Anda di halaman 1dari 122

1

STUDI PENCEMARAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd), MERKURI


(Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA AIR LAUT, SEDIMEN DAN KERANG
BULU (Anadara antiquata) DI PERAIRAN PANTAI LEKOK PASURUAN





SKRIPSI





Oleh :

KHAINA RINDA FITRIYAH
02520019










JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MALANG
2007




2
STUDI PENCEMARAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd), MERKURI
(Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA AIR LAUT, SEDIMEN DAN KERANG
BULU (Anadara antiquata) DI PERAIRAN PANTAI LEKOK PASURUAN




SKRIPSI







Diajukan kepada:
Universitas Islam Negeri Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)








Oleh :

KHAINA RINDA FITRIYAH
NIM : 02520019







JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG
2007




3
ABSTRAK

Rinda .Fitriyah. Khaina. 2007. Studi Pencemaran Logam Berat Kadmium
(Cd), Merkuri (Hg) dan Timbal (Pb) Pada Air Laut, Sedimen dan
Kerang Bulu (Anadara antiquata) Di Perairan Pantai Lekok
Kabupaten Pasuruan
Pembimbing : Dra. Retno Susilowati, M.Si

Kata Kunci : Pencemaran, Kerang bulu (Anadara antiquata), Logam berat

Laut merupakan tempat bermuaranya berbagai saluran sungai yang
membawa zat-zat pencemar yang berasal dari berbagai aktivitas manusia baik dari
limbah pabrik atau industri ataupun sampah rumah tangga. Salah satu bahan
pencemaran yang berbahaya adalah logam berat Hg, Cd dan Pb yang dapat
terakumulasi dalam hewan perairan termasuk kerang bulu yang akhirnya akan
sampai kepada manusia dan membahayakan manusia karena logam berat bersifat
racun.
Penelitian ini bersifat diskriptif ekspo defacto yang bertujuan untuk
mengetahui pencemaran logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu (Anadara
antiquata), sedimen dan air laut. Pengambilan sampel dilaksankan di pantai
Lekok Pasuruan. Analisis kimia kandungan logam berat dan pembuatan preparat
insang kerang bulu dilakukan di Laboratorium Kimia dan Biologi Universitas
Muhammadiyah Malang. Penelitian terdiri dari 3 stasiun pengamatan, setiap
stasiun pengamatan terdiri dari 3 titik pengambilan sampel. Analisis kandungan
logam berat mengguanakan metode gravimetry. Data yang diperoleh dalam
penelitian dianalisis menggunakan Anova dan Uji lanjut Menggunakan Uji Jarak
Duncan dan Regresi. Data mikroanatomi insang yang diperoleh dibandingkan
dengan gambar insang yang normal.
Hasil analisis Anova menunjukkan adanya perbedaan kandungan logam
berat Hg, Cd dan Pb pada air laut, sedimen dan kerang serta adanya perbedaan
kandungan Hg, Cd dan Pb di setiap stasiun pengamatan. Hasil Uji Jarak Duncan
menunjukkan bahwa kandungan logam berat tertinggi terdapat pada sedimen, dan
terendah pada air laut. Selain itu didapatkan hasil bahwa kandungan logam berat
tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 3. Kandungan Hg
terendah pada air laut , sedimen dan kerang bulu berturut-turut adalah sebesar
0.1153 ppm, 17.97033 ppm dan 0.79733 ppm. Kandungan Cd terendah pada air
laut , sedimen dan kerang bulu berturut-turut adalah sebesar 1.308 ppm, 16.182
ppm dan 2.802 ppm. Kandungan Pb terendah pada air laut , sedimen dan kerang
bulu berturut-turut adalah sebesar 1.308 ppm, 27.657 ppm dan 1.5710 ppm
Kandungan logam berat tersebut telah melampau ambang batas ketentuan yang
ditetapkan oleh WHO ataupun oleh POM No.03725/B/SK/VII/89 kelayakan
bahan pangan dan kehidupan diperairan. Hasil analisis Regresi menunjukkan
adanya hubungan antara kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada sedimen dan
air laut terhadap kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu. Hasil
pengamatan mikroanatomi insang menunjukkan adanya degenerasi pada insang
kerang bulu yang hidup di perairan pantai Lekok Pasuruan.
4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Laut merupakan tempat bermuaranya berbagai saluran sungai. Dengan
demikian laut menjadi tempat terkumpulnya zat-zat pencemar yang dibawa
aliran air. Banyak industri atau pabrik yang membuang limbah industrinya
ke sungai tanpa penanganan atau mengolah limbah terlebih dahulu dan juga
kegiatan rumah tangga yang membuang limbahnya ke sungai. Limbah-
limbah ini terbawa ke laut dan selanjutnya mencemari laut (Yanney, 1990).
Pencemaran adalah perubahan sifat fisika, kimia, dan biologi yang
tidak dikehendaki pada tanah, udara, dan air. Perubahan tersebut dapat
menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia atau organisme lainnya.
Pencemaran terjadi apabila terdapat ganguan dalam daur materi yaitu
apabila laju produksi suatu zat melebihi laju pembuangan atau penggunaan
zat tersebut (Anonymous, 2001). Pencemaran merupakan penambahan
bermacam-macam bahan sebagai aktivitas manusia ke dalam lingkungan
yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungannya.
Organisme yang mengalami dampak secara langsung dari pengaruh
limbah atau pencemaran terhadap badan air adalah organisme yang
tergolong dalam kelompok akuatik. Apabila suatu limbah yang berupa
bahan pencemar masuk kesuatu lokasi maka akan terjadi perubahan pada
lokasi tersebut, perubahan dapat terjadi pada organisme yang hidup pada
5
lokasi serta lingkungan yang berupa faktor kimia dan fisika (Anonymous,
2003). Kondisi alam sebenarnya dalam keseimbangan yang beraturan,
membentuk mata rantai yang berhubungan satu sama lainnya, sehingga
apabila salah satu komponennya terganggu maka akan berpengaruh pada
komponen yang lainnya.
Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang berbahaya
karena bersifat toksik jika dalam jumlah besar dan dapat mempengaruhi
berbagai aspek dalam perairan baik aspek ekologis maupun aspek biologi
(Umar, 2001). Logam-logam yang mencemari perairan laut banyak jenisnya,
diantaranya yang cukup banyak adalah kadmium (Cd) dan logam timbal
(Pb). Kedua logam tersebut bergabung bersama dengan merkuri (Hg)
sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi
pada kesehatan manusia, selain itu ketiga logam tersebut yang paling sering
ditemukan sebagai bahan pencemar logam yang ada di alam
(Suhendrayatna, 2001).
Pengaruh pencemaran lingkungan Pb, Hg dan Cd terhadap kehidupan
hewan atau manusia tergantung pada jenis dan tingkat pencemaran yang
terjadi secara akut, sub akut atau kronis. Akibat akut pencemaran
lingkungan pada umumnya berupa gangguan fungsi atau kerusakan sel,
organ atau jaringan, disamping menimbulkan gangguan pada sistem
informasi pada pembelahan sel, baik somatik maupun generatif (Ngatidjan,
1991 dalam Mulyanto Zakiyah, dan Umi, 1997).
6
Pencemaran logam berat timbal (Pb), merkuri (Hg) dan kadmium (Cd)
yang dihasilkan perusahaan industri, sekarang telah menyatu dengan laut
Jawa, sebelah timur Surabaya. Akibat dari pencemaran itu, ikan dan kerang
dari laut tidak layak untuk dikonsumsi (Daud SKM, 1996 dalam Ananto,
2002). Temuan tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Surabaya dimana kawasan pantai
Kenjeran pada September menunjukkan kandungan merkuri, tembaga dan
timbal dalam tubuh ikan-ikan melebihi ambang batas kesehatan untuk
dikomsumsi (Ananto, 2002).
Selain di kawasan pantai Kenjeran Surabaya, tidak menutup
kemungkinan terjadi kontaminasi logam berat di pantai-pantai lain yang
sungainya bermuara di Selat Madura. Sungai Berantas merupakan salah satu
sungai yang bermuara di selat madura. Sungai berantas yang mempunyai
hulu di wilayah Brantas mengalir melewati daerah-daerah yang berada di
Jawa Timur diantaranya Kabupaten Blitar, Tulungagung, Kediri, Nganjuk,
Jombang, Mojokerto dan berakhir di sungai Porong Sidoarjo dan sungai
Mas di Surabaya yang bermuara di Selat Madura (Hidayat, 2003). Seperti
diketahui kota-kota tersebut terutama Mojokerto dan Sidoarjo merupakan
daerah padat industri. Sebagian besar industri di sekitar sungai Brantas
secara langsung atau tidak langsung akan membuang limbahnya ke sungai
tersebut. Limbah industri tersebut kemungkinan mengandung logam berat
terutama Cd, Hg dan Pb, sehingga kemungkinan akan mencemari Kabupaten
yang terletak di bagian selatan Selat Madura adalah besar kemungkinannya
7
adalah Kabupaten Pasuruan. Apabila dilihat dari peta Jawa Timur,
Kabupaten Pasuruan terletak pada cekungan dan merupakan daerah yang
terdekat dengan wilayah sungai Porong. Limbah yang terbawa dari sungai
Porong ke laut kemungkinan akan masuk ke wilayah pantai dan sungai-
sungai yang ada di Kabupaten Pasuruan, di antaranya adalah perairan pantai
Lekok Pasuruan yang merupakan salah satu penghasil kerang dan ikan yang
cukup besar di Kabupaten Pasuruan.
Perairan Pantai Lekok Pasuruan termasuk tiga pantai utama penghasil
ikan di Kabupaten Pasuruan selain pantai Keraton dan pantai Bangil. Di
sekitar pantai Lekok Pasuruan keadaannya sangat memperhatikan dalam hal
kebersihan, karena selain sebagai tempat pencarian ikan pantai Lekok oleh
masyarakat dijadikan pula sebagai TPA (tempat pembuangan akhir) sampah,
baik itu sampah organik maupun sampah anorganik yang tidak menutup
kemungkinan sampah-sampah tersebut mengandung logam berat terutama
logam berat Pb, Hg dan Cd, selain itu di pantai Lekok terdapat pabrik
PGLTU/pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan uap yang sebagian
besar bahan bakunya menggunakan Pb. Di pantai Lekok juga terdapat TPI
(Tempat Pelelangan Ikan) yang cukup besar, sehingga ikan-ikan dan kerang
yang dihasilkan oleh para nelayan di pantai Lekok akan menyebar kedaerah-
daerah lain selain Lekok, sehingga apabila ikan dan kerang tercemar yang
terkena dampaknya tidak hanya penduduk Lekok saja akan tetapi semua
yang mengkonsumsi hasil perikanan di pantai Lekok. Pantai Lekok
mendapat masukan dari sungai Rejoso serta beberapa anak sungai kecil
8
dimana di bagian sebelumnya terdapat pemukiman penduduk, kegiatan
industri dan pertanian yang membuang limbahnya kesungai yang akhirnya
akan sampai kelaut.
Untuk memeriksa kondisi suatu perairan apakah tercemar atau tidak
dapat digunakan bioindikator, artinya pemakaian organisme hidup sebagai
monitor pencemaran. Menurut Wardhana (2001) penggunaan organisme
sebagai monitor biologis petunjuk ada tidaknya kenaikan keadaan
lingkungan dari garis dasar, melalui analisis logam atau senyawa kimia
tertentu yang terdapat dalam hewan atau tanaman.
Logam berat yang ada dalam perairan akan mengalami proses
pengendapan dan akan terakumulasi dalam biota laut yang ada dalam
perairan baik melalui insang maupun melalui rantai makanan dan akhirnya
akan sampai pada manusia. Fenomena ini dikenal sebagai bioakumulasi atau
biomagnifikasi (Anonymous, 2001). Menurut Ananto (2002), jenis kerang-
kerangan merupakan jenis organisme khas yang dapat mengakumulasi
logam berat, dikarenakan kerang mempunyai mobilitas yang rendah
sehingga adanya logam berat di dalam tubuhnya dipandang dapat mewakili
keberadaan logam berat yang terdapat dihabitatnya. Maka berdasarkan
uraian di atas penelitian ini diberi judul Studi Konsentrasi Logam Berat
Kadmium (Cd), Merkuri (Hg) Dan Timbal (Pb) Pada Sedimen, Air
Laut dan Kerang Bulu (Anadara antiquata) Di Pantai Lekok Pasuruan


9
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tingkat pencemaran Cd, Hg dan Pb di perairan Pantai Lekok
dengan menggunakan kerang bulu sebagai indikator biologi.
2. Bagaimana hubungan antara konsentrasi Cd, Hg dan Pb didalam sedimen
dan air laut dengan konsentrasi Cd, Hg dan Pb di dalam tubuh kerang bulu
di Pantai Lekok Pasuruan.
3. Bagaimana pengaruh Cd, Hg dan Pb terhadap insang kerang bulu- yang
berada di Pantai Lekok Pasuruan.

1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat pencemaran Cd, Hg dan Pb di perairan pantai
Lekok Pasuruan dengan menggunakan Kerang bulu sebagai indikator
biologi
2. Untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi Cd, Hg dan Pb didalam
sedimen dan air laut dengan konsentrasi Cd, Hg dan Pb di dalam tubuh
kerang bulu di Pantai Lekok Pasuruan.
3. Adakah pengaruh Cd, Hg dan Pb terhadap insang kerang bulu yang berada
di Pantai Lekok Pasuruan.

1.4 Hipotesa Penelitian
1. Adanya pencemaran logam berat Cd, Hg dan Pb di Pantai Lekok
Kabupaten Pasuruan.
10
2. Adanya hubungan antara konsentrasi Cd, Hg dan Pb pada air, kerang
bulu, dan sedimen.
3. Adanya pengaruh logam berat Cd, Hg dan Pb terhadap insang kerang bulu
yang berada di perairan Pantai Lekok Pasuruan.

1.5 Manfaat Penelitian
1. Dapat diketahui tingkat pencemaran Cd, Hg dan Pb di perairan pantai
Lekok Kabupaten Pasuruan.
2. Dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Dapat di ketahui kelayakan kerang yang hidup di perairan pantai Lekok
Kabupaten Pasuruan untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan.

1.6 Batasan Masalah
Untuk mendapatkan penelitian ini lebih terarah maka penelitian ini
perlu dibatasi sebagai berikut:
1. Logam berat adalah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram
atau lebih untuk setiap cm, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5
gram adalah logam ringan.
2. Logam berat Cd adalah logam yang masuk dalam kelompok logam-logam
golongan Transition Metal pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai
nomor atom (NA) 48 dengan bobot atom atau berat atom (BA) 112,411.
11
3. Logam berat Pb adalah logam yang termasuk dalam kelompok golongan
IV-A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82
dengan bobot atom atau berat atom (BA) 207,2.
4. Logam berat merkuri dilambangkan dengan Hg. Pada tabel periodik
masuk pada golongan transisi menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai
bobot atom (BA 200.59).
5. Bioindikator adalah petunjuk ada tidaknya kenaikan keadaan lingkungan
dari ambang batas ketentuan, melalui analisis logam atau kandungan
senyawa kimia tertentu yang terdapat pada hewan atau tanaman yang ada
di lingkungan.
6. Parameter yang diamati adalah tingkat pencemaran Cd, Hg dan Pb yang
berada di perairan pantai Lekok Kabupaten Pasuruan.






















12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran

2.1.1 Pengertian Pencemaran

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari
bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari
kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat
masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut
pada umumnya mempunyai sifat racun atau toksik yang berbahaya bagi
organisme. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian
menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 1994).
Dalam undang-undang lingkungan hidup dijelaskan bahwa suatu
tatanan lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila dalam tatanan
lingkungan hidup itu masuk atau dimasukkan suatu benda lain yang
kemudian memberikan pengaruh buruk terhadap bagian-bagian yang
menyusun tatanan lingkungan hidup itu sendiri, sehingga tidak dapat lagi
hidup sesuai dengan aslinya (Kristanto, 2002). Pada tingkat lanjutnya
bahkan dapat menghapuskan satu atau lebih dari mata rantai dalam tatanan
tersebut. Sedangkan suatu pencemar atau polutan adalah setiap benda, zat,
ataupun organisme hidup yang masuk dalam suatu tatanan alami dan
kemudian mendatangkan perubahan-perubahan yang bersifat negatif
terhadap tatanan yang dimasukinya (Palar, 1994).
13
Bila ditinjau dari asalnya, maka bahan pencemar yang masuk ke
ekosistem laut dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Berasal dari laut itu sendiri, misalnya pembuangan sampah air ballas dari
kapal, lumpur, buangan dari kegiatan pertambangan di laut.
2. Berasal dari kegiatan-kegiatan di daratan. Bahan pencemar dapat masuk
ke ekosistem laut melalui udara atau terbawa oleh air (sungai, sistem
drainase) (Kartawinata et al., 1997 dalam Harizal, 2006).
Dengan semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan
transportasi baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia,
industri logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka
semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara, dan tanah
akibat berbagai kegiatan tersebut.
Pada saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana-
mana dengan laju yang sangat cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam
lingkungan sudah semakin berat dengan masuknya limbah industri dari
berbagai bahan kimia termasuk logam berat. Pencemaran lingkungan dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu:
1. Pencemaran air
2. Pencemaran udara
3. Pencemaran tanah
Polusi air atau pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari
normal, bukan dari kemurniannya (Fardiaz, 2006). Pencemaran air terjadi
apabila ada perubahan dari segi kandungan, keadaan dan warna sehingga
14
tidak sesuai dan memberikan kesan yang buruk apabila digunakan
(Anonymous, 2006).
Pencemaran udara adalah terdapatnya gas, cair, atau zarah yang
terkandung di udara sehingga berlakunya perubahan dan merugikan
kehidupan atau bahan-bahan lain. Bahan-bahan tersebut terampai di udara
dan memberikan kesan negatif kepada manusia, tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Hal ini disebabkan bahan-bahan ini akan masuk ketubuh manusia
melalui parnafasan dan berupaya menyekat pengaliran oksigen ke dalam
saluran darah, yang bisa menyebabkan berbagai penyakit (Wikipedia
Indonesia, 2006). Ada tujuh bahan pencemar utama di udara yang terdiri
dari: partikulat, Sulfur Dioksida (SO2), ozone, Karbon monoksida (CO),
Nitrogen okside (NO), Hidrokarbon (HC) dan Timbal (Pb) (Pencemaran
Lingkungan On Line, 2006)
Tanah merupakan sumberdaya alam yang mengandung benda organik
dan anorganik yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Pencemaran
tanah dapat terjadi karena hal-hal dibawah ini. Pertama , pencemaran secara
langsung, misalnya karena menggunakan pupuk secara berlebihan,
pemberian pestisida atau insektisida, dan pembuangan limbah yang tidak
dapat dicernakan. Kedua, pencemaran dapat melalui air. Air yang
mengandung bahan pencemar akan mengubah susunan kimia tanah sehingga
mengganggu jasad yang hidup di dalam atau dipermukaan tanah. Ketiga,
pencemaran dapat juga melalui udara. Udara yang tercemar akan
15
menurunkan hujan yang mengandung bahan pencemar, akibatnya tanah akan
tercemar juga (Tresna, 2001).

