STUDI PENCEMARAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd), MERKURI
(Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA AIR LAUT, SEDIMEN DAN KERANG BULU (Anadara antiquata) DI PERAIRAN PANTAI LEKOK PASURUAN
SKRIPSI
Oleh :
KHAINA RINDA FITRIYAH 02520019
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG 2007
2 STUDI PENCEMARAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd), MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA AIR LAUT, SEDIMEN DAN KERANG BULU (Anadara antiquata) DI PERAIRAN PANTAI LEKOK PASURUAN
SKRIPSI
Diajukan kepada: Universitas Islam Negeri Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh :
KHAINA RINDA FITRIYAH NIM : 02520019
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG 2007
3 ABSTRAK
Rinda .Fitriyah. Khaina. 2007. Studi Pencemaran Logam Berat Kadmium (Cd), Merkuri (Hg) dan Timbal (Pb) Pada Air Laut, Sedimen dan Kerang Bulu (Anadara antiquata) Di Perairan Pantai Lekok Kabupaten Pasuruan Pembimbing : Dra. Retno Susilowati, M.Si
Kata Kunci : Pencemaran, Kerang bulu (Anadara antiquata), Logam berat
Laut merupakan tempat bermuaranya berbagai saluran sungai yang membawa zat-zat pencemar yang berasal dari berbagai aktivitas manusia baik dari limbah pabrik atau industri ataupun sampah rumah tangga. Salah satu bahan pencemaran yang berbahaya adalah logam berat Hg, Cd dan Pb yang dapat terakumulasi dalam hewan perairan termasuk kerang bulu yang akhirnya akan sampai kepada manusia dan membahayakan manusia karena logam berat bersifat racun. Penelitian ini bersifat diskriptif ekspo defacto yang bertujuan untuk mengetahui pencemaran logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu (Anadara antiquata), sedimen dan air laut. Pengambilan sampel dilaksankan di pantai Lekok Pasuruan. Analisis kimia kandungan logam berat dan pembuatan preparat insang kerang bulu dilakukan di Laboratorium Kimia dan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian terdiri dari 3 stasiun pengamatan, setiap stasiun pengamatan terdiri dari 3 titik pengambilan sampel. Analisis kandungan logam berat mengguanakan metode gravimetry. Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis menggunakan Anova dan Uji lanjut Menggunakan Uji Jarak Duncan dan Regresi. Data mikroanatomi insang yang diperoleh dibandingkan dengan gambar insang yang normal. Hasil analisis Anova menunjukkan adanya perbedaan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut, sedimen dan kerang serta adanya perbedaan kandungan Hg, Cd dan Pb di setiap stasiun pengamatan. Hasil Uji Jarak Duncan menunjukkan bahwa kandungan logam berat tertinggi terdapat pada sedimen, dan terendah pada air laut. Selain itu didapatkan hasil bahwa kandungan logam berat tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 3. Kandungan Hg terendah pada air laut , sedimen dan kerang bulu berturut-turut adalah sebesar 0.1153 ppm, 17.97033 ppm dan 0.79733 ppm. Kandungan Cd terendah pada air laut , sedimen dan kerang bulu berturut-turut adalah sebesar 1.308 ppm, 16.182 ppm dan 2.802 ppm. Kandungan Pb terendah pada air laut , sedimen dan kerang bulu berturut-turut adalah sebesar 1.308 ppm, 27.657 ppm dan 1.5710 ppm Kandungan logam berat tersebut telah melampau ambang batas ketentuan yang ditetapkan oleh WHO ataupun oleh POM No.03725/B/SK/VII/89 kelayakan bahan pangan dan kehidupan diperairan. Hasil analisis Regresi menunjukkan adanya hubungan antara kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada sedimen dan air laut terhadap kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu. Hasil pengamatan mikroanatomi insang menunjukkan adanya degenerasi pada insang kerang bulu yang hidup di perairan pantai Lekok Pasuruan. 4 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Laut merupakan tempat bermuaranya berbagai saluran sungai. Dengan demikian laut menjadi tempat terkumpulnya zat-zat pencemar yang dibawa aliran air. Banyak industri atau pabrik yang membuang limbah industrinya ke sungai tanpa penanganan atau mengolah limbah terlebih dahulu dan juga kegiatan rumah tangga yang membuang limbahnya ke sungai. Limbah- limbah ini terbawa ke laut dan selanjutnya mencemari laut (Yanney, 1990). Pencemaran adalah perubahan sifat fisika, kimia, dan biologi yang tidak dikehendaki pada tanah, udara, dan air. Perubahan tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia atau organisme lainnya. Pencemaran terjadi apabila terdapat ganguan dalam daur materi yaitu apabila laju produksi suatu zat melebihi laju pembuangan atau penggunaan zat tersebut (Anonymous, 2001). Pencemaran merupakan penambahan bermacam-macam bahan sebagai aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungannya. Organisme yang mengalami dampak secara langsung dari pengaruh limbah atau pencemaran terhadap badan air adalah organisme yang tergolong dalam kelompok akuatik. Apabila suatu limbah yang berupa bahan pencemar masuk kesuatu lokasi maka akan terjadi perubahan pada lokasi tersebut, perubahan dapat terjadi pada organisme yang hidup pada 5 lokasi serta lingkungan yang berupa faktor kimia dan fisika (Anonymous, 2003). Kondisi alam sebenarnya dalam keseimbangan yang beraturan, membentuk mata rantai yang berhubungan satu sama lainnya, sehingga apabila salah satu komponennya terganggu maka akan berpengaruh pada komponen yang lainnya. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang berbahaya karena bersifat toksik jika dalam jumlah besar dan dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam perairan baik aspek ekologis maupun aspek biologi (Umar, 2001). Logam-logam yang mencemari perairan laut banyak jenisnya, diantaranya yang cukup banyak adalah kadmium (Cd) dan logam timbal (Pb). Kedua logam tersebut bergabung bersama dengan merkuri (Hg) sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia, selain itu ketiga logam tersebut yang paling sering ditemukan sebagai bahan pencemar logam yang ada di alam (Suhendrayatna, 2001). Pengaruh pencemaran lingkungan Pb, Hg dan Cd terhadap kehidupan hewan atau manusia tergantung pada jenis dan tingkat pencemaran yang terjadi secara akut, sub akut atau kronis. Akibat akut pencemaran lingkungan pada umumnya berupa gangguan fungsi atau kerusakan sel, organ atau jaringan, disamping menimbulkan gangguan pada sistem informasi pada pembelahan sel, baik somatik maupun generatif (Ngatidjan, 1991 dalam Mulyanto Zakiyah, dan Umi, 1997). 6 Pencemaran logam berat timbal (Pb), merkuri (Hg) dan kadmium (Cd) yang dihasilkan perusahaan industri, sekarang telah menyatu dengan laut Jawa, sebelah timur Surabaya. Akibat dari pencemaran itu, ikan dan kerang dari laut tidak layak untuk dikonsumsi (Daud SKM, 1996 dalam Ananto, 2002). Temuan tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Surabaya dimana kawasan pantai Kenjeran pada September menunjukkan kandungan merkuri, tembaga dan timbal dalam tubuh ikan-ikan melebihi ambang batas kesehatan untuk dikomsumsi (Ananto, 2002). Selain di kawasan pantai Kenjeran Surabaya, tidak menutup kemungkinan terjadi kontaminasi logam berat di pantai-pantai lain yang sungainya bermuara di Selat Madura. Sungai Berantas merupakan salah satu sungai yang bermuara di selat madura. Sungai berantas yang mempunyai hulu di wilayah Brantas mengalir melewati daerah-daerah yang berada di Jawa Timur diantaranya Kabupaten Blitar, Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Jombang, Mojokerto dan berakhir di sungai Porong Sidoarjo dan sungai Mas di Surabaya yang bermuara di Selat Madura (Hidayat, 2003). Seperti diketahui kota-kota tersebut terutama Mojokerto dan Sidoarjo merupakan daerah padat industri. Sebagian besar industri di sekitar sungai Brantas secara langsung atau tidak langsung akan membuang limbahnya ke sungai tersebut. Limbah industri tersebut kemungkinan mengandung logam berat terutama Cd, Hg dan Pb, sehingga kemungkinan akan mencemari Kabupaten yang terletak di bagian selatan Selat Madura adalah besar kemungkinannya 7 adalah Kabupaten Pasuruan. Apabila dilihat dari peta Jawa Timur, Kabupaten Pasuruan terletak pada cekungan dan merupakan daerah yang terdekat dengan wilayah sungai Porong. Limbah yang terbawa dari sungai Porong ke laut kemungkinan akan masuk ke wilayah pantai dan sungai- sungai yang ada di Kabupaten Pasuruan, di antaranya adalah perairan pantai Lekok Pasuruan yang merupakan salah satu penghasil kerang dan ikan yang cukup besar di Kabupaten Pasuruan. Perairan Pantai Lekok Pasuruan termasuk tiga pantai utama penghasil ikan di Kabupaten Pasuruan selain pantai Keraton dan pantai Bangil. Di sekitar pantai Lekok Pasuruan keadaannya sangat memperhatikan dalam hal kebersihan, karena selain sebagai tempat pencarian ikan pantai Lekok oleh masyarakat dijadikan pula sebagai TPA (tempat pembuangan akhir) sampah, baik itu sampah organik maupun sampah anorganik yang tidak menutup kemungkinan sampah-sampah tersebut mengandung logam berat terutama logam berat Pb, Hg dan Cd, selain itu di pantai Lekok terdapat pabrik PGLTU/pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan uap yang sebagian besar bahan bakunya menggunakan Pb. Di pantai Lekok juga terdapat TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang cukup besar, sehingga ikan-ikan dan kerang yang dihasilkan oleh para nelayan di pantai Lekok akan menyebar kedaerah- daerah lain selain Lekok, sehingga apabila ikan dan kerang tercemar yang terkena dampaknya tidak hanya penduduk Lekok saja akan tetapi semua yang mengkonsumsi hasil perikanan di pantai Lekok. Pantai Lekok mendapat masukan dari sungai Rejoso serta beberapa anak sungai kecil 8 dimana di bagian sebelumnya terdapat pemukiman penduduk, kegiatan industri dan pertanian yang membuang limbahnya kesungai yang akhirnya akan sampai kelaut. Untuk memeriksa kondisi suatu perairan apakah tercemar atau tidak dapat digunakan bioindikator, artinya pemakaian organisme hidup sebagai monitor pencemaran. Menurut Wardhana (2001) penggunaan organisme sebagai monitor biologis petunjuk ada tidaknya kenaikan keadaan lingkungan dari garis dasar, melalui analisis logam atau senyawa kimia tertentu yang terdapat dalam hewan atau tanaman. Logam berat yang ada dalam perairan akan mengalami proses pengendapan dan akan terakumulasi dalam biota laut yang ada dalam perairan baik melalui insang maupun melalui rantai makanan dan akhirnya akan sampai pada manusia. Fenomena ini dikenal sebagai bioakumulasi atau biomagnifikasi (Anonymous, 2001). Menurut Ananto (2002), jenis kerang- kerangan merupakan jenis organisme khas yang dapat mengakumulasi logam berat, dikarenakan kerang mempunyai mobilitas yang rendah sehingga adanya logam berat di dalam tubuhnya dipandang dapat mewakili keberadaan logam berat yang terdapat dihabitatnya. Maka berdasarkan uraian di atas penelitian ini diberi judul Studi Konsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd), Merkuri (Hg) Dan Timbal (Pb) Pada Sedimen, Air Laut dan Kerang Bulu (Anadara antiquata) Di Pantai Lekok Pasuruan
9 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana tingkat pencemaran Cd, Hg dan Pb di perairan Pantai Lekok dengan menggunakan kerang bulu sebagai indikator biologi. 2. Bagaimana hubungan antara konsentrasi Cd, Hg dan Pb didalam sedimen dan air laut dengan konsentrasi Cd, Hg dan Pb di dalam tubuh kerang bulu di Pantai Lekok Pasuruan. 3. Bagaimana pengaruh Cd, Hg dan Pb terhadap insang kerang bulu- yang berada di Pantai Lekok Pasuruan.
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat pencemaran Cd, Hg dan Pb di perairan pantai Lekok Pasuruan dengan menggunakan Kerang bulu sebagai indikator biologi 2. Untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi Cd, Hg dan Pb didalam sedimen dan air laut dengan konsentrasi Cd, Hg dan Pb di dalam tubuh kerang bulu di Pantai Lekok Pasuruan. 3. Adakah pengaruh Cd, Hg dan Pb terhadap insang kerang bulu yang berada di Pantai Lekok Pasuruan.
1.4 Hipotesa Penelitian 1. Adanya pencemaran logam berat Cd, Hg dan Pb di Pantai Lekok Kabupaten Pasuruan. 10 2. Adanya hubungan antara konsentrasi Cd, Hg dan Pb pada air, kerang bulu, dan sedimen. 3. Adanya pengaruh logam berat Cd, Hg dan Pb terhadap insang kerang bulu yang berada di perairan Pantai Lekok Pasuruan.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Dapat diketahui tingkat pencemaran Cd, Hg dan Pb di perairan pantai Lekok Kabupaten Pasuruan. 2. Dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. 3. Dapat di ketahui kelayakan kerang yang hidup di perairan pantai Lekok Kabupaten Pasuruan untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan.
1.6 Batasan Masalah Untuk mendapatkan penelitian ini lebih terarah maka penelitian ini perlu dibatasi sebagai berikut: 1. Logam berat adalah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan. 2. Logam berat Cd adalah logam yang masuk dalam kelompok logam-logam golongan Transition Metal pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 48 dengan bobot atom atau berat atom (BA) 112,411. 11 3. Logam berat Pb adalah logam yang termasuk dalam kelompok golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atom atau berat atom (BA) 207,2. 4. Logam berat merkuri dilambangkan dengan Hg. Pada tabel periodik masuk pada golongan transisi menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai bobot atom (BA 200.59). 5. Bioindikator adalah petunjuk ada tidaknya kenaikan keadaan lingkungan dari ambang batas ketentuan, melalui analisis logam atau kandungan senyawa kimia tertentu yang terdapat pada hewan atau tanaman yang ada di lingkungan. 6. Parameter yang diamati adalah tingkat pencemaran Cd, Hg dan Pb yang berada di perairan pantai Lekok Kabupaten Pasuruan.
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran
2.1.1 Pengertian Pencemaran
Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun atau toksik yang berbahaya bagi organisme. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 1994). Dalam undang-undang lingkungan hidup dijelaskan bahwa suatu tatanan lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila dalam tatanan lingkungan hidup itu masuk atau dimasukkan suatu benda lain yang kemudian memberikan pengaruh buruk terhadap bagian-bagian yang menyusun tatanan lingkungan hidup itu sendiri, sehingga tidak dapat lagi hidup sesuai dengan aslinya (Kristanto, 2002). Pada tingkat lanjutnya bahkan dapat menghapuskan satu atau lebih dari mata rantai dalam tatanan tersebut. Sedangkan suatu pencemar atau polutan adalah setiap benda, zat, ataupun organisme hidup yang masuk dalam suatu tatanan alami dan kemudian mendatangkan perubahan-perubahan yang bersifat negatif terhadap tatanan yang dimasukinya (Palar, 1994). 13 Bila ditinjau dari asalnya, maka bahan pencemar yang masuk ke ekosistem laut dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Berasal dari laut itu sendiri, misalnya pembuangan sampah air ballas dari kapal, lumpur, buangan dari kegiatan pertambangan di laut. 2. Berasal dari kegiatan-kegiatan di daratan. Bahan pencemar dapat masuk ke ekosistem laut melalui udara atau terbawa oleh air (sungai, sistem drainase) (Kartawinata et al., 1997 dalam Harizal, 2006). Dengan semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan transportasi baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara, dan tanah akibat berbagai kegiatan tersebut. Pada saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana- mana dengan laju yang sangat cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berat dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. Pencemaran lingkungan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: 1. Pencemaran air 2. Pencemaran udara 3. Pencemaran tanah Polusi air atau pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari normal, bukan dari kemurniannya (Fardiaz, 2006). Pencemaran air terjadi apabila ada perubahan dari segi kandungan, keadaan dan warna sehingga 14 tidak sesuai dan memberikan kesan yang buruk apabila digunakan (Anonymous, 2006). Pencemaran udara adalah terdapatnya gas, cair, atau zarah yang terkandung di udara sehingga berlakunya perubahan dan merugikan kehidupan atau bahan-bahan lain. Bahan-bahan tersebut terampai di udara dan memberikan kesan negatif kepada manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Hal ini disebabkan bahan-bahan ini akan masuk ketubuh manusia melalui parnafasan dan berupaya menyekat pengaliran oksigen ke dalam saluran darah, yang bisa menyebabkan berbagai penyakit (Wikipedia Indonesia, 2006). Ada tujuh bahan pencemar utama di udara yang terdiri dari: partikulat, Sulfur Dioksida (SO2), ozone, Karbon monoksida (CO), Nitrogen okside (NO), Hidrokarbon (HC) dan Timbal (Pb) (Pencemaran Lingkungan On Line, 2006) Tanah merupakan sumberdaya alam yang mengandung benda organik dan anorganik yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Pencemaran tanah dapat terjadi karena hal-hal dibawah ini. Pertama , pencemaran secara langsung, misalnya karena menggunakan pupuk secara berlebihan, pemberian pestisida atau insektisida, dan pembuangan limbah yang tidak dapat dicernakan. Kedua, pencemaran dapat melalui air. Air yang mengandung bahan pencemar akan mengubah susunan kimia tanah sehingga mengganggu jasad yang hidup di dalam atau dipermukaan tanah. Ketiga, pencemaran dapat juga melalui udara. Udara yang tercemar akan 15 menurunkan hujan yang mengandung bahan pencemar, akibatnya tanah akan tercemar juga (Tresna, 2001).
