehatan manusia, karena gas CO dapat menggantikan O2 di dalam
hemoglobin dan menghasilkan karboksihaemoglobin.
b. Gas belerang dioksida

Kadar belerang dioksida di atmosfer secara global adalah berasal dari aktifitas
manusia, terutama dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Sumber lain penghasil gas
ini adalah hasil penguraian (pembusukan) protein yang mengandung belerang oleh
mikroorganisme sehingga senyawa organik yang mengandung belerang menjadi gas
H2S kemudian gas H2S yang dihasilkan tersebut menjadi belerang dioksida. Belerang
dioksida di atmosfer sangat berbahaya terhadap tumbuhan karena dapat membunuh
jaringan daun yang dikenal dengan nekrosis daun, yaitu terjadinya kerusakan pada
tepi daun.
c. Gas oksida nitrogen
Ada tiga jenis senyawa oksida nitrogen sebagai pencemar yang terdapat diudara,
yaitu dinitrogen oksida (N2O), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida
(NO2). Meningkatnya kadar N2O diperkirakan akan menjadi bahaya terhadap lapisan
ozon di atmosfer karena N2O akan beraksi dengan ozon menghasilkan gas nitrogen
monoksida. Menghirup gas NO2 sangat berbahaya terhadap kesehatan karena gas
nitrogen dioksida bersifat racun
d. Gas klor dan fluor di atmosfer
Pencemaran gas klor di atmosfer tidak akan terjadi secara global melainkan akan
terjadi secara lokal. Pencemaran secara lokal artinya pencemaran udara hanya terjadi
di daerah sumber bahan tercemar dan yang berdekatan dengan sumber kontaminasi.
Gas klor banyak digunakan dalam industri kimia plastik 11 dan disenfektan pada
pengolahan air. Gas klor bila langsung terhirup oleh manusia akan sangat beracun dan
merusak saluran pernafasan.
Polusi udara yang mengandung flour yang sangat berpotensi merusak atmosfer
adalah senyawa freon atau klorofluorokarbon (CFC) yang banyak digukanakan
sebagai cairan dalam kulkas. Kehadiran CFC di amosfer sangat berpengaruh di dalam
lapisan ozon. (Manihar situmorang.2007)

Pencemar Udara Berupa Partikel Atau Partikulat


Pencemar udara berupa partikel di atmosfer dapat berada dalam bentuk zat
padat atau butiran cairan dalam berbagai ukuran, sering juga disebut partikulat.
Partikulat cair termasuk diantaranya adalah butiran air hujan, kabut, dan uap asam
sulfat. Beberapa partikulat dapat berupa mikroorganisme seperti virus, bakteri, spora,
dan serbuk sari.
a. Partikel logam beracun
Partikel logam beracun yang terdapat di dalam udara sangat berbahaya
terhadap kesehatan manusia. Logam beracun pada umumnya tergolong sebagai logam
berat kecuali berulium.
b. Asbestos
Asbestos adalah bentuk partikel padat dalam bentuk senyawa fiber silikat yang
berbentuk secara alamiah, atau berasal dari debu asbes. Senyawa asbestos memiliki
sifat fleksibel,kuat, dan tidak mudah terbakar sehingga asbestos banyak sekali di
gunakan sebagai insulator listrik dan peralatan lain. Partikel asbestos sangat berbahaya
terhadap kesehatan karena dapat mengakibatkan kanker (karsinogenik). Partikel kecil
asbestos akan mengakibatkan iritasi pada jaringan paru-paru dan menyebabkan
penyakit asbestosis.
c. Partikel mineral.
Kebanyakan partikulat mineral yang mencemari udara adalah dihasilkan dari
pembakaran bahakan bakar fosil,dan senyawa ini di atmosfer umumnya dalam bentuk
senyawa oksida dan senyawa lain dalam ukuran partikel kecil berbentuk debu halus.
Ukuran partikel sangat penting dalam usaha untuk mengurangi jumlah partikel
mineral masuk kedalam udara. Salah satu diantaranya adalah arsen. Sebenarnya arsen
bukanlah logam,akan tetapi karna pengaruh 12 toksinya hampir sama dengan logam
berat maka arsen dianggap sebagai pencemar logam berat.
d. Partikel organik
Pencemar udara berupa senyawa organik dalam bentuk partikulat di atmosfer
sangat banyak sekali dengan ukuran partikel yang sangat kecil (<1 µm) sehingga
sangat mudah masuk kedalam saluran pernafasan. Beberapa diantaranya adalah
senyawa hidrokarbon dalam bentuk alifatik dan aromatik. Hampir semua senyawa
aromatik digolongan sebagai bersifat karsinogenik.
Menurut Husaini (2016), manusia selalu hidup di ruang terbuka dan terlebih
lagi saat bekerja, apabila manusia selalu terpajan dengan berbagai polutan atau zat di
ruang terbuka, maka zat atau polutan tersebut tidak berdiri sendiri atau bersifat
tunggal, akan tetapi selalu berinteraksi satu zat dengan zat lainnya sehingga mampu
mengubah toksisitas mereka. Interaksi zat kimia di udara terbuka melalui berbagai cara
seperti mengubah absorpsi, biotransformasi atau eksresi salah satu atau lebih toksikan
yang saling berinteraksi tersebut. Dua zat atau lebih yang diberikan secara bersamaan
akan menghasilkan satu respons yang kemungkinan besar bisa bersifat sinergi,
kumulatif, antagonis, aditif, dan independen (Syamsurrijal, 2009). Hal reaksi dan
respons zat di dalam tubuh juga akan berlaku demikian, sehingga sangatlah sulit untuk
menentukan dan memprediksi tentang hasil reaksi yang terjadi dan kerusakan target
organ dalam tubuh manusia. Zat yang terlepas ke udara mampu saling berikatan dan
saling sinergi satu sama lainnya, serta bila masuk dalam tubuh manusia bersifat
kumulatif, disimpan dalam waktu yang lama di dalam tubuh serta mudah diserap dan
didistribusikan di dalam paru-paru atau dalam unit pernapasan, misalnya bila di udara
bebas terdapat gas SO2 dan gas NO2, maka kedua zat kimia ini serta merta berinteraksi
dan saling bersinergi untuk membentuk zat lebih toksikan (Husaini, 2014).
Tipe Polutan Udara:
1) Karbon oksida: karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2)
2) Sulfur Oksida: sulfur dioksida (SO2), sulfur trioksida (SO3)
3) Nitrogen oksida: nitrous oksida (N2O), nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida
(NO2)
4) Hidrokarbon: methan (CH4), butane (C4H10), benzene (C6H6)
5) Oksidan fotokimia: ozone (O3), PAN(kelompok peroxyacylnitrates), berbagai
senyawa aldehid
6) Partikulat (droplet partikel cair atau padat yang tersuspensi di dalam udara):
asap, debu, asbestos
7) Senyawa organic lainnya: asbestos, hydrogen folurida (HF), hydrogen sulfide
(H2S), ammonia (NH3), asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3)
8) Senyawa organic (mengandung karbon) lainnya: pestisida, herbisida, berbagai
jenis alcohol, asam dan bahan kimia lainnya

4. Pengertian Population at risk (spasial), genetika, dan karakteristik dinamika


kinetika agents+media dalam konteks pencemaran udara.
Sebenarnya penentuan population at risk, amat penting baik untuk studi
epidemiologi lingkungan yang konvensional maupun untuk studi analisis dampak
kesehatan lingkungan maupun untuk pemantauan kesehatan lingkungan. Oleh sebab
itu, perlu dicermati. Uraian ini berlaku untuk jenis studi epidemiologi lingkungan
berikut aplikasinya tersebut di atas. Untuk menentukan pengukuran simpul C atau D
dalam berbagai jenis studi di atas, perlu identifikasi population at risk, yakni satu
istilah epidemiologi yang mendefinisikan siapakah atau kelompok masyarakat
manakah yang akan terkena dampak.
Telah disebutkan bahwa pada dasarnya pengukuran dan pemantauan dampak
pada manusia adalah community based. Oleh karena dalam penentuan population at
risk, harus mengikuti sebaran potensi dampak (yakni komponen lingkungan yang
mengandung agents penyakit/potensi dampak).Population at risk juga dapat
didasarkan pada kelompok umur, atau tempat ataupun waktu, kebiasaan yang sama.
Kesamaan-kesamaan “riwayat exposure” barangkali yang amat menentukan terhadap
kelompok berisiko ini. Population at risk harus didefinisikan dulu, berdasarkan
berbagai faktor yang sekiranya menentukan kesamaan risiko tadi, barulah diambil
sampelnya.
Pengambilan sampel berdasarkan population at risk, lazim kita kenal sebagai
data primer, ideal sering kali secara finansial maupun waktu tidak mencukupi sehingga
sering diambil jalan pintas dengan mengambil kasus dari rumah sakit maupun
Puskesmas. Data dari kedua tempat ini tidaklah menggambarkan kenyataan karena
dapat saja penderita yang ada di rumahsakit berasal dari daerah atau kelompok yang
tidak terkena risiko sehingga tidak dianjurkan.
Penduduk yang terkena rasio atau potensi untuk kontak dengan agents
penyakit, tidak selalu berada dalam satu kawasan. Dapat saja dalam waktu yang
bersamaan, namun tempat yang berbeda. Sebagai contoh, orang yang memiliki hobi
makan ikan asin (sedangkan dalam ikan asin tersebut terdapat logam berat) akan
merupakan risiko logam berat di mana saja, kapan saja. Dalam analisis dampak
kesehatan lingkungan pada sebuah proyek berpotensi dampak, harus dilihat pula
apakah jumlah populasi yang terkena dampak bertambah, baik karena pendatang baru
ataupun risiko lingkungan yang meluas? Apakah ada high risk group dalam
Population at Risk?Penetapan population at risk pada dasarnya sebagai berikut.
1. Ditentukan oleh pola kinetika agents yang berada di dalam wahana transmisi
(sebaran potensi dampak).
2. Menentukan lokasi pengukuran analisis pemajanan.
Komponen lingkungan (yang merupakan wahana penyakit) yang mengandung
potensi dampak dibagi dalam kelompok mikroba, bahan kimia dan fisik. Komponen
tersebut akan berinteraksi dengan manusia yang merupakan population at riskmelalui
media atau wahana (vehicle): udara, air, tanah, makanan, atau vektor penyakit
Mempelajari dinamika atau kinetika perjalanan suatu bahan toksik dan atau
faktor penyebab penyakit (fisik, kimia, mikroba) yang “menumpang” atau berada
dalam “vehicle” atau kendaraan transmisi hingga kontak dengan manusia atau
penduduk, misal bahan toksik Pb yang merupakan bahan campuran bahan bakar
bensin yang di “emisikan” dari knalpot kendaraanmenjadi bahan pencemar udara
perkotaan dapat masuk ke dalam tubuh manusia selain langsung melalui udara juga
dapat melalui makanan yang tercemar oleh Pb, melalui air dan atau media lain, seperti
tanah yang kemudian kontak dengan manusia melalui produk pertanian.
Demikian pula karakteristik debu kapas, karakteristik kebisingan, karakteristik
gas ataupun berbagai bahan toksik dalam lingkungan sebelum kontak dengan manusia.
Bagi penyebab mikroba, perilaku atau kinetika bagaimana mikroba tersebut
menumpang “vehicle”, seperti air, udara, makanan juga harus dipelajari. Misalnya sifat
Legionella dalam kasus Legionellosis, dari mana serta bagaimana cara berkembang
biak harus dipelajari terlebih dahulu. Bagi epidemiologis lingkungan tidak mungkin
mengetahui semua sifat dan karakteristik perjalanan agents penyakit. Untuk itu yang
terpenting adalah bagaimana mendapatkan referensi tentang agents tertentu dari
sebuah buku referensi.Teknik mencari referensi menjadi amat penting. Pemahaman
tentang kinetika atau dinamika agents akan menentukan teknik mengukur atau analisis
pemajanan atau “exposure assessment” (Fachmi, 2014).

5. Pengertian behavioural exposure-perilaku pemajanan (seperti hobi, lokasi,


pekerjaan, pemukiman). Biotransformasi dan kinetika bahan kimia toksik
dalam tubuh. Mahasiswa memahami genetic environmental health dalam
kerangka hubungan interaktif antara media transmisi dengan population at risk.
Pemajanan atau exposure menggambarkan jumlah komponen lingkungan yang
memiliki potensi dampak yang diterima atau kontak dengan tubuh dan memberikan
dampak. Terminologi pemajanan atau exposure pada dasarnya mencoba menggantikan
istilah dosis yang tidak mungkin diukur di lapangan (melainkan hanya di
laboratorium) mungkin karena jumlah populasi yang amat banyak atau amat luas
persebarannya, atau mungkin karena secara teknis tidak mungkin mengukur dosis.
Namun demikian, diperlukan teknik sedemikian rupa sehingga pengukuran pemajanan
sedapat mungkin menggambarkan dosis atau jumlah yang dapat diterima oleh tubuh
manusia.
Pemajanan dapat diartikan sebagai perkiraan derajat atau jumlah kontak yang
menggambarkan hubungan interaktif antara manusia secara individu maupun
kelompok dengan komponen lingkungannya. Pada dasarnya komponen lingkungan
yang disebut memiliki potensi dampak kesehatan adalah komponen lingkungan yang
mengandung di dalamnya berbagai agents penyakit yang dapat dikelompokkan ke
dalam kelompok fisik, mikroba maupun bahan kimia beracun (Fachmi, 2014).
a. Sifat Pemberi Potensi dampak (agents) penyakit
Hanya ada tiga wahana transmisi, yakni air, udara, benda hidup atau gangguan
penyakitnya lazim dikenal sebagai animal borne disease. Atau yang keempat,
wahana tanah yang kemudian masuk ke dalam wahana makanan (produk
pertanian). Harus diperhitungkan adanya “cross transmission”, misalnya semula
dari air, meresap ke dalam tanah, lalu dari tanah diserap oleh tanaman pangan,
yang pada akhirnya dikonsumsi oleh penduduk.
b. Jumlah
Berapa jumlah yang diperkirakan kontak dengan manusia dari segi pemajanan
(exposure) dan dosisnya.
c. Waktu
Dalam menghitung pemajanan, harus diperhitungkan faktor waktu. Berapa lama
masing-masing individu dan atau sekelompok masyarakat tersebut terpajan
d. Tempat
Hal ini harus dicatat. Beberapa level dapat dikemukakan di sini yaitu lingkungan
pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan tempat umum, regional, atau global.
e. Intervening Variables
Dalam mempelajari analisis pemajanan perlu dicari kemungkinan sumber
perubahan lingkungan atau sumber potensi dampak lain selain yang kita pelajari.
Oleh sebab itu, perlu dipahami karakteristik bahan pencemar atau agents.
f. Pengertian Impurities
Pada waktu melakukan pemantauan atau pemantauan bahan kimia beracun perlu
memiliki pengertian masalah impurities. Sebagai contoh, pestisida di pasaran
memiliki jenis kemasan berbeda-beda. Ada butiran, cairan terkonsentrasi, aerosol,
dan lain-lain. Tiap kemasan, selalu ada bahan active atau active ingredient,
stabillizer, mungkin bahan pewarna atau pengharum. Sebenarnya bahaya yang
selalu diperhitungkan hanya terhadap active ingredient. Namun, bahan
campurannya seharusnya perlu diperhitungkan. Dengan kata lain “kemurnian atau
impurities harus dikenal.
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia
obat yang terjadi didalam tubuh dan dikatalis oleh enzim(Syarif,1995). Tujuannya
yaitu denganmerubah toksin bersifatnon polar menjadibersifat polar dan kemudian
dirubah menjadibersifathidrofil sehingga dapat dieksresikan keluar dari tubuh.
Terdapat 2 tipe biotransformasi, yaitu:
1) Detoksifikasi, Adalah proses dimana xenobiotik dikonversi
menjadibentukyang kurang toksik,
Merupakanmekanismepertahananalamiahyang dimiliki organisme,
Secaraumum, prosesdetoksifikasimerubahsenyawayang
lipofilmenjadisenyawayang lebihpolar (hidrofil)
2) Bioaktivasi, Merupakan proses dimana xenobiotik dapat
berubahmenjadibentukyang lebihreaktifataulebihtoksik.
Biotransformasi belangsung dalam dua tahap,yaitu reaksi fase I dan fase II.
Rekasi-reaksipada fase I biasanya mengubah molekulxenobiotika menjadi metabolit
yang lebih polardengan menambahkan atau memfungsikansuatu kelompok fungsional
(-OH, -NH2, -SH, -COOH), melibatkan reaksi oksidasi, reduksi danhidrolisis. Kalau
metabolit fase I cukupterpolarkan, maka ia kemungkinannya akanmudah diekskresi.
Namun, banyak produkreaksi fase I tidak segera dieliminasi danmengalami reaksi
berikutnya dengan suatusubtrat endogen, seperti: asam glukuronida,asam sulfat, asam
asetat, atau asam aminoditempelkan pada gugus polar tadi. Oleh sebabitu reaksi fase
II disebut juga reaksipengkopelan atau reaksi konjugasi.
Suatu kerja toksik pada umumnya merupakanhasil dari sederetan proses fisika,
biokimia, danbiologik yang sangat rumit dan komplek. Prosesini umumnya
dikelompokkan ke dalam tiga faseyaitu: fase eksposisi toksokinetik dan
fasetoksodinamik.Dalam menelaah interaksixenobiotika/tokson dengan organisme
hidupterdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu:kerja xenobiotika pada
organisme dan pengaruhorganisme terhadap xenobiotika. Yang dimaksuddengan kerja
tokson pada organisme adalahsebagai suatu senyawa kimia yang aktif secarabiologik
pada organisme tersebut (aspektoksodinamik). Sedangkan reaksi organismeterhadap
xenobiotika/tokson umumnya dikenaldengan fase toksokinetik.
Proses biologik yang terjadi pada fasetoksokinetik umumnya dikelompokkan ke
dalamprosesinvasidanevesi. Prosesinvasiterdiri dariabsorpsi, transpor, dan distribusi,
sedangkanevesijuga dikenal dengan eleminasi.
Sederetan proses tersebut sering
disingkatdenganADME,yaitu:absorpsi,distribusi,metabolisme daneliminasi.
1) Absorpsi ditandai oleh masuknyaxenobiotika/tokson dari tempat kontak
(paparan)menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluhlimfe.
a. Absorpsi tokson melalui saluran pencernaan
b. Absorpsi xenobiotika melalui saluran napas
c. Absorpsi xenobiotika perkutan/kulit
2) Distribusi, setelah xenobiotika mencapai sistem peredahandarah, ia
bersama darah akan diedarkan/didistribusikan ke seluruh tubuh.
3) Metabolisme, metabolisme adalah seluruh reaksi biokimiawiyang terjadi
di dalam sel tubuh makhluk hidup. Pada proses metabolisme juga terdapat
proses biotransformasi.
4) Eliminasi, yang dimaksud proses eliminasiadalah proses hilangnya
xenobiotika dari dalamtubuh organisme. Setelah diabsorpsi dan
didistrubusikan di dalam tubuh, xenobiotika/tokson dapat dikeluarkan
dengan capat atau perlahan. Xenobiotika dikeluarkan baik dalam bentuk
asalnya maupun sebagai metabolitnya. Jalur ekskresi utama adalah melalui
ginjal bersama urin, tetapi hati dan paru-paru juga merupakan alat ekskresi
penting bagi tokson tertentu. Disamping itu ada juga jalur ekskresi lain
yang kurang penting seperti, kelenjar keringat, kelenjar ludah, dan kelenjar
mamai.
Dalam banyak gen dengan genotype yangberbeda, ketika dipaparkan pada
pajananyang sama akan menghasilkan outcome yangberbeda. Ketika hasil kesehatan
berbeda berdasarkan genotipe dan memerlukan satu atau lebih rangsangan lingkungan,
hasil kesehatan disebut hasil dari interaksi gen-lingkungan.Interaksi gen-lingkungan
ini membuat satu orang dapat minum banyak kopi, sementara orang lain tidak dapat
menangani lebih dari satu cangkir kopi. Dalam hal ini, satu varian genetik dalam
enzim yang memetabolisme kafein dapat lebih efisien pada satu orang sedangkan
varian lain kurang efisien pada orang lain. Kemampuan untuk memetabolisme kafein
tergantung pada dua varian yang dimiliki.Demikian pula, beberapa orang kurang
efisien dalam memetabolisme bahan kimia lingkungan, menempatkan mereka pada
risiko yang lebih tinggi untuk terserang penyakit. Varian-varian ini dapat menciptakan
kerentanan genetik terhadap penyakit, tetapi paparan lingkungan masih diperlukan
agar penyakit terwujud.Beberapa varian gen dapat bermanfaat, memberikan
perlindungan terhadap efek berbahaya dari agen luar. Risiko untuk penyakit kronis
umum, seperti kanker, penyakit Parkinson dan diabetes, sekarang diketahui sebagai
hasil dari interaksi yang kompleks antara paparan lingkungan dan varian gen.
Referensi

Achmadi U.F. dan WulandariR.A. (2014). Paradigma Epidemiologi Kesehatan Lingkungan.


LING1131/MODUL 1.
Annisa, Juwairiah, dkk. (2013). Makalah Pencemaran Udara. Universitas Negeri Medan.
Medan. Diunduh pada https://www.slideshare.net/juwai25/pencemaran-udara-
31677172. Diakses pada 25 September 2019

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta. (2013). Zat – zat Pencemar Udara.
Center for International Forestry Research. (2010). REDD: Apakah Itu? Pedoman CIFOR
Tentang Hutan, Perubahan Iklim dan REDD. Bogor: CIFOR.
Erou A. danFadhillah F. (2019). Inventarisasi &Status Mutu UdaraAmbien. Jakarta:
Indonesian Center for Environmental Law.
https://www.healthandenvironment.org/environmental-health/social-context/gene-
environment-interactions. Diakses pada 25 September 2019.
Husaini et al. 2016. Studi Kasus: Koreksi terhadap Pengukuran Polutan di Udara Unit Perajin
Logam dan Dampaknya terhadap Kesehatan. Buletin Penelitian Kesehatan

Husaini. 2014. Hubungan Pajanan CO, SO2, NO2, uap besi dan debu besi dengan gangguan
fungsi paru dan kadar immunoglobulin Disertasi Program Doktoral. Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Ikhtiar M. (2017). PengantarKesehatanLingkungan. Makassar: CV. Social Politic Genius.


Institut Pertanian Bogor.Analisis Pencemaran Udara O3 dan PM10 Pada Bulan Terbasah
dan Bulan Terkering (Studi Kasus : DKI Jakarta).
Nini Shridhar, PhD et al. 2016. Gene-Environment Interactions & Epigenetics.
Pranata Energi Nusantara (PEN konsultan). (2015). Opsi Kebijakan Fiskal dalam
MempromosikanPenyerapan dan Penyimpanan Karbon padaIndustri Minyak dan Gas
di Indonesia. Jakarta: KementerianKeuangan.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Masalah
Kesehatan Akibat Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2015.
Sastrawijaya A.T. (2000).Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Siddik, Achmad. (2018).Cuaca Kebakaran Hutan Kaitannya dengan Upaya Pencegahan
Kebakaran Hutan di Indonesia. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Syamsurrijal,B et al. 2009. Analisis hasil spirometri karyawan PT X yang terpajan debu di
area penambangan dan pemrosesan nikel.. Badan Penerbit Universitas Indonesia

Universitas Sumatera Utara. Pencemaran Udara. Diunduh pada


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/54857/Chapter%20II.pdf;jsessi
onid=57C53F7AECB410620CAF6665F252BD55?sequence=4.Diakses pada 25
September 2019

Universitas Udayana. 2006. Buku Ajar Toksikologi. https://farmasi.unud.ac.id/ind/wp-


content/uploads/Buku-Ajar-Toksikologi-Umum.pdf. Diakses pada 25 September
2019.
Wirasuta, Ima Gelgel. Pengantar Toksikologi Lingkungan. Diunduh pada
https://farmasi.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/Pengantar-toksikologi-
lingkungan.pdf. Diakses pada 25 September 2019
Kasus 2

Kota Kalimantan Baru merupakan kota yang berkembang dengan pesat. Hal ini mudah
dipahami karena sejak ditemukannya tambang gas sebagai sumber energi yang disedot
Perusahaan Asing sangat menarik bagi pendatang baik orang lokal Indonesia maupun negara-
negara ASEAN lainnya. Sepertinya kota yang tumbuh dengan pesat ini dikelola secara tidak
terencana dengan baik. Ada master plan RT/RW namun kurang diikuti oleh pelaksana
maupun warga sebagai dampaknya kemacetan dimana-mana. Pedagang kaki lima, restoran,
pedagang makanan, sektor informal, pertumbuhan pemukiman seperti tidak terkontrol.

Kota ini juga dikelilingi oleh hutan yang setiap tahun disulap jadi kebun kelapa sawit
dan pemukiman baru. Alih fungsi lahan sebagian adalah rawa-rawa serta hutan tropis yang
lebat yang merupakan habitat berbagai binatang dengan adanya alih fungsi banyak mikro
organisme patogen kebingungan mencari “host” baru sebagai sumber materi genetik untuk
kelangsungan hidup mikro organisme tersebut. Sebagai dampaknya terjadi pencemaran
lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan berbagai penyakit akibat pencemaran udara.

1. Model dinamika kinetika media+agents penyakit untuk pajanan air dan media
pangan. Sebutkan parameter simpul 1, parameter simpul 2, parameter simpul 3,
dan parameter simpul 4.

a. Simpul 1 (Sumber Agen Penyakit)

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit.


Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan
penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga
komponen lingkungan). Dalam kasus ini, agen utama untuk pajanan air adalah zat-zat
kimia berbahaya yang diemisikan oleh kendaraan bermotor, kegiatan penambangan,
limbah pengolahan makanan dari restoran pedagang makanan dan pedagang kaki lima
serta pemukiman.

Kota Kalimantan yang semakin berkembang menyebabkan tingginya angka


penggunaan kendaraan bermotor dan tentunya semakin meningkat pula polusi udara.
Emisi gas buang, berupa asap knalpot, adalah akibat terjadinya proses pembakaran
yang tidak sempurna, dan mengandung timbal/timah hitam (Pb), suspended
particulate matter (SPM), nitrogen oksida (NO), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur
(SO2), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan particulate matter (PM10)
(BPLH DKI Jakarta, 2013).

Adanya tambang gas di Kota Kalimantan menyebabkan banyaknya bekas lubang


hasil penambangan yang tidak ditutup kembali mengakibatkan tumbuhnya jentik-
jentik nyamuk, Produksi gas alam dengan cara Hydraulic fracturing juga
menghasilkan limbah pemboran, lumpur sisa adalah material-material dari hasil
kegiatan eksplorasi migas. Limbah pemboran ini juga potensi mempengaruhi kualitas
air permukaan disekitar daerah eksplorasi, Air terproduksi adalah air yang berasal dari
tambang atau dari sumur minyak yang masih bercampur dengan minyak
mentah/minyak bumi dan gas yang dibawa ke atas dari strata yang mengandung
hidrokarbon selama kegiatan pengambilan minyak dan gas bumi termasuk didalamnya
air formasi, air injeksi dan bahan kimia yang ditambahkan untuk pengeboran atau
untuk proses pemisahan minyak/air.

Limbah industri makanan serta Limbah rumah tangga (sisa makanan) Untuk
proses penguraian sampah sampah tersebut memerlukan banyak oksigen, sehingga
apabila sampah-sampah tersebut terdapat dalam air, maka perairan (sumber air)
tersebut akan kekurangan oksigen, ikan-ikan dan organisme dalam air akan mati
kekurangan oksigen. Selain itu proses penguraian sampah yang mengandung protein
(hewani/nabati) akan menghasilkan gas H2S yang berbau busuk, sehingga air tidak
layak untuk diminum atau untuk mandi.

b. Simpul 2 (Media Transmisi Penyakit)

Pada kasus ini, media transmisi utama merupakan air. Aktivitas manusia dalam
bidang industri, yang pada akhirnya menghasilkan gas buangan (emisi) menyebabkan
udara tercemar, dan selanjutnya pula gas pencemar ini akan terbawa oleh air hujan ini
ketika jatuh, sehingga komposisi air hujan tersebut juga berpengaruhi oleh kegiatan
industri. Kegiatan kota, termasuk lalu lintas kendaraan yang mengeluarkan gas buang
melalui knalpotnya akan berpengaruh pula terhadap komposisi air hujan yang jatuh
didaerah kota dan sekitarnya. Pencemaran terhadap air hujan dapat lebih jelas diamati
pada fenomena hujan asam.
Menurut SK Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: KEP-
02/MENKLH/1/1988 tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan adalah : masuk atau
dimasukkan makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam air dan atau
berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh prosesalam, sehingga kualitas
air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan airmenjadi atau sudah tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Air yang berkualitas baik tidak
mengandung bahan kimia beracun dan berbahaya dalam kadar melebihi ambang batas.

c. Simpul 3 (Perilaku Pemajanan)

Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen


lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit. Agen penyakit dengan
atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh
melalui satu proses yang kita kenal sebagai proses ”hubungan interaktif”.
Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut
perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan
atau “behavioral exposure”.Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara
manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit.
Agent penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain,
masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal sebagai proses
”hubungan interaktif”. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan
penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai
perilaku pemajanan atau “behavioral exposure” (Ikhtiar, 2017).

Penduduk dimanifestasikan dengan perilaku atau kebiasaan hidup sehari-hari


dalam arti yang luas. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan
penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut perilaku
pemajanan. Penduduk yang memiliki risiko tinggi untuk mengidap penyakit adalah
penduduk yang berada disekitar tambang serta penduduk yang sering beraktivitas
sehari-hari menggunakan air sungai.

d. Simpul 4 (Kejadian Penyakit)

Simpul keempat adalah studi gejala penyakit, atau bila komponen lingkungan
telah menimbulkan dampak. Tahap ini ditandai dengan pengukuran gejala sakit, baik
secara klinis atau subklinis. Angka prevalensi, insidensi dan mortality merupakan
ukuran-ukuran studi epidemiologi simpul 4 (Achmadi dan Wulandari, 2014).

2. Variabel yang berperan dalam dinamika kinetika media + agents seperti ukuran
partikel, teori hidrolisis bahan toksik, proses terjadinya pencemar sekunder,
kelembaban, ketinggian, teori spasial lainnya.

Definisi pencemaran air menurut Surat Keputusan Menteri Negara


Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor : KEP-02/MENKLH/I/1988 Tentang
Penetapan Baku Mutu Lingkungan adalah : masuk atau dimasukkannya mahluk hidup,
zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh
kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang alau sudah tidak berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukkannya (pasal 1 ).

Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source)
atau tak tentu/ tersebar (non-point/diffuse source). Sumber pencemar point source
misalnya kenalpot mobil, cerobong asap pabrik dan saluran limbah industri. Pencemar
yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan
berdasarkan karakteristik spesial kualitas air. Volume pencemar dari point source
biasanya relatif tetap. Sumber pencemar non-point source dapat berupa point source
dalam jumlah yang banyak. Misalnya: limpasan dari daerah pertanian yang
mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah permukiman (domestik), dan
limpasan dari daerah perkotaan (Effendi, 2003).

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Limbah yang mengandung bahan pencemar bersifat racun dan bahaya. Limbah ini
dikenal dengan nama limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini
dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi
mencemarkan/merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya (BPPSDM,2017).

Molekul-molekul air sangat efektif untuk menarik bagian dari molekul lain
dan meninggalkannya dalam bentuk pasangan tetapi merupakan bagian yang terpisah.
Proses ini disebut sebagai ionisasi, dan bagian yang terpisah disebut dengan ion. Ion
sangat reaktif, sehingga ion yang bermuatan positif dapat berkombinasi dengan ion
yang bermuatan negatif yang berasal dari pasangan zat kimia lainnya membentuk
senyawa ketiga. Dengan cara demikianlah bahan-bahan toksik dapat berubah menjadi
sesuatu yang menjadi lebih atau kurang toksik, lebih mudah atau sukar larut, lebih
mudah atau sukar menguap, dan lebih mudah atau sukar mengalami biokonsentrasi.
Kecepatan proses kimia yang terjadi di dalam air terutama tergantung pada suhu air,
tetapi juga ada dua faktor lain yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi kimia
dalam air yaitu kadar oksigen dan tingkat keasaman air. Seperti halnya udara, air
merupakan medium dimana polutan-polutan mengalami pergerakan dan transformasi
kimiawi, sebelum polutan itu masuk ke dalam tubuh manusia, beberapa polutan itu
akan lewat melalui suatu medium lagi yaitu tanah (BPPSDM,2017).

Indikator pencemaran air dapat diketahui dari aspek fisik-kimia dan atau aspek
biologi. Beberapa indikator pencemar air aspek fisika-kimia adalah sebagai berikut
(Syahril,2016):

a. pH

pH suatu badan air merupakan indikasi keseimbangan antara asam


(ditandai dengan ion H+ ) dan basa (OH- ). Keduanya merupakan ion
pembentuk air (H2O). Air murni memiliki asam dan basa dalam jumlah yang
seimbang pada pH 7. Air bersifat asam bila pH-nya kurang dari 7, dan bila
lebih dari 7 air akan bersifat basa. Apabila pH air kurang dari 5 dan lebih dari
9, maka badan air tersebut telah dikatakan tercemar.

b. Suhu

Suhu air berkisar pada 25oC Suhu air pada tiap badan air berbeda-beda
tergantung pada ketinggian dan kondisi geografis. Suhu air di daerah tropis
berbeda dengan suhu air di daerah subtropis. Air dikatakan tercemar apabila
suhu air pada wilayah tersebut berubah secara drastis.

c. Warna

Air yang memenuhi syarat kesehatan secara umum adalah tidak berasa,
tidak berbau dan tidak berwarna (jernih). Ketiga syarat tersebut bukan sekedar
merupakan syarat estetika, tapi juga merupakan indikasi apakah air tersebut
tercemar atau tidak. Perubahan warna air bisa diakibatkan karena partikel
terlarut seperti lumpur, fitoplankton dan mikroorganisme yang bersifat
mikroskopis. Sumber pencemaran warna terutama berasal dari limbah cair
industri cat, industri tekstil dan pencelupan kain, serta industi pewarna pakaian
dan makanan.

d. Disolved Oxygen (DO)

DO atau oksigen terlarut, adalah banyaknya oksigen yang terlarut


dalam satu liter air (mg/l). Oksigen merupakan gas yang sangat dibutuhkan
oleh makhluk hidup untuk proses metabolisme. Kehidupan tumbuhan dan
organisme perairan tergantung dari kemampuan badan air mempertahankan
jumlah oksigen terlarut dalam air. Semakin rendah jumlah oksigen terlarut
dalam air menunjukkan makin tingginya tingkat pencemaran suatu perairan.

e. Biological Oxygen Demand (BOD)

BOD atau permintaan oksigen biologis, adalahh jumlah oksigen (dalam


mg) yang diperlukan oleh mikroorganisme (terutama bakteri) untuk proses
penguraian/oksidasi dan stabilisasi bahan organik secara biologis pada kondisi
aerobik (kondisi dimana mikroba tidak dapat hidup tanpa oksigen) dalam satu
liter air limbah. BOD yang tinggi mengindikasikan adanya bahan organik yang
tinggi pula, dan itu berarti tingkat pencemaran di suatu badan air juga tinggi.
hal ini dikarenakan mikroorganisme memerlukan oksigen dalam jumlah besar
untuk menguraikan bahan organik dalam jumlah besar pula.

f. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD atau permintaan oksigen kimiawi merupakan pengukuran jumlah


bahan organik dengan menggunakan persamaan dari jumlah oksigen (dalam
mg) yang diperlukan untuk mengoksidasikan bahan organik secara kimiawi
dalam satu liter air limbah. Nilai COD selalu lebih besar dari BOD. Hal ini
dikarenakan tidak semua bahan organik yang dihitung melalui persamaan
kimia mampu diuraikan oleh mikroorganisme.
g. Logam Berat

Logam tertentu sejatinya dibutuhkan oleh tubuh, namun dalam jumlah


yang cukup dan tidak berlebih, seperti zat besi untuk pembentukan sel darah
merah. Air dikatakan tercemar apabila kandungan logam di dalam air tersebut
melebih batas dan jumlah yang ditentukan sehingga bersifat racun dan
berdampak negatif terhadap sistem tubuh, jenis logam berat paling berbahaya
adalah raksa, perak, tembaga, seng, nikel, timah hitam, kadmium, arsen dan
kromium

Yuli Priyana, 2008 dalam buku Groundwater menyatakan bahwa kondisi


kualitas air tanah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, secara umum faktor-faktor
ini terbagi menjadi empat, yaitu iklim, dimana curah hujan dapat berpengaruh
terhadap konsentrasi ion dalam tanah, karena curah hujan yang turun akan melarutkan
unsur-unsur kimiawi yang ada di atmosfer, sehingga terbawa masuk ke dalam air
tanah. Litologi, dimana unsur-unsur kimiawi yang terdapat dalam batuan akan terlarut
dengan air ketika terjadi kontak dengan air, semakin tua batuan maka tingkat
pelapukannya meningkat sehingga ion-ion yang terlarut dengan air akan semakin
banyak, sehingga semakin banyak ion yang terikat akan semakin besar konsentrasi
unsur kimiawi terkandung dalam air tanah. Waktu, semakin lama air menempati suatu
batuan akan semakin tinggi kandungan mineralnya, hal ini disebabkan semakin
banyak unsur atau mineral yang terlarut, dan Aktifitas manusia, secara umum kualitas
air tanah banyak di pengaruhi oleh aktifitas manusia. Semakin padat hunian, kualitas
air tanah di lokasi tersebut akan semakin terancam, karena peluang bertambahnya
sumber pencemaran dilokasi tersebut.

Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media Air untuk Keperluan
Higiene Sanitasi meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia yang dapat berupa
parameter wajib dan parameter tambahan. Parameter wajib merupakan parameter yang
harus diperiksa secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, sedangkan parameter tambahan hanya diwajibkan untuk diperiksa jika
kondisi geohidrologi mengindikasikan adanya potensi pencemaran berkaitan dengan
parameter tambahan.
Tabel 1 berisi daftar parameter wajib untuk parameter fisik yang harus
diperiksa untuk keperluan higiene sanitasi.

Tabel 1. Parameter Fisik

No Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu

1. Kekeruhan NTU 25

2. Warna TCU 50

3. Zat padat terlarut mg/l 1000

4. Suhu C Suhu udara ± 3

5. Rasa Tidak berasa

6. Bau Tidak berbau

Sumber: Permenkes RI Nomor 32 tahun 2017

Tabel 2 berisi daftar parameter wajib untuk parameter biologi yang harus
diperiksa untuk keperluan higiene sanitasi yang meliputi total coliform dan
escherichia coli dengan satuan/unit colony forming unit dalam 100 ml sampel air.

Tabel 2. Parameter Biologi

No Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu

1. Total coliform CFU/100ml 50

2. E.coli CFU/100ml 0

Sumber: Permenkes RI Nomor 32 tahun 2017

Tabel 3 berisi daftar parameter kimia yang harus diperiksa untuk keperluan
higiene sanitasi yang meliputi 10 parameter wajib dan 10 parameter tambahan.
Parameter tambahan ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan otoritas
pelabuhan/bandar udara.
Tabel 3. Parameter Kimia

No Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu

Wajib

1. pH mg/l 6,5-8,5

2. Besi mg/l 1

3. Fluorida mg/l 1,5

4. Kesadahan (CaCO3) mg/l 500

5. Mangan mg/l 0,5

6. Nitrat mg/l 10

7. Nitrit mg/l 1

8. Sianida mg/l 0,1

9. Deterjen mg/l 0,05

10. Pestisida total mg/l 0,1

Tambahan

1. Air raksa mg/l 0,001

2. Arsen mg/l 0,05

3. Kadmium mg/l 0,005

4. Kromium mg/l 0,05

5. Selenium mg/l 0,01

6. Seng mg/l 15

7. Sulfat mg/l 400

8. Timbal mg/l 0,05

9. Benzene mg/l 0,01

10. Zat organik mg/l 10


Sumber: Permenkes RI Nomor 32 tahun 2017

Industri petrokimia hulu adalah industri yang mengolah bahan baku berupa
senyawa-senyawa hidrokarbon cair atau gas berupa natural hydrocarbon menjadi
senyawa-senyawa kimia berupa olefin, aromatic dan syngas yang mencakup industri
yang menghasilkan etilen, propilen, butadiene, benzene, etilbenzene, toluen, xylen,
styren dan cumene.

Tabel 4 Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Petrokimia Hulu

Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No.5 Tahun 2014

3. Menjelaskan sifat dan karakteristik agents penyakit dalam media air maupun
media pangan dalam perjalanannya (kinetika) sebelum kontak dengan
population at risk. Berikan contoh-contoh bahan kimia yang berubah menjadi
lebih toksik seperti misalnya organofosfat.

Berikut ini beberapa jenis kimia organik yang lazim terdapat dalam air dan
berhubungan dengan terjadinya penyakit pada pengguna air, yaitu:

a. Hg (Air Raksa)

Air raksa atau mercury adalah unsur logam yang termasuk logam berat yang
bersifat racun terhadap tubuh manusia. Biasanya secara alami ada dalam air
dengan konsentrasi yang sangat kecil. Pencemaran air atau sumber air oleh
merkuri umumnya akibat limbah yang berasal dari industri (Soemirat, 2001).
Adsorpsi metil merkuri ditubuh mencapai 95%, kontaminasi Hg pada manusia
bisa terjadi melalui makanan, minuman, dan pernafasan, serta kontak kulit.
Paparan jalur kulit biasanya berupa senyawa HgCl2 atau K2HgI4. Toksisitas
HgCl2 atau garam merkuri yang larut bisa menyebabkan kerusakan membran
alat pencernaan, eksantema pada kulit, dekomposisi eritrosit dan menurunkan
tekanan darah. (Widowati, 2008)
b. Aluminium (Al)

Aluminium (Al) adalah metal yang dapat dibentuk, dan karenanya banyak
digunakan, sehingga terdapat banyak di lingkungan. Sumber alamiah Al
adalah bauxit dan cryolit. Industri pengguna Al antara lain industri kilang
minyak, peleburan metal, serta lain-lain. Al juga dapat meyebabkan iritasi
kulit, selaput lendir, dan saluran pernapasan (Soemirat, 2001)

c. Arsen (As)

Arsen (As) adalah logam yang mudah patah, berwarna keperakan dan sangat
toxik. As elemental didapat di alam dalam jumlah tinggi sangat terbatas;
terdapat bersama-sama Cu, sehingga didapatkan produk sampingan pabrik
peleburan Cu. Secara kronis keracunan arsen dapat menimbulkan anorexia,
kolk, mual, diare atau konstipasi, pendarahan pada ginjal, dan kanker kulit.
Arsen (As) dapat menimbulkan iritasi, alergi, dan cacat bawaan. Dimasa
lampau, Arsen (As) dalam dosis kecil digunakan sebagai campuran tonikum,
tetapi kemudian ternyata bahwa Arsen (As) ini dapat menimbulkan kanker
kulit pada peminumnya (Soemirat, 2001). Paparan As an organik melalui kulit
dapat menyebabkan kulit membengkak dan kemerahan. Senyawa arsenik yang
mengenai kulit akan diekskresikan melalui deskuamasi kulit dan melalui
keringat. As dikulit akan mengakibatkan terjadinya Mee’s line (perubahan pita
putih melintang pada kuku jari) yang akan muncul setelah kurang lebih 6
minggu terpapar As (Widowati, 2008).

d. Berilium (Be)

Berilium (Be) adalah logam berwarna abu-abu, berbentuk padat pada suhu
kamar, kuat, ringan dan mudah pecah. Be. Banyak digunakan dari berbagai
jenis industri karena memiliki sifat titik lebur tinggi, sangat kuat, dan bisa
menjadi konduktor listrik yang baik. Berbagai jenis industri menggunakan Be,
diantaranya sebagai pelapis panas (thermal cating), brake system, tabung x-
ray, dental plate, stamping and cutting (alat stempel dan pemotong), dan
handling/assembly, industri peralatan olahraga, industri keramik
(Widowati,2008). Pencemaran Be berasal dari industri logam non ferrous,
industri logam aluminium, pemrosesan Be, penyulingan petroleum, dan
akhirnya mencemari tanah, air dan udara. Absorpsi Be lewat kulit dipengaruhi
oleh bentuk dan senyawa Be (Widowati, 2008). Paparan Be larut air melalui
kulit akan mengakibatkan reaksi alergi pada kulit atau lesi papulovesikuler
pada kulit. Membran kelopak mata bisa mengalami peradangan bila kulit
wajah mengalami dermatitis karena paparan Be. Jika mata terpercik larutan
Be, mata bisa terbakar atau menunjukkan tanda kemerahan di sekitar mata. Be
dapat menyebabkan iritasi, edema, dan peradangan pada jaringan tempat
kontak Be (Widowati, 2008).

e. Kesadahan

Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah.
Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan
yang terbuat dari besi melalui proses pengkaratan (korosi), juga dapat
menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan. Kesadahan yang tinggi di
sebabkan sebagian besar oleh Calcium, Magnesium, Strontium, dan Ferrum.
Masalah yang timbul adalah sulitnya sabun membusa, sehingga masyarakat
tidak suka memanfaatkan penyediaan air bersih tersebut.

f. Klorida

Klorida adalah senyawa hologen Klor (Cl). Toksisitasnya tergantung pada


gugus senyawanya. Misalnya NaCL sangat tidak beracun, tetapi karboksil
klorida sangat beracun. Di Indonesia, Klor digunakan sebagai desinfektan
dalam penyediaan air minum. Dalam jumlah banyak, klorida akan
menimbulkan rasa asin, korosif pada pipa sistem penyediaan air panas. Clorida
sebagai desinfektan, sisa klor didalam penyediaan air sengaja dipertahankan
dengan konsentrasi sekitar 0,1 mg/l untuk mencegah terjadinya rekontaminasi
oleh mikroorganisme patogen, tetapi klor ini dapat terikat senyawa organik
berbentuk hologenhidrokarbon (Cl-HC) banyak diantaranya dikenal sebagai
senyawa karsinogenik. Oleh karena itu, di berbagai negara maju sekarang ini,
klorinisasi sebagai proses desinfektan tidak lagi digunakan. Cl dapat
mengakibatkan reaksi terhadap mata menjadi merah bila terjadi kontak dengan
air yang mengadung Cl.

g. Mangan (Mn)

Mangan (Mn) adalah metal abu-abu-kemerahan. Keracunan seringkali bersifat


kronis sebagai akibat inhalasi debu dan uap logam. Didalam penyediaan air,
seperti halnya Fe (besi), Mn (mangan) juga menimbulkan masalah warna,
hanya warnanya ungu/hitam. Paparan Mn dalam kulit bisa mengakibatkan
tremor, kegagalan koordinasi, dan dapat mengakibatkan munculnya tumor.

h. Selenium (Se)

Selenium adalah logam berat yang berbau bawang putih. Selenium juga
didapat antara lain pada industri gelas, kimia, plastik, dan semikonduktor.
Selenium dalam air dengan konsentrasi yang agak tinggi biasanya terdapat di
daerah seleniferous. Absorpsi Se organik melebihi 50% karena lebih mudah di
absorpsi oleh alat pecernaan, sedangkan absorpsi lewat kulit sangat rendah dan
terbatas. Parparan lewat kulit bisa menyebabkan kulit terbakar, bercak merah,
serta pembengkakan. (Widowati, 2008)

i. Nikel (Ni)

Nikel adalah logam berwarna putih perak. Ni merupakan logam yang resisten
terhadap korosi dan oksidasi pada temperatur tnggi sehingga bisa
dipergunakan untuk memproduksi stainless steel. Berbagai macam industri
menggunakan bahan baku Ni atau garam nikel antara lain industri kimia,
industri elektronik, serta industri logam. Paparan Ni lewat kulit secara kronis
bisa menimbulkan gejala antara lain dermatitis nikel berupa eksema (kulit
kemerahan, gatal) pada jari-jari tanga, pergelangan tangan, lengan dan alergi
kulit. Sebesar 4-9% orang yang terpapar Ni akan menunjukkan dermatitis
alergi (Widowati, 2008).

j. Cobalt (Co)

Cobalt adalah logam yang berwarna abu-abu perak dan terdapat dialam
melalui sumber alam dan aktivitas manusia. Logam ini juga dipergunakan
pada industri plastik serta iradiasi pada industri pangan untuk membunuh
mikroorganisme dan mengawetkan pangan sebagai desinfektan berbagai
macam buah dan biji-bijian, untuk menunda pemasakan buah,
mempertahankan kesegaran produk pertanian, serta menunda pertunasan pada
kentang dan bawang. Paparan Co bisa tejadi melalui inhalasi, kontak kulit,
mata ataupun per oral. Paparan lewat kulit berupa kulit kering, bengkak dan
dermatitis. Paparan lewat mata bisa menyebaban mata kemerahan. Kontak
dengan Co bisa menimbulkan alergi pada penderita gagal rotesis sehingga
mengakibatkan dislokasi, lepas dan tulang fraktur. Hal tersebut terjadi karena
iritasi dan dermatitis yang meluas(Widowati, 2008).

k. Kromium (Cr)

Dalam bidang industri kimia Cr digunakan sebagai bahan dasar pembuatan


pigmen cat/warna karena Cr mengandung komponen merah, kuning, orange
dan hijau. Kontak dengan kulit melalui debu, kotoran, dan air yang
mengandung Cr. Kulit yang alergi terhadap Cr akan cepat bereaksi dengan
adanya paparan Cr meskipun dalam dosis rendah. Cr bisa menyebabkan kulit
gatal dan luka yang tidak lekas sembuh. Senyawa Cr bisa menyebabkan iritasi
mata, luka pada mata, iritasi kulit dan membran mukosa (Widowati, 2008)

l. Organofosfat

Organofosfat memiliki struktur kimia dengan atom oksigen atau sulfur yang
berikatan ganda dengan fosfor, sehingga disebut phosphate atau
phosphorothioates. Sebagian besar senyawa organofosfat berikatan sulfur,
karena bentuk P=S lebih stabil dan lebih larut lemak (WHO, 1996).

Senyawa dari golongan organofosfat berpengaruh terhadap enzim


cholinesterase yang berfungsi menghidrolisis acetylcholine. Apabila
cethylcholin telah terhidrolisis, pengaruhnya terhadap sel-sel efektor tidak
dapat berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan. Tindak balas
ini merupakan proses yang normal bagi suatu sel saraf. Sekiranya berlaku
keracunan oleh senyawa organofosfat, gugus fosforil dari senyawa tersebut
akan mempengaruhi cholinesterase dan menyebabkan enzim ini tidak dapat
berfungsi lagi. Sebagai akibatnya, acethylcholine akan berkumpul di ujung-
ujung saraf dan menyebabkan sel-sel efektor menerima sinyal-sinyal yang
berterusan.

Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul


sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi
yang diikuti oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer. Pada umumnya,
gejalanya yaitu Lelah, sakit kepala, pusing, hilang selera makan, mual, kejang
perut, diare, penglihatan kabur, keluar air mata, keringat, dan air liur berlebih,
tremor, pupil mengecil, denyut jantung lambat, kejang otot (kedutan), tidak
sanggup berjalan, rasa tidak nyaman dan sesak, buang air besar dan kecil tidak
terkontrol, inkontinensi, tidak sadar dan kejang-kejang.

Sifat dan karakteristik lain :

1) Sifat-sifat dari senyawa ini tidak banyak berbeda dengan senyawa


organofosfat baik dari segi aktivitas maupun daya racunnya, yaitu
menghambat enzim cholinesterase
2) Mempunyai residu yang tidak dapat bertahan lama di alam
3) Senyawa organofosfat lebih toksik terhadap hewan-hewan bertulang
belakang jika dibandingkan dengan senyawa organoklorin. Senyawa
organofosfat mempengaruhi sistem saraf dan mempunyai cara kerja
menghambat enzim cholinesterase.

4. Pengertian population at risk (spasial), genetika dan karakteristik dinamika


kinetika agents+media, dalam konteks pencemaran air maupun pencemaran
pangan (pangan yang mengandung bahan toksik).

Populasi berisiko (population at risk) merupakan semua individu yang berisiko


terhadap penyakit/kejadian yang diteliti di dalam suatu kelompok yang diteliti atau
sekumpulan individu yang belum sakit tetapi mengalami keterpaparan dan
mempunyai risiko untuk sakit (Sudarnika, 2011). Dalam penentuan population at risk,
harus mengikuti sebaran potensi dampak, yakni komponen lingkungan yang
mengandung agents penyakit/potensi dampak. Sebagai contoh adalah risiko yang
bergantung pada aliran dan penyebaran air. Population at risk juga dapat didasarkan
pada kelompok umur, tempat, waktu, atau kebiasaan yang sama. Cara
mengidentifikasi populasi berisiko juga ditentukan dengan berapa besar/lama waktu
dan cara kontak antara agen penyakit (di dalam wahana transmisi) tertentu atau
pemaparan dengan penduduk. Penduduk yang terkena rasio atau potensi untuk kontak
dengan agents penyakit, tidak selalu berada dalam satu kawasan. Masyarakat yang
tinggal di sekitar aliran badan air dan memanfaatkan badan air tersebut sebagai
sumber air bagi kehidupan sehari-hari merupakan populasi berisiko pencemaran air.

Genetika adalah ilmu tentang pewarisan sifat yang mencakup struktur dan
fungsi gen, serta cara pewarisan gen-gen dari satu generasi ke generasi berikutnya
(Russel, 1992). Sedangkan menurut Nusantari (2015), genetika adalah ilmu yang
menganalisis unit keturunan dan perubahan pengaturan dari berbagai fungsi fisiologis
yang membentuk karakter organisme. Unit keturunan disebut gen yang merupakan
suatu segmen DNA yang nukleotidanya membawa informasi karakter biokimia atau
fisiologis tertentu. Dinamika perjalanan bahan toksik mempelajari dinamika atau
kinetika perjalanan suatu bahan toksik dan atau faktor penyebab penyakit yang berada
dalam media (vehicle) transmisi hingga kontak dengan manusia atau penduduk
(Thesia, 2014). Dalam kasus ini merupakan perjalanan agen penyakit melalui air
sebagai media transmisinya.

5. Pengertian behavioural exposure-perilaku pemajanan (seperti hobbi, lokasi,


pekerjaan, pemukiman). Biotranfsormasi dan kinetika bahan kimia toksik
dalam tubuh. Mahasiswa memahami genetic-environmental health dalam
kerangka hubungan interaktif antara media transmisi dengan population at risk.

Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen


lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit. Agen penyakit dengan
atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh
melalui satu proses yang kita kenal sebagai proses ”hubungan interaktif”.
Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut
perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan
atau “behavioral exposure” (Ikhtiar, 2017). Contoh perilaku yang meningkatkan risiko
penyakit yaitu kebiasaan buang air besar (BAB) di badan air seperti sungai,
membuang sampah atau limbah ke badan air, dan tidak memasak air sebelum
diminum. Menurut Lu (1995), biotransformasi merupakan suatu proses yang
umumnya mengubah senyawa asal menjadi metabolit, sedangkan menurut Mukono
(2005), biotransformasi merupakan proses kimia yang dilakukan oleh makhluk hidup
untuk merubah struktur kimia dari bahan kimia asing. Hasil akhir dari reaksi
biotransformasi adalah hasil metabolisme yang secara kimiawi berbeda dari senyawa
asalnya.

Biotransformasi juga merupakan perubahan xenobiotika (bahan toksik)


menjadi metabolit melalui proses enzimatis. Terdapat 2 tipe biotransformasi, yaitu
detoksifikasi dan bioaktivasi. Detoksifikasi adalah proses dimana xenobiotik
dikonversi menjadi bentuk yang kurang toksik dan merupakan mekanisme pertahanan
alamiah yang dimiliki organisme. Contoh pada proses detoksifikasi, hati melakukan
inaktivasi hormone, detoksifikasi toksin dan obat. Bioaktivasi merupakan proses
dimana xenobiotik dapat berubah menjadi bentuk yang lebih reaktif atau lebih toksik.
Senyawa yang stabil secara kimia diubah menjadi metabolit yang reaktif. Contohnya
Karbon tetraklorida (CCl4) secara cepat di metabolisme dalam tubuh menjadi
senyawa kimia toksik triklorometil.

Sebagian besar penyakit dapat berasal dari interaksi antara gen dan
lingkungan. Perbedaan dalam gen satu orang dapat menyebabkan mereka merespons
secara berbeda terhadap paparan lingkungan yang sama dengan orang lain. Akibatnya,
beberapa orang mungkin terserang penyakit setelah terpapar sesuatu di lingkungan,
sementara yang lain tidak (NIEHS, 2019). Ketika hasil kesehatan berbeda berdasarkan
genotipe dan memerlukan satu atau lebih rangsangan dari lingkungan, hasil kesehatan
tersebut merupakan hasil dari interaksi gen-lingkungan. Tubuh beberapa orang kurang
efisien dalam memetabolisme bahan kimia dari lingkungan, sehingga menempatkan
mereka pada risiko yang lebih tinggi untuk terkena penyakit. Variasi ini dapat
menciptakan kerentanan genetik terhadap penyakit, tetapi paparan lingkungan tetap
berperan untuk menimbulkan suatu penyakit (Shridhar and Walker, 2016).

6. Mendeskripsikan hubungan interaktif komponen media berisi agents penyakit


dengan kelompok penduduk.

Menurut Achmadi (2008) perilaku pemajanan (behavioural


exposure) adalah hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan
penduduknya berikut perilakunya. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara
manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit
(agent penyakit). Berdasarkan pendapat Achmadi tersebut, penggunaan air sungai
yang tercemar bahan kimia berpotensi menyebabkan keluhan kesehatan. Semakin
sering frekuensi kontak serta semakin lama durasi (waktu) setiap kali kontak dengan
potensi bahaya penyakit (air sungai yang tercemar) menyebabkan peluang terjadinya
gangguan kesehatan semakin besar.

a. Lama Tinggal di Daerah Aliran Sungai

Kelompok risiko tinggi (high risk group) terkena suatu penyakit adalah sub
kelompok dari suatu kelompok yang mempunyai risiko lebih besar serta
dampaknya lebih besar atau lebih berat apabila terpajan (exposed) zat
penyebab penyakit yang lebih besar (Achmadi, 2010).

b. Frekuensi Kontak dengan Air Sungai

Menurut Achmadi (2009), sistem komunitas dengan kejadian penyakit


terdapat aspek yang disebut faktor risiko kependudukan terhadap penyakit
yaitu ada atribut manusia yang menentukan risiko penyakit. Atribut tersebut
merupakan hal-hal yang menyertai kehidupan seseorang atau kelompok.
Budaya atau kebiasaan masyarakat mempengaruhi dosis pemajanan terhadap
potensi bahaya penyakit (Achmadi, 2009), misalnya perilaku penggunaan air
sungai untuk kebutuhan sehari-hari untuk mandi dan cuci. Semakin sering
masyarakat menggunakan air sungai maka semakin tinggi pula dosis
pemajanan zat-zat kimia yang mencemari air sungai terhadap kulit.

Proses hubungan interaktif antara komunitas dengan kuman penyebab


penyakit (mikroorganisme, misalnya virus atau bakteri) menggambarkan
bahwa sistem kekebalan tubuh manusia diantaranya adalah kekebalan tubuh
tidak spesifik, yakni ditujukan untuk menangkal masuknya segala macam zat
dari luar yang asing bagi tubuh dan dapat menimbulkan penyakit, seperti zat-
zat berbahaya bagi tubuh. Sistem kekebalan yang tidak spesifik berupa
pertahanan fisik, kimiawi, mekanik dan fagositosis. Pertahanan fisik berupa
kulit dan selaput lendir sedangkan kimiawi berupa enzim dan keasaman
lambung. Pertahan mekanik adalah gerakan usus, rambut getar dan selaput
lendir. Pertahanan fagositosis adalah penelanan kuman atau zat asing oleh sel
darah putih dan zat komplemen yang berfungsi pada berbagai proses
pemusnahan kuman atau zat asing. Kerusakan pada sistem pertahanan ini
akan memudahkan masuknya kuman atau zat asing ke dalam tubuh.
Misalnya, kulit luka, gangguan keasaman lambung, gangguan gerakan usus
atau proses penelanan kuman atau zat asing oleh sel darah putih (sel leukosit).
Salah satu contoh kekebalan alami adalah mekanisme memusnahkan bakteri
atau mikroorganisme lain yang mungkin terbawa masuk saat kita makan atau
minum, contohnya pada kasus penyakit Diare, yakni makanan dan minuman
yang mengandung bakteri coli. HCl yang ada pada lambung akan
mengganggu kerja enzim - enzim penting dalam mikroorganisme. Lisozim
merupakan enzim yang sanggup mencerna dinding sel bakteri sehingga
bakteri akan kehilangan kemampuannya menimbulkan penyakit dalam tubuh
kita. Hilangnya dinding sel ini menyebabkan sel bakteri akan mati. Selain itu
juga terdapat senyawa kimia yang dinamakan interferon yang dihasilkan oleh
sel sebagai respon adanya serangan virus yang masuk tubuh. Interferon
bekerja menghancurkan virus dengan menghambat perbanyakan virus dalam
sel tubuh.

c. Lama Waktu Kontak dengan Air Sungai

Paradigma kesehatan lingkungan menggambarkan model yang mempelajari


hubungan antara komponen lingkungan yang berperan dalam timbulnya
gangguan kesehatan (penyakit) terhadap masyarakat dalam suatu wilayah.
Tujuan dari paradigma tersebut adalah melakukan pencegahan atau
meminimalisasi risiko terjadinya penyakit (misalnya dalam manajemen
penyakit berbasis lingkungan). Dalam paradigma ini disebutkan bahwa
komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan akan terkait
dengan komunitas manusia (khususnya perilaku dalam lingkungan). Atribut
komunitas masyarakat yang berperilaku tidak baik terhadap lingkungan akan
meningkatkan risiko terjadinya penyakit (Achmadi, 2010).