2.1.2 Pencemaran Air
Pencemaran air berlaku apabila terjadi perubahan dari segi kandungan,
keadaan dan warna sehingga tidak sesuai dan memberikan kesan negatif
apabila digunakan. Pencemaran berpengaruh pada berbagai segi kehidupan
baik dari segi biologis, kimia dan fisika. Pencemaran air bukan hanya
berlaku di sungai tetapi di laut dan lainnya baik itu sengaja atau tidak
(Wikipedia Indonesia, 2006).
Menurut Fardiaz (1992), polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air
dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam
tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air
tercemar atau terpolusi.
Banyak penyebab pencemaran air, tetapi secara umum dapat
dikatagorikan sebagai sumber kontaminan langsung dan sumber kontaminan
tak langsung. Sumber kontaminan langsung meliputi efluen yang keluar dari
industri, TPA (tempat pembuangan akhir sampah) dan lain sebagainya.
Sumber kontaminan tak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan
air dari tanah, air tanah atau hujan. Tanah dan air mengandung sisa dari
aktivitas pertanian seperti pupuk dan pestisida, dari atmosfir juga berasal
dari manusia yaitu pencemaran udara yang mengahasilkan hujan asam
(Pencemaran Lingkungan Online, 2006 ).
16
Pencemar air dapat diklasifikasikan sebagai berikut: pencemar organik,
anorganik, radio aktif dan asam/basa. Saat ini hampir semua bahan
pencemar telah dikenal manusia, dan hampir 100.000 zat kimia telah
digunakan secara komersial, kebanyakan sisa zat dibuang kebadan air atau
air tanah. Seperti pestisida, deterjen, PCBS (polychloribnated phenols).
Untuk mengetahui apakah suatu air tercemar atau tidak, diperlukan
pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah
terjadi penyimpangan dari batas-batas polusi air. Indikator atau tanda bahwa
air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang
dapat diamati melalui:
1. Adanya perubahan suhu air
2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hydrogen.
3. Adanya perubahan bau, rasa dan warna air.
4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut.
5. Adanya mikroorganisme.
6. Meningkatnya radio aktif lingkungan (Wardhana, 1995).
Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut:
jumlah oksigen terlarut di dalam air akan menurun, kecepatan reaksi kimia
meningkat, kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu, dan jika batas
suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan
mati (Fardiaz, 1992).
Air yang mempunyai pH antara 6,5 sampai 8,6 mendukung populasi
ikan dalam kolam, yang berarti dapat disimpulkan bahwa kisaran pH
17
tersebut merupakan kisaran pH air yang normal (7-8). Pada umumnya jika
pH air itu kurang dari 7 dan lebih dari 8,6 kemungkinan ada pencemaran
seperti limbah bahan pabrik, rabuk, kertas, mentega, keju dan lain
sebagainya (Tresna, 2000).
Air normal yang dapat digunakan untuk suatu kehidupan pada
umumnya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Apabila air
mempunyai rasa (kecuali air laut) maka hal itu telah terjadi pelarutan sejenis
garam-garaman. Bila hal ini terjadi maka berarti juga telah terjadi pelarutan
ion-ion logam yang dapat mengubah konsentrasi ion hydrogen dalam air.
Adanya rasa pada air umumnya diikuti pula dengan perubahan pH air
(Wardhana, 1995).
Endapan dan koloid serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan
buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan industri yang
berbentuk padat kalau tidak dapat larut secara secara sempurna akan
mengendap di dasar sungai dan dapat larut sebagian menjadi koloidal.
Apabila endapan dan koloidal tersebut berasal dari buangan organik, maka
mikroorganisme dengan bantuan oksigen terlarut di dalam air akan
melakukan degradasi bahan organik tersebut sehingga menjadi bahan yang
lebih sederhana. Dalam hal ini kandungan oksigen yang terlarut di dalam air
akan berkurang sehingga organisme lain yang memerlukan oksigen akan
terganggu pula. Kalau bahan buangan industri berupa bahan anorganik yang
dapat larut maka air akan mendapatkan tambahan ion-ion logam yang
berasal dari bahan anorganik tersebut. Banyak bahan anorganik yang
18
memberikan ion-ion logam berat yang pada umumnya bersifat racun, seperti
Cd, Cr, Pb, Hg dan lain sebagainya (Wardhana, 1995).
Berbagai kuman penyebab penyakit pada makhluk hidup seperti
bakteri, virus, protozoa dan parasit sering mencemari air. Kuman yang
masuk ke dalam air tersebut berasal dari buangan limbah rumah tangga
maupun buangan dari industri peternakan, rumah sakit, tanah pertanian dan
lain sebagainya. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air ini disebut
Water-borne disease dan sering ditemukan pada penyakit tifus, korela, dan
disentri (Darmono, 2001).
Beberapa macam aktivitas yang merupakan sumber potensial
pencemaran radioaktif telah diketahui dan berperan dalam polusi
lingkungan, diantaranya yaitu: peleburan dan pengolahan logam untuk
memproduksi komponen radioaktif yang berguna, penggunaan bahan
radioaktif untuk senjata nuklir, penggunaan bahan radioaktif untuk
pengobatan, industri, dan penelitian (Fardiaz, 1992).
Pencemaran air berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air,
meracuni makanan hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau,
pengrusakan hutan akibat hujan asam dan lain sebagainya. Dalam
keseharian, kita dapat mengurangi pencemaran air dengan cara mengurangi
jumlah sampah yang kita buang setiap hari, mendaur ulang, mendaur pakai,
kita juga perlu memperhatikan bahan kimia yang kita buang dari rumah kita,
menjadi konsumen yang bertanggung jawab merupakan tindakan yang
bijaksana dan lain sebagainya (Pencemaran Lingkungan Online, 2006).
19
2.2 Logam Berat

2.2.1 Pengertian Logam Berat

Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram
atau lebih untuk setiap cm, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5
gram adalah logam ringan. Dalam tubuh makhluk hidup logam berat
termasuk dalam mineral trace atau mineral yang jumlahnya sangat sedikit.
Beberapa mineral trace adalah esensial karena digunakan untuk aktivitas
kerja sistem enzim misalnya seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), dan
beberapa unsur lainnya seperti kobalt (Co), mangan (Mn), dan beberapa
lainnya. Beberapa logam bersifat non- esensial dan bersifat toksik terhadap
makhluk hidup misalnya: merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb)
(Darmono, 2001).
Menurut Mulyanto dkk, 1993, dalam Hidayat, 2003 menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan logam berat adalah logam yang mempunyai
densitas > 5 gr/cm. Sifat dari logam berat yaitu beracun, terakumulasi
dalam tubuh organisme, sulit mengalami degradasi.
Logam dalam jaringan organisme akuatik dibagi menjadi dua tipe
utama, yaitu logam tipe klas A, seperti Na, K, Ca, dan Mg, yang pada
dasarnya bersifat elektrostatik dan pada larutan garam berbentuk ion
hidrofilik. Logam kelas B, seperti Cu, Zn, dan Ni, yang merupakan kovalen
dan jarang berbentuk ion bebas, disamping itu juga ada Cd, Hg, dan Pb yang
bersifat toksik. Metabolisme logam kelas B tersebut berbeda dengan kelas
A. Logam kelas B tersebut bila masuk ke dalam sel hewan biasanya selalu
20
proposional dengan tingkat konsentrasi logam dalam air sekitarnya,
sehingga logam dapat terikat dengan adanya ligan dalam sel (Mason, 1984,
dalam Darmono, 2001).
Keberadaan logam berat di lingkungan dapat berasal dari dua sumber.
Pertama berasal dari alam dengan kadar di biosfer yang relatif kecil.
Keberadaan logam berat secara alami tidak membahayakan lingkungan.
Kedua, dari antropogenik dimana keberadaan logam berat tersebut
diakibatkan oleh aktivitas manusia, misalnya limbah industri pelapisan
logam, pertambangan, cat, pembuangan zat kendaraan bermotor, serta
barang-barang bekas seperti baterai, kaleng dan lain sebagainya (Lubis dkk
dalam Hidayat 2003).

2.2.2 Pencemaran Logam Berat dan Ekosistem Perairan
Pecemaran logam berat di lingkungan alam merupakan suatu proses
yang erat hubungannya dengan penggunaan oleh manusia. Pada awal
digunakannya logam sebagai alat, belum diketahui pengaruh pencemaran
pada lingkungan. Pencemaran terjadi pada saat senyawa-senyawa yang
dihasilkan dari kegiatan manusia ditambahkan ke lingkungan, yang
menyebabkan perubahan yang buruk terhadap kekhasan fisik, kimia,
biologis dan estetika. Tentu saja, semua makhluk hidup bukan manusia juga
menghasilkan limbah yang dilepaskan ke lingkungan namun umumnya
dianggap bagian dari sistem ilmiah, apakah mereka memiliki pengaruh
buruk atau tidak.
21
Bedasarkan Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup
No. 02/MENKLH/1998. yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk
atau dimasukannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke
dalam air atau udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara
oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air atau udara
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya
(Kristanto, 2002).
Sedangkan menurut Tresna (2000) menyatakan, bahwa pencemaran
lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan,
sebagian besar karena tindakan manusia, disebabkan perubahan pola
penggunaan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahan-bahan fisika dan
kimia, dan jumlah organisme. Perubahan ini dapat mempengaruhi langsung
manusia, atau tidak langsung melalui air, hasil pertanian, perternakan,
benda-benda, dan prilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas.
Sedangkan yang dimaksud dengan pencemaran air adalah bila terdapat
benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan
sesuai dengan peruntukannya secara normal (Kristanto, 2002).
Kwalitas air di pengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor alami (yaitu,
iklim, musim, minerologi, dan vegetasi) dan faktor kegiatan manusia.
Bilamana air di alam (di sungai, danau, laut dan lain sebagainya) dikotori
sedemikan rupa oleh manusia, sedemikian rupa sehingga tidak memenuhi
syarat untuk suatu penggunaan yang khusus, maka disebut terkena
pencemaran (pollution) (Anonymous, 2003). Keadaan yang tercemar
22
tersebut akan menyebabkan terganggunya suatu faktor ekosistem kehidupan
manusia yaitu faktor kesehatan lingkungan yang mempengaruhi kehidupan
manusia itu sendiri.
Bahan pencemaran yang masuk ke dalam air dapat dikelompokkan
atas limbah organik, logam berat, dan minyak. Masing-masing kelompok ini
sangat berpengaruh terhadap organisme perairan. Logam berat merupakan
bahan pencemar yang paling banyak ditemukan di perairan akibat industri
dan limbah perkotaan (Anonymous, 2003).
Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni,
organik, dan anorganik. Secara alami siklus perputaran logam adalah, dari
kerak bumi, kemudian kelapis tanah, kemudian ke makhluk hidup, ke dalam
air, yang akhirnya mengendap dan kembali ke kerak bumi. Logam itu
sendiri di dalam kerak bumi di bagi menjadi logam makro dan logam mikro,
dimana logam - logam makro ditemukan lebih dari 1000 mg/kg dan logam
mikro jumlahnya kurang dari 500 mg/kg. Logam-logam makro yang
ditemukan yaitu Al, Fe, Ca, Na, K, Mg, dan Mn, sedangkan logam mikro
yang ditemukan antara lain Ba, Ni, Zn, Cu, Pb, U, Sn, Cd, Hg, dan Au
(Darmono, 1995, dalam Tri wahyuni 2004). Kandungan alamiah logam
tersebut akan terjadi perubahan tergantung pada kadar pencemaran manusia
dan faktor alam, misalnya erosi.
Keberadaan logam di badan perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan di antaranya adalah suhu, pH, dan salinitas (Palar, (1994).
Menurut Darmono, (1995) dalam Widodo, (2005) menyatakan bahwa
23
absorbsi logam berat oleh kerang paling efesien terjadi pada temperatur
30C daripada 20C pada logam Hg dan Cd, sedangkan logam Pb hanya
sedikit naik. Temperatur berpengaruh terhadap kelarutan merkuri di
perairan. Naiknya suhu disuatu perairan akan menyebabkan penurunan
konsentrasi Hg, karena senyawa Dimetil-Hg sangat mudah menguap ke
udara dengan adanya proses fisika di udara seperti cahaya (pada reaksi
fotolisa) sehingga akan terurai menjadi senyawa-senyawa metana, etana dan
logam HgO (Palar, 1994).
Palar (1994) menyatakan bahwa dalam lingkungan perairan, bentuk
logam antara lain berupa ion-ion bebas, pasangan ion organik, dan ion
komplek. Kelarutan logam dalam air di kontrol oleh pH air. Kenaikan pH
menurunkan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari
bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel
pada air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur.
Miller (1995), menyatakan bahwa kepekatan garam yang tinggi dapat
menurunkan kandungan logam dalam sedimen. Kenaikan salinitas
menyebabkan pH juga naik, sehingga kelarutan logam dalam air turun
karena kestabilan berubah dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang
membentuk ikatan dengan partikel pada badan perairan, sehingga
mengendap membentuk lumpur. Miller (1995) menjelaskan pula bahwa
pada kepekatan garam yang tinggi kation alkali dan alkalin dapat bersaing
untuk tempat penyerapan pada partikel padat dengan cara mengganti ion
logam yang telah diserap.
24
Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit sekali dalam air secara
alamiah, yaitu kurang dari 1 /I. Bila terjadi erosi alamiah, konsentrasi
logam tersebut akan meningkat. Dalam perairan laut dangkal di Teluk
Spencer, Australia, ditemukan konsenrasi kadmium dalam rumput laut dan
epiboata yang hidup disekitarnya cukup tinggi. Adanya konsentrasi Cd yang
tinggi mungkin berasal dari limbah organik dari rumput laut yang berada
dalam sedimen. Dalam hal ini rupanya rumput laut merupakan biota yang
pertama mengabsorpsi Cd terlarut dalam air yang kemudian di distribusikan
ke biota lainnya. Kadmium yang tinggi juga ditemukan dalam spesies hewan
laut lainnya yang hidup disekitar lokasi tersebut, yaitu molusca, krustacea,
dan ikan kecil. Sedangkan hewan jenis kerang yang hidup di dekat buangan
limbah dengan kandungan Cd dalam sedimen cukup tinggi, ditemukan
konsentrasi Cd yang rendah. Dari hal tersebut jelaslah bahwa sedimen saja
tidak dapat dipakai sebagai pedoman untuk mengetahui distribusi logam
secara biologik (Darmono, 2001).
Fenomena bioakumulasi (penimbunan) dan biomagnifikasi
(pelipatgandaan timbunan mengikuti tingkatan dalam rantai makanan)
senyawa pencemar dalam jaringan mahkluk hidup adalah kenyataan yang
telah diterima secara umum di kalangan peneliti toksikologi lingkungan.
Salah satu konsekuensi dari pelepasan dan penyebaran substansi pencemar
dilingkungan adalah penangkapan (uptake) dan penimbunan (accumulation)
oleh makhluk hidup mengikuti alur rantai makanan (food chain). Umumnya
relasi antara konsentrasi substansi pencemar di lingkungan dan di dalam
25
jaringan makhluk hidup dinyatakan dalam parameter faktor biokonsentrasi
(BCF= bioconcentration factor). Parameter ini merupakan nisbah antara
konsentrasi suatu senyawa di lingkungan dan konsentrasi senyawa yang
sama dalam jaringan makhluk hidup. Jika nilai BCF cenderung berlipat
ganda-seiring dengan peningkatan setiap arus rantai makan (trophic level)
maka dalam ekosistem telah berlangsung fenomena biomagnifikasi dari
senyawa pencemar tersebut. Fenomena biomagnifikasi ini tentu berimplikasi
kepada manusia, karena pada hampir semua rantai makan dalam ekosistem
manusia adalah pemegang posisi puncak trophic level. Sehingga manusia
adalah makhluk hidup yang memegang resiko biomagnifikasi yang paling
tinggi (Kompas, 1997).
Adapun kandungan logam dalam air sungai menurut standar Indonesia
yang dilaporkan oleh Palupi (1994), dalam Darmono, (2001) terlihat pada
tabel 2.1 dan tabel 2.2.

2.2.3 Mekanisme Penyerapan Logam Berat Pada Makhluk Hidup
Menurut Darmono (2001), Cakrawala (2005) logam masuk ke dalam
jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu melalui saluran
pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Absorbsi logam melalui
saluran pernafasan biasanya cukup besar, baik pada hewan air yang masuk
melaui insang maupun hewan darat yang masuk melalui debu di udara
kesaluran pernafasan.

26
Tabel 2.1 : Konsentrasi Beberapa Logam Dalam Air Laut Dan Air Sungai
Secara Alamiah
Logam Air Laut (g/L) Air Sungai (g/L)
Logam Ringan
(makro)

K 392. 000 2300
Na 10800.000 6300
Ca 411.000 15000
Mg 1290.000 4100
Logam berat
(mikro)

As 2, 2
Cd 0,11 tt
Cr 0,2 1
Cu 2 7
Fe 3,4 670
Pb 0,03 3
Hg 0,15 0,07
Ni 2,0 0,3
Ag 0,28 0,3
Zn 2,0 20
Waldichuk (1974), dalam Darmono (2001)

Tabel 2.2: Standar Konsentrasi Logam Dalam Air SungaiYang
Direkomendasikan
Logam Simbol Standar (mg/l)
Besi Fe 5,0
Mangan Mn 0,5
Kadmium Cd 0,01
Krom Cr 0,05
Nikel Ni 0,10
Timbal Pb 0,10
Seng Zn 5,0
Merkuri Hg 0,001
Palupi (1994), dalam Darmono (2001)

Absorbsi melalui saluran pencernaan hanya beberapa persen saja tetapi
jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar
walaupun absorbsinya relatif kecil. Dalam tubuh hewan, logam diabsorbsi
oleh darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan
27
ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam
organ detoksifikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Di dalam kedua jaringan
tersebut biasanya logam juga berkaitan dengan berbagai jenis protein baik
enzim maupun protein lain yang disebut metaloenzim.
Biasanya kerusakan jaringan oleh logam terdapat pada beberapa lokasi
baik tempat masuknya maupun tempat penimbunannya. Akibat yang
ditimbulkan dari toksisitas logam ini dapat berupa kerusakan fisik (erosi,
degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa gangguan fisiologik (gangguan
fungsi enzim dan gangguan metabolisme).
Adanya gangguan tersebut, sel akan mengalami kerusakan yang
tingkatannya berbeda-beda untuk jenis sel yang berbeda, meskipun
penyebabnya sama. Kerusakan sel ini akan diikuti oleh dua kemungkinan,
yang pertama adalah mengalami survival, namun akan tetap mengurangi
umur sel dan yang kedua, sel akan mengalami kematian, meskipun kelihatan
normal morfologinya.
Ogilivie (1951), dalam Mulyanto dan Zakiyah, Umi (1997)
menyatakan bahwa sel yang mengalami degenerasi akan mengalami fase
sebagai berikut:
1. Fase pembengkakan kabur, sel kelihatan membengkak termasuk
nukleusnya karena adanya cairan batas lebih, membuat mudah mengalami
disintegrasi bila terkena tekanan, mengandung banyak granula yang
berasal dari mitokondria, bentuknya irregurel, dan tidak merata.
28
2. Fase pelemakan. Di dalam sel terdapat akumulasi gumpalan lemak, yang
pada preparat dengan pewarnaan HE akan meninggalkan bulatan kosong
berwarna kuning kusam. Nukleus menghitam akibat adanya butiran kasar.
Basofil terkadang terdorong ketepi dinding sel oleh gumpalan lemak,
kromatin mengkerut (Piknosis).
3. Fase Nekrosis. Nukleus sel yang sudah mengalami piknosis berlanjut
mengalami karioreksis, yaitu pecahnya nukleus menjadi butir-butir kecil
hitam yang akhirnya mengalami proses kariolisis, yaitu hilangnya pecahan
nukleus tadi.
4. Fase kalsifikasi, fase ini terjadi setelah sel mati dan hancur biasanya akan
menjadi garam kapur. Satu-satunya jaringan yang mengikat garam kapur
ini adalah matriks kartilagenous. Kapur tersebut akan terdeposit secara
terus menerus pada jaringan sebagai akibat adanya penyakit.
Logam yang tidak esensial bereaksi pada tingkat yang bermacam-
macam dan cenderung berkumpul di dalam tubuh, karenanya, perolehan
logam dalam konsentrasi yang sangat rendah sekalipun tetapi secara terus
menerus akan menyebabkan pengaruh penurunan kesehatan yang dapat
mengakibatkan penyakit kronis (Cakrawala, 2005).

2.2.4 Logam Berat (Timbal) Pb

2.2.4.1 Karakteristik dan Manfaat Pb

Timbal atau Plumbub disimbulkan dengan Pb. Logam ini termasuk ke
dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur
29
kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA)
207,2. Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang
terdapat diseluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002% dari seluruh jumlah kerak
bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan
logam berat lainnya yang ada di bumi (Palar, 1994).
Senyawa Pb yang ada dalam badan perairan dapat ditemukan dalam
bentuk ion-ion divalent tetravalent (Pb, Pb4 ). Ion Pb divalent (Pb)
digolongkan ke dalam kelompok ion logam kelas antara. Sedangkan ion Pb
tetravalen (Pb4) digolongkan pada kelompok ion kelas B. Pengelompokan
ion logam ini dibuat oleh Richardson. Bila didasarkan pada pengelompokan
ion-ion logam Richardson, ion Pb tetravalent mempunyai daya racun yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan ion Pb divalent. Akan tetapi dari
beberapa penelitian menunjukkan bahwa ion Pb divalent lebih berbahaya
dibandingkan dengan ion Pb tetravalen (Palar, 1992)
Menurut Kristanto (2002), Fardiaz (1992) logam timbal banyak
digunakan untuk keperluan manusia karena sifat-sifatnya sebagai berikut:
1) Timbal mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam
bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal.
2) Timbal merupakan logam yang lunak sehingga mudah di ubah menjadi
beberapa bentuk.
3) Sifat kimia timbal menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai
lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab.
30
4) Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang
terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan timbal yang murni.
5) Densitas timbal lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali
emas dan merkuri.
Penggunaan timbal tersebar adalah dalam produksi baterai penyimpan
untuk mobil, di mana digunakan metalik dan komponen-komponennya.
Electroda dari beberapa baterai mengandung struktur inaktif yang disebut
grid yang dibuat dari alloy timbal yang mengandung 93% timbal dan 7%
antimony. Struktur ini merupakan penyangga mekanik dari komponen
baterai yang aktif dan merupakan jalur aliran listrik. Bagian yang aktif dari
baterai terdiri dari timbal diokside (PbO2) dan logam timbal yang terikat
pada grid (Kristanto, 2001).
Penggunaan lainnya dari timbal adalah untuk produk-produk logam
seperti amunisi, pelapis kabel, dan solder, bahan kimia, pewarna, dan lain-
lainnya. Beberapa produk logam dibuat dari timbal murni yang diubah
menjadi beberapa bentuk, dan sebagian besar terbuat dari alloy timbal.
Komponen timbal juga digunakan sebagai pewarna cat karena kelarutannya
di dalam air rendah, dapat berfungsi sebagai pelindung, dan terdapat dalam
berbagai warna, yang sering digunakan adalah timbal putih yang
mempunyai rumus Pb(OH)2.2PbCO3. Timbal juga digunakan sebagai
campuran dalam pembuatan pelapis keramik yang disebut dengan glaze
(Fardiaz, 1992).