2.1.2 Pencemaran Air Pencemaran air berlaku apabila terjadi perubahan dari segi kandungan, keadaan dan warna sehingga tidak sesuai dan memberikan kesan negatif apabila digunakan. Pencemaran berpengaruh pada berbagai segi kehidupan baik dari segi biologis, kimia dan fisika. Pencemaran air bukan hanya berlaku di sungai tetapi di laut dan lainnya baik itu sengaja atau tidak (Wikipedia Indonesia, 2006). Menurut Fardiaz (1992), polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air tercemar atau terpolusi. Banyak penyebab pencemaran air, tetapi secara umum dapat dikatagorikan sebagai sumber kontaminan langsung dan sumber kontaminan tak langsung. Sumber kontaminan langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA (tempat pembuangan akhir sampah) dan lain sebagainya. Sumber kontaminan tak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau hujan. Tanah dan air mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk dan pestisida, dari atmosfir juga berasal dari manusia yaitu pencemaran udara yang mengahasilkan hujan asam (Pencemaran Lingkungan Online, 2006 ). 16 Pencemar air dapat diklasifikasikan sebagai berikut: pencemar organik, anorganik, radio aktif dan asam/basa. Saat ini hampir semua bahan pencemar telah dikenal manusia, dan hampir 100.000 zat kimia telah digunakan secara komersial, kebanyakan sisa zat dibuang kebadan air atau air tanah. Seperti pestisida, deterjen, PCBS (polychloribnated phenols). Untuk mengetahui apakah suatu air tercemar atau tidak, diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan dari batas-batas polusi air. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui: 1. Adanya perubahan suhu air 2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hydrogen. 3. Adanya perubahan bau, rasa dan warna air. 4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut. 5. Adanya mikroorganisme. 6. Meningkatnya radio aktif lingkungan (Wardhana, 1995). Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut: jumlah oksigen terlarut di dalam air akan menurun, kecepatan reaksi kimia meningkat, kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu, dan jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati (Fardiaz, 1992). Air yang mempunyai pH antara 6,5 sampai 8,6 mendukung populasi ikan dalam kolam, yang berarti dapat disimpulkan bahwa kisaran pH 17 tersebut merupakan kisaran pH air yang normal (7-8). Pada umumnya jika pH air itu kurang dari 7 dan lebih dari 8,6 kemungkinan ada pencemaran seperti limbah bahan pabrik, rabuk, kertas, mentega, keju dan lain sebagainya (Tresna, 2000). Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada umumnya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Apabila air mempunyai rasa (kecuali air laut) maka hal itu telah terjadi pelarutan sejenis garam-garaman. Bila hal ini terjadi maka berarti juga telah terjadi pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah konsentrasi ion hydrogen dalam air. Adanya rasa pada air umumnya diikuti pula dengan perubahan pH air (Wardhana, 1995). Endapan dan koloid serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut secara secara sempurna akan mengendap di dasar sungai dan dapat larut sebagian menjadi koloidal. Apabila endapan dan koloidal tersebut berasal dari buangan organik, maka mikroorganisme dengan bantuan oksigen terlarut di dalam air akan melakukan degradasi bahan organik tersebut sehingga menjadi bahan yang lebih sederhana. Dalam hal ini kandungan oksigen yang terlarut di dalam air akan berkurang sehingga organisme lain yang memerlukan oksigen akan terganggu pula. Kalau bahan buangan industri berupa bahan anorganik yang dapat larut maka air akan mendapatkan tambahan ion-ion logam yang berasal dari bahan anorganik tersebut. Banyak bahan anorganik yang 18 memberikan ion-ion logam berat yang pada umumnya bersifat racun, seperti Cd, Cr, Pb, Hg dan lain sebagainya (Wardhana, 1995). Berbagai kuman penyebab penyakit pada makhluk hidup seperti bakteri, virus, protozoa dan parasit sering mencemari air. Kuman yang masuk ke dalam air tersebut berasal dari buangan limbah rumah tangga maupun buangan dari industri peternakan, rumah sakit, tanah pertanian dan lain sebagainya. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air ini disebut Water-borne disease dan sering ditemukan pada penyakit tifus, korela, dan disentri (Darmono, 2001). Beberapa macam aktivitas yang merupakan sumber potensial pencemaran radioaktif telah diketahui dan berperan dalam polusi lingkungan, diantaranya yaitu: peleburan dan pengolahan logam untuk memproduksi komponen radioaktif yang berguna, penggunaan bahan radioaktif untuk senjata nuklir, penggunaan bahan radioaktif untuk pengobatan, industri, dan penelitian (Fardiaz, 1992). Pencemaran air berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air, meracuni makanan hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam dan lain sebagainya. Dalam keseharian, kita dapat mengurangi pencemaran air dengan cara mengurangi jumlah sampah yang kita buang setiap hari, mendaur ulang, mendaur pakai, kita juga perlu memperhatikan bahan kimia yang kita buang dari rumah kita, menjadi konsumen yang bertanggung jawab merupakan tindakan yang bijaksana dan lain sebagainya (Pencemaran Lingkungan Online, 2006). 19 2.2 Logam Berat
2.2.1 Pengertian Logam Berat
Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan. Dalam tubuh makhluk hidup logam berat termasuk dalam mineral trace atau mineral yang jumlahnya sangat sedikit. Beberapa mineral trace adalah esensial karena digunakan untuk aktivitas kerja sistem enzim misalnya seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), dan beberapa unsur lainnya seperti kobalt (Co), mangan (Mn), dan beberapa lainnya. Beberapa logam bersifat non- esensial dan bersifat toksik terhadap makhluk hidup misalnya: merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb) (Darmono, 2001). Menurut Mulyanto dkk, 1993, dalam Hidayat, 2003 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan logam berat adalah logam yang mempunyai densitas > 5 gr/cm. Sifat dari logam berat yaitu beracun, terakumulasi dalam tubuh organisme, sulit mengalami degradasi. Logam dalam jaringan organisme akuatik dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu logam tipe klas A, seperti Na, K, Ca, dan Mg, yang pada dasarnya bersifat elektrostatik dan pada larutan garam berbentuk ion hidrofilik. Logam kelas B, seperti Cu, Zn, dan Ni, yang merupakan kovalen dan jarang berbentuk ion bebas, disamping itu juga ada Cd, Hg, dan Pb yang bersifat toksik. Metabolisme logam kelas B tersebut berbeda dengan kelas A. Logam kelas B tersebut bila masuk ke dalam sel hewan biasanya selalu 20 proposional dengan tingkat konsentrasi logam dalam air sekitarnya, sehingga logam dapat terikat dengan adanya ligan dalam sel (Mason, 1984, dalam Darmono, 2001). Keberadaan logam berat di lingkungan dapat berasal dari dua sumber. Pertama berasal dari alam dengan kadar di biosfer yang relatif kecil. Keberadaan logam berat secara alami tidak membahayakan lingkungan. Kedua, dari antropogenik dimana keberadaan logam berat tersebut diakibatkan oleh aktivitas manusia, misalnya limbah industri pelapisan logam, pertambangan, cat, pembuangan zat kendaraan bermotor, serta barang-barang bekas seperti baterai, kaleng dan lain sebagainya (Lubis dkk dalam Hidayat 2003).
2.2.2 Pencemaran Logam Berat dan Ekosistem Perairan Pecemaran logam berat di lingkungan alam merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan oleh manusia. Pada awal digunakannya logam sebagai alat, belum diketahui pengaruh pencemaran pada lingkungan. Pencemaran terjadi pada saat senyawa-senyawa yang dihasilkan dari kegiatan manusia ditambahkan ke lingkungan, yang menyebabkan perubahan yang buruk terhadap kekhasan fisik, kimia, biologis dan estetika. Tentu saja, semua makhluk hidup bukan manusia juga menghasilkan limbah yang dilepaskan ke lingkungan namun umumnya dianggap bagian dari sistem ilmiah, apakah mereka memiliki pengaruh buruk atau tidak. 21 Bedasarkan Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1998. yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam air atau udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air atau udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Kristanto, 2002). Sedangkan menurut Tresna (2000) menyatakan, bahwa pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian besar karena tindakan manusia, disebabkan perubahan pola penggunaan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahan-bahan fisika dan kimia, dan jumlah organisme. Perubahan ini dapat mempengaruhi langsung manusia, atau tidak langsung melalui air, hasil pertanian, perternakan, benda-benda, dan prilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas. Sedangkan yang dimaksud dengan pencemaran air adalah bila terdapat benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal (Kristanto, 2002). Kwalitas air di pengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor alami (yaitu, iklim, musim, minerologi, dan vegetasi) dan faktor kegiatan manusia. Bilamana air di alam (di sungai, danau, laut dan lain sebagainya) dikotori sedemikan rupa oleh manusia, sedemikian rupa sehingga tidak memenuhi syarat untuk suatu penggunaan yang khusus, maka disebut terkena pencemaran (pollution) (Anonymous, 2003). Keadaan yang tercemar 22 tersebut akan menyebabkan terganggunya suatu faktor ekosistem kehidupan manusia yaitu faktor kesehatan lingkungan yang mempengaruhi kehidupan manusia itu sendiri. Bahan pencemaran yang masuk ke dalam air dapat dikelompokkan atas limbah organik, logam berat, dan minyak. Masing-masing kelompok ini sangat berpengaruh terhadap organisme perairan. Logam berat merupakan bahan pencemar yang paling banyak ditemukan di perairan akibat industri dan limbah perkotaan (Anonymous, 2003). Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni, organik, dan anorganik. Secara alami siklus perputaran logam adalah, dari kerak bumi, kemudian kelapis tanah, kemudian ke makhluk hidup, ke dalam air, yang akhirnya mengendap dan kembali ke kerak bumi. Logam itu sendiri di dalam kerak bumi di bagi menjadi logam makro dan logam mikro, dimana logam - logam makro ditemukan lebih dari 1000 mg/kg dan logam mikro jumlahnya kurang dari 500 mg/kg. Logam-logam makro yang ditemukan yaitu Al, Fe, Ca, Na, K, Mg, dan Mn, sedangkan logam mikro yang ditemukan antara lain Ba, Ni, Zn, Cu, Pb, U, Sn, Cd, Hg, dan Au (Darmono, 1995, dalam Tri wahyuni 2004). Kandungan alamiah logam tersebut akan terjadi perubahan tergantung pada kadar pencemaran manusia dan faktor alam, misalnya erosi. Keberadaan logam di badan perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan di antaranya adalah suhu, pH, dan salinitas (Palar, (1994). Menurut Darmono, (1995) dalam Widodo, (2005) menyatakan bahwa 23 absorbsi logam berat oleh kerang paling efesien terjadi pada temperatur 30C daripada 20C pada logam Hg dan Cd, sedangkan logam Pb hanya sedikit naik. Temperatur berpengaruh terhadap kelarutan merkuri di perairan. Naiknya suhu disuatu perairan akan menyebabkan penurunan konsentrasi Hg, karena senyawa Dimetil-Hg sangat mudah menguap ke udara dengan adanya proses fisika di udara seperti cahaya (pada reaksi fotolisa) sehingga akan terurai menjadi senyawa-senyawa metana, etana dan logam HgO (Palar, 1994). Palar (1994) menyatakan bahwa dalam lingkungan perairan, bentuk logam antara lain berupa ion-ion bebas, pasangan ion organik, dan ion komplek. Kelarutan logam dalam air di kontrol oleh pH air. Kenaikan pH menurunkan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur. Miller (1995), menyatakan bahwa kepekatan garam yang tinggi dapat menurunkan kandungan logam dalam sedimen. Kenaikan salinitas menyebabkan pH juga naik, sehingga kelarutan logam dalam air turun karena kestabilan berubah dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan perairan, sehingga mengendap membentuk lumpur. Miller (1995) menjelaskan pula bahwa pada kepekatan garam yang tinggi kation alkali dan alkalin dapat bersaing untuk tempat penyerapan pada partikel padat dengan cara mengganti ion logam yang telah diserap. 24 Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit sekali dalam air secara alamiah, yaitu kurang dari 1 /I. Bila terjadi erosi alamiah, konsentrasi logam tersebut akan meningkat. Dalam perairan laut dangkal di Teluk Spencer, Australia, ditemukan konsenrasi kadmium dalam rumput laut dan epiboata yang hidup disekitarnya cukup tinggi. Adanya konsentrasi Cd yang tinggi mungkin berasal dari limbah organik dari rumput laut yang berada dalam sedimen. Dalam hal ini rupanya rumput laut merupakan biota yang pertama mengabsorpsi Cd terlarut dalam air yang kemudian di distribusikan ke biota lainnya. Kadmium yang tinggi juga ditemukan dalam spesies hewan laut lainnya yang hidup disekitar lokasi tersebut, yaitu molusca, krustacea, dan ikan kecil. Sedangkan hewan jenis kerang yang hidup di dekat buangan limbah dengan kandungan Cd dalam sedimen cukup tinggi, ditemukan konsentrasi Cd yang rendah. Dari hal tersebut jelaslah bahwa sedimen saja tidak dapat dipakai sebagai pedoman untuk mengetahui distribusi logam secara biologik (Darmono, 2001). Fenomena bioakumulasi (penimbunan) dan biomagnifikasi (pelipatgandaan timbunan mengikuti tingkatan dalam rantai makanan) senyawa pencemar dalam jaringan mahkluk hidup adalah kenyataan yang telah diterima secara umum di kalangan peneliti toksikologi lingkungan. Salah satu konsekuensi dari pelepasan dan penyebaran substansi pencemar dilingkungan adalah penangkapan (uptake) dan penimbunan (accumulation) oleh makhluk hidup mengikuti alur rantai makanan (food chain). Umumnya relasi antara konsentrasi substansi pencemar di lingkungan dan di dalam 25 jaringan makhluk hidup dinyatakan dalam parameter faktor biokonsentrasi (BCF= bioconcentration factor). Parameter ini merupakan nisbah antara konsentrasi suatu senyawa di lingkungan dan konsentrasi senyawa yang sama dalam jaringan makhluk hidup. Jika nilai BCF cenderung berlipat ganda-seiring dengan peningkatan setiap arus rantai makan (trophic level) maka dalam ekosistem telah berlangsung fenomena biomagnifikasi dari senyawa pencemar tersebut. Fenomena biomagnifikasi ini tentu berimplikasi kepada manusia, karena pada hampir semua rantai makan dalam ekosistem manusia adalah pemegang posisi puncak trophic level. Sehingga manusia adalah makhluk hidup yang memegang resiko biomagnifikasi yang paling tinggi (Kompas, 1997). Adapun kandungan logam dalam air sungai menurut standar Indonesia yang dilaporkan oleh Palupi (1994), dalam Darmono, (2001) terlihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.
2.2.3 Mekanisme Penyerapan Logam Berat Pada Makhluk Hidup Menurut Darmono (2001), Cakrawala (2005) logam masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu melalui saluran pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Absorbsi logam melalui saluran pernafasan biasanya cukup besar, baik pada hewan air yang masuk melaui insang maupun hewan darat yang masuk melalui debu di udara kesaluran pernafasan.
26 Tabel 2.1 : Konsentrasi Beberapa Logam Dalam Air Laut Dan Air Sungai Secara Alamiah Logam Air Laut (g/L) Air Sungai (g/L) Logam Ringan (makro)
K 392. 000 2300 Na 10800.000 6300 Ca 411.000 15000 Mg 1290.000 4100 Logam berat (mikro)
As 2, 2 Cd 0,11 tt Cr 0,2 1 Cu 2 7 Fe 3,4 670 Pb 0,03 3 Hg 0,15 0,07 Ni 2,0 0,3 Ag 0,28 0,3 Zn 2,0 20 Waldichuk (1974), dalam Darmono (2001)
Tabel 2.2: Standar Konsentrasi Logam Dalam Air SungaiYang Direkomendasikan Logam Simbol Standar (mg/l) Besi Fe 5,0 Mangan Mn 0,5 Kadmium Cd 0,01 Krom Cr 0,05 Nikel Ni 0,10 Timbal Pb 0,10 Seng Zn 5,0 Merkuri Hg 0,001 Palupi (1994), dalam Darmono (2001)
Absorbsi melalui saluran pencernaan hanya beberapa persen saja tetapi jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar walaupun absorbsinya relatif kecil. Dalam tubuh hewan, logam diabsorbsi oleh darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan 27 ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam organ detoksifikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Di dalam kedua jaringan tersebut biasanya logam juga berkaitan dengan berbagai jenis protein baik enzim maupun protein lain yang disebut metaloenzim. Biasanya kerusakan jaringan oleh logam terdapat pada beberapa lokasi baik tempat masuknya maupun tempat penimbunannya. Akibat yang ditimbulkan dari toksisitas logam ini dapat berupa kerusakan fisik (erosi, degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa gangguan fisiologik (gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolisme). Adanya gangguan tersebut, sel akan mengalami kerusakan yang tingkatannya berbeda-beda untuk jenis sel yang berbeda, meskipun penyebabnya sama. Kerusakan sel ini akan diikuti oleh dua kemungkinan, yang pertama adalah mengalami survival, namun akan tetap mengurangi umur sel dan yang kedua, sel akan mengalami kematian, meskipun kelihatan normal morfologinya. Ogilivie (1951), dalam Mulyanto dan Zakiyah, Umi (1997) menyatakan bahwa sel yang mengalami degenerasi akan mengalami fase sebagai berikut: 1. Fase pembengkakan kabur, sel kelihatan membengkak termasuk nukleusnya karena adanya cairan batas lebih, membuat mudah mengalami disintegrasi bila terkena tekanan, mengandung banyak granula yang berasal dari mitokondria, bentuknya irregurel, dan tidak merata. 28 2. Fase pelemakan. Di dalam sel terdapat akumulasi gumpalan lemak, yang pada preparat dengan pewarnaan HE akan meninggalkan bulatan kosong berwarna kuning kusam. Nukleus menghitam akibat adanya butiran kasar. Basofil terkadang terdorong ketepi dinding sel oleh gumpalan lemak, kromatin mengkerut (Piknosis). 3. Fase Nekrosis. Nukleus sel yang sudah mengalami piknosis berlanjut mengalami karioreksis, yaitu pecahnya nukleus menjadi butir-butir kecil hitam yang akhirnya mengalami proses kariolisis, yaitu hilangnya pecahan nukleus tadi. 4. Fase kalsifikasi, fase ini terjadi setelah sel mati dan hancur biasanya akan menjadi garam kapur. Satu-satunya jaringan yang mengikat garam kapur ini adalah matriks kartilagenous. Kapur tersebut akan terdeposit secara terus menerus pada jaringan sebagai akibat adanya penyakit. Logam yang tidak esensial bereaksi pada tingkat yang bermacam- macam dan cenderung berkumpul di dalam tubuh, karenanya, perolehan logam dalam konsentrasi yang sangat rendah sekalipun tetapi secara terus menerus akan menyebabkan pengaruh penurunan kesehatan yang dapat mengakibatkan penyakit kronis (Cakrawala, 2005).
2.2.4 Logam Berat (Timbal) Pb
2.2.4.1 Karakteristik dan Manfaat Pb
Timbal atau Plumbub disimbulkan dengan Pb. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur 29 kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2. Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang terdapat diseluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002% dari seluruh jumlah kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan logam berat lainnya yang ada di bumi (Palar, 1994). Senyawa Pb yang ada dalam badan perairan dapat ditemukan dalam bentuk ion-ion divalent tetravalent (Pb, Pb4 ). Ion Pb divalent (Pb) digolongkan ke dalam kelompok ion logam kelas antara. Sedangkan ion Pb tetravalen (Pb4) digolongkan pada kelompok ion kelas B. Pengelompokan ion logam ini dibuat oleh Richardson. Bila didasarkan pada pengelompokan ion-ion logam Richardson, ion Pb tetravalent mempunyai daya racun yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ion Pb divalent. Akan tetapi dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa ion Pb divalent lebih berbahaya dibandingkan dengan ion Pb tetravalen (Palar, 1992) Menurut Kristanto (2002), Fardiaz (1992) logam timbal banyak digunakan untuk keperluan manusia karena sifat-sifatnya sebagai berikut: 1) Timbal mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal. 2) Timbal merupakan logam yang lunak sehingga mudah di ubah menjadi beberapa bentuk. 3) Sifat kimia timbal menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab. 30 4) Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan timbal yang murni. 5) Densitas timbal lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas dan merkuri. Penggunaan timbal tersebar adalah dalam produksi baterai penyimpan untuk mobil, di mana digunakan metalik dan komponen-komponennya. Electroda dari beberapa baterai mengandung struktur inaktif yang disebut grid yang dibuat dari alloy timbal yang mengandung 93% timbal dan 7% antimony. Struktur ini merupakan penyangga mekanik dari komponen baterai yang aktif dan merupakan jalur aliran listrik. Bagian yang aktif dari baterai terdiri dari timbal diokside (PbO2) dan logam timbal yang terikat pada grid (Kristanto, 2001). Penggunaan lainnya dari timbal adalah untuk produk-produk logam seperti amunisi, pelapis kabel, dan solder, bahan kimia, pewarna, dan lain- lainnya. Beberapa produk logam dibuat dari timbal murni yang diubah menjadi beberapa bentuk, dan sebagian besar terbuat dari alloy timbal. Komponen timbal juga digunakan sebagai pewarna cat karena kelarutannya di dalam air rendah, dapat berfungsi sebagai pelindung, dan terdapat dalam berbagai warna, yang sering digunakan adalah timbal putih yang mempunyai rumus Pb(OH)2.2PbCO3. Timbal juga digunakan sebagai campuran dalam pembuatan pelapis keramik yang disebut dengan glaze (Fardiaz, 1992).
31 2.2.4.2 Toksisitas Pb dalam Makhluk Hidup Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati dilingkungan dan seluruh sistem biologi. Sumber utama timbal berasal dari gugus alkyl timbal yang digunakan sebagai bahan additive bensin. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada sistem syaraf, hemetologik, dan mempengaruhi kerja ginjal. Konsumsi mingguan elemen ini direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa adalah 50 g/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak adalah 25 g/kg berat badan. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5-3 ppm (Suhendrayatna, 2003). Pada hewan ruminansia gejala khas dari keracunan Pb ini ada tiga bentuk yaitu sebagai berikut: 1) Gastro-enteritis, hal ini disebabkan karena terjadi reaksi dari mukosa saluran pencernaan bila kontak dengan garam Pb, sehingga terjadi pembengkakan. 2) Anemia, di dalam darah timbal berikatan dengan sel darah merah sehingga sel darah merah mudah pecah. Bila sel darah merah pecah, terjadi gangguan terhadap sentesis Hb yang dapat menyebabkan anemia. 3) Ensepalopati, logam ini juga menyebabkan terjadinya kerusakan sel endotel dari kapiler darah otak, sehingga bentuk protein berukuran besar dapat menerobos masuk ke dalam otak. 32 Dalam tubuh manusia, timbal terutama terikat dalam gugus SH dalam molekul protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja sistem enzim. Timbal menganggu sistem sintesis Hb dengan jalan menghambat konversi delta-ALA (delta aminolevulinik asid) menjadi forfobilinogen dan juga menghambat korporasi dari Fe ke dalam protoporofin IX untuk membentuk Hb, dengan jalan menghambat enzim delta-aminolevulinik asid-dehidrasi (delta-ALAD) dan ferokelatase. Hal ini menyebabkan meningkatnya eksresi kopropin dalam urin dan delta-ALA serta menghambat sintesis Hb (Darmono, 2001). Haeme akan bereaksi dengan Globin dan ion logam Fe 2+ dan dengan bantuan enzim ferrokhelatase akan membentuk khelat haemoglobin. Senyawa Pb yang terdapat dalam tubuh akan mengikat gugus aktif dan enzim ALAD. Ikatan yang terbentuk antara logam Pb dengan gugus ALAD tersebut akan mengakibatkan pembentukan intermediet porpholinogen dan kelanjutan dari proses reaksi ini tidak dapat berlanjut atau terputus (Palar, 1994). Pada jaringan dan atau organ tubuh, logam Pb akan terakumulasi pada tulang baik melalui udara maupun makanan ataupun minuman, karena logam ini dalam bentuk ion (Pb2+) mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang. Tulang berfungsi sebagai tempat pengumpulan Pb karena sifat-sifat ion Pb2+ yang hampir sama dengan dengan Ca2+ (Fardiaz, 1992). Disamping itu pada wanita hamil ion Pb dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam 33 sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan dikeluarkan melalui air susu (Palar, 1994). Gejala keracunan akut Pb pada anak dimulai dengan hilangnya nafsu makan (anoreksia), kemudian diikuti dengan rasa sakit perut dan muntah, tidak berkeinginan untuk bermain, berjalan sempoyongan, sulit berkata-kata, ensepalopati dan akhirnya koma. Pada waktu 1-6 minggu setelah mengkonsumsi tidak terlihat gejala tetapi segera setelah 6 minggu timbul gejala seperti diatas (Darmono, 2001). Pada keracunan kronis Pb dilaporkan oleh Molina dkk. (1983) dalam Darmono, (2001) terjadi pada keluarga pembuat kerajinan tembikar di daerah Meksiko. Peneliti tersebut membandingkan kecerdasan diantara anak yang Pb-nya dalam darah rendah dan kandungan Pb dalam darah tinggi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat kecerdasan (IQ) pada anak yang kadar Pb-nya rendah (<40 g/dl) lebih tinggi daripada pada anak yang kandungan Pb-nya tinggi (>40 g/dl). Kadar Pb yang tinggi di dalam darah tersebut ternyata juga berpengaruh terhadap orang dewasa, terutama pada ibu hamil dan menyusui. Dietrich dkk. (1987) melaporkan bahwa anak yang lahir dari ibu yang berkadar Pb-nya tinggi dalam darah menyebabkan bobot bayi yang dilahirkan lebih rendah daripada yang normal.