Budaya atau kebiasaan yang dimanifestasikan dalam perilaku komunitas


tertentu, sangat berperan dalam kejadian suatu penyakit, misalnya masyarakat
yang tinggal di daerah alisan sungai memiliki kebiasaan menggunakan air
sungai untuk mandi dan cuci. Pada saat air sungai sudah tercemar zat kimia
seperti Arsen. Karena sifat arsenik kering adalah mengkristal sangat
berbahaya dan yang rawan adalah saat arsenik dalam bentuk solution
berbahaya untuk kulit dan mata. Hal itu akan menyebabkan penyakit
hyperkeratosis simetris pada tangan, telapak kaki, melanosis, depigmentasi,
bowen disease, karsinoma, pada sel basal, karsinoma pada sel mukosa atau
dapat juga terjadi penyakit kanker paru - paru (Achmadi, 2010).

Gambaran berapa banyak air bersih yang diperlukan orang Indonesia yang
tinggal dikota untuk setiap orang perhari dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
· Air yang telah tercemar dan kemudian tidak dapat digunakan lagi
sebagai penunjang kehidupan manusia, terutama untuk keperluan rumah
tangga, akan menimbulkan dampak sosial yang sangat luas dan akan
memakan waktu lama untuk memulihkannya.padahal air yang dibutuhkan
untuk keperluan rumah tangga sangat banyak, mulai untuk minum, memasak,
mandi, dan mencuci dan lain sebagainya.

· Sebagian besar penyakit dikaitkan dengan adanya hubungan interaktif


antara kehidupan manusia dengan bahan, kekuatan, atau zat yang tidak
dikehendaki yang datang dari luar tubuhnya atau lingkungannya. Kekuatan,
zat, atau bahan yang masuk ke dalam tubuh tersebut bisa merupakan benda
hidup atau benda mati. Sehingga dapat menganggu fungsi ataupun bentuk
suatu organ (Achmadi, 2008).

7. Sebutkan unsur-unsur yang masuk kelompok dalam variabel kependudukan?


Apa makna atau arti dalam proses kejadian penyakit?

Dalam jurnal manusia dan lingkungan oleh Ira Puspita (2016) membahas
mengenai pengaruh perilaku masyarakat yang bermukim di kawasan bantaran sungai
terhadap penuruan kualitas air sungai. Ada keterkaitan antara jumlah penduduk
(manusia) dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Penurunan kualitas lingkungan
hidup oleh manusia terdiri atas 3 faktor yaitu jumlah manusia, jumlah sumber daya
alam yang dipergunakan oleh setiap manusia, dan dampak lingkungan dari
sumberdaya alam dipergunakan (Miller, 1982). Perilaku manusia berhubungan dengan
lingkungan hidup (Heimstra dan McFarling, 1974). Kepribadian manusia itu sendiri
dan situasi/keadaan lingkungan sekitar akan mempengaruhi perilaku lingkungan
seseorang (Laurens, 2012). Salah satu sumber pencemaran pada air tanah disebabkan
oleh aktifitas manusia, dalam penelitian ini aktifitas manusia diwakili oleh angka
kepadatan penduduk pada suatu wilayah, semakin tinggi angka kepadatan
diasumsikan semakin tinggi potensi pencemarannya.

Proses terjadinya suatu penyakit bermula dari adanya gangguan keseimbangan


antara agen penyakit, host, dan lingkungan. Proses terjadinya penyakit disebabkan
adanya interaksi antara agen yang merupakan faktor penyebab penyakit, manusia
sebagai pejamu atau host, dan faktor lingkungan yang mendukung proses interaksi
(Bustan,2006).

8. Menjelaskan parameter agents dalam spesimen biologi manusia.

pengukuran biomarker adalah teknik pengukuran keberadaan bahan pencemar


dalam spesimen biologik, seperti jaringan, dan atau hasil metabolite urine, feces,
keringat, saliva, dan lain sebagainya. Keberadaan bahan pencemar, mungkin saja tidak
ditemukan utuh sebagaimana keberadaan mereka dalam bentuk senyawa kimia seperti
mereka di luar, namun mungkin sudah berubah bentuk baik berupa metabolitenya,
maupun senyawa baru dalam tubuh. Secara definitif Pemantauan Biologik
didefinisikan sebagai berikut, Pengukuran dan penilaian tentang substansi tertentu
atau hasil metabolismenya dalam jaringan, sekresi atau ekskresi atau udara nafas
(expired air) atau gabungan dari itu. Untuk megevaluasi pemajanan dan risiko
kesehatan dengan membandingkannya terhadap nilai ambang yang tepat. Pemantauan
biologik juga pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pencegahan karena bila
diketahui seseorang memiliki nilai yang amat tinggi, harus dilakukan upaya
“mitigation”.

Syarat pemantauan biologik sebagai berikut:

a. Bahan yang diteliti atau hasil metabolitnya terdapat dalam jaringan, cairan
tubuh atau hasil ekskresi lainnya.

b. Adanya metode analisis yang sahih.

c. Adanya nilai ambang yang berlaku.


d. Metode atau cara yang digunakan harus disetujui oleh anggota komunitas yang
hendak diambil spesimennya.

Biomarker terdiri atas:

1) Biomarker pemajanan

Biomarker pemajanan umumnya digunakan untuk memprediksi dosis atau


konsentrasi yang diterima oleh individu, yang selanjutnya dapat dikaitkan dengan
perubahan yang timbul dalam suatu kondisi penyakit. Dalam banyak hal, biomarker
pemajanan merupakan hal yang cukup mudah untuk diketahui, karena kebanyakan
kontaminan atau metabolitnya dapat dikuantifikasi dari sampel tanpa membunuh
organismenya, seperti: darah, urin, faeces atau jaringan-jaringan yang dapat diperoleh
melalui biopsi atau nekropsi.

2) Biomarker kerentanan

Biomarker kerentanan (biomarkers of susceptibility) adalah titik atau hasil akhir


yang merupakan indikasi dari suatu perubahan kondisi fisiologi dan biokimiawi yang
menjadikan individu spesies terkena dampak, baik yang berupa faktor kimia, fisik atau
patogen. Biomarker ini terutama bermanfaat dalam memprediksi kondisi penyakit
pada manusia menggunakan hewan sebagai acuannnya.

3) Biomarker efek

Biomarker efek adalah perubahan-perubahan biokimiawi, fisiologis, tingkah laku


dan lainnya yang dapat diukur, dalam suatu organisme yang bergantung pada
besarannya, dapat dikenali sebagai manisfestasi atau potensi gangguan kesehatan atau
penyakit (ASTDR, 1994). Idealnya, suatu biomarker efek harus dapat berdiri sendiri
yang tidak memerlukan analisis kimia atau uji biologis tambahan untuk
mengkonfirmasinya.
Referensi

Achmadi U.F. dan Wulandari R.A. (2014). Paradigma Epidemiologi Kesehatan Lingkungan.
LING1131/MODUL 1.
BPPSDM. 2017. Toksikologi Lingkungan. KEMENKES RI: Jakarta
Bustan, M. N. (2006). Pengantar Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius
Heimstra, N.W., dan McFarling, L., 1974. Environmental Psychology. Wadsworth.
California.
Ira Puspita dkk. 2016. Pengaruh Perilaku Masyarakat yang Bermukim di Kawasan Bantaran
Sungai terhadap Penurunan Kualitas Air Sungai Karang Anyar Kota Tarakan. Jurnal
Manusia dan Lingkungan Vol 23 No.2
Laurens, J.M., 2012. Changing Behavior and Environment in a Community-Based Program
of the Riverside Community. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 36:372-382.
Lu F.C. 1995. Toksikologi Dasar Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. Edisi II.
Jakarta: UI-Press.
Miller, Jr. G. T., 1982. Living in The Environment. Wadsworth Publishing Company.
California
Mukono H. J. (2005). Toksikologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.
National Institute of Environmental Health Sciences (NIEHS). (2019). Gene and
Environment Interaction. Diakses dari
https://www.niehs.nih.gov/health/topics/science/gene-env/index.cfm
Nusantari E. (2015). Genetika. Yogyakarta: Deepublish.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk
Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan pemandian umum
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
tentang Baku Mutu Air Limbah
Priyana, Yuli. (2008). Air Tanah. Diktat Kuliah. Surakarta: Fakultas Geografi UMS.
Russel PJ. (1992). Genetics. New York: Harper Colins Publishers.
Rustia, Hana Nika. 2009. Pengaruh Pajanan Pestisida. Universitas Indonesia. Depok
Shridhar N & Walker L. (2016). Gene-Environment Interactions & Epigenetics. Diakses dari
https://www.healthandenvironment.org/environmental-health/social-context/gene-
environment-interactions
Sudarnika E. (2011). Pengukuran Kejadian Penyakit. Bogor: IPB Press.
Sulistyono. Kegiatan Usaha Industri Migas Hubungannya dengan Dampak dan
Tanggung Jawab Kelestarian Lingkungan Hidup.
https://www.academia.edu/36028339/T1-
Sulistyono_Dampak_Industri_Migas_Terhadap_Lingkungan. Diakses pada 8 Oktober
2019.
Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: KEP-
02/MENKLH/I/1988 Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan
Syahril. 2016. Sumber Polusi Titik dan Tersebar terhadap Pencemaran Air Bawah
Permukaan. Repository University of Riau: Riau
Tahir A. Biomarker dan Kegunaannya.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10987/2.BIOMARKER%25
20DAN%2520KEUTAMAANNYA.docx. Diunduh pada 9 Oktober 2019
Thesia T.A.N. (2014). Epidemiologi Kesehatan Lingkungan. Diakses dari
https://www.slideshare.net/thesianatan/epidemiologi-kesehatanlingkungan1
Universitas Sumatera Utara. Keluhan Kesehatan Akibat Penggunaan Air
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31953/Chapter%20II.pdf?sequ
ence=4&isAllowed=y. Diunduh pada 8 Oktober 2019
Kasus 3

Kota Kalimantan Baru merupakan kota yang berkembang dengan pesat. Hal ini mudah
dipahami karena sejak ditemukannya tambang gas sebagai sumber energi yang disedot
Perusahaan Asing sangat menarik bagi pendatang baik orang lokal Indonesia maupun negara-
negara ASEAN lainnya. Sepertinya kota yang tumbuh dengan pesat ini dikelola secara tidak
terencana dengan baik. Ada master plan RT/RW namun kurang diikuti oleh pelaksana
maupun warga sebagai dampaknya kemacetan dimana-mana. Pedagang kaki lima, restoran,
pedagang makanan, sektor informal, pertumbuhan pemukiman seperti tidak terkontrol.

Kota ini juga dikelilingi oleh hutan yang setiap tahun disulap jadi kebun kelapa sawit
dan pemukiman baru. Alih fungsi lahan sebagian adalah rawa-rawa serta hutan tropis yang
lebat yang merupakan habitat berbagai binatang dengan adanya alih fungsi banyak mikro
organisme patogen kebingungan mencari “host” baru sebagai sumber materi genetik untuk
kelangsungan hidup mikro organisme tersebut. Sebagai dampaknya terjadi pencemaran
lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan berbagai penyakit akibat pencemaran udara.

1. Model dinamika kinetika media+agents penyakit untuk pajanan air dan media
pangan. Sebutkan parameter simpul 1, parameter simpul 2, parameter simpul 3,
dan parameter simpul 4.

a. Simpul 1 (Sumber Agen Penyakit)

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit.


Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan
penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga
komponen lingkungan). Dalam kasus ini, agen utama untuk media pangan adalah zat-
zat kimia berbahaya yang diemisikan oleh kendaraan bermotor, kegiatan
penambangan, limbah pengolahan makanan dari restoran pedagang makanan dan
pedagang kaki lima serta pemukiman.

Kota Kalimantan yang semakin berkembang menyebabkan tingginya angka


penggunaan kendaraan bermotor dan tentunya semakin meningkat pula polusi udara.
Emisi gas buang, berupa asap knalpot, adalah akibat terjadinya proses pembakaran
yang tidak sempurna, dan mengandung timbal/timah hitam (Pb), suspended
particulate matter (SPM), nitrogen oksida (NO), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur
(SO2), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan particulate matter (PM10)
(BPLH DKI Jakarta, 2013).

Selain itu juga dengan adanya kegiatan penambangan di daerah tersebut dapat
menimbulkan dampak negatif salah satunya adalah tumpahan minyak/oil spill di
perairan yang berpotensi mencemari lingkungan dan membahayakan biota laut seperti
ikan, kemudian ikan yang terkontaminasi zat kimia tersebut dikonsumsi oleh manusia
sehingga dapat berakibat buruk terhadap kesehatan.

b. Simpul 2 (Media Transmisi Penyakit)

Pada kasus ini, media transmisi utama berupa sektor pangan. Pencemaran logam
berat semakin meningkat sejalan dengan proses meningkatnya industrialisasi.
Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya kesehatan
baik pada manusia, hewan, tumbuhan, maupun lingkungan. Efek gangguan logam
berat terhadap kesehatan manusia tergantung pada bagian mana dari logam berat
tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Ikan merupakan
organisme air yang dapat bergerak dengan cepat. Ikan pada umumnya mempunyai
kemampuan menghindarkan diri dari pengaruh pencemaran air. Namun demikian,
pada ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas (seperti sungai, danau dan teluk),
ikan itu sulit melarikan diri dari pengaruh pencemaran tersebut. Akibatnya, unsur-
unsur pencemaran itu masuk ke dalam tubuh ikan. Pengaruh pertama toksisitas
logam adalah pada insang. Insang selain sebagai alat pernapasan ikan, juga
digunakan sebagai alat pengatur tekanan antara air dan dalam tubuh ikan
(osmoregulasi). Jaringan tubuh organisme yang cepat terakumulasi logam berat
adalah jaringan insang, akibatnya ikan akan mati lemas karena terganggunya proses
pertukaran ion-ion dan gas-gas melalui insang (Mukono, 2002). Ikan sebagai salah
satu biota air dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat pencemaran yang
terjadi di dalam perairan. Jika di dalam tubuh ikan telah terkandung kadar logam berat
yang tinggi dan melebihi batas normal yang telah ditentukan dapat sebagai indikator
terjadinya suatu pencemaran dalam lingkungan. Menurut Anand (1978), kandungan
logam berat dalam ikan erat kaitannya dengan pembuangan limbah industri di
sekitar tempat hidup ikan tersebut, seperti sungai, danau, dan laut. Banyaknya
logam berat yang terserap dan terdistribusi pada ikan bergantung pada bentuk
senyawa dan konsentrasi polutan, aktivitas mikroorganisme, tekstur sedimen, serta
jenis dan unsur ikan yang hidup di lingkungan tersebut.

c. Simpul 3 (Perilaku Pemajanan)

Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen


lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit. Agen penyakit dengan
atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh
melalui satu proses yang kita kenal sebagai proses ”hubungan interaktif”.
Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut
perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan
atau “behavioral exposure”.Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara
manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit.
Agent penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain,
masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal sebagai proses
”hubungan interaktif”. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan
penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai
perilaku pemajanan atau “behavioral exposure” (Ikhtiar, 2017).

Penduduk dimanifestasikan dengan perilaku atau kebiasaan hidup sehari-hari


dalam arti yang luas. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan
penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut perilaku
pemajanan. Penduduk yang memiliki risiko tinggi untuk mengidap penyakit adalah
masyarakat yang mengkonsumsi ikan yang sudah terkontaminasi zat kimia.

d. Simpul 4 (Kejadian Penyakit)

Simpul keempat adalah studi gejala penyakit, atau bila komponen lingkungan
telah menimbulkan dampak. Tahap ini ditandai dengan pengukuran gejala sakit, baik
secara klinis atau subklinis. Angka prevalensi, insidensi dan mortality merupakan
ukuran-ukuran studi epidemiologi simpul 4 (Achmadi dan Wulandari, 2014).
2. Variabel yang berperan dalam dinamika kinetika media + agents seperti ukuran
partikel, teori hidrolisis bahan toksik, proses terjadinya pencemar sekunder,
kelembaban, ketinggian, teori spasial lainnya.

Pencemaran lingkungan oleh logam berat menurut Kompas (2008) dapat terjadi
jika industri yang menggunakan logam tersebut tidak memperhatikan keselamatan
lingkungan, terutama saat membuang limbahnya. Logam-logam tertentu dalam
konsentrasi tinggi akan sangat berbahaya bila ditemukan di dalam lingkungan (air,
tanah, dan udara). Sumber utama kontaminan logam berat sesungguhnya berasal dari
udara dan air yang mencemari tanah. Selanjutnya semua tanaman yang tumbuh di atas
tanah yang telah tercemar akan mengakumulasikan logam-logam tersebut pada semua
bagian (akar, batang, daun dan buah). Ternak akan memanen logam-logam berat yang
ada pada tanaman dan menumpuknya pada bagian-bagian dagingnya. Selanjutnya
manusia yang termasuk ke dalam kelompok omnivora (pemakan segalanya), akan
tercemar logam tersebut dari empat sumber utama, yaitu udara yang dihirup saat
bernapas, air minum, tanaman (sayuran dan buah-buahan), serta ternak (berupa
daging, telur, dan susu).

Beberapa contoh logam berat yang beracun bagi manusia adalah: arsen (As),
kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), dan seng (Zn).

a. Arsen (As) atau sering disebut arsenik adalah suatu zat kimia yang ditemukan
sekitar abad-13. Sebagian besar arsen di alam merupakan bentuk senyawa
dasar yang berupa substansi inorganik. Arsen inorganik dapat larut dalam air
atau berbentuk gas dan terpapar pada manusia. Menurut National Institute for
Occupational Safety and Health (1975), arsen inorganik bertanggung jawab
terhadap berbagai gangguan kesehatan kronis, terutama kanker. Arsen juga
dapat merusak ginjal dan bersifat racun yang sangat kuat.
b. Merkuri (Hg) atau air raksa adalah logam yang ada secara alami, merupakan
satu-satunya logam yang pada suhu kamar berwujud cair. Logam murninya
berwarna keperakan, cairan tak berbau, dan mengkilap. Bila dipanaskan
sampai suhu 3570C, Hg akan menguap. Selain untuk kegiatan penambangan
emas, logam Hg juga digunakan dalam produksi gas klor dan soda kaustik,
termometer, bahan tambal gigi, dan baterai. Walaupun Hg hanya terdapat
dalam konsentrasi 0,08 mg/kg kerak bumi, logam ini banyak tertimbun di
daerah penambangan. Hg lebih banyak digunakan dalam bentuk logam murni
dan organik daripada bentuk anorganik. Logam Hg dapat berada pada berbagai
senyawa. Bila bergabung dengan klor, belerang, atau oksigen, Hg akan
membentuk garam yang biasanya berwujud padatan putih. Garam Hg sering
digunakan dalam krim pemutih dan krim antiseptik.
c. Logam timbal (Pb) merupakan logam yang sangat populer dan banyak dikenal
oleh masyarakat awam. Hal ini disebabkan oleh banyaknya Pb yang digunakan
di industri nonpangan dan paling banyak menimbulkan keracunan pada
makhluk hidup. Pb adalah sejenis logam yang lunak dan berwarna cokelat
kehitaman, serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Dalam pertambangan,
logam ini berbentuk sulfida logam (PbS), yang sering disebut galena. Senyawa
ini banyak ditemukan dalam pertambangan di seluruh dunia. Bahaya yang
ditimbulkan oleh penggunaan Pb ini adalah sering menyebabkan keracunan.
d. Logam tembaga (Cu) merupakan mikroelemen esensial untuk semua tanaman
dan hewan, termasuk manusia. Logam Cu diperlukan oleh berbagai sistem
enzim di dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Cu harus selalu ada di dalam
makanan. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar kadar Cu di dalam
tubuh tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan. Kebutuhan tubuh per hari
akan Cu adalah 0,05 mg/kg berat badan. Pada kadar tersebut tidak terjadi
akumulasi Cu pada tubuh manusia normal. Konsumsi Cu dalam jumlah yang
besar dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut. Logam Cu yang digunakan
di pabrik biasanya berbentuk organik dan anorganik. Logam tersebut
digunakan di pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas, dan zat warna
yang biasanya bercampur dengan logam lain seperti alloi dengan Ag, Cd, Sn,
dan Zn.

Kandungan alamiah logam pada lingkungan dapat berubah-ubah, tergantung pada


kadar pencemaran oleh ulah manusia atau perubahan alam, seperti erosi. Kandungan
logam tersebut dapat meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian, dan
perindustrian yang banyak mengandung logam berat masuk ke lingkungan. Dari
berbagai limbah tersebut, umumnya yang paling banyak mengandung logam berat
adalah limbah industri. Hal ini disebabkan senyawa atau unsur logam berat
dimanfaatkan dalam berbagai industri, baik sebagai bahan baku, katalisator, maupun
sebagai bahan tambahan. Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar
berbahaya adalah karena sifatnya yang tidak dapat dihancurkan (nondegradable) oleh
organisme hidup yang ada di lingkungan. Akibatnya, logam-logam tersebut
terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk
senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorbsi dan
kombinasi.

Arsen banyak ditemukan di dalam air tanah. Hal ini disebabkan arsen merupakan
salah satu mineral yang memang terkandung dalam susunan batuan bumi. Arsen
dalam air tanah terbagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk tereduksi, terbentuk dalam
kondisi anaerobik, sering disebut arsenit. Bentuk lainnya adalah bentuk teroksidasi,
terjadi pada kondisi aerobik, umum disebut sebagai arsenat.

Hg anorganik (logam dan garam Hg) terdapat di udara dari deposit mineral dan
dari area industri. Logam Hg yang ada di air dan tanah terutama berasal dari deposit
alam, buangan limbah, dan akitivitas vulkanik. Logam Hg dapat pula bersenyawa
dengan karbon membentuk senyawa Hg organik. Senyawa Hg organik yang paling
umum adalah metil merkuri, yang terutama dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri)
di air dan tanah. Bila bakteri itu kemudian termakan oleh ikan, ikan tersebut
cenderung memiliki konsentrasi merkuri yang tinggi. Logam ini digunakan secara luas
untuk mengekstrak emas dari bijihnya, baik sebelum maupun sesudah proses sianidasi
digunakan. Ketika Hg dicampur dengan bijih tersebut, Hg akan membentuk amalgam
dengan emas atau perak. Untuk mendapatkan emas dan perak, amalgam tersebut harus
dibakar untuk menguapkan merkurinya.

Para penambang emas tradisional menggunakan merkuri untuk menangkap dan


memisahkan butir-butir emas dari butir-butir batuan. Endapan Hg ini disaring
menggunakan kain untuk mendapatkan sisa emas. Endapan yang tersaring kemudian
diremas-remas dengan tangan. Air sisa-sisa penambangan yang mengandung Hg
dibiarkan mengalir ke sungai dan dijadikan irigasi untuk lahan pertanian.

Logam berat dapat terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar pada tanaman
seperti padi, rumput, beberapa jenis leguminosa untuk pakan ternak, dan sayuran.
Logam berat seperti Pb, Cd, Cu, dan Zn sering terakumulasi pada komoditi tanaman.
Kandungan merkuri pada beras yang dipanen dari sawah dengan irigasi air limbah
penambangan emas tradisional di Nunggul dan Kalongliud sekitar Pongkor, Bogor,
Jawa Barat, masing-masing mencapai 0,45 dan 0,25 ppm (A. Sutono, 2002).

Sumber bahan pangan lain yang dilaporkan tinggi kadar timbalnya adalah
makanan kaleng (50-100 mkg/kg), jeroan terutama hati dan ginjal ternak (150
mkg/kg), ikan (170 mkg/kg). Kelompok yang paling tinggi adalah kerang-kerangan
(molusca) dan udang-udangan (crustacea), yaitu rata-rata lebih tinggi dari 250 mkg/kg
(Winarno dan Rahayu, 1994). Jenis bahan pangan lain yang mengandung kontaminan
timbal cukup tinggi adalah sayuran yang ditanam di tepi jalan raya. Kandungan rata-
ratanya sebesar 28,78 ppm, jauh di atas batas aman yang diizinkan Direktorat Jendral
Pengawas Obat dan Makanan, yaitu sebesar 2 ppm (Winarno, 1997).

Cemaran tembaga (Cu) terdapat pada sayuran dan buah-buahan yang disemprot
dengan pestisida secara berlebihan. Penyemprotan pestisida banyak dilakukan untuk
membasmi siput dan cacing pada tanaman sayur dan buah. Arsen terkandung dalam
ikan dan makanan laut lainnya, seperti udang, cumi-cumi, dan kerang. Kandungan
arsen dalam makanan laut mencapai angka lebih dari 4,5 mikrogram arsen/g berat
basah. Arsen juga terdapat dalam daging dan sayur-sayuran, namun jumlahnya amat
kecil.

3. Menjelaskan sifat dan karakteristik agents penyakit dalam media pangan dalam
perjalanannya (kinetika) sebelum kontak dengan population at risk. Berikan
contoh-contoh bahan kimia yang berubah menjadi lebih toksik seperti misalnya
organofosfat.

Agen-Agen Kimia yang Sering Mengkontaminasi Makanan dan Dampaknya


Terhadap Kesehatan

Bahan Pengawet
a. Formalin, dapat menimbulkan risiko kesehatan seperti iritasi, alergi,
kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing
dan dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan gangguan pada
pencernaan, hati, ginjal, pankreas, system saraf pusat dan menyebabkan
kanker.
b. Boraks, dapat mengakibatkan gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan
kulit, gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat, dan
terjadinya komplikasi pada otak dan hati dan menyebabkan kematian.
c. Asam benzoat dan natrium benzoate, jika dosisnya berlebihan dapat
menimbulkan reaksi alergi dan penyakit saraf.
d. Natrium dan kalium nitrit, jika dosisnya berlebihan dapat menyebabkan efek
seperti kegagalan reproduksi, perubahan sel darah, tumor pada saluran
pernapasan, dan bisa menimbulkan efek toksik pada manusia di jaringan
lemak.
e. Kalium dan natrium sulfit, jika dosisnya berlebihan dapat mengganggu saluran
pernapasan pada manusia, mengganggu pencernaan, mengganggu
metabolisme vitamin A dan B dan metabolisme kalsium.

Bahan Pewarna
a. Amaranth, dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada pernapasan, dan
dapat menyebabkan hiperaktif pada anak-anak.
b. Alluramerah, memicu kanker limpa.
c. lndigotine, meningkatkan sensitivitas pada penyakit yang disebabkan oleh
virus, serta mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak.
d. Erythrosin, menimbulkan reaksi alergi pada pernapasan, hiperaktif pada anak-
anak, dan efek yang kurang baik pada otak dan perilaku.
e. Ponceau SX dapat berakibat pada kerusakan sistem urin.
f. Karbon hitam, memicu timbulnya tumor.

Pemanis Sintetis
a. Aspartame, mengakibatkan penyakit fenil ketonuria, memicu sakit kepala,
pusing-pusing, dapat mengubah fungsi otak dan perilaku.
b. Siklamat, mempengaruhi hasil metabolismenya karena bersifat karsinogenik.
c. Sakarin, yang nama kimia sebenarnya adalah natrium sakarin atau kalium
sakarin penggunaan yang berlebihan dapat memicu terjadinya tumor kandung
kemih, dan menimbulkan rasa pahit getir.
d. Xyllotil, mengakibatkan timbulnya kanker karena bersifat karsinogenik
(merangsang kanker).
e. Siklamat, dengan kadar 200 mg per ml dalam medium biakan selleukosit dan
monolayer manusia (in vitro) dapat mengakibatkan kromosom sel-sel pecah.
Di Inggris penggunaan siklamat untuk makanan dan minuman sudah dilarang,
demikian pula di beberapanegara Eropa dan Amerika Serikat.

Penyedap Rasa
a. Kafein, pemakaian kafein yang berlebihan akan merangsang sistem saraf pada
anak-anak yang menyebabkan hiperaktif, dan memicu kanker pankreas.
b. Monosodium glutamate menyebabkan sakit kepala, memicu jantung berdebar,
mudah lemah, menyebabkan mati rasa (Chinese Restorant Syndrome), bias
menyebabkan asma, kerusakan saraf, dan efek psikologi.
c. Brominasi minyak nabati dapat menyebabkan abnormalitas pada beberapa
anatomi.
d. Asamtarin, jika penggunaan telah berlebihan dapat merangsang kerusakan
liver, dan memicu timbulnya tumor.

Bahan Pemutih
a. Benzoil perioksida yang berlebihan dapat merusak vitamin C, bersifat
karsinogenik dan menimbulkan reaksi alergi.
b. Asam Etilen Diamin Tetra Asetat (EDTA), menimbulkan gangguan pada
absorpsi mineral-mineral esensial seperti tembaga, besi, dan seng.

Bahan Antioksidan

Penggunaan antioksidan secara berlebihan dapat menyebabkan lemah otot, mual-


mual, pusing-pusing, dan kehilangan kesadaran, sedangkan penggunaan dalam dosis
rendah secara terus-menerus dapat menyebabkan tumor kandung kemih, kanker
sekitar lambung, dan kanker paru-paru akan tetapi dari segi positifnya penggunaan
antioksidan dapat mencegah bau tengik pada makanan. Bahan antioksidan seperti
asam askorbat, BHA, tert-buti hidrokinon, dan tookferol harus dibatasi
penggunaannya. Bahan anti busa seperti dimetil polisiloksan dibatasi. Bahan
pengental seperti metil sellulosa, CMC, asamalginat, harus dibatasi penggunaannya.
Bahan pemantap seperti propilenglikol, harus dibatasi penggunaannya.

Bahan tambahan makanan berbahaya yang digunakan untuk memperbaiki tekstur:


a. Saponin, mengakibatkan efek pada masa kehamilan, dan gangguan darah.
b. Karagen, memicu luka pada hati, efek pada sistem imun, karsinogenik, dan
menyebabkan bisul pada perut.
c. Epik klorohidrin berlebihan, dapat menyebabkan kerusakan ginjal,
karsinogenik, dan bahkan efek perubahan pada kromosom.
d. Polieksietilen stearat dapat menyebabkan efek pada usus lambung danurin,
seperti batu pada tumor, dan kandung kemih.
e. Natrium alginat dapat menyebabkan reaksi alergi dan penyerapan pada mineral
esensial.