31
2.2.4.2 Toksisitas Pb dalam Makhluk Hidup
Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi
secara praktis pada seluruh benda mati dilingkungan dan seluruh sistem
biologi. Sumber utama timbal berasal dari gugus alkyl timbal yang
digunakan sebagai bahan additive bensin. Komponen ini beracun terhadap
seluruh aspek kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada sistem syaraf,
hemetologik, dan mempengaruhi kerja ginjal. Konsumsi mingguan elemen
ini direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa adalah 50
g/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak adalah 25 g/kg berat
badan. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan
kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5-3 ppm (Suhendrayatna, 2003).
Pada hewan ruminansia gejala khas dari keracunan Pb ini ada tiga
bentuk yaitu sebagai berikut:
1) Gastro-enteritis, hal ini disebabkan karena terjadi reaksi dari mukosa
saluran pencernaan bila kontak dengan garam Pb, sehingga terjadi
pembengkakan.
2) Anemia, di dalam darah timbal berikatan dengan sel darah merah sehingga
sel darah merah mudah pecah. Bila sel darah merah pecah, terjadi
gangguan terhadap sentesis Hb yang dapat menyebabkan anemia.
3) Ensepalopati, logam ini juga menyebabkan terjadinya kerusakan sel
endotel dari kapiler darah otak, sehingga bentuk protein berukuran besar
dapat menerobos masuk ke dalam otak.
32
Dalam tubuh manusia, timbal terutama terikat dalam gugus SH dalam
molekul protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja
sistem enzim. Timbal menganggu sistem sintesis Hb dengan jalan
menghambat konversi delta-ALA (delta aminolevulinik asid) menjadi
forfobilinogen dan juga menghambat korporasi dari Fe ke dalam
protoporofin IX untuk membentuk Hb, dengan jalan menghambat enzim
delta-aminolevulinik asid-dehidrasi (delta-ALAD) dan ferokelatase. Hal ini
menyebabkan meningkatnya eksresi kopropin dalam urin dan delta-ALA
serta menghambat sintesis Hb (Darmono, 2001).
Haeme akan bereaksi dengan Globin dan ion logam Fe 2+ dan dengan
bantuan enzim ferrokhelatase akan membentuk khelat haemoglobin.
Senyawa Pb yang terdapat dalam tubuh akan mengikat gugus aktif dan
enzim ALAD. Ikatan yang terbentuk antara logam Pb dengan gugus ALAD
tersebut akan mengakibatkan pembentukan intermediet porpholinogen dan
kelanjutan dari proses reaksi ini tidak dapat berlanjut atau terputus (Palar,
1994).
Pada jaringan dan atau organ tubuh, logam Pb akan terakumulasi pada
tulang baik melalui udara maupun makanan ataupun minuman, karena
logam ini dalam bentuk ion (Pb2+) mampu menggantikan keberadaan ion
Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang. Tulang berfungsi
sebagai tempat pengumpulan Pb karena sifat-sifat ion Pb2+ yang hampir
sama dengan dengan Ca2+ (Fardiaz, 1992). Disamping itu pada wanita
hamil ion Pb dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam
33
sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan
dikeluarkan melalui air susu (Palar, 1994).
Gejala keracunan akut Pb pada anak dimulai dengan hilangnya nafsu
makan (anoreksia), kemudian diikuti dengan rasa sakit perut dan muntah,
tidak berkeinginan untuk bermain, berjalan sempoyongan, sulit berkata-kata,
ensepalopati dan akhirnya koma. Pada waktu 1-6 minggu setelah
mengkonsumsi tidak terlihat gejala tetapi segera setelah 6 minggu timbul
gejala seperti diatas (Darmono, 2001).
Pada keracunan kronis Pb dilaporkan oleh Molina dkk. (1983) dalam
Darmono, (2001) terjadi pada keluarga pembuat kerajinan tembikar di
daerah Meksiko. Peneliti tersebut membandingkan kecerdasan diantara anak
yang Pb-nya dalam darah rendah dan kandungan Pb dalam darah tinggi.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat kecerdasan (IQ) pada anak
yang kadar Pb-nya rendah (<40 g/dl) lebih tinggi daripada pada anak yang
kandungan Pb-nya tinggi (>40 g/dl). Kadar Pb yang tinggi di dalam darah
tersebut ternyata juga berpengaruh terhadap orang dewasa, terutama pada
ibu hamil dan menyusui. Dietrich dkk. (1987) melaporkan bahwa anak yang
lahir dari ibu yang berkadar Pb-nya tinggi dalam darah menyebabkan bobot
bayi yang dilahirkan lebih rendah daripada yang normal.




34
2.2.5 Logam Berat Kadmium (Cd)

2.2.5.1 Karakterisitk Cd

Kadmium disimbulkan dengan Cd. Logam ini termasuk ke dalam
kelompok logam-logam golongan Transition Metal pada Tabel Periodik
unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 48 dengan bobot atau berat
atom (BA) 112.411 (Anonymous, 2006).
Logam Cd atau kadmium mempunyai penyebaran yang sangat luas di
alam. Berdasarkan sifat-sifat fisiknya, Cd merupakan logam yang lunak
ductile, berwarna putih seperti putih perak. Logam ini akan kehilangan
kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta cepat akan
mengalami kerusakan bila dikenai uap amoniak (NH3) dan sulfur hidroksida
(SO2). Sedangkan berdasarkan pada sifat kimianya, logam Cd didalam
persenyawaan yang dibentuknya umumnya mempunyai bilangan valensi 2+,
sangat sedikit yang mempunyai bilangan valensi 1+. Bila dimasukkan ke
dalam larutan yang mengandung ion OH, ion-ion Cd2+ akan mengalami
proses pengendapan. Endapan yang terbentuk dari ion-ion Cd2+ dalam
larutan OH biasanya dalam bentuk senyawa terhidrasi yang berwarna putih,
(Palar, 1994).
Kadmiun atau Cd dan bentuk garamnya banyak digunakan pada
beberapa jenis pabrik untuk proses produksinya. Industri pelapisan logam
adalah pabrik yang paling banyak menggunakan kadmium murni sebagai
pelapis, begitu juga pabrik yang membuat Ni-Cd bateri. Bentuk garam Cd
banyak digunakan dalam proses fotografi, gelas dan campuran perak,
35
produksi foto-elektrik, foto-konduktor, dan fosforus. Kadmium asetat
banyak digunakan pada proses industri porselen dan keramik.
Keberadaan kadmium di alam berhubungan erat dengan hadirnya Pb
dan Zn. Dalam industri pertambangan Pb dan Zn, proses pemurniaannya
akan selalu memperoleh hasil sampingan kadmium yang terbuang dalam
lingkungan (Darmono, 2001). Selain itu menurut Wardhana (1995) logam
Cd atau kadmium juga dapat dijumpai pada industri eloktroplanting karena
industri ini banyak melibatkan logam Cd. Pabrik pipa plastik PVC atau poly
vinil chloride juga memakai Cd sebagai stabilator. Oleh karena itu logam Cd
mudah dijumpai di air lingkungan yang menerima buangan limbah industri.

2.2.5.2 Toksikologi Kadmium (Cd)
Kadmium merupakan salah satu logam berat yang berbahaya, karena
elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh
terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada
tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah
berefek pada gangguan paru-paru yang akut (Hidayat, 2003). Pada
keracunan kronis yang disebabkan oleh Cd, umumnya berupa kerusakan-
kerusakan pada ginjal, paru-paru, darah dan jantung. (Palar, 1994).
Logam kadmium atau Cd juga akan mengalami proses biotransformasi
dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia).
Logam ini masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang dikonsumsi, tetapi
makanan tersebut telah terkontaminasi oleh logam Cd dan atau
36
persenyawaannya. Dalam tubuh biota perairan jumlah logam yang
terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses
biomagnifikasi di badan perairan. Disamping itu, tingkatan biota dalam
sistem rantai makanan turut menentukan jumlah Cd yang terakumulasi.
Dimana biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi Cd
yang lebih banyak, sedangkan pada biota top level merupakan tempat
akumulasi paling besar. Bila jumlah Cd yang masuk tersebut telah melebihi
nilai ambang maka biota dari suatu level atau strata tersebut akan mengalami
kematian dan bahkan kemusnahan. Keadaan inilah yang menjadi penyebab
kehancuran suatu ekosistem, karena salah satu mata rantainya telah hilang
(Palar, 1994).
Pada hewan-hewan yang hidup di tanah dan bangsa mamalia, dimana
dalam tubuh mereka telah terakumulasi oleh Cd, maka Cd yang
terakumulasi tersebut akan ditransfer melalui gut wall (celah dinding/kulit)
(Palar, 1994). Dilaporkan oleh Darmono (1990) dari hasil penelitiannya
dilaboratorium pada ayam broiler yang diberi pakan mengandung Cd dalam
dosis tinggi, terlihat adanya hambatan pertumbuhan pada ayam tersebut.
Selain itu penelitian pada udang yang diberi kadmium dosis 0,5 mg/l dalam
air setelah 15 ditemukan akumulasi hemosit dalam lumen usus (perdarahan).
Dalam hepatopankreas ditemukan adanya inklusi berwarna pink dan
kebiruan (eosin dan basofilik) yang mana hal tersebut dapat mengganggu
sistem metabolisme dalam hepatopankreas, dan organ ini sangat vital
perannya dalam kehidupan krustasea (Darmono, 2001).
37
Suatu penelitian menunjukkan bahwa kerang air tawar (Anadonta
cygnea) dalam laboratorium menunjukkan akumulasi Cd yang ditemukan
dalam jaringan menunjukkan garis linier pada dosis pemberian 5 g/l Cd
dalam air. Sedangkan pada dosis 25 g/l Cd, akumulasi berfluktasi dalam
selang pemberian 4 minggu. Setelah 10 minggu terlihat kenaikan tajam
akumulasi Cd dalam jaringan. Konsentrasi Cd dalam jaringan berturut-turut
dari yang tinggi ke rendah di antara jaringan kerang ialah:
insang>labial>mantel>ginjal>hati>kaki (Hemerald dkk, 1986 dalam
Darmono, 2001).
Pada Ikan Fundulus heteroclitus yang diekspos dengan 50 mg/l Cd
selama 20 jam , terjadi hepertrofi ingsang. Disamping itu, terlihat
heperplasia pada bagian lamella dan interlamela epitel filamen. Terjadinya
heperplasia tersebut juga diikuti gambaran nekrotik sel yang terjadi hanya
pada bagian sambungan filamen insang dan hanya terjadi lokal saja,
sedangkan bagian lain insang tidak terjadi perubahan. Sedangkan pada usus
ikan yang hidup dalam air yang mengandung 50 mg/l Cd dengan kadar
garam 32 per setelah satu jam, mukosa usus membengkak, aktivitas sel
mukosa meningkat terutama usus bagian depan. Kerusakan usus mulai
terlihat 2 jam kemudian diikuti nekrosis pada epitel sel kolumner dan
serpihan sel mati dalam sel usus. Sedangkan pada ginjal ikan yang
dipelihara dalam air yang mengadung 50 mg/l Cd setelah 20 jam, pada
awalnya terjadi kerusakan pada tubulus bagian proksimal yang kemudian
menyebar kebagian distal. Setelah itu, terlihat degenerasi pada sel tubulus
38
ginjal dan endapan dalam lumen yang berwarna eosin/pink/kemerahan
(Darmono, 2001).
Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya,
karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium
berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat
terakumulasi pada tubuh khususnya gangguan paru-paru, emphysema dan
renal tubular disease yang kronis. Menurut badan dunia FAO/WHO,
konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 g
per orang atau 7 g per kg berat badan (Suhendrayatna, 2003).
Kadmium atau Cd lebih beracun bila terhisap melalui pernafasan
daripada saluran pencernaan. Kasus keracunan akut Kadmium kebanyakan
dari menghisap debu dan asap kadmium, terutama kadmium oksida (CdO).
Dalam beberapa jam setelah menghisap, korban akan mengeluh gangguan
saluran nafas, nausea, muntah, kepala pusing dan sakit pinggang. Kematian
disebabkan karena terjadinya endema paru-paru. Apabila pasien tetap
bertahan, akan terjadi emfisme atau gangguan paru-paru yang jelas terlihat
(Darmono, 2001).
Logam Cd dapat terabsorbsi oleh tubuh manusia tanpa ada yang
menghalangi karena tidak ada mekanisme tubuh yang membatasinya,
kecuali kalau tubuh memang memerlukannya. Sebagian besar Cd yang
diabsorbsi tubuh akan dibuang keluar melaui saluran pencernaan. Keracunan
kadmium dapat mempengaruhi otot polos pembuluh darah. Akibatnya,
39
tekanan darah menjadi tinggi yang kemudian bisa menyebabkan terjadinya
gagal jantung. Ginjal pun dapat rusak dari keracunan Cd.
Kasus keracunan Cd yang pernah tercatat sebagai epidemik (wabah)
pada abad ini adalah keracunan Cd yang menimpa sebagian penduduk
Toyama di Jepang. Keracunan Cd ini menjadi wabah karena sebagian
penduduk Toyama mengeluh sakit pinggang selama bertahun-tahun dan
sakit itu semakin lama semakin parah. Di samping itu mereka juga
mengeluh sakit pada tulang punggungnya. Ternyata tulang-tulang itu
mengalami pelunakan dan kemudian menjadi rapuh. Kematian yang terjadi
di antara mereka terutama disebabkan oleh gagal ginjal (Wardhana, 1995).

2.2.6 Logam Berat Merkuri (Hg)

2.2.6.1 Karakterisitk Hg

Merkuri merupakan salah satu unsur logam transisi dengan nomor
atom 80. Nama merkuri berasal dari nama Dewa Yunani yaitu Dewa
Merkuri yang terkenal cekatan dan cepat dalam menyampaikan pesan.
Simbol merkuri pada tabel periodik kimia adalah Hg berasal dari kata
hydragrium, istilah hydragyrium berasal dari bahasa Yunani kuno yang
berarti cairatau air dan perak. Sesuai dengan nama latinnya, merkuri
merupakan salah satu logam berwujud cair pada temperatur ruang. Selain
merkuri, logam lain yang berwujud cair adalah caesium, francium, dan
gallium. Logam cair berwarna keperakan ini memiliki massa jenis yang
tinggi sehingga sebuah bola biliar dapat mengapung di atasnya. Karena
40
warnanya keperakan, ia dapat digunakan sebagai cermin (Pikiran Rakyat,
2006).
Merkuri dan komponen-komponen merkuri banyak digunakan oleh
manusia untuk berbagai keperluan. Sifat-sifat kimia dan fisik merkuri
membuat logam tersebut banyak digunakan untuk keperluan ilmiah dan
industri. Beberapa sifat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Merkuri mempunyai kelarutan yang rendah
b. Sifat kimia yang stabil terutama di lingkungan sedimen
c. Mempunyai sifat yang mengikat protein, sehingga mudah terjadi
biokonsentrasi pada tubuh organisme air melalui rantai makan.
d. Menguap dan mudah mengemisi atau melepaskan uap merkuri
beracun walaupun pada suhu ruang
e. Logam merkuri merupakan satu-satunya unsur logam berbentuk
cair pada suhu ruang 25 C.
f. Pada fase padat berwarna abu-abu dan pada fase cair berwarna
putih perak.
g. Uap merkuri di atmosfir dapat bertahan selama 3 bulan sampai 3
tahun, sedangkan bentuk yang melarut dalam air hanya bertahan
beberapa minggu (Nicodemus, 2003).
Hampir semua merkuri diproduksi dengan cara pembakaran merkuri
sulfida (HgS) di udara, melalui reaksi sebagai berikut:
HgS + O2 Hg + SO2
41
Merkuri dilepaskan sebagai uap, yang kemudian kondensasi,
sedangkan gas-gas lainnya mungkin terlepas di atmosfir atau dikumpulkan.
Merkuri di alam terdapat dalam bentuk sebagai berikut:
a. Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg+) dan garam-
garamnya seperti merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri oksida
(HgO).
b. Merkuri organik atau organomerkuri, yang terdiri dari: pertama
aril merkuri yang mengandung hidrokarbon aromatik, kedua alkil
merkuri yang mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan
merkuri yang paling beracun, misalnya metil merkuri, etil merkuri,
ketiga alkoksialkil merkuri (R-O-Hg) (Kristanto, 2002)
Kepekatan logam yang mengandung air cukup beragam diseluruh
dunia, konsentrasi ini tergantung pada sumber-sumber masukan utama, suhu
dan kadar garam. Hg yang larut dalam air laut adalah dalam bentuk in
merkuri (Hg2+) terjadi paling banyak sebagai Hg (OH)2 dan HgCl2 .
Merkuri membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa-senyawa
organik yang terdapat di air, khususnya protein dan zat-zat yang
mengandung sulfur. Meskipun demikian sampai batas-batas tertentu Hg
diserap pada bahan partikulat dan dalam kondisi anaerobik dalam sedimen
dapt hadir sebagai HgS dan HgS2 (Bryan 1976 dalam Connel 1995).
Di lingkungan yang berkadar asam tinggi, logam merkuri dapat
berubah menjadi senyawa metil merkuri. Sementara itu, merkuri anorganik
dalam sedimen di dasar laut dan sungai akan di ubah oleh mikroorganisme
42
menjadi senyawa metil merkuri tergolong larut dalam air, sedangkan yang
berbentuk metil klorida juga memiliki sifat mudah bereaksi dengan gugus
SH dan OH yang terdapat dalam protein. Sifat logam beracun ini sangat
berbahaya karena dapat mempengaruhi seluruh aktivitas metabolisme
makhluk hidup (Kompas, 2004).
Merkuri digunakan dalam berbagai bentuk dan untuk berbagai
keperluan, misalnya industri khlor-alkali, ala-alat listrik, cat, instrumen,
sebagai katalis, kedokteran gigi, pertanian, alat-alat laboratorium, obat-
obatan, industri kertas dan lain sebagainya. Penggunaan merkuri yang
tersebar adalah dalam industri khlor-alkali, di mana diproduksi khlorin (Cl2)
dan soda kausatik (NaOH) dengan cara elektrolisis larutan garam NaCl.
Selain itu merkuri banyak digunakan dalam produksi alat-alat listrik untuk
berbagai keperluan misalnya lampu uap merkuri dan baterai merkuri
(Fardiaz, 992).
Di laboratorium merkuri digunakan sebagai alat ukur, misalnya
termometer. Pada industri pulp dan kertas banyak digunakan senyawa FMA
(fenil merkuri asetil) bertujuan utuk mencegah pembentukan kapur pada
pulp dan kertas basah selama proses penyimpanan. Dalam bidang pertanian,
senyawa merkuri banyak digunakan sebagai fungisida, dimana hal ini
menjadi penyebab yang cukup penting dalam proses keracunan merkuri
pada organisme hidup (Palar, 1994).


43
2.2.6.2 Toksikologi Merkuri (Hg)
Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum
diubah oleh aktivitas mikroorganisme menjadi komponen metil-merkuri
(Me-Hg) yang memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat disamping
kelarutannya yang tingi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut
mengakibatkan merkuri terakumulasi baik melalui proses bioakamulasi
maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan (food chain) dalam
tubuh jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat
mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun
kesehatan manusia yang makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut
(Nicodemus, 2003).
Toksisitas merkuri pada manusia dibedakan menurut bentuk senyawa
Hg yaitu inorganik dan organik. Keracunan inorganik Hg di tandai dengan
gejala tremor pada orang dewasa, kemudian berlanjut dengan tremor pada
otot muka, yang kemudian merambat ke jari-jari dan tangan. Bila keracunan
berlanjut tremor terjadi pada lidah, berbicara terbata-bata, berjalan terlihat
kaku dan hilang keseimbangan. Selain toksisitas Hg inorganik, bentuk Hg
organik juga menimbulkan toksisitas yang sangat berbahaya, contoh kasus
toksisitas metil merkuri adalah kasus minamata disease yang menimpa
baik pada orang dewasa maupun anak kecil yang terjadi di Jepang.
Sistem saraf pusat adalah target organ dari toksisitas metil merkuri
tersebut dengan gejala yang ditimbulkan sebagai berikut:
44
- Gangguan saraf sensorik; paraesthesia, kepekaan menurun dan sulit
menggerakkan jari tangan dan kaki, penglihatan menyempit, daya
pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada lengan dan paha.
- Gangguan saraf motorik; lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia, tremor,
gerakan lambat, dan sulit berbicara.
- Gangguan lain; gangguan mental, sakit kepala, hipersalivasi (Darmono,
2001)
FDA menetapkan kandungan merkuri maksimum adalah 0,005 ppm
untuk air dan 0,5 ppm untuk makanan, sedangkan WHO (World Health
Organization) menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah yaitu
0,0001 pmm untuk air (Fardiaz, 1992). Sedangkan menurut Direktorat
Jenderal Pengawasan obat dan Makanan (POM) No. 03725/SK/VII/89.
tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan, untuk Hg
adalah 0,5 ppm (Harizal, 2006).