34 2.2.5 Logam Berat Kadmium (Cd)
2.2.5.1 Karakterisitk Cd
Kadmium disimbulkan dengan Cd. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan Transition Metal pada Tabel Periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 48 dengan bobot atau berat atom (BA) 112.411 (Anonymous, 2006). Logam Cd atau kadmium mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Berdasarkan sifat-sifat fisiknya, Cd merupakan logam yang lunak ductile, berwarna putih seperti putih perak. Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta cepat akan mengalami kerusakan bila dikenai uap amoniak (NH3) dan sulfur hidroksida (SO2). Sedangkan berdasarkan pada sifat kimianya, logam Cd didalam persenyawaan yang dibentuknya umumnya mempunyai bilangan valensi 2+, sangat sedikit yang mempunyai bilangan valensi 1+. Bila dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion OH, ion-ion Cd2+ akan mengalami proses pengendapan. Endapan yang terbentuk dari ion-ion Cd2+ dalam larutan OH biasanya dalam bentuk senyawa terhidrasi yang berwarna putih, (Palar, 1994). Kadmiun atau Cd dan bentuk garamnya banyak digunakan pada beberapa jenis pabrik untuk proses produksinya. Industri pelapisan logam adalah pabrik yang paling banyak menggunakan kadmium murni sebagai pelapis, begitu juga pabrik yang membuat Ni-Cd bateri. Bentuk garam Cd banyak digunakan dalam proses fotografi, gelas dan campuran perak, 35 produksi foto-elektrik, foto-konduktor, dan fosforus. Kadmium asetat banyak digunakan pada proses industri porselen dan keramik. Keberadaan kadmium di alam berhubungan erat dengan hadirnya Pb dan Zn. Dalam industri pertambangan Pb dan Zn, proses pemurniaannya akan selalu memperoleh hasil sampingan kadmium yang terbuang dalam lingkungan (Darmono, 2001). Selain itu menurut Wardhana (1995) logam Cd atau kadmium juga dapat dijumpai pada industri eloktroplanting karena industri ini banyak melibatkan logam Cd. Pabrik pipa plastik PVC atau poly vinil chloride juga memakai Cd sebagai stabilator. Oleh karena itu logam Cd mudah dijumpai di air lingkungan yang menerima buangan limbah industri.
2.2.5.2 Toksikologi Kadmium (Cd) Kadmium merupakan salah satu logam berat yang berbahaya, karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek pada gangguan paru-paru yang akut (Hidayat, 2003). Pada keracunan kronis yang disebabkan oleh Cd, umumnya berupa kerusakan- kerusakan pada ginjal, paru-paru, darah dan jantung. (Palar, 1994). Logam kadmium atau Cd juga akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Logam ini masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang dikonsumsi, tetapi makanan tersebut telah terkontaminasi oleh logam Cd dan atau 36 persenyawaannya. Dalam tubuh biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di badan perairan. Disamping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah Cd yang terakumulasi. Dimana biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi Cd yang lebih banyak, sedangkan pada biota top level merupakan tempat akumulasi paling besar. Bila jumlah Cd yang masuk tersebut telah melebihi nilai ambang maka biota dari suatu level atau strata tersebut akan mengalami kematian dan bahkan kemusnahan. Keadaan inilah yang menjadi penyebab kehancuran suatu ekosistem, karena salah satu mata rantainya telah hilang (Palar, 1994). Pada hewan-hewan yang hidup di tanah dan bangsa mamalia, dimana dalam tubuh mereka telah terakumulasi oleh Cd, maka Cd yang terakumulasi tersebut akan ditransfer melalui gut wall (celah dinding/kulit) (Palar, 1994). Dilaporkan oleh Darmono (1990) dari hasil penelitiannya dilaboratorium pada ayam broiler yang diberi pakan mengandung Cd dalam dosis tinggi, terlihat adanya hambatan pertumbuhan pada ayam tersebut. Selain itu penelitian pada udang yang diberi kadmium dosis 0,5 mg/l dalam air setelah 15 ditemukan akumulasi hemosit dalam lumen usus (perdarahan). Dalam hepatopankreas ditemukan adanya inklusi berwarna pink dan kebiruan (eosin dan basofilik) yang mana hal tersebut dapat mengganggu sistem metabolisme dalam hepatopankreas, dan organ ini sangat vital perannya dalam kehidupan krustasea (Darmono, 2001). 37 Suatu penelitian menunjukkan bahwa kerang air tawar (Anadonta cygnea) dalam laboratorium menunjukkan akumulasi Cd yang ditemukan dalam jaringan menunjukkan garis linier pada dosis pemberian 5 g/l Cd dalam air. Sedangkan pada dosis 25 g/l Cd, akumulasi berfluktasi dalam selang pemberian 4 minggu. Setelah 10 minggu terlihat kenaikan tajam akumulasi Cd dalam jaringan. Konsentrasi Cd dalam jaringan berturut-turut dari yang tinggi ke rendah di antara jaringan kerang ialah: insang>labial>mantel>ginjal>hati>kaki (Hemerald dkk, 1986 dalam Darmono, 2001). Pada Ikan Fundulus heteroclitus yang diekspos dengan 50 mg/l Cd selama 20 jam , terjadi hepertrofi ingsang. Disamping itu, terlihat heperplasia pada bagian lamella dan interlamela epitel filamen. Terjadinya heperplasia tersebut juga diikuti gambaran nekrotik sel yang terjadi hanya pada bagian sambungan filamen insang dan hanya terjadi lokal saja, sedangkan bagian lain insang tidak terjadi perubahan. Sedangkan pada usus ikan yang hidup dalam air yang mengandung 50 mg/l Cd dengan kadar garam 32 per setelah satu jam, mukosa usus membengkak, aktivitas sel mukosa meningkat terutama usus bagian depan. Kerusakan usus mulai terlihat 2 jam kemudian diikuti nekrosis pada epitel sel kolumner dan serpihan sel mati dalam sel usus. Sedangkan pada ginjal ikan yang dipelihara dalam air yang mengadung 50 mg/l Cd setelah 20 jam, pada awalnya terjadi kerusakan pada tubulus bagian proksimal yang kemudian menyebar kebagian distal. Setelah itu, terlihat degenerasi pada sel tubulus 38 ginjal dan endapan dalam lumen yang berwarna eosin/pink/kemerahan (Darmono, 2001). Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya, karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya gangguan paru-paru, emphysema dan renal tubular disease yang kronis. Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 g per orang atau 7 g per kg berat badan (Suhendrayatna, 2003). Kadmium atau Cd lebih beracun bila terhisap melalui pernafasan daripada saluran pencernaan. Kasus keracunan akut Kadmium kebanyakan dari menghisap debu dan asap kadmium, terutama kadmium oksida (CdO). Dalam beberapa jam setelah menghisap, korban akan mengeluh gangguan saluran nafas, nausea, muntah, kepala pusing dan sakit pinggang. Kematian disebabkan karena terjadinya endema paru-paru. Apabila pasien tetap bertahan, akan terjadi emfisme atau gangguan paru-paru yang jelas terlihat (Darmono, 2001). Logam Cd dapat terabsorbsi oleh tubuh manusia tanpa ada yang menghalangi karena tidak ada mekanisme tubuh yang membatasinya, kecuali kalau tubuh memang memerlukannya. Sebagian besar Cd yang diabsorbsi tubuh akan dibuang keluar melaui saluran pencernaan. Keracunan kadmium dapat mempengaruhi otot polos pembuluh darah. Akibatnya, 39 tekanan darah menjadi tinggi yang kemudian bisa menyebabkan terjadinya gagal jantung. Ginjal pun dapat rusak dari keracunan Cd. Kasus keracunan Cd yang pernah tercatat sebagai epidemik (wabah) pada abad ini adalah keracunan Cd yang menimpa sebagian penduduk Toyama di Jepang. Keracunan Cd ini menjadi wabah karena sebagian penduduk Toyama mengeluh sakit pinggang selama bertahun-tahun dan sakit itu semakin lama semakin parah. Di samping itu mereka juga mengeluh sakit pada tulang punggungnya. Ternyata tulang-tulang itu mengalami pelunakan dan kemudian menjadi rapuh. Kematian yang terjadi di antara mereka terutama disebabkan oleh gagal ginjal (Wardhana, 1995).
2.2.6 Logam Berat Merkuri (Hg)
2.2.6.1 Karakterisitk Hg
Merkuri merupakan salah satu unsur logam transisi dengan nomor atom 80. Nama merkuri berasal dari nama Dewa Yunani yaitu Dewa Merkuri yang terkenal cekatan dan cepat dalam menyampaikan pesan. Simbol merkuri pada tabel periodik kimia adalah Hg berasal dari kata hydragrium, istilah hydragyrium berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti cairatau air dan perak. Sesuai dengan nama latinnya, merkuri merupakan salah satu logam berwujud cair pada temperatur ruang. Selain merkuri, logam lain yang berwujud cair adalah caesium, francium, dan gallium. Logam cair berwarna keperakan ini memiliki massa jenis yang tinggi sehingga sebuah bola biliar dapat mengapung di atasnya. Karena 40 warnanya keperakan, ia dapat digunakan sebagai cermin (Pikiran Rakyat, 2006). Merkuri dan komponen-komponen merkuri banyak digunakan oleh manusia untuk berbagai keperluan. Sifat-sifat kimia dan fisik merkuri membuat logam tersebut banyak digunakan untuk keperluan ilmiah dan industri. Beberapa sifat tersebut adalah sebagai berikut: a. Merkuri mempunyai kelarutan yang rendah b. Sifat kimia yang stabil terutama di lingkungan sedimen c. Mempunyai sifat yang mengikat protein, sehingga mudah terjadi biokonsentrasi pada tubuh organisme air melalui rantai makan. d. Menguap dan mudah mengemisi atau melepaskan uap merkuri beracun walaupun pada suhu ruang e. Logam merkuri merupakan satu-satunya unsur logam berbentuk cair pada suhu ruang 25 C. f. Pada fase padat berwarna abu-abu dan pada fase cair berwarna putih perak. g. Uap merkuri di atmosfir dapat bertahan selama 3 bulan sampai 3 tahun, sedangkan bentuk yang melarut dalam air hanya bertahan beberapa minggu (Nicodemus, 2003). Hampir semua merkuri diproduksi dengan cara pembakaran merkuri sulfida (HgS) di udara, melalui reaksi sebagai berikut: HgS + O2 Hg + SO2 41 Merkuri dilepaskan sebagai uap, yang kemudian kondensasi, sedangkan gas-gas lainnya mungkin terlepas di atmosfir atau dikumpulkan. Merkuri di alam terdapat dalam bentuk sebagai berikut: a. Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg+) dan garam- garamnya seperti merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri oksida (HgO). b. Merkuri organik atau organomerkuri, yang terdiri dari: pertama aril merkuri yang mengandung hidrokarbon aromatik, kedua alkil merkuri yang mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang paling beracun, misalnya metil merkuri, etil merkuri, ketiga alkoksialkil merkuri (R-O-Hg) (Kristanto, 2002) Kepekatan logam yang mengandung air cukup beragam diseluruh dunia, konsentrasi ini tergantung pada sumber-sumber masukan utama, suhu dan kadar garam. Hg yang larut dalam air laut adalah dalam bentuk in merkuri (Hg2+) terjadi paling banyak sebagai Hg (OH)2 dan HgCl2 . Merkuri membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa-senyawa organik yang terdapat di air, khususnya protein dan zat-zat yang mengandung sulfur. Meskipun demikian sampai batas-batas tertentu Hg diserap pada bahan partikulat dan dalam kondisi anaerobik dalam sedimen dapt hadir sebagai HgS dan HgS2 (Bryan 1976 dalam Connel 1995). Di lingkungan yang berkadar asam tinggi, logam merkuri dapat berubah menjadi senyawa metil merkuri. Sementara itu, merkuri anorganik dalam sedimen di dasar laut dan sungai akan di ubah oleh mikroorganisme 42 menjadi senyawa metil merkuri tergolong larut dalam air, sedangkan yang berbentuk metil klorida juga memiliki sifat mudah bereaksi dengan gugus SH dan OH yang terdapat dalam protein. Sifat logam beracun ini sangat berbahaya karena dapat mempengaruhi seluruh aktivitas metabolisme makhluk hidup (Kompas, 2004). Merkuri digunakan dalam berbagai bentuk dan untuk berbagai keperluan, misalnya industri khlor-alkali, ala-alat listrik, cat, instrumen, sebagai katalis, kedokteran gigi, pertanian, alat-alat laboratorium, obat- obatan, industri kertas dan lain sebagainya. Penggunaan merkuri yang tersebar adalah dalam industri khlor-alkali, di mana diproduksi khlorin (Cl2) dan soda kausatik (NaOH) dengan cara elektrolisis larutan garam NaCl. Selain itu merkuri banyak digunakan dalam produksi alat-alat listrik untuk berbagai keperluan misalnya lampu uap merkuri dan baterai merkuri (Fardiaz, 992). Di laboratorium merkuri digunakan sebagai alat ukur, misalnya termometer. Pada industri pulp dan kertas banyak digunakan senyawa FMA (fenil merkuri asetil) bertujuan utuk mencegah pembentukan kapur pada pulp dan kertas basah selama proses penyimpanan. Dalam bidang pertanian, senyawa merkuri banyak digunakan sebagai fungisida, dimana hal ini menjadi penyebab yang cukup penting dalam proses keracunan merkuri pada organisme hidup (Palar, 1994).
43 2.2.6.2 Toksikologi Merkuri (Hg) Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah oleh aktivitas mikroorganisme menjadi komponen metil-merkuri (Me-Hg) yang memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tingi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi baik melalui proses bioakamulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan (food chain) dalam tubuh jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia yang makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut (Nicodemus, 2003). Toksisitas merkuri pada manusia dibedakan menurut bentuk senyawa Hg yaitu inorganik dan organik. Keracunan inorganik Hg di tandai dengan gejala tremor pada orang dewasa, kemudian berlanjut dengan tremor pada otot muka, yang kemudian merambat ke jari-jari dan tangan. Bila keracunan berlanjut tremor terjadi pada lidah, berbicara terbata-bata, berjalan terlihat kaku dan hilang keseimbangan. Selain toksisitas Hg inorganik, bentuk Hg organik juga menimbulkan toksisitas yang sangat berbahaya, contoh kasus toksisitas metil merkuri adalah kasus minamata disease yang menimpa baik pada orang dewasa maupun anak kecil yang terjadi di Jepang. Sistem saraf pusat adalah target organ dari toksisitas metil merkuri tersebut dengan gejala yang ditimbulkan sebagai berikut: 44 - Gangguan saraf sensorik; paraesthesia, kepekaan menurun dan sulit menggerakkan jari tangan dan kaki, penglihatan menyempit, daya pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada lengan dan paha. - Gangguan saraf motorik; lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia, tremor, gerakan lambat, dan sulit berbicara. - Gangguan lain; gangguan mental, sakit kepala, hipersalivasi (Darmono, 2001) FDA menetapkan kandungan merkuri maksimum adalah 0,005 ppm untuk air dan 0,5 ppm untuk makanan, sedangkan WHO (World Health Organization) menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah yaitu 0,0001 pmm untuk air (Fardiaz, 1992). Sedangkan menurut Direktorat Jenderal Pengawasan obat dan Makanan (POM) No. 03725/SK/VII/89. tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan, untuk Hg adalah 0,5 ppm (Harizal, 2006).