Zat kimia yang sering menimbulkan keracunan pada manusia


a. Zinc, terdapat pada peralatan dapur akan mengalami reduksi bila kontak
dengan bahan makan yang bersifat asam.
b. Insektisida, keracunan ini terjadi karena mengkonsumsi makanan yang masih
mengandung residu pestisida, seperti pada sayuran dan buah-buahan.
c. Cadmium, keracunan ini bisa terjadi karena Cd yang terdapat pada peralatan
dapur dengan kontak dengan makanan yang bersifat asam.
d. Organofosfat memiliki struktur kimia dengan atom oksigen atau sulfur yang
berikatan ganda dengan fosfor, sehingga disebut phosphate atau
phosphorothioates. Sebagian besar senyawa organofosfat berikatan sulfur,
karena bentuk P=S lebih stabil dan lebih larut lemak (WHO, 1996).
Senyawa dari golongan organofosfat berpengaruh terhadap enzim
cholinesterase yang berfungsi menghidrolisis acetylcholine. Apabila
cethylcholin telah terhidrolisis, pengaruhnya terhadap sel-sel efektor tidak
dapat berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan. Tindak balas
ini merupakan proses yang normal bagi suatu sel saraf. Sekiranya berlaku
keracunan oleh senyawa organofosfat, gugus fosforil dari senyawa tersebut
akan mempengaruhi cholinesterase dan menyebabkan enzim ini tidak dapat
berfungsi lagi. Sebagai akibatnya, acethylcholine akan berkumpul di ujung-
ujung saraf dan menyebabkan sel-sel efektor menerima sinyal-sinyal yang
berterusan.
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul
sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi
yang diikuti oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer. Pada umumnya,
gejalanya yaitu Lelah, sakit kepala, pusing, hilang selera makan, mual, kejang
perut, diare, penglihatan kabur, keluar air mata, keringat, dan air liur berlebih,
tremor, pupil mengecil, denyut jantung lambat, kejang otot (kedutan), tidak
sanggup berjalan, rasa tidak nyaman dan sesak, buang air besar dan kecil tidak
terkontrol, inkontinensi, tidak sadar dan kejang-kejang.

4. Pengertian population at risk (spasial), genetika dan karakteristik dinamika


kinetika agents+media, dalam konteks pencemaran air maupun pencemaran
pangan (pangan yang mengandung bahan toksik)

Populasi berisiko (population at risk) merupakan semua individu yang berisiko


terhadap penyakit/kejadian yang diteliti di dalam suatu kelompok yang diteliti atau
sekumpulan individu yang belum sakit tetapi mengalami keterpaparan dan
mempunyai risiko untuk sakit (Sudarnika, 2011). Dalam penentuan population at risk,
harus mengikuti sebaran potensi dampak, yakni komponen lingkungan yang
mengandung agents penyakit/potensi dampak. Sebagai contoh adalah risiko yang
bergantung pada aliran dan penyebaran air. Population at risk juga dapat didasarkan
pada kelompok umur, tempat, waktu, atau kebiasaan yang sama. Cara
mengidentifikasi populasi berisiko juga ditentukan dengan berapa besar/lama waktu
dan cara kontak antara agen penyakit (di dalam wahana transmisi) tertentu atau
pemaparan dengan penduduk. Penduduk yang terkena rasio atau potensi untuk kontak
dengan agents penyakit, tidak selalu berada dalam satu kawasan. Masyarakat yang
tinggal di sekitar aliran badan air dan memanfaatkan badan air tersebut sebagai
sumber air bagi kehidupan sehari-hari merupakan populasi berisiko pencemaran air.

Genetika adalah ilmu tentang pewarisan sifat yang mencakup struktur dan
fungsi gen, serta cara pewarisan gen-gen dari satu generasi ke generasi berikutnya
(Russel, 1992). Sedangkan menurut Nusantari (2015), genetika adalah ilmu yang
menganalisis unit keturunan dan perubahan pengaturan dari berbagai fungsi fisiologis
yang membentuk karakter organisme. Unit keturunan disebut gen yang merupakan
suatu segmen DNA yang nukleotidanya membawa informasi karakter biokimia atau
fisiologis tertentu. Dinamika perjalanan bahan toksik mempelajari dinamika atau
kinetika perjalanan suatu bahan toksik dan atau faktor penyebab penyakit yang berada
dalam media (vehicle) transmisi hingga kontak dengan manusia atau penduduk
(Thesia, 2014). Dalam kasus ini merupakan perjalanan agen penyakit melalui air
sebagai media transmisinya.
5. Pengertian behavioural exposure-perilaku pemajanan (seperti hobbi, lokasi,
pekerjaan, pemukiman). Biotranfsormasi dan kinetika bahan kimia toksik
dalam tubuh. Mahasiswa memahami genetic-environmental health dalam
kerangka hubungan interaktif antara media transmisi dengan population at risk.

Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen


lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit. Agen penyakit dengan
atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh
melalui satu proses yang kita kenal sebagai proses ”hubungan interaktif”.
Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut
perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan
atau “behavioral exposure” (Ikhtiar, 2017). Contoh perilaku yang meningkatkan risiko
penyakit yaitu kebiasaan buang air besar (BAB) di badan air seperti sungai,
membuang sampah atau limbah ke badan air, dan tidak memasak air sebelum
diminum. Menurut Lu (1995), biotransformasi merupakan suatu proses yang
umumnya mengubah senyawa asal menjadi metabolit, sedangkan menurut Mukono
(2005), biotransformasi merupakan proses kimia yang dilakukan oleh makhluk hidup
untuk merubah struktur kimia dari bahan kimia asing. Hasil akhir dari reaksi
biotransformasi adalah hasil metabolisme yang secara kimiawi berbeda dari senyawa
asalnya.

Biotransformasi juga merupakan perubahan xenobiotika (bahan toksik)


menjadi metabolit melalui proses enzimatis. Terdapat 2 tipe biotransformasi, yaitu
detoksifikasi dan bioaktivasi. Detoksifikasi adalah proses dimana xenobiotik
dikonversi menjadi bentuk yang kurang toksik dan merupakan mekanisme pertahanan
alamiah yang dimiliki organisme. Contoh pada proses detoksifikasi, hati melakukan
inaktivasi hormone, detoksifikasi toksin dan obat. Bioaktivasi merupakan proses
dimana xenobiotik dapat berubah menjadi bentuk yang lebih reaktif atau lebih toksik.
Senyawa yang stabil secara kimia diubah menjadi metabolit yang reaktif. Contohnya
Karbon tetraklorida (CCl4) secara cepat di metabolisme dalam tubuh menjadi
senyawa kimia toksik triklorometil.

Sebagian besar penyakit dapat berasal dari interaksi antara gen dan
lingkungan. Perbedaan dalam gen satu orang dapat menyebabkan mereka merespons
secara berbeda terhadap paparan lingkungan yang sama dengan orang lain. Akibatnya,
beberapa orang mungkin terserang penyakit setelah terpapar sesuatu di lingkungan,
sementara yang lain tidak (NIEHS, 2019). Ketika hasil kesehatan berbeda berdasarkan
genotipe dan memerlukan satu atau lebih rangsangan dari lingkungan, hasil kesehatan
tersebut merupakan hasil dari interaksi gen-lingkungan. Tubuh beberapa orang kurang
efisien dalam memetabolisme bahan kimia dari lingkungan, sehingga menempatkan
mereka pada risiko yang lebih tinggi untuk terkena penyakit. Variasi ini dapat
menciptakan kerentanan genetik terhadap penyakit, tetapi paparan lingkungan tetap
berperan untuk menimbulkan suatu penyakit (Shridhar and Walker, 2016).

6. Mendeskripsikan hubungan interaktif komponen media berisi agents penyakit


dengan kelompok penduduk.

Pangan sebagai sumber gizi bagi manusia, dapat menjadi sumber penularan
penyakit apabila telah tercemar mikroba dan tidak dikelola secara higienis. Keamanan
pangan merupakan salah satu masalah penting yang menyangkut pangan. Cemaran
mikroba patogen, kimia dan benda-benda lain yang dapat mengganggu, merugikan,
dan membahayakan kesehatan manusia menyebabkan pangan menjadi tidak aman
untuk dikonsumsi.

Terdapatnya kontaminasi dalam makanan dapat berlangsung melalui dua cara,


yaitu kontaminasi langsung dan kontaminasi silang.

a. Kontaminasi Langsung

Kontaminasi langsung adalah kontaminasi yang terjadi pada bahan


makanan mentah, baik tanaman ataupun hewan, yang diperoleh dari tempat
hidup atau asal bahan makanan tersebut. Contoh kontaminasi jenis ini
misalnya terdapatnya mikroba pada sayuran yang berasal dari tanah, air, atau
udara di sekitar tempat tumbuh tanaman, kontaminasi insektisida pada buah-
buahan, atau terdapatnya ganggang laut beracun pada kerang.

b. Kontaminasi Silang
Kontaminasi silang adalah kontaminasi pada bahan makanan mentah
ataupun makanan masak melalui perantara. Bahan kontaminan dapat berada
dalam makanan melalui berbagai pembawa antara lain serangga, tikus,
peralatan, ataupun manusia yang menangani makanan tersebut yang biasanya
merupakan perantara utama. Dengan demikian, kontaminasi silang dapat
terjadi selama makanan ada dalam tahap persiapan, pengolahan, pemasakan,
maupun penyajian. Terdapat tiga jalur yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk mengkontaminasi makanan, yaitu bahan baku dan
ingredien, pekerja pada pengolahan makanan dan lingkungan pengolahan.

Mekanisme Agen Kimia Mengkontaminasi Makanan

Logam-logam berat hasil pencemaran industri seperti timbal dan cadmium masuk
ke dalam air, udara, tanah. Kemudian air yang tercemar atau tanah digunakan
untuk menanam bahan pangan. Bahan pangan tersebut menyerap logam berat
tersebut. Kemudian sayuran yang terkontaminasi dijadikan makanan oleh
manusia. Konsentrasi logam berat yang berlebihan dalam tubuh akan
menyebabkan kerusakan organ tubuh.

7. Sebutkan unsur-unsur yang masuk kelompok dalam variabel kependudukan?


Apa makna atau arti dalam proses kejadian penyakit?

Dalam jurnal manusia dan lingkungan oleh Ira Puspita (2016) membahas
mengenai pengaruh perilaku masyarakat yang bermukim di kawasan bantaran sungai
terhadap penuruan kualitas air sungai. Ada keterkaitan antara jumlah penduduk
(manusia) dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Penurunan kualitas lingkungan
hidup oleh manusia terdiri atas 3 faktor yaitu jumlah manusia, jumlah sumber daya
alam yang dipergunakan oleh setiap manusia, dan dampak lingkungan dari
sumberdaya alam dipergunakan (Miller, 1982). Perilaku manusia berhubungan dengan
lingkungan hidup (Heimstra dan McFarling, 1974). Kepribadian manusia itu sendiri
dan situasi/keadaan lingkungan sekitar akan mempengaruhi perilaku lingkungan
seseorang (Laurens, 2012). Salah satu sumber pencemaran pada air tanah disebabkan
oleh aktifitas manusia, dalam penelitian ini aktifitas manusia diwakili oleh angka
kepadatan penduduk pada suatu wilayah, semakin tinggi angka kepadatan
diasumsikan semakin tinggi potensi pencemarannya.

Proses terjadinya suatu penyakit bermula dari adanya gangguan keseimbangan


antara agen penyakit, host, dan lingkungan. Proses terjadinya penyakit disebabkan
adanya interaksi antara agen yang merupakan faktor penyebab penyakit, manusia
sebagai pejamu atau host, dan faktor lingkungan yang mendukung proses interaksi
(Bustan,2006).

8. Menjelaskan parameter agents dalam spesimen biologi manusia.

pengukuran biomarker adalah teknik pengukuran keberadaan bahan pencemar


dalam spesimen biologik, seperti jaringan, dan atau hasil metabolite urine, feces,
keringat, saliva, dan lain sebagainya. Keberadaan bahan pencemar, mungkin saja tidak
ditemukan utuh sebagaimana keberadaan mereka dalam bentuk senyawa kimia seperti
mereka di luar, namun mungkin sudah berubah bentuk baik berupa metabolitenya,
maupun senyawa baru dalam tubuh. Secara definitif Pemantauan Biologik
didefinisikan sebagai berikut, Pengukuran dan penilaian tentang substansi tertentu atau
hasil metabolismenya dalam jaringan, sekresi atau ekskresi atau udara nafas (expired
air) atau gabungan dari itu. Untuk megevaluasi pemajanan dan risiko kesehatan
dengan membandingkannya terhadap nilai ambang yang tepat. Pemantauan biologik
juga pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pencegahan karena bila diketahui
seseorang memiliki nilai yang amat tinggi, harus dilakukan upaya “mitigation”.

Syarat pemantauan biologik sebagai berikut:

a. Bahan yang diteliti atau hasil metabolitnya terdapat dalam jaringan, cairan
tubuh atau hasil ekskresi lainnya.
b. Adanya metode analisis yang sahih.
c. Adanya nilai ambang yang berlaku.
d. Metode atau cara yang digunakan harus disetujui oleh anggota komunitas yang
hendak diambil spesimennya.

Biomarker terdiri atas:

1) Biomarker pemajanan

Biomarker pemajanan umumnya digunakan untuk memprediksi dosis atau


konsentrasi yang diterima oleh individu, yang selanjutnya dapat dikaitkan dengan
perubahan yang timbul dalam suatu kondisi penyakit. Dalam banyak hal, biomarker
pemajanan merupakan hal yang cukup mudah untuk diketahui, karena kebanyakan
kontaminan atau metabolitnya dapat dikuantifikasi dari sampel tanpa membunuh
organismenya, seperti: darah, urin, faeces atau jaringan-jaringan yang dapat diperoleh
melalui biopsi atau nekropsi.

2) Biomarker kerentanan

Biomarker kerentanan (biomarkers of susceptibility) adalah titik atau hasil akhir


yang merupakan indikasi dari suatu perubahan kondisi fisiologi dan biokimiawi yang
menjadikan individu spesies terkena dampak, baik yang berupa faktor kimia, fisik atau
patogen. Biomarker ini terutama bermanfaat dalam memprediksi kondisi penyakit
pada manusia menggunakan hewan sebagai acuannnya.

3) Biomarker efek

Biomarker efek adalah perubahan-perubahan biokimiawi, fisiologis, tingkah laku


dan lainnya yang dapat diukur, dalam suatu organisme yang bergantung pada
besarannya, dapat dikenali sebagai manisfestasi atau potensi gangguan kesehatan atau
penyakit (ASTDR, 1994). Idealnya, suatu biomarker efek harus dapat berdiri sendiri
yang tidak memerlukan analisis kimia atau uji biologis tambahan untuk
mengkonfirmasinya.
Referensi

Abdurachman A, Sutono. 2002. Teknologi Pengendalian Erosi Lahan Berlereng. hlm. 103-
145 dalam Abdurachman, A., Mappaona, dan Arsil Saleh (Eds.) Teknologi Pengelolaan
Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Achmadi U.F. dan Wulandari R.A. (2014). Paradigma Epidemiologi Kesehatan Lingkungan.
LING1131/MODUL 1.
Anindita, N. S, et al. 2017. Pengawasan Kualitas Pangan Hewani melalui Pengujian Kualitas
Susu Sapi yang Beredar di Kota Yogyakarta. Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Yogyakarta
Arrauf A, Permatasari A, Aditama f, et al. 2014. Air, udar, makanan dan vektor. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.
https://www.academia.edu/9542738/Media_Lingkungan_Air_Udara_Pangan_Vektor_
Penyakit_Berbasis_Lingkungan. Diunduh pada 15 Oktober 2019
Bustan, M. N. (2006). Pengantar Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Heimstra, N.W., dan McFarling, L., 1974. Environmental Psychology. Wadsworth.
California.
Ira Puspita dkk. 2016. Pengaruh Perilaku Masyarakat yang Bermukim di Kawasan Bantaran
Sungai terhadap Penurunan Kualitas Air Sungai Karang Anyar Kota Tarakan. Jurnal
Manusia dan Lingkungan Vol 23 No.2
Kompas. 2008. Bahaya Logam Berat dalam Makanan.
https://sains.kompas.com/read/2008/09/21/11254074/bahaya.logam.berat.dalam.makan
an.?page=all. Diunduh pada 18 Oktober 2019
Laurens, J.M., 2012. Changing Behavior and Environment in a Community-Based Program of
the Riverside Community. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 36:372-382.
Lu F.C. (1995). Toksikologi Dasar Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko. Edisi II.
Jakarta: UI-Press.
Miller, Jr. G. T., 1982. Living in The Environment. Wadsworth Publishing Company.
California
Mukono H. J. (2005). Toksikologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.
National Institute of Environmental Health Sciences (NIEHS). (2019). Gene and
Environment Interaction. Diakses dari
https://www.niehs.nih.gov/health/topics/science/gene-env/index.cfm
Nusantari E. (2015). Genetika. Yogyakarta: Deepublish.
Russel, PJ. (1992). Genetics. New York: Harper Colins Publishers.
Rustia, Hana Nika. 2009. Pengaruh Pajanan Pestisida. Universitas Indonesia. Depok

Shridhar N & Walker L. (2016). Gene-Environment Interactions & Epigenetics. Diakses dari
https://www.healthandenvironment.org/environmental-health/social-context/gene-
environment-interactions

Sudarnika E. (2011). Pengukuran Kejadian Penyakit. Bogor: IPB Press.

Suyanto A, Kusmiyati S, Retnaningsih Ch. 2010. Residual Heavy Metals in Fish from
Contaminated Water in North Coast of Central Java. Program Studi Teknologi Pangan
Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang
Tahir A. Biomarker dan Kegunaannya.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10987/2.BIOMARKER%252
0DAN%2520KEUTAMAANNYA.docx. Diunduh pada 9 Oktober 2019
Thesia T.A.N. (2014). Epidemiologi Kesehatan Lingkungan. Diakses dari
https://www.slideshare.net/thesianatan/epidemiologi-kesehatanlingkungan1
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu. 1994. Bahan Makanan Tambahan untuk Makanan dan
Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Kasus 4

Pemerintah Kabupaten Seribu Situ, memutuskan untuk memberikan konsesi


pertambangan emas kepada rakyat kabupaten tersebut. Lokasi pertambangan rakyat terletak
disebuah bukit di kaki gunung Sentosa, ketinggian 1000 meter dpl. Alih alih memberi
manfaat dan kesejahteraan terhadap rakyat kabupaten tsb, penduduk di sekitar bahkan
penduduk seberang pulau berduyun duyun menanggu emas di bukit Sentosa tersebut.
Mereka menggunakan teknologi yang amat sederhana dengan cara galian tanah yang diduga
terdapat emas di reaksikan dengan merkuri, kemudian di pisahkan dengan cara di panaskan.
Sisa sisa merkuri beterbangan kemana mana, sebagian dibuang ke badan air, yang mengikuti
waterways ke pemukiman penduduk di bawah lokasi tambang emas. Aliran air sepanjang
belasan km melewati dusun tersebut terletak lebih ke hilir sejauh 3 km. selain itu, sisa sisa
tambang juga pernah diteliti oleh mahasiswa FKM UI. Air buangan pertambangan juga
mengandung beberapa logam berat di antaranya Cd, dan Pb. Sungai tersebut merupakan
sumber kehidupan penduduk dusun dusun yang terlewati. Nyaris sepanjang sungai penduduk
menggunakannya sebagai tempat untuk MCK.
1. Diskusikan dan deskripsikan dinamika (kinetika) agents logam berat terutama
merkuri pada media (lingkungan) sebelum kontak dengan penduduk.
Merkuri, ditulis dengan simbol kimia Hg yang berarti “perak cair” (liquid
silver) adalah jenis logam sangat berat yang berbentuk cair pada temperatur kamar,
berwarna putih-keperakan, memiliki sifat konduktor listrik yang cukup baik, tetapi
sebaliknya memiliki sifat konduktor panas yang kurang baik. Merkuri membeku pada
temperatur –38.9 derajat celcius dan mendidih pada temperatur 357 derajat celcius.
Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic), dapat bercampur dengan enzim
didalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzim untuk bertindak
sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap
kedalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifat beracun dan cukup
volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap, meskipun dalam jumlah
yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang komulatif, dalam arti sejumlah kecil
merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan
bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri diantaranya adalah
kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf
(Bambang Tjahjono Setiabudi, 2005).
Lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan
kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri terakumulasi dalam
mikro-organisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolisme.
Bahan-bahan yang mengandung merkuri yang terbuang kedalam sungai atau laut
dimakan oleh mikro-organisme tersebut dan secara kimiawi berubah menjadi senyawa
methyl-merkuri. Mikroorganisme dimakan ikan sehingga methil-merkuri terakumulasi
dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai makanan ikan besar dan akhirnya
dikonsumsi oleh manusia, karena usaha pengolahan emas dengan menggunakan
merkuri seharusnya tidak membuang limbah (tailing) kedalam aliran sungai sehingga
tidak terjadi kontaminasi merkuri pada lingkungan disekitarnya, dan tailing yang
mengandung merkuri harus di tempatkan secara khusus dan ditangani secara hati-hati
(Bambang Tjahjono Setiabudi, 2005).
Gambar Dinamika Kinetika Pencemaran di Wilayah Tambang Emas
Simpul 1 Sumber pencemaran yaitu berasal dari pertambangan emas. Adanya
kegiatan penambangan emas ini, sering menimbulkan masalah lain yang menimpa
kelompok masyarakat setempat yang pada umumnya hidup dalam kemiskinan dan
tidak memiliki pendidikan cukup. Mereka ini juga memanfaatkan sumber daya alam
yang ada seperti menambang emas yang diolah dengan cara yang sangat sederhana.
Inilah yang disebut kelompok tambang emas skala kecil, tambang emas rakyat atau
tambang emas tradisional atau PETI (Penambang Emas Tanpa Ijin). Kegiatan
tambang emas skala kecil pada umumnya terdiri dari penggalian bahan tambang,
penghancuran atau penghalusan, amalgamisasi, dan pemijaran.
Simpul 2 pada proses amagamisasi ada penambahan Hg. jumlah yang berlebih
dengan maksud agar emas yang terikat lebih banyak. Di sisi lain penambahan Hg
yang berlebih menyebabkan Hg yang terbuang ke lingkungan juga tinggi, kalau kadar
emas yang terkandung dalam bijih tidak sebesar yang diharapkan (masyarakat
mencobacoba dengan mengharapkan hasil maksimal). Kemudian emas amalgam
dipisahkan dari batuan yang tak berharga, air, dan Hg sisa dengan cara disaring. Pada
saat penyaringan banyak Hg yang terbuang ke lingkungan yang akhirnya terjadi
pencemaran lingkungan. Waktu dibakar, Hg akan menguap dan mencemari udara
yang juga terhirup oleh penambang yang membakar dan orang yang berada di
sekitarnya.
Industri tambang menggunakan sianida > 180.000 ton/tahun. Sianida
disemprotkan pada gundukan bahan tambang, kemudian leachingnya yang kaya
dengan sianida dikumpulkan dari bagian bawah. Proses ini dilakukan pada lingkungan
terbuka di mana kadar sianida di lingkungan sekitar wilayah tambang tersebut
mencapai 1,31 ppm yang sangat toksik untuk ikan. Pada saat amalgamisasi dan
pemijaran terjadi pencemaran oleh Hg yaitu pada penggunaan Hg yang berlebih yang
kemudian terbuang, dan uap Hg dari pemijaran akan mencemari udara. Jumlah dan
kadar Hg yang besar telah terbuang ke lingkungan wilayah tambang emas. Merkuri
yang terbuang ke lingkungan akan ditransformasi menjadi methyl merkuri oleh
mikroorganisme dan akan bioakumulasi dalam ikan. Produk pangan dari pertanian,
perkebunan dan perairan yang air dan tanahnya tercemar merkuri, sianida dan logam
toksik lainnya.
Simpul 3 penambang emas yang menggunakan merkuri dan sianida dalam
proses penambangan emas. Kegiatan penduduk di sepanjang suangai mulai dari MCK
dan sumber pangan protein dari ikan di sungai yang tercemar merkuri dan logam
toksik lainnya.
Simpul 4 dampak kesehatan berupa gangguan neurologis maupun psikis.
Pemaparan kadar tinggi merkuri, baik yang berbentuk logam, garam, maupun
metilmerkuri dapat merusak secara permanen otak, ginjal, maupun janin. Selain itu
dapat mengakibatkan tremor, pengurangan pendengaran atau penglihatan dan
pengurangan daya ingat, anoreksia, dan insomnia.

2. Apa dampak (penyakit) yang mungkin ditimbulkannya? Deskripsikan penyakit


tersebut.
Merkuri (Hg), adalah satu-satunya logam yang berwujud cair pada suhu ruang.
Merkuri, baik logam maupun metil merkuri (CH3Hg+), biasanya masuk tubuh
manusia lewat pencernaan. Bisa dari ikan, kerang, udang, maupun perairan yang
terkontaminasi. Namun bila dalam bentuk logam, biasanya sebagian besar bisa
diekresikan. Sisanya akan menumpuk di ginjal dan sistem saraf, yang suatu saat akan
mengganggu bila akumulasinya makin banyak. Merkuri dalam bentuk logam tidak
begitu berbahaya, karena hanya 15% yang bisa terserap tubuh manusia. Tetapi begitu
terpapar ke alam, dalam kondisi tertentu ia bisa bereaksi dengan metana yang berasal
dari dekomposisi senyawa organik membentuk metil merkuri yang bersifat toksis.
Dalam bentuk metil merkuri, sebagian besar akan berakumulasi di otak. Karena
penyerapannya besar, dalam waktu singkat bisa menyebabkan berbagai gangguan.
Mulai dari rusaknya keseimbangan tubuh, tidak bisa berkonsentrasi, tuli, dan berbagai
gangguan lain. Metil merkuri dapat dimetabolisme menjadi metil anorganik oleh hati
dan ginjal. Metil merkuri dimetabolisme sebagai bentuk Hg++ . Metil merkuri yang
ada dalam saluran cerna akan dikonversi menjadi merkuri anorganik oleh flora usus.
Dalam bidang kesehatan kerja, dikenal istilah keracunan akut dan keracunan
kronis. Keracunan akut didefinisikan sebagai suatu bentuk keracunan yang terjadi
dalam jangka waktu singkat atau sangat singkat. Peristiwa keracunan akut ini dapat
terjadi apabila individu atau biota secara tidak sengaja menghirup atau menelan bahan
beracun dalm dosis atau jumlah besar. Adapun keracunan kronis didefinisikan dengan
terhirup atau tertelannya bahan beracun dalam dosis rendah tetapi dalam jangka waktu
yang panjang. Keracunan kronis lebih sering diderita oleh para pekerja di tambang-
tambang.
Terdapat beberapa hal terpenting yang dapat dijadikan patokan terhadap efek
yang ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh. Semua senyawa merkuri adalah racun
bagi tubuh, apabila berada dalam jumlah yang cukup. Senyawa merkuri yang berbeda,
menunjukkan karakteristik yang berbeda pula dalam daya racun, penyebaran,
akumulasi dan waktu retensi yang dimilikinya di dalam tubuh. Biotransformasi
tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan dan atau dalam tubuh organisme
hidup yang telah kemasukan merkuri, disebabkan oleh perubahan bentuk atas
senyawa-senyawa merkuri dari satu tipe ke tipe lainnya. Pengaruh utama yang
ditimbulkan oleh merkuri dalam tubuh adalah menghalangi kerja enzim dan merusak
selaput dinding (membran) sel. Keadaan itu disebabkan karena kemampuan merkuri
dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang mengandung belerang, yang
terdapat dalam enzim atau dinding sel (Halida,2002).
Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya
bersifat permanen. Sampai sekarang belum diketahui cara efektif untuk memperbaiki
kerusakan fungsi - fungsi itu. Efek merkuri pada kesehatan terutama berkaitan dengan
sistem syaraf, yang memang sangat sensitif pada semua bentuk merkuri. Manifestasi
klinis awal intoksikasi merkuri didapatkan gangguan tidur, perubahan mood
(perasaan) yang dikenal sebagai “erethism”, kesemutan mulai dari daerah sekitar
mulut hingga jari dan tangan, pengurangan pendengaran atau penglihatan dan
pengurangan daya ingat. Pada intoksikasi berat penderita menunjukkan gejala klinis
tremor, gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, jalan sempoyongan (ataxia)
yang menyebabkan orang takut berjalan. Hal ini diakibatkan terjadi kerusakan pada
jaringan otak kecil (serebellum). Keracunan pada ibu hamil dapat menyebabkan
terjadi mental retardasi pada bayi atau kebodohan, kekakuan (spastik), karena zat
metil merkuri yang masuk ke dalam tubuh perempuan hamil tersebut tidak hanya
mencemari organ tubuhnya sendiri, tetapi juga janin yang dikandungnya melalui tali
pusat, oleh karena itu merkuri sangat rentan terhadap ibu hamil, ibu menyusui dan
mereka yang menderita gangguan neurologis dan mental organik atau fungsional
(Budiono et al, 2003).
Merkuri yang terhisap dapat lewat udara berdampak akut atau terakumulasi
dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronkitis, hingga rusaknya
paruparu. Pada keracunan merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal
sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, dan
sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang lebih dapat berakibat pada degenerasi
sel-sel saraf di otak kecil (Edward,2008).

3. Diskusi dan deskripsikan hubungan interaktif komponen media berisi agents


penyakit dengan kelompok penduduk
Jalur masuknya Hg dalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan
(berbentuk uap atau debu), makanan dan minuman (oral/sistem pencernaan) serta
melalui jaringan kulit. Garam merkuri larut dan golongan aril merkuri diabsorbsi
melalui semua jalan yaitu inhalasi, ingesti atau kontak kulit. Golongan anorganik dan
aril merkuri didistribusi pada banyak jaringan tubuh, terutama pada otak dan ginjal.
Merkuri terikat pada sulfhidril dan dapat mempengaruhi sejumlah sistem enzim sel.
Alkil merkuri memiliki ikatan kuat dengan karbon -merkuri dan akumulasi pada
sistem saraf pusat. Pada aliran darah, absorbsi terbesar alkil merkuri ditemukan dalam
sel darah merah. Merkuri anorganik dan organik keduanya dapat melewati sawar
darah otak dan plasenta serta dapat disekresikan dalam air susu. Dalam referensi lain
disebutkan bahwa merkuri ini mudah menguap dengan uap yang bersifat sangat toksik
dan jika terhisap dapat terdifusi dari paru-paru memasuki jaringan darah dan dapat
memasuki otak, mengakibatkan kerusakan jaringan saraf dan berpengaruh pada
koordinasi, penglihatan dan indera perasa. Berdasarkan kasus, merkuri yang terbuang
ke dalam sungai yang digunakan penduduk untuk mandi akan masuk melalui jaringan
kulit.
4. Apa yang dimaksud dengan population at risk termasuk variable berperan
dalam kependudukan (termasuk genetic),

Population at risk adalah kelompok yang terkena risiko/kelompok yang


mendapatkan ancaman penyakit lebih tinggi untuk terjadinya penyakit. Dari kasus
yang diceritakan tersebut, maka dapat kita uraikan population at risk disini antara lain
pekerja tambang dan penduduk disekitar tambang emas serta pemukiman disepanjang
aliran sungai.