2.3. Kerang Bulu (Anadara antiquata)

2.3.1 Bioekologi Kerang Bulu (Anadara antiquata)



Gambar 2.2 : Kerang bulu (Anadara antiquata)

45


Klasifikasi kerang bulu (Anadara antiquata) menurut Dekker.H. dan
Orlin. Z, 2000 digolongkan sebagai berikut:
Phylum : Mollusca
Kelas : Pelecypoda
Ordo : Arcoida
Famili : Arcoidea
Genus : Anadara
Spesies : Anadara antiquata
Pelecypoda merupakan kelas molluska yang hidup pada daerah pasang
surut, kebanyakan didaerah littoral, walaupun ada yang terdapat pada
kedalaman 5000 meter. Lingkungan hidupnya di dasar yang berlumpur atau
berpasir, dengan cara meliang, ada yang menempel (berpegang) pada batu
atau substrat yang keras dan ada yang ngebor (boring) (Wijani, 1990).
Kerang bulu (Anadara antiquata) disebut demikian karena
cangkangnya yang berbulu dan berwarna putih kapur. Cangkang yang keras
ini mempunyai garis-garis pertumbuhan yang nyata. Pada permukaan
cangkang terdapat 38 jalur radial. Dikenal juga dengan nama Anadara
maculosa, reeve dan Anadara scapha, Maushen (Estuningdyah, 1994).
Kerang bulu mempunyai bentuk cembung secara lateral dan
mempunyai cangkang dengan dua belahan, dan engsel di dorsal, yang
menutup seluruh tubuh. Masing-masing belahan cangkang kiri dan kanan
tidak mempunyai telinga atau sayap. Pada lempengan engsel dari cangkang
46
kiri dan kanan terdapat gigi engsel, gigi engsel dari cangkang kiri dan kanan
tersusun dalam deretan lurus atau melengkung serupa sisi. Tepi sisi ventral
bagian dalam bergigi, gerigi kuat dan tepat sama dengan rusuk dan alur
radial di permukaan luar cangkang. Hidup pada suhu air 27 C, dengan
subtrat pasir sedikit berlumpur dan pH air 8. Ditemukan pada suhu tanah 19
C dan pH tanah 9 (Rahmawati, 2003).
Berness, 1974 dalam Etuningdyah, 1994 mengatakan bahwa sumber
makanan kerang dari ordo Filibranchia yang termasuk didalamnya kerang
bulu sebagian besar terdiri dari fitoplankton. Disamping itu dikatakan pula
bahwa sumber makanan bagi hewan yang hidup di dasar terdiri dari
plankton dan detritus dari masa air serta detritus dan mikrorganisme yang
melekat di dasar.
Bivalvia atau pelycepoda yang termasuk didalamnya kerang bulu
mempunyai satu pasang insang bipectinate (2 organ yang berbentuk sisir)
tunggal pada bagian posterior lateral, sehingga disebut Protobracnhia. Selain
itu insang berbentuk lempengan-lempengan tipis (sehingga disebut juga
kelas Lamellibranchiata) terletak diantara mantel. Insang pertama (awal)
pada keadaan primitif. Pada hampir semua bivalvia, arus ventilasi masuk
rongga mantel melalui lubang cangkang bagian posterior dan ventral, keluar
melewati insang bagian posterior dan dorsal. Cilia insang lateral
menimbulkan arus air dan cilia depan menyaring sedimen yang menyumbat
permukaan insang. Kontak dengan substrat diatur oleh sepasang tentakel.
Insang selain sebagai alat pernafasan juga bertindak sebagai penangkap
47
plankton dan sebagai penyaring (filter feeding). Modifikasi utama dari
insang untuk menyaring adalah perpanjangan dan lipatan filamen insang
yang memperluas permukaannya. (Wijani, 1990).
Giji yang terkandung dalam kerang nulu dalam 100 gram berat basah
antara lain:
Air : 85 % Kalsium : 133 mg %
Energi : 59 kal Zat besi : 3.1 mg %
Protein : 8 gram % Vitamin A : 300 SI/mg %
Lemak : 1.1 gram Vitamin BI : 0.01 mg%
Karbohidrat : 3.6 gram % Phospor : 170 mg%

2.3.2 Penggunaan Kerang Sebagai Biomonitoring Pencemaran
Dinamika logam dalam air baik jenis air, maupun makhluk hidup yang
hidup dalam air telah banyak diteliti, terutama dalam memonitor
pencemaran logam berat pada lingkungan perairan. Dalam memonitor
pencemaran logam, analisis biota air sangat penting artinya daripada analisis
air itu sendiri (Darmono, 1995 dalam Wulandari 2004).
Spesies monitor kimiawi biasanya digunakan untuk makhluk yang
membioakumulasi zat beracun yang berada dalam jumlah runutan dalam
lingkungan. Analisis kimia spesies ini kemudian mencirikan adanya zat
beracun dalam lingkungan secara efektif daripada analisis langsung suatu
sampel lingkungan, seperti air (Conell, 1995).
48
Indikator biologis merupakan petunjuk ada tidaknya kenaikan keadaan
lingkungan dari garis dasar, melalui analisis logam atau kandungan senyawa
kimia tertentu yang terdapat dalam hewan atau tanaman. Indikator biologis
dapat ditentukan pada hewan atau tanaman yang terletak pada daur
pencemaran lingkungan sebelum sampai kepada manusia (Wardhana, 2001).
Philip (1990 dalam Connell 1995) telah membahas secara seksama
penggunaan spesies monitor kimiawi, menyatakan bahwa mollusca
(Gastropoda, Bivalvia) dan Makroalgae merupakan indikator yang paling
tepat dan efesien untuk pencemaran logam berat, ia melaporkan bahwa sifat
dasar suatu spesies monitor adalah sebagai berikut:
a) Makhluk hidup harus mengakumulasi pencemaran tanpa terbunuh pada
kadar yang dihadapi dalam lingkungan.
b) Makhluk hidup harus yang senang menggali lubang agar supaya mewakili
daerah studinya.
c) Makhluk hidup harus banyak jumlahnya dalam seluruh daerah tersebut.
d) Makhluk hidup harus cukup panjang waktu hidupnya untuk
memungkinkan pengambilan sampel lebih dari satu tahun bila
dikehendaki.
e) Makhluk hidup harus cukup besar, memberikan jaringan yang cukup
dianalisis.
f) Makhluk hidup harus mudah disampel dan cukup kuat untuk selamat
dalam laboratorium, yang memungkinkan pembersihan sebelum dianalisis
bila dikehendaki, dan studi laboratorium terhadap pengambilan (up-take).
49
g) Makhluk hidup harus toleran terhadap air payau.
h) Suatu korelasi yang sederhana harus ada antara pencemaran yang ada
dalam mahkluk hidup dan rata-rata kepekatan pencemaran dalam air
sekelilingnya.
i) Seluruh mahkluk hidup dari spesies tertentu yang digunakan dalam survey
harus memiliki korelasi yang sama antara kandungan pencemarannya
dengan rata-rata. Kepekatan pencemar dalam air sekelilingnya pada
seluruh lokasi yang dipelajari.
Penggunaan kerang sebagai biomonitoring karena jenis kerang tersebut
hidup menetap (sessil), organisme penyaring makan (filter feeder) dan
mempunyai sifat mengakumulasi bahan-bahan pencemar seperti pestisida,
hidrokarbon, logam berat dan lain-lain kedalam jaringan tubuh. Selain itu
kerang yang hidup di daerah intertidal juga merupakan organisme yang
eurihaline (organisme yang mampu hidup pada kisaran lebar salinitas),
teradaptasi serta mempunyai toleransi yang besar terhadap berbagai variasi
dan perubahan parameter atau sifat lingkungan (pagoray, 2001). Logam
berat dapat masuk kedalam tubuh kerang melalui saluran pernapasan dan
pencernaan. Absorbsi logam melalui saluran pernapasan biasanya lebih
cukup besar dan absorbsi melalui saluran pencernaan hanya beberapa persen
saja, tetapi jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya
cukup besar, meskipun persentasi absorbsinya relatif kecil (Darmono, 2001).




50


2.4 Sumber Pencemaran Logam Berat Di Perairan Pantai Lekok Pasuruan

Pencemaran yang terjadi di perairan pantai Lekok Pasuruan
disebabkan oleh aliran sungai-sungai yang mengandung bahan pencemar
logam berat dan bermuara di pantai Lekok Pasuruan. Salah satu sungai yang
bermuara di perairan pantai Lekok Pasuruan adalah sungai Rejoso yang
berada di Kecamatan Rejoso Pasuruan. Menurut penelitian Widodo, (2005)
diketahui bahwa Muara sungai Rejoso telah tercemar logam berat Hg yang
cukup tinggi. Pencemaran ini disebabkan oleh adanya industri-industri yang
ada di Kecamatan Rejoso membuang limbahnya ke sungai tanpa pengolahan
terlebih dahulu.
Pabrik industri yang kemungkinan sebagai sumber penghasil limbah
logam berat yaitu: Pabrik Cheil Samsung Indonesia, di desa Arjosari
Kecamatan Rejoso. Pabrik ini memproduksi pupuk cair dan juga MSG, PT.
Cheil Jedang Indonesia (memproduksi MSG). PT. Arga Anan Nusa, PT.
Philips Seafoods Indonesia (produsen pengalengan, pengeringan dan olahan
ikan), PGLTU ( pembangkit listrik dengan menggunakan uap) di Kecamatan
Lekok Pasuruan.
Menurut palar, 1994 menyatakan bahwa industri pertanian, mungkin
merupakan bidang industri yang sangat banyak menggunakan senyawa
merkuri. Dalam bidang pertanian senyawa merkuri digunakan sebagai anti
jamur dan produk pupuk lainnya. Sedangkan senyawa Cd-strearat banyak
digunakan dalam perindustrian manufaktur plyvinil khlorida (PVC) sebagai
51
bahan yang berfungsi untuk stabilisasi. Selain itu Cd banyak digunakan
dalam industri-indusri ringan, seperti pada proses pengolahan roti,
pengolahan ikan, pengolahan minuman, industri tekstil dan lain-lain. Palar
menyatakan juga bahwa Pb + Te digunakan sebagai pembangkit listrik
tenaga panas.
Sumber lain pencemaran logam berat di perairan pantai Lekok
Pasuruan adalah adanya limbah dari pembuang sampah penduduk disekitar
pantai Lekok Pasuruan baik limbah organik maupun limbah anorganik
Connel dan Meller (2006 ), menyatakan bahwa jumlah logam runutan
yang cukup besar disumbangkan ke dalam cairan rumah tangga oleh
sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air (Cu, Pb, Cd) dan produk-
produk konsumer (misalnya formula detergen). Pembuangan sampah lumpur
juga dapat memperbanyak kandungan logam berat di badan perairan.

2.5 Hasil Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widodo, (2005) di Muara
Sungai Rejoso, Kabupaten Pasuruan menunjukkan bahwa konsentrasi logam
berat Hg pada air berkisar antara 1,379-1,598, kandungan logam tersebut
melebihi ambang batas yang diperbolehkan, Baku Mutu Untuk Biota
perairan (Budidaya Perikanan) Kep 02/MENKLH/88 yaitu,< 0.003.
Sedangkan kandungan logam berat untuk kerang bulu (Anadara antiquata)
berkisar antara 0,4706-10,2973 dan kerang putih (Corbula faba) berkisar
antara 0,7675-24,7881. kandungan logam berat tersebut sudah berada di
52
ambang batas untuk di makan, Direktorat Jendral Pengawasan obat dan
Makanan (POM) No.03725/B/SK/VII/89, tentang batas maksium cemaran
logam berat dalam makanan untuk Hg yaitu 0,5 ppm.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pagoray, (2001)
kandungan merkuri pada air di sepanjang Kali Donan Kawasan Industri
Cilacap berkisar antara 0.00070-0.00312 ppm, logam berat tertinggi pada
lokasi 3, sehingga logam bera Hg pada lokasi tersebut melebihi ambang
batas yang diperbolehkan , Baku Mutu Untuk Biota perairan (Budidaya
Perikanan) Kep 02/MENKLH/88 yaitu, < 0.003. Kandungan Hg pada
Lutraria sp berkisar antara 0.00809-0.0395 ppm. Walaupun kandungan
logam berat Hg tersebut sudah terakumulasi dalam daging kerang tetapi
masih dibawah dibawah ambang batas untuk makanan, Direktorat Jendral
Pengawasan obat dan Makanan (POM) No.03725/B/SK/VII/89, tentang
batas maksium cemaran logam berat dalam makanan untuk Hg yaitu sebesar
0,5 ppm.
Berdasarkan penelitian Hidayat, (2003) di Desa Semere Kecamatan
Keraton Kabupaten Pasuruan kandungan Pb yang terdapat di dalam air yaitu
0.547 ppm. Kandungan logam berat Pb tersebut sudah berada di atas
ambang batas yang diperbolehkan untuk air laut menurut standar indonesia
yang dilaporkan oleh Palupi (1994) yaitu , < 0,03 g/L. Kandungan logam
berat Pb pada kerang bulu yaitu 4.397 ppm. Kandungan Pb tersebut sudah
berada di atas ambang batas untuk makanan yang diperbolehkan oleh WHO
yaitu sebesar 2 ppm.
53
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat,(2003) di Desa Semere
Kecamatan Keraton Kabupaten Pasuruan menunjukkan bahwa konsentrasi
logam berat Cd pad air laut sebesar 0.252 ppm. Kandungan logam berat Cd
tersebut sudah berada di atas ambang batas yang diperbolehkan untuk air
laut menurut standar indonesia yang dilaporkan oleh Palupi (1994) yaitu , <
0,11 g/L. Kandungan logam berat Cd pada kerang sebesar 1.307 ppm.
Kandungan Cd tersebut masih di bawah ambang batas untuk makanan yang
diperbolehkan oleh NHMRC (Australian National Health And Medical
Research Council yaitu, < 2 ppm. Tetapi sudah melampui ambang batas
yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Food
and Drug Regulation New Zealand yaitu, < 1,0 ppm. Berikut beberapa
penelitian yang pernah dilakukan terhadap kandungan logam berat pada
organisme dan sedimen, air dapat dilihat pada Tabel (2.3).




















54
Tabel 2.3 : Data beberapa hasil penelitian terhadap kandungan logam berat
pada organisme dan sedimen di beberapa tempat.

No Logam Organisme,sedimen dan air Lokasi Kandungan
logam
Sumber
1 Hg Kerang bulu (Anadara antiquata)
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3

Kerang putih (Corbula faba)
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3

Air
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3

Muara
sungai
Rejoso
Kab.
Pasuruan
ppm
0.4706-8.1550
3.6370-10.2973
2.2355-8.0533


0.7675-24.7881
4.0854-17.8209
4.842-21.4059


1.598
1.510
1.379





Widodo,
(2005)
2 Pb Air
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3

Sedimen
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3

Kerang putih (Corbula faba)
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3




Muara
sungai
Kepetinga
n Sidoarjo
ppm
0.57
0.57
1.00


3.96
2.60
4.87


7.05
6.34
6,88




Wahyuni,
2001

3 Cd Kupang beras (Tellina versicolor)
1 Bulan april 2002
111 Bulan april 2002
1 Bulan mei 2002
111 Bulan mei 2002
1 Bulan juni 2002
111 Bulan juni 2002
Kupang
beras
yang di
pasarkan
Di pantai
keraton
pasuruan
ppm
2.76
2.43
2.76
2.51
2.5
2.75



Kurnianta,
2002
4 Pb




Cd

Kerang bulu (Anadara antiquata)
Sedimen
Air

Kerang bulu (Anadara antiquata)
Sedimen
Air


Desa
Semere
Kec.Kerat
on. Kab.
Pasuruan
ppm
4.397
5.623
0.547

1.307
1.737
0.252



Hidayat,
2003
5 Hg
Lutraria sp
Lokasi 1
Lokasi 2

Sepanjang
Kali
Donan
ppm

0.53003
0.03141



Pagoray,
55
Lokasi 3
Lokasi 4
Lokasi 5

Air
Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3
Lokasi 4
Lokasi 5
Kawasan
Industri
Cilacap
0.03958
0.03649
0.00809


0.00209
0.00278
0.00312
0.00243
0.00070
2001
6 Pb Sedimen
Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3

Air
Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3

Kupang
Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3

Sidoarjo
mg/L
95.87
87.50
95.87


7.00
6.33
7.00

g/pb
19.324
21.324
19.19

Dharmawa
n, 1998
7 Pb Sedimen
Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3

Air
Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3

Kupang
Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3




Surabaya
mg/L
104.13
104.12
95.88


g/pb
6.33
7.67
7.67

27.983
31.337
28.390






Dharmawa
n, 1998







56

Gambar 2.3: Perubahan histologik insang ikan karena toksisitas kadmium (Cd) (Darmono, 2001)



Gambar 2.4: Insang udang yang bercabangdi ujungnya terlihat normal (1) dan insang yang
rusak (nekrosis) pada ujungnya karena toksisitas kadmium (Cd) (Darmono, 2001)





57
Succiny CoA + Glisin
Syntesis ALA

Ekskresi melalui urin Delta aminolevulinik asid
Delta - ALA

Forfobilinogen


Uroporfirinogen III


Ekskresi melalui urin Co-proporfirinogen III
Co-profirinogen
dekarboksilase

Akumulasi dalam Protoporfirin IX
sel darah merah
+ Fe2+
Ferokelatase
Heme ( Hb )
Gambar 2.1: Proses penghambatan produksi hemoglobin oleh Pb (Darmono, 2001)


58
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksankan pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli
2007. Pengambilan sampel penelitian dilaksanakan di Kecamatan Lekok
Kabupaten Pasuruan. Sedangkan Analisis logam berat Cd, Hg dan Pb dan
pelaksanaan metode parafin dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan
Biologi Universitas Muhammadiyah Malang.

3.2. Bahan Penelitian
1. Bahan-bahan untuk mengambil sampel di lapang antara lain: sedimen,
kerang bulu, aquadest, es batu, dan asam nitrat (HNO3).
2. Bahan-bahan untuk analisis kandungan Cd, Hg dan Pb dan pengamatan
mikroanatomo insang di Laboratorium meliputi: HNO3, aquades, larutan
ethanol, larutan sodium tartrat, asam sulfur, pottasium, larutan sulfur
dioksida, asam asetil, eosin, xylol , formalin, parafin, alkohol 100, 90,
80, 70, 50.

3.3. Alat Penelitian
1. Alat yang digunakan untuk mengambil sampel di lapang meliputi: botol
plastik, kantong plastik, karet gelang, garit sebagai alat untuk menangkap
kerang, ice box, tisu.
59
2. Alat yang digunakan untuk analisa sampel dan pengamatan mikroanatomi
insang meliputi: blender, beaker glass, kaca arloji, bunsen, labu
volumetrik, corong kaca, kertas saring, mikrotom, pinset, inkubator, gelas
ukur 250 ml, piring kaca kecil, mikroskop untuk pengamatan
mikroanatomi insang kerang kerang bulu.

3.3 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif expo defacto yaitu untuk
mengetahui pencemaran lgam berat Hg, Cd dan Pb di pantai Lekok
Pasuruan

3.4. Penentuan Stasiun
Penentuan Stasiun atau tempat pengambilan sampel di pilih atas dasar
jenis aktivitas yang ada disekitarnya. Setiap stasiun terdiri dari tiga titik
pengambilan sampel.
1. Stasiun 1 = Merupakan tempat para nelayan biasanya mencari ikan dan
terdapat TPI (Tempat Pelelangan Ikan) serta dekat dengan
perkampungan penduduk.
2. Stasiun 2 = Merupakan dekat hutan magrove dan juga dekat dengan muara
saluran sungai Rejoso serta dekat dengan perkampumgan
penduduk dan nelayan biasanya mencari ikan.
3. Stasiun 3 = Dekat dengan PGLTU (pemabgkit listrik tenaga uap).

60
3.5. Metode Pengambilan Sampel
Sampel yang diambil terdiri dari air, kerang putih, dan sedimen.
Ketiganya diambil dari setiap stasiun yang telah ditentukan. Sampel air
permukaan dan air dasar perairan diambil dengan menggunakan botol
plastik 350 ml, kemudian sampel air tersebut digabungkan menjadi satu.
Untuk analisis Cd dan Pb sampel air yang telah berada didalam botol
ditambahkan asam nitrat (HNO3) beberapa tetes, hal ini diperlukan agar
kandungan Cd, Hg dan Pb dalam air tidak menguap. Setiap sampel dari
masing-masing stasiun diberi tanda.
Sampel kerang bulu diambil pada saat laut surut dengan menggunakan
tangan. Sampel kerang bulu diambil sebanyak 30 ekor setiap stasiunnya
pada 3 titik yang berbeda dengan ukuran 4-7 cm, kemudian dimasukkan
dalam plastik yang telah diberi tanda dan disimpan dalam ice box.
Pengambilan sedimen juga dilakukan pada setiap stasiun. Sedimen
diambil dengan menggunakan alat garit atau tangan kemudian dimasukkan
ke dalam plastik dan diberi tanda, kemudian dimasukkan pada ice box.
Sebelum dilakukan analisa sampel di simpan terlebih dahulu dalam lemari
es. Pengambilan sampel air, sedimen, dan kerang bulu dilakukan 3 kali
ulangan untuk setiap stasiunnya.
Untuk sediaan mikroanatomi insang, tiap pengambilan sampel dari
stasiun penelitian diambil masing-masing empat kerang bulu, kemudian
diletakkan pada toples yang telah diisi formalin 10%, setelah itu insang
61
yang telah mengeras diambil dan diawetkan dalam larutan formalin 10%
(Mulyanto, dkk, 1997).

3.6. Prosedur Kerja

3.6.1 Analisa sampel padat (kerang dan sedimen)
1. Proses Destruksi Sampel
Sampel kerang bulu dan sedimen yang telah di ambil dari lokasi
pengamatan di cuci untuk menghilangkan lumpur yang melekat pada kerang
bulu, bersama sedimen kemudian di oven pada suhu 80 C selama 48 jam.
Setelah kering sampel dihaluskan hingga menjadi serbuk. Sampel kerang
bulu dihaluskan dengan menggunakan blender. Sedangkan sampel sedimen
dihaluskan dengan cara digerus. Serbuk sampel kerang putih dan sedimen
kemudian ditimbang sebanyak 2-4 gram. Setelah itu dimasukkan ke dalam
Furnace oven pada suhu 450 C selama 12 jam sampai menjadi abu yang
berwarna putih. Abu sampel kemudian didestruksi secara kimia untuk
dianalisis (Rini 2001 dalam Arisandi 2002).

2. Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb
Analisi kimia kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb yaitu dengan
menggunakan metode gravimetry. Adapun prosedur analisis logam berat
Hg, Cd dan Pb dalam Vogels Texbook of Quantitative Inorganic Analiysis
Including Elementary Instrumental Analiysis adalah sebagai berikut:

62
- Analisis Cd
Pada abu sampel di tambahkan 50 cm dari 10 % larutan sodium tartrae,
kemudian di tambahkan 2.5 % larutan 2-naptha quinoline dalam 0.25 M
asam sulfur, setelah itu ditambahkan 0.2 M pottasium iodide. Setelah 2
menit, endapan kadmium disaring dengan corong kaca yang dilapisi kertas
saring. Kemudian dicuci dengan larutan yang berisi 10 cm dari 0.2 M asam
sulfur 80 cm air dan 1-2 tetes larutan sulful dioksida encer, kemudian
endapan dikeringkan pada suhu 130 C sampai mencapai berat konstan.
- Analisis Hg
Pada abu sampel ditambahkan 1 % larutan thronaid dalam asam sulfur
asetic, kemudian dipanaskan pada suhu 80 %-85 %,sambil diaduk secara
konstan. Kemudian diaduk lagi hingga mengental. Larutan tersebut
kemudian disaring dengan corong kaca yang dilapisi kertas saring, setelah
itu dicuci dengan air panas hingga larutan tersebut menjadi tidak asam,
kemudian dikeringkan pada suhu 105 C sampai mencapai berat konsan.
- Analisis Pb
Campurkam 10 gram bahan yang telah diabukan dalam 40 ml air
panas, tambahkan KCN 10% kemudian 25 ml dari larutan 1:2 amonia.
Terakhir tambahkan 0.5 ml larutan Na sulfur 10%. Buat sampai 100 ml.
Siapkan larutan blanko menggunakan 10 g Pb bebas asam tartar dan larutan
dengan cara yang sama. Hitung abbsorbansi dari kedua larutan degan
spektrofotometer pada panjang gelombang 430 nm. buat kalibrasi dengan
menambahkan 0; 0,25; 0,5; 0,75 dan 1 ml larutan standar Pb ke larutan yang
63
telah disiapkan tadi dari 10 gram Pb asam tartar. Prosedur di proses secara
spesifik dengan pemindahan awal Pb dengan sodium dietil ditriocartamate
pada pH 7, dan ekstraksi Pb dietil ditriocartamate dengan pemindahan awal
Pb campuran pentanol dan toluen bebas sulfur. Lapisan organik dipisahkan
dengan HCL encer, dimana Pb komleks menjadi lapisan cairan encer.
Terakhir dicampur dengan larutan amoniak dithizone 2 ekstrak Pb
dithizonate dengan menggunakan buffer yang terdiri dari 25 gram Na sitrat
dan 4 gram NaHCO3 dan 100 ml air, Na dietil ditriocartamate tidak stabil
pada buffer ini, jadi bisa ditambahkan sejumlah regent padat.