2.3. Kerang Bulu (Anadara antiquata)
2.3.1 Bioekologi Kerang Bulu (Anadara antiquata)
Gambar 2.2 : Kerang bulu (Anadara antiquata)
45
Klasifikasi kerang bulu (Anadara antiquata) menurut Dekker.H. dan Orlin. Z, 2000 digolongkan sebagai berikut: Phylum : Mollusca Kelas : Pelecypoda Ordo : Arcoida Famili : Arcoidea Genus : Anadara Spesies : Anadara antiquata Pelecypoda merupakan kelas molluska yang hidup pada daerah pasang surut, kebanyakan didaerah littoral, walaupun ada yang terdapat pada kedalaman 5000 meter. Lingkungan hidupnya di dasar yang berlumpur atau berpasir, dengan cara meliang, ada yang menempel (berpegang) pada batu atau substrat yang keras dan ada yang ngebor (boring) (Wijani, 1990). Kerang bulu (Anadara antiquata) disebut demikian karena cangkangnya yang berbulu dan berwarna putih kapur. Cangkang yang keras ini mempunyai garis-garis pertumbuhan yang nyata. Pada permukaan cangkang terdapat 38 jalur radial. Dikenal juga dengan nama Anadara maculosa, reeve dan Anadara scapha, Maushen (Estuningdyah, 1994). Kerang bulu mempunyai bentuk cembung secara lateral dan mempunyai cangkang dengan dua belahan, dan engsel di dorsal, yang menutup seluruh tubuh. Masing-masing belahan cangkang kiri dan kanan tidak mempunyai telinga atau sayap. Pada lempengan engsel dari cangkang 46 kiri dan kanan terdapat gigi engsel, gigi engsel dari cangkang kiri dan kanan tersusun dalam deretan lurus atau melengkung serupa sisi. Tepi sisi ventral bagian dalam bergigi, gerigi kuat dan tepat sama dengan rusuk dan alur radial di permukaan luar cangkang. Hidup pada suhu air 27 C, dengan subtrat pasir sedikit berlumpur dan pH air 8. Ditemukan pada suhu tanah 19 C dan pH tanah 9 (Rahmawati, 2003). Berness, 1974 dalam Etuningdyah, 1994 mengatakan bahwa sumber makanan kerang dari ordo Filibranchia yang termasuk didalamnya kerang bulu sebagian besar terdiri dari fitoplankton. Disamping itu dikatakan pula bahwa sumber makanan bagi hewan yang hidup di dasar terdiri dari plankton dan detritus dari masa air serta detritus dan mikrorganisme yang melekat di dasar. Bivalvia atau pelycepoda yang termasuk didalamnya kerang bulu mempunyai satu pasang insang bipectinate (2 organ yang berbentuk sisir) tunggal pada bagian posterior lateral, sehingga disebut Protobracnhia. Selain itu insang berbentuk lempengan-lempengan tipis (sehingga disebut juga kelas Lamellibranchiata) terletak diantara mantel. Insang pertama (awal) pada keadaan primitif. Pada hampir semua bivalvia, arus ventilasi masuk rongga mantel melalui lubang cangkang bagian posterior dan ventral, keluar melewati insang bagian posterior dan dorsal. Cilia insang lateral menimbulkan arus air dan cilia depan menyaring sedimen yang menyumbat permukaan insang. Kontak dengan substrat diatur oleh sepasang tentakel. Insang selain sebagai alat pernafasan juga bertindak sebagai penangkap 47 plankton dan sebagai penyaring (filter feeding). Modifikasi utama dari insang untuk menyaring adalah perpanjangan dan lipatan filamen insang yang memperluas permukaannya. (Wijani, 1990). Giji yang terkandung dalam kerang nulu dalam 100 gram berat basah antara lain: Air : 85 % Kalsium : 133 mg % Energi : 59 kal Zat besi : 3.1 mg % Protein : 8 gram % Vitamin A : 300 SI/mg % Lemak : 1.1 gram Vitamin BI : 0.01 mg% Karbohidrat : 3.6 gram % Phospor : 170 mg%
2.3.2 Penggunaan Kerang Sebagai Biomonitoring Pencemaran Dinamika logam dalam air baik jenis air, maupun makhluk hidup yang hidup dalam air telah banyak diteliti, terutama dalam memonitor pencemaran logam berat pada lingkungan perairan. Dalam memonitor pencemaran logam, analisis biota air sangat penting artinya daripada analisis air itu sendiri (Darmono, 1995 dalam Wulandari 2004). Spesies monitor kimiawi biasanya digunakan untuk makhluk yang membioakumulasi zat beracun yang berada dalam jumlah runutan dalam lingkungan. Analisis kimia spesies ini kemudian mencirikan adanya zat beracun dalam lingkungan secara efektif daripada analisis langsung suatu sampel lingkungan, seperti air (Conell, 1995). 48 Indikator biologis merupakan petunjuk ada tidaknya kenaikan keadaan lingkungan dari garis dasar, melalui analisis logam atau kandungan senyawa kimia tertentu yang terdapat dalam hewan atau tanaman. Indikator biologis dapat ditentukan pada hewan atau tanaman yang terletak pada daur pencemaran lingkungan sebelum sampai kepada manusia (Wardhana, 2001). Philip (1990 dalam Connell 1995) telah membahas secara seksama penggunaan spesies monitor kimiawi, menyatakan bahwa mollusca (Gastropoda, Bivalvia) dan Makroalgae merupakan indikator yang paling tepat dan efesien untuk pencemaran logam berat, ia melaporkan bahwa sifat dasar suatu spesies monitor adalah sebagai berikut: a) Makhluk hidup harus mengakumulasi pencemaran tanpa terbunuh pada kadar yang dihadapi dalam lingkungan. b) Makhluk hidup harus yang senang menggali lubang agar supaya mewakili daerah studinya. c) Makhluk hidup harus banyak jumlahnya dalam seluruh daerah tersebut. d) Makhluk hidup harus cukup panjang waktu hidupnya untuk memungkinkan pengambilan sampel lebih dari satu tahun bila dikehendaki. e) Makhluk hidup harus cukup besar, memberikan jaringan yang cukup dianalisis. f) Makhluk hidup harus mudah disampel dan cukup kuat untuk selamat dalam laboratorium, yang memungkinkan pembersihan sebelum dianalisis bila dikehendaki, dan studi laboratorium terhadap pengambilan (up-take). 49 g) Makhluk hidup harus toleran terhadap air payau. h) Suatu korelasi yang sederhana harus ada antara pencemaran yang ada dalam mahkluk hidup dan rata-rata kepekatan pencemaran dalam air sekelilingnya. i) Seluruh mahkluk hidup dari spesies tertentu yang digunakan dalam survey harus memiliki korelasi yang sama antara kandungan pencemarannya dengan rata-rata. Kepekatan pencemar dalam air sekelilingnya pada seluruh lokasi yang dipelajari. Penggunaan kerang sebagai biomonitoring karena jenis kerang tersebut hidup menetap (sessil), organisme penyaring makan (filter feeder) dan mempunyai sifat mengakumulasi bahan-bahan pencemar seperti pestisida, hidrokarbon, logam berat dan lain-lain kedalam jaringan tubuh. Selain itu kerang yang hidup di daerah intertidal juga merupakan organisme yang eurihaline (organisme yang mampu hidup pada kisaran lebar salinitas), teradaptasi serta mempunyai toleransi yang besar terhadap berbagai variasi dan perubahan parameter atau sifat lingkungan (pagoray, 2001). Logam berat dapat masuk kedalam tubuh kerang melalui saluran pernapasan dan pencernaan. Absorbsi logam melalui saluran pernapasan biasanya lebih cukup besar dan absorbsi melalui saluran pencernaan hanya beberapa persen saja, tetapi jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar, meskipun persentasi absorbsinya relatif kecil (Darmono, 2001).
50
2.4 Sumber Pencemaran Logam Berat Di Perairan Pantai Lekok Pasuruan
Pencemaran yang terjadi di perairan pantai Lekok Pasuruan disebabkan oleh aliran sungai-sungai yang mengandung bahan pencemar logam berat dan bermuara di pantai Lekok Pasuruan. Salah satu sungai yang bermuara di perairan pantai Lekok Pasuruan adalah sungai Rejoso yang berada di Kecamatan Rejoso Pasuruan. Menurut penelitian Widodo, (2005) diketahui bahwa Muara sungai Rejoso telah tercemar logam berat Hg yang cukup tinggi. Pencemaran ini disebabkan oleh adanya industri-industri yang ada di Kecamatan Rejoso membuang limbahnya ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pabrik industri yang kemungkinan sebagai sumber penghasil limbah logam berat yaitu: Pabrik Cheil Samsung Indonesia, di desa Arjosari Kecamatan Rejoso. Pabrik ini memproduksi pupuk cair dan juga MSG, PT. Cheil Jedang Indonesia (memproduksi MSG). PT. Arga Anan Nusa, PT. Philips Seafoods Indonesia (produsen pengalengan, pengeringan dan olahan ikan), PGLTU ( pembangkit listrik dengan menggunakan uap) di Kecamatan Lekok Pasuruan. Menurut palar, 1994 menyatakan bahwa industri pertanian, mungkin merupakan bidang industri yang sangat banyak menggunakan senyawa merkuri. Dalam bidang pertanian senyawa merkuri digunakan sebagai anti jamur dan produk pupuk lainnya. Sedangkan senyawa Cd-strearat banyak digunakan dalam perindustrian manufaktur plyvinil khlorida (PVC) sebagai 51 bahan yang berfungsi untuk stabilisasi. Selain itu Cd banyak digunakan dalam industri-indusri ringan, seperti pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman, industri tekstil dan lain-lain. Palar menyatakan juga bahwa Pb + Te digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga panas. Sumber lain pencemaran logam berat di perairan pantai Lekok Pasuruan adalah adanya limbah dari pembuang sampah penduduk disekitar pantai Lekok Pasuruan baik limbah organik maupun limbah anorganik Connel dan Meller (2006 ), menyatakan bahwa jumlah logam runutan yang cukup besar disumbangkan ke dalam cairan rumah tangga oleh sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air (Cu, Pb, Cd) dan produk- produk konsumer (misalnya formula detergen). Pembuangan sampah lumpur juga dapat memperbanyak kandungan logam berat di badan perairan.
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widodo, (2005) di Muara Sungai Rejoso, Kabupaten Pasuruan menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat Hg pada air berkisar antara 1,379-1,598, kandungan logam tersebut melebihi ambang batas yang diperbolehkan, Baku Mutu Untuk Biota perairan (Budidaya Perikanan) Kep 02/MENKLH/88 yaitu,< 0.003. Sedangkan kandungan logam berat untuk kerang bulu (Anadara antiquata) berkisar antara 0,4706-10,2973 dan kerang putih (Corbula faba) berkisar antara 0,7675-24,7881. kandungan logam berat tersebut sudah berada di 52 ambang batas untuk di makan, Direktorat Jendral Pengawasan obat dan Makanan (POM) No.03725/B/SK/VII/89, tentang batas maksium cemaran logam berat dalam makanan untuk Hg yaitu 0,5 ppm. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pagoray, (2001) kandungan merkuri pada air di sepanjang Kali Donan Kawasan Industri Cilacap berkisar antara 0.00070-0.00312 ppm, logam berat tertinggi pada lokasi 3, sehingga logam bera Hg pada lokasi tersebut melebihi ambang batas yang diperbolehkan , Baku Mutu Untuk Biota perairan (Budidaya Perikanan) Kep 02/MENKLH/88 yaitu, < 0.003. Kandungan Hg pada Lutraria sp berkisar antara 0.00809-0.0395 ppm. Walaupun kandungan logam berat Hg tersebut sudah terakumulasi dalam daging kerang tetapi masih dibawah dibawah ambang batas untuk makanan, Direktorat Jendral Pengawasan obat dan Makanan (POM) No.03725/B/SK/VII/89, tentang batas maksium cemaran logam berat dalam makanan untuk Hg yaitu sebesar 0,5 ppm. Berdasarkan penelitian Hidayat, (2003) di Desa Semere Kecamatan Keraton Kabupaten Pasuruan kandungan Pb yang terdapat di dalam air yaitu 0.547 ppm. Kandungan logam berat Pb tersebut sudah berada di atas ambang batas yang diperbolehkan untuk air laut menurut standar indonesia yang dilaporkan oleh Palupi (1994) yaitu , < 0,03 g/L. Kandungan logam berat Pb pada kerang bulu yaitu 4.397 ppm. Kandungan Pb tersebut sudah berada di atas ambang batas untuk makanan yang diperbolehkan oleh WHO yaitu sebesar 2 ppm. 53 Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat,(2003) di Desa Semere Kecamatan Keraton Kabupaten Pasuruan menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat Cd pad air laut sebesar 0.252 ppm. Kandungan logam berat Cd tersebut sudah berada di atas ambang batas yang diperbolehkan untuk air laut menurut standar indonesia yang dilaporkan oleh Palupi (1994) yaitu , < 0,11 g/L. Kandungan logam berat Cd pada kerang sebesar 1.307 ppm. Kandungan Cd tersebut masih di bawah ambang batas untuk makanan yang diperbolehkan oleh NHMRC (Australian National Health And Medical Research Council yaitu, < 2 ppm. Tetapi sudah melampui ambang batas yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Food and Drug Regulation New Zealand yaitu, < 1,0 ppm. Berikut beberapa penelitian yang pernah dilakukan terhadap kandungan logam berat pada organisme dan sedimen, air dapat dilihat pada Tabel (2.3).
54 Tabel 2.3 : Data beberapa hasil penelitian terhadap kandungan logam berat pada organisme dan sedimen di beberapa tempat.
No Logam Organisme,sedimen dan air Lokasi Kandungan logam Sumber 1 Hg Kerang bulu (Anadara antiquata) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Kerang putih (Corbula faba) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Air Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Muara sungai Rejoso Kab. Pasuruan ppm 0.4706-8.1550 3.6370-10.2973 2.2355-8.0533
0.7675-24.7881 4.0854-17.8209 4.842-21.4059
1.598 1.510 1.379
Widodo, (2005) 2 Pb Air Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Sedimen Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Kerang putih (Corbula faba) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Muara sungai Kepetinga n Sidoarjo ppm 0.57 0.57 1.00
3.96 2.60 4.87
7.05 6.34 6,88
Wahyuni, 2001
3 Cd Kupang beras (Tellina versicolor) 1 Bulan april 2002 111 Bulan april 2002 1 Bulan mei 2002 111 Bulan mei 2002 1 Bulan juni 2002 111 Bulan juni 2002 Kupang beras yang di pasarkan Di pantai keraton pasuruan ppm 2.76 2.43 2.76 2.51 2.5 2.75
Kurnianta, 2002 4 Pb
Cd
Kerang bulu (Anadara antiquata) Sedimen Air
Kerang bulu (Anadara antiquata) Sedimen Air
Desa Semere Kec.Kerat on. Kab. Pasuruan ppm 4.397 5.623 0.547
1.307 1.737 0.252
Hidayat, 2003 5 Hg Lutraria sp Lokasi 1 Lokasi 2
Sepanjang Kali Donan ppm
0.53003 0.03141
Pagoray, 55 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5
Air Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5 Kawasan Industri Cilacap 0.03958 0.03649 0.00809
0.00209 0.00278 0.00312 0.00243 0.00070 2001 6 Pb Sedimen Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Air Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Kupang Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Sidoarjo mg/L 95.87 87.50 95.87
7.00 6.33 7.00
g/pb 19.324 21.324 19.19
Dharmawa n, 1998 7 Pb Sedimen Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Air Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Kupang Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3
Surabaya mg/L 104.13 104.12 95.88
g/pb 6.33 7.67 7.67
27.983 31.337 28.390
Dharmawa n, 1998
56
Gambar 2.3: Perubahan histologik insang ikan karena toksisitas kadmium (Cd) (Darmono, 2001)
Gambar 2.4: Insang udang yang bercabangdi ujungnya terlihat normal (1) dan insang yang rusak (nekrosis) pada ujungnya karena toksisitas kadmium (Cd) (Darmono, 2001)
57 Succiny CoA + Glisin Syntesis ALA
Ekskresi melalui urin Delta aminolevulinik asid Delta - ALA
Forfobilinogen
Uroporfirinogen III
Ekskresi melalui urin Co-proporfirinogen III Co-profirinogen dekarboksilase
Akumulasi dalam Protoporfirin IX sel darah merah + Fe2+ Ferokelatase Heme ( Hb ) Gambar 2.1: Proses penghambatan produksi hemoglobin oleh Pb (Darmono, 2001)
58 BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksankan pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2007. Pengambilan sampel penelitian dilaksanakan di Kecamatan Lekok Kabupaten Pasuruan. Sedangkan Analisis logam berat Cd, Hg dan Pb dan pelaksanaan metode parafin dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang.
3.2. Bahan Penelitian 1. Bahan-bahan untuk mengambil sampel di lapang antara lain: sedimen, kerang bulu, aquadest, es batu, dan asam nitrat (HNO3). 2. Bahan-bahan untuk analisis kandungan Cd, Hg dan Pb dan pengamatan mikroanatomo insang di Laboratorium meliputi: HNO3, aquades, larutan ethanol, larutan sodium tartrat, asam sulfur, pottasium, larutan sulfur dioksida, asam asetil, eosin, xylol , formalin, parafin, alkohol 100, 90, 80, 70, 50.
3.3. Alat Penelitian 1. Alat yang digunakan untuk mengambil sampel di lapang meliputi: botol plastik, kantong plastik, karet gelang, garit sebagai alat untuk menangkap kerang, ice box, tisu. 59 2. Alat yang digunakan untuk analisa sampel dan pengamatan mikroanatomi insang meliputi: blender, beaker glass, kaca arloji, bunsen, labu volumetrik, corong kaca, kertas saring, mikrotom, pinset, inkubator, gelas ukur 250 ml, piring kaca kecil, mikroskop untuk pengamatan mikroanatomi insang kerang kerang bulu.
3.3 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif expo defacto yaitu untuk mengetahui pencemaran lgam berat Hg, Cd dan Pb di pantai Lekok Pasuruan
3.4. Penentuan Stasiun Penentuan Stasiun atau tempat pengambilan sampel di pilih atas dasar jenis aktivitas yang ada disekitarnya. Setiap stasiun terdiri dari tiga titik pengambilan sampel. 1. Stasiun 1 = Merupakan tempat para nelayan biasanya mencari ikan dan terdapat TPI (Tempat Pelelangan Ikan) serta dekat dengan perkampungan penduduk. 2. Stasiun 2 = Merupakan dekat hutan magrove dan juga dekat dengan muara saluran sungai Rejoso serta dekat dengan perkampumgan penduduk dan nelayan biasanya mencari ikan. 3. Stasiun 3 = Dekat dengan PGLTU (pemabgkit listrik tenaga uap).
60 3.5. Metode Pengambilan Sampel Sampel yang diambil terdiri dari air, kerang putih, dan sedimen. Ketiganya diambil dari setiap stasiun yang telah ditentukan. Sampel air permukaan dan air dasar perairan diambil dengan menggunakan botol plastik 350 ml, kemudian sampel air tersebut digabungkan menjadi satu. Untuk analisis Cd dan Pb sampel air yang telah berada didalam botol ditambahkan asam nitrat (HNO3) beberapa tetes, hal ini diperlukan agar kandungan Cd, Hg dan Pb dalam air tidak menguap. Setiap sampel dari masing-masing stasiun diberi tanda. Sampel kerang bulu diambil pada saat laut surut dengan menggunakan tangan. Sampel kerang bulu diambil sebanyak 30 ekor setiap stasiunnya pada 3 titik yang berbeda dengan ukuran 4-7 cm, kemudian dimasukkan dalam plastik yang telah diberi tanda dan disimpan dalam ice box. Pengambilan sedimen juga dilakukan pada setiap stasiun. Sedimen diambil dengan menggunakan alat garit atau tangan kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan diberi tanda, kemudian dimasukkan pada ice box. Sebelum dilakukan analisa sampel di simpan terlebih dahulu dalam lemari es. Pengambilan sampel air, sedimen, dan kerang bulu dilakukan 3 kali ulangan untuk setiap stasiunnya. Untuk sediaan mikroanatomi insang, tiap pengambilan sampel dari stasiun penelitian diambil masing-masing empat kerang bulu, kemudian diletakkan pada toples yang telah diisi formalin 10%, setelah itu insang 61 yang telah mengeras diambil dan diawetkan dalam larutan formalin 10% (Mulyanto, dkk, 1997).
3.6. Prosedur Kerja
3.6.1 Analisa sampel padat (kerang dan sedimen) 1. Proses Destruksi Sampel Sampel kerang bulu dan sedimen yang telah di ambil dari lokasi pengamatan di cuci untuk menghilangkan lumpur yang melekat pada kerang bulu, bersama sedimen kemudian di oven pada suhu 80 C selama 48 jam. Setelah kering sampel dihaluskan hingga menjadi serbuk. Sampel kerang bulu dihaluskan dengan menggunakan blender. Sedangkan sampel sedimen dihaluskan dengan cara digerus. Serbuk sampel kerang putih dan sedimen kemudian ditimbang sebanyak 2-4 gram. Setelah itu dimasukkan ke dalam Furnace oven pada suhu 450 C selama 12 jam sampai menjadi abu yang berwarna putih. Abu sampel kemudian didestruksi secara kimia untuk dianalisis (Rini 2001 dalam Arisandi 2002).
2. Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb Analisi kimia kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb yaitu dengan menggunakan metode gravimetry. Adapun prosedur analisis logam berat Hg, Cd dan Pb dalam Vogels Texbook of Quantitative Inorganic Analiysis Including Elementary Instrumental Analiysis adalah sebagai berikut:
62 - Analisis Cd Pada abu sampel di tambahkan 50 cm dari 10 % larutan sodium tartrae, kemudian di tambahkan 2.5 % larutan 2-naptha quinoline dalam 0.25 M asam sulfur, setelah itu ditambahkan 0.2 M pottasium iodide. Setelah 2 menit, endapan kadmium disaring dengan corong kaca yang dilapisi kertas saring. Kemudian dicuci dengan larutan yang berisi 10 cm dari 0.2 M asam sulfur 80 cm air dan 1-2 tetes larutan sulful dioksida encer, kemudian endapan dikeringkan pada suhu 130 C sampai mencapai berat konstan. - Analisis Hg Pada abu sampel ditambahkan 1 % larutan thronaid dalam asam sulfur asetic, kemudian dipanaskan pada suhu 80 %-85 %,sambil diaduk secara konstan. Kemudian diaduk lagi hingga mengental. Larutan tersebut kemudian disaring dengan corong kaca yang dilapisi kertas saring, setelah itu dicuci dengan air panas hingga larutan tersebut menjadi tidak asam, kemudian dikeringkan pada suhu 105 C sampai mencapai berat konsan. - Analisis Pb Campurkam 10 gram bahan yang telah diabukan dalam 40 ml air panas, tambahkan KCN 10% kemudian 25 ml dari larutan 1:2 amonia. Terakhir tambahkan 0.5 ml larutan Na sulfur 10%. Buat sampai 100 ml. Siapkan larutan blanko menggunakan 10 g Pb bebas asam tartar dan larutan dengan cara yang sama. Hitung abbsorbansi dari kedua larutan degan spektrofotometer pada panjang gelombang 430 nm. buat kalibrasi dengan menambahkan 0; 0,25; 0,5; 0,75 dan 1 ml larutan standar Pb ke larutan yang 63 telah disiapkan tadi dari 10 gram Pb asam tartar. Prosedur di proses secara spesifik dengan pemindahan awal Pb dengan sodium dietil ditriocartamate pada pH 7, dan ekstraksi Pb dietil ditriocartamate dengan pemindahan awal Pb campuran pentanol dan toluen bebas sulfur. Lapisan organik dipisahkan dengan HCL encer, dimana Pb komleks menjadi lapisan cairan encer. Terakhir dicampur dengan larutan amoniak dithizone 2 ekstrak Pb dithizonate dengan menggunakan buffer yang terdiri dari 25 gram Na sitrat dan 4 gram NaHCO3 dan 100 ml air, Na dietil ditriocartamate tidak stabil pada buffer ini, jadi bisa ditambahkan sejumlah regent padat.