Variabel yang berperan

a. Lama tinggal berpotensi mendukung peningkatan Hg dalam urin dimana dari


data jurnal yang ada menjelaskan mereka adalah penduduk yang tinggal diatas
lima tahun. Konsentrasi Hg juga dipengaruhi faktor lain yaitu lama nya
paparan, bentuk senyawa Hg dalam tubuh, jumlah Hg (dosis) yang masuk
dalam tubuh, kemampuan metabolisme (kinerja dan fungsi organ)
b. Umur orang dewasa dan anak-anak, umur mendukung dalam
mengeksresikan racun dalam tubuh.
c. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dikarenakan sebagai pekerja tambang
namun untuk penduduk sepanjang aliran sungai juga termasuk, namun skala
lebih kecil.
d. Jenis pekerjaan berdasarkan jurnal, pekerja tambang memiliki kadar
merkuri yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat sekitar sebagai
kelompok kontrol.
e. Status kesehatan/genetik, dipengaruhi oleh umur dan faktor lama tinggal.
konsentrasi Hg dalam urin penduduk yang status gizi baik tidak normal.
Didalam sel, efek toksik nya berhubungan dengan densitas sel dan
konsentrasinya dalam substrat.
f. Jarak dari sumber pencemar (uap Hg di udara dapat beredar di atmosfer
hingga satu tahun dapat tersebar luas. Terlebih didukung oleh kecepatan angin
dan arah angin.)
5. Siapa population at risk dari pencemaran udara, air dan pangan (lokasi tempat
tinggal, arah dan kecepatan angin, ukuran partikel.)
a. Population at risk pada pencemaran udara :

Para pekerja tambang emas, karena para pekerja mereaksikan emas dengan
merkuri yang lalu dipanaskan. Uap yang dihasilkan dapat terhirup oleh
pekerja dan orang yang terlibat pada proses penguapan

b. Population at risk pada pencemaran air :

Penduduk yang bermukim dibawah lokasi tambang emas, karena :

1. Sisa-sisa merkuri yang dibuang ke badan air yang mengikuti


waterways ke pemukiman penduduk.
2. Dusun-dusun yang dilewati aliran air sungai (letaknya lebih ke hilir
3km)
3. Waterways dan sungai yang terkontaminasi merkuri merupakan
sumber air dari penduduk

c. Population at risk pada pencemaran pangan :

Pemukiman penduduk yang dilewati oleh waterways dan sungai, karena


waterways merupakan sumber air yang digunakan oleh mereka untuk produk
pertanian.

6. Gambarkan dinamika transmisi agent Cd, Hg dan Pb dengan sebuah model


Teori Simpul (yang telah dikembangkan).

Mengacu pada gambar skema teori simpul penyakit diatas, komponen lingkungan
yang dapat memindahkan agent penyakit atau dinamika transmisi agent Cd, Hg, Pb
antara lain:

a. Udara → Agent Cd, Hg, Pb dapat menimbulkan penyakit dengan cara


mentransmisikan melalui udara. Agent Cd, Hg, Pb dapat menstransmisikan ketika
agent sumber penyakit berbentuk gas atau uap atau partikel-partikel yang bebas di
udara masuk melalui saluran inhalasi manusia.
b. Air → Agent Cd, Hg, Pb dapat menimbulkan penyakit dengan cara
mentransmisikan melalui air yang mengalir maupun air yang menggenang.
Polutan kimia Cd, Hg, Pb cair yang masuk ke dalam sungai, saluran air, maupun
aliran air dari dulu ke hilir dapat menyebabkan kontaminasi jika air tersebut
diminum atau dikonsumsi.
c. Tanah → Agent Cd, Hg, Pb dapat menimbulkan penyakit dengan cara
mentransmisikan melalui tanah. Tanah-tanah disekitar area pertambangan maupun
tanah produktif yang ditanami produk pertanian atau perkebunan warga akan
tercemar bahan kimia agent Cd, Hg, Pb secara langsung jika bahan-bahan kimia
tersebut release dengan bentuk padat maupun cair. Dimana hal ini dapat
mengganggu keberlangsungan organisme di tanah dan juga dapat mencemari
pangan.
d. Pangan → Agent Cd, Hg, Pb dapat menimbulkan penyakit dengan cara
mentransmisikan melalui pangan dengan cara agent dapat mengendap tanah dan
akan mencemari produk pertanian maupun perkebunan warga sekitar. Berbagai
bahan beracun tersebut dapat terserap akar tanaman pangan.

7. Apakah unsur-unsur yang masuk kelompok dalam variabel kependudukan? Apa


makna atau arti dalam proses kejadian penyakit?

Variabel kependudukan dalam kasus ini adalah pengetahuan masyarakat


mengenai bahaya dari merkuri cadmium dan timbal, perilaku masyarakat yang
menggunakan air sungai untuk berkativitas sehari-hari, pekerjaan masyarakat sebagai
pekerja tambang, serta lingkungan tempat tinggal yang berada didekat kegiatan
penambangan dan aliran sungai. Arti proses kejadian penyakit adalah outcome
hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang mempunyai potensi
bahaya gangguan kesehatan. Proses Hubungan Interaktif adalah agent penyakit,
dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan, masuk kedalam tubuh.
Seseorang dikatakan sakit kalau salah satu maupun bersama mengalami kelainan
dibandingkan rata-rata penduduk lainnya. Bisa kelainan bentuk atau kelainan fungsi,
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial.
8. Konsep ‘behavioural exposure’. Apa yang dimaksud dengan Behavioural
Exposure? Berikan contoh lainnya. Mengapa konsep ini penting ?
Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan
komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit. Agen penyakit
dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain, masuk ke dalam
tubuh melalui satu proses yang kita kenal sebagai proses ”hubungan interaktif”.
Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut
perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan
atau “behavioral exposure” (Achmadi, 2013). Pada kasus Penambangan Emas Tanpa
Izin (PETI), merkuri digunakan pada saat proses pemurnian emas. PETI biasanya
dijalankan oleh warga sekitar tanpa adanya pengawasan yang jelas dari pemerintah
daerah terkait dengan dampak lingkungan yang terjadi, sehingga banyak pekerja
tambang membuang limbah merkurinya ke saluran/sungai yang menjadi sumber air
warga sehari hari. Lebih buruknya lagi, banyaknya tambang emas ilegal yang berada
dekat dengan lingkungan masyarakat menyebabkan banyaknya pajanan limbah
merkuri pada sumber air yang digunakan oleh masyarakat.
Pembuangan limbah langsung ke saluran yang tidak permanen bukan hanya
mencemari lingkungan namun juga menyebabkan tanah tercemar merkuri sehingga
kemungkinan terjadi akumulasi merkuri pada tanaman pangan yang berada
disekitarnya. Selain itu, dapat pula menyebabkan infiltrasi Hg ke air tanah yang
digunakan oleh penduduk sebagai sumber air bersih, antara lain untuk keperluan air
minum dan memasak. Contoh perilaku pemajanan yang meningkatkan risiko penyakit
yaitu kebiasaan buang air besar (BAB) di badan air seperti sungai, membuang sampah
atau limbah ke badan air, dan tidak memasak air sebelum diminum. Konsep ini
penting karena masyarakat di sekitar pertambangan memiliki risiko tinggi untuk
terpapar merkuri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Apabila masyarakat
tidak menyadari bahwa perilaku atau kebiasaan mereka dapat meningkatkan risiko
penyakit, tingkat kesehatan masyarakat tersebut akan menurun. Kasus keracunan
merkuri dapat menyebabkan berbagai penyakit yang menyerang organ tubuh dalam
jangka lama sehingga akhirnya dapat menyebabkan penyakit kronis atau cacat
permanen.
9. Diskusikan aspek sosio-kultural serta aspek hukum dari kasus tersebut
a. Aspek sosio-kultural
Penduduk Kabupaten Seribu Situ memiliki tingkat pendidikan yang
rendah, dilihat dari rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penggunaan
dan bahaya dari merkuri. Selain itu, dapat diasumsikan bahwa masyarakat
memiliki tingkat ekonomi yang rendah. Hal ini dilihat dari masyarakat yang
berbondong-bondong menggali emas untuk menambah penghasilan.
Kemungkinan mata pencaharian utama masyarakat adalah petani atau buruh.
Kehadiran tambang rakyat Gunung Sentosa menjadi alternatif penambahan
ekonomi masyarakat. Pertambangan ini juga membuka lapangan pekerjaan
baru, sehingga dapat dijadikan mata pencaharian utama secara turun-temurun.
Masyarakat sebagian besar memanfaatkan sayuran dari perkebunan dan ikan
dari sungai, sehingga ikan dan sayuran merupakan sumber pangan utama
masyarakat. Padahal, ikan bersumber dari sungai yang terkontaminasi merkuri
dan tumbuhan yang tumbuh di kebun yang tanahnya mengandung merkuri
berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat, terutama bila dikonsumsi
dalam jangka waktu panjang dan proses pemasakan yang tidak sempurna.
b. Aspek hukum
Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah izin untuk melaksanakan usaha
pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan
investasi terbatas. Tambang rakyat secara resmi terdapat pada, Undang -
Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok
Pertambangan, selanjutnya diubah menjadi UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 67 UU Pertambangan Mineral dan
Batubara Nomor 4 Tahun 2009 menyebutkan, bahwa Bupati/Walikota
memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, perseorangan dan/atau
kelompok masyarakat dan/atau koperasi. Jika masyarakat sudah mengantongi
IPR, mereka sudah dilindungi oleh aturan main. Dari sudut pandang hukum,
maka aktivitas pertambangan itu tidak boleh dilaksanakan sebelum ada izin.
UU No. 4 Tahun 2009 menjelaskan tentang IPR dengan penjelasan sebagai
berikut:
a) Pasal 66
Kegiatan pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Pertambangan mineral logam
2) Pertambangan mineral bukan logam
3) Pertambangan batuan dan atau
4) Pertambangan batubara
b) Pasal 67
1) Bupati/walikota memberikan IPR terutama kepada penduduk
setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat
dan/atau koperasi.
2) Bupati/walikota dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan
pemberian IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Untuk memperoleh IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemohon wajib menyampaikan surat permohonan kepada
bupati/walikota.
c) Pasal 68
1) Luas wilayah untuk 1 (satu) IPR yang dapat diberikan kepada:
a. Perseorangan paling banyak 1 (satu) hektare;
b. Kelompok masyarakat paling banyak 5 (lima) hektare;
dan/atau
c. Koperasi paling banyak 10 (sepuluh) hektare.
2) IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang.
d) Pasal 69
Pemegang IPR berhak:
1) Mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan
manajemen dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; dan
2) Mendapat bantuan modal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
e) Pasal 70
Pemegang IPR wajib:

1) Melakukan kegiatan penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan


setelah IPR diterbitkan;
2) Mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan
lingkungan, dan memenuhi standar yang berlaku;
3) Mengelola lingkungan hidup bersama pemerintah daerah;
4) Membayar iuran tetap dan iuran produksi; dan
5) Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan rakyat secara berkala kepada pemberi IPR.
f) Pasal 73
1) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan pembinaan di bidang
pengusahaan, teknologi pertambangan, serta permodalan dan
pemasaran dalam usaha meningkatkan kemampuan usaha
pertambangan rakyat.
2) Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap
pengamanan teknis pada usaha pertambangan rakyat yang
meliputi:
a. Keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Pengelolaan lingkungan hidup; dan
c. Pascatambang.
3) Untuk melaksanakan pengamanan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pemerintah kabupaten/kota wajib
mengangkat pejabat fungsional inspektur tambang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Pemerintah kabupaten/kota wajib mencatat hasil produksi dari
seluruh kegiatan usaha pertambangan rakyat yang berada dalam
wilayahnya dan melaporkannya secara berkala kepada Menteri
dan gubernur setempat.
5) Pasal 151 ayat 1). Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya berhak memberikan sanksi
administratif kepada pemegang IUP, IPR atau IUPK atas
pelanggaran ketentuan ayat 2). Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan
eksplorasi atau operasi produksi; dan/atau
c. Pencabutan IUP, IPR, atau IUPK.
6) Pasal 152 dikatakan Dalam hal pemerintah daerah tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
151 dan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j, Menteri
dapat menghentikan sementara dan/atau mencabut IUP atau
IPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Referensi

Achmadi U.F. (2013). Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.

Bambang Tjahjono Setiabudi., 2005, Pendataan Penyebaran Merkuri kecamatan Kokap.


Badan Konservasi. Yogyakarta.

Budiono et al. 2003. Hiegene perusahaan, ergonomic, kesehatan kerja, keselamatan kerja.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Daud, Anwar. 2013. Pajanan Merkuri (Hg) Pada Masyarakat Di Kelurahan Poboya Kota
Palu Sulawesi Tengah. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Sulawesi Tengah

Edward. 2008. Pengamatan kadar merkuri di perairan teluk Kao (Halmahera) dan perairan
Anggai (Pulau Obi). Maluku Tenggara: UPT Loka Konservasi Biota Laut Tual, LIPI.

Halida, Lubis Sari. 2002. Toksisitas Merkuri dan Penanganannya. USU digitalized Library.

Novianti, Andini et al. 2016. Keracunan Merkuri. Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia. Depok

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral


Dan Batubara
Kasus 5

Kabupaten Saritem Barat dikenal sebagai daerah endemic lymphatic filariasis.


Penyakit ini ditandai dengan kaki gajah, hidtocele dan atau menyerang kelenjar getah bening
mammae pada wanita. Wanita daerah Saritem Barat terkenal berkuning langsat, berwajah
ayu dan ramah. Mereka memiliki tarian tradisional yang dibawakan oleh wanita wanita
remaja. Penari penari tsb amat piawai dalam tariannya yang lemah gemulai. Penari dengan
pakaian ketat, dan kain yang dikenakan hingga sebatas betis Nampak serasi dengan
gerakannya. Namun sangat disayangkan beberapa penari yang piawai tersebut memiliki betis
yang membesar sebelah tidak simetris. Sedangkan penduduk laki laki memiliki hobi diskusi
lepas malam di warung warung kopi di pinggir jalan. Sementara wanita dan ibu ibu tidur
relative sore hari, para lelaki suka begadang hingga larut malam. Di antara mereka
menggunakan kain sarung, entah apa sebabnya, namun menurut bisik bisik beberapa di
antara mereka memiliki testis yang amat besar. Besarnya bervariasi sebesar sawo hingga
kelapa cengkir. Diduga mereka terkena hidrocele dan gadis gadis yang memiliki betis besar
sebelah juga terkena lymphatic Filariasis.

Situasi sistim riool atau saluran (GOT) air di pinggir jalan dibiarkan terbuka, banyak
yang tidak mengalir. Baik anggota DPRD maupun pak Bupati cuek karena tidak paham.
Anda seorang S.KL seharusnya memahami hal tersebut kasian gadis muda dan lelaki tampan
menggunakan sarung secara terus menerus. Nampaknya disekitar rumah rumah penduduk
juga memelihara kolam yang tidak terurus.

1. Apakah penular penyakit filariasis di pulau tersebut? Sebutkan beberapa, apa


saja dan sebutkan bionomiknya.

Penyakit Kaki Gajah (Lymphatic Filariasis) yang selanjutnya disebut Filariasis


adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang
menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Di Indonesia hingga saat ini telah
diketahui terdapat 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu: Mansonia, Anopheles,
Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi vektor Filariasis. Bionomik (tata hidup)
vektor mencakup tempat berkembang biak, perilaku menggigit (mencari darah) dan
tempat istirahat (Permenkes RI, 2014). Setiap nyamuk yang berperan sebagai vektor
filariasis memiliki tempat perkembangbiakan yang berbeda-beda tergantung dari
jenisnya. Kebanyakan nyamuk suka beristirahat di tempat teduh dan tempat gelap
misalnya semak belukar serta tempat gelap yang terletak di dalam rumah. Dalam
memilih mangsanya, nyamuk sendiri mempunyai kriteria yaitu darah manusia
(antrofilik), darah hewan (zoofilik) dan darah keduanya (zooantrofilik) serta di dalam
rumah (endofagik) dan di luar rumah (eksofagik) dalam hal perbedaan waktu dan
tempat mencari mangsa (Wahyono, 2010).

a. Tempat istirahat

Tempat istirahat (resting places) nyamuk Culex di dalam rumah pada waktu
siang hari. Nyamuk Culex akan memilih tempat-tempat yang gelap dan lembab
di dalam rumah untuk beristirahat, seperti di balik perabotan rumah tangga
yang berwarna gelap dan pakaian yang digantung (Novianto, 2007).

b. Perilaku menggigit

Nyamuk Culex sp disebut nocturnal atau memiliki kebiasaan menggigit


manusia dan hewan utamanya pada malam hari. Waktu yang biasanya
digunakan oleh nyamuk Culex sp untuk menghisap darah adalah beberapa jam
sesudah terbenamnya matahari hingga sebelum matahari terbit. Pada pukul
01.00-02.00 merupakan puncak dari aktivitas menggigit nyamuk Culex sp
(Tiawsirisup, 2006).

c. Tempat perkembangbiakan

Tempat yang biasanya digunakan oleh nyamuk Culex sp untuk berkembang


biak adalah di sembarang tempat seperti di air bersih dan air yang kotor yaitu
genangan air, selokan terbuka, dan empang ikan (Soegijanto, 2006).

d. Distribusi penyebaran

Sebagian besar spesies domestik terbang cukup dekat dengan titik asal. Jarak
terbang betina biasanya lebih jauh daripada jantan. Kekuatan dan arah angin
berpengaruh dalam penyebaran atau migrasi nyamuk. Kebanyakan nyamuk
tetap dalam satu atau dua kilometer dari sumber makan mereka. Nyamuk tidak
dapat terbang cepat, hanya sekitar 4 kilometer per jam (Nalim, 1989). Nyamuk
Culex memiliki kepadatan 5,25 ekor/orang/jam di dalam rumah. Kepadatan di
luar rumah adalah 5,64 ekor/orang/jam. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 1
jam terdapat sekitar 5-6 nyamuk yang mengigit manusia baik di dalam maupun
di luar rumah (Dinkes Kab. Pekalongan, 2011).

2. Jelaskan atau dekripsikan bionomic nyamuk serta potensi penularan penyakit


(virus + parasit) serta gambarkan dinamika transmisi atau penularan filariasis.

Bionomik nyamuk mencakup pengertian tentang perkembangbiakan, perilaku,


umur, populasi, penyebaran, fluktuasi kepadatan musiman, serta faktorfaktor
lingkungan yang mempengaruhinya, berupa lingkungan fisik (kelembaban, musim,
matahari, arus air), lingkungan kimiawi (kadar garam, pH), dan lingkungan biologik
(tumbuhan, ganggang, vegetasi di sekitar perindukan). Tempat perindukan nyamuk
berbeda-beda tergantung jenisnya. Umumnya nyamuk beristirahat di tempat-tempat
teduh, seperti semak-semak di sekitar tempat perindukan dan di dalam rumah pada
tempat-tempat yang gelap. Sifat nyamuk dalam memilih jenis mangsanya berbeda-
beda, dapat hanya menyukai darah manusia (antropofilik), darah hewan (zoofilik),
atau darah hewan dan manusia (zooantropofilik). Demikian juga mencari mangsanya
berbeda-beda, dapat hanya di luar rumah (eksofagik) atau dalam rumah (endofagik).
Setiap daerah mempunyai spesies nyamuk berbeda-beda, dan pada umumnya terdapat
beberapa spesies nyamuk sebagai vektor utama dan spesies lainnya hanya merupakan
vektor potensial.

a. Tempat istirahat

Berdasarkan tempat bertelur, habitat nyamuk dapat dibagi menjadi container


habitats dan ground water habitats (genangan air tanah). Container habitat
terdiri dari wadah alami dan wadah artifisial (Qomariah, 2004). Wadah alami
banyak terdapat di area hutan atau area perkebunan. Namun wadah alami juga
banyak terdapat di tempat lain, misalnya area bekas penebangan pohon, ruas-
ruas bambu, area pantai dimana terdapat banyak tempurung kelapa. Spesies
yang memiliki habitat wadah alami adalah Aedes sp, Anopheles sp, Culex sp.
Wadah artifisial adalah wadah terindikasi adanya aktifitas manusia atau
modifikasi manusia. Habitat ini kebanyakan berada di area pemukiman.
Contoh wadah artifisial yaitu, barang-barang bekas, penampung air
kulkas/dispenser, tempat penampungan air. Spesies yang memiliki habitat
wadah artifisial adalah Aedes sp, Culex sp (Rattanarithikul dan Harrison,
2005).

b. Perilaku menggigit

Kebiasaan cara makan nyamuk cukup unik, karena hanya betina dewasa yang
menghisap darah manusia dan hewan. Nyamuk jantan tidak menghisap darah,
tetapi menghisap madu tanaman. Nyamuk betina memerlukan darah yang
cukup untuk bertelur. Berbagai petunjuk memungkinkan nyamuk untuk
menghisap darah manusia atau hewan. k. Nyamuk terbang lebih dekat dengan
target yang gelap. Setelah menemukan mangsa, nyamuk menyuntikkan air liur
ke luka.

c. Tempat perkembangbiakan

Nyamuk cenderung memilih tempat perkembangbiakan yang berwarna gelap,


terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar jernih,
dan tenang (Soegijanto, 2006). Tempat perkembangbiakan nyamuk bisa
terletak di dalam maupun di luar rumah. Tempat-tempat penampungan air
seperti bak mandi, bak air WC, tandon air minum, tempayan, gentong air,
ember, dan lain-lain merupakan tempat di dalam rumah yang bisa dijadikan
sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. 31 Tempat peletakan telur nyamuk
yang terletak di luar rumah antara lain drum, kaleng bekas, botol bekas, pot
bekas, pot tanaman hias yang terisi air hujan, dan lain-lain. Pada tempat
penampungan air alami misalnya pada lubang pohon dan pelepah-pelepah daun
juga dapat ditemukan telur nyamuk.

d. Distribusi penyebaran

Nyamuk dewasa dapat terbang lebih dari 20 mil jauhnya dari sumber air
tempat mereka berkembang. Namun, nyamuk tersebut tidak dapat terbang
dengan cepat, kurang lebih hanya 4 mil per jam. Sebagian besar spesies
domestik terbang cukup dekat dengan titik asal. Jarak terbang betina biasanya
lebih jauh daripada jantan. Penyebaran dapat meluas secara pasif, misalnya
terbawa angin atau kendaraan (Faridah dkk, 2018).
Penularan filariasis bisa terjadi dari manusia dan hewan (reservoir). Pada
intinya manusia bisa tertular filariasis diakibatkan karena gigitan nyamuk yang
membawa larva stadium III atau larva infeksius. Larva stadium III tersebut didapatkan
oleh nyamuk melalui aktivitas menghisap darah manusia yang telah terinfeksi
(Sandjaja, 2007). Sumber penularan filariasis juga bisa diperankan oleh hewan (hewan
reservoir), dari seluruh spesies nematoda filaria hanya spesies Brugia malayi sub
periodik nokturnal dan non periodik yang dapat menginfeksi lutung (Presbytis
cristatus), kera (Macaca fascilaris), dan kucing (Felis catus) (Nafilata, 2011).

3. Mana yang termasuk simpul 2, simpul 3 dan simpul 4? Apa parameternya?

a. Simpul 2 (Media Transmisi Penyakit)

Pada kasus ini, media transmisi utama adalah vektor. Seseorang dapat tertular
atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk yang
infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3).

b. Simpul 3 (Perilaku Pemajanan)

Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen


lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit. Pada kasus ini
penduduk laki laki memiliki hobi diskusi lepas malam di warung warung kopi
dipinggir jalan, disekitar rumah penduduk juga memelihara kolam yang tidak
terurus, selain itu juga saluran air dipinggir jalan banyak yang tidak mengalir
dan dibiarkakn terbuka.

c. Simpul 4 (Kejadian Penyakit)

Simpul keempat adalah studi gejala penyakit, atau bila komponen lingkungan
telah menimbulkan dampak. Dampak dari kasus ini adalah timbulnya penyakit
hidrocele dan lymphatic Filariasis.

Perkembangan klinis filariasis dipengaruhi oleh faktor kerentanan individu


terhadap parasit, seringnya mendapat gigitan nyamuk, banyaknya larva infektif
yang masuk ke dalam tubuh adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur.
Secara umum perkembangan klinis filariasis dapat dibagi menjadi fase dini dan
fase lanjut. Pada fase dini timbul gejala klinis akut karena infeksi cacing dewasa
bersama-sama dengan infeksi oleh bakteri dan jamur. Pada fase lanjut terjadi
kerusakan saluran dan kerusakan kelenjer, kerusakan katup saluran limfe,
termasuk kerusakan saluran limfe kecil yang terdapat dikulit. Pada dasarnya
perkembanganklinis filariasis tersebut disebabkan karena cacing dilaria dewasa
yang tinggal dalam saluran limfe bukan penyumbatan (obstruksi), sehingga
terjadi gangguan fungsi sistem limfatik

1) Penimbunan cairan limfe.

2) Terganggunya pengangkutan bakteri dari kulit atau jaringan melalui saluran


limfe ke kelenjer limfe.

3) Kelenjer limfe tidak dapat menyerang bakteri yang masuk dalam kulit.

4) Infeksi bakteri benilang akan menyebabkan serangan akut bemlang


(recurrent acute attack).

5) Kerusakan sistem limfatik, termasuk kerusakan saluran limfe kecil yang ada
di kulit, menyebabkan menurunnya kemampuan untuk mengalirkan cairan
limfe dari kulit danj aringan ke kelenjer limfe sehingga dapat terjadi
limfedema.

Pada penderita limfedema, serangan akut berulang oleh bakteri atau jamur
akan menyebabkan penebalan dan pengerasan kulit, hiperpigmentasi,
hiperkeratosis dan peningkatan pembentukkan jaringan ikat (fibrose tissue
formation) sehingga terjadi penigkatan stadium limfedema, dimana
pembengkakkan yang semula terjadi hilang timbul akan menjadi
pembengkakkan menetap.

4. Gambarkan model penularan penyakit filariasis serta gambarkan dinamika


transmisi beserta variable yang berperan.

Seseorang mendapatkan penularan filariasis bila digigit oleh vektor nyamuk


yang mengandung larva infektif cacing filaria. Mekanisme penyebarannya, nyamuk
yang menghisap darah orang yang mengandung microfilaria. Caranya, microfilaria
yang terhisap bersama darah menembus dinding perut nyamuk, tinggal di otot-otot
dada, kemudian berkembang menjadi larva yang selanjutnya pindah ke proboscis.
Pada saat nyamuk menghisap darah orang larva ini masuk ke dalam darah orang
tersebut.

Variabel yang berperan dalam penularan penyakit filariasis adalah

a. Manusia

1) Umur

Filariasis menyerang pada semua kelompok umur. Pada dasarnya setiap


orang dapat tertular filariasis apabila mendapat tusukan nyamuk infektif
(mengandung larvastadium 3)ribuan kali.

2) Jenis Kelamin

Semua jenis kelamin dapat terinfeksi mikrofilaria. Insiden filariasis pada laki-
laki lebih tinggi daripada perempuan karena pada umumnya laki-laki lebih
sering terpapar dengan vektor karena pekerjaannya.

3) Imunitas

Orang yang pernah terinfeksi filariasis sebelumnya tidak teerbentuk imunitas


dalam tubuhnya terhadap filaria demikian juga yang tinggal di daerah
endemis biasanya tidak mempunyai imunitas alami terhadap penyakit
filariasis. Pada daerah endemis filariasis, tidak semua orang terinfeksi
filariasis dan orang yang terinfeksi menunjukkan gejala klinis. Seseorang
yang terinfeksi filariasis tetapi belum menunjukkan gejala klinis biasanya
terjadi perubahan patologis dalam tubuhnya.

4) Ras

Penduduk pendatang pada suatu daerah endemis filariasis mempunyai risiko


terinfeksi filariasis lebih besar dibanding penduduk asli. Penduduk pendatang
dari daerah non endemis ke daerah endemis, misalnya transmigran, walaupun
pada pemeriksaan darah jari belum atau sedikit mengandung mikrofilaria,
akan tetapi sudah menunjukkan gejala klinis yang lebih berat.
b. Nyamuk

Nyamuk termasuk serangga yang melangsungkan siklus kehidupan di air.


Kelangsungan hidup nyamuk akan terputus apabila tidak ada air. Nyamuk
dewasa sekali bertelur sebanyak ± 100-300 butir, besar telur sekitar 0,5 mm.
Setelah 1-2 hari menetas jadi jentik, 8-10 hari menjadi kepompong (pupa), dan
1-2 hari menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk jantan akan terbang disekitar
perindukkannya dan makan cairan tumbuhan yang ada disekitarnya. Nyamuk
betina hanya kawinsekali dalam hidupnya. Perkawinan biasanya terjadi setelah
24-48 jam keluar dari kepompong. Makanan nyamuk betina yaitu darah, yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya.

c. Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis dan mata


rantai penularannya. Biasanya daerah endemis Brugia Malayi adalah daerah
sungai, hutan, rawa-rawa, sepanjang sungai atau badan air lain yang ditumbuhi
tanaman air. Daerah endemis W. Bancrofti tipe perkotaan (urban) adalah
daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduknya dan banyak
genangan air kotor sebagai habitat dari vektor yaitu nyamuk Cx.
Quinquefasciatus. Sedangkan daerah endemis W. Bancrofti tipe pedesaan
(rural) secara umum kondisi lingkungannya sama dengan derah endemis
B.Malayi.

d. Agen

Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filarial,yaitu : W.


Bancroft, B.Malayi. B. Timori. Cacing filaria (Nematode : Filarioidea) baik
limfatik maupunnon lirnfatik, rnempunyai ciri khas yang sama sebagai berikut:
dalam reproduksinya tidak lagi mengeluarkan telur melainkan mikrofilaria
(larva cacing), dan ditularkan oleh Arthropoda (nyamuk).
5. Apa yang disebut sebagai habitat? Apakah dengan mengendalikan habitat bisa
mengendalikan filariasis.

Habitat adalah kawasan yang terdiri atas berbagai komponen fisik biotik maupun
abiotik yang merupakan kesatuan dan digunakan sebagai tempat hidup, dan
berkembang biak bagi makhluk hidup (Alikodra, 1990).

Habitat merupakan tempat dengan setiap unit kehidupan yang berada didalamnya dan
mampu Universitas Sumatera Utara 6 melakukan aktivitas hidup dan mengalami
interaksi dengan lingkungannya. Ini disebabkan karena hewan mempunyai
kemampuan hidup, tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang sesuai
(Alikodra, 1990).