3.6.2 Analisa Sampel Cair (Air laut)
Untuk analisa sampel cair juga menggunakan metode gravimetry, yaitu
dengan prosedur sebagai berikut: sampel cair dimasukkan kedalam beker
glas 50 ml, ditambahkan HNO3 encer 2.5 N sebanyak kurang lebih 10-15
ml, lalu dipanaskan sampai mendidih, kemudian didinginkan, kemudian
disaring kelabu takar 50 ml. Kemudian ditambahkan aquads sampai tanda
batas, dikocok sampai homogen. Selanjutnya dianlisa kandungan logam
berat. Prosedur untuk analisa logam berat seperti pada analisa sampel padat
(Rini 2001 dalam Arisandi, 2002).

3.6.3 Pembuatan Preparat Insang Kerang Bulu
Di Laboratorium, sediaan mikroanatomi organ tubuh dan insang di buat
dengan metode parafin dan pewarnaan Hemotoksilin-Eosin (HE). Preparat
64
yang dihasilkan didekomentasikan (difoto) kemudian diamati secara visual
untuk melihat perbedaan penampilan pengaruh konsentrasi Cd, Hg dan Pb.
Adapun tahapan pengamatan histologi menurut Sujiati (1990) dalam
Ainiwati (2005) adalah sebagai berikut :
- Fiksasi Jaringan
Jaringan insang dimasukkan dalam botol flakon, kemudian difiksasi
dengan formalin 50% selama 24 jam. Kemudian formalin dibuang. Tujuan
dari fiksasi adalah untuk meminimalis atau menghentikan proses autokatalik
dari jaringan
- Dehidrasi
Dehidrasi alkohol 50%, 70%, 80%, 100% dan 100% selama 30 menit,
kemudian ditetesi allkohol : xylol 3:1, 1:1, dan 1:3 masing-masing 30 menit,
setelah itu ditetesi xylol murni selama 30 menit, kemudian ditetesi xylol
murni 2 selama 30 menit. Kemudian ditetesi xylol : parafin 1:9 selama 24
jam (diletakkan dalam oven dengan suhu 60 C. Tujuan dari proses
dehidrasi ini untuk membershkan jaringan dari sisa-sisa alkohol agar mudah
untuk penempelan digunakan mounting madium.
- Blok Parafin
Setelah proses terakhir dehidrasi maka selanjutnya diganti dengan
parafin murni selama satu jam dalam oven. Blok dibiarkan sampai
mengeras. Pengeblokan dengan parafin ini bertujuan untuk memudahkan
pengirisan jaringan dengan mikrotom dengan ketebalan 5-10 mikron.

65
- Pewarnaan
Setelah blok parafin diiris, lalu diletakkan diatas gelas slide. Lapisan
yang terjadi masih terlapisi oleh parafin, maka perlu dihilangkan dulu
dengan cara merendamnya dalam larutan dehidrasi (alkohol, xylol). Masih
dalam rangkaian dehidrasi, dilakukan pewarnaan supaya jaringan yang
diamati tampak jelas. Larutan yang digunakan adalah Haemotoksili-eosin
Giensa.

3.7. Analisa Data
Untuk mengetahui tingkat pencemaran logam berat yang ada di pantai
Lekok Pasuruan, maka data yang diperoleh dari hasil analisis logam berat
dibandingkan dengan tabel standar normal konsentrasi ketentuan baku mutu
kandungan logam berat pada air menurut standar Indonesia yang dilaporkan
oleh Palupi dan WHO.
Untuk mengetahui perbedaan kandungan logam berat antara stasiun dan
perbedaan kandungan logam berat pada sampel kerang bulu, air laut dan
sedimen maka dilakukan Uji Anava kemudian dilanjutkan dengan Uji Jarak
Duncan bila hasilnya menunjukkan signifikan.
Untuk mengetahui bentuk dan keeratan hubungan antara kandungan Cd,
Hg dan Pb pada air, sedimen, dan jaringan kerang bulu, maka data yang
diperoleh dianalisis dengan analisis regresi sederhana.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh logam berat terhadap insang
kerang bulu, maka data yang diperoleh dari pengamatan preparat insang
66
kerang bulu dengan menggunakan metode parafin dan HE di bandingkan
dengan struktur insang normal kerang bulu.

3.8. Persamaan Regresi
Data primer yang diperoleh dari observasi kemudian dianalisis dengan
regresi. Regresi ini memiliki 2 variabel yang terdiri dari Y variabel terikat
yaitu variabel yang dipengaruhi, dan X variabel bebas yaitu variabel yang
mempengaruhi, dengan persamaan sebagai berikut:
Yregresi: a + bX
Dimana:
Y= kandungan logam berat Cd , Hg dan Pb pada kerang bulu
X= kandungan logam berat Cd , Hg dan Pb pada sedimen dan air





















67
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data tentang kandungan logam
berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu (Anadara antiquata), sedimen dan air
laut, perbedaan kandungan logam berat Hg, Cd maupun Pb pada air laut,
kerang bulu pada setiap stasiunnya, korelasi kandungan logam berat Hg, Cd
dan Pb pada air laut dan sedimen dengan kandungan logam berat Hg, Cd
dan Pb pada kerang bulu, serta gambaran mikroanatomi dari insang kerang
bulu yang hidup di perairan pantai Lekok Pasuruan. Penelitian ini terdiri dari
tiga stasiun berdasarkan aktivitas yang ada disekitarnya, yaitu;

- Stasiun 1 = Merupakan tempat para nelayan biasanya mencari ikan dan
terdapat TPI (Tempat Pelelangan Ikan) serta dekat dengan
perkampungan penduduk.
- Stasiun 2 = Merupakan dekat hutan magrove dan juga dekat dengan muara
saluran sungai Rejoso dan dekat dengan perkampumgan
penduduk dan nelayan biasanya mencari ikan.
- Stasiun 3 = Dekat dengan PGLTU (pembangkit listrik tenaga uap).




68
4.1. Kandungan Logam Berat Cd, Hg dan Pb Pada Air Laut, Sedimen
Kerang Bulu (Anadara antiquata) Berdasarkan Hasil Analisa Data
Tentang Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb.

Berdasarkan hasil analisa data tentang kandungan logam berat Hg, Cd
dan Pb pada air laut, sedimen dan kerang bulu dengan menggunakan
Analisis Of Variance memperoleh hasil yang signifikan (lampiran 2 ) hal ini
menunjukkan bahwa kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut,
sedimen dan kerang bulu adalah berbeda. Selanjutnya untuk mengetahui
perbedaan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut, sedimen dan
kerang bulu pada setiap stasiun pengamatan dilakukan Uji Jarak Duncan
(lampiran 3) yang disajikan pada tabel 4.1, 4.2, 4.3.
Berdasarkan hasil analisis kimia kandungan logam berat Cd, Hg dan
Pb pada sedimen, air laut dan kerang bulu (Anadara antiquata) dengan
menggunakan metode gravimetry menunjukkan telah terjadi pencemaran
logam berat Cd, Hg dan Pb pada air dan sedimen di perairan pantai Lekok
Pasuruan, serta adanya akumulasi logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang
bulu. Adapun untuk mengetahui apakah daerah perairan pantai Lekok
Pasuruan termasuk pada tingkat pencemaran polusi berat atau polusi sedang
ataupun non polusi maka dilakukan perbandingan hasil rata-rata pengukuran
Cd, Hg dan Pb (Dapat dilihat pada lampiran 1) dengan standar ketentuan
baku mutu perairan laut.
Berdasarkan hasil Analisis Anova (Lampiran 2) dapat diketahui bahwa
adanya perbedaan kandungan logam berat Hg diantara sedimen, air laut dan
kerang bulu (Anadara antiquata), serta adanya perbedaan kandungan logam
69
berat Hg diantara stasiun pengamatan (P < 0.05). Untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan kandungan logam berat Hg di setiap stasiun pengamatan
dan perbedaan kandungan logam berat Hg pada air laut, sedimen dan kerang
bulu maka dilakukan dengan Uji Jarak Duncan yang hasilnya seperti tabel
4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1 Analisis Uji Jarak Duncan Kandungan Logam Berat Hg Pada Air
Laut, Sedimen Dan Kerang Bulu (Anadara antiquata).

Rata-rata dan Notasi Kandungan Logam Berat Hg
(Ppm) Pada Air Laut, Sedimen Dan Kerang Bulu
(Anadara antiquate) Di Setiap Stasiun
Lingkungan
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Sedimen 16.70800 c 19.43533 e 17.97033 d
Rata-rata pada kerang 0. 85600 b 0. 97900 b 0.79733 b
Air laut 0.1153 a 0.12700 a 0.13400 a
Keterangan: Jika rata-rata yang diberi huruf atau notasi yang sama maka menunjukkan
tidak adanya perbedaan dan jika rata-rata yang diberi notasi yang berbeda
maka menunjukkan adanya perbedaan (a < 0.740).

Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Hg pada
sedimen di setiap stasiun adalah berbeda nyata. Rata-rata kandungan logam
berat Hg tertinggi pada stasiun 2 yaitu 19.43533 ppm, kemudian pada
stasiun 3 yaitu 17.97033 ppm, dan kandungan logam berat Hg terendah
terdapat pada stasiun 1 yaitu 16.70800 ppm.
Dari Tabel 4.1 juga dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Hg
pada kerang bulu dan air laut pada analisis Uji Jarak Duncan
memperlihatkan hasil yang tidak berbeda antar stasiun. Rata-rata kandungan
logam berat Hg tertinggi pada kerang bulu terdapat pada pada stasiun 2
sebesar 0.97900 ppm, kemudian pada stasiun 1 sebesar 0.85600 ppm, dan
70
terendah pada pada stasiun 3 sebesar 0.79733 ppm. Sedangkan kandungan
logam berat Hg tertinggi pada air laut terdapat pada stasiun 3 sebesar
0.13400 ppm, kemudian pada stasiun 2 sebesar 0.12700 ppm , dan
kandungan logam berat Hg terendah pada air laut terdapat pada stasiun 1
sebesar 0.1153 ppm (Gambar 4.2).
0
5
10
15
20
25
St 1 St 2 St 3
Sedimen
Kerang
Air laut

Gambar 4.2. Grafik Kandungan Logam Berat Hg Pada Sedimen, Air
laut dan Kerang Bulu Di Setiap Stasiun Pengamatan

Berdasarkan hasil Analisis Anova (Lampiran 2) dapat diketahui bahwa
ada perbedaan kandungan logam berat Cd diantara sedimen, air laut dan
kerang bulu (Anadara antiquata), serta adanya perbedaan kandungan logam
berat Cd diantara stasiun pengamatan (P < 0.05). Untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan kandungan logam berat Cd di setiap stasiun pengamatan
dan perbedaan kandungan logam berat Cd pada air laut, sedimen dan kerang
bulu maka dilakukan dengan Uji Jarak Duncan yang hasilnya seperti pada
tabel 4.2.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa kandungan logam berat
Cd pada sedimen, air laut dan kerang bulu adalah berbeda nyata. Kandungan
71
logam berat Cd tertinggi terdapat pada sedimen, kemudian pada kerang dan
terendah terdapat pada air laut.

Tabel 4.2 Analisis uji jarak Duncan kandungan logam berat Cd pada air laut,
sedimen dan kerang bulu (Anadara antiquata).

Rata-rata dan Notasi Kandungan Logam Berat Cd
(Ppm) Pada Air Laut, Sedimen Dan Kerang Bulu
(Anadara antiquate) Di Setiap Stasiun
Lingkungan
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Sedimen 17.24267 c 18.92333 d 16.18233 c
Rata-rata pada kerang 2.85033 b 3.00833 b 2.80267 b
Air laut 1.30867 a 1.42733 a 1.33533 a
Keterangan: Jika rata-rata yang diberi huruf atau notasi yang sama maka
menunjukkan tidak adanya perbedaan dan jika rata-rata yang diberi
notasi yang berbeda maka menunjukkan adanya perbedaan (a <
0.947).


Dari Tabel 4.2 juga dapat diketahui bahwa sedimen memperlihatkan
kandungan logam berat Cd pada stasiun 1 dan stasiun 3 adalah tidak berbeda
nyata, tetapi kandungan logam berat Cd pada kedua stasiun tersebut berbeda
nyata dengan stasiun 2. Kandungan logam berat Cd pada sedimen di stasiun
1 sebesar 17.24267 ppm, pada stasiun 2 sebesar 0.18.92333 ppm dan pada
stasiun 3 sebesar 16.18233 ppm.
Dari tabel 4.2 juga dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Cd
pada kerang bulu dan air laut pada analisis Uji Jarak Duncan
memperlihatkan hasil berbeda antar stasiun. Rata-rata kandungan logam
berat Cd tertinggi pada kerang bulu terdapat pada stasiun 2 sebesar 3.00833
ppm kemudian pada stasiun 1 sebesar 2.85033 ppm, dan terendah pada
stasiun 3 sebesar 2.80267 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Cd
72
tertinggi pada air laut sebesar 1.42733 ppm pada stasiun 2, kemudian
sebesar 1.30867 ppm pada stasiun 1, dan terendah sebesar 1.3353 ppm pada
stasiun 3 (Gambar 4.3).

0
5
10
15
20
St 1 St 2 St 3
Sedimen
Kerang
Air Laut

Gambar 4.3. Grafik Kandungan Logam Berat Cd Pada Sedimen, Air
Laut Dan Kerang Bulu Di Setiap Stasiun Pengamatan


Berdasarkan hasil Analisis Anova (Lampiran 2) dapat diketahui bahwa
ada perbedaan kandungan logam berat Pb diantara sedimen, air laut dan
kerang bulu (Anadara antiquata), serta adanya perbedaan kandungan logam
berat Pb diantara stasiun pengamatan (P < 0.05). Untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan kandungan logam berat Pb di setiap stasiun pengamatan
dan perbedaan kandungan logam berat Pb pada air laut, sedimen dan kerang
bulu maka dilakukan dengan Uji Jarak Duncan yang hasilnya seperti pada
tabel 4.3.



73
Tabel 4.3 Analisis uji jarak Duncan kandungan logam berat Pb pada air laut,
sedimen dan kerang bulu (Anadara antiquata).

Rata-rata dan Notasi Kandungan Logam Berat Hg
(Ppm) Pada Air Laut, Sedimen Dan Kerang Bulu
(Anadara antiquate) Di Setiap Stasiun
Lingkungan
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Sedimen 29.99433 c 32.44433 d 27.65733 c
Rata-rata pada kerang 1.57100 a 1.66500 a 1.59400 a
Air laut 1.31733 a 1.43333 a 1.31733 a
Keterangan: Jika rata-rata yang diberi huruf atau notasi yang sama maka
menunjukkan tidak adanya perbedaan dan jika rata-rata yang diberi
notasi yang berbeda maka menunjukkan adanya perbedaan (a <
1.354).

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa kandungan logam berat
Pb antara sedimen dengan kerang dan air laut adalah berbeda nyata.
Kandungan logam berat Pb antara kerang dengan air laut adalah tidak
berbeda nyata (tidak significant). Kandungan logam berat Pb tertinggi pada
sedimen, kemudian pada kerang dan air laut.
Dari tabel 4.3 juga dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Pb
pada sedimen di setiap stasiun adalah berbeda nyata. Rata-rata kandungan
logam berat Pb tertinggi pada sedimen terdapat pada stasiun 2 sebesar
32.4433 ppm, kemudian pada stasiun 1 sebesar sebesar 29.99433 ppm dan
terendah pada stasiun 3 sebesar 27.65733 ppm.
Adapun kandungan logam berat Pb pada kerang dan air laut tidak
berbeda nyata secara significant. Rata-rata kandungan logam berat Pb
tertinggi pada kerang terdapat pada stasiun 2 sebesar 1.66500 ppm,
kemudian pada stasiun 3 sebesar 1.59400 ppm, dan terendah pada stasiun 1
sebesar 1.57100 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Pb tertinggi pada air
74
laut terdapat pada stasiun 2 sebesar 1.43333 ppm, kemudian stasiun 1 dan 3
sebesar 1.31733 ppm (Gambar 4.4).

0
5
10
15
20
25
30
35
St 1 St 2 St 3
Sedimen
Kerang
Air laut

Gambar 4.3. Grafik Kandungan Logam Berat Pb Pada Sedimen, Air
Laut Dan Kerang Bulu Di Setiap Stasiun Pengamatan


4.1.2. Korelasi kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut dan
sedimen dengan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang
bulu (Anadara antiquata)

Berdasarkan hasil Analisis Regresi di spss windows 12 diketahui
bahwa konsentrasi Hg pada sedimen berpengaruh nyata pada konsentrasi
logam berat Hg pada kerang bulu (Anadara antiquata), tetapi kandungan Hg
pada air laut tidak berpengaruh nyata pada kandungan logam berat Hg pada
kerang bulu (Anadara antiquata), hal tersebut dapat di lihat dari hasil Uji
Regresi dengan tingkat signifikan 0.850 untuk Uji Anova pengaruh
kandungan Hg pada air laut terhadap kandungan Hg pada kerang bulu, dan
0.032 untuk pengaruh kandungan Hg pada sedimen terhadap kandungan Hg
pada kerang bulu (Probabilitas kurang dari 0.05 berarti signifikan).
75
Berdasarkan hasil Analisis Regresi dapat diketahui bahwa ada
hubungan antara kandungan logam berat Cd pada air laut dan sedimen
dengan kandungan logam berat Cd pada kerang bulu dengan tingkat
signifikan sebesar 0.003 untuk air laut dan 0.000 untuk hubungan
kandungan logam berat pada sedimen dengan kandungan logam berat Cd
pada kerang bulu (Probabilitas kurang dari 0.05 berarti signifikan).
Berdasarkan hasil Analisis Regresi di spss windows 12 juga dapat
diketahui bahwa konsentrasi Pb pada sedimen dan air laut berpengaruh
nyata terhadap konsentrasi logam berat Pb pada kerang bulu (Anadara
antiquata). Hal tersebut dapat di lihat dari hasil Uji Anova dengan tingkat
signifikan 0.002 untuk Uji Regresi pengaruh kandungan Pb pada air laut
terhadap kandungan Pb pada kerang bulu, dan 0.044 untuk pengaruh
kandungan Pb pada sedimen terhadap kandungan Pb pada kerang bulu
(Probabilitas kurang dari 0.05 berarti signifikan).


4.1.3 Mikroanatomi Insang Kerang Bulu (Anadara antiquata) Pada Perairan
Pantai Lekok Pasuruan

Dari hasil pengamatan mikroanatomi insang kerang bulu di perairan
pantai Lekok Pasuruan dengan menggunakan metode parafin di dapatkan
hasil sebagai gambar berikut ini (Gambar 4.1):



76






C

B


A







Gambar 4.1.a








D




C
A A
B

A




Gambar 4.1.b


77










C

B






Gambar 4.1.c
Keterangan:
Gambar 4.1.a : Mikroanatomi insang pada stasiun 1 (berada pada kisaran
konsentrasi logam berat pada air laut sebesar 0.1153 ppm untuk
Hg, 1.30867 ppm untuk Cd dan 1.3173 ppm untuk Pb)
Gambar 4.1.b : Mikroanatomi insang pada stasiun 2 (berada pada kisaran
konsentrasi logam berat pada air laut sebesar 0.127 ppm untuk
Hg, 1.42733 ppm untuk Cd dan 1.4333 ppm untuk Pb)
Gambar 4.1.c : Mikroanatomi insang pada stasiun 3 (berada pada kisaran
konsentrasi logam berat pada air laut sebesar 0.1340 ppm untuk
Hg, 1.3353 ppm untuk Cd dan 1.3173 ppm untuk Pb)
A = Sel yang mengalami piknosis
B = Sel yang mengalami pembengkakan awal
C = Daerah pelemakan
D = Daerah yang kosong


Dari hasil pengamatan mikroanatomi insang (Gambar 4.1.a, 4.1.b,
4.1.c), dapat diketahui bahwa insang yang hidup di perairan pantai Lekok
Pasuruan telah mengalami degenerasi struktural pada sel-sel insang.
Degenerasi yang paling parah di alami insang kerang yang hidup pada
stasiun 2. Sedangkan insang kerang yang hidup pada stasiun 1 dan 3
78
mengalami degenarasi yang relatif sama (menunjukkan degenerasi yang
lebih ringan dibandingkan dengan insang pada stasiun 2).

4.2 Pembahasan

Lekok merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Pasuruan. Pantai
Lekok merupakan perairan umum yang disekitarnya terdapat berbagai
aktivitas penduduk di bidang perikanan baik itu pelayaran maupun pencari
kerang dan juga di bidang pertanian. Pantai Lekok mendapat masukan dari
sungai Rejoso serta beberapa anak sungai kecil di mana dibagian
sebelumnya terdapat pemukiman penduduk, kegiatan industri dan pertanian.
Kecamatan Lekok mempunyai ketinggian 2 meter dari permukaan laut
dengan suhu rata-rata 31 C. Stasiun pengamatan terdapat di dua desa yang
saling bersebelahan yaitu desa Jatirejo dan desa Tambak Lekok yang berada
di Kecamatan Lekok Kabupaten Pauruan.