3.6.2 Analisa Sampel Cair (Air laut) Untuk analisa sampel cair juga menggunakan metode gravimetry, yaitu dengan prosedur sebagai berikut: sampel cair dimasukkan kedalam beker glas 50 ml, ditambahkan HNO3 encer 2.5 N sebanyak kurang lebih 10-15 ml, lalu dipanaskan sampai mendidih, kemudian didinginkan, kemudian disaring kelabu takar 50 ml. Kemudian ditambahkan aquads sampai tanda batas, dikocok sampai homogen. Selanjutnya dianlisa kandungan logam berat. Prosedur untuk analisa logam berat seperti pada analisa sampel padat (Rini 2001 dalam Arisandi, 2002).
3.6.3 Pembuatan Preparat Insang Kerang Bulu Di Laboratorium, sediaan mikroanatomi organ tubuh dan insang di buat dengan metode parafin dan pewarnaan Hemotoksilin-Eosin (HE). Preparat 64 yang dihasilkan didekomentasikan (difoto) kemudian diamati secara visual untuk melihat perbedaan penampilan pengaruh konsentrasi Cd, Hg dan Pb. Adapun tahapan pengamatan histologi menurut Sujiati (1990) dalam Ainiwati (2005) adalah sebagai berikut : - Fiksasi Jaringan Jaringan insang dimasukkan dalam botol flakon, kemudian difiksasi dengan formalin 50% selama 24 jam. Kemudian formalin dibuang. Tujuan dari fiksasi adalah untuk meminimalis atau menghentikan proses autokatalik dari jaringan - Dehidrasi Dehidrasi alkohol 50%, 70%, 80%, 100% dan 100% selama 30 menit, kemudian ditetesi allkohol : xylol 3:1, 1:1, dan 1:3 masing-masing 30 menit, setelah itu ditetesi xylol murni selama 30 menit, kemudian ditetesi xylol murni 2 selama 30 menit. Kemudian ditetesi xylol : parafin 1:9 selama 24 jam (diletakkan dalam oven dengan suhu 60 C. Tujuan dari proses dehidrasi ini untuk membershkan jaringan dari sisa-sisa alkohol agar mudah untuk penempelan digunakan mounting madium. - Blok Parafin Setelah proses terakhir dehidrasi maka selanjutnya diganti dengan parafin murni selama satu jam dalam oven. Blok dibiarkan sampai mengeras. Pengeblokan dengan parafin ini bertujuan untuk memudahkan pengirisan jaringan dengan mikrotom dengan ketebalan 5-10 mikron.
65 - Pewarnaan Setelah blok parafin diiris, lalu diletakkan diatas gelas slide. Lapisan yang terjadi masih terlapisi oleh parafin, maka perlu dihilangkan dulu dengan cara merendamnya dalam larutan dehidrasi (alkohol, xylol). Masih dalam rangkaian dehidrasi, dilakukan pewarnaan supaya jaringan yang diamati tampak jelas. Larutan yang digunakan adalah Haemotoksili-eosin Giensa.
3.7. Analisa Data Untuk mengetahui tingkat pencemaran logam berat yang ada di pantai Lekok Pasuruan, maka data yang diperoleh dari hasil analisis logam berat dibandingkan dengan tabel standar normal konsentrasi ketentuan baku mutu kandungan logam berat pada air menurut standar Indonesia yang dilaporkan oleh Palupi dan WHO. Untuk mengetahui perbedaan kandungan logam berat antara stasiun dan perbedaan kandungan logam berat pada sampel kerang bulu, air laut dan sedimen maka dilakukan Uji Anava kemudian dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan bila hasilnya menunjukkan signifikan. Untuk mengetahui bentuk dan keeratan hubungan antara kandungan Cd, Hg dan Pb pada air, sedimen, dan jaringan kerang bulu, maka data yang diperoleh dianalisis dengan analisis regresi sederhana. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh logam berat terhadap insang kerang bulu, maka data yang diperoleh dari pengamatan preparat insang 66 kerang bulu dengan menggunakan metode parafin dan HE di bandingkan dengan struktur insang normal kerang bulu.
3.8. Persamaan Regresi Data primer yang diperoleh dari observasi kemudian dianalisis dengan regresi. Regresi ini memiliki 2 variabel yang terdiri dari Y variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi, dan X variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi, dengan persamaan sebagai berikut: Yregresi: a + bX Dimana: Y= kandungan logam berat Cd , Hg dan Pb pada kerang bulu X= kandungan logam berat Cd , Hg dan Pb pada sedimen dan air
67 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data tentang kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu (Anadara antiquata), sedimen dan air laut, perbedaan kandungan logam berat Hg, Cd maupun Pb pada air laut, kerang bulu pada setiap stasiunnya, korelasi kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut dan sedimen dengan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu, serta gambaran mikroanatomi dari insang kerang bulu yang hidup di perairan pantai Lekok Pasuruan. Penelitian ini terdiri dari tiga stasiun berdasarkan aktivitas yang ada disekitarnya, yaitu;
- Stasiun 1 = Merupakan tempat para nelayan biasanya mencari ikan dan terdapat TPI (Tempat Pelelangan Ikan) serta dekat dengan perkampungan penduduk. - Stasiun 2 = Merupakan dekat hutan magrove dan juga dekat dengan muara saluran sungai Rejoso dan dekat dengan perkampumgan penduduk dan nelayan biasanya mencari ikan. - Stasiun 3 = Dekat dengan PGLTU (pembangkit listrik tenaga uap).
68 4.1. Kandungan Logam Berat Cd, Hg dan Pb Pada Air Laut, Sedimen Kerang Bulu (Anadara antiquata) Berdasarkan Hasil Analisa Data Tentang Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb.
Berdasarkan hasil analisa data tentang kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut, sedimen dan kerang bulu dengan menggunakan Analisis Of Variance memperoleh hasil yang signifikan (lampiran 2 ) hal ini menunjukkan bahwa kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut, sedimen dan kerang bulu adalah berbeda. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut, sedimen dan kerang bulu pada setiap stasiun pengamatan dilakukan Uji Jarak Duncan (lampiran 3) yang disajikan pada tabel 4.1, 4.2, 4.3. Berdasarkan hasil analisis kimia kandungan logam berat Cd, Hg dan Pb pada sedimen, air laut dan kerang bulu (Anadara antiquata) dengan menggunakan metode gravimetry menunjukkan telah terjadi pencemaran logam berat Cd, Hg dan Pb pada air dan sedimen di perairan pantai Lekok Pasuruan, serta adanya akumulasi logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu. Adapun untuk mengetahui apakah daerah perairan pantai Lekok Pasuruan termasuk pada tingkat pencemaran polusi berat atau polusi sedang ataupun non polusi maka dilakukan perbandingan hasil rata-rata pengukuran Cd, Hg dan Pb (Dapat dilihat pada lampiran 1) dengan standar ketentuan baku mutu perairan laut. Berdasarkan hasil Analisis Anova (Lampiran 2) dapat diketahui bahwa adanya perbedaan kandungan logam berat Hg diantara sedimen, air laut dan kerang bulu (Anadara antiquata), serta adanya perbedaan kandungan logam 69 berat Hg diantara stasiun pengamatan (P < 0.05). Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kandungan logam berat Hg di setiap stasiun pengamatan dan perbedaan kandungan logam berat Hg pada air laut, sedimen dan kerang bulu maka dilakukan dengan Uji Jarak Duncan yang hasilnya seperti tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1 Analisis Uji Jarak Duncan Kandungan Logam Berat Hg Pada Air Laut, Sedimen Dan Kerang Bulu (Anadara antiquata).
Rata-rata dan Notasi Kandungan Logam Berat Hg (Ppm) Pada Air Laut, Sedimen Dan Kerang Bulu (Anadara antiquate) Di Setiap Stasiun Lingkungan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Sedimen 16.70800 c 19.43533 e 17.97033 d Rata-rata pada kerang 0. 85600 b 0. 97900 b 0.79733 b Air laut 0.1153 a 0.12700 a 0.13400 a Keterangan: Jika rata-rata yang diberi huruf atau notasi yang sama maka menunjukkan tidak adanya perbedaan dan jika rata-rata yang diberi notasi yang berbeda maka menunjukkan adanya perbedaan (a < 0.740).
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Hg pada sedimen di setiap stasiun adalah berbeda nyata. Rata-rata kandungan logam berat Hg tertinggi pada stasiun 2 yaitu 19.43533 ppm, kemudian pada stasiun 3 yaitu 17.97033 ppm, dan kandungan logam berat Hg terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 16.70800 ppm. Dari Tabel 4.1 juga dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Hg pada kerang bulu dan air laut pada analisis Uji Jarak Duncan memperlihatkan hasil yang tidak berbeda antar stasiun. Rata-rata kandungan logam berat Hg tertinggi pada kerang bulu terdapat pada pada stasiun 2 sebesar 0.97900 ppm, kemudian pada stasiun 1 sebesar 0.85600 ppm, dan 70 terendah pada pada stasiun 3 sebesar 0.79733 ppm. Sedangkan kandungan logam berat Hg tertinggi pada air laut terdapat pada stasiun 3 sebesar 0.13400 ppm, kemudian pada stasiun 2 sebesar 0.12700 ppm , dan kandungan logam berat Hg terendah pada air laut terdapat pada stasiun 1 sebesar 0.1153 ppm (Gambar 4.2). 0 5 10 15 20 25 St 1 St 2 St 3 Sedimen Kerang Air laut
Gambar 4.2. Grafik Kandungan Logam Berat Hg Pada Sedimen, Air laut dan Kerang Bulu Di Setiap Stasiun Pengamatan
Berdasarkan hasil Analisis Anova (Lampiran 2) dapat diketahui bahwa ada perbedaan kandungan logam berat Cd diantara sedimen, air laut dan kerang bulu (Anadara antiquata), serta adanya perbedaan kandungan logam berat Cd diantara stasiun pengamatan (P < 0.05). Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kandungan logam berat Cd di setiap stasiun pengamatan dan perbedaan kandungan logam berat Cd pada air laut, sedimen dan kerang bulu maka dilakukan dengan Uji Jarak Duncan yang hasilnya seperti pada tabel 4.2. Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Cd pada sedimen, air laut dan kerang bulu adalah berbeda nyata. Kandungan 71 logam berat Cd tertinggi terdapat pada sedimen, kemudian pada kerang dan terendah terdapat pada air laut.
Tabel 4.2 Analisis uji jarak Duncan kandungan logam berat Cd pada air laut, sedimen dan kerang bulu (Anadara antiquata).
Rata-rata dan Notasi Kandungan Logam Berat Cd (Ppm) Pada Air Laut, Sedimen Dan Kerang Bulu (Anadara antiquate) Di Setiap Stasiun Lingkungan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Sedimen 17.24267 c 18.92333 d 16.18233 c Rata-rata pada kerang 2.85033 b 3.00833 b 2.80267 b Air laut 1.30867 a 1.42733 a 1.33533 a Keterangan: Jika rata-rata yang diberi huruf atau notasi yang sama maka menunjukkan tidak adanya perbedaan dan jika rata-rata yang diberi notasi yang berbeda maka menunjukkan adanya perbedaan (a < 0.947).
Dari Tabel 4.2 juga dapat diketahui bahwa sedimen memperlihatkan kandungan logam berat Cd pada stasiun 1 dan stasiun 3 adalah tidak berbeda nyata, tetapi kandungan logam berat Cd pada kedua stasiun tersebut berbeda nyata dengan stasiun 2. Kandungan logam berat Cd pada sedimen di stasiun 1 sebesar 17.24267 ppm, pada stasiun 2 sebesar 0.18.92333 ppm dan pada stasiun 3 sebesar 16.18233 ppm. Dari tabel 4.2 juga dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Cd pada kerang bulu dan air laut pada analisis Uji Jarak Duncan memperlihatkan hasil berbeda antar stasiun. Rata-rata kandungan logam berat Cd tertinggi pada kerang bulu terdapat pada stasiun 2 sebesar 3.00833 ppm kemudian pada stasiun 1 sebesar 2.85033 ppm, dan terendah pada stasiun 3 sebesar 2.80267 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Cd 72 tertinggi pada air laut sebesar 1.42733 ppm pada stasiun 2, kemudian sebesar 1.30867 ppm pada stasiun 1, dan terendah sebesar 1.3353 ppm pada stasiun 3 (Gambar 4.3).
0 5 10 15 20 St 1 St 2 St 3 Sedimen Kerang Air Laut
Gambar 4.3. Grafik Kandungan Logam Berat Cd Pada Sedimen, Air Laut Dan Kerang Bulu Di Setiap Stasiun Pengamatan
Berdasarkan hasil Analisis Anova (Lampiran 2) dapat diketahui bahwa ada perbedaan kandungan logam berat Pb diantara sedimen, air laut dan kerang bulu (Anadara antiquata), serta adanya perbedaan kandungan logam berat Pb diantara stasiun pengamatan (P < 0.05). Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kandungan logam berat Pb di setiap stasiun pengamatan dan perbedaan kandungan logam berat Pb pada air laut, sedimen dan kerang bulu maka dilakukan dengan Uji Jarak Duncan yang hasilnya seperti pada tabel 4.3.
73 Tabel 4.3 Analisis uji jarak Duncan kandungan logam berat Pb pada air laut, sedimen dan kerang bulu (Anadara antiquata).
Rata-rata dan Notasi Kandungan Logam Berat Hg (Ppm) Pada Air Laut, Sedimen Dan Kerang Bulu (Anadara antiquate) Di Setiap Stasiun Lingkungan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Sedimen 29.99433 c 32.44433 d 27.65733 c Rata-rata pada kerang 1.57100 a 1.66500 a 1.59400 a Air laut 1.31733 a 1.43333 a 1.31733 a Keterangan: Jika rata-rata yang diberi huruf atau notasi yang sama maka menunjukkan tidak adanya perbedaan dan jika rata-rata yang diberi notasi yang berbeda maka menunjukkan adanya perbedaan (a < 1.354).
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Pb antara sedimen dengan kerang dan air laut adalah berbeda nyata. Kandungan logam berat Pb antara kerang dengan air laut adalah tidak berbeda nyata (tidak significant). Kandungan logam berat Pb tertinggi pada sedimen, kemudian pada kerang dan air laut. Dari tabel 4.3 juga dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Pb pada sedimen di setiap stasiun adalah berbeda nyata. Rata-rata kandungan logam berat Pb tertinggi pada sedimen terdapat pada stasiun 2 sebesar 32.4433 ppm, kemudian pada stasiun 1 sebesar sebesar 29.99433 ppm dan terendah pada stasiun 3 sebesar 27.65733 ppm. Adapun kandungan logam berat Pb pada kerang dan air laut tidak berbeda nyata secara significant. Rata-rata kandungan logam berat Pb tertinggi pada kerang terdapat pada stasiun 2 sebesar 1.66500 ppm, kemudian pada stasiun 3 sebesar 1.59400 ppm, dan terendah pada stasiun 1 sebesar 1.57100 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Pb tertinggi pada air 74 laut terdapat pada stasiun 2 sebesar 1.43333 ppm, kemudian stasiun 1 dan 3 sebesar 1.31733 ppm (Gambar 4.4).
0 5 10 15 20 25 30 35 St 1 St 2 St 3 Sedimen Kerang Air laut
Gambar 4.3. Grafik Kandungan Logam Berat Pb Pada Sedimen, Air Laut Dan Kerang Bulu Di Setiap Stasiun Pengamatan
4.1.2. Korelasi kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut dan sedimen dengan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu (Anadara antiquata)
Berdasarkan hasil Analisis Regresi di spss windows 12 diketahui bahwa konsentrasi Hg pada sedimen berpengaruh nyata pada konsentrasi logam berat Hg pada kerang bulu (Anadara antiquata), tetapi kandungan Hg pada air laut tidak berpengaruh nyata pada kandungan logam berat Hg pada kerang bulu (Anadara antiquata), hal tersebut dapat di lihat dari hasil Uji Regresi dengan tingkat signifikan 0.850 untuk Uji Anova pengaruh kandungan Hg pada air laut terhadap kandungan Hg pada kerang bulu, dan 0.032 untuk pengaruh kandungan Hg pada sedimen terhadap kandungan Hg pada kerang bulu (Probabilitas kurang dari 0.05 berarti signifikan). 75 Berdasarkan hasil Analisis Regresi dapat diketahui bahwa ada hubungan antara kandungan logam berat Cd pada air laut dan sedimen dengan kandungan logam berat Cd pada kerang bulu dengan tingkat signifikan sebesar 0.003 untuk air laut dan 0.000 untuk hubungan kandungan logam berat pada sedimen dengan kandungan logam berat Cd pada kerang bulu (Probabilitas kurang dari 0.05 berarti signifikan). Berdasarkan hasil Analisis Regresi di spss windows 12 juga dapat diketahui bahwa konsentrasi Pb pada sedimen dan air laut berpengaruh nyata terhadap konsentrasi logam berat Pb pada kerang bulu (Anadara antiquata). Hal tersebut dapat di lihat dari hasil Uji Anova dengan tingkat signifikan 0.002 untuk Uji Regresi pengaruh kandungan Pb pada air laut terhadap kandungan Pb pada kerang bulu, dan 0.044 untuk pengaruh kandungan Pb pada sedimen terhadap kandungan Pb pada kerang bulu (Probabilitas kurang dari 0.05 berarti signifikan).
4.1.3 Mikroanatomi Insang Kerang Bulu (Anadara antiquata) Pada Perairan Pantai Lekok Pasuruan
Dari hasil pengamatan mikroanatomi insang kerang bulu di perairan pantai Lekok Pasuruan dengan menggunakan metode parafin di dapatkan hasil sebagai gambar berikut ini (Gambar 4.1):
76
C
B
A
Gambar 4.1.a
D
C A A B
A
Gambar 4.1.b
77
C
B
Gambar 4.1.c Keterangan: Gambar 4.1.a : Mikroanatomi insang pada stasiun 1 (berada pada kisaran konsentrasi logam berat pada air laut sebesar 0.1153 ppm untuk Hg, 1.30867 ppm untuk Cd dan 1.3173 ppm untuk Pb) Gambar 4.1.b : Mikroanatomi insang pada stasiun 2 (berada pada kisaran konsentrasi logam berat pada air laut sebesar 0.127 ppm untuk Hg, 1.42733 ppm untuk Cd dan 1.4333 ppm untuk Pb) Gambar 4.1.c : Mikroanatomi insang pada stasiun 3 (berada pada kisaran konsentrasi logam berat pada air laut sebesar 0.1340 ppm untuk Hg, 1.3353 ppm untuk Cd dan 1.3173 ppm untuk Pb) A = Sel yang mengalami piknosis B = Sel yang mengalami pembengkakan awal C = Daerah pelemakan D = Daerah yang kosong
Dari hasil pengamatan mikroanatomi insang (Gambar 4.1.a, 4.1.b, 4.1.c), dapat diketahui bahwa insang yang hidup di perairan pantai Lekok Pasuruan telah mengalami degenerasi struktural pada sel-sel insang. Degenerasi yang paling parah di alami insang kerang yang hidup pada stasiun 2. Sedangkan insang kerang yang hidup pada stasiun 1 dan 3 78 mengalami degenarasi yang relatif sama (menunjukkan degenerasi yang lebih ringan dibandingkan dengan insang pada stasiun 2).
4.2 Pembahasan
Lekok merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Pasuruan. Pantai Lekok merupakan perairan umum yang disekitarnya terdapat berbagai aktivitas penduduk di bidang perikanan baik itu pelayaran maupun pencari kerang dan juga di bidang pertanian. Pantai Lekok mendapat masukan dari sungai Rejoso serta beberapa anak sungai kecil di mana dibagian sebelumnya terdapat pemukiman penduduk, kegiatan industri dan pertanian. Kecamatan Lekok mempunyai ketinggian 2 meter dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 31 C. Stasiun pengamatan terdapat di dua desa yang saling bersebelahan yaitu desa Jatirejo dan desa Tambak Lekok yang berada di Kecamatan Lekok Kabupaten Pauruan.