Ada beberapa tipe habitat perkembangbiakan vektor nyamuk filariasis dengan flora
dan fauna yang sangat mendukung terbentuknya tempat perindukan nyamuk potensial
yaitu genangan air atau kubangan dan sungai kecil yang tidak pernah kering sepanjang
tahun. Kondisi habitat yang ditemukan sangat berpotensi terhadap tiga spesies vektor
nyamuk filariasis yaitu Anopheles sp, Culex sp dan Armigeres sp. Jadi, dengan
mengendalikan habitat bisa mengendalikan filariasis.

6. Sector mana saja yang terlibat ketika mengedalikan habitat


a. Pemerintah

Program Eliminasi Filariasis sebagai salah satu prioritas nasional


pemberantasan penyakit menular sesuai dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia nomor 7 tahun 2005

b. LSM

Mendorong peran aktif masyarakat di daerah endemis filariasis

c. Pemerintah Daerah

Mendukung program penanggulangan dan mengalokasikan dana yang cukup


untuk pelaksanaan eliminasi Filariasis di wilayahnya

d. Kesehatan terkait dengan kesehatan lingkungan, dengan memberdayakan


masyarakat agar selalu menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan.
7. Apa yang dimaskud dengan kesehatan masyarakat menurut UF Achmadi,
bagaimana diterapkan pada filariasis ?

Kesehatan masyarakat menurut U.F Achmadi (2012) adalah serangkaian


upaya untuk menyehatkan sekelompok atau keseluruhan penduduk, berorientasi
pencegahan dan/ atau peningkatan, dilakukan secara lintas sektor atau lintas disiplin
dan melibatkan masyarakat serta terorganisir dengan baik. Penanggulangan Filariasis
dilaksanakan berbasis wilayah dengan menerapkan manajemen lingkungan,
pengendalian vektor, menyembuhkan atau merawat penderita, memberikan obat
terhadap orang-orang sehat yang terinfeksi cacing filaria dan sebagai sumber
penularan Filariasis serta pemberian obat pencegahan secara massal (Permenkes
No.94, 2014).

Pencegahan penyakit filariasis dilakukan dengan menghindari gigitan


nyamuk infektif dan memberantas risiko yang berhubungan dengan kejadian
filariasis misalnya yang berasal dari lingkungan. Penyakit tular vektor merupakan
salah satu penyakit yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologi, dan sosial
budaya. Dalam hal ini, pengendalian vektor penting untuk dilakukan. Pengendalian
vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis,
penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat
perkembangbiakannya dan/atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat
mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif (Permenkes
No.347,2010).
Referensi

Achmadi, U.F. (2012). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Rajawali Press

Depkes RI. 2005. Penatalaksanaan Kasus Klinis Filariasis. Jakarta: Ditjen PP&PL

________. 2006. Epidemiologi Filariasis. Jakarta: Ditjen PP&PL

________. 2007. Ekologi dan Aspek Vektor. Jakarta: Ditjen PP &PL

Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan. 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Pekalongan.


Kab. Pekalongan.

Faridah L., Leonita I., Yusnita S. 2018. Deteksi keberadaan nyamuk berdasar atas ketinggian
gedung di kawasan Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor. Majalah Kedokteran
Bandung, 50(1), 49.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Rencana Nasional Program Akselerasi


Eliminasi Filariasis di Indonesia. Diunduh pada 22 Oktober 2019
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/NATIONAL_PLAN_FILARIASIS_2010-
IND__2010-14.pdf

Mau, Fridolina et al. 2016. Karakteristik Habitat Perkembangbiakan Vektor Filariasis di


Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba Barat Daya

Nafilata, I. 2011. Perioditas Kerja Sebagai Faktor Risiko Terinfeksi Mikrofilaria (Studi di
Kecamatan Pekalongan Selatan dan Pekalongan Utara Kota Pekalongan). Skripsi
Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang

Novianto, I.W. 2007. Kemampuan Hidup Larva Culex quinquefasciatus Say. Pada Habitat
Limbah Cair Rumah Tangga. Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 347 Tahun 2010 tentang
Pengendalian Vektor

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2014 tentang


Penanggulangan Filariasis
Qomariah, M. 2004. Survei Nyamuk Anopheles yang Berpotensi sebagai Vektor Malaria di
Bekas penggalian Timah Kolong Ijo Kelurahan Bacang Kota Pangkal Pinang.
Available from http://eprints.undip.ac.id/5907/

Rattanarithikul R dan Harrison B. 2005. Illustrated Keys to the Mosquitoes of Thailand I.


Background; Geographic Distribution; Lists of Genera, Subgenera, dan Species; dan
a Key to the Genera. The southeast Asian journal of Tropical Medicine, Volume 36
Supplement 1, 2005, Bangkok.

Ruliansyah A, Delia T. 2006. Mekanisme penularan filariasis. Diunduh pada 22 Oktober


2019 https://media.neliti.com/media/publications/243761-mekanisme-penularan-
filariasis-1112432d.pdf.

Sandjaja, B. 2007. Helminthologi Kedokteran. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Soegijanto, S., 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Malang: Airlangga University Press.

Tiawsirisup, S. & Nithiuthai, S. 2006. Vector Competence of Aedes aegypti (L.) And Culex
quinquefasciatus (Say) for Dirofilaria imitis (Leidy), http://www.tm.mahidol.ac.th/

Wahyono, T.Y.M, Purwantyastuti dan Supali, T. 2010. Filariasis di Indonesia. Buletin


Jendela Epidemiologi, 1(1), 1-14
Kasus 6

Kejadian Luar Biasa Malaria (KLB) di sebuah desa Sidoluhur di Banjarnegara terjadi
ditahun 2004. Dari penyelidikan epidemiologi serta studi dinamika transmisi antara lain
dengan melakukan wawancara mendalam, dan focus group discussion masyarakat serta
keluarga yang terkena, semua merujuk kepada sumber mata air atau ‘belik’ dan WC komunal
milik masyarakat seperti digambar tsb diatas. Pemeriksaan entomologist memberikan
konfirmasi bahwa, sekitar belik dimana terdapat genangan genangan air terdapat banyak larva
Anopheles balabacensis. Dipepohonan yang rimbun seperti terlihat pada ‘rich picture’ juga
terdapat tempat peristirahatan nyamuk An balabacensis tersebut.

1. Dari gambar tersebut, disebut Rich picture, buat sebuah model penularan malaria
lokal

Larva Anopheles balanbacensis berkembang biak pada bekas roda yang tergenang air,
bekas jejak kaki binatang pada tanah berlumpur yang berair, tepi sungai pada musim
kemarau, kolam atau kali yang berbatu atau daerah pedalaman (Arsin, 2012). An.
balabacensis mengalami metamorfosa sempurna dari telurjentik-pupa-nyamuk dewasa.
Telur-jentik-pupa merupakan fase hidup di air (aquatic) (Ikawati, 2006). Nyamuk
Anopheles balabacensis cocok pada daerah perbukitan yang banyak terdapat di hutan dan
perkebunan.

Secara alamiah, penularan malaria terjadi karena adanya interaksi antara agent (parasit
Plasmodium spp), host definitive (nyamuk Anopheles) dan host intermediate (manusia).
Penularan terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh
Plasmodium. Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit
pada stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di
perut nyamuk yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista
pada lapisan luar dimana ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap
untuk ditularkan. Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh
nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi
sakit. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa
vektor mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar
(Arsin, 2012).
Gambar 1 Siklus Transmisi Malaria

2. Apa yang disebut sebagai habitat? Apa yang disebut ekosistim?

Tempat tinggal makhluk hidup untuk melangsungkan hidupnya secara normal disebut
habitat (Wahyu, 2009). Habitat adalah tempat tinggal satu individu atau populasi spesies
tertentu (Star, 1984). Sedangkan ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk
oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur
lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan suatu sistem
kehidupan pada suatu tempat yang didalamnya terdapat interaksi antara faktor biotik dan
abiotik (Miah, 2009).

3. Usulan apakah untuk melakukan pencegahan malaria, deksripsikan

Pencegahan malaria secara garis besar mencakup tiga aspek sebagai berikut (Arsin, 2012):

a. Mengurangi pengandung gametosit yang merupakan sumber infeksi (reservoir). Hal


tersebut dapat dicegah dengan jalan mengobati penderita malaria akut dengan obat
yang efektif terhadap fase awal dari siklus eritrosit aseksual sehingga gametosit tidak
sempat terbentuk di dalam darah penderita. Selain itu, jika gametosit telah terbentuk
dapat dipakai jenis obat yang secara spesifik dapat membunuh gametosit (obat
gametosida).
b. Memberantas nyamuk sebagai vektor malaria. Memberantas nyamuk dapat dilakukan
dengan menghilangkan tempat-tempat perindukan nyamuk, membunuh larva atau
jentik dan membunuh nyamuk dewasa. Pengendalian tempat perindukan dapat
dilakukan dengan menyingkirkan tumbuhan air yang menghalangi aliran air,
melancarkan aliran saluran air dan menimbun lubang-lubang yang mengandung air.
Jentik nyamuk diberantas dengan menggunakan solar atau oli yang dituangkan ke air,
memakai insektisida, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk (ikan kepala timah
atau Gambusia Affinis), memelihara Crustacea kecil pemangsa jentik (Genus
Mesocyclops) atau memanfaatkan bakteri Bacillus thuringiensis yang menginfeksi
dan membunuh jentik nyamuk. Untuk negara-negara berkembang, telah ditemukan
teknologi sederhana untuk mengembangbiakkan bakteri di atas dengan memakai air
kelapa sebagai media kulturnya. Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan
menggunakan insektisida, biasanya dengan cara disemprotkan. Peran DDT sekarang
diganti oleh insektisida sintetis dari golongan kimia lain, yang masih efektif. Akhir-
akhir ini telah dikembangkan teknik genetika untuk mensterilkan nyamuk Anopheles
dewasa (Sutisna, 2004).
c. Melindungi orang yang rentan dan berisiko terinfeksi malaria. Secara prinsip upaya
ini dikerjakan dengan cara sebagai berikut: (1) Mencegah gigitan nyamuk dengan
menggunakan kelambu berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lain-lain; (2)
Memberikan obat-obat untuk mencegah penularan malaria (kemoprofilaksis). Obat
yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan dosis 100 mg/hari.
Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum bepergian, selama berada di daerah tersebut
sampai 4 minggu setelah kembali; (3) Memberi vaksinasi (Kemenkes RI, 2017).

4. Sektor atau pihak-pihak mana yang perlu dilibatkan?


a. Petugas kesehatan (entomolog dan sanitarian) dapat berperan sebagai pihak yang
secara teknis dalam penanggulangan nyamuk Anopheles sp.
b. Dinas kesehatan mempunyai peran sebagai stakeholder aktif yang memiliki
kewenangan resmi. Peran yang diharapkan dari dinas kesehatan adalah program-
program penanggulangan penyakit malaria berbasis lingkungan dan pengobatan
(penyuluhan, pengendalian, dan pemberian gizi).
c. Dinas pendidikan mempunyai peran sebagai stakeholder aktif sehingga perlunya
perencanaan program pendidikan penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan yang
salah satunya adalah penyakit malaria, sehingga pada usia dini, siswa telah mengerti
tentang penyakit malaria.
d. Dinas peternakan mempunyai peran sebagai stakeholder aktif, program-program yang
berkaitan dengan pemutusan rantai nyamuk Anopheles pada stadium larva, sebab
habitat hidup larva nyamuk tersebut di air yang langsung berhubungan tanah.
Dimungkinkan di daerah peternakan terdapat genangan air atau tempat minum yang
dapat menjadi tempat hidup jentik nyamuk. Pemberian pengetahuan kepada peternak
untuk aktif dalam pengendalian jentik nyamuk.
e. Dinas kehutanan dan perkebunan berperan pula dalam program-program pemutusan
rantai nyamuk Anopheles yaitu pada stadium larva ataupun dewasa, sebab pada
daerah perkebunan dimungkinkan banyak terdapat genangan air yang dapat menjadi
tempat hidup larva nyamuk Anopheles. Program tersebut diberikan kepada para
pengelola perkebunan yang bekerja di lapangan sehingga bila terdapat genangan air
dapat segera ditutup.
f. Dinas perikanan berperan dalam program pendidikan kepada masyarakat yang
mempunyai kolam untuk aktif dalam pengendalian nyamuk Anopheles pada stadium
larva. Sehingga bila di kolam terdapat larva langsung dilakukan pengendalian
contohnya 3M atau ikannisasi dengan ikan predator (cupang, ikan mas).
g. Dinas pertanian mempunyai peran sebagai stakeholder aktif, sehingga program-
program yang erat kaitannya dengan penanggulangan penyakit malaria perlu
diperhatikan. Karena jentik nyamuk Anopheles sp mempunyai tempat hidup di air
yang kontak langsung dengan tanah sehingga bagi para petani, jika terdapat jentik
nyamuk di sawah, kolam dan lainnya untuk segera dilakukan pengendalian. Dinas
pertanian perlu memberikan pengetahuan tentang penyakit malaria kepada petani.
h. Masyarakat sebagai stakeholder pasif mempunyai peran untuk melaksanakan program
dinas kesehatan yang salah satunya program PSN/3M, sehingga dengan kegiatan PSN
yang dilakukan oleh masyarakat juga akan membantu petugas kesehatan serta
meningkatkan kesehatan masyarakat itu sendiri (Arsin, 2012).

5. Buat rencana program pencegahan, dengan pendekatan kesehatan masyarakat


menurut teori Kesehatan Masyarakat (buku Kesehatan Masyarakat: Teori dan
Aplikasi, 2013 halaman 10 – hingga 15.

Program pencegahan malaria dibuat berdasarkan unsur-unsur sebagai berikut: (1)


Berbasis masyarakat; (2) Berorientasi pencegahan dan/atau peningkatan derajat kesehatan;
(3) Dilaksanakan secara lintas disiplin atau bekerja sama dengan sektor non-kesehatan; (4)
Adanya keterlibatan masyarakat atau partisipasi masyarakat, dan (5) Terorganisir dengan
baik (Achmadi, 2013). Program dapat dilaksanakan oleh dinas kesehatan, dibantu dengan
petugas kesehatan atau kader-kader sebagai roda penggerak program. Program ditujukan
bagi masyarakat di sekitar sumber mata air yang menggunakan WC komunal. Upaya
pencegahan tersebut dilakukan dengan memberikan edukasi kepada masyarakat, termasuk
mengenai penggunaan kelambu, terutama kelambu berinsektisida, pengendalian vektor
dengan cara arviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi,
menggunakan insektisida), biological control (menggunakan ikan pemakan jentik), atau
penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual spraying). Namun,
program ini juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan dan sumber
daya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut (Kemenkes RI, 2011). Oleh karena itu, perlu
adanya kerja sama lintas disiplin untuk memastikan bahwa masyarakat mendapatkan
bantuan yang dibutuhkan.

Dinas kesehatan harus bekerja sama dengan dinas sektor lain seperti dinas pendidikan,
dinas perikanan, dan dinas kehutanan dan perkebunan mengingat lokasi geografis
masyarakat tersebut. Sebagai contoh, dinas pendidikan membuat perencanaan program
pendidikan penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan kepada siswa agar mereka
memahami pencegahan dan penularan malaria. Masyarakat juga wajib berpartisipasi aktif
dengan cara menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, menjaga higiene dan sanitasi
pribadi dan keluarga, melakukan program PSN/3M, serta mengikuti penyuluhan yang
diadakan oleh dinas kesehatan. Dinas kesehatan juga wajib memastikan bahwa program
terencana dan tereksekusi dengan baik, program harus dijalankan secara berkelanjutan,
sehingga perlunya monitoring dan evaluasi secara rutin.
Referensi

Achmadi U.F. (2013). Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.

Arsin A.A. (2012). Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar: Masagena
Press.

Ikawati B. (2006). Potensi Anopheles balabacensis, dahulu dan sekarang. BALABA, 2(1), 18.
https://media.neliti.com/media/publications/57106-ID-potensi-anopheles-
balabacensis-dahulu-da.pdf

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Epidemiologi Malaria di Indonesia. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

________________________. (2017). Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/data/elibrary/bukusaku_malaria.pdf

Miah M. (2009). Mengenal Ekosistem. Yogyakarta: Pustaka Insan Mandiri.

Star C. (1984). Biology: The Unity and Diversity of Life. California: Wadsworth Publishing
Company.

Sutisna P. (2004). Malaria Secara Ringkas dari Pengetahuan Dasar sampai Terapan.
Jakarta: EKG.

Wahyu P.P. (2009). Memahami Saling Ketergantungan dalam Ekosistem. Bandung: Puri
Delco.
Kasus 7

Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat menyalurkan hobbi mendaki perbukitan, kali


ini perbukitan kapur di kabupaten Pancawarga. Tiba tiba dia terkesima dengan keluarga
suami istri serta anak anaknya yang menderita pembesaran kelenjar gondok. Tidak jauh dari
rumah kakek nenek tsb dia juga mendapati anak anak cretin (pertumbuhan tidak normal) pada
cluster rumah rumah penduduk tersebut. Sarjana SKM yang baru lulus FKMUI dan pernah
mengikuti kuliah Penyakit Berbasis Lingkungan itu kemudian kembali ke kampungnya, dan
segera melalui media social mengunggah serta konsultasi fenomena yang ditemuinya. Mereka
bersepakat bertemu dan membahas apa yang di dapatkannya. Kemudian mereka
menghubungi BBTKL P2M – Balai Besar Teknologi Kesehatan Lingkungan Pengendalian
Penyakit. Akhirnya sepakat secara voluntir bersama Tim BBTKL kembali ketempat tersebut
dan mulailah penyelidikannya. Dari wawancara mendalam dan bincang bincang diketahui
ternyata masih ada beberapa kerabat menceriterakan bahwa setiap kali punya anak langsung
keguguran abortus, ada juga yang lahir hidup dengan berat badan rendah atau BBLR.
Seminggu kemudian Tim Voluntir ini ini kembali dengan beberapa orang temannya yang
mengikuti pendidikan FKM prodi Gizi. Temannya ini ngotot bahwa anak anak cretin tsb
disebabkan oleh kekurangan yodium dan mengusulkan pemberian garam beryodium. Namun
setelah beberapa minggu setelah dilakukan tindak lanjut, hasilnya masih tetap saja kadar
thyroid penduduk masih dibawah normal. Jadi mengapa kekurangan yodium, apakah ada
gangguan intake yodium, mineral apakah yang keberadaannya membantu sintesa yodium?
Ketika bertanya Tanya kepada keluarga tsb mereka semua hampir mengkonsumsi singkong
rebus, serta menggunakan sumber mata air satu disekitar bukit tsb.

Kasus Ponorogo
gangguan endocrine

.
Kasus2 cretin
Mata Air

Rumah dg kasus Interaksi komp. lingkungan


kelainan cacat lahir Vs perilaku, umur
1. Apa yang disebut Endocrine Disrupting Compound ? Sebutkan beberapa
jenis EDC dalam kehidupan sehari hari dan contoh contoh penyakit yang
ditimbulkannya.

Endocrine disruptor dapat diartikan sebagai senyawa dari lingkungan yang


dapat mengganggu aktifitas kerja dari hormon natural pada tubuh manusia yang
berfungsi dalam menjaga homeostasis, fungsi reproduksi, dan pembentukan dari
organ-organ penting lainnya. Gangguan tersebut dapat terjadi pada tahap sintesis,
transport/distribusi, aksi, dan eliminasi. Senyawa tersebut dikatakan sebagai endocrine
disruptor/ hormonally active agent (HAA)/environmental estrogen/ endocrine
modulating substance/ eco-estrogen/ xeno-estrogen, dan atau endocrine active
compound. Senyawa kimia lingkungan (pollutan) dapat bersifat sebagai Endocrine
Disrupts. Chemical yang dapat mengganggu sistem endokrin seperti sekresi hormon
dari kelenjar endokrin, perubahan total jumlah eliminasi pada tubuh, dan gangguan
mekanisme feedback dari hormon tersebut. Pada akhirnya EDC tersebut dapat bekerja
seperti hormon aslinya pada masing-masing reseptornya. EDC akan berikatan dengan
reseptor dan dapat merangsang sekresi dari hormon-hormon endokrin lainnya ataupun
sebaliknya mengakibatkan feed back negatif pada hipotalamus. Atau dengan kata lain
EDC akan mempengaruhi efek kerja dari hormon endogen aslinya. Beberapa
diantaranya EDC muncul secara natural sebagai senyawa fitoestrogen dan beberapa
diantaranya merupakan senyawa kimia sintetis atau senyawa hasil buatan manusia.
Jenis-jenis Endocrine Disrupting Compound berbeda-beda berdasarkan asal, ukuran,
kemampuan, siklus kimia, jumlah dan efeknya. Setiap orang terpapar dengan EDCs
karena EDCs ditemukan dalam dosis rendah dalam berbagai produk.

1) DDT

Dichloro-diphenyl-trichloroethane (DDT) pertama kali digunakan sebagai pestisida


terhadap Colorado potato beetles pada tanaman awal tahun 1936 dan digunakan
secara luas di seluruh dunia untuk meningkatkan monokultur tanaman yang
terserang hama. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa DDT memiliki pengaruh
terhadap sistem reproduksi wanita dan berpengaruh terhadap terhadap fertilitas
pria. Sejauh ini, masalah-masalah kronis yang timbul akibat DDT adalah kanker
dan gangguan reproduksi.
2) Bisphenol A

Bisphenol A ditemukan dalam produk plastik, bahan perawatan gigi, dan makanan
kaleng. Zat kimia ini diketahui sebagai endocrine disruptor berdasarkan hasil dari
ratusan penelitian yang menunjukkan bahwa bisphenol A dalam kadar rendah
meningkatkan resiko diabetes serta kanker payudara dan prostat.

3) Polybrominated diphenyls ethers

Polybrominated diphenyls ethers (PBDE’s) merupakan senyawa yang ditemukan di


dalam wadah plastik dari komputer, televisi, dan alat elektronik lainnya. PBDE
memiliki potensi untuk merusak keseimbangan kelenjar tiroid yang berkontribusi
terhadap gangguang perkembangan sistem saraf, antara lain low intelligence dan
gangguan belajar.

4) Phthalates

Phthalates ditemukan dalam mainan lunak, alat pembersih lantai, peralatan medis,
kosmetik, dan air freshner. Belum dilakukan studi langsung terhadap manusia,
namun berdasarkan hasil laboratorium, phthalates mengakibatkan gangguan
reproduksi pria dan penurunan jumlah sperma.

2. Apa peran Se dalam sintesa hormone tiroid?

Selenium adalah unsur non logam dalam kelompok XVI table periodik dimana
berpotensi menyebabkan keracunan pada manusia dan hewan. Selenium sebagai unsur
esensial bagi tubuh yang terdapat dalam banyak bentuk makanan seperti ikan laut,
daging, hasil susu dan biji-bijian. Unsur ini merupakan salah satu komponen dari
selenoprotein yang memegang peran penting salah satunya dalam metabolism
hormone tiroid. Kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroksin yang berfungsi
memelihara tingkat metabolism jaringan yang optimal untuk fungsi normal sel dan
tubuh seutuhnya. Hormon tiroksin mengandung iodium (I) yang merangsang
konsumsi O2 sel tubuh dan mengatur metabolism lemak dan karbohidrat yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Ketiadaan hormon tiroksin
menyebabkan kemunduran dan melambatnya pertumbuhan mental dan fisik. Seperti
yang diketahui, tiroid merupakan organ dengan kadar selium tertinggi dengan
beberapa enzim Se-dependent yang penting dalam menjaga metabolisme hormone
tiroid seperti deidodinase (DIOs) dan mencegah gangguan oksidasi sel tiroid seperti
tytosolic dan plasma glutathione peroxidases. Sintesis hormone tiroid mensyaratkan
adanya iodinasi tirogobulin pada kutub apical, folikular lumea di bawah aksi dari
thyroperoxidase (TPO) dan hydrogen peroksida (H2O2). Sintesis H2O2 yang
berpotensi bahaya bagi tirosit, diregulasi oleh TSH melalui sistem pesan kedua yang
merupakan langkah membatasi sintesis ohrmon tiroid bila yodium cukup tersedia. Hal
ini memungkinkan H2O2 terbentuk di permukaan tirosit agar dapat digunakan oleh
reaksi iodinase. Sementara H2O2 intraselular terdegradasi oleh enzim antioksidan
seperti GPX3, TRS dan katalase.

GPX3 salah satu selonoprotein yang paling banyak muncul. GPX3


berkontribusi terhadap kandungan selenium tiroid yang tinggi dengan kata lain
menjadi pengatur langsung sintesis hormone tiroid.tidak adanya TSH, sekres9i GPX3
pada tirosit menurunkan jumlah H2O2 yang tersedia untuk reaksi iodinasi. Dengan
adanya TSH konsentrasi GPX3 meningkat sehingga perlindungan terhadap gangguan
oksidatif oleh sistem hormone tiroid meningkat. Deidodinase pada manusia yaitu D1
dan D2 yang bertanggung jawab dalam aktivasi hormone tiroid local yang juga
dipengaruhi oleh kandungan selenium. Distribusi selenium dalam jaringan bervariasi
khususnya sintesis seleno protein berdasarkan sumbernya. Penyakit yang terkait
dengan defisiensi Se yang tidak berhubungan dengan gangguan tiroid seperti
destruktif osteoarthritis dan miokarditis. Telah ditemukan bukti bahwa kekurangan Se
yang parah mengganggu fungsi tiroid. Seperti yang telah ditemukan di Afrika Tengah.
Seperti pada kasus kretinisme myxedematous yang endemic dengan kekurangan
yodium dan/atau Se, yang ditandai dengan hipotiroidisme postnatal yang presisten.
Untuk memulihkan fungsi tiroid, suplementasi iodide saja belum cukup, dalam
pemeriksaan lanjutan menunjukan bahwa adanya defisiensi Se dalam aktivitas tiroid
glutathione peroksida (GPX) yang menyebabkan gangguan oksidasi sel yang diikuti
nekrosis dan invasi jaringan tiroid oleh makrofag dan limfosit T. hipotesis terkini
menunjukan bahwa defisiensi Se ringan hingga sedang dapat menyebabkan gangguan
perkembangan.
3. Gambarkan model teori simpul dari gambar tsb diatas. Apakah variable ke 5
dari model yang di sdr gambarkan ?

Jika digambarkan dalam teori simpul, Endocrine Disrupting Compound dalam kasus
gangguan endokrin di Ponorogo, dapat kita lihat sebagai berikut:

simpul 1: bahan kimia toksik yang mencemari mata air sebagai sumber konsumsi dan
keperluan sehari-hari warga

simpul 2: air yang dikonsumsi maupun yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

simpul 3: perilaku penduduk yang tinggal di pinggir mata air, yang mengkonsumsi air
tersebut maupun menggunakan air tersebut untuk kepeluan sehari-hari

simpul 4: manifestasi dampak akibat hubungan antara penduduk dengan lingkungan


(mata air yang tercemar) yang akhirnya mengakibatkan anak-anak lahir
dengan gangguan cacat lahir dan munculnya kasus-kasus kretinisme. Kasus
ini kemudian disebut dengan kasus Ponorogo seperti dalam soal

simpul 5: topografi daerah Ponorogo dan kaitannya dengan sumber mata pencaharian
warganya yang kebanyakan bekerja sebagai petani di daerah pedesaan, serta
terdapatnya beberapa gunung yang telah terbakar puncaknya.

4. Apa parameter simpul 1, simpul 2, simpul 3 serta simpul 4?

Umumnya, sumber disruptor endokrin dapat ditemukan pada pestisida, logam,


zat aditif atau zat pencemar makanan lainnya, dan produk perawatan tubuh, yang
merupakan hasil kegiatan manusia. Parameter yang berkaitan dengan sumber penyakit
pada EDC diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran pada sumber tersebut, salah
satunya adalah pengukuran kadar zat kimia yang memiliki efek hormon estrogen
terhadap makhluk hidup, misalnya bisphenol-A (BPA) dari kaleng makanan,
Dichlorodiphenyl dichloroethylene (DDE) dalam Dichlorodiphenyl trichloroethane
(DDT), DEHP dari plastik makanan, perfluorochemicals dari bahan pakaian,
phthalates, triklosan, merkuri, alkylphenol polyethoxylates dari produk perawatan
tubuh, butoxyethanol (EGBE) dan methoxydiglycol (DEGME) dari kosmetik, dan lain
sebagainya.
Zat kimia disruptor endokrin akan terdegradasi dan berperilaku dengan cara
berbeda di lingkungan, yang akan mempengaruhi rute paparan pada manusia dan
hewan. Paparan zat kimia tersebut terhadap makhluk hidup dapat terjadi melalui
udara, air, tanah, dan bahan pangan. Zat kimia ini dapat masuk ke tubuh manusia
apabila tertelan atau dikonsumsi, terhirup atau dihirup, atau kontak langsung dengan
kulit di sepanjang membran sel dan kemudian terabsorbsi ke dalam aliran darah.
Parameter simpul dua pada EDC diperoleh dengan pengukuran zat kimia pada
komponen lingkungan, misalnya pengukuran kadar DEHP pada makanan dan
minuman kemasan, pengukuran DDT di tanah atau bahan pangan, pengukuran di
lingkungan lainnya menggunakan gas and liquid chromatography, high performance
liquid chromatography (HPLC), mass spectrometry, dan high-resolution mass
spectrometry (HRMS).

Masuknya agen penyakit ke dalam tubuh manusia melalui suatu proses yang
dikenal sebagai hubungan interaktif yang dapat diukur dengan jumlah paparan antara
manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit—
dalam hal ini, disruptor endokrin. Masyarakat dengan berbagai variabel
kependudukan, baik yang sehat maupun sakit, secara langsung ataupun tidak
langsung, akan meminum air yang tercemar, menginsumsi makanan yang
terkontaminasi, dan menghirup udara yang tercemar pula. Parameter pada simpul tiga
ini diperoleh dengan pengukuran kadar zat kimia pada spesimen dan kadar hormon
dalam tubuh manusia. Umumnya pengukuran ini memakai sampel darah, urin,
jaringan adiposa, bahkan ASI. Salah satu contohnya adalah pengukuran kadar
triphenyl phosphate (TPHP), bahan kimia yang banyak terdapat pada kuteks, dalam
darah, pengukuran konsentrasi polychlorinated biphenyls (PCB) dalam ASI,
pengukuran BPA dalam darah, dan lainnya.

Kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan


faktor lingkungan. Pada kasus EDC ini, gangguan kesehatan yang dapat terjadi adalah
mikropenis, gangguan pertumbuhan pada anak—termasuk kognitif, goiter, kanker,
peningkatan libido, dan masih banyak lagi. Parameter yang dipakai pada simpul empat
gangguan disruptor endokrin adalah jumlah kejadian penyakit yang ditimbulkan,
seperti prevalensi goiter dan kretin.
5. Buat program pencegahan kejadian hipothiroid di kampung tsb.