4.2.1 Kandungan Logam Berat Cd, Hg dan Pb Pada Air Laut, Sedimen
Kerang Bulu (Anadara antiquata) Berdasarkan Hasil Analisa Data
Tentang Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb

Berdasarkan hasil penghitungan Anova (Lampiran 2) diketahui bahwa
terdapat perbedaan kandungan logam berat Cd, Hg dan Pb pada air laut,
sedimen dan kerang bulu (Anadara antiquata), sedangkan kandungan logam
berat Pb antara sedimen dengan air laut dan kerang bulu (Anadara
79
antiquata) menunjukkan perbedaan, akan tetapi antara air laut dengan
kerang tidak menunjukkan perbedaan.
Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) dapat diketahui bahwa
kandungan logam berat (Hg, Cd, Pb) pada sedimen lebih banyak dari pada
di air laut dan kerang bulu (Anadara antuquata). Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hidayat (2003) di pantai utara Kabupaten Pasuruan dan
Probolinggo Jawa Timur juga diperoleh hasil yang sama bahwa kandungan
logam berat Cd dan Pb paling banyak terdapat pada sedimen.
Menurut Mulyanto (1992) menyatakan bahwa tingginya logam berat
pada sedimen tersebut disebabkan karena aktifitas bakteri dan jamur, tetapi
cenderung dilarutkan kembali dalam bentuk ion. Setelah mengalami
pengendapan, bahan organik dan logam, zat-zat ini akan mengalami
diagenesis, yaitu serangkaian proses yang terjadi dalam suatu larutan yang
meliputi pembentukan sedimen pada temperatur rendah, melibatkan
peningkatan bobot molekul dan hilangnya gugus fungsi, terbentuklah logam
berat pada sedimen perairan yang relatif stabil dan kurang kreatif. Namun
demikian mobilisasi dapat terjadi melaui proses mikrobial. Logam berat
terlarut dalam air akan berpindah kedalam sedimen jika berikatan dengan
materi organik bebas atau materi organik yang meliputi permukaan sedimen
dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen (Arisandi,
2001).
Berdasarkan hasil Uji Jarak Duncan (Tabel 4.1, 4.2, 4.3) diketahui
bahwa kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb di sedimen, air laut dan
80
kerang pada stasiun 2 adalah tertinggi dibandingkan stasiun 1 dan 3.
Walaupun kenyatannya pada stasiun 2 adalah dekat dengan hutan magrove.
Pada stasiun 3 yang mana dekat disekitar PGLTU kandungan logam
beratnya paling rendah bila dibandingkan dari stasiun 2 dan 1, hal tersebut
dimungkinkan karena logam berat yang dihasilkan oleh PGLTU terutama
logam berat Pb akan teremisi ke udara dan hanya sedikit sekali yang
teremisi kedalam badan perairan. Penyebaran dan akumulasi logam berat
Hg, Cd dan Pb pada stasiun 2 mempunyai nilai paling tinggi jika
dibandingkan dengan stasiun 1 dan stasiun 3, karena pada stasiun ini
merupakan tempat terjadinya pencampuran antara air tawar dari sungai
dengan air laut, disamping itu adanya pemukiman penduduk yang banyak
memanfaatkan laut sebagai tempat pembuangan limbah domestik baik
limbah organik maupun limbah anorganik, menurut Connel dan Miller
(2006), perpindahan logam berat dari perairan ke sedimen juga terjadi jika
logam berat berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang
melapisi permukaan sedimen (Gambar 4.2, 4.3, 4.4).
Pencemaran logam berat juga berasal dari pemanfaatan dibidang
perikanan yang memanfaatkan perahu bermotor yang bisa menimbulkan
pencemaran logam berat. Dalam bahan bakar kendaraan bermotor biasanya,
ditambahkan pula scavenger, yaitu etilendibromida (C2H4Br2) dan etilen
khlorida (C2H4C12). Senyawa ini dapat mengikat residu Pb yang dihasilkan
setelah pembakaran, sehingga di dalam gas buangan terdapat senyawa Pb
dengan halogen (Palar, 1994).
81
Berdasarkan hasil analisis kimia kandungan logam berat Hg, Cd dan
Pb dapat diketahui bahwa logam berat Hg, Cd dan Pb telah mencemari
perairan pantai Lekok Pasuruan Jawa Timur. Kandungan logam berat Hg,
Cd dan Pb terdapat pada air laut, sedimen dan juga kerang bulu (Anadara
antiquata) yang ada di pantai Lekok Pasuruan.
Tagor, dkk, (2003) menyatakan, logam berat merkuri (Hg), kadmium
(Cd), timbal (Pb) bersama dengan tembaga (Cu), seng (Zn) dan kromuim
(Cr) diklasifikasikan sebagai bahan berbahaya dan beracun (B-3).
Keberadaan logam berat dilingkungan dapat berasal dari dua sumber.
Pertama berasal dari alam dengan kadar di biosfer yang relatif kecil.
Keberadaan logam berat secara alami tidak membahayakan lingkungan.
Kedua, dari antropogenik dimana keberadaan logam berat tersebut
diakibatkan oleh aktivitas manusia, misalnya limbah industri pelapisan
logam, pertambangan, cat, pembuangan zat kendaraan bermotor, serta
barang-barang bekas seperti baterai, kaleng dan sebagainya.
Secara alamiah logam berat biasanya sangat sedikit sekali ditemukan
dalam air, yaitu kurang dari 1g/l (Darmono, 2001). Menurut standar
Indonesia yang dilaporkan oleh Palupi, (1994) menyatakan bahwa standar
alamiah logam berat Hg untuk kehidupan diperairan laut yaitu sebesar 0,15
g/l, dan standar logam berat Cd untuk kehidupan diperairan laut yaitu
sebesar 0,2 g/l, dan untuk Pb sebesar 0,03 g/l, sedangkan menurut WHO
untuk Hg sebesar 0.001 ppm (Darmono, 2001).
82
Menurut RNO (Resean National dObservatoin) konsentrasi logam
berat Pb pada sedimen umumnya masih berada dalam kondisi yang alamiah,
yaitu dalam kisaran 10-70 ppm (Estuningdyah, 1994). Sedangkan jumlah
normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, angka tertinggi mencapai
(1700 ppm) di jumpai pada permukaan sampel tanah yang diambil didekat
pertambangan biji seng (Zn) (Pagoray, 2001). Sedangkan menurut Hamidah,
1986 dalam Estunigdyah, (1994) menyatakan bahwa kadar alamiah
kadmium untuk sedimen yang telah direkomendasikan oleh RNO (Resean
National dObservatoin) adalah sebesar 0,1 ppm sampai 2.0 ppm. Adapun
menurut RNO (Resean National dObservatoin) kadar alamiah untuk logam
berat Hg sebesar 0.02-0.035 ppm (Hamidah, 1986 dalam Pagoray, 2001).
Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 1) dapat diketahui bahwa air
laut dan sedimen yang berada di perairan pantai Lekok telah tercemar oleh
logam berat Hg, Cd dan Pb. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil rata-rata
analisis kimia kandungan logam berat Hg terendah pada air laut sebesar
0.1153 ppm, sedangkan standar alamiah kandungan Hg yang berada dibadan
perairan laut sebesar 0,15 g/l. Adapun hasil rata-rata analisis kimia
kandungan logam berat Cd terendah pada air laut sebesar 1.30867 ppm,
sedangkan standar alamiah kandungan Cd yang berada dibadan perairan laut
sebesar 0,2 g/l. Adapun hasil rata-rata hasil rata-rata analisis kimia
kandungan logam berat Pb terendah pada air laut sebesar 1.31733 ppm,
sedangkan standar alamiah kandungan Pb yang berada dibadan perairan laut
sebesar 0,03 g/l, hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan logam berat
83
Cd, Hg dan Pb di perairan pantai Lekok Pasuruan yang terendah pun sudah
melampaui ambang batas ketentuan kandungan alamiah logam berat untuk
kehidupan di perairan. Sehingga dapat dikatakan bahwa air laut di perairan
pantai Lekok telah tercemar oleh logam berat Cd, Hg dan Pb. Perbandingan
kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb yang terdapat pada air laut di pantai
Lekok dengan ketentuan baku mutu alamiah kandungan logam berat pada
air laut menurut standar Indonesia ditunjukkan pada tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4. Perbandingan kandugan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut
di pantai Lekok Pasuruan dengan standar ketentuan baku mutu
alamiah kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut.

Rata-Rata Hasil Analisi Kimia LOGAM
BERAT Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Standar ketentuan baku mutu
logam berat pada air laut
Hg 0.1155 0.1273 0.1341 0.15 g/l
Cd 1.3086 1.4273 1.3353 0.2 g/l
Pb 1.3175 1.4338 1.3218 0.03 g/l
Keterangan: Standar ketentuan baku mutu kandungan logam berat pada air laut
menurut standar Indonesia yang dilaporkan oleh Palupi (1994).

Dari hasil rata-rata analisis kimia kandungan logam berat dapat
diketahui kandungan Hg terendah pada sedimen sebesar 16.7203 ppm,
sedangkan ketentuan baku mutu kandungan Hg pada sedimen sebesar 0.02-
0.035 ppm. Adapun hasil rata-rata analisis kimia kandungan logam berat Cd
terendah pada sedimen sebesar 16.1823 ppm, sedangkan standar alamiah
kandungan Cd pada sedimen sebesar 0.1-2 ppm. Adapun hasil rata-rata
analisis kimia kandungan logam berat Pb terendah pada sedimen sebesar
27.6575 ppm, sedangkan standar alamiah kandungan Pb pada sedimen
sebesar 10-70 ppm, hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan logam
berat Cd dan Hg pada sedimen di pantai Lekok Pasuruan yang terendah pun
84
sudah melampaui ambang batas baku mutu ketentuan kandungan alamiah
logam berat untuk sedimen, sedangkan untuk Pb belum melampaui ambang
batas baku mutu ketentuan. Sehingga dapat dikatakan sedimen di pantai
Lekok telah tercemar oleh logam berat Cd, Hg dan Pb. Perbandingan
kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb yang terdapat pada sedimen di pantai
Lekok dengan ketentuan baku mutu alamiah kandungan logam berat pada
sedimen menurut Menurut RNO (Resean National dObservatoin)
ditunjukkan pada tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5. Perbandingan kandugan logam berat Hg, Cd dan Pb pada
sedimen di pantai Lekok Pasuruan dengan standar ketentuan
baku mutu alamiah kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada
sedimen.

Rata-Rata Hasil Analisi Kimia LOGAM
BERAT Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Standar ketentuan baku mutu
logam berat pada sedimen
Hg 16.7203 19.4355 17.9705 0.02-0.035 ppm
Cd 17.2431 18.9236 16.1823 0.1-2 ppm
Pb 29.9945 32.4483 27.6575 10-70 ppm
Keterangan: Standar ketentuan baku mutu kandungan logam berat pada
sedimen yang di rekomendasi RNO (Resean National
dObservatoin) (Pagoray, 2001 dan Tri Wahyuni, 2001).

Palar, 1994 menyatakan bahwa dengan adanya pencemaran logam
berat dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu dapat berubah fungsi
menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang
ditimbulkan oleh satu jenis logam berat terhadap semua organisme perairan
tidak sama, namun kehancuran dari satu kelompok dapat menjadikan
terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat selanjutnya, keadaan
tersebut akan menghancurkan ekosistem perairan.
85
Biota air yang hidup dalam perairan tercemar logam berat, dapat
mengakumulasi logam berat yang ada di perairan dalam jaringan tubuhnya
sehingga terjadilah proses bioakumulasi dan biomagnifikasi yang mana
akan berimplikasi kepada manusia, karena manusia adalah pemegang posisi
puncak (trophic level) pada hampir semua rantai makan dalam ekosistem.
Perbandingan kandugan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu yang
berada di pantai Lekok Pasuruan dengan standar ketentuan baku mutu
kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada makanan untuk layak
dikonsumsi oleh manusia dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.6. Perbandingan kandugan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang
bulu yang berada di pantai Lekok Pasuruan dengan standar
ketentuan baku mutu kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada
makanan untuk layak dikonsumsi oleh manusia.

Rata-Rata Hasil Analisi Kimia LOGAM
BERAT Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Standar ketentuan baku mutu
logam berat pada makanan
Hg 0.8563 0.979 0.7976 0.5 ppm
Cd 2.8505 3.0086 2.8028 1 ppm
Pb 1.5711 1.665 1.594 2 ppm
Keterangan: Standar ketentuan baku mutu kandungan logam berat pada
makanan menurut standar WHO dan POM (Pagoray, 2001
dan Tri Wahyuni, 2001)

Berdasarkan tabel 4.6 dapat di ketahui bahwa logam berat Hg telah
terakumulasi pada tubuh kerang bulu rata-rata terendah sebesar 0.7976 ppm.
Dari rata-rata tersebut diketahui bahwa kerang bulu yang ada dipantai Lekok
Pasuruan telah melampaui ambang batas layak untuk dikonsumsi yang telah
ditetapkan oleh WHO dan juga Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan (POM) No.03725/B/SK/VII/89, yaitu sebesar 0,5 ppm.
86
Kepekatan merkuri dalam spesies perairan sangat berhubungan dengan
kedudukannya pada rantai makanan, khususnya jika bergerak dari herbivora
ke predator besar (Connel dan Miller, 2006). Beberapa bukti juga telah
menunjukkan bahwa merkuri mengalami transformasi dalam metabolisme
tanaman pertanian dan hewan ternak seperti unggas-unggasan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Amerika terhadap dua
jenis gandum yang diperlakukan dengan fungisida bermerkuri, hasilnya
menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kandungan merkuri di dalam
gandum yang diperlakukan dengan merkuri bila dibandingkan dengan
kontrol yang tidak diperlakukan dengan merkuri. Pada gandum yang
diperlakukan dengan merkuri ditemukan sekitar 0.03 ppm Hg pada biji
gandumnya, sedangkan pada tanaman kontrol hanya ditemukan 0.01 ppm.
Pada telur ayam yang selalu diberi makan dengan gandum yang
mengandung merkuri, didapatkan kandungan Hg sekitar 0.02-0.29 ppm.
Sedangkan untuk ayam-ayam yang diberikan gandum yang tidak
diperlakukan dengan merkuri, kandungan Hg yang ditemukan hanya sekitar
0.008-0.012 ppm. Dengan demikian biota laut seperti ikan-ikan besar dan
kerang-kerangan yang telah memakan ikan-ikan kecil dan pitoplankton yang
lebih kecil yang telah terkontaminasi kandungan metil merkuri, disinyalir
mempunyai kandungan metal merkuri yang lebih besar dalam tubuhnya.
Pemanfaatan ikan-ikan dan kerang yang telah terkontaminasi oleh
metil merkuri sebagai bahan makanan dapat mengakibatkan keracunan
kronis akan merkuri pada manusia. Kasus pencemaran merkuri pada badan
87
perairan yang kronis terjadi di Teluk Minamata di Jepang yang disebabkan
oleh buangan limbah industri manufaktur vinilklorida pada tahun 1960.
Penduduk yang berada di sekiatar Teluk Minamata mengalami kerapuhan
pada tulang, sehingga penderita tidak bisa bergerak sama sekali, karena
setiap gerakan yang dilakukan akan menyebabkan tulang sipenderita
menjadi patah. Melalui pengujian-pengujian yang dilakukan diketahui
bahwa penyebab dari penyakit tersebut berawal dari keracunan logam berat
merkuri yang masuk melalui ikan dan kerang yang ditangkap di perairan
Teluk Minamata (Palar, 1994). Yang mana kadar merkuri di Teluk
Minamata berkisar antara 9 ppm sampai 24 ppm (Nicodemus, 2003).
Dari tabel 4.6 juga dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Pb
telah terakumulasi dalam tubuh kerang bulu (Anadara antiquata) dan rata-
rata kandungan Pb terendah sebesar 1.5711 ppm dan tertinggi sebesar 1.665
ppm. Walaupun kandungan tersebut belum melampui ambang batas layak
dikonsumsi menurut WHO yaitu sebesar 2 ppm tetapi harus tetap
diwaspadai, karena kadar logam berat tersebut akan terus beranbah dan
terakumulasi dalam biota laut apabila limbah buangan industri di sekitar
perairan pantai Lekok meningkat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Murphy p Minc Of Science and Techology Publication Universty of
Wales pada tahun 1979 diketahui bahwa organisme-organisme yang ada
diperairan seperti Crustacea akan mengalami kematian setelah 245 jam, bila
pada perairan terlarut Pb pada konsentrasi 2.75 - 49 ppm. Sedangkan Insecta
88
akan mengalami kematian dalam rentang waktu 168-336 jam bila pada
badan perairan terlarut Pb konsentrasi 3.5 - 64 ppm (Palar, 1994).
Dari tabel 4.5 juga dapat diketahui bahwa kandungan logam berat Cd
terendah pada kerang bulu 2.8028 ppm. Kandungan logam berat Cd tersebut
telah melampaui ambang batas dua kali lipat dari ketentuan Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No.03725/B/SK/VII/89,
tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan yaitu 1.0
untuk Cd.
Kasus keracunan Cd yang pernah tercatat sebagai epidemik terjadi
pada sebagian penduduk Toyama di Jepang, yang mana sebagian dari
penduduk Toyama mengeluh rasa sakit pinggang selama bertahun-tahun dan
sakit itu semakin lama semakin parah. Disamping itu mereka juga mengeluh
rasa sakit pada tulang punggunya. Ternyata tulang-tulang itu mengalami
pelunakan dan kemudian menjadi rapuh. Kematian yang terjadi diantara
mereka terutama disebabkan oleh gagal ginjal. Keracunan tersebut berawal
dari beras yang yang mereka makan berasal dari tanaman padi yang selama
bertahun-tahun mendapat air yang tercemar oleh logam berat Cd. Endapan
logam berat Cd yang terdapat pada padi kemudian mengalami pelipatan
secara biological magnification yang besar sekali dan akhirnya mengendap
pada tubuh manusia. Kandungan di dalam padi semula hanya sekitar 1,6
ppm namun setelah mengalami biological magnification kandungan Cd di
dalam tubuh (lewat analisis pada tulang rusuk) menjadi 11,472 ppm
(Wardhana, 1995).
89
Berdasarkan hasi penelitian (Tabel 4.4, 4.5, 4.6) kandungan logam
berat (Hg, Cd dan Pb) di perairan pantai Lekok Pasuruan dapat diketahui
bahwa telah terjadi pencemaran logam berat (Hg, Cd dan Pb) di perairan
pantai Lekok Passuruan dengan tingkat populasi sedang. Karena walaupun
nilai konsentrasi logam berat yang berada pada di pantai Lekok telah
melampuai ambang batas nilai yang telah ditentukan, namun selisih nilai
belum begitu jauh dengan baku mutu yang telah ditentukan. Menurut
Darmono, (2001) menyatakan bahwa biasanya tingkat konsentrasi logam
berat dalam badan perairan dan organisme yang hidup di dalamnya
dibedakan menurut tingkat pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi
sedang, dan non polusi. Suatu perairan dengan tingkat polusi berat biasanya
memiliki kandungan logam berat dalam air, sedimen dan organisme yang
hidup didalamnya cukup tinggi (melampaui ambang batas yang ditentukan).
Pada tingkat polusi sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang
hidup di dalamnnya berada pada batas marjinal (nilai ambang batas yang
telah ditentukan). Sedangkan pada tingkat nonpopulasi, kandungan logam
berat dalam air dan organisme yang hidup didalamnya sangat rendah, atau
bahkan tidak terdeteksi.
Pencemaran logam berat (Hg, Cd dan Pb) pada air laut dan sedimen
yang berada di perairan pantai Lekok Pasuruan telah melampui batas standar
untuk kehidupan biota laut yang ditentukan oleh sandar Indonesia.
Sedangkan kandungan logam berat (Hg, Cd) pada kerang bulu (Anadara
antiquata) yang hidup di perairan pantai Lekok Pasuruan telah melampaui
90
batas ketentuan layak untuk dikonsumsi menurut WHO dan Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No.03725/B/SK/VII/89.
Sedangkan untuk Pb masih di bawah nilai ambang batas yang ditentukan,
walaupun demikian perlu diwaspadai karena kandungan logam berat Pb
yang berada pada kerang bulu (Anadara antiquata) di perairan pantai Lekok
Pasuruan telah mendekati nilai ambang batas yang telah ditentukan.
Darmono (2001), menjelaskan bahwa jenis kerang baik yang hidup di
air tawar maupun di air laut banyak digunakan sebagai indikator
pencemaran logam. Hal ini disebabkan karena habitat hidupnya yang
menetap dan bioakumulatifnya terhadap logam berat. Karena kerang banyak
dikonsumsi oleh manusia maka sifat bioakumulatifnya inilah yang perlu
diwaspadai bila dikonsumsi secara terus menerus.
Kandungan logam berat (Hg, Cd dan Pb) yang berada di perairan
pantai Lekok Pasuruan kemungkinan besar telah terakumulasi ke dalam
tubuh manusia yang tinggal dan makan hasil tangkapan perikanan disekitar
pantai Lekok Pasuruan, karena kandungan logam berat (Hg dan Cd) pada
kerang bulu telah melampaui ambang batas ketentuan, sehingga tidak
menutup kemungkinan ikan-ikan yang hidup di perairan pantai Lekok juga
telah terakumulasi oleh logam berat (Hg, Cd dan Pb).
Di duga juga bahwa logam berat yang terdapat didalam tubuh kerang
bulu yang hidup di perairan pantai Lekok Pasuruan telah mengalami
bioakumulasi dan biomagnifikasi. Kerang mempunyai sifat filter feeder
yaitu memakan dengan menyaring plankton dan butir-butir bahan organik
91
(Arfiati, 2001 dalam Kusuma Hidayat, 2003). Dengan demikian semua
materi yang ada di dalam air kemungkinan akan masuk kedalam tubuh
kerang, apabila di dalam air tersebut terdapat logam berat, maka logam berat
tersebut juga akan masuk kedalam tubuh kerang dan mungkin terakumulasi.
Akumulasi ini terjadi karena kecenderungan logam berat membentuk
senyawa kompleks dengan za-zat organik yang terdapat dalam tubuh
organisme. Dengan demikian logam berat terfiksasi dan tidak segera
diekskresikan oleh organisme bersangkutan (Sumarwoto, 1988 dalam Tri
Wahyuni, 2001 ), hal tersebut akan mengakibatkan kandungan logam berat
dalam tubuh organisme akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kandungan logam berat dalam lingkungan hidupnya.
Logam berat yang berada dalam tubuh kerang bulu selain berasal dari
air laut dan sedimen juga berasal dari makanan yang dimakan oleh kerang
bulu dan telah mengalami biomagnifikasi. Menurut Wijani (1990)
mengatakan, bahwa makanan kerang dari ordo Filibranchia sebagian besar
terdiri dari phytoplankton. Disamping itu dikatkakan pula bahwa sumber
makanan bagi hewan yang hidup di dasar terdiri dari plankton, detritus dan
mikroorganisme yang melekat di dasar. Menurut Purves (1977) dalam Tri
Wahyuni (2001) menyatakan bahwa phytoplankton menyerap logam berat
yang terbesar di perairan melalui adsorbsi, umumnya dalam bentuk
anorganik. Sehingga phytoplankton yang hidup pada daerah yang tercemar
logam berat besar kemungkinan mengandung logam berat juga.
Phytoplankton yang mengandung logam tersebut kemudian di makan oleh
92
kerang bulu secara terus menerus. Di dalam tubuh kerang bulu, logam berat
akan mengalami pelipatgandaan apabila kerang bulu tidak mampu untuk
mengeluarkannya melalui proses ekskresi. Konsentrasi logam berat tersebut
akan terus meningkat, sesuai dengan tingkat rantai makanan yang ada dalam
ekosistem tersebut, sehingga terjadilah proses biomagnifikasi yaitu suatu
proses di mana bahan pencemar bergerak dari satu tingkat trofik ke tingkat
trofik lainnya dan menunjukkan peningkatan kepekatan dalam makhluk
hidup sesuai dengan keadaan mereka.
Pencemaran yang terjadi di pantai Lekok Pasuruan kemungkinan
besar disebabkan oleh adanya sampah-sampah organik dan anorganik yang
bersal dari limbah rumah tangga, selain itu juga diduga pencemaran logam
berat Cd, Hg dan Pb di perairan pantai Lekok berasal dari pabrik-pabrik
yang membuang limbahnya ke sungai-sungai yang bermuara di pantai
Lekok Pasuruan, terutama sungai Rejoso. Pabrik industri yang kemungkinan
sebagai sumber penghasil limbah logam berat yaitu: Pabrik Cheil Samsung
Indonesia, di desa Arjosari Kecamatan Rejoso. Pabrik ini memproduksi
pupuk cair dan juga MSG, PT. Cheil Jedang Indonesia (memproduksi
MSG), kedua pabrik tersebut diduga menghasilkan limbah logam berat Cd
dan Hg. PT. Arga Anan Nusa, PT. Philips Seafoods Indonesia (produsen
pengalengan, pengeringan dan olahan ikan), kedua pabrik tersebut diduga
menghasilkan limbah logam berat Cd. PGLTU ( pembangkit listrik dengan
menggunakan uap) di Kecamatan Lekok Pasuruan, diduga mengahasilkan
limbah logam berat Pb.
93
4.2.2. Korelasi kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut dan
sedimen dengan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang
bulu (Anadara antiquata)