4.2.1 Kandungan Logam Berat Cd, Hg dan Pb Pada Air Laut, Sedimen Kerang Bulu (Anadara antiquata) Berdasarkan Hasil Analisa Data Tentang Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb
Berdasarkan hasil penghitungan Anova (Lampiran 2) diketahui bahwa terdapat perbedaan kandungan logam berat Cd, Hg dan Pb pada air laut, sedimen dan kerang bulu (Anadara antiquata), sedangkan kandungan logam berat Pb antara sedimen dengan air laut dan kerang bulu (Anadara 79 antiquata) menunjukkan perbedaan, akan tetapi antara air laut dengan kerang tidak menunjukkan perbedaan. Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) dapat diketahui bahwa kandungan logam berat (Hg, Cd, Pb) pada sedimen lebih banyak dari pada di air laut dan kerang bulu (Anadara antuquata). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2003) di pantai utara Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo Jawa Timur juga diperoleh hasil yang sama bahwa kandungan logam berat Cd dan Pb paling banyak terdapat pada sedimen. Menurut Mulyanto (1992) menyatakan bahwa tingginya logam berat pada sedimen tersebut disebabkan karena aktifitas bakteri dan jamur, tetapi cenderung dilarutkan kembali dalam bentuk ion. Setelah mengalami pengendapan, bahan organik dan logam, zat-zat ini akan mengalami diagenesis, yaitu serangkaian proses yang terjadi dalam suatu larutan yang meliputi pembentukan sedimen pada temperatur rendah, melibatkan peningkatan bobot molekul dan hilangnya gugus fungsi, terbentuklah logam berat pada sedimen perairan yang relatif stabil dan kurang kreatif. Namun demikian mobilisasi dapat terjadi melaui proses mikrobial. Logam berat terlarut dalam air akan berpindah kedalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang meliputi permukaan sedimen dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen (Arisandi, 2001). Berdasarkan hasil Uji Jarak Duncan (Tabel 4.1, 4.2, 4.3) diketahui bahwa kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb di sedimen, air laut dan 80 kerang pada stasiun 2 adalah tertinggi dibandingkan stasiun 1 dan 3. Walaupun kenyatannya pada stasiun 2 adalah dekat dengan hutan magrove. Pada stasiun 3 yang mana dekat disekitar PGLTU kandungan logam beratnya paling rendah bila dibandingkan dari stasiun 2 dan 1, hal tersebut dimungkinkan karena logam berat yang dihasilkan oleh PGLTU terutama logam berat Pb akan teremisi ke udara dan hanya sedikit sekali yang teremisi kedalam badan perairan. Penyebaran dan akumulasi logam berat Hg, Cd dan Pb pada stasiun 2 mempunyai nilai paling tinggi jika dibandingkan dengan stasiun 1 dan stasiun 3, karena pada stasiun ini merupakan tempat terjadinya pencampuran antara air tawar dari sungai dengan air laut, disamping itu adanya pemukiman penduduk yang banyak memanfaatkan laut sebagai tempat pembuangan limbah domestik baik limbah organik maupun limbah anorganik, menurut Connel dan Miller (2006), perpindahan logam berat dari perairan ke sedimen juga terjadi jika logam berat berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen (Gambar 4.2, 4.3, 4.4). Pencemaran logam berat juga berasal dari pemanfaatan dibidang perikanan yang memanfaatkan perahu bermotor yang bisa menimbulkan pencemaran logam berat. Dalam bahan bakar kendaraan bermotor biasanya, ditambahkan pula scavenger, yaitu etilendibromida (C2H4Br2) dan etilen khlorida (C2H4C12). Senyawa ini dapat mengikat residu Pb yang dihasilkan setelah pembakaran, sehingga di dalam gas buangan terdapat senyawa Pb dengan halogen (Palar, 1994). 81 Berdasarkan hasil analisis kimia kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb dapat diketahui bahwa logam berat Hg, Cd dan Pb telah mencemari perairan pantai Lekok Pasuruan Jawa Timur. Kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb terdapat pada air laut, sedimen dan juga kerang bulu (Anadara antiquata) yang ada di pantai Lekok Pasuruan. Tagor, dkk, (2003) menyatakan, logam berat merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb) bersama dengan tembaga (Cu), seng (Zn) dan kromuim (Cr) diklasifikasikan sebagai bahan berbahaya dan beracun (B-3). Keberadaan logam berat dilingkungan dapat berasal dari dua sumber. Pertama berasal dari alam dengan kadar di biosfer yang relatif kecil. Keberadaan logam berat secara alami tidak membahayakan lingkungan. Kedua, dari antropogenik dimana keberadaan logam berat tersebut diakibatkan oleh aktivitas manusia, misalnya limbah industri pelapisan logam, pertambangan, cat, pembuangan zat kendaraan bermotor, serta barang-barang bekas seperti baterai, kaleng dan sebagainya. Secara alamiah logam berat biasanya sangat sedikit sekali ditemukan dalam air, yaitu kurang dari 1g/l (Darmono, 2001). Menurut standar Indonesia yang dilaporkan oleh Palupi, (1994) menyatakan bahwa standar alamiah logam berat Hg untuk kehidupan diperairan laut yaitu sebesar 0,15 g/l, dan standar logam berat Cd untuk kehidupan diperairan laut yaitu sebesar 0,2 g/l, dan untuk Pb sebesar 0,03 g/l, sedangkan menurut WHO untuk Hg sebesar 0.001 ppm (Darmono, 2001). 82 Menurut RNO (Resean National dObservatoin) konsentrasi logam berat Pb pada sedimen umumnya masih berada dalam kondisi yang alamiah, yaitu dalam kisaran 10-70 ppm (Estuningdyah, 1994). Sedangkan jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, angka tertinggi mencapai (1700 ppm) di jumpai pada permukaan sampel tanah yang diambil didekat pertambangan biji seng (Zn) (Pagoray, 2001). Sedangkan menurut Hamidah, 1986 dalam Estunigdyah, (1994) menyatakan bahwa kadar alamiah kadmium untuk sedimen yang telah direkomendasikan oleh RNO (Resean National dObservatoin) adalah sebesar 0,1 ppm sampai 2.0 ppm. Adapun menurut RNO (Resean National dObservatoin) kadar alamiah untuk logam berat Hg sebesar 0.02-0.035 ppm (Hamidah, 1986 dalam Pagoray, 2001). Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) dapat diketahui bahwa air laut dan sedimen yang berada di perairan pantai Lekok telah tercemar oleh logam berat Hg, Cd dan Pb. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil rata-rata analisis kimia kandungan logam berat Hg terendah pada air laut sebesar 0.1153 ppm, sedangkan standar alamiah kandungan Hg yang berada dibadan perairan laut sebesar 0,15 g/l. Adapun hasil rata-rata analisis kimia kandungan logam berat Cd terendah pada air laut sebesar 1.30867 ppm, sedangkan standar alamiah kandungan Cd yang berada dibadan perairan laut sebesar 0,2 g/l. Adapun hasil rata-rata hasil rata-rata analisis kimia kandungan logam berat Pb terendah pada air laut sebesar 1.31733 ppm, sedangkan standar alamiah kandungan Pb yang berada dibadan perairan laut sebesar 0,03 g/l, hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan logam berat 83 Cd, Hg dan Pb di perairan pantai Lekok Pasuruan yang terendah pun sudah melampaui ambang batas ketentuan kandungan alamiah logam berat untuk kehidupan di perairan. Sehingga dapat dikatakan bahwa air laut di perairan pantai Lekok telah tercemar oleh logam berat Cd, Hg dan Pb. Perbandingan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb yang terdapat pada air laut di pantai Lekok dengan ketentuan baku mutu alamiah kandungan logam berat pada air laut menurut standar Indonesia ditunjukkan pada tabel 4.4 di bawah ini. Tabel 4.4. Perbandingan kandugan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut di pantai Lekok Pasuruan dengan standar ketentuan baku mutu alamiah kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut.
Rata-Rata Hasil Analisi Kimia LOGAM BERAT Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Standar ketentuan baku mutu logam berat pada air laut Hg 0.1155 0.1273 0.1341 0.15 g/l Cd 1.3086 1.4273 1.3353 0.2 g/l Pb 1.3175 1.4338 1.3218 0.03 g/l Keterangan: Standar ketentuan baku mutu kandungan logam berat pada air laut menurut standar Indonesia yang dilaporkan oleh Palupi (1994).
Dari hasil rata-rata analisis kimia kandungan logam berat dapat diketahui kandungan Hg terendah pada sedimen sebesar 16.7203 ppm, sedangkan ketentuan baku mutu kandungan Hg pada sedimen sebesar 0.02- 0.035 ppm. Adapun hasil rata-rata analisis kimia kandungan logam berat Cd terendah pada sedimen sebesar 16.1823 ppm, sedangkan standar alamiah kandungan Cd pada sedimen sebesar 0.1-2 ppm. Adapun hasil rata-rata analisis kimia kandungan logam berat Pb terendah pada sedimen sebesar 27.6575 ppm, sedangkan standar alamiah kandungan Pb pada sedimen sebesar 10-70 ppm, hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan logam berat Cd dan Hg pada sedimen di pantai Lekok Pasuruan yang terendah pun 84 sudah melampaui ambang batas baku mutu ketentuan kandungan alamiah logam berat untuk sedimen, sedangkan untuk Pb belum melampaui ambang batas baku mutu ketentuan. Sehingga dapat dikatakan sedimen di pantai Lekok telah tercemar oleh logam berat Cd, Hg dan Pb. Perbandingan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb yang terdapat pada sedimen di pantai Lekok dengan ketentuan baku mutu alamiah kandungan logam berat pada sedimen menurut Menurut RNO (Resean National dObservatoin) ditunjukkan pada tabel 4.5 di bawah ini. Tabel 4.5. Perbandingan kandugan logam berat Hg, Cd dan Pb pada sedimen di pantai Lekok Pasuruan dengan standar ketentuan baku mutu alamiah kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada sedimen.
Rata-Rata Hasil Analisi Kimia LOGAM BERAT Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Standar ketentuan baku mutu logam berat pada sedimen Hg 16.7203 19.4355 17.9705 0.02-0.035 ppm Cd 17.2431 18.9236 16.1823 0.1-2 ppm Pb 29.9945 32.4483 27.6575 10-70 ppm Keterangan: Standar ketentuan baku mutu kandungan logam berat pada sedimen yang di rekomendasi RNO (Resean National dObservatoin) (Pagoray, 2001 dan Tri Wahyuni, 2001).
Palar, 1994 menyatakan bahwa dengan adanya pencemaran logam berat dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu dapat berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu jenis logam berat terhadap semua organisme perairan tidak sama, namun kehancuran dari satu kelompok dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat selanjutnya, keadaan tersebut akan menghancurkan ekosistem perairan. 85 Biota air yang hidup dalam perairan tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat yang ada di perairan dalam jaringan tubuhnya sehingga terjadilah proses bioakumulasi dan biomagnifikasi yang mana akan berimplikasi kepada manusia, karena manusia adalah pemegang posisi puncak (trophic level) pada hampir semua rantai makan dalam ekosistem. Perbandingan kandugan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu yang berada di pantai Lekok Pasuruan dengan standar ketentuan baku mutu kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada makanan untuk layak dikonsumsi oleh manusia dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.6. Perbandingan kandugan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu yang berada di pantai Lekok Pasuruan dengan standar ketentuan baku mutu kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada makanan untuk layak dikonsumsi oleh manusia.
Rata-Rata Hasil Analisi Kimia LOGAM BERAT Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Standar ketentuan baku mutu logam berat pada makanan Hg 0.8563 0.979 0.7976 0.5 ppm Cd 2.8505 3.0086 2.8028 1 ppm Pb 1.5711 1.665 1.594 2 ppm Keterangan: Standar ketentuan baku mutu kandungan logam berat pada makanan menurut standar WHO dan POM (Pagoray, 2001 dan Tri Wahyuni, 2001)
Berdasarkan tabel 4.6 dapat di ketahui bahwa logam berat Hg telah terakumulasi pada tubuh kerang bulu rata-rata terendah sebesar 0.7976 ppm. Dari rata-rata tersebut diketahui bahwa kerang bulu yang ada dipantai Lekok Pasuruan telah melampaui ambang batas layak untuk dikonsumsi yang telah ditetapkan oleh WHO dan juga Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No.03725/B/SK/VII/89, yaitu sebesar 0,5 ppm. 86 Kepekatan merkuri dalam spesies perairan sangat berhubungan dengan kedudukannya pada rantai makanan, khususnya jika bergerak dari herbivora ke predator besar (Connel dan Miller, 2006). Beberapa bukti juga telah menunjukkan bahwa merkuri mengalami transformasi dalam metabolisme tanaman pertanian dan hewan ternak seperti unggas-unggasan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Amerika terhadap dua jenis gandum yang diperlakukan dengan fungisida bermerkuri, hasilnya menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kandungan merkuri di dalam gandum yang diperlakukan dengan merkuri bila dibandingkan dengan kontrol yang tidak diperlakukan dengan merkuri. Pada gandum yang diperlakukan dengan merkuri ditemukan sekitar 0.03 ppm Hg pada biji gandumnya, sedangkan pada tanaman kontrol hanya ditemukan 0.01 ppm. Pada telur ayam yang selalu diberi makan dengan gandum yang mengandung merkuri, didapatkan kandungan Hg sekitar 0.02-0.29 ppm. Sedangkan untuk ayam-ayam yang diberikan gandum yang tidak diperlakukan dengan merkuri, kandungan Hg yang ditemukan hanya sekitar 0.008-0.012 ppm. Dengan demikian biota laut seperti ikan-ikan besar dan kerang-kerangan yang telah memakan ikan-ikan kecil dan pitoplankton yang lebih kecil yang telah terkontaminasi kandungan metil merkuri, disinyalir mempunyai kandungan metal merkuri yang lebih besar dalam tubuhnya. Pemanfaatan ikan-ikan dan kerang yang telah terkontaminasi oleh metil merkuri sebagai bahan makanan dapat mengakibatkan keracunan kronis akan merkuri pada manusia. Kasus pencemaran merkuri pada badan 87 perairan yang kronis terjadi di Teluk Minamata di Jepang yang disebabkan oleh buangan limbah industri manufaktur vinilklorida pada tahun 1960. Penduduk yang berada di sekiatar Teluk Minamata mengalami kerapuhan pada tulang, sehingga penderita tidak bisa bergerak sama sekali, karena setiap gerakan yang dilakukan akan menyebabkan tulang sipenderita menjadi patah. Melalui pengujian-pengujian yang dilakukan diketahui bahwa penyebab dari penyakit tersebut berawal dari keracunan logam berat merkuri yang masuk melalui ikan dan kerang yang ditangkap di perairan Teluk Minamata (Palar, 1994). Yang mana kadar merkuri di Teluk Minamata berkisar antara 9 ppm sampai 24 ppm (Nicodemus, 2003). Dari tabel 4.6 juga dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Pb telah terakumulasi dalam tubuh kerang bulu (Anadara antiquata) dan rata- rata kandungan Pb terendah sebesar 1.5711 ppm dan tertinggi sebesar 1.665 ppm. Walaupun kandungan tersebut belum melampui ambang batas layak dikonsumsi menurut WHO yaitu sebesar 2 ppm tetapi harus tetap diwaspadai, karena kadar logam berat tersebut akan terus beranbah dan terakumulasi dalam biota laut apabila limbah buangan industri di sekitar perairan pantai Lekok meningkat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Murphy p Minc Of Science and Techology Publication Universty of Wales pada tahun 1979 diketahui bahwa organisme-organisme yang ada diperairan seperti Crustacea akan mengalami kematian setelah 245 jam, bila pada perairan terlarut Pb pada konsentrasi 2.75 - 49 ppm. Sedangkan Insecta 88 akan mengalami kematian dalam rentang waktu 168-336 jam bila pada badan perairan terlarut Pb konsentrasi 3.5 - 64 ppm (Palar, 1994). Dari tabel 4.5 juga dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Cd terendah pada kerang bulu 2.8028 ppm. Kandungan logam berat Cd tersebut telah melampaui ambang batas dua kali lipat dari ketentuan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No.03725/B/SK/VII/89, tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan yaitu 1.0 untuk Cd. Kasus keracunan Cd yang pernah tercatat sebagai epidemik terjadi pada sebagian penduduk Toyama di Jepang, yang mana sebagian dari penduduk Toyama mengeluh rasa sakit pinggang selama bertahun-tahun dan sakit itu semakin lama semakin parah. Disamping itu mereka juga mengeluh rasa sakit pada tulang punggunya. Ternyata tulang-tulang itu mengalami pelunakan dan kemudian menjadi rapuh. Kematian yang terjadi diantara mereka terutama disebabkan oleh gagal ginjal. Keracunan tersebut berawal dari beras yang yang mereka makan berasal dari tanaman padi yang selama bertahun-tahun mendapat air yang tercemar oleh logam berat Cd. Endapan logam berat Cd yang terdapat pada padi kemudian mengalami pelipatan secara biological magnification yang besar sekali dan akhirnya mengendap pada tubuh manusia. Kandungan di dalam padi semula hanya sekitar 1,6 ppm namun setelah mengalami biological magnification kandungan Cd di dalam tubuh (lewat analisis pada tulang rusuk) menjadi 11,472 ppm (Wardhana, 1995). 89 Berdasarkan hasi penelitian (Tabel 4.4, 4.5, 4.6) kandungan logam berat (Hg, Cd dan Pb) di perairan pantai Lekok Pasuruan dapat diketahui bahwa telah terjadi pencemaran logam berat (Hg, Cd dan Pb) di perairan pantai Lekok Passuruan dengan tingkat populasi sedang. Karena walaupun nilai konsentrasi logam berat yang berada pada di pantai Lekok telah melampuai ambang batas nilai yang telah ditentukan, namun selisih nilai belum begitu jauh dengan baku mutu yang telah ditentukan. Menurut Darmono, (2001) menyatakan bahwa biasanya tingkat konsentrasi logam berat dalam badan perairan dan organisme yang hidup di dalamnya dibedakan menurut tingkat pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang, dan non polusi. Suatu perairan dengan tingkat polusi berat biasanya memiliki kandungan logam berat dalam air, sedimen dan organisme yang hidup didalamnya cukup tinggi (melampaui ambang batas yang ditentukan). Pada tingkat polusi sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang hidup di dalamnnya berada pada batas marjinal (nilai ambang batas yang telah ditentukan). Sedangkan pada tingkat nonpopulasi, kandungan logam berat dalam air dan organisme yang hidup didalamnya sangat rendah, atau bahkan tidak terdeteksi. Pencemaran logam berat (Hg, Cd dan Pb) pada air laut dan sedimen yang berada di perairan pantai Lekok Pasuruan telah melampui batas standar untuk kehidupan biota laut yang ditentukan oleh sandar Indonesia. Sedangkan kandungan logam berat (Hg, Cd) pada kerang bulu (Anadara antiquata) yang hidup di perairan pantai Lekok Pasuruan telah melampaui 90 batas ketentuan layak untuk dikonsumsi menurut WHO dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No.03725/B/SK/VII/89. Sedangkan untuk Pb masih di bawah nilai ambang batas yang ditentukan, walaupun demikian perlu diwaspadai karena kandungan logam berat Pb yang berada pada kerang bulu (Anadara antiquata) di perairan pantai Lekok Pasuruan telah mendekati nilai ambang batas yang telah ditentukan. Darmono (2001), menjelaskan bahwa jenis kerang baik yang hidup di air tawar maupun di air laut banyak digunakan sebagai indikator pencemaran logam. Hal ini disebabkan karena habitat hidupnya yang menetap dan bioakumulatifnya terhadap logam berat. Karena kerang banyak dikonsumsi oleh manusia maka sifat bioakumulatifnya inilah yang perlu diwaspadai bila dikonsumsi secara terus menerus. Kandungan logam berat (Hg, Cd dan Pb) yang berada di perairan pantai Lekok Pasuruan kemungkinan besar telah terakumulasi ke dalam tubuh manusia yang tinggal dan makan hasil tangkapan perikanan disekitar pantai Lekok Pasuruan, karena kandungan logam berat (Hg dan Cd) pada kerang bulu telah melampaui ambang batas ketentuan, sehingga tidak menutup kemungkinan ikan-ikan yang hidup di perairan pantai Lekok juga telah terakumulasi oleh logam berat (Hg, Cd dan Pb). Di duga juga bahwa logam berat yang terdapat didalam tubuh kerang bulu yang hidup di perairan pantai Lekok Pasuruan telah mengalami bioakumulasi dan biomagnifikasi. Kerang mempunyai sifat filter feeder yaitu memakan dengan menyaring plankton dan butir-butir bahan organik 91 (Arfiati, 2001 dalam Kusuma Hidayat, 2003). Dengan demikian semua materi yang ada di dalam air kemungkinan akan masuk kedalam tubuh kerang, apabila di dalam air tersebut terdapat logam berat, maka logam berat tersebut juga akan masuk kedalam tubuh kerang dan mungkin terakumulasi. Akumulasi ini terjadi karena kecenderungan logam berat membentuk senyawa kompleks dengan za-zat organik yang terdapat dalam tubuh organisme. Dengan demikian logam berat terfiksasi dan tidak segera diekskresikan oleh organisme bersangkutan (Sumarwoto, 1988 dalam Tri Wahyuni, 2001 ), hal tersebut akan mengakibatkan kandungan logam berat dalam tubuh organisme akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan logam berat dalam lingkungan hidupnya. Logam berat yang berada dalam tubuh kerang bulu selain berasal dari air laut dan sedimen juga berasal dari makanan yang dimakan oleh kerang bulu dan telah mengalami biomagnifikasi. Menurut Wijani (1990) mengatakan, bahwa makanan kerang dari ordo Filibranchia sebagian besar terdiri dari phytoplankton. Disamping itu dikatkakan pula bahwa sumber makanan bagi hewan yang hidup di dasar terdiri dari plankton, detritus dan mikroorganisme yang melekat di dasar. Menurut Purves (1977) dalam Tri Wahyuni (2001) menyatakan bahwa phytoplankton menyerap logam berat yang terbesar di perairan melalui adsorbsi, umumnya dalam bentuk anorganik. Sehingga phytoplankton yang hidup pada daerah yang tercemar logam berat besar kemungkinan mengandung logam berat juga. Phytoplankton yang mengandung logam tersebut kemudian di makan oleh 92 kerang bulu secara terus menerus. Di dalam tubuh kerang bulu, logam berat akan mengalami pelipatgandaan apabila kerang bulu tidak mampu untuk mengeluarkannya melalui proses ekskresi. Konsentrasi logam berat tersebut akan terus meningkat, sesuai dengan tingkat rantai makanan yang ada dalam ekosistem tersebut, sehingga terjadilah proses biomagnifikasi yaitu suatu proses di mana bahan pencemar bergerak dari satu tingkat trofik ke tingkat trofik lainnya dan menunjukkan peningkatan kepekatan dalam makhluk hidup sesuai dengan keadaan mereka. Pencemaran yang terjadi di pantai Lekok Pasuruan kemungkinan besar disebabkan oleh adanya sampah-sampah organik dan anorganik yang bersal dari limbah rumah tangga, selain itu juga diduga pencemaran logam berat Cd, Hg dan Pb di perairan pantai Lekok berasal dari pabrik-pabrik yang membuang limbahnya ke sungai-sungai yang bermuara di pantai Lekok Pasuruan, terutama sungai Rejoso. Pabrik industri yang kemungkinan sebagai sumber penghasil limbah logam berat yaitu: Pabrik Cheil Samsung Indonesia, di desa Arjosari Kecamatan Rejoso. Pabrik ini memproduksi pupuk cair dan juga MSG, PT. Cheil Jedang Indonesia (memproduksi MSG), kedua pabrik tersebut diduga menghasilkan limbah logam berat Cd dan Hg. PT. Arga Anan Nusa, PT. Philips Seafoods Indonesia (produsen pengalengan, pengeringan dan olahan ikan), kedua pabrik tersebut diduga menghasilkan limbah logam berat Cd. PGLTU ( pembangkit listrik dengan menggunakan uap) di Kecamatan Lekok Pasuruan, diduga mengahasilkan limbah logam berat Pb. 93 4.2.2. Korelasi kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut dan sedimen dengan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu (Anadara antiquata)
Diketahui bahwa konsentrasi logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut (X1) dan sedimen (X2) berpengaruh nyata terhadap konsentrasi logam berat logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu (Y). Berdasarkan analisis regresi sederhana Hg yang terdapat pada lampiran 4-6 didapatkan persamaan regresi sederhana sebagi berikut.: Y= 0.05 + 0.49 X2, Dari persaman regresi di atas dapat diketahui bahwa setiap penambahan konsentrasi 1 ppm logam berat Hg pada sedimen akan meningkatkan konsentrasi logam berat Hg pada kerang bulu (Anadara antiquata) sebesar 0.49 ppm. Dari hasil regresi juga dapat diketahui bahwa hubungan antara konsentrasi logam berat Hg pada air laut dengan konsentrasi logam berat pada kerang bulu adalah tidak signifikan, artinya adanya kenaikan konsentrasi logam berat Hg pada air laut tidak berpengaruh terhadap konsentrasi logam berat Hg pada kerang bulu (Anadara antiquata) (dapat di lihat pada Gambar 4.5). Akumulasi logam berat dalam tubuh kerang bulu (Anadara antiquata) melalui proses absorbsi air, partikel dan plankton dengan cara memfilter. Kerang bulu yang berada di dasar (sedimen) di duga mengabsorbsi lebih tinggi daripada kerang bulu yang berada di kolom air. Hal ini disebabkan karena pengaruh partikel sedimen lebih besar dan biasanya mengandung logam lebih tinggi (Estuningdyah, 1994). 94 0 5 10 15 20 25 St 1 St 2 St 3 Air Laut Kerang Sedimen
Gambar 4.5. Grafik Hubungan Konsentrasi Logam Berat Hg Pada Sedimen dan Air Laut Dengan Konsentrasi Logam Berat Hg Pada Kerang Bulu.
Berdasarkan analisis regresi Cd yang terdapat pada lampiran 4-6 didapatkan persamaan regresi sederhana sebagi berikut.: Y= 1.790 + 0.63 X2, Y= 0.948 + 1.428 X1, Dari persaman regresi di atas dapat diketahui bahwa setiap penambahan konsentrasi 1 ppm logam berat Cd pada sedimen akan meningkatkan konsentrasi logam berat Cd pada kerang bulu (Anadara antiquata) sebesar 0.63 ppm. Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa setiap panambahan konsentrasi 1 ppm logam berat Cd pada air laut akan meningkatkan konsentrasi Cd pada kerang bulu sebesar 1.428 ppm. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan kandungan logam berat Cd pada air laut dan sedimen dengan kandungan logam berat Cd pada kerang bulu (dapat di lihat pada Gambar 4.6). 95 0 5 10 15 20 25 St 1 St 2 St 3 Air Laut Kerang Sedimen
Gambar 4.6. Grafik Hubungan Konsentrasi Logam Berat Cd Pada Sedimen dan Air Laut Dengan Konsentrasi Logam Berat Cd Pada Kerang Bulu.
Logam-logam di dalam badan perairan juga dipengaruhi oleh interaksi yang terjadi antara air dengan sedimen (endapan). Keadaan ini terutama sekali terjadi pada bagian dasar dari perairan. Dimana pada dasar perairan ion logam dan komplek-kompleknya yang terlarut dengan cepat akan membentuk partikel-partikel yang lebih besar apabila terjadi kontak dengan permukaan partikulat yang melayang-layang dalam badan perairan. Partikel- partikel tersebut terbentuk dengan bermacam-macam bentuk ikatan permukaan (Palar, 1994). Berdasarkan analisis regresi Pb yang terdapat pada lampiran 4-6 didapatkan persamaan regresi sederhana sebagi berikut.: Y= 1.152 + 0.015X2, Y= 0.857 + 0.555X1, Dari persaman regresi tersebut dapat diketahui bahwa setiap penambahan konsentrasi 1 ppm logam berat Pb pada sedimen akan meningkatkan konsentrasi logam berat Pb pada kerang bulu (Anadara 96 antiquata) sebesar 0.015 ppm. Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa setiap panambahan konsentarsi 1 ppm logam berat Pb pada air laut akan meningkatkan konsentrasi Pb pada kerang bulu sebesar 0.555 ppm. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan kandungan logam berat Pb pada air laut dan sedimen dengan kandungan logam berat Pb pada kerang bulu (dapat di lihat pada Gambar 4.6).
0 5 10 15 20 25 30 35 40 St 1 St 2 St 3 Air laut Kerang Sedimen
Gambar 4.7. Grafik Hubungan Konsentrasi Logam Berat Pb Pada Sedimen dan Air Laut Dengan Konsentrasi Logam Berat Pb Pada Kerang Bulu.
Pengambilan awal logam oleh makhluk hidup air dapat berasal dalam tiga proses utama: (1) dari air melalui permukaan pernapasan (misalnya, insang); (2) penyerapan dari air ke dalam permukaan tubuh; dan (3) dari makanan, partikel atau air dicerna melalui sistem pencernaan (Connel dan Miller, 2006). Dikatakan oleh Bryan (1976) dalam Connel dan Miller (2006), bahwa penyerapan dari larutan oleh sebagian besar hewan terjadi dengan difusi pasif, kemungkinan sebagai senyawa logam yang larut melalui tahapan yang 97 disebabkan oleh penyerapan pada permukaan tubuh dan pengikatan oleh unsur pokok tubuh. Beberapa kejadian menunjukkan bahwa makanan dan partikulat merupakan sumber yang lebih penting bagi logam daripada air untuk hewan besar seperti, ikan dan udang. Mekanisme keracunan logam berat terbagi atas dua fase, fase kinetik dan fase dinamik. Fase kinetik meliputi proses-proses biologi biasa seperti, penyerapan, penyebaran dalam tubuh, metabolisme dan proses pembuangan atau eksresi. Adapun fase dinamik meliputi semua reaksi-reaksi biokimia yang terjadi dalam tubuh, berupa katabilosme dan anabolisme yang melibatkan enzim-enzim. Pada fase kinetik, baik toksikan maupun protoksikan akan mengalami proses sinergetik atau sebaliknya proses antagonis. Proses sinergetik merupakan proses terjadinya penggandaan atau peningkatan daya racun yang sangat tinggi. Sedangkan proses antagonis merupakan proses atau peristiwa pengurangan dan bahkan mungkin penghapusan daya racun yang dibina oleh suatu zat atau senyawa. Kedua proses tersebut dapat terjadi dalam tubuh sebagai akibat dari adanya bahan-bahan lain yang terdapat dalam tubuh, baik yang mana sebagai sistem ataupun sebagai bahan lain yang masuk ke dalam tubuh (Palar, 2004). Dinyatakan pula oleh Palar (2004), bahwasanya fase dinamik merupakan proses lanjut dari fase kinetik. Pada fase dinamik ini bahan beracun yang tidak bisa dinetralisir oleh tubuh akan bereaksi dengan senyawa-senyawa hasil dari proses biosentesa seperti enzim, asam inti, 98 lemak dan lain-lain. Hasil dari reaksi yang terjadi antara bahan beracun dengan produk biosintesa ini bersifat merusak terhadap proses-proses biomolekul dalam tubuh. Ion-ion logam yang dapat larut dalam lemak itu mampu untuk melakukan penetrasi pada membran sel, sehingga akhirnya ion-ion logam tersebut akan menumpuk di dalam sel dan organ-organ yang lainnya. Di duga tubuh kerang bulu yang berada di perairan pantai Lekok Pasuruan telah mengalami mekanisme keracunan logam berat pada fase kinetik dan pada fase dinamik. Pada fase kinetik logam berat yang berada pada air laut dan sediemen telah terserap dan menyebar di dalam tubuh kerang bulu, selain itu juga telah terjadi proses penggandaan dan peningkatan daya racun logam berat di dalam tubuh kerang bulu. Selain mengalami mekanisme keracunan logam berat pada fase kinetik, kerang bulu yang berada di pantai Lekok Pasuruan diduga juga telah mengalami mekanisme keracunan pada fase dinamik, yang mana logam berat yang berada didalam tubuh akan bereaksi dengan senyawa-senyawa hasil dari proses biosentesa seperti enzim, asam inti, lemak dan lain sebagainya.
4.2.4 Mikroanatomi Insang Kerang Bulu (Anadara antiquata) Yang Hidup di Perairan Pantai Lekok Pasuruan
Parameter yang di amati pada irisan sagital insang kerang disetiap stasiun pengamatan secara kualitatif, terlihat bahwa antara stasiun 1 dan stasiun 3 terlihat gambar yang relatif sama, akan tetapi berbeda nyata dengan gambar irisan sagital insang pada stasiun 2. Dalam pengamatan 99 mikroanatomi insang ini menggunakan 3 parameter pengamatan, yang disajikan pada tabel 4.10. Tiga perameter pengamatan tersebut adalah: 1. Kepadatan sel atau jumlah sel 2. Pelemakan pada sel 3. Ukuran lamella insang kerang bulu
Tabel 4.6. Hasil pengamatan parameter pengamatan mikroanatomi irisan sagital insang kerang bulu (Anadara antiquata) yang berada di pantai Lekok Pasuruan.
Stasiun Pengamatan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Parameter Pengamatan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Kepadatan Sel 13.4 11.4 12.6 9.6 12 5.4 14.2 9.6 14.8 Pelemakan pada sel + + + + + + + + + + + + + + + - + - - - + + - - + + + + + + + + + + + + Luas lamella insang (cm) 0.68 0.5 0.6 0.66 2 1.16 0.78 0.54 0.58 Keterangan: a. Semua sel mengalami pelemakan yang menyebabkan sel terdorong kesalah satu sisi sehingga sel mengalami piknosis. Pada semua lamela terlihat banyak ruang yang kosong yang kemungkinan disebabkan karena sel yang hilang atau pecah (+ - - -). b. Semua sel mengalami pelemakan yang menyebabkan sel terdorong kesalah satu sisi sehingga sel mengalami piknosis. Sebagian lamela terdapat ruang kosong yang kemungkinan disebabkan karena sel yang hilang atau pecah (+ + - -). c. Semua sel mengalami pelemakan yang menyebabkan sel terdorong kesalah satu sisi sehingga sel mengalami piknosis. Tidak terdapat ruang kosong pada lamelanya (+ + + -). d. Sel mengalami fase pelemakan awal. Luas daerah pelemakan lebih sempit dibandingkan dengan luas daerah pelemakan pada a, b dan c. Tidak semua sel mengalami piknosis, hanya sebagian kecil sel saja yang mengalami piknosis (+ + + +). e. Jumlah/kepadatan sel berdasarkan penghitungan jumlah sel pada jarak 1 cm pada lamela. f. Kepadatan/jumlah sel dan luas lamella merupakan rata-rata dari lima lamela insang kerang bulu disetiap stasiun pengambilan sampel.
100 Degenerasi yang terlihat pada insang kerang bulu pada stasiun 2 tampak berupa pelemakan pada sel epitel insang. Nukleus baik pada sel epitel maupun jaringan penyokong banyak yang mengalami piknosis dan terdorong pada salah satu sisi oleh globulus lemak yang membesar yang tampak berupa bulatan kosong pada bagian basal sel-sel epitel insang yang pada preparat dengan pewarnaan HE akan meninggalkan bulatan kosong berwarna kuning kusam, selain itu terdapat ruang kosong pada lamela yang kemungkinan disebabkan karena hilangnya atau pecahnya sel. Selain itu pada stasiun 2 mempunyai rata-rata kepadatan sel atau jumlah sel yang lebih sedikit dibandingkan dengan stasiun 1 dan 3, hal tersebut kemungkinan disebabkab oleh adanya sel yang pecah atau hilang, dan juga pada stasiun 2 mempunyai rata-rata luas lamela yang lebih lebar dibandingkan dengan stasiun 1 dan 3 (Lampiran 7). Berdasarkan hasil pengamatan Mulyanto dan umi Zakiyah (1997), dari potongan sagital insang kerang bulu, menunjukkan adanya sederatan lamela. Bagian terluar setiap lamela tampak dilapisi oleh selapis sel epitel kuboid bersilia. Dibawah lapisan epitel terdapat jaringan penyokong yang diantaranya pembuluh-pembuluh darah kapiler berisi eritrosit. Pada stasiun 1 dan 3 didapatkan gambaran mikroanatomi insang yang relatif sama. Dari gambar terlihat beberapa sel epitel lamela mengalami pembengkakan awal, sel tampak membulat, demikian juga pada beberapa sel mengalami pelemakan awal yang lebih ringan dibandingkan pada stasiun 2, nukleus juga mengalami piknosis meskipun jumlahnya sedikit. Pada stasiun 101 1 dan 3 mempunyai rata-rata kepadatan sel yang relatif lebih besar dibandingkan dengan stasiun 2, dan juga pada stasiun 1 dan 3 mempunyai rata-rata luas lamela yang lebih kecil dibandingkan dengan stasiun 2 (Lampiran 7). Ogilvie (1951) dalam Mulyanto dan umi Zakiyah (1997) mengatakan bahwa sel yang mengalami degenerasi akan mengalami beberapa fase sebagai berikut: 5. Fase pembengkakan kabur, sel kelihatan membengkak termasuk nukleusnya karena adanya cairan batas lebih, membuat mudah mengalami disintegrasi bila terkena tekanan, mengandung banyak granula yang berasal dari mitokondria, bentuknya irregurel, dan tidak merata. 6. Fase pelemakan. Di dalam sel terdapat akumulasi gumpalan lemak, yang pada preparat dengan pewarnaan HE akan meninggalkan bulatan kosong berwarna kuning kusam. Nukleus menghitam akibat adanya butiran kasar. Basofil terkadang terdorong ketepi dinding sel oleh gumpalan lemak, kromatin mengkerut (Piknosis). 7. Fase Nekrosis. Nukleus sel yang sudah mengalami piknosis berlanjut mengalami karioreksis, yaitu pecahnya nukleus menjadi butir-butir kecil hitam yang akhirnya mengalami proses kariolisis, yaitu hilangnya pecahan nukleus tadi. 8. Fase kalsifikasi, fase ini terjadi setelah sel mati dan hancur biasanya akan menjadi garam kapur. Satu-satunya jaringan yang mengikat garam kapur 102 ini adalah matriks kartilagenous. Garam kapur tersebut akan terdeposit secara terus menerus pada jaringan sebagai akibat adanya penyakit. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa sel lamela dan sel jaringan penyokong pada irisan sagital insang kerang bulu yang berada di perairan pantai Lekok Pasuruan telah mengalami degenerasi pada fase yang berbeda untuk setiap stasiunnya. Pada stasiun 1 dan 3 mengalami fase degenerasi yang sama, sedangkan stasiun 2 berada pada fase degenerasi yang berbeda dengan stasiun 1 dan 3, pada stasiun 2 berada pada fase degenerasi yang lebih parah dibandingkan dengan stasiun 1 dan 3. Pada stasiun 1 dan 3 diduga sel lamela dan sel jaringan penyokong pada irisan sagital insang kerang bulu mengalami degenerasi pada fase pembengkakan awal dan fase pelemakan awal, hal tersebut terlihat pada stasiun 1 dan 3 sel lamela dan sel jaringan penyokong pada irisan sagital insang kerang bulu mempunyai bentuk sel yang membulat, demikian juga pada beberapa sel mengalami pelemakan awal yang lebih ringan dibandingkan pada stasiun 2, selain itu nukleus juga mengalami piknosis meskipun jumlahnya sedikit (Lampiran 7). Pada stasiun 2 diduga sel lamela dan sel jaringan penyokong pada irisan sagital insang kerang bulu mengalami degenerasi sel telah sampai pada fase terakhir yaitu sampai pada fase kalsifikasi. Hal tersebut terlihat bahwa pada stasiun 2 pada sel epitel maupun sel pada jaringan penyokong banyak yang mengalami piknosis dan terdorong pada salah satu sisi oleh globulus lemak yang membesar yang tampak berupa bulatan kosong pada bagian basal sel-sel epitel insang, selain itu terdapat ruang kosong pada 103 lamela yang kemungkinan disebabkan karena hilangnya atau pecahnya sel, yang menjadi menjadi garam kapur. Garam kapur tersebut akan terdeposit secara terus menerus pada jaringan sebagai akibat adanya penyakit. Adanya perbedaan gambar irisan sagital insang kerang bulu di atas diduga disebabkan karena perbedaan kandungan logam berat yang terdapat dalam tubuh kerang di setiap stasiun pengamatan. Diketahui dari rata-rata hasil analisis kimia kandungan logam berat, bahwa kandungan tertinggi logam berat berada pada stasiun 2, karena pada stasiun tersebut daerah paling terdekat dengan sungai Rejoso Pasuruan. Berdasarkan hasil penelitian diduga bahwa kerang yang berada pada air yang mengandung logam berat Cd, Hg dan Pb pada konsentrasi 0.115 ppm sampai dengan 0.1341 ppm untuk Hg, 1.3086 ppm sampai dengan 1.4273 ppm untuk Cd dan 1.3175 ppm sampai dengan 1.4338 ppm Pb akan mengalami degenerasi pada sel- selnya yang ditandai dengan adanya fase pelemakan pada sel epitelnya dan terjadinya piknosis pad sel, baik pada sel epitel ataupun pada sel jaringan penyokong. Berdasarkan penelitian Hughes, dkk (1979) dalam Darmono (2001), menyatakan bahwa morfologi insang ikan salmon akan mengalami hipoksia (karena kesulitan mengambil oksigen terlarut) sehingga terjadi penebalan pada sel epitel insang, yang mengakibatkan ikan kurang mampu berenang yang diekspos dengan nikel berdosis 3,2 mg/l. sedangkan ikan Fundulus heteroclitus yang diekspos 50 mg/l kadmium selam 20 jam didapati insang mengalami heperplasia pada bagian lamela dan interlamela epitel filamen. 104 Logam klas B sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen, sehingga ikatan logam klas B tersebut sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan juga metabolisme terhadap sel. Enzim yang sangat berperan dalam insang ikan dan hewan air lainnya adalah enzim karbonik anhidrase dan transport ATP ase. Karbonik anhidrase adalah adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi asam karbonat. Apabila ikatan Zn tersebut diganti dengan logam lain, maka fungsi enzim karbonik anhidrase tersebut menurun, atau bahkan tidak berfungsi. Dengan tidak berfungsinya enzim dalam insang, akan mengakibatkan terganggunya pula fungsi insang sebagai alat respirasi (Darmono, 2001). Di dalam sel jaringan, karbon dioksida terbentuk dari hasil reaksi oksigen dengan berbagai bahan makanan. Karbon dioksida tersebut kemudian mamasuki kapiler jaringan dan ditranspor oleh darah kembali ke insang. Sebagian kecil karbon dioksida diangkut dalam keadaan terlarut ke insang atau paru-paru, selebihnya ditranspor dalam bentuk ion bikarbonat. Karbon dioksida terlarut dalam darah bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat, dibantu oleh enzim karbonik anhidrase, yaitu enzim yang mengandung unsur logam berat Zn. Di dalam sel darah merah. Enzim tersebut mengkatalis reaksi antara karbon dioksida dan air, sehingga mempercepat reaksi ini kira-kira 5000 kali lipat. Dalam seperkian detik berikutnya, asam karbonat yang dibentuk dalam sel darah merah berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan bikarbonat. Sebagian besar ion hidrogen yang 105 dibentuk di dalam sel darah merah cepat bereaksi dengan hemoglobin, yang merupakan buffer asam basa yang kuat (Fujaya, 2004). Palar (1994), meyatakan bahwa enzim-enzim yang memiliki ion-ion logam sebagai pusat aktifnya cenderung untuk bersifat labil. Hal ini disebabkan ion-ion logam yang terdapat dalam suatu gugus enzim seringkali dapat digantikan oleh ion-ion logam-logam yang lain yang ikut masuk dalam tubuh. Ternyata kemudian ion-ion logam yang masuk menggantikan ion logam yang seharusnya berperan, telah menjadikan penyebab terhalangya kemampuan kerja dari enzim terkait. Dengan demikian suatu proses tidak dapat berjalan sempurna atau bahkan tidak berjalan sama sekali. Sehingga apabila logam berat Zn yang terdapat dalam enzim karbonik anhidrase digantikan oleh logam yang lain maka proses katalisasi reaksi antara karbon dioksida dan air tidak akan terjadi sehingga sehingga tidak akan terbentuk asam karbonat di dalam sel darah merah, begitu juga tidak akan terjadi disosiasa asam karbonat menjadi hidrogen dan bikarbonat. Dengan demikian maka akan terjadi ketidak seimbangan konsentrasi oksigen, karbon dioksida dan hidrogen dalam tubuh. Karbon dioksida dalam tubuh akan lebih banyak karena terjadinya kegagalan dalam proses katalisasi. Fujaya (2004), menyatakan bahwa dengan semakin meningkatnya karbon dioksida atau ion hidrogen menyebabkan penurunan pH darah. Bila terjadi hal tersebut, ventilasi atau kegiatan pernapasan akan ditingkatkan, demikian pula penurunan konsentrasi oksegen akan meningkatkan ventilasi. 106 Dengan demikian kemungkinan ikan dan hewan air lainnya akan mengalami hipoksia karena kesulitan mengambil oksigen dari air sehingga terjadi penebelan pada sel epitel insang, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya degenerasi atau pelemakan pada sel epitel insang, yang mengakibatkan ikan kurang mampu berenang. Selain itu kemungkinan juga akan terjadi heperflasia pada bagian lamela dan interlamela pada epitel filamen. Hal tersebut disebabkan karena adanya cairan yang melebihi tapal batas semestinya. Selain itu juga kemungkinan akan terjadi hipertrofi filamen (pertumbuhan yang tidak normal karena unsur-unsur jaringan yang membesar) insang, kemungkinan hal tersebut terjadi karena kerja insang yang tidak semestinya. Unsur-unsur logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg) dan kadmium (Cd) menyerang ikatan-ikatan belerang dalam enzim-enzim sehingga enzim yang bersangkutan menjadi tidak berfungsi. Gugus-gugus protein, asam karboksilat dan amino juga diserang oleh logam-logam berat. Ion-ion Cd, Cu dan Hg terikat pada sel-sel membran yang menyebabkan terhambatnya proses-proses transport di dalam sel (Rukaesih 2004), hal tersebut diakibatkan karena semipermeabelitas membran mengalami kerusakan, selain itu karena sifat dari logam berat yang hidrofobik sehingga mudah untuk melewati membran sel. Akibat peristiwa ini menyebakan keluarnya metabolit penting bagi sel seperti enzim, protein, air, karbohidrat dan ion-ion organik, hal ini mengakibatkan bahan-bahan yang dibutuhkan 107 untuk kelangsungan hidup sel tidak terpenuhi, sehingga kelangsungan hidup sel akan terganggu atau bahkan bisa mengakibatkan kematian sel. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Pelczar dan Chan (1988) bahwa kerusakan membran sel dapat menghambat masuknya zat-zat ke dalam sel, dan zat-zat dalam sel seperti ion organik, enzim dan asam amino dapat keluar dari sel. Enzim yang keluar dari sel bersama zat-zat tersebut maka akan menghambat metabolisme sel, hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya kematian sel. Ochiai (1977), dalam Palar (2004) mengelompokkan mekanisme keracunan oleh logam ke dalam tiga katagori yaitu: 1. Memblokir atau menghalangi kerja gugus fungsi biomelokul yang esensial untuk proses biologi, seperti protein dan enzim. 2. Menggantikan ion-ion logam esensial yang terdapat dalam molekul terkait. 3. Mengadakan modifikasi atau perubahan bentuk dari gugus-gugus aktif yang dimiliki oleh biomolekul. Di duga bahwa logam berat yang ada dalam tubuh kerang bulu yang berada di pantai Lekok Pasuruan telah memblokir atau menghalangi kerja gugus fungsi biomolekul yang esensial untuk proses biologi yang berupa enzim yang mengandung unsure logam berat Zn dan menggantikan ion logam esensial (Zn) yang berguna di dalam proses yang terjadi didalam insang sehingga mengakibatkan terjadinya degenerasi pada insang kerang bulu (Anadara antiquata). 108 Gambaran degenerasi insang dan tingginya konsentrasi logam berat dalam sampel kerang bulu, sedimen dan air laut, menunjukkan bahwa kondisi perairan di stasiun 2 telah mengalami pencemaran oleh logam berat Hg, Cd dan Pb. Kerang bulu yang hidup di stasiun 2 mempunyai peluang untuk mengkonsentrasi dan mengakumulasi logam berat Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 1 dan 3. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa konsentrasi logam berat Hg, Cd dan Pb sebesar: 0.1153 ppm, 1.30867 ppm dan 1.3173 ppm pada air laut dimungkinan telah dapat menyebabkan degenarasi pada insang kerang bulu yang hidup pada daerah cemaran logam berat tersebut.
109 DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2003. Ikan Sebagai Alat Monitor Pencemaran. Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Di ambil melalui htt: library.usu.ac.id.
Anonymous. 2002. Hutan Bakau Hilang Minamata Datang. Ecological Observation and Wetland Cconsevation. Lembaga Kajian Ekologi dan Konsevasi Lahan Basah.
Anonymous, 2006. Periodic Table: Cadmium. Di ambil melalui htt: www.chemicalelements.com/elements/cd.html.
Brotowidjoyo, Mukayat D.dkk.1995. Pengantar Lingkungan Perairan Dan Budaya Air. Liberty. Yogyakarta.
Bowono,Dwi,Ibnu,dkk. 2002. Upaya Penurunan Kandungan Logam Berat Hg (Merkuri) dan Timbal (Pb) Dengan Konsentrasi Dan Waktu Perendaman Na2 CaEDTA Yang Berbeda. Jurusan Perikanan Universitas Padjajaran. Bandung.
Cakrawala. 2005. 24 Februari. Bioindikator Pencemaran Bahan Kimia.
Connel. D. W. and Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Universitas Indonesia. Jakarta.
Connel. D. W. and Miller. 2006. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Universitas Indonesia. Jakarta.
Darmono. 2001. Lingklungan Hidup Dan pencemaran, Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI Press. Jakarta.
Darmono MSC. Toksikologi Logam Berat. Di ambil melalui htt/www.geocities.com.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air Dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Harizal. 2006. Studi Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Kerang Hijau (Perna Viridis l) Sebagai Bio Monitoring Pencemaran Di perairan Pantai 113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulakan sebagai berikut: 1. Terjadi pencemaran logam berat Hg, Cd dan Pb di perairan pantai Lekok Pasuruan, dengan tingkat pencemaran polusi sedang, karena kandungan logam berat Hg, Cd dan Hg sudah melampaui batas ketentuan dalam perairan tetapi masih mempunyai selisih yang tidak begitu jauh. 2. Adanya perbedaan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut, sedimen, dan kerang bulu (Anadara antiquata). Kandungan logam berat Hg antara sedimen dengan air laut dan kerang bulu menunjukkan perbedaan, tetapi kandungan logam berat Hg antara air laut dan kerang bulu tidak menunjukkan perbedaan. Kandungan logam berat tetinggi adalah pada sedimen, kemudian pada kerang bulu dan air laut. 3. Adanya perbedaan kandungan logam berat antara ke tiga stasiun pengamatan. Kandungan logam berat tertinggi pada stasiun dua, kemudian diikuti stasiun satu dan yang terendah pada stasiun tiga. 114 4. Adanya hubungan peningkatan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada sedimen dan air laut dengan kandungan logam berat pada kerang bulu. Peningkatan kandungan logam berat pada sedimen dan air laut mempengaruhi terhadap peningkatan kandungan logam berat pada kerang bulu (Anadara antiquata). 5. Terjadi degenerasi pada mikroanatomi insang kerang bulu (Anadara antiquata) yang diduga disebabkan oleh akumulasi logam berat pada tubuh kerang bulu (Anadara antiquata) 5.2 Saran 1. Penulis menyarankan bagi masyarakat yang mengkonsumsi hasil perikanan dari pantai Lekok Pasuruan untuk berhati-hati. Karena kandungan logam berat Hg dan Cd pada kerang bulu telah melampaui ambang batas toleransi untuk layak dikonsumsi menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No.03725/B/Sk/VII/89. 2. Perlu kiranya di lakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan profil kandungan logam berat dalam kerang bulu (Anadara antiquata) selama tiga bulan ke depan, untuk mengetahui fluktuasi logam berat berat pada air laut, sedimen dan kerang bulu. Mengingat logam tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. 3. Perlu adanya penelitian lanjutan pengamatan mikroanatomi kerang bulu dengan menggunakan organ selain insang. 4. Perlu adanya penanaman mangrove yang lebih banyak di pinggir pantai untuk mengurangi pencemaran logam berat. 111 Pencemaran Lingkungan On Line. 2006. 27 Januari. Pencemaran Udara dan pencemaran Air.
Pleczer, Micheil J dan Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi (Jilid 2). Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Prayitno, S.T, Susanto dan S.S. Yuwono. 2000. Kupang Dan Produk Olahannya. Pusat Kajian Makanan Tradisional (PKMT). Lembaga penelitian Brawijaya. Malang.
Republika. 2004. 25 Mei. Pencemaran teluk Jakarta.
Sastrawijaya. A, Tresna. 2000. Pencemaran lingkungan. Rieneke Cipta. Jakarta.
Sartika. A. 2002. Profil Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) Dan Tembaga (Cu) Dalam Kupang Beras (Tellina versicolor) (Studi Kasus Pada Kupang Beras Yang Dipasarkan Di Keraton Pasuruan). Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Sinar Harapan. 2001. Logam Berat Picu Kanker Prostate.
Suhendryatna. 2001. Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Mikroorganisme Suatu Kajian Kepustakaan (Heavy Metal Bioremeval By Micriorganisme: A Literatur Study). Di Sampaikan Pada Seminar On-Air Bioteknologi Untuk Indonesia Abad 21, 1-14 Februari 2001, Seminar Forum PPI Tokyo Institute Of Technology.
Steel Robert G.D. Torie James.1991. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometric. PT Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta.
Umar. M. Tauhid. 2001. Kandungan Lpgam Berat Tembaga (Cu) Pada Air, Sedimen, Dan Kerang Marcia Sp Di Teluk Parepare Sulawesi Selatan. Di ambil malalui htt/: pascaunhas.net.
Widodo, Arief. 2006. Studi Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Organisme Kerang Putih (Corbula faba) dan Kerang bulu (Anadara antiquate) Sebagai Biomonotorning Pencemaran Lingkungan Di Muara 112 Sungai Rejoso Kabupaten Pasuruan. Laporan Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Brawijaya. Malang.
Wijani.Ir. 1990. Plathyhelminthes, Nemerteans, Aschelminthes, Mollusca. Diktat Kuliah Avertebrata Air I. Fakultas Perikanan Unibraw. Malang.
Wikipedia Indonesia. 2006. Pencemaran. Di ambil melalui htt:/id.wikipedia.org./wiki/pencemaran.
Wulandari T.R. 2002. Penggunaan Kerang Darah (Anadara Granosa l) Untuk Memonitor Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) di Muara Gisikcemedi Kecamatan Sedati Kabupaten Sedati kabupaten Sidoarjo. Laporan Skripsi. Manajemen sumber daya perairan Universitas Brawijaya. Malang.
Yanney. 2001. Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung
110 Banyu Urip Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Laporan Skripsi. Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Brawijaya. Malang.
Hidayat K.S. 2003. Survey Kadar Logam Berat Pb dan Cd Pada Kerang Bulu (Anadara antiquate) Di Pantai utara kabupaten Pasuruan Dan Probolinggo Jawa Timur. Laporan Skripsi. Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Brawijaya. Malang.
Ibrahim, dkk. 1998. Kandungan polutan Logam Berat Pb dan Cu dalam Tubuh Hewan Kupang Dari Pantai Utara Surabaya dan Sidoarjo Jawa Timur. Dosen Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang.
Kompas On Line. 1997. 11 September. Pencemaran Lingkungan Mengancam Keamanan Pangan.
Nybakken James W. 1998. Biologi Laut, suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta.
Mansyur, dkk. 2002. Toksikologi Dan Absorbsi Agen Toksis. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Di ambil melalui http/library.usu.ac.id.
Mulayanto dan Zakiyah Umi.1997. studi Tentang Konsentrasi Raksa (Hg) dan hubungannya dengan Kondisi Insang Kerang Bulu Di Perairan pantai Kenjeran Surabaya. Fakultas Perikanan Unibraw Malang.
Mulyanto, dkk.1992. Monitoring Pencemaran Logam Berat Raksa (Hg), Kadmium (Cd), dan Timbal (Pb) di Perairan Pantai Utara Jawa Timur. Laporan P4M No: 129/P4M/DPPML/L-331/PSL/1992. PSLH UNIBRAW. Malang
Palar, Heryando. 1994. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Rieneka Cipta. Jakarta.
Pagoray, Henny. 2001. Kandungan Merkuri Dan Cadmium Sepanjang Kali Donan Kawasan Industri Cilacap. Di ambil melalui htt/: www.unmul.ac.id.
115 Lampiran 1. Hasil Analisis Kimia Kandungan Logam Berat Hg, Cd Dan Pb Pada Air Laut, Sedimen Dan Kerang Bulu (Anadara antiquata) Di Perairan Pantai Lekok Pasuruan
Total Hg (ppm) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Sampel 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Air laut 0.117 0.109 0.120 0.124 0.130 0.127 0.112 0.195 0.095 Kerang 0.879 0.793 0.895 0.961 0.998 0.961 0.789 0.815 0.788 Sedimen 16.584 16.186 17.390 18.936 19.41 19.96 18.044 17.897 17.97 Cd (ppm) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Sampel 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Air laut 1.37 1.292 1.264 1.43 1.448 1.404 1.354 1.336 1.316 Kerang 2.877 2.867 2.807 2.979 3.08 2.966 2.862 2.790 2.756 Sedimen 17.409 17.394 16.925 19.17 19.876 17.724 17.406 16.608 14.53 Pb (ppm) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Sampel 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Air laut 1.24 1.270 1.442 1.408 1.435 1.457 1.328 1.321 1.316 Kerang 1.556 1.534 1.623 1.678 1.641 1.676 1.328 1.321 1.316 Sedimen 28.613 30.328 31.042 32.425 32.205 32.703 28.786 27.787 27.66
116 Lampiran 2: Perhitungan Anova Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb Pada Sedimen, Kerang Bulu (Anadara antiquata) dan Air Laut.
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors 9 9 9 9 9 9 1 2 3 linkungan 1 2 3 stasiun N
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: hg 2939.484 a 5 587.897 1536.449 .000 1847.706 2 923.853 2414.459 .000 4.125 2 2.062 5.390 .012 8.418 22 .383 2947.902 27 Source Model linkungan stasiun Error Total Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .996) a.
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors 9 9 9 9 9 9 1 2 3 linkungan 1 2 3 stasiun N
117 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: cd 2836.687 a 5 567.337 905.003 .000 1420.097 2 710.048 1132.653 .000 4.745 2 2.372 3.784 .039 13.792 22 .627 2850.479 27 Source Model linkungan stasiun Error Total Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .994) a.
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors 9 9 9 9 9 9 1 2 3 linkungan 1 2 3 stasiun N
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pb 8169.571 a 5 1633.914 1274.815 .000 4890.312 2 2445.156 1907.764 .000 12.369 2 6.185 4.825 .018 28.197 22 1.282 8197.768 27 Source Model linkungan stasiun Error Total Type II Sum of Squares df Mean Square F Sig. R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .996) a.
Keterangan: Lingkungan 1 : Air Lingkungan 2 : Kerang Lingkungan 3 : Sedimen Stasiun 1 : Stasiun 1 Stasiun 2 : Stasiun 2 Stasiun 3 : Stasiun 3
118 Lampiran 3: Perhitungan Uji Jarak Duncan Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb Pada Sedimen, Kerang dan Air Laut
Post Hoc Tests
Lingkungan
Homogeneous Subsets hg Duncan a,b 9 .12544 9 .87744 9 18.03789 1.000 1.000 1.000 linkungan 1 2 3 Sig. N 1 2 3 Subset Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .383. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. a. Alpha = .05. b.
Stasiun
Homogeneous Subsets
hg Duncan a,b 9 5.89311 9 6.30056 6.30056 9 6.84711 .176 .074 stasiun 1 3 2 Sig. N 1 2 Subset Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .383. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. a. Alpha = .05. b.
119
hg Duncan a,b 3 .11533 3 .12700 3 .13400 3 .79733 3 .85600 3 .97900 3 16.70800 3 17.97033 3 19.43533 .937 .446 1.000 1.000 1.000 linkungan 1.1 1.2 1.3 2.3 2.1 2.2 3.1 3.3 3.2 Sig. N 1 2 3 4 5 Subset Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .073. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. a. Alpha = .05. b.
Post Hoc Tests
Lingkungan
Homogeneous Subsets cd Duncan a,b 9 1.35711 9 2.88711 9 17.44944 1.000 1.000 1.000 linkungan 1 2 3 Sig. N 1 2 3 Subset Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .627. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. a. Alpha = .05. b.
120 stasiun
Homogeneous Subsets cd Duncan a,b 9 6.77344 9 7.13389 7.13389 9 7.78633 .345 .094 stasiun 3 1 2 Sig. N 1 2 Subset Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .627. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. a. Alpha = .05. b.
cd Duncan a,b 3 1.30867 3 1.33533 3 1.42733 3 2.80267 3 2.85033 3 3.00833 3 16.18233 3 17.24267 3 18.92333 .828 .707 .052 1.000 linkungan 1.1 1.3 1.2 2.3 2.1 2.2 3.3 3.1 3.2 Sig. N 1 2 3 4 Subset Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .388. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. a. Alpha = .05. b.
121 Post Hoc Tests
Lingkungan
Homogeneous Subsets pb Duncan a,b 9 1.35744 9 1.61000 9 30.03200 .641 1.000 linkungan 1 2 3 Sig. N 1 2 Subset Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.282. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. a. Alpha = .05. b.
stasiun
Homogeneous Subsets pb Duncan a,b 9 10.19100 9 10.96089 10.96089 9 11.84756 .163 .111 stasiun 3 1 2 Sig. N 1 2 Subset Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.282. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. a. Alpha = .05. b.
122 pb Duncan a,b 3 1.31733 3 1.32167 3 1.43333 3 1.57100 3 1.59400 3 1.66500 3 27.65733 3 29.99433 3 32.44433 .524 1.000 1.000 1.000 linkungan 1.1 1.3 1.2 2.1 2.3 2.2 3.3 3.1 3.2 Sig. N 1 2 3 4 Subset Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type II Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .341. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. a. Alpha = .05. b.
Keterangan: 1.1 : Air Laut Pada Stasiun 1 1.2 : Air Laut Pada Stasiun 2 1.3 : Air Laut Pada Stasiun 3 2.1 : Kerang Pada Stasiun 1 2.2 : Kerang Pada Stasiun 2 2.3 : Kerang Pada Stasiun 3 3.1 : Sedimen Pada Stasiun 1 3.2 : Sedimen Pada Stasiun 2 3.3 : Sedimen Pada Stasiun 3