Kasus kejadian pembesaran kelenjar gondok, anak-anak kretin, keguguran, bayi lahir
dengan berat badan rendah banyak terjadi di Kabupaten Pancawarga. Kejadian-
kejadian tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi kasus hipotiroidism di daerah
Pancawarga. Kasus hipotiroid dapat terjadi akibat kekurangan asupan yodium ke
dalam tubuh. Hal tersebut dapat diperburuk dengan mengkonsumsi bahan makanan
yang mengandung goitrogen seperti singkong, jagung, ubi jalar, dan lain sebagainya
yang akan menyebabkan kebutuhan yodium meningkat. Singkong merupakan salah
satu jenis makanan yang mengandung glukosida sianogenik yang dapat melepaskan
sianida yang kemudian diubah menjadi thiocyanate dalam tubuh yang akan
menghambat penyerapan yodium oleh kelenjar tiroid. Pada kasus ini didapatkan
bahwa penduduk di Kabupaten Pancawarga banyak yang mengkonsumsi singkong
rebus. Selain itu, warga menggunakan mata air yang diduga terkontaminasi EDC. Hal
inilah yang menjadi penyebab terjadinya kasus hipotiroid di daerah tersebut. Maka
dari itu program pencegahan untuk kasus hipotiroid diatas adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan dan penanggulangan masalah sumber air à Pemeriksaan ada


tidaknya kontaminasi zat pada sumber air warga, Jika penelitian menunjukkan
bahwa terjadi kontaminasi EDC, perlu ada sistem filtrasi yang mampu
menanggulangi masalah pencemaran air warga tersebut.

b. Screening à dilakukan pemeriksaan kadar hormon tiroid bagi seluruh warga,


terutama bagi bayi baru lahir dan ibu hamil. Pemeriksaan dilakukan untuk
melihat seberapa banyak warga yang tergolong hipotiroid ataupun untuk
mencegah warga mengalami hipotiroid.

c. Pemberian garam beryodium à hipotiroid terjadi karena kurangnya asupan


yodium, maka dari itu harus ada pemberian garam beryodium dibarengi
dengan makanan atau vitamin yang mempercepat proses penyerapan yodium
oleh kelenjar tiroid seperti Se dan Fe.

d. Edukasi à penduduk di Kabupaten Pancawarga diberikan pengetahuan


mengenai makanan-makanan yang banyak mengandung yodium.
6. Bahan kimia apa saja penyebab hipothiroid ? Apa saran pencegahannya.

a. Amiodaron

Amiodaron adalah obat antiaritmia yang cukup efektif dalam menangani beberapa
keadaaan aritmia mulai dari supraventrikuler takikardia sampai takikardia
ventrikuler yang mengancam kehidupan. Namun penggunaan obat ini
menimbulkan efek samping pada organ lain yang dapat menimbulkan perburukan
keadaan pasien. Salah satu organ yang dipengaruhi oleh amiodaron adalah
kelenjar tiroid. Amiodaron dan metabolitnya desetil amiodaron memengaruhi
hormon tiroid pada kelenjar tiroid, jaringan perifer, dan pada pituitari. Aksi
amiodaron ini menyebabkan peningkatan T4, rT3 dan TSH, namun menurunkan
kadar T3. Hipotiroidisme dan tirotoksikosis dapat terjadi pada pasien yang diberi
amiodaron.

Amiodarone-induced hypothyroidism (AIH) terjadi karena ketidakmampuan


tiroid melepaskan diri dari efek Wolff Chaikof, dan dapat ditangani dengan
pemberian hormon substitusi T4 atau penghentian amiodaron. Amiodarone-
induced thyrotoxicosis (AIT) terjadi karena sintesis hormon tiroid yang
berlebihan yang diinduksi oleh iodium (tipe I, biasanya sudah mempunyai
kelainan tiroid sebelumnya) atau karena tiroiditis destruktif yang disertai
pelepasan hormon tiroid yang telah terbentuk (tipe II, biasanya dengan kelenjar
yang normal).

Struktur kimia Amiodaron adalah derivat benzofuran yang mengandung dua atom
iodium per molekul. Amiodaron mengandung iodium sebanyak 37% dari
beratnya. Sekitar 10% molekul ini mengalami deiodinasi perhari. Karena
mengandung iodium, amiodaron berpotensi menyebabkan disfungsi tiroid. Dosis
pemeliharaan sebesar 200-600 mg per hari melepaskan 6-21 mg iodium bebas per
harinya. Beban iodium ini jauh melebihi rekomendasi World Health Organisation
(WHO) terhadap asupan optimal iodium per hari yaitu 0,15-0,3 mg per hari. Pada
pasien yang diberi amiodaron, kadar iodium anorganik di urin dan plasma
ditemukan meningkat 50-100 kali melebihi kebutuhan iodium harian.
b. Lithium

Obat psikiatris, lithium (Eskalith, Lithobid) yang sering digunakan untuk terapi
gangguan mood diketahui merubah fungsi tiroid dan menyebabkan hipotiroid.

c. Pestisida

Pajanan pestisida diukur dari komposit hasil pengukuran kadar cholinesterase


dalam darah dengan keterlibatan dengan kegiatan yang berhubungan dengan
pestisida. Hubungan pemeriksaan kadar cholinesterase dengan gangguan fungsi
hormon tiroid dapat dijelaskan bahwa pestisida ketika masuk ke dalam tubuh
akan menempel pada enzim kolinesterase. Pestisida seperti Organofosfat dan
Karbamat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan
kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsis syaraf. Enzim tersebut
secara normal menghidrolisis acetylcholine menjadi asetat dan kholin. Pada saat
enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat dan berikatan
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal
tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada
seluruh bagian tubuh. Disamping itu karena kemiripan struktur kimia dari
pestisida dengan hormon tiroid (TH-r) di sel target sehingga menganggu proses
sistesis hormon tiroid. Ketika pestisida masuk ke dalam tubuh pestisida akan
menempel pada enzim kolinesterase, sehingga terjadi akumulasi substrat
(asetilkolin ) pada sel efektor.

Berikut adalah beberapa pencegahan hipotiroid yang dapat dilakukan:

1) Diet

Makanan yang seimbang dianjurkan, antara lain memberi cukup yodium


dalam setiap makanan dan cara mengelola yodium juga perlu diperhatikan.
Yodium mudah rusak pada suhu tinggi. Padahal kita selama ini memasak
makanan pada suhu yang panas saat menambah garam yang mengandung
yodium, sehingga yodium yang masak sudah tidak berfungsi lagi karena
rusak oleh panas. Untuk itu, sebaiknya menambahkan garam pada saat
makanan sudah panas dan cukup dingin sehingga tidak merusak kandungan
yodium yang ada pada garam.
Selain itu, makan-makanan yang tidak mengandung pengawet juga
diperlukan. Asupan kalori disesuaikan apabila BB perlu di kurangi. Apabila
pasien mengalami letargi dan defisit perawatan diri, perawat perlu memantau
asupan makanan dan cairan.

2) Pada masa kehamilan hindari penggunaan obat-obatan antitiroid secara


berlebihan, yodium profilaksis pada daerah-daerah endemik, diagnosis
dini melalui pemeriksaan penyaringan pada neonatus.
3) Suplemen diet iodium pada endemik goiter dan kretinism
4) Lakukan screening hypotiroid kongenital
5) Evaluasi metode diagnosis perinatal dan pengobatan.
Referensi

Achmadi, U.F. 2014. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan, Edisi Revisi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
ALPI. 2011. DEHP, Plasticizer yang Sering Terdapat dalam Bahan Emulsifier.
http://alpindonesia.org/berita/index1.php?view&id=25. Diunduh pada 20 Oktober
2019
Bantarwati, Dias Aji, et al. 2013. Hubungan Pajanan Pestisida Dengan Kejadian Hipotiroid
Pada Wanita Usia Subur di Daerah Pertanian Hortikultura Desa Gombong
Kecamatan Belik Pemalang. Vol. 12 No. 2. http://ejournal.undip.ac.id. Diunduh pada
20 oktober 2019
Damstra, T.,Barlow, S., Bergman, A., Kavlock, R., dan Kraak, G.V.D. (editor). 2002.
Exposure of Selected Potential EDCs in Humans and Wildlife. Dalam: Global
Assessment of The \ State-of-The-Science of Endocrine Disruptors (hal. 89 – 92).
Jenewa: WHO.
DokterSehat. 2015. Waspadai Bila Anak Anda Memiliki Penis Kecil.
http://doktersehat.com/waspadai-bila-anak-penis-kecil/. Diunduh pada 20 Oktober
2019
ENHS. 2003. Methods for Monitoring EDCs in the Environment. Endocrine Disruptors.
http://enhs.umn.edu/current/5103/endocrine/envmonitor.html. Diunduh pada 20
Oktober 2019
EWG. 2015. Your Nail Polish Could Be Disrupting Your Hormone System.
http://www.ewg.org/enviroblog/2015/10/your-nail-polish-could-be-disrupting-your-
hormone-system. Diunduh pada 20 Oktober 2019
Gore, A.C., Crews, D., Doan, L.L., Merrill, M.L., Patisaul, H., dan Zota, A. 2014.
Introduction to Endocrine Disrupting Chemicals (EDCs): A Guide for Public Interest
Organizations and Policy-Makers. Kerjasama antara Endocrine Society dan IPEN.
Kasus 8
Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan, memutuskan untuk
memberikan konsesi pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit. Lokasi
pertambangan rakyat terletak di sebuah bukit di kaki gunung ketinggian 1000 meter dpl.

Dibawah pegunungan tersebut ada tanah yang melandai yang mengalir sungai-sungai
disekitarnya. Menurut rencana daerah tersebut cocok untuk perkebunan kelapa sawit.
Sebelumnya wilayah perkebunan tersebut merupakan habitat beberapa nyamuk Anopheles
sp. Ketika lahan dibuka diolah mendatangkan beberapa pekerja dari luar wilayah, terutama
pekerja musiman dari Jawa. Mereka dikenal sebagai pekerja tangguh yang pernah bekerja di
hutan-hutan di Maluku Utara serta Kalimantan Timur.

1. Lakukan browsing geologi pertambangan batubara, mengandung apa saja


tanah di sekitar sumber batubara?

Setelah lebih dari satu dasawarsa setengah pertumbuhan sektor pertambangan


batu bara, Indonesia kini merupakan produsen batu bara keempat terbesar di dunia
serta pengekspor batu bara termal terbesar. Indonesia kini menyumbang 8 persen dari
produksi batu bara termal dunia, dan walaupun menurun 9,8 persen sejak tahun 2014,
tetap menyumbang lebih dari 36 persen dari ekspor batu bara termal dunia. Dengan
demikian, Indonesia berperan besar dalam emisi gas rumah kaca melalui PLTU batu
bara.

Pada tahun 2015, Indonesia memproduksi hampir 469,3 juta ton (Mt) batu
bara, yang mana 99,4 persen merupakan batu bara sub-bitumen/termal (steaming
coal), atau produksi keempat terbesar setelah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India.
Indonesia mengekspor 78,5 persen dari keseluruhan produksi batu baranya, sehingga
menjadikan Indonesia sebagai pengekspor batu bara termal terbesar di dunia.

Konsumsi batu bara domestik juga rencananya meningkat. Dalam rangka


mengatasi kekurangan listrik serta mengurangi ketergantungan negara pada bahan
bakar fosil, pada tahun 2015 Presiden Republik Indonesia meluncurkan program
untuk menyediakan tambahan 35 Gigawatt (GW) kapasitas listrik domestik yang
direncanakan selesai pada tahun 2019 (Enerdata,2015). Program ini mencakup
pembangunan 20 GW kapasitas listrik berbasis batu bara, yang akan meningkatkan
konsumsi batu bara domestik sebanyak 80–90 Mt per tahun, yang mana 40%
direncanakan dipasok secara domestik (Enerdata,2015). Pada saat itu, permintaan
listrik Indonesia diperkirakan tumbuh 8,7 persen per tahun, mengikuti laju
pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Pada akhir 2016, Dewan Energi Nasional
(DEN) mengumumkan bahwa hanya 56,28 persen dari target 19,7 GW listrik akan
ditambahkan pada jaringan listrik nasional hingga sampai pada tahun 2019 (Fedina S.
Sundaryani,2016). Laju pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari perkiraan,
yakni hanya 5,1 persen, juga memunculkan pertanyaan tentang mungkin-tidaknya
terselesaikan program tersebut (Fedina S. Sundaryani,2017). Hingga saat ini, hanya
232 MW dari total target 35.000 MW telah beroperasi secara komersial (Fedina S.
Sundaryani,2016).

Pertambangan dan eksplorasi batu bara merupakan alokasi tata guna lahan
industri bersih terbesar di Indonesia. Data spasial Pemerintah Indonesia
(Petromindo,2009-2013) menunjukkan bahwa konsesi pertambangan batu bara
mencakup hampir 10 persen dari seluruh negara, atau sedikit di bawah 17,5 juta
hektar; 9,8 hektar di Kalimantan (wilayah Indonesia di Kalimantan); 4,3 juta hektar
di Sumatera; dan 3,1 juta hektar di Papua/Papua Barat. Sekitar 20 persen dari konsesi
tersebut sedang ditambang (3,4 juta hektar) atau dibangun (0,24 juta hektar),
sementara 78 persen (13,6 juta hektar) sedang dieksplorasi. Terdapat 2,8 juta hektar
konsesi batu bara di dalam konsesi kelapa sawit yang seluas bersih 19,1 juta hektar

Indonesia lambat laun akan menghabiskan seluruh cadangan batu baranya,


dan kecuali apabila rehabilitasi situs tambang secara drastis meningkat, tanah
pertanian yang berpotensi produktif tidak dapat lagi digunakan untuk menanam
pangan. Selain itu, jalur-jalur air akan tercemar dan air tanah akan kering. Pada tahun
2014, cadangan batu bara Indonesia diperkirakan sejumlah 32,3 miliar ton. Namun,
nisbah kupas (stripping ratio) dan profitabilitas yang menurun telah mengurangi
cadangan batu bara yang dapat diperoleh secara ekonomis. PricewaterhouseCoopers
kini menunjukkan bahwa apabila produksi saat ini dipertahankan serta konsumsi
domestik meningkat sesuai perkiraan, cadangan batu bara Indonesia yang dapat
diperoleh secara ekonomis diperkirakan habis antara tahun 2033 dan 2036
(Reuters,2016).

Hampir semua batu bara Indonesia ditambang melalui tambang terbuka (open
cut) atau tambang kupas (strip mining) (Sasaoka et al, 2015). Pertambangan tersebut
berdaya rusak signifikan terhadap air permukaan dan air tanah yang diperlukan untuk
produksi pangan. Agar dapat berjalan, tambang kupas memerlukan air tanah yang
dipompa dari lubang tambang. Hal tersebut menghabiskan kadar air tanah di
sekeliling lubang tambang. “Depresi” air tanah tersebut bisa berkedalaman hingga
berkilometer, tergantung pada kedalaman tambang.

Apabila sudah kegiatan penambangan sudah berhenti dan air tanah di


sekeliling lubang tambang tidak lagi disedot, lubang tambang akan terisi dengan air
tanah, air hujan, dan limpasan air. Hal tersebut membentuk kolam permanen di
lubang tambang yang ditinggalkan. Hubungan antara air tanah dan kolam bekas
tambang bersifat dua arah. Kolam bekas tambang memengaruhi dan dipengaruhi oleh
air tanah (Geller et al, 2012).

Dengan kata lain, bekas lubang tambang dapat menjadi penyebab meresapnya
asam tambang dan logam berat ke dalam air tanah, tetapi kolam bekas tambang juga
dapat mengurangi kadar air tanah setelah kegiatan penambangan berhenti. Indonesia
sering mengalami musim kemarau yang tidak mendatangkan hujan sama sekali, dan
kekeringan semakin sering terjadi (Martini et al, 2007). Selama masa-masa kering
tersebut, komunitas dan pertanian bergantung pada air tanah untuk memenuhi
kebutuhan air mereka. Ketika lubang tambang ditinggalkan, penguapan pada kolam
bekas tambang menyebabkan air tanah tertarik ke dalam lubang, sehingga
mengurangi kadar air tanah dan menyebabkan depresi pada permukaan air. Dengan
demikian, saat musim kemarau, banyak sumur di wilayah-wilayah produksi dan
bekas tambang batu bara memiliki permukaan air yang mengalami depresi berat.

2. Apabila diolah, maka kemungkinan limbah logam berat apa saja yang akan
memberikan potensi limbah pertambangan? Apa kira-kira potensi dampak
yang dapat ditimbulkannya? Melalui media apa bahan pencemaran tersebut
mengalir. Siapa population at risk? Bagaimana program pencegahannya?

Salah satu daya rusak utama dari pertambangan batu bara adalah pencemaran
air bersih melalui buangan asam tambang (acid mine drainage atau AMD)
(Parker,1999). Telah banyak dokumentasi dan laporan komprehensif mengenai
pencemaran jalur-jalur air akibat pertambangan batu bara serta pelepasan logam berat
yang berujung pada buangan asam tambang. Begitu pula mengenai perkembangan
buangan asam tambang dari pertambangan batu bara. Buangan asam tambang
merupakan salah satu masalah lingkungan terlokalisir paling serius dalam industri
pertambangan batu bara (Saria, Shimaoka and Miyawaki, 2006). Buangan asam
tambang menyebabkan pengasaman dan pencemaran logam di air permukaan dan air
tanah. Agar daya rusaknya dapat dimitigasi, diperlukan langkah-langkah pemulihan
dan penanganan yang jangka panjang dan memakan biaya besar.
Ketika bahan tambang dan tanah penutup yang mengandung sulfida logam
terpapar pada udara dan air, batuan yang mengandung sulfida mengoksidasi dan
menghasilkan sulfat dan asam. Kondisi asam tersebut menyebabkan berbagai jenis
logam menjadi lebih larut. Dalam operasi tambang batu bara, buangan asam tambang
utamanya disebabkan ketika mineral-mineral sulfida yang terkandung dalam lapisan
batu bara atau lapisan tanah di atas dan di bawah batu bara, terpapar dan mengalami
oksidasi (Jennings et al, 2000; Montero et al, 2005; Lottermoser, 2007).
Daya rusak buangan asam tambang mencakup matinya ikan dan spesies-
spesies air lainnya, serta matinya tanaman atau hasil panen yang berkurang atau cacat
(Kargbo et al, 1993; Bell et al, 2001; Nordstrom and Alpers 1999). Pembentukan
buangan asam tambang dapat merupakan sumber jangka panjang bagi pencemaran air.
Begitu sebuah operasi tambang berhenti, kualitas air yang buruk bisa saja terus-
menerus mendampak pada lingkungan, kesehatan manusia, dan mata pencaharian
selama berdasawarsa atau bahkan berabadabad. Sebuah situs tambang terkenal di
Iberian Pyrite Belt di Spanyol, contohnya, telah menghasilkan buangan asam tambang
selama lebih dari 2000 tahun.
Di seluruh Kalimantan buangan asam tambang telah membunuh ikanikan yang
dibudidayakan serta mengurangi jumlah hasil panen padi. Hasil laboratorium dari
sampel-sampel air yang kami ambil dari situssitus tambang di Kalimantan Timur
beserta jalur-jalur air di sekelilingnya menunjukkan konsentrasi logam berat dan
tingkat keasaman yang melebihi batas yang dapat diterima untuk sistem produksi
pangan. Para petani yang diwawancara mengeluhkan bahwa air limbah dari kegiatan
pertambangan batu bara memasuki sawah mereka, sehingga merusak panen dan
menghancurkan kegiatan produksi pangan. Para petani menyatakan bahwa sejak
menggunakan air lubang tambang, hasil panen padi menurun 50 persen dan produksi
ikan menurun 80 persen dibandingkan dengan sebelum menggunakan air tersebut
(Mike Ives, 2015).
Logam berat merupakan polutan lingkungan yang signifikan. Toksisitasnya
merupakan masalah yang semakin genting bagi aspek-aspek ekologis, gizi, dan
lingkungan. Karena logam berat memiliki tingkat kelarutan yang tinggi dalam
lingkungan air, logam berat mampu diserap oleh makhluk hidup. Begitu masuk ke
dalam rantai makanan, konsentrasi logam berat dapat meningkat seiring dia
berakumulasi dalam makhluk hidup dan ekosistem. Jika dikonsumsi melebihi batas
konsentrasi yang diperbolehkan, logam berat dapat menyebabkan gangguan kesehatan
yang serius (Babel & Kurniawan, 2004). Toksisitas logam berat juga merupakan salah
satu tekanan nonbiologis utama bagi tumbuhan (Hossain et al, 2012).
Akibat buangan asam tambang serta akumulasi tanah penutup dan air limbah
yang dihasilkan pertambangan batu bara, berbagai jenis logam berat kemudian
terlepas. Konsentrasi aluminium, besi, dan mangan seringkali terbuang. Logam berat
tersebut dapat berdaya rusak terhadap makhluk hidup, terutama makhluk air dan
tanaman. Daya rusak logam berat terhadap tanaman meningkat di tanah yang asam.
Curah hujan tropis yang deras mengurangi pH tanah (sehingga meningkatkan tingkat
keasamannya) Tanah asam mencakup 661.153km2 , atau sekitar 35 persen dari
wilayah Indonesia. Tanah tersebut memiliki kisaran tingkat pH antara 4 dan 5 (Takashi
Ozawa et al, 1999). Pertanian padi juga bertendensi asam. Penelitian tentang tanah
sawah padi di dataran tinggi dan dataran rendah Indonesia menunjukkan kisaran pH
tanah antara 4,3 dan 6,75.
Pada tahun 2015 dan 2016, dalam rangka mempersiapkan laporan ini, 17
sampel air diambil di delapan situs tambang batu bara di Kalimantan Timur beserta
jalur-jalur air di sekelingnya. Semua sampel air diambil menggunakan US EPA
Method 1669 (US EPA, 1996). Sampelsampel tersebut dianalisis di laboratorium
bersertifikasi di Indonesia dan dites untuk logam berat menggunakan ICPMS
(Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry). Sebanyak 15 dari 17 sampel
tersebut memiliki konsentrasi aluminium, besi, mangan dan/atau pH yang
kemungkinan besar berdaya rusak terhadap pertanian dan peternakan ikan. Peraturan
kualitas air Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tidak
menetapkan batas maksimum konsentrasi logam berat dalam air yang diperbolehkan
untuk akuakultur atau pertanian; sebuah kelalaian yang serius.
Bahkan, Pemerintah Indonesia tidak meregulasi jumlah maksimum konsentrasi
aluminium yang dapat larut (soluble aluminum) di dalam empat kelas di atas.
Toksisitas aluminium dihubungkan dengan berbagai penyakit saraf seperti penyakit
Parkinson, amyotrophic lateral sclerosis dan penyakit Alzheimer (Milind et al, 2012;
ATSDR. 2007). Konsentrasi aluminium dalam air yang tinggi, terutama dalam air yang
ber-pH rendah, dapat mengakibatkan akumulasi dalam organ-organ ikan sehingga
menyebabkan gangguan sistem saraf, serta mengurangi sel lendir dalam kulit dan
insang yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur kadar garam (Exley, 1996).
Penelitian komprehensif sudah dilakukan mengenai daya rusak aluminium,
dalam konsentrasi yang relatif rendah, terhadap pertanian. Aluminium merupakan
salah satu faktor utama yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman di
tanah asam. Secara khusus, toksisitas aluminium dalam tumbuhan mengurangi sistem
akar, menyebabkan berbagai gejala kekurangan gizi, dan mengurangi hasil panen
(Mossor-Pietraszewska, 2001). Banyak spesies tumbuhan sensitif terhadap konsentrasi
aluminium yang dapat larut yang sangat rendah; dalam 60 menit, pertumbuhan akar
sudah dapat terhambat (Delhaize and Ryan. 1995). Pada tanah yang ber-pH lebih
rendah dari 5,5, aluminium yang dapat larut beracun bagi banyak tumbuhan ketika
konsentrasinya melebihi 2–3 ppm. Namun, aluminium tampaknya mematikan bagi
tanaman padi muda bahkan pada konsentransi serendah 0,5 ppm.
Walaupun besi merupakan gizi penting bagi tumbuhan, akumulasi besi dalam
sel dapat beracun. Toksisitas besi merupakan salah satu gangguan gizi utama dalam
padi sawah irigasi dan padi sawah tadah hujan (Stein et al, 2014). Di atas konsentrasi
10 ppm, besi yang berdaya larut tinggi menyebabkan pertumbuhan buruk dan
berkurangnya hasil panen secara signifikan (Becker and Asch, 2005). Rata-rata gagal
panen akibat toksisitas besi berkisar antara 12%–35%. Namun, toksisitas pada tahap
bibit dan pertumbuhan awal dapat sangat memengaruhi pertumbuhan tumbuhan dan
menyebabkan gagal panen total. Besi juga ditemukan beracun bagi beberapa jenis
makhluk air pada konsentrasi serendah 1 ppm.

Serupa, toksisitas mangan hampir selalu dihubungkan dengan tanah asam,


dan kejenuhan air dapat memicu atau memperparah toksisitas (O’Sullivan et al,
1997). Toksisitas mangan pada tumbuhan seringkali bukanlah gangguan yang dapat
diidentifikasi dengan jelas. Toksisitas mangan justru memiliki kisaran gejala dan
konsentrasi yang sangat beragam, tergantung pada varietas antarspesies dan varietas
sesama spesies (El Jaoual & Cox, 1998). Pada kentang, stem streak necrosis
dihubungkan dengan toksisitas mangan yang ditambah dengan konsentrasi mangan
serendah 2 ppm. Tumbuhannya mati prematur dan hasil panen umbi menurun drastis.
Jika pH tanah di bawah 5, tingkat keparahannya meningkat. Padi terkenal sebagai
spesies tumbuhan yang toleran terhadap mangan, tetapi mangan juga ditemukan
berakumulasi pada akar dan batangnya sehingga merusak membran (Srivastava &
Dubey, 2011).

3. Apa yang menjadi potensi pennular penyakit perkebunan kelapa sawit. Apa
disebut sebagai habitat? Apakah kalau bukit tersebut di ubah menjadi
perkebunan akan mengubah habitat?

Perkebunan kelapa sawit memang menjadi sub sektor perkebunan andalan


Indonesia. Lebih dari 7 miliar USD disumbangkan sub sektor ini ke dalam pundi-
pundi devisa negara. Indonesia pun menjadi pemimpin di antara negara produsen
minyak kelapa sawit. Bersama Malaysia, negara kita menguasai tak kurang 80% dari
total produksi minyak kelapa sawit mentah dunia

Berbagai penelitian dan diskusi ilmiah bersuara sama bahwa aktivitas


perkebunan kelapa sawit dan pengolahan hasil produksinya telah meninggalkan jejak
menyakitkan bagi ekosistem hutan dan sekitarnya. Indikatornya banyak dan tak bisa
ditutupi. Tanah-tanah pada perkebunan kelapa sawit dan lahan sekitar yang tercemar
oleh aktivitas pengolahan minyaknya mengalami penurunan densitas Azotobacter,
kelompok mikroorganisme indikator kesuburan tanah. Hal itu diikuti penurunan nilai
fiksasi Nitrogen dalam tanah. Aktivitas organisme aerob seperti cacing tanah juga
menurun secara nyata di lahan-lahan tersebut. Hal-hal tersebut cukup menjelaskan
bagaimana aktivitas perkebunan kelapa sawit telah menurunkan kesuburan tanah di
sekitarnya dan secara lebih luas berdampak pada keseimbangan Nitrogen di dalam
ekosistem.

Tanah-tanah yang tercemar limbah aktivitas pengolahan produksi kelapa


sawit juga mengalami kerusakan struktur yang menyebabkan menurunnya daya ikat
tanah terhadap air. Keseimbangan pH tanah bergeser menjadi lebih basa
menyebabkan pertukaran ion dan nutrien di dalam tanah terganggu. Di sisi lain
dampak perluasan lahan kelapa sawit telah menjalar ke perairan di sekitarnya seperti
sungai dan danau. Sebagai tanaman yang “boros air”, perkebunan kelapa sawit
mutlak membutuhkan rekayasa drainase untuk memenuhi kebutuhan air yang besar.
Jika faktor evapotranspirasi dari tubuh kelapa sawit juga dipertimbangkan, hal-hal ini
menjelaskan mengapa lahan perkebunan kelapa sawit menyebabkan hilangnya
banyak air dan nutrient dari dalam tanah (Kompasiana, 2015).
4. Potensi penyakit apa saja yang mungkin di tularkan oleh nyamuk, terutama di
sekitar kebun kelapa sawit pada daerah tersebut.
a. Demam Berdarah

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae.) sp. Ae. aegypti
merupakan vektor DBD, namun spesies lain seperti Ae.albopictus juga dapat
menjadi vektor nyamuk penular yang terdapat di hampir seluruh pelosok
Indonesia; terutama di wilayah yang memiliki ketinggian kurang dari 1.000
meter di atas permukaan laut (Kinansi et al, 2017).

b. Zika

Virus Zika merupakan salah satu virus dari jenis Flavivirus. Virus ini
memiliki kesamaan dengan virus dengue, berasal dari kelompok arbovirus.
Virus Zika ditularkan melalui gigitan nyamuk. Nyamuk yang menjadi vektor
penyakit Zika adalah nyamuk Aedes, dapat dalam jenis Aedes aegypti untuk
daerah tropis, Aedes africanus di Afrika, dan juga Aedes albopictus pada
beberapa daerah lain. Nyamuk Aedes merupakan jenis nyamuk yang aktif di
siang hari, dan daoat hidup di dalam maupun luar ruangan. Virus zika juga
bisa ditularkan oleh ibu hamil kepada janinnya selama masa kehamilan
(Depkes, 2016).

c. Chikungunya

Demam chikungunya adalah jenis penyakit menular dengan gejala utama


demam mendadak, nyeri persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari
kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (bintik-bintik
kemerahan) pada kulit yang disebabkan oleh virus jenis Chikungunya, Genus
Alphavirus, Famili Togaviridae. Demam chikungunya adalah penyakit
disebabkan oleh virus yang ditularkan ke manusia melalui nyamuk genus
Aedes (Amirullah, 2011).

d. Malaria

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan


ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Secara global, penyebarannya sangat luas
yaitu di wilayah antara garis bujur 60° di utara dan 40° di selatan, meliputi
lebih dari 100 negara beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk yang berisiko
terkena malaria berjumlah sckitar 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia.
Setiap tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta dan
mengakibatkan 1,5 s/d 2,7 juta kematian, terutama di Afrika sub Sahara. Asia
Selatan dan Asia Tenggara serta Amerika Tengah. Wilayah yang kini sudah
bebas malaria adalah Eropa, Amerika Utara, sebagian besar Timur Tengah,
sebagian besar Karibia, sebagian Amerika Selatan. Australia dan Cina
(Hakim, 2011).