Diketahui bahwa konsentrasi logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut
(X1) dan sedimen (X2) berpengaruh nyata terhadap konsentrasi logam berat
logam berat Hg, Cd dan Pb pada kerang bulu (Y).
Berdasarkan analisis regresi sederhana Hg yang terdapat pada lampiran
4-6 didapatkan persamaan regresi sederhana sebagi berikut.:
Y= 0.05 + 0.49 X2,
Dari persaman regresi di atas dapat diketahui bahwa setiap
penambahan konsentrasi 1 ppm logam berat Hg pada sedimen akan
meningkatkan konsentrasi logam berat Hg pada kerang bulu (Anadara
antiquata) sebesar 0.49 ppm. Dari hasil regresi juga dapat diketahui bahwa
hubungan antara konsentrasi logam berat Hg pada air laut dengan
konsentrasi logam berat pada kerang bulu adalah tidak signifikan, artinya
adanya kenaikan konsentrasi logam berat Hg pada air laut tidak berpengaruh
terhadap konsentrasi logam berat Hg pada kerang bulu (Anadara antiquata)
(dapat di lihat pada Gambar 4.5).
Akumulasi logam berat dalam tubuh kerang bulu (Anadara antiquata)
melalui proses absorbsi air, partikel dan plankton dengan cara memfilter.
Kerang bulu yang berada di dasar (sedimen) di duga mengabsorbsi lebih
tinggi daripada kerang bulu yang berada di kolom air. Hal ini disebabkan
karena pengaruh partikel sedimen lebih besar dan biasanya mengandung
logam lebih tinggi (Estuningdyah, 1994).
94
0
5
10
15
20
25
St 1 St 2 St 3
Air Laut
Kerang
Sedimen

Gambar 4.5. Grafik Hubungan Konsentrasi Logam Berat Hg Pada
Sedimen dan Air Laut Dengan Konsentrasi Logam
Berat Hg Pada Kerang Bulu.


Berdasarkan analisis regresi Cd yang terdapat pada lampiran 4-6
didapatkan persamaan regresi sederhana sebagi berikut.:
Y= 1.790 + 0.63 X2,
Y= 0.948 + 1.428 X1,
Dari persaman regresi di atas dapat diketahui bahwa setiap
penambahan konsentrasi 1 ppm logam berat Cd pada sedimen akan
meningkatkan konsentrasi logam berat Cd pada kerang bulu (Anadara
antiquata) sebesar 0.63 ppm. Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
setiap panambahan konsentrasi 1 ppm logam berat Cd pada air laut akan
meningkatkan konsentrasi Cd pada kerang bulu sebesar 1.428 ppm. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan kandungan logam berat Cd
pada air laut dan sedimen dengan kandungan logam berat Cd pada kerang
bulu (dapat di lihat pada Gambar 4.6).
95
0
5
10
15
20
25
St 1 St 2 St 3
Air Laut
Kerang
Sedimen

Gambar 4.6. Grafik Hubungan Konsentrasi Logam Berat Cd Pada
Sedimen dan Air Laut Dengan Konsentrasi Logam
Berat Cd Pada Kerang Bulu.

Logam-logam di dalam badan perairan juga dipengaruhi oleh interaksi
yang terjadi antara air dengan sedimen (endapan). Keadaan ini terutama
sekali terjadi pada bagian dasar dari perairan. Dimana pada dasar perairan
ion logam dan komplek-kompleknya yang terlarut dengan cepat akan
membentuk partikel-partikel yang lebih besar apabila terjadi kontak dengan
permukaan partikulat yang melayang-layang dalam badan perairan. Partikel-
partikel tersebut terbentuk dengan bermacam-macam bentuk ikatan
permukaan (Palar, 1994).
Berdasarkan analisis regresi Pb yang terdapat pada lampiran 4-6
didapatkan persamaan regresi sederhana sebagi berikut.:
Y= 1.152 + 0.015X2,
Y= 0.857 + 0.555X1,
Dari persaman regresi tersebut dapat diketahui bahwa setiap
penambahan konsentrasi 1 ppm logam berat Pb pada sedimen akan
meningkatkan konsentrasi logam berat Pb pada kerang bulu (Anadara
96
antiquata) sebesar 0.015 ppm. Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
setiap panambahan konsentarsi 1 ppm logam berat Pb pada air laut akan
meningkatkan konsentrasi Pb pada kerang bulu sebesar 0.555 ppm. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan kandungan logam berat Pb
pada air laut dan sedimen dengan kandungan logam berat Pb pada kerang
bulu (dapat di lihat pada Gambar 4.6).

0
5
10
15
20
25
30
35
40
St 1 St 2 St 3
Air laut
Kerang
Sedimen

Gambar 4.7. Grafik Hubungan Konsentrasi Logam Berat Pb Pada
Sedimen dan Air Laut Dengan Konsentrasi Logam
Berat Pb Pada Kerang Bulu.


Pengambilan awal logam oleh makhluk hidup air dapat berasal dalam
tiga proses utama: (1) dari air melalui permukaan pernapasan (misalnya,
insang); (2) penyerapan dari air ke dalam permukaan tubuh; dan (3) dari
makanan, partikel atau air dicerna melalui sistem pencernaan (Connel dan
Miller, 2006).
Dikatakan oleh Bryan (1976) dalam Connel dan Miller (2006), bahwa
penyerapan dari larutan oleh sebagian besar hewan terjadi dengan difusi
pasif, kemungkinan sebagai senyawa logam yang larut melalui tahapan yang
97
disebabkan oleh penyerapan pada permukaan tubuh dan pengikatan oleh
unsur pokok tubuh. Beberapa kejadian menunjukkan bahwa makanan dan
partikulat merupakan sumber yang lebih penting bagi logam daripada air
untuk hewan besar seperti, ikan dan udang.
Mekanisme keracunan logam berat terbagi atas dua fase, fase kinetik
dan fase dinamik. Fase kinetik meliputi proses-proses biologi biasa seperti,
penyerapan, penyebaran dalam tubuh, metabolisme dan proses pembuangan
atau eksresi. Adapun fase dinamik meliputi semua reaksi-reaksi biokimia
yang terjadi dalam tubuh, berupa katabilosme dan anabolisme yang
melibatkan enzim-enzim.
Pada fase kinetik, baik toksikan maupun protoksikan akan mengalami
proses sinergetik atau sebaliknya proses antagonis. Proses sinergetik
merupakan proses terjadinya penggandaan atau peningkatan daya racun
yang sangat tinggi. Sedangkan proses antagonis merupakan proses atau
peristiwa pengurangan dan bahkan mungkin penghapusan daya racun yang
dibina oleh suatu zat atau senyawa. Kedua proses tersebut dapat terjadi
dalam tubuh sebagai akibat dari adanya bahan-bahan lain yang terdapat
dalam tubuh, baik yang mana sebagai sistem ataupun sebagai bahan lain
yang masuk ke dalam tubuh (Palar, 2004).
Dinyatakan pula oleh Palar (2004), bahwasanya fase dinamik
merupakan proses lanjut dari fase kinetik. Pada fase dinamik ini bahan
beracun yang tidak bisa dinetralisir oleh tubuh akan bereaksi dengan
senyawa-senyawa hasil dari proses biosentesa seperti enzim, asam inti,
98
lemak dan lain-lain. Hasil dari reaksi yang terjadi antara bahan beracun
dengan produk biosintesa ini bersifat merusak terhadap proses-proses
biomolekul dalam tubuh. Ion-ion logam yang dapat larut dalam lemak itu
mampu untuk melakukan penetrasi pada membran sel, sehingga akhirnya
ion-ion logam tersebut akan menumpuk di dalam sel dan organ-organ yang
lainnya.
Di duga tubuh kerang bulu yang berada di perairan pantai Lekok
Pasuruan telah mengalami mekanisme keracunan logam berat pada fase
kinetik dan pada fase dinamik. Pada fase kinetik logam berat yang berada
pada air laut dan sediemen telah terserap dan menyebar di dalam tubuh
kerang bulu, selain itu juga telah terjadi proses penggandaan dan
peningkatan daya racun logam berat di dalam tubuh kerang bulu. Selain
mengalami mekanisme keracunan logam berat pada fase kinetik, kerang
bulu yang berada di pantai Lekok Pasuruan diduga juga telah mengalami
mekanisme keracunan pada fase dinamik, yang mana logam berat yang
berada didalam tubuh akan bereaksi dengan senyawa-senyawa hasil dari
proses biosentesa seperti enzim, asam inti, lemak dan lain sebagainya.

4.2.4 Mikroanatomi Insang Kerang Bulu (Anadara antiquata) Yang Hidup di
Perairan Pantai Lekok Pasuruan

Parameter yang di amati pada irisan sagital insang kerang disetiap
stasiun pengamatan secara kualitatif, terlihat bahwa antara stasiun 1 dan
stasiun 3 terlihat gambar yang relatif sama, akan tetapi berbeda nyata
dengan gambar irisan sagital insang pada stasiun 2. Dalam pengamatan
99
mikroanatomi insang ini menggunakan 3 parameter pengamatan, yang
disajikan pada tabel 4.10. Tiga perameter pengamatan tersebut adalah:
1. Kepadatan sel atau jumlah sel
2. Pelemakan pada sel
3. Ukuran lamella insang kerang bulu

Tabel 4.6. Hasil pengamatan parameter pengamatan mikroanatomi irisan
sagital insang kerang bulu (Anadara antiquata) yang berada di
pantai Lekok Pasuruan.

Stasiun Pengamatan
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Parameter
Pengamatan
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Kepadatan Sel 13.4 11.4 12.6 9.6 12 5.4 14.2 9.6 14.8
Pelemakan
pada sel
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ -
+ -
- -
+ +
- -
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
Luas lamella
insang (cm)
0.68 0.5 0.6 0.66 2 1.16 0.78 0.54 0.58
Keterangan:
a. Semua sel mengalami pelemakan yang menyebabkan sel terdorong
kesalah satu sisi sehingga sel mengalami piknosis. Pada semua
lamela terlihat banyak ruang yang kosong yang kemungkinan
disebabkan karena sel yang hilang atau pecah (+ - - -).
b. Semua sel mengalami pelemakan yang menyebabkan sel terdorong
kesalah satu sisi sehingga sel mengalami piknosis. Sebagian lamela
terdapat ruang kosong yang kemungkinan disebabkan karena sel
yang hilang atau pecah (+ + - -).
c. Semua sel mengalami pelemakan yang menyebabkan sel terdorong
kesalah satu sisi sehingga sel mengalami piknosis. Tidak terdapat
ruang kosong pada lamelanya (+ + + -).
d. Sel mengalami fase pelemakan awal. Luas daerah pelemakan lebih
sempit dibandingkan dengan luas daerah pelemakan pada a, b dan
c. Tidak semua sel mengalami piknosis, hanya sebagian kecil sel
saja yang mengalami piknosis (+ + + +).
e. Jumlah/kepadatan sel berdasarkan penghitungan jumlah sel pada
jarak 1 cm pada lamela.
f. Kepadatan/jumlah sel dan luas lamella merupakan rata-rata dari
lima lamela insang kerang bulu disetiap stasiun pengambilan
sampel.

100
Degenerasi yang terlihat pada insang kerang bulu pada stasiun 2
tampak berupa pelemakan pada sel epitel insang. Nukleus baik pada sel
epitel maupun jaringan penyokong banyak yang mengalami piknosis dan
terdorong pada salah satu sisi oleh globulus lemak yang membesar yang
tampak berupa bulatan kosong pada bagian basal sel-sel epitel insang yang
pada preparat dengan pewarnaan HE akan meninggalkan bulatan kosong
berwarna kuning kusam, selain itu terdapat ruang kosong pada lamela yang
kemungkinan disebabkan karena hilangnya atau pecahnya sel. Selain itu
pada stasiun 2 mempunyai rata-rata kepadatan sel atau jumlah sel yang lebih
sedikit dibandingkan dengan stasiun 1 dan 3, hal tersebut kemungkinan
disebabkab oleh adanya sel yang pecah atau hilang, dan juga pada stasiun 2
mempunyai rata-rata luas lamela yang lebih lebar dibandingkan dengan
stasiun 1 dan 3 (Lampiran 7).
Berdasarkan hasil pengamatan Mulyanto dan umi Zakiyah (1997), dari
potongan sagital insang kerang bulu, menunjukkan adanya sederatan lamela.
Bagian terluar setiap lamela tampak dilapisi oleh selapis sel epitel kuboid
bersilia. Dibawah lapisan epitel terdapat jaringan penyokong yang
diantaranya pembuluh-pembuluh darah kapiler berisi eritrosit.
Pada stasiun 1 dan 3 didapatkan gambaran mikroanatomi insang yang
relatif sama. Dari gambar terlihat beberapa sel epitel lamela mengalami
pembengkakan awal, sel tampak membulat, demikian juga pada beberapa sel
mengalami pelemakan awal yang lebih ringan dibandingkan pada stasiun 2,
nukleus juga mengalami piknosis meskipun jumlahnya sedikit. Pada stasiun
101
1 dan 3 mempunyai rata-rata kepadatan sel yang relatif lebih besar
dibandingkan dengan stasiun 2, dan juga pada stasiun 1 dan 3 mempunyai
rata-rata luas lamela yang lebih kecil dibandingkan dengan stasiun 2
(Lampiran 7).
Ogilvie (1951) dalam Mulyanto dan umi Zakiyah (1997) mengatakan
bahwa sel yang mengalami degenerasi akan mengalami beberapa fase
sebagai berikut:
5. Fase pembengkakan kabur, sel kelihatan membengkak termasuk
nukleusnya karena adanya cairan batas lebih, membuat mudah mengalami
disintegrasi bila terkena tekanan, mengandung banyak granula yang
berasal dari mitokondria, bentuknya irregurel, dan tidak merata.
6. Fase pelemakan. Di dalam sel terdapat akumulasi gumpalan lemak, yang
pada preparat dengan pewarnaan HE akan meninggalkan bulatan kosong
berwarna kuning kusam. Nukleus menghitam akibat adanya butiran kasar.
Basofil terkadang terdorong ketepi dinding sel oleh gumpalan lemak,
kromatin mengkerut (Piknosis).
7. Fase Nekrosis. Nukleus sel yang sudah mengalami piknosis berlanjut
mengalami karioreksis, yaitu pecahnya nukleus menjadi butir-butir kecil
hitam yang akhirnya mengalami proses kariolisis, yaitu hilangnya pecahan
nukleus tadi.
8. Fase kalsifikasi, fase ini terjadi setelah sel mati dan hancur biasanya akan
menjadi garam kapur. Satu-satunya jaringan yang mengikat garam kapur
102
ini adalah matriks kartilagenous. Garam kapur tersebut akan terdeposit
secara terus menerus pada jaringan sebagai akibat adanya penyakit.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa sel lamela dan sel jaringan
penyokong pada irisan sagital insang kerang bulu yang berada di perairan
pantai Lekok Pasuruan telah mengalami degenerasi pada fase yang berbeda
untuk setiap stasiunnya. Pada stasiun 1 dan 3 mengalami fase degenerasi
yang sama, sedangkan stasiun 2 berada pada fase degenerasi yang berbeda
dengan stasiun 1 dan 3, pada stasiun 2 berada pada fase degenerasi yang
lebih parah dibandingkan dengan stasiun 1 dan 3. Pada stasiun 1 dan 3
diduga sel lamela dan sel jaringan penyokong pada irisan sagital insang
kerang bulu mengalami degenerasi pada fase pembengkakan awal dan fase
pelemakan awal, hal tersebut terlihat pada stasiun 1 dan 3 sel lamela dan sel
jaringan penyokong pada irisan sagital insang kerang bulu mempunyai
bentuk sel yang membulat, demikian juga pada beberapa sel mengalami
pelemakan awal yang lebih ringan dibandingkan pada stasiun 2, selain itu
nukleus juga mengalami piknosis meskipun jumlahnya sedikit (Lampiran 7).
Pada stasiun 2 diduga sel lamela dan sel jaringan penyokong pada
irisan sagital insang kerang bulu mengalami degenerasi sel telah sampai
pada fase terakhir yaitu sampai pada fase kalsifikasi. Hal tersebut terlihat
bahwa pada stasiun 2 pada sel epitel maupun sel pada jaringan penyokong
banyak yang mengalami piknosis dan terdorong pada salah satu sisi oleh
globulus lemak yang membesar yang tampak berupa bulatan kosong pada
bagian basal sel-sel epitel insang, selain itu terdapat ruang kosong pada
103
lamela yang kemungkinan disebabkan karena hilangnya atau pecahnya sel,
yang menjadi menjadi garam kapur. Garam kapur tersebut akan terdeposit
secara terus menerus pada jaringan sebagai akibat adanya penyakit.
Adanya perbedaan gambar irisan sagital insang kerang bulu di atas
diduga disebabkan karena perbedaan kandungan logam berat yang terdapat
dalam tubuh kerang di setiap stasiun pengamatan. Diketahui dari rata-rata
hasil analisis kimia kandungan logam berat, bahwa kandungan tertinggi
logam berat berada pada stasiun 2, karena pada stasiun tersebut daerah
paling terdekat dengan sungai Rejoso Pasuruan. Berdasarkan hasil penelitian
diduga bahwa kerang yang berada pada air yang mengandung logam berat
Cd, Hg dan Pb pada konsentrasi 0.115 ppm sampai dengan 0.1341 ppm
untuk Hg, 1.3086 ppm sampai dengan 1.4273 ppm untuk Cd dan 1.3175
ppm sampai dengan 1.4338 ppm Pb akan mengalami degenerasi pada sel-
selnya yang ditandai dengan adanya fase pelemakan pada sel epitelnya dan
terjadinya piknosis pad sel, baik pada sel epitel ataupun pada sel jaringan
penyokong.
Berdasarkan penelitian Hughes, dkk (1979) dalam Darmono (2001),
menyatakan bahwa morfologi insang ikan salmon akan mengalami hipoksia
(karena kesulitan mengambil oksigen terlarut) sehingga terjadi penebalan
pada sel epitel insang, yang mengakibatkan ikan kurang mampu berenang
yang diekspos dengan nikel berdosis 3,2 mg/l. sedangkan ikan Fundulus
heteroclitus yang diekspos 50 mg/l kadmium selam 20 jam didapati insang
mengalami heperplasia pada bagian lamela dan interlamela epitel filamen.
104
Logam klas B sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen,
sehingga ikatan logam klas B tersebut sangat penting bagi fungsi normal
metaloenzim dan juga metabolisme terhadap sel. Enzim yang sangat
berperan dalam insang ikan dan hewan air lainnya adalah enzim karbonik
anhidrase dan transport ATP ase. Karbonik anhidrase adalah adalah enzim
yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi asam
karbonat. Apabila ikatan Zn tersebut diganti dengan logam lain, maka fungsi
enzim karbonik anhidrase tersebut menurun, atau bahkan tidak berfungsi.
Dengan tidak berfungsinya enzim dalam insang, akan mengakibatkan
terganggunya pula fungsi insang sebagai alat respirasi (Darmono, 2001).
Di dalam sel jaringan, karbon dioksida terbentuk dari hasil reaksi
oksigen dengan berbagai bahan makanan. Karbon dioksida tersebut
kemudian mamasuki kapiler jaringan dan ditranspor oleh darah kembali ke
insang. Sebagian kecil karbon dioksida diangkut dalam keadaan terlarut ke
insang atau paru-paru, selebihnya ditranspor dalam bentuk ion bikarbonat.
Karbon dioksida terlarut dalam darah bereaksi dengan air untuk membentuk
asam karbonat, dibantu oleh enzim karbonik anhidrase, yaitu enzim yang
mengandung unsur logam berat Zn. Di dalam sel darah merah. Enzim
tersebut mengkatalis reaksi antara karbon dioksida dan air, sehingga
mempercepat reaksi ini kira-kira 5000 kali lipat. Dalam seperkian detik
berikutnya, asam karbonat yang dibentuk dalam sel darah merah berdisosiasi
menjadi ion hidrogen dan bikarbonat. Sebagian besar ion hidrogen yang
105
dibentuk di dalam sel darah merah cepat bereaksi dengan hemoglobin, yang
merupakan buffer asam basa yang kuat (Fujaya, 2004).
Palar (1994), meyatakan bahwa enzim-enzim yang memiliki ion-ion
logam sebagai pusat aktifnya cenderung untuk bersifat labil. Hal ini
disebabkan ion-ion logam yang terdapat dalam suatu gugus enzim seringkali
dapat digantikan oleh ion-ion logam-logam yang lain yang ikut masuk
dalam tubuh. Ternyata kemudian ion-ion logam yang masuk menggantikan
ion logam yang seharusnya berperan, telah menjadikan penyebab
terhalangya kemampuan kerja dari enzim terkait. Dengan demikian suatu
proses tidak dapat berjalan sempurna atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
Sehingga apabila logam berat Zn yang terdapat dalam enzim
karbonik anhidrase digantikan oleh logam yang lain maka proses katalisasi
reaksi antara karbon dioksida dan air tidak akan terjadi sehingga sehingga
tidak akan terbentuk asam karbonat di dalam sel darah merah, begitu juga
tidak akan terjadi disosiasa asam karbonat menjadi hidrogen dan bikarbonat.
Dengan demikian maka akan terjadi ketidak seimbangan konsentrasi
oksigen, karbon dioksida dan hidrogen dalam tubuh. Karbon dioksida dalam
tubuh akan lebih banyak karena terjadinya kegagalan dalam proses
katalisasi.
Fujaya (2004), menyatakan bahwa dengan semakin meningkatnya
karbon dioksida atau ion hidrogen menyebabkan penurunan pH darah. Bila
terjadi hal tersebut, ventilasi atau kegiatan pernapasan akan ditingkatkan,
demikian pula penurunan konsentrasi oksegen akan meningkatkan ventilasi.
106
Dengan demikian kemungkinan ikan dan hewan air lainnya akan
mengalami hipoksia karena kesulitan mengambil oksigen dari air sehingga
terjadi penebelan pada sel epitel insang, sehingga bisa mengakibatkan
terjadinya degenerasi atau pelemakan pada sel epitel insang, yang
mengakibatkan ikan kurang mampu berenang. Selain itu kemungkinan juga
akan terjadi heperflasia pada bagian lamela dan interlamela pada epitel
filamen. Hal tersebut disebabkan karena adanya cairan yang melebihi tapal
batas semestinya. Selain itu juga kemungkinan akan terjadi hipertrofi
filamen (pertumbuhan yang tidak normal karena unsur-unsur jaringan yang
membesar) insang, kemungkinan hal tersebut terjadi karena kerja insang
yang tidak semestinya.
Unsur-unsur logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg) dan
kadmium (Cd) menyerang ikatan-ikatan belerang dalam enzim-enzim
sehingga enzim yang bersangkutan menjadi tidak berfungsi. Gugus-gugus
protein, asam karboksilat dan amino juga diserang oleh logam-logam berat.
Ion-ion Cd, Cu dan Hg terikat pada sel-sel membran yang menyebabkan
terhambatnya proses-proses transport di dalam sel (Rukaesih 2004), hal
tersebut diakibatkan karena semipermeabelitas membran mengalami
kerusakan, selain itu karena sifat dari logam berat yang hidrofobik sehingga
mudah untuk melewati membran sel. Akibat peristiwa ini menyebakan
keluarnya metabolit penting bagi sel seperti enzim, protein, air, karbohidrat
dan ion-ion organik, hal ini mengakibatkan bahan-bahan yang dibutuhkan
107
untuk kelangsungan hidup sel tidak terpenuhi, sehingga kelangsungan hidup
sel akan terganggu atau bahkan bisa mengakibatkan kematian sel.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Pelczar dan Chan (1988) bahwa
kerusakan membran sel dapat menghambat masuknya zat-zat ke dalam sel,
dan zat-zat dalam sel seperti ion organik, enzim dan asam amino dapat
keluar dari sel. Enzim yang keluar dari sel bersama zat-zat tersebut maka
akan menghambat metabolisme sel, hal tersebut akan mengakibatkan
terjadinya kematian sel.
Ochiai (1977), dalam Palar (2004) mengelompokkan mekanisme
keracunan oleh logam ke dalam tiga katagori yaitu:
1. Memblokir atau menghalangi kerja gugus fungsi biomelokul yang esensial
untuk proses biologi, seperti protein dan enzim.
2. Menggantikan ion-ion logam esensial yang terdapat dalam molekul terkait.
3. Mengadakan modifikasi atau perubahan bentuk dari gugus-gugus aktif
yang dimiliki oleh biomolekul.
Di duga bahwa logam berat yang ada dalam tubuh kerang bulu yang
berada di pantai Lekok Pasuruan telah memblokir atau menghalangi kerja
gugus fungsi biomolekul yang esensial untuk proses biologi yang berupa
enzim yang mengandung unsure logam berat Zn dan menggantikan ion
logam esensial (Zn) yang berguna di dalam proses yang terjadi didalam
insang sehingga mengakibatkan terjadinya degenerasi pada insang kerang
bulu (Anadara antiquata).
108
Gambaran degenerasi insang dan tingginya konsentrasi logam berat
dalam sampel kerang bulu, sedimen dan air laut, menunjukkan bahwa
kondisi perairan di stasiun 2 telah mengalami pencemaran oleh logam berat
Hg, Cd dan Pb. Kerang bulu yang hidup di stasiun 2 mempunyai peluang
untuk mengkonsentrasi dan mengakumulasi logam berat Hg, Cd dan Pb
lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 1 dan 3. Dari hasil penelitian dapat
diketahui bahwa konsentrasi logam berat Hg, Cd dan Pb sebesar: 0.1153
ppm, 1.30867 ppm dan 1.3173 ppm pada air laut dimungkinan telah dapat
menyebabkan degenarasi pada insang kerang bulu yang hidup pada daerah
cemaran logam berat tersebut.














109
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2003. Ikan Sebagai Alat Monitor Pencemaran. Bagian Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Di ambil melalui htt: library.usu.ac.id.

Anonymous. 2002. Hutan Bakau Hilang Minamata Datang. Ecological
Observation and Wetland Cconsevation. Lembaga Kajian Ekologi dan
Konsevasi Lahan Basah.

Anonymous, 2006. Periodic Table: Cadmium. Di ambil melalui htt:
www.chemicalelements.com/elements/cd.html.

Brotowidjoyo, Mukayat D.dkk.1995. Pengantar Lingkungan Perairan Dan
Budaya Air. Liberty. Yogyakarta.

Bowono,Dwi,Ibnu,dkk. 2002. Upaya Penurunan Kandungan Logam Berat Hg
(Merkuri) dan Timbal (Pb) Dengan Konsentrasi Dan Waktu Perendaman
Na2 CaEDTA Yang Berbeda. Jurusan Perikanan Universitas Padjajaran.
Bandung.

Cakrawala. 2005. 24 Februari. Bioindikator Pencemaran Bahan Kimia.

Connel. D. W. and Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Universitas Indonesia. Jakarta.

Connel. D. W. and Miller. 2006. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Universitas Indonesia. Jakarta.

Darmono. 2001. Lingklungan Hidup Dan pencemaran, Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam. UI Press. Jakarta.

Darmono MSC. Toksikologi Logam Berat. Di ambil melalui
htt/www.geocities.com.

Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air Dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Harizal. 2006. Studi Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Kerang Hijau
(Perna Viridis l) Sebagai Bio Monitoring Pencemaran Di perairan Pantai
113




BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil
kesimpulakan sebagai berikut:
1. Terjadi pencemaran logam berat Hg, Cd dan Pb di perairan pantai Lekok
Pasuruan, dengan tingkat pencemaran polusi sedang, karena kandungan
logam berat Hg, Cd dan Hg sudah melampaui batas ketentuan dalam
perairan tetapi masih mempunyai selisih yang tidak begitu jauh.
2. Adanya perbedaan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada air laut,
sedimen, dan kerang bulu (Anadara antiquata). Kandungan logam berat
Hg antara sedimen dengan air laut dan kerang bulu menunjukkan
perbedaan, tetapi kandungan logam berat Hg antara air laut dan kerang
bulu tidak menunjukkan perbedaan. Kandungan logam berat tetinggi
adalah pada sedimen, kemudian pada kerang bulu dan air laut.
3. Adanya perbedaan kandungan logam berat antara ke tiga stasiun
pengamatan. Kandungan logam berat tertinggi pada stasiun dua,
kemudian diikuti stasiun satu dan yang terendah pada stasiun tiga.
114
4. Adanya hubungan peningkatan kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb
pada sedimen dan air laut dengan kandungan logam berat pada kerang
bulu. Peningkatan kandungan logam berat pada sedimen dan air laut
mempengaruhi terhadap peningkatan kandungan logam berat pada kerang
bulu (Anadara antiquata).
5. Terjadi degenerasi pada mikroanatomi insang kerang bulu (Anadara
antiquata) yang diduga disebabkan oleh akumulasi logam berat pada
tubuh kerang bulu (Anadara antiquata)
5.2 Saran
1. Penulis menyarankan bagi masyarakat yang mengkonsumsi hasil
perikanan dari pantai Lekok Pasuruan untuk berhati-hati. Karena
kandungan logam berat Hg dan Cd pada kerang bulu telah melampaui
ambang batas toleransi untuk layak dikonsumsi menurut Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No.03725/B/Sk/VII/89.
2. Perlu kiranya di lakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan profil
kandungan logam berat dalam kerang bulu (Anadara antiquata) selama
tiga bulan ke depan, untuk mengetahui fluktuasi logam berat berat pada air
laut, sedimen dan kerang bulu. Mengingat logam tersebut sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia.
3. Perlu adanya penelitian lanjutan pengamatan mikroanatomi kerang bulu
dengan menggunakan organ selain insang.
4. Perlu adanya penanaman mangrove yang lebih banyak di pinggir pantai
untuk mengurangi pencemaran logam berat.
111
Pencemaran Lingkungan On Line. 2006. 27 Januari. Pencemaran Udara dan
pencemaran Air.

Pleczer, Micheil J dan Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi (Jilid 2). Jakarta:
Universitas Indonesia Press.

Prayitno, S.T, Susanto dan S.S. Yuwono. 2000. Kupang Dan Produk Olahannya.
Pusat Kajian Makanan Tradisional (PKMT). Lembaga penelitian
Brawijaya. Malang.

Republika. 2004. 25 Mei. Pencemaran teluk Jakarta.

Sastrawijaya. A, Tresna. 2000. Pencemaran lingkungan. Rieneke Cipta. Jakarta.

Sartika. A. 2002. Profil Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) Dan Tembaga
(Cu) Dalam Kupang Beras (Tellina versicolor) (Studi Kasus Pada
Kupang Beras Yang Dipasarkan Di Keraton Pasuruan). Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.

Sinar Harapan. 2001. Logam Berat Picu Kanker Prostate.

Suhendryatna. 2001. Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan
Mikroorganisme Suatu Kajian Kepustakaan (Heavy Metal Bioremeval By
Micriorganisme: A Literatur Study). Di Sampaikan Pada Seminar On-Air
Bioteknologi Untuk Indonesia Abad 21, 1-14 Februari 2001, Seminar
Forum PPI Tokyo Institute Of Technology.

Steel Robert G.D. Torie James.1991. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Suatu
Pendekatan Biometric. PT Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta.

Umar. M. Tauhid. 2001. Kandungan Lpgam Berat Tembaga (Cu) Pada Air,
Sedimen, Dan Kerang Marcia Sp Di Teluk Parepare Sulawesi Selatan. Di
ambil malalui htt/: pascaunhas.net.

Wardhana, Arya Wisnu.1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offest.
Yogyakarta.

Widodo, Arief. 2006. Studi Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) Pada
Organisme Kerang Putih (Corbula faba) dan Kerang bulu (Anadara
antiquate) Sebagai Biomonotorning Pencemaran Lingkungan Di Muara
112
Sungai Rejoso Kabupaten Pasuruan. Laporan Skripsi. Manajemen
Sumberdaya Perairan Universitas Brawijaya. Malang.

Wijani.Ir. 1990. Plathyhelminthes, Nemerteans, Aschelminthes, Mollusca. Diktat
Kuliah Avertebrata Air I. Fakultas Perikanan Unibraw. Malang.

Wikipedia Indonesia. 2006. Pencemaran. Di ambil melalui
htt:/id.wikipedia.org./wiki/pencemaran.

Wulandari T.R. 2002. Penggunaan Kerang Darah (Anadara Granosa l) Untuk
Memonitor Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) di Muara
Gisikcemedi Kecamatan Sedati Kabupaten Sedati kabupaten Sidoarjo.
Laporan Skripsi. Manajemen sumber daya perairan Universitas Brawijaya.
Malang.

Yanney. 2001. Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung




























110
Banyu Urip Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Laporan Skripsi. Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas
Brawijaya. Malang.

Hidayat K.S. 2003. Survey Kadar Logam Berat Pb dan Cd Pada Kerang Bulu
(Anadara antiquate) Di Pantai utara kabupaten Pasuruan Dan
Probolinggo Jawa Timur. Laporan Skripsi. Manajemen Sumber Daya
Perairan Universitas Brawijaya. Malang.

Ibrahim, dkk. 1998. Kandungan polutan Logam Berat Pb dan Cu dalam Tubuh
Hewan Kupang Dari Pantai Utara Surabaya dan Sidoarjo Jawa Timur.
Dosen Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang.

Kompas On Line. 1997. 11 September. Pencemaran Lingkungan Mengancam
Keamanan Pangan.

Kristanto, Philip. 2002. Ekologi Industri. Andi offset. Yogyakarta.

Nybakken James W. 1998. Biologi Laut, suatu Pendekatan Ekologis. PT
Gramedia. Jakarta.

Mansyur, dkk. 2002. Toksikologi Dan Absorbsi Agen Toksis. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Di ambil melalui http/library.usu.ac.id.

Mulayanto dan Zakiyah Umi.1997. studi Tentang Konsentrasi Raksa (Hg) dan
hubungannya dengan Kondisi Insang Kerang Bulu Di Perairan pantai
Kenjeran Surabaya. Fakultas Perikanan Unibraw Malang.

Mulyanto, dkk.1992. Monitoring Pencemaran Logam Berat Raksa (Hg),
Kadmium (Cd), dan Timbal (Pb) di Perairan Pantai Utara Jawa Timur.
Laporan P4M No: 129/P4M/DPPML/L-331/PSL/1992. PSLH
UNIBRAW. Malang

Palar, Heryando. 1994. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Rieneka
Cipta. Jakarta.

Pagoray, Henny. 2001. Kandungan Merkuri Dan Cadmium Sepanjang Kali
Donan Kawasan Industri Cilacap. Di ambil melalui htt/:
www.unmul.ac.id.

115
Lampiran 1. Hasil Analisis Kimia Kandungan Logam Berat Hg, Cd Dan Pb Pada
Air Laut, Sedimen Dan Kerang Bulu (Anadara antiquata) Di
Perairan Pantai Lekok Pasuruan

Total Hg (ppm)
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Sampel
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Air laut 0.117 0.109 0.120 0.124 0.130 0.127 0.112 0.195 0.095
Kerang 0.879 0.793 0.895 0.961 0.998 0.961 0.789 0.815 0.788
Sedimen 16.584 16.186 17.390 18.936 19.41 19.96 18.044 17.897 17.97
Cd (ppm)
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Sampel
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Air laut
1.37 1.292 1.264 1.43 1.448 1.404 1.354 1.336 1.316
Kerang
2.877 2.867 2.807 2.979 3.08 2.966 2.862 2.790 2.756
Sedimen
17.409 17.394 16.925 19.17 19.876 17.724 17.406 16.608 14.53
Pb (ppm)
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Sampel
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Air laut
1.24 1.270 1.442 1.408 1.435 1.457 1.328 1.321 1.316
Kerang
1.556 1.534 1.623 1.678 1.641 1.676 1.328 1.321 1.316
Sedimen
28.613 30.328 31.042 32.425 32.205 32.703 28.786 27.787 27.66














116
Lampiran 2: Perhitungan Anova Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb Pada
Sedimen, Kerang Bulu (Anadara antiquata) dan Air Laut.

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors
9
9
9
9
9
9
1
2
3
linkungan
1
2
3
stasiun
N


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: hg
2939.484
a
5 587.897 1536.449 .000
1847.706 2 923.853 2414.459 .000
4.125 2 2.062 5.390 .012
8.418 22 .383
2947.902 27
Source
Model
linkungan
stasiun
Error
Total
Type II Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .996)
a.



Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
9
9
9
9
9
9
1
2
3
linkungan
1
2
3
stasiun
N


117
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: cd
2836.687
a
5 567.337 905.003 .000
1420.097 2 710.048 1132.653 .000
4.745 2 2.372 3.784 .039
13.792 22 .627
2850.479 27
Source
Model
linkungan
stasiun
Error
Total
Type II Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .994)
a.



Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors
9
9
9
9
9
9
1
2
3
linkungan
1
2
3
stasiun
N


Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: pb
8169.571
a
5 1633.914 1274.815 .000
4890.312 2 2445.156 1907.764 .000
12.369 2 6.185 4.825 .018
28.197 22 1.282
8197.768 27
Source
Model
linkungan
stasiun
Error
Total
Type II Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .996)
a.


Keterangan:
Lingkungan 1 : Air
Lingkungan 2 : Kerang
Lingkungan 3 : Sedimen
Stasiun 1 : Stasiun 1
Stasiun 2 : Stasiun 2
Stasiun 3 : Stasiun 3



118
Lampiran 3: Perhitungan Uji Jarak Duncan Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan
Pb Pada Sedimen, Kerang dan Air Laut


Post Hoc Tests

Lingkungan

Homogeneous Subsets
hg
Duncan
a,b
9 .12544
9 .87744
9 18.03789
1.000 1.000 1.000
linkungan
1
2
3
Sig.
N 1 2 3
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type II Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .383.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
a.
Alpha = .05.
b.



Stasiun


Homogeneous Subsets


hg
Duncan
a,b
9 5.89311
9 6.30056 6.30056
9 6.84711
.176 .074
stasiun
1
3
2
Sig.
N 1 2
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type II Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .383.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
a.
Alpha = .05.
b.


119



hg
Duncan
a,b
3 .11533
3 .12700
3 .13400
3 .79733
3 .85600
3 .97900
3 16.70800
3 17.97033
3 19.43533
.937 .446 1.000 1.000 1.000
linkungan
1.1
1.2
1.3
2.3
2.1
2.2
3.1
3.3
3.2
Sig.
N 1 2 3 4 5
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type II Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .073.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
a.
Alpha = .05.
b.


Post Hoc Tests

Lingkungan

Homogeneous Subsets
cd
Duncan
a,b
9 1.35711
9 2.88711
9 17.44944
1.000 1.000 1.000
linkungan
1
2
3
Sig.
N 1 2 3
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type II Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .627.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
a.
Alpha = .05.
b.




120
stasiun

Homogeneous Subsets
cd
Duncan
a,b
9 6.77344
9 7.13389 7.13389
9 7.78633
.345 .094
stasiun
3
1
2
Sig.
N 1 2
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type II Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .627.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
a.
Alpha = .05.
b.


cd
Duncan
a,b
3 1.30867
3 1.33533
3 1.42733
3 2.80267
3 2.85033
3 3.00833
3 16.18233
3 17.24267
3 18.92333
.828 .707 .052 1.000
linkungan
1.1
1.3
1.2
2.3
2.1
2.2
3.3
3.1
3.2
Sig.
N 1 2 3 4
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type II Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .388.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
a.
Alpha = .05.
b.










121
Post Hoc Tests

Lingkungan

Homogeneous Subsets
pb
Duncan
a,b
9 1.35744
9 1.61000
9 30.03200
.641 1.000
linkungan
1
2
3
Sig.
N 1 2
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type II Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.282.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
a.
Alpha = .05.
b.


stasiun

Homogeneous Subsets
pb
Duncan
a,b
9 10.19100
9 10.96089 10.96089
9 11.84756
.163 .111
stasiun
3
1
2
Sig.
N 1 2
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type II Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.282.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.
a.
Alpha = .05.
b.


122
pb
Duncan
a,b
3 1.31733
3 1.32167
3 1.43333
3 1.57100
3 1.59400
3 1.66500
3 27.65733
3 29.99433
3 32.44433
.524 1.000 1.000 1.000
linkungan
1.1
1.3
1.2
2.1
2.3
2.2
3.3
3.1
3.2
Sig.
N 1 2 3 4
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type II Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .341.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
a.
Alpha = .05.
b.


Keterangan:
1.1 : Air Laut Pada Stasiun 1
1.2 : Air Laut Pada Stasiun 2
1.3 : Air Laut Pada Stasiun 3
2.1 : Kerang Pada Stasiun 1
2.2 : Kerang Pada Stasiun 2
2.3 : Kerang Pada Stasiun 3
3.1 : Sedimen Pada Stasiun 1
3.2 : Sedimen Pada Stasiun 2
3.3 : Sedimen Pada Stasiun 3

Anda mungkin juga menyukai