5. Gambarkan model transmisi penyakit tular vector dan bagaimana upaya


pencegahannya?

Secara alamiah, penularan malaria terjadi karena adanya interaksi antara


agent (parasit Plasmodium spp), host definitive (nyamuk Anopheles spp) dan host
intermediate (manusia). Karena itu, penularan malaria dipengaruhi oleh keberadaan
dan fluktuasi populasi vektor (penular yaitu nyamuk Anopheles spp), yang salah
satunya dipengaruhi oleh intensitas curah hujan, serta sumber parasit Plasmodium
spp. atau penderita di samping adanya host yang rentan. Sumber parasit Plasmodium
spp. adalah host yang menjadi penderita positif malaria Tapi di daerah endemis
malaria tinggi, seringkali gejala klinis pada penderita tidak muncul (tidak ada gejala
klinis) meskipun parasit terus hidup di dalam tubuhnya. Ini disebabkan adanya
perubahan tingkat resistensi manusia terhadap parasit malaria sebagai akibat
tingginya frekuensi kontak dengan parasit, bahkan di beberapa negara terjadinya
kekebalan ada yang diturunkan melalui mutasi genetik. Keadaan ini akan
mengakibatkan penderita carrier (pembawa penyakit) atau penderita malaria tanpa
gejala klinis (asymptomatic), setiap saat bisa menularkan parasit kepada orang lain,
sehingga kasus baru bahkan kejadian luar biasa (KLB) malaria bisa terjadi pada
waktu yang tidak terduga. Selain penularan secara alamiah, malaria juga bisa
ditularkan melalui transfusi darah atau transplasenta dari ibu hamil ke bayi yang
dikandungnya (Hakim, 2011).
Gambar1. Siklus Hidup Plasmodium dalam Tubuh Manusia
Sumber: Jurnal Aspirator Vol.3 No.2 Tahun 2011

Penderita malaria yang digigit oleh nyamuk (vektor), di samping darahnya


yang terhisap ke dalam tubuh vektor, juga terbawa Plasmodium dari berbagai stadium
aseksual yang ada dalam sel darah yaitu stadium tropozoit, stadium sizon, dan stadium
gametosit. Stadium tropozoit dan schizon bersama darah dicerna oleh vektor kemudian
mati, sedangkan stadium gametosit terus hidup dan masuk ke dalam lambung nyamuk
vektor. Di dalam lambung, inti mikrogametosit membelah menjadi 4 sampai 8 buah
yang masing-masing memiliki bentuk panjang seperti benang (flagel) dengan ukuran
20-25 µ, menonjol keluar dari sel induk, bergerakgerak sebentar dan kemudian
melepaskan diri. Proses ini (eksflagelasi) hanya berlangsung beberapa menit pada suhu
yang optimal. Flagel atau mikrogametosit kemudian mengalami proses pematangan
(maturasi) kemudian mencari makrogametosit untuk melakukan perkawinan. Hasil
perkawinan itu disebut zigot.

Pada mulanya zigot hanya merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak-gerak,
tetapi dalam waktu 18-24 jam berubah menjadi bentuk panjang seperti cacing yang
dapat bergerak dengan ukuran 8-24 µ yang disebut ookinet. Ookinet kemudian
menembus dinding lambung melalui sel epitel ke permukaan luar lambung dan
menjadi bentuk bulat yang disebut ookista. Jumlah ookista pada dinding luar lambung
nyamuk vektor berkisar antara beberapa buah sampai beberapa ratus buah. Ookista
makin lama makin besar sehingga merupakan bulatan-bulatan semi transparan,
berukuran 40-80 µ dan mengandung butir-butir pigmen. Bila ookista makin membesar
dan intinya membelah-belah, pigmen tak tampak lagi. Inti yang sudah membelah
kemudian dikelilingi oleh protoplasma dan merupakan bentuk-bentuk memanjang
yang ujungnya runcing dengan inti di tengahnya. Bentuk ini disebut sporozoit dengan
ukuran panjang 10-15 µ. Ookista kemudian pecah dan ribuan sporozoit keluar dan
bergerak dalam rongga badan nyamuk vektor untuk mencapai kelenjar liur (ludah).

Nyamuk yang mengandung sporozoit dalam kelenjar ludahnya, kalau


menggigit manusia di samping mengeluarkan air ludahnya, sporozoit-nya juga ikut
terbawa masuk ke dalam tubuh manusia. Dalam tubuh manusia, sporozoit mengalami
perkembangan sebagai berikut:

a. Schizogoni

Sporozoit Plasmodium dalam waktu 1/2-1 jam sudah masuk ke dalam jaringan
hati. Sporozoit dari P. vivax dan P. ovale sebagian berubah menjadi hypnosoit,
sebagian lagi berubah menjadi schizon hati. Sedangkan sporozoit P. falcifarum
dan P. malariae, semuanya berubah menjadi schizon hati. Hypnosoit P. vivax dan
P. ovale sewaktu-waktu bisa berubah menjadi schizon hati. Karena itu untuk P.
vivax dan P. ovale dikenal adanya rekurensi yaitu kambuh dalam jangka waktu
panjang.
Schizon hati mengandung ribuan merozoit yang akan pecah dan keluar dari
jaringan hati untuk kemudian masing-masing merozoit ini menginvasi sel darah
merah (SDM). Fase masuknya sporozoit ke dalam jaringan hati sampai keluar lagi
dalam bentuk merozoit, disebut fase schizogoni jaringan hati atau fase pra
eritrosit. Lamanya fase pra eritrosit dan besarnya schizon hati serta jumlah
merozoit pada satu schizon hati, berbeda-beda untuk tiap spesies Plasmodium.
b. Schizogoni eritrosit
Merozoit yang telah masuk ke dalam sel darah merah, kemudian berubah menjadi
bentuk tropozoit, yaitu tropozoit muda, tropozoit lanjut, dan tropozoit tua.
Tropozoit ini selanjutnya membentuk schizon darah yang mengandung merozoit
yaitu bentuk schizon muda, schizon tua, dan schizon matang. Schizon matang
mengalami sporulasi yaitu melepaskan merozoit untuk kemudian menginvasi sel
darah merah baru, siklus schizogoni eritrosit berulang kembali. Fase masuknya
merozoit ke dalam sel darah merah sampai terbentuknya merozoit untuk
menginvasi sel darah merah baru, disebut fase schizogoni eritrosit. Lamanya fase
eritrosit dan jumlah merozoit dalam schizon hati, berbeda-beda untuk setiap
spesies Plasmodium.

6. Apa yang disebut sebagai kesehatan masyarakat? Bagaimana pengendalian


penyakit berbasis vector itu dikendalikan dengan menggunakan pendekatan
kesehatan masyarakat menurut UF Achmadi (2012)?

Ilmu kesehatan masyarakat (public health) menurut profesor Winslow


(Leavel & Clark, 1958) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit memperpanjang
hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha
masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol
infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan,
pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk diagnosa dini, pencegahan
penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan mendukung agar setiap orang di
masyarakat mempunyai standar kehidupan yang kuat untuk menjaga kesehatannya.

Kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi dan kegiatan terpadu antara


sanitasi dan pengobatan dalam mencegah penyakit yang melanda penduduk atau
masyarakat. Kesehatan masyarakat adalah kombinasi antara teori (ilmu) dan Praktek
(seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan
meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat). Kesehatan masyarakat adalah
sebagai aplikasi keterpaduan antara ilmu kedokteran, sanitasi, dan ilmu sosial dalam
mencegah penyakit yang terjadi di masyarakat (Kemenkes, 2016).

Dalam rangka pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit,


pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor. Namun sejalan dengan
perkembangan hukum, pengetahuan, dan teknologi, peraturan menteri kesehatan
tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan program pengendalian Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit serta program penanggulangan penyakit tular Vektor
dan zoonotik yang menuntut untuk dilakukan reduksi, eliminasi, dan eradikasi.
Menurut Achmadi (2012), pengendalian vektor secara efektif dan efisien dapat
dilakukan menggunakan analisis spasial yaitu teknik dan metodologi yang dapat
digunakan sebagai upaya acuan program yang berfungsi untuk analisis kejadian
penyakit di permukaan bumi.
Referensi
Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Rajawali Press
Amirullah et al. 2011. Chikungunya: Transmisi dan Permasalahannya. Jurnal Aspirator Vol.3
No.2
Babel, TA and Kurniawan, 2004. Cr(VI) removal from synthetic wastewater using coconut
Becker M and Asch F, 2005. Iron toxicity in rice—conditions and management concepts. J.
Plant Nutr. Soil Sci. 2005, 168, 558–573.
https://www.researchgate.net/profile/Folkard_
Asch/publication/227780657_Iron_Toxicity_in_Rice__Conditions_and_Management_
Concepts/ links/0fcfd50699bb0dc833000000.pdfBrady, K.B.C., Smith, M.W.,
Schueck, J., 1998. Coal Mine Drainage Prediction and Pollution Prevention in
Pennsylvania. Department of Environmental Protection, Harrisburg, PA.
Bell FG, Bullock SET, Hälbich TFJ, Londsay P, 2001. Environmental impacts associated with
an abandoned mine in the Witbank Coalfield, South Africa. Int J Coal Geol 45:195–
216
Delhaize E and Ryan P R, 1995. Aluminum Toxicity and Tolerance in Plants. Plant Physiol.
107: 31 5-321.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC157131/pdf/1070315.pdf
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Pertanyaan Seputar Penyakit Virus Zika.
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-
terkini/PERTANYAAN%20SEPUTAR%20PENYAKIT%20VIRUS%20ZIKA.pdf
El Jaoual T and Cox, D.A., 1998. Manganese toxicity in plants. Journal of Plant Nutrition,
21(2), pp.353-38
Enerdata, 2015. Indonesia releases its 35 GW power capacity addition plan. 6 May 2015.
Daily Energy News. https://www.enerdata.net/publications/daily-energy-
news/indonesia-releases-its-35-gwpower-capacity-addition-plan.html
Exley, C., 1998. The precipitation of mucin by aluminium. Journal of Inorganic Biochemistry
70(3-4), 195-206
Fedina S. Sundaryani, The Jakarta Post, 2016. Indonesia braces for defeat in 35 GW program
Jakarta, November 17, 2016.
http://www.thejakartapost.com/news/2016/11/17/indonesiabraces-for-defeat-in-35-gw-
program.html . Fedina S. Sundaryani, The Jakarta Post, 2017. Ongoing 35,000 MW
project needs rethinking: Jokowi. Jakarta, January 6, 2017.
http://www.thejakartapost.com/news/2017/01/06/ongoing-35000-mwproject-needs-
rethinking-jokowi.html
Geller, W., Schultze, M., Kleinmann, B. and Wolkersdorfer, C. eds., 2012. Acidic pit lakes:
the legacy of coal and metal surface mines. Springer Science & Business Media. P 17.
Hakim, Lukman. 2011. Malaria: Epidemiologi dan Diagnosis. Jurnal Apirator Vol.3 No.2
Hossain, M.A., Piyatida, P., da Silva, J.A.T. and Fujita, M., 2012. Molecular mechanism of
heavy metal toxicity and tolerance in plants: central role of glutathione in
detoxification of reactive oxygen species and methylglyoxal and in heavy metal
chelation. Journal of Botany, 2012. IEA (International Energy Agency), 2016. Coal
information. https://www.iea.org/bookshop/722- Coal_Information_2016.
Ives, M.,2015. Indonesian Coal Mining Boom Is Leaving Trail of Destruction. Yale
Environment360, 17 December 2015.
http://e360.yale.edu/features/indonesian_coal_mining_boom_is_leaving_
trail_of_destruction
Jennings, Dollhopf and Inskeep, 2000; Montero IC, Brimhall GH, Alpers CN, Swayze GA,
2005. Characterization of waste rock associated with acid drainage at the Penn Mine,
California, by ground-based visible to short-wave infrared refl ectance spectroscopy
assisted by digital mapping. Chem Geol 215:452–472
Kargbo DM, Fanning DS, Inyang HI, Duell RW (1993) The environmental significance of
acid sulfate clays as waste covers. Environ Geol 22:218–226
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kemenkes
Kinansi, RR et al. 2017. Kepadatan Jentik Vektor Demam Berdarah Dengue di Daerah
Endemis di Indonesia. Jurnal Ekologi Kesehatan.
Kompasiana. 2015. Karena Kelapa Sawit, Hutanku Makin Sakit.
https://www.kompasiana.com/wardhanahendra/54f84017a33311cf5d8b4a25/karena-
kelapa-sawit-hutanku-makin-sakit#
Leavel and Clark, 1958. Public Health. Yale Uneversity
Lottermoser B, 2007. Mine wastes characterization, treatment and environmental impacts, 2nd
edn. Springer Publisher, Heidelberg
Martini & A. Martinez Cortizas & W. Chesworth, 2007. Peatlands: Evolution and Records of
Environmental and Climate Changes. Developments in Earth Surface Processes
Volume 9, Pages 1-587. Pp 147-148
Milind G., Anand. B, Hamemen T, 2012. Occurrence of Aluminium concentration in surface
water samples from different areas of Pune city. International Journal of Emerging
Technology and Advanced Engineering 2 (7) July 2012.
http://www.ijetae.com/files/Volume2Issue7/ IJETAE_0712_39.p
Nordstrom DK, Alpers CN, 1999. Negative pH, effl orescent mineralogy, and consequences
for environmental restoration at the Iron Mountain Superfund site, California. Proc
Natl Acad Sci U S A 96:3455–3462
O’Sullivan, J.N., Asher, C.J. and Blamey, F.P.C. 1997. Nutrient Disorders of Sweet Potato.
ACIAR Monograph No. 48, Australian Centre for International Agricultural Research,
Canberra, 136 p.
Parker, G., 1999. A Critical Review of Acid Generation Resulting from Sulfide Oxidation:
Processes, Treatment and Control. In: Acid Drainage. Australian Minerals and Energy
Environment Foundation, Melbourne. pp. 1–182
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor
Petromindo (2009-2013) Kalimantan and Sumatra coal mining map, Petromindo.com,
supported by the Indonesian Coal Mining Association (ICMA), Based on Petromindo
maps from 2009/2011, and 2013 for South Kalimantan. Digitised by Greenpeace
Southeast Asia
Reuters, 2016. Indonesia could deplete coal reserves by 2033 – PwC. MARKET NEWS | Mon
Mar 7, 2016 | 10:39am EST. http://www.reuters.com/article/indonesia-coal-
idUSL4N16F4C4
Sasaoka,T., Takamoto,H., Shimada,H., Oya, J.,Hamanaka, A.,and Matsui.,K. ,2015. Surface
subsidence due to underground mining operation under weak geological condition in
Indonesia. Journal of Rock Mechanics and Geotechnical Engineering 1-8
Stein, R.J., Lopes, S.I.G. & Fett, J.P. Theor. Exp. Plant Physiol. (2014) 26: 135.
doi:10.1007/s40626- 014-0013-3. http://link.springer.com/article/10.1007/s40626-014-
0013-3
Takahashi, H. and Yonetani, Y. (1997) Studies on microclimate and hydrology of peat swamp
forest in Central Kalimantan, Indonesia. In: Rieley, J.O., Page, S.E. (Eds.),
Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands. Samara Publications, Cardigan,
United Kingdom, pp. 179-187.
US EPA, 1996. Method 1669 Sampling Ambient Water for Trace Metals at EPA Water
Quality Criteria Levels.
https://www3.epa.gov/caddis/pdf/Metals_Sampling_EPA_method_1669.pdf
Kasus 9

Sejak landasan pacu Bandara Kertamukti beserta jalan Tol diresmikan oleh Presiden
bebarapa minggu yang lalu produksi ayam petelur pak haji Jupri berkurang. Pak Jupri sampai
memelototi ”tempat keluarnya” telor ayam ayam setiap pagi dalam seminggu terakhir. Dia
membuktikan sendiri ketika betina siap siap mengeluarkan telur, tiba tiba bunyi suara jet
menggelegar membuat telornya gak bisa keluar, …. “masup lagi….. !!” katanya dalam dialek
Sunda yang kental. Beberapa telor dikabarkan pak haji jupri juga ada yang pecah.

Lain lagi pengalaman Paijo karyawan dari Jawa Brebes yang tidak bisa tidur semalaman gara
gara berisik jalan tol lalu lalang kendaraan, pada hal dia bekerja di pabrik gelas di
Cirebon.Setiap pagi harus bangun pagi agar tidak terlambat bekerja.Mandor sangat ketat
dalam mengabsen karyawannya.

1. Apa yang dimaksud dengan kebisingan? Bagaimana mengukurnya, siapa


population at risk dalam kasus Paijo dan haji Jupri, gambarkan secara spasial.

Menurut Slamet (2009), bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak
dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, kebisingan merupakan salah satu
penyebab penyakit lingkungan yang penting. Kebisingan sering digunakan sebagai
istilah untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh
kegiatan manusia atau aktifitas-aktifitas alam.

Menurut surat edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi Nomor
SE 01/Men/1978: kebisingan ditempat kerja adalah semua bunyi-bunyi atau suara-
suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi di tempat
kerja (Suheryanto, 2000).

Banyak pendapat yang mengemukakan tentang definisi kebisingan seperti yang


tertulis dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
718/Menkes/Per/XI/1987: Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak
diinginkan sehingga mengganggu atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini
merupakan kumpulan nada-nada dengan bermacam-macam intensitas yang tidak
diingini (DirjenP2M dan PLP Depkes RI, 1993).
Pengukuran Kebisingan

a. Alat SLM (Sound Level Meter) adalah alat pengukur suara dengan
metode kerjanya menangkap perubahan tekanan udara yang terjadi
akibat adanya benda bergetar yang selanjutnya akan menggerakkan
meter penunjuk pada SLM. Sedangkan alat yang digunakan untuk
mengukur nilai ambang pendengaran adalah Audiometer. Nilai
Ambang batas untuk kebisingan adalah 8 jam per hari terus menerus
pada level tekanan 85 dB. (Keputusan Menteri Tenaga Kerja No
51/Men/1999).

· Untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan


dengan menggunakan alat Sound Level Meter. Sebelumnya, intensitas
bunyi adalah jumlah energi bunyi yang menembus tegak lurus bidang
per detik. Metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja, yaitu:

1) Pengukuran dengan titik sampling Pengukuran ini dilakukan bila


kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya pada satu atau
beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk
mengevalusai kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan
sederhana, misalnya kompresor/generator. Jarak pengukuran dari
sumber harus dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter.
Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang
digunakan.

2. Pengukuran dengan peta kontur Pengukuran dengan membuat peta


kontur sangat bermanfaat dalam mengukur kebisingan, karena peta
tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi kebisingan
dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat
gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan
pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk
menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau untuk kebisingan
dengan intensitas di bawah 85 dBA, warna oranye untuk tingkat
kebisingan yang tinggi di atas 90 dBA, warna kuning untuk
kebisingan dengan intensitas antara 85–90 dBA.
Population at risk dalam kasus ini : Paijo, Pak Haji Jupri, penduduk lain
di sekitar Bandara Kertamukti serta penduduk sekitar jalan Tol

2. Sebutkan apa yang dimaksud dengan agent energy yang di radiasikan atau
dipancarkan. Sebutkan macam macamnya serta potensi dampaknya?

Suma’mur (1993) mengemukakan bahwa selain dibedakan menurut tingkatannya,


kebisingan juga dibedakan menurut jenisnya sebagai berikut:

a. Kebisingan kontinyu yaitu kebisingan dengan spectrum berfrekuensi luas


misalnya: suara yang timbul oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar serta
spektrum yang berfrekuensi sempit contohnya suara gergaji sirkuler, katup
gas.
b. Kebisingan terputus-putus misalnya suara lalulintas, suara pesawat udara yang
tinggal landas.
c. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) seperti pukulan martil,
tembakan senapan, ledakan meriam dan lain-lain

Dampak

Dampak kebisingan di suatu daerah besar pengaruhnya bagi kesehatan dan


kenyamanan hidup masyarakat, hewan ternak maupun satwa liar dan gangguan
terhadap ekosistem alam.Bagi kesehatan manusia, kebisingan dapat menimbulkan
gangguan pada sistem pendengaran dan pencernaan, stress, sakit kepala,
peningkatan tekanan darah serta dapat menurunkan prestasi kerja (Gunarwan,
1992).

Dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kebisingan adalah efek kesehatan
dan non kesehatan. Bunyi mendadak yang keras secara cepat diikuti oleh reflek
otot di telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi suara yang dihantarkan
ke telinga dalam. Meskipun demikian di lingkungan dengan keadaan semacam itu
relatif jarang terjadi. Kebanyakan seseorang yang terpajan pada kebisingan
mengalami pajanan jangka lama, yang mungkin intermiten atau terus menerus.
Transmisi energi seperti itu, jika cukup lama dan kuat akan merusak organ korti
dan selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen (Harrington dan Gill,
2005).
Secara umum telah disetujui bahwa untuk amannya, pemaparan bising selama 8
jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dBA. Pemaparan
kebisingan yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian
sementara.Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga
pada awalnya tidak disadari oleh manusia.Baru setelah beberapa waktu terjadi
keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan sangat
merugikan.

Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran dirasakan oleh


para pekerja yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang adanya rasa mual,
lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah (Pulat, 1992).

Gangguan kesehatan selain gangguan pendengaran biasanya disebabkan karena


energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral, seperti
perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat pengeluaran
keringat. Sebagai tambahan, ada efek psikososial dan psikomotor ringan jika
dicoba bekerja di lingkungan yang bising (Harrington dan Gill,2005).

3. Apa penyakit yang ditimbulkan oleh kebisingan, gambarkan model transmisi


gangguan kesehatan akibat kebisingan di pinggir jalan Tol. Bagaimana
mencegah atau mengurangi kebisingan di jalan tol? Gambarkan proses kejadian
gangguan kesehatan akibat kebisingan pada kasus Paijo. Gambarkan secara
komprehensif.

Penyakit Akibat Kebisingan

1) Trauma akustik

Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya energi suara
yang sangat besar. Cedera cochlea terjadi akibat rangsangan fisik berlebihan
berupa getaran yang sangat besar sehingga merusak sel-sel rambut. Pada pajanan
berulang kerusakan bukan hanya sematamata akibat proses fisika, tetapi juga
proses kimiawi berupa rangsang metabolik yang secara berlebihan merangsang
sel-sel rambut sehingga terjadi disfungsi sel-sel tersebut. Akibatnya terjadi
gangguan ambang pendengaran sementara. Kerusakan sel-sel rambut juga dapat
mengakibatkan gangguan ambang pendengaran yang permanen.
2) Noise-induced temporary threshold shift

Pada keadaan ini terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara
perlahan-lahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa
menit sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan.
Kenaikan ambang sementara ini mula-mula terjadi pada frekuensi 4000 Hz, tetapi
apabila pemaparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang sementara akan
menyebar pada frekuensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu
pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap
individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung sensitivitas masing-masing
individu.

3) Noise-induced permanent threshold shift

Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan terutama pada
frekuensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen.
Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20
tahun terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa
pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan
pemeriksaan audiogram. Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan
bising biasanya sembuh setelah istirahat 1-2 jam. Bising dengan intensitas tinggi
dalam waktu yang lama (10-15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut
organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini terjadi karena
rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan
perubahan metabolism dan vaskuler sehingga terjadi kerusakan degenerativ pada
struktur sel-sel rambut organ Corti, akibatnya terjadi kehilangan pendengaran
yang permanen. Ini merupakan proses yang lambat dan tersembunyi sehingga
pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan
dengan pemeriksaan audiometrik. Apabila bising dengan intensitas tinggi tersebut
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, akhirnya pengaruh penurunan
pendengaran akan menyebar ke frekuensi percakapan (500-2000 Hz).

Gambaran Klinis Kekurangan pendengaran dibagi atas:

a. Konduktif: disebabkan adanya gangguan hantaran dari saluran telinga, rongga


tympani dan tulang-tulang pendengaran
b. Senso-neural: disebabkan kerusakan di telinga dalam seperti organ corti,
nervus cochlearis, N VIII sampai ke otak

c. Campuran (mixed): tuli campuran dari kedua unsur konduktif dan sensoneural

Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAP) atau Noise Induced Hearing Loss
(NIHL) adalah tuli senso-neural dimana terjadi kerusakan sel rambut luar cochlea
karena paparan bising terus menerus dalam jangka waktu lama. Ketulian biasanya
bilateral dan jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat. Stereosilia pada sel-sel
rambut luar menjadi atrofi sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi.
Dengan bertambahnya intensitas dan lamanya paparan akan dijumpai lebih banyak
kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah
daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan
oleh jaringan parut. Dengan semakin luasnya kerusakan sel-sel rambut dapat
timbul degenerasi pada saraf yang dapat sampai di nukleus pendengaran pada
batang otak.

Gejala awal yang sering dikeluhkan adalah sensasi telinga berdenging (tinnitus)
yang hilang timbul. Tinitus akan menjadi lebih keras sensasinya bila terpapar
bising dengan intensitas yang lebih besar. Tinitus lebih mengganggu bila berada di
tempat yang sepi atau saat penderita akan tidur sehingga menyebabkan sulit
konsentrasi dan sukar tidur. Pasien akan mengalami penurunan fungsi
pendengaran sehingga sulit bercakap-cakap walaupun berada di ruangan yang
sunyi. Pendengaran yang terganggu biasanya mudah marah, pusing, mual dan
mudah lelah.
Pengendalian Kebisingan

Secara konseptual teknik pengendalian kebisingan yang sesuai dengan hirarki


pengendalian risiko (Tarwaka, 2008) adalah :

1. Eliminasi

Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang bersifat permanen dan


harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas utama. Eliminasi dapat
dicapai dengan memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan
dengan tempat kerja yang kehadirannya 18 pada batas yang tidak dapat
diterima oleh ketentuan, peraturan dan standart baku K3 atau kadarnya
melebihi Nilai Ambang Batas (NAB).

2. Subtitusi

Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan peralatan


yang berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya
atau yang lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih
bias ditoleransi atau dapat diterima.
3. Engenering Control

Pengendalian dan rekayasa tehnik termasuk merubah struktur objek kerja


untuk mencegah seseorang terpapar kepada potensi bahaya, sepertipemberian
pengaman pada mesin.

4. Isolasi

Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan cara memisahkan seseorang


dari objek kerja. Pengendalian kebisingan pada media propagasi dengan tujuan
menghalangi paparan kebisingan suatu sumber agar tidak mencapai penerima,
contohnya : pemasangan barier, enclosure sumber kebisingan dan tehnik
pengendalian aktif (active noise control) menggunakan prinsip dasar dimana
gelombang kebisingan yang menjalar dalam media penghantar dikonselasi
dengan gelombang suara identik tetapi mempunyai perbedaan fase 1800 pada
gelombang kebisingan tersebut dengan menggunakan peralatan control.

5. Pengendalian Administratif

Pengendalian administratif dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja


yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi
bahaya.Metode pengendalian ini sangat tergantung dari perilaku pekerja dan
memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian secara
administratif ini.Metode ini meliputi pengaturan waktu kerja dan waktu
istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kelelahan dan kejenuhan.

6. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri secara umum merupakan sarana pengendalian yang


digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara, ketika suatu sistem
pengendalian yang permanen belum dapat diimplementasikan.APD (Alat
Pelindung Diri) merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian
risiko tempat kerja. Antara lain dapat dengan menggunakan alat proteksi
pendengaran berupa : ear plug dan ear muff. Ear plug dapat terbuat dari kapas,
spon, dan malam (wax) hanya dapat digunakan untuk satu kali pakai.
Sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastik yang dicetak (molded
rubber/ plastic) dapat digunakan berulang kali. Alat ini dapat mengurangi
suara sampai 20 dB(A). Sedangkan untuk ear muff terdiri dari dua buah tutup
telinga dan sebuah headband. Alat ini dapat mengurangi intensitas suara
hingga 20 30 dB(A) dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari
benturan benda keras atau percikan bahan kimia.

Pengendalian lainnya :

1) Melindungi penerima dari kebisingan antara lain dengan pemakaian


alat pelindung seperti ear plug atau dengan cara mendesain rumah yang
baik untuk meredam kebisingan.
2) Mengisolasi penerima dengan cara membuat barrier yang rigid
disekitar pemukiman penduduk yang terkena dampak kebisingan
3) Merelokasi pemukiman penduduk yang terkena dampak kebisingan
parah kelokasi lain dan menjadikan tempat tersebut sebagai hutan
lindung kota.

4. Apa yang dimaksud dengan high risk group kebisingan? Dimana saja potensi
bahaya kebisingan baik ditempat kerja maupun di tempat umum

High risk group

High risk group kebisingan adalah populasi/sekumpulan individu yang belum


sakit tetapi mengalami keterpaparan dan mempunyai risiko tinggi untuk sakit
akibat kebisingan.

Sumber Potensi Kebisingan


Sumber bising adalah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu
pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya
sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan,
pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan
rumah tangga. Di industri, sumber kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi 3
macam, yaitu :
a. Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktivitas mesin.
b. Vibrasi
Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat
gesekan, benturan, atau ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada
roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
c. Pergerakan udara, gas dan cairan
Kebisingan ini ditimbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam
kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa,
gas buang, jet. Flare boom, dan lain-lain.

5. Diskusikan patofisiologi sampak kebisingan (perlu membaca dari buku buku


teori yang relevan dan terkini).

1) Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal
metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
2) Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan
penyakit, psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung koroner, dan lain-lain.
3) Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin
terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman.
Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya
terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan
atau isyarat tanda bahaya dan tentunyaakan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan
produktifitas kerja.
4) Gangguan Keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala
pusing, mual dan lain-lain.
5) Gangguan terhadap pendengaran (Ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling seirus karena dapat
menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat
progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus di tempat
bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.

6. Diskusikan aspek hukum dari kebisingan baik ditempat kerja maupun ditempat
komunitas

1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016


Tentang Standar Dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri
2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja
3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2918)
4) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-
48/Menlh/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan
Referensi

Lintong, Fransiska. 2009. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado

Susanto, Arif. 2006. Kebisingan Serta Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Dan Lingkungan.
Buletin HSE Club Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar Dan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Industri.

Kementrian Ketenagakerjaan Republik Indonesia . 2018. Peraturan Menteri


Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-48/Menlh/11/1996 Tentang


Baku Tingkat Kebisingan

http://eprints.ums.ac.id/18503/2/BAB_II.pdf

https://www.academia.edu/6942405/MAKALAH_TENTANG_KEBISINGAN_Disusun_
untuk_Memenuhi_Tugas_Penyakit_Akibat_Kerja_Semester_VI_Pengampu_Drs._Hery
_Koesyanto_MS

http://digilib.unila.ac.id/1950/7/